PENDAHULUAN
1
2. KAYU
2
h. mudah dikerjakan
i. relatif murah
j. dapat mudah diganti
k. relatif mudah didapat
l. memiliki nilai estetis
Selain kelebihan-kelebihan di atas, kayu memiliki sifat-sifat yang kurang
menguntungkan yaitu:
a. tidak homogen
Kayu memiliki mata kayu, serat miring, ketidaksamaan sebagai hasil alam
(ujung atas lebih muda daripada ujung bawah, serat tepi berbeda dengan serat
dalam) dan lain-lain.
b. bersifat higroskopis
Kayu mudah terpengaruh oleh perubahan kelembaban udara.
c. mudah terbakar
d. adanya cacat sewaktu tumbuh
Kayu memiliki cacat berupa mata kayu, retak-retak, bagian hati yang busuk,
lapuk, serat miring, serat terpuntir, dan lain-lain.
e. ukuran terbatas
f. beberapa jenis kurang awet
Di Indonesia, kayu digolongkan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:
a. pohon berdaun lebar
b. pohon berdaun jarum
c. pohon sebangsa palm
d. pohon sebangsa bambu (rumput-rumputan)
Daftar kayu Indonesia yang terpenting berikut kelas awet, kelas kuat,
dan berat jenis kering udaranya dapat dilihat lebih lanjut dalam Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia PKKI NI 5 -1961.
3
a. kulit luar (outer bark)
Lapisan ini merupakan lapisan yang sudah mati dan keras. Bagian ini kering
dan bersifat sebagai pelindung lapisan di dalamnya.
b. kulit dalam (bast)
Bagian ini lunak, basah, dan berpori besar, berfungsi untuk mengangkut bahan
makanan dari daun ke bagian lain dari tumbuhan. Pada kulit dalam ini sering
terdapat zat-zat kimia seperti getah dan tanin.
c. Kambium
Berada di bagian dalam kulit dalam. Sel-sel di dalam kambium ini merupakan
sel yang hidup. Bagian inilah yang membuat sel-sel kulit dan sel-sel kayu. Sel-
sel kambium mampu berkembang biak dengan membelah diri. Bagian sebelah
luar menjadi sel yang mati dan menjadi kulit, sedangkan sel yang sebelah
dalam menjadi sel kayu.
d. kayu gubal (sapwood)
Biasanya warnanya keputih-putihan (muda). Lapisan ini tumbuh menjadi kayu
yang keras. Bagian ini mengangkut air dan zat makanan dari tanah ke daun.
e. kayu teras atau galih (heartwood)
bagian ini warnanya lebih tua daripada kayu gubal. Kayu teras sebelumnya
adalah kayu gubal yang sudah tidak berfungsi lagi. Perubahan kayu gubal
menjadi kayu teras terjadi secara perlahan-lahan. Dibandingkan kayu gubal,
kayu teras umumnya lebih tahan terhadap serangan serangga, bubuk kayu,
jamur, dan sebagainya. Bagian inilah yang biasa diambil dan dimanfaatkan
sebagai kayu untuk bangunan.
f. Inti (pitch)
Bagian lingkaran kecil yang berada paling tengah. Kadang-kadang bagian ini
sudah busuk, terutama pada kayu yang sudah sangat tua.
g. jari-jari teras (rays)
Bagian ini menghubungkan berbagai bagian dari pohon untuk penyimpanan
dan peralihan bahan makanan.
h. Lingkaran tahun
4
Pada kayu biasanya tampak suatu garis-garis lingkaran yang mengelilingi
pusat kayu, yang dikenal sebagai lingkaran tahun-tahun. Pertumbuhan sel-sel
kayu tidak selalu tetap pada saat musim kemarau dan musim hujan. Pada
musim hujan sel-sel kayu yang terbentuk besar-besar, sedangkan pada musim
kemarau sel-sel yang terbentuk kecil, akibatnya terjadi perbedaan ukuran sel
dan menyebabkan warna yang sedikit berbeda dan tampak seperti lingkaran-
lingkaran yang mengelilingi pusat kayu. Akan tetapi pada beberapa jenis kayu,
lingkaran ini tidak tampak jelas. Begitupun jika perbedaan musim hujan dan
kemarau tidak begitu besar.
5
Sumber : Al Himawan, 2007
Gambar 2.1. Struktur Kayu
a. Kepadatan Kayu
Kepadatan kayu berhubungan erat dengan berat jenis kayu dan kekuatan kayu.
Semakin ringan kayu semakin berkurang kepadatannya, semakin berkurang
pula kekuatannya. Begitu juga sebaliknya.
b. Berat Jenis
6
Berat jenis kayu yang diperhitungkan adalah berat jenis dari kayu kering
udara. Kadar lengas kayu kering udara tergantung pada iklim setempat. Di
Indonesia, kadar air ini berkisar antara 12 – 20% dari kayu kering mutlak
(yang hanya dapat dicapai dalam tempat pemanasan).
c. Kekuatan Kayu
Pada umumnya, kayu dengan berat jenis tinggi mempunyai modulus
elastisitas, kekuatan, kekerasan, dan sifat teknis lain yang tinggi pula, seperti
terlihat pada Tabel 2.1. Namun, susunan kayu juga mempengaruhi kekuatan
kayu. Berdasarkan berat jenisnya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Hasil Hutan Bogor membagi kekuatan kayu Indonesia dalam 5
(lima) kelas kuat, seperti tercantum dalam Tabel 2.2. di bawah ini.
Tabel 2.1. Kelas Kuat, Berat Jenis, Modulus Elastisitas, dan Tegangan Ijin
Kelas Kuat I II III IV V
Berat Jenis > 0,90 0,90 – 0,60 0,60 – 0,40 0,40 – 0,30 < 0,30
Modulus Elastisitas > 180 180 – 155 155 – 125 125 – 95 < 95
(10 kg/cm )
3 2
Kuat Lentur Mutlak (kg/cm2) > 1100 1100 – 725 725 – 500 500 – 360 < 360
Kuat Desak Mutlak (kg/cm ) 2
> 650 650 – 425 425 – 300 300 – 215 < 215
Tegangan Tarik Sejajar Serat 150 100 75 50 –
Ijin (kg/cm ) 2
Tekan Sejajar 130 85 60 45 –
Serat
Tekan Tegak 40 25 15 10 –
Lurus Serat
Geser Sejajar 20 12 8 5 –
Serat
7
V ≤ 0,30 ≤ 360 ≤ 215
Sumber: DEN BERGER (1923)
d. Kadar Air
Kayu bersifat menyerap uap udara jika kandungan air dalam udara cukup
banyak, dan sebaliknya jika udara di sekitarnya kering, uap air akan
dilepaskan. Hal ini mengakibatkan kandungan air dalam kayu tergantung
kelembaban udara di sekitarnya.
Kadar air ditentukan dengan rumus:
dengan:
ω = kadar air (%)
a = berat kayu yang dihitung kadar airnya
b = berat kayu setelah kering tungku
e. Kadar Lengas
Kadar lengas kayu diukur dari kadar airnya. Ada 3 (tiga) macam kadar lengas
(kandungan air) pada kayu, yaitu:
kadar lengas kayu basah, yaitu kayu yang baru saja ditebang. Kadar lengas
kayu yang baru ditebang berkisar 40 – 200%. Kadar lengas pada kayu
yang berat sekali berkisar 40%, sedangkan kayu yang ringan sekali
berkadar lengas sampai 200%.
kadar lengas kayu kering udara, yaitu kayu yang kandungan airnya sudah
tetap sesuai dengan udara sekitarnya. Kadar lengas kayu kering udara
tergantung pada keadaan iklim setempat. Di Indonesia kadar air ini
berkisar antara 12 – 20 % dari kayu kering mutlak.
kadar lengas kayu kering mutlak atau sering disebut juga kering tungku
(oven) yaitu kayu yang dikeringkan di dalam tungku pada suhu 105 0 C
sehingga semua airnya menguap ke luar. Kadar air kayu kering mutlak
8
adalah 0%. Kayu kering mutlak hanya dapat dicapai dalam tungku
pemanasan yang disebut dry kiln.
f. Susutan
Kayu basah makin lama makin kering akibat penyesuaian dengan kadar air di
udara. Jika pengurangan kadar air kayu itu masih di atas titik jenuh serat (fiber
saturation point) maka tidak menyebabkan penyusutan volume kayu. Namun,
jika pengurangan kadar air itu melewati titik jenuh serat, yaitu jika mencapai
kadar air antara 24 – 30% maka terjadi penyusutan.
Jika kayu ditebang dan kayunya dipotong, maka air yang dikandung di dalam
kayu keluar. Jika keluarnya air tidak teratur maka akan menimbulkan retak-
retak. Pada kayu yang masih basah, air yang berada dalam kayu sebagian
berada dalam rongga sel dan sebagian lagi berada di dalam dinding sel. Air
yang berada dalam rongga sel dinamakan air bebas. Pada proses pengeringan,
air bebas keluar terlebih dahulu sampai tidak ada lagi air dalam rongga sel,
sehingga yang tertinggal adalah air di dalam dinding sel. Keadaan saat air
bebas ini habis dan air dalam dinding sel mulai keluar disebut titik jenuh serat.
Sebelum air dalam dinding sel ini keluar, keluarnya air (pengurangan kadar
air) tidak mempengaruhi volume kayu. Akan tetapi bila air dalam dinding sel
mulai keluar, pengurangan kadar air mengakibatkan pengurangan volume
kayu.
Besar penyusutan kayu akibat pengurangan kadar air di bawah titik jenuh ini
tidak sama untuk jenis kayu yang berbeda. Susutan ini juga tidak sama untuk
arah yang berbeda. Pada arah serat, susutan yang terjadi kecil, pada arah radial
susutan yang terjadi agak besar, sedangkan pada arah tangensial terjadi
susutan yang besar, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2.
9
Sumber : Kardiyono, 1989
Gambar 2.2. Susutan Kayu
10
Sumber : Al Himawan, 2007
Gambar 2.3. Distorsi Kekeringan Kayu
g. Mutu Kayu
Mutu kayu didasarkan atas kadar air, mata kayu, kayu gubal, kemiringan serat,
dan retak-retak. Mutu kayu dibedakan menjadi 2 (dua) kelas, yaitu:
Mutu A
Persyaratan kayu mutu A:
1. Kering udara.
2. Besar mata kayu < 1/6 lebar balok atau maksimal 3,5 cm.
3. Kandungan gubal ≤ 1/20 tinggi balok.
4. Kemiringan serat < 1/10.
5. Retak-retak arah radial < ¼ tebal kayu.
6. Retak-retak arah tangensial < 1/5 tebal kayu.
Mutu B
Persyaratan kayu mutu B:
1. Kadar air < 30%.
2. Besar mata kayu < ¼ lebar balok atau maksimal 5 cm.
3. Kandungan gubal ≤ 1/10 tinggi balok.
4. Kemiringan serat < 1/7.
11
5. Retak-retak arah radial < 1/3 tebal kayu.
6. Retak-retak arah tangensial < ¼ tebal kayu.
h. Kelas Awet
Dari sifatnya, kayu memiliki keawetan yang beragam, Badan Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Hasil Hutan membagi keawetan kayu Indonesia
dalam 5 (lima) kelas awet seperti tercantum dalam Tabel 2.2.
i. Keterawetan
Keterawetan menunjukkan mudah tidaknya suatu jenis kayu dimasuki larutan
bahan pengawet. Pengawetan kayu dimaksudkan untuk memperpanjang umur
kayu. Pada umumnya jenis kayu yang berdaun lebar lebih sukar diawetkan
daripada jenis kayu berdaun jarum. Keterawetan dipengaruhi oleh sifat kayu
itu sendiri, cara pengawetan, dan bahan pengawet yang digunakan.
12
Klasifikasi keterawetan kayu dapat dilihat pada Tabel 2.3.
13
Pada suhu udara yang sama, makin tinggi kelembaban udara makin lama
waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan.
c. Peredaran udara
Peredaran udara yang baik menyebabkan pengeringan kayu makin cepat.
d. Jenis kayu
14
2.5. Pengawetan Kayu
Keawetan kayu adalah ketahanan lama pemakaian kayu. Kayu akan
tahan lama bila kayu mempunyai daya tahan terhadap serangga dan cendawan.
Beberapa jenis kayu tahan terhadap serangga dan cendawan, namun benyak jenis
kayu yang tidak tahan terhadap serangga dan cendawan sehingga perlu dilakukan
proses pengawetan.
Pengawetan kayu bertujuan agar bangunan tahan lama, kayu tidak lekas
lapuk, dan kayu yang kurang awet dapat dipakai. Pengawetan kayu umumnya
dilakukan dengan cara ditir, diarangkan, dicat, direndam dalam air, dimasuki zat
pengawet, dengan metode vakum tekan, proses rendaman panas-dingin, proses
rendaman dingin, dan difusi.
15
a. Mudah dimasukkan ke dalam kayu.
b. Beracun, tetapi tidak berbahaya bagi manusia.
c. Permanen, tidak luntur, tidak menguap karena panas.
d. Tidak bereaksi terhadap zat kayunya.
e. Tidak mudah terbakar.
f. Cepat kering dan mudah dicat.
Ketentuan lain tentang bahan pengawet yakni bahan pengawet yang
dapat digunakan adalah bahan pengawet yang diijinkan untuk diedarkan oleh
Komisi Pestisida – Departemen Pertanian. Bahan pengawet yang digunakan harus
dapat mencegah serangan rayap tanah, rayap kayu kering, bubuk kayu kering, dan
jamur perusak kayu. Formulasi bahan pengawet harus memenuhi salah satu
komposisi bahan aktif berupa garam hidrat, garam anhidrat, oksida asam, atau
hidroksida. Bentuk formulasi dapat berupa serbuk kering, pasta, atau konsentrat.
16
tersebut umumnya berupa perekat organik (resin) yang ditekan pada suhu
panas.
Jenis yang termasuk dalam kayu lapis ini di antaranya adalah tripleks dan
multipleks.
Daftar Pustaka
1. Al Himawan, Suziyanti, 2007, “ Serial Rumah - Kayu & Aplikasinya”,
Gramedia, Jakarta
2. Criswell, M.E., dan Vanderbilt, 1983, “Properties and Test of Engineering
Materials”, Department of Civil Engineering, Colege of Engineering,
Colorado State University, Colorado
3. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
4. N. Jackson, 1978, “Civil Engineering Materials”, English Language Book
Society and Macmillan, Hongkong
5. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI 5 – 1961)
17
6. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI – 1982)
7. Singh, G. & J. Singh, 1979, “Materials of Construction”, Standard Book
Service, Delhi
8. Yap, Felix K.H., 1964, “ Konstruksi Kayu”, Bina Cipta, Jakarta
18
3. KAPUR
3.1. Pendahuluan
Kapur termasuk bahan bangunan yang sudah lama digunakan. Orang-
orang Mesir kuno memakai kapur untuk memplester bangunan. Di Indonesia,
kapur sejak lama telah digunakan sebagai bahan ikat.
Kapur berdasarkan penggunaannya sebagai bahan bangunan terdiri dari
kapur pemutih dan kapur aduk. Keduanya dapat berbentuk kapur tohor maupun
kapur padam (PUBI – 1982).
Bahan dasar kapur adalah batu kapur. Susunan kimia dan sifat fisik dasar
bahan yang mengandung kapur berbeda dari satu tempat ke tempat lain, bahkan
dalam satu tempatpun belum tentu sama.
Batu kapur mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Dengan pemanasan
(kira-kira 9800C), karbon dioksida (CO2) akan keluar sehingga yang tertinggal
hanya kapurnya (Kalsium oksida/CaO), yang disebut quicklime.
Kapur dari hasil pembakaran ini bila ditambahkan air akan mengembang
dan retak-retak. Dalam proses ini akan banyak panas yang dikeluarkan (terlihat
seperti mendidih). Proses pencampuran kapur dan air menghasilkan kalsium
hidroksida (Ca(OH)2). Secara teoritis, air yang diperlukan hanya 32% berat kapur,
namun karena faktor-faktor lain (antara lain: pembakaran, jenis kapur, dan
sebagainya) kadang-kadang air yang diperlukan mencapai 2 – 3 kali volume
kapur. Proses ini disebut slaking, dan hasilnya – kalsium hidroksida – disebut
slaked lime atau hydrated lime.
Bila kalsium hidrat ini dicampur air akan diperoleh mortar kapur. Mortar
ini di udara terbuka menyerap karbon dioksida (CO2), dan dengan melalui proses
kimia menghasilkan CaCO3 yang bersifat keras dan tidak larut dalam air.
Rumus kimia proses tersebut adalah sebagai berikut:
19
CaCO3 CaO + CO2
9800C
20
d. Sebagai bahan pemutih.
Daftar Pustaka
1. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
2. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI – 1982)
21
4. SEMEN PORTLAND
4.1. Pendahuluan
Semen merupakan bahan hidrolis yang dapat bereaksi secara kimia
dengan air (disebut hidrasi), sehingga membentuk material batu padat. Semen
dipakai sebagai bahan ikat pada pembuatan beton, pekerjaan plesteran, pekerjaan
acian, dan lain-lain. Berbagai macam jenis semen dengan sifat-sifat dan
karakteristik yang berbeda-beda telah diproduksi, yang dibedakan dalam dua
kelompok utama yakni: semen dari bahan klinker semen portland dan semen-
semen lain. Yang termasuk semen dari bahan klinker semen portland yaitu semen
portland, semen portland abu terbang, semen portland berkadar besi, semen tanur
tinggi, semen portland tras/puzzolan, dan semen portland putih, sedangkan semen-
semen lain terdiri dari aluminium semen dan semen bersulfat. Perbedaan semen-
semen tersebut berdasarkan karakter dari reaksi pengerasan kimiawi. Semen-
semen dari kelompok yang pertama tidak saling bereaksi satu sama lain (tidak
membentuk persenyawaan lain), tetapi semen dari kelompok yang kedua bila
saling bercampur atau bercampur dengan semen dari kelompok yang pertama
akan membentuk persenyawaan baru. Ini berarti semen-semen dari kelompok
kedua tidak boleh dicampur. Semen yang umum dipakai di Indonesia adalah
semen portland dan semen Portland abu-terbang.
Berdasarkan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI
— 1982) semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan melalui
penghalusan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan yang mengatur waktu pengikatan.
Bersifat hidrolis berarti semen bereaksi dengan air dan membentuk suatu
batuan massa yang kedap air. Penggunaan semen sebagai ikat dalam
22
pembangunan fisik sudah dikenal luas, menggantikan penggunaan kapur.
Perbedaan kapur dan semen Portland adalah sebagai berikut:
1. Warna kapur biasanya putih, sedangkan warna semen portland umumnya abu-
abu
2. Jika semen portland dicampur dengan air, proses ikatan terjadi sekitar 30
menit dan mencapai kekuatan yang cukup besar dalam waktu sekitar 1 – 2
hari. Kapur memerlukan waktu lebih lama untuk proses pengikatan maupun
pengerasannya.
3. Semen beberapa kali lebih kuat daripada kapur.
4. Kapur sebaiknya dihindarkan dari kontak langsung dengan baja/besi,
sedangkan semen justru dapat melindungi baja/besi dari korosi.
5. Bila air ditambahkan pada quicklime akan tampak dengan jelas keluarnya
panas, akan tetapi pada semen keluarnya panas itu tidak tampak dengan nyata.
Dalam hal kecepatan perkembangan kekuatan, semen dibedakan dalam 3
(tiga) kelas seperti terlihat pada Gambar 4.1., yaitu:
23
Sumber : Sagel, Kole, Kusuma, 1993
Gambar 4.1. Perkembangan Kekuatan Kelas-Kelas Semen Yang Berbeda-beda
Nama Portland semen diusulkan oleh Joseph Aspdin pada tahun 1824.
Penggunaan nama tersebut diusulkan karena bubuk tersebut dicampur dengan air,
pasir, dan batu-batuan yang ada di Pulau Portland, Inggris. Pertama kali semen
portland diproduksi di pabrik oleh David Saylor di Coplay, Pennsylvania pada
tahun 1875.
24
Bahan dasar semen portland yaitu calcareous, argillocalcareous, dan
argillaceous. Secara mudah dapat diartikan bahwa kandungan semen portland
ialah kapur, silika, dan alumina. Ketiga bahan dasar tadi dicampur dan dibakar
dengan suhu 1550 0C dan menjadi klinker. Klinker tadi dihaluskan menjadi bubuk
yang kemudian biasanya ditambahkan gipsum ( ± 2 – 4 %) sebagai bahan
pengontrol waktu pengikatan. Bahan lain kadang-kadang ditambahkan pula untuk
membentuk semen khusus, misalnya kalsium klorida untuk mendapatkan semen
portland yang mempunyai waktu pengerasan yang cepat.
Klinker semen portland dibuat dari batu kapur (CaCO3) , tanah liat, dan
bahan dasar berkadar besi. Bahan dasar dari klinker semen Portland dapat
dipabrikasi secara dua proses (basah dan kering). Pada proses basah, sebelum
dibakar, bahan bakar dicampur air (slurry) dan digiling sampai halus berupa bubur
halus. Pada proses kering, bahan dasar dicampur dan dikeringkan, kemudian
digiling berupa bubuk kasar. Selanjutnya kedua produksi ini dibakar dalam tanur-
putar datar pada temperatur yang sanagt tinggi sehingga diperoleh klinker semen
portland. Proses pembuatan semen portland dapat dilihat pada Gambar 4.2. dan
Gambar 4.3.
Bagian utama dari klinker ini adalah: Trikalsium silikat (C3S) atau
3CaO.SiO2, Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2, Trikalsium aluminat (C3A)
atau 3CaO.Al2O3, dan Tetrakalsium aluminoferit (C3AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3.
Akhirnnya semen portland didapat dengan cara menggilas klinker tersebut dalam
kilang peluru sampai halus dan ditambah dengan gips (CaSO 42H2O) beberapa
prosen.
Semen portland putih adalah suatu jenis tersendiri yang mempunyai sifat
sama dengan semen portland normal namun tidak mengandung zat besi dan
digiling sangat halus. Sedangkan semen portland abu terbang adalah hasil
kombinasi semen portland dengan abu terbang. Abu terbang dimanfaatkan dari
hasil produksi gas pembakar, misalnya dari pusat tenaga listrik tenaga batu bara.
Penggunaan abu terbang ini merupakan pemanfaatan bahan sisa –sebagai salah
26
satu solusi mengurangi pencemaran udara – sebagai pengganti semen asalkan
memenuhi persyaratan tertentu. Abu terbang yang cocok digunakan adalah yang
terdiri dari > 2/3 bagian bahan yang dapat bereaksi dan bersifat pozzolan. Dengan
kata lain, abu terbang dapat bereaksi dengan ikatan kapur dan dapat membentuk
suatu persenyawaan kimiawi dengan semen dan air. Dengan demikian akan
menambahn kepadatan struktur dan perkembangan kekuatan beton. Persyaratan
lainnya mengatur pengotoran, kehalusan, kadar klorida, dan karbon yang
memenuhi syarat tertentu. Penggunaan abu terbang yang baik menghasilkan
reduksi semen sampai sekitar 25%.
27
Jenis III semen portland untuk penggunaan yang menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi
Jenis IV semen portland untuk penggunaan yang menuntut persyaratan panas
hidrasi rendah
Jenis V semen portland untuk penggunaan yang menuntut persyaratan sangat
tahan terhadap sulfat
28
b. Hidrasi Semen
Proses hidrasi pada semen Portland sangat kompleks, tidak semua reaksi dapat
diketahui secara rinci. Rumus proses kimia (perkiraan) reaksi hidrasi dari
unsur C2S dan C3S adalah sebagai berikut:
Hasil utama dari proses di atas adalah tubermorite (C3S2H3). Selama proses
hidrasi berlangsung akan keluar panas. Beberapa butir yang bersifat seperti
kristal tampak juga di dalam tubermorite. Proses hidrasi butir-butir semen
berlangsung sangat lambat. Bila masih memungkinkan, penambahan air masih
diperlukan oleh bagian dalam dari butir-butir semen – terutama yang berbutir
besar – untuk menyempurnakan proses hidrasi.
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dipakai
dalam waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya, jumlah air yang
diperlukan untuk proses hidrasi hanya ±35% dari berat semennya.
Penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Terlalu
banyak air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen semakin jauh,
sehingga mengurangi kekuatan dan menjadi porous (berongga). Lebih banyak
air yang digunakan dalam campuran beton akan meningkatkan workability
(kemudahan pengerjaan – memudahkan pencampuran, pengangkutan, dan
penuangan beton) dan didapat beton yang tidak keropos. Akan tetapi terlalu
banyak air akan menurunkan kekuatan beton.
c. Kehalusan Butir
Reaksi antara semen dan air dimulai dari permukaan butir-butir semen. Jadi,
semakin luas permukaan butir-butir semen – dari berat semen yang sama –
makin cepat proses hidrasinya. Hal ini berarti, butir-butir semen yang halus
akan menghasilkan panas hidrasi yang lebih cepat daripada semen dengan
butir-butir yang kasar. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan
kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding (naiknya air
29
campuran ke permukaan bagian yang baru dicor yang dapat mengakibatkan
retakan pada beton. Hal ini terjadi akibat kurangnya butir halus). Akan tetapi,
banyaknya butir halus akan menambah kecenderungan beton untuk menyusut
dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut peraturan, paing sedikit
78% berat semen harus dapat lewat ayakan nomor 200 (lubang 1/200 inci).
4.5. Persyaratan Semen Portland
Semen Portland harus memenuhi persyaratan fisika sebagai berikut:
a. kehalusan butir
Sisa di atas ayakan 0,09 mm maksimum 10% dari berat keseluruhan.
b. waktu pengikatan
Waktu pengikatan awal minimum 60 menit, dan waktu pengikatan akhir
maksimum 8 jam.
Daftar Pustaka
1. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
2. Jackson, N., 1978, “Civil Engineering Materials”, English Language Book
Society and Macmillan, Hongkong
3. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI – 1982)
4. Sagel, R., Ing. P. Kole, Ir. Gideon H. Kusuma, 1993, Pedoman Pengerjaan
Beton, Erlangga, Jakarta
5. Singh, G, & J. Singh, 1979, “Materials of Construction”, Standard Book
Service, Delhi
6. Wahyudi, L., Syahril A. Rahim, 1997, Struktur Beton Bertulang Standar Baru
SNI T-15-1991-03, Gramedia, Jakarta
30
5. BATUAN
5.1. Pendahuluan
Batuan (agregat) adalah butiran mineral alam yang berfungsi sebagai
bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Batuan ini kira-kira 70% dari
volume mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan
tetapi batuan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar ataupun beton,
sehingga pemilihan batuan merupakan bagian yang penting dalam pembuatan
mortar dan beton.
Dalam praktek, umumnya batuan digolongkan menjadi 3 (tiga)
kelompok:
a. Batu, dengan ukuran besar butiran lebih dari 40 mm.
b. Kerikil, dengan ukuran besar butiran 5 – 40 mm.
c. Pasir, dengan ukuran besar butiran 0,15 – 5 mm.
Sedangkan butiran dengan ukuran lebih kecil dari 0,15 mm dinamakan silt atau
tanah.
dengan :
Vt : Volume total
Vb : Volume butiran
Vp : Volume pori
31
Beberapa sifat butiran antara lain:
- Porositas
- Kepampatan (kepadatan)
5.3. Gradasi
Gradasi batuan adalah distribusi ukuran butiran batuan. Bila butir-butir
batuan mempunyai ukuran yang sama (seragam), volume pori akan besar.
Sebaliknya bila ukuran butir bervariasi maka volume pori akan kecil. Hal ini
karena butiran yang kecil mengisi pori di antara butiran yang lebih besar sehingga
pori-porinya menjadi sedikit (dengan kata lain kepampatannya menjadi tinggi).
Pada batuan untuk pembuatan mortar atau beton diinginkan butiran dengan
kepampatan tinggi karena volume porinya sedikit sehingga bahan ikat yang
32
dibutuhkan tidak banyak (karena bahan ikat mengisi pori antara butir batuan, bila
volume pori sedikit berarti bahan ikat sedikit pula).
Gradasi dinyatakan dengan nilai persentase dari berat butiran yang
tertinggal di dalam suatu susunan ayakan. Susunan ayakan itu adalah ayakan
dengan lubang : 76 mm; 38 mm; 19 mm; 9,6 mm; 4,80 mm; 2,40 mm; 1,20 mm;
0,60 mm, 0,30 mm; dan 0,15 mm.
Peraturan menetapkan bahwa untuk campuran beton dengan diameter
maksimum batuan sebesar 40 mm, 30 mm, 20 mm, dan 10 mm, dan harus berada
di dalam batas-batas yang tertera dalam Tabel 5.1., Tabel 5.2., Tabel 5.3., dan
Tabel 5.4. atau kurva yang tertera dalam Gambar 5.1., Gambar 5.2., Gambar 5.3.,
dan Gambar 5.4.
9,60 36 44 52 60
4,80 24 32 40 47
2,40 18 25 31 38
1,20 12 17 24 30
0,60 7 12 17 23
0,30 3 7 11 15
0,15 0 0 2 5
33
(Untuk Batuan Dengan Butir Maksimum 30 Mm)
Lubang (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3
38,00 100 100 100
19,00 74 86 93
9,60 47 70 82
4,80 28 52 70
2,40 18 40 57
1,20 10 30 46
0,60 6 21 32
0,30 4 11 19
0,15 0 1 4
Sumber : Kardiyono, 1989
9,60 45 55 65 75
4,80 30 35 42 48
2,40 23 28 35 42
1,20 16 21 28 34
0,60 9 14 21 27
0,30 2 3 5 12
0,15 0 0 0 2
34
Lubang (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4
9,60 100 100 100 100
4,80 30 45 60 75
2,40 20 33 46 60
1,20 16 26 37 46
0,60 12 19 28 34
0,30 4 8 14 20
0,15 0 1 3 6
Sumber : Kardiyono, 1989
35
Gambar 5.1. Gradasi Standar Batuan Dengan Butir Maksimum 40 mm (Sumber : Kardiyono, 1989)
36
Gambar 5.2. Gradasi Standar Batuan Dengan Butir Maksimum 30 mm (Sumber : Kardiyono, 1989)
37
Gambar 5.3. Gradasi Standar Batuan Dengan Butir maksimum 20 mm (Sumber : Kardiyono, 1989)
38
39
Gambar 5.4. Gradasi Standar Batuan Dengan Butir maksimum 10 mm (Sumber : Kardiyono, 1989)
40
Dalam pelaksanaan proyek, diperlukan suatu campuran pasir dan kerikil
dengan perbandingan tertentu agar gradasi campuran dapat masuk dalam kurva
standar di atas. Untuk mendapatkan nilai perbandingan antara berat pasir dan
kerikil yang tepat, dapat dilakukan dengan cara coba-coba sebagai berikut:
1. Tetapkan nilai banding antara berat pasir dan berat kerikil, misalnya:
P : K = 1 : 3
2. Buatlah Tabel dengan:
Kolom 1 : lubang ayakan
Kolom 2 : berat pasir yang lewat (%)
Kolom 3 : berat kerikil yang lewat (%)
Kolom 4 : kolom 2 dikalikan P
Kolom 5 : kolom 3 dikalikan K
Kolom 6 : kolom 4 ditambah kolom 5
Kolom 7 : kolom 6 dibagi (P+K)
3. Gambarkan gradasi hasil campuran (kolom 7) ke dalam diagram kurva standar
(Gambar 5.1., Gambar 5.2., Gambar 5.3., dan Gambar 5.4., tergantung besar
butir maksimum yang digunakan.
4. Bila hasil gradasi yang diperoleh di atas tidak masuk dalam kurva standar,
maka besar nilai banding antara pasir dan kerikil diulangi lagi. Demikian
berulang-ulang sehingga diperoleh diagram gradasi yang memenuhi syarat.
Contoh gradasi campuran P : K = 1 : 3 dapat dilihat pada Tabel 5.5.
berikut ini.
Tabel 5.5. Contoh Gradasi Campuran Pasir dan Kerikil dengan Campuran P : K = 1 :
3
Berat Butir Lewat
Lubang Kolom (2) x Kolom (3) Kolom (4) + Kolom (6) /
Kerikil
Ayakan Pasir (%) P xK Kolom (5) (P+K)
(mm) (%) (%) (%) (%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
41
38,00 100 100 100 300 400 100
19,00 100 100 100 300 400 100
9,60 100 31 100 93 193 48
4,80 100 7 100 21 121 30
2,40 92 0 92 0 92 23
1,20 76 0 76 0 76 19
0,60 48 0 48 0 48 12
0,30 20 0 20 0 20 5
0,15 3 0 3 0 3 1
Keterangan:
Kolom 1 : lubang ayakan
Kolom 2 : berat pasir yang lewat (%), hasil pengayakan
Kolom 3 : berat kerikil yang lewat (%), hasil pengayakan
Kolom 4 : kolom 2 dikalikan P
Kolom 5 : kolom 3 dikalikan K
Kolom 6 : kolom 4 ditambah kolom 5
Kolom 7 : kolom 6 dibagi (P+K), kolom (6) dibagi (1+3)
42
Tabel 5.6. Contoh Perhitungan Modulus Halus Butir Batuan
Lubang Berat Berat Berat Tertinggal
Ayakan Tertinggal Tertinggal Kumulatif
(mm) (gram) (%) (%)
(1) (2) (3) (4)
38,00 0 0 0
19,00 0 0 0
9,60 0 0 0
4,80 48 4,8 4,8
2,40 74 7,4 12,2
1,20 184 18,4 30,6
0,60 210 21,0 51,6
0,30 288 28,8 80,4
0,15 172 17,2 97,6
sisa 24 2,4 - *
jumlah 1000 gram 100% 277,2
* Pada sel ini harus diisikan nol (tidak dihitung)
Modulus halus butir selain menjadi ukuran halus butir juga dapat dipakai
untuk mencari nilai perbandingan berat antara pasir dan kerikil bila kita membuat
campuran beton. Modulus halus butir batuan dari campuran pasir dan kerikil
untuk bahan pembuat beton berkisar antara 5,00 dan 6,50.
Hubungan antara m.h.b. pasir, m.h.b. kerikil, dan m.h.b. campurannya
dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.
Dengan :
W = persentase berat pasir terhadap kerikil
K= m.h.b. kerikil
43
P = m.h.b. pasir
C = m.h.b. campuran
Misalnya dari hasil pemeriksaan pasir dan kerikil diperoleh m.h.b. pasir
dan kerikil berturut-turut 2,80 dan 7,60. Diinginkan m.h.b. campurannya sebesar
5,60, maka dapat dihitung:
Ini berarti berat pasir terhadap kerikil sebesar 71%, atau dapat dikatakan
perbandingan antara berat pasir dengan kerikil sebesar 71 : 100 atau 1 : 1,4.
Cara menentukan perbandingan dengan rumus ini dapat dipakai, akan
tetapi hasilnya masih harus digambarkan dengan diagram gradasi karena nilai
m.h.b. tidak menggambarkan variasi besar butir yang teliti. Jadi, sebaiknya rumus
ini hanya dipakai untuk menentukan perbandingan pasir dan kerikil secara kasar
saja sebelum memulai hitungan gradasi campuran yang menggunakan tabel-tabel
dan diagram gradasi
.
5.5. Kadar Air
Di dalam batuan, air ada yang meresap dan adapula yang terdapat pada
permukaan butir. Air yang meresap berada dalam pori antar butir dan mungkin
tidak tampak di permukaan, adapun air yang ada di permukaan butir tampak di
permukaan. Air yang ada pada batuan perlu diketahui untuk menghitung jumlah
air dalam campuran adukan beton dan untuk mengetahui berat volume batuan.
Kandungan air di dalam batuan dibedakan menjadi beberapa tingkat, yaitu:
- kering tungku
Benar-benar tidak berair, ini berarti batuan akan dapat secara penuh menyerap
air.
- kering udara
44
Permukaan butir-butir batuan kering, tetapi mengandung sedikit air di dalam
porinya. Oleh karena itu, pasir dalam tingkat ini masih dapat sedikit mengisap
air.
- jenuh-kering-muka
Pada tingkat ini, tidak ada air di permukaan, tetapi butir-butirnya berisi air
sejumlah yang dapat diserap. Dengan demikian, butiran-butiran batuan pada
tahap ini tidak dapat menyerap air lagi dan tidak menambah jumlah air bila
dipakai dalam campuran adukan beton.
- basah
Pada tingkat ini, butir-butir mengandung banyak air, baik di permukaan
maupun di dalam butiran, sehingga bila dipakai untuk campuran akan
memberi air.
Kadar air dalam pasir dapat diukur dengan cara sebagai berikut: Pasir
ditimbang sebanyak 500 gram. Lalu dikeringkan pasir tersebut dengan
memasukkannya ke dalam oven sampai tidak berkurang beratnya.
Dengan :
A = berat jenis pasir jenuh-kering-muka di udara
B = berat pasir tersebut di dalam air
45
a. Ambil sedikit pasir, kemudian remaslah pasir dengan jari. Bila tampak kotoran
tanah menempel pada tangan berarti pasir tersebut mengandung tanah liat.
b. Pasir dapat juga diperiksa dengan memasukkan sedikit pasir ke dalam mulut.
Rasanya dapat dipakai untuk mendeteksi adanya kandungan garam.
c. Isilah gelas dengan air, lalu masukkan sedikit pasir ke dalamnya. Setelah
diaduk dan didiamkan beberapa waktu. Bila pasir tersebut mengandung tanah
liat, akan tampak endapan di atas pasirnya.
d. Untuk memeriksa kandunngan zat organik, pasir dimasukkan ke dalam larutan
Natrium Hidroksida 3%. Setelah diaduk dan didiamkan selama 24 jam, cairan
di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna pembanding.
e. Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh garam Natrium Sulfat atau Magnesium
Sulfat. Jika diuji dengan Natrium Sulfat, maka fraksi yang hancur tidak boleh
lebih dari 12% beratnya, dan jika diuji dengan Magnesium Sulfat, fraksi yang
hancur tidak boleh lebih dari 10% beratnya.
Untuk memeriksa kerikil alam dan batu pecah, selain pemeriksaan
dengan cara-cara di atas, dilakukan pula pemeriksaan kekerasan/ketahanan aus
menggunakan bejana Rudellof atau mesin Los Angeles. Pada pemeriksaan
kekerasan dengan bejana Rudellof, bagian yang hancur (yang tembus ayakan 2
mm) tidak boleh lebih dari 32%. Sedangkan pemeriksaan dengan mesin Los
Angeles, bagian yang hancur tidak boleh melebihi 50%.
5.7. Pasir
Pasir terbentuk dari pecahan batu oleh berbagai sebab. Pasir dapat
diperoleh dari dalam tanah, dari dasar sungai, atau dari tepi laut. Oleh karena itu,
pasir dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam:
a. pasir tanah/galian
Diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih
dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan
garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan jalan
dicuci.
46
b. pasir sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya berbutir
halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir agak kurang
karena butir yang bulat. Karena besar butir-butirnya kecil, maka baik dipakai
untuk memplester tembok.
c. pasir laut
Pasir laut diambil dari pantai. Butir-butirnya halus dan bulat karena gesekan.
Pasir ini jelek karena banyak mengandung garam-garaman yang dapat
menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak
basah dan menyebabkan terjadinya pengembangan bila sudah menjadi
bangunan. Oleh karena itu, sebaiknya pasir laut jangan dipakai.
47
Sumber : Kardiyono, 1989
Gambar 5.5. Pengembangan Volume Pasir Akibat Kandungan Air
48
b. Tidak mengandung tanah atau kotoran lain. Jumlah kandungan kotoran (lewat
ayakan 0,15 mm) harus tidak lebih dari 5% untuk pasir, sedangkan untuk
kerikil maksimum 1%.
c. Tidak mengandung garam yang menghisap air dari udara.
d. Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat bereaksi dengan kapur atau
semen. Kandungan zat organik dapat mengurangi mutu beton.
e. Harus mempunyai gradasi yang baik sehingga rongganya sedikit. Untuk pasir,
m.h.b. antara 1,50 – 3,80 sehingga hanya memerlukan bahan ikat sedikit saja.
f. Bersifat kekal, tidak hancur atau berubah karena cuaca.
Jika pasir yang baik tidak dapat diperoleh atau jauh dari lokasi pekerjaan,
maka bahan lain, misalnya pecahan batu, pecahan bata, atau pecahan genteng
keramik (tanah liat bakar) dapat dipakai untuk menggantikan pasir. Batu pecah
merupakan butir-butir halus dari hasil pemecahan batu. Butir-butirnya berbentuk
tajam sehingga dapat sedikit memperkuat mortarnya. Pecahan bata yang
digunakan sebagai pengganti pasir harus bebas dari kotoran dan tidak
mengandung zat-zat yang merusak. Mutu tanah liat berbeda, begitu pula dengan
cara/suhu pembakaran yang juga berbeda dapat mengakibatkan mutu bahan ini
juga berbeda-beda. Pecahan bata bersifat seperti pasir, dapat sedikit menaikkan
kekuatan mortar, dan menaikkan sifat hidrolis mortar. Namun pecahan bata
mudah terpengaruh oleh udara dan kelembaban, sehingga mortar dari pecahan
bata ini sebaiknya tidak dipakai untuk struktur luar.
49
- ¾ jarak bersih minimum antar batang tulangan, berkas batang tulangan,
ataupun kabel prategang atau tendon prategang.
Daftar Pustaka
1. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
2. Mindness, S., & Young, J.F., 1981, “Concrete”, Prentice-Hall, Inc., New
Jersey.
3. Popovics, S., 1982, “Fundamentals of Portland Cement Concrete”’ John
Wiley & Sons
4. Prawoto, H, 1995, Diktat Kuliah Struktur Beton, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
5. Puslitbang Pemukiman, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia
(PUBI – 1982)
6. Raju, K.N., 1983, “Design of Concree Mixes”, CBS Publishers & Distributors,
Delhi
7. Singh, G, & J. Singh, 1979, “Materials of Construction”, Standard Book
Service, Delhi
8. Wahyudi, L., Syahril A. Rahim, 1997, Struktur Beton Bertulang Standar Baru
SNI T-15-1991-03, Gramedia, Jakarta
50
6. BETON
6.1. Pendahuluan
Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran air,
semen portland, pasir, dan kerikil dengan perbandingan tertentu dan cara-cara
tertentu. Air dan semen dicampur menjadi bahan pengikat, sedangkan batuan
(pasir dan kerikil) di dalam beton berfungsi sebagai bahan pengisi (filler). Bahan-
bahan dasar beton setelah dicampur merata akan menghasilkan suatu campuran
yang plastis yang disebut adukan yang akan dituang ke dalam cetakan (bekisting)
yang dibuat sedemikian rupa hingga sesuai dengan bentuk padat yang diinginkan.
Biasanya beton dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi beton bertulang.
Penggunaan beton bertulang sebagai bahan bangunan saat ini sangat
meluas, baik dalam pembangunan gedung, jalan raya, jembatan, bangunan
pengairan, dan lain-lain. Sebagai bahan bangunan, beton mempunyai kelebihan-
kelebihan antara lain: harga beton relatif lebih murah daripada baja, beton tidak
memerlukan biaya perawatan sementara baja harus dicat secara berkala untuk
mencegah karat, beton tahan lama karena tidak akan berkarat seperti baja ataupun
busuk seperti kayu. Selain itu, beton memiliki kekuatan tekan yang besar, bahkan
jika dikombinasikan dengan baja tulangan, beton bertulang mampu terhadap
tekan, tarik, puntir, dan geser. Kekuatan beton dinyatakan melalui kuat tekannya
(MPa) melalui pengujian kuat tekan terhadap kubus/silinder beton.
Untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan yang diharapkan,
diperlukan perencanaan campuran, pelaksanaan pengecoran, dan perawatan yang
baik. Pencampuran harus direncanakan dengan baik karena jika proporsi
campuran tidak tepat, maka beton yang dihasilkan dapat menjadi kurang pampat
yang menyebabkan rendahnya kuat tekan, keropos karena proporsi agregat yang
tidak sesuai, dan lain-lain.
51
Bahan-bahan dasar beton – yaitu semen portland, pasir, kerikil, dan air
dicampur menjadi campuran yang plastis, kemudian dituang ke dalam cetakan
sesuai dimensi yang diinginkan. Karena proses kimia yang terjadi antara semen
portland dan air sebagai bahan pengikat, sifat campuran yang plastis berubah
menjadi keras seperti batuan. Batuan – yaitu pasir dan kerikil – tidak mengalami
proses kimia, melainkan sebagai bahan yang diikat.
Beton yang telah mengeras memiliki kekuatan tekan, tarik, dan lekat,
rapat air, tahan terhadap aus, cuaca, zat kimia, dan sebagainya, susutan
pengerasan yang rendah, rayapan (pertambahan panjang) yang kecil, dan
elastisitas besar. Pada umumnya, apabila beton mempunyai kuat tekan tinggi,
sifat-sifat lain juga akan lebih baik. Pada dasarnya beton bukan bahan yang elastis
karena beton akan bersifat elastis hanya bila bebannya kecil saja. Beban yang
terus-menerus bekerja pada beton menyebabkan beton mengalami deformasi tetap
yang disebut rayapan (creep). Deformasi rayapan ini lebih besar daripada
deformasi elastis, dan pada beton umumnya deformasi rayapan ini berakibat baik
karena menjadikan beban terdistribusi dengan baik di dalam struktur. Daerah
elastis beton rendah, terutama pada tarik.
Dalam membicarakan beton, beberapa definisi yang patut diketahui di
antaranya sebagai berikut:
a. Agregat : material granular seperti pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tanur
tinggi, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat sehingga
terbentuk suatu beton.
b. Agregat halus : pasir alam hasil desintegrasi alami dari batuan, atau pasir
buatan yang dihasilkan oleh industri pemecah batu, yang mempunyai ukuran
butiran sampai dengan 5 mm.
c. Agregat kasar : kerikil hasil desintegrasi alami dari batuan, atau hasil
pemecahan batu, yang mempunyai ukuran butiran antara 5 mm sampai 40
mm.
d. Bahan tambahan : suatu bahan yang dapat berupa bubuk atau cairan yang
ditambahkan ke dalam campuran beton selama pengadukan, dengan jumlah
tertentu, dengan tujuan untuk mendapatkan beton dengan sifat-sifat khusus.
52
e. Beton normal : beton yang mempunyai berat jenis antara 2.200 t/m 3 hingga
2.500 t/m3.
f. Beton ringan struktur : beton yang mengandung agregat ringan. Berat jenisnya
tidak lebih dari 1.900 t/m3.
g. Beton polos (beton) : beton tanpa tulangan atau beton dengan tulangan di
bawah ketentuan tulangan minimumnya.
h. Kuat tekan beton yang disyaratkan (f”c) : kuat tekan beton yang ditetapkan
dan digunakan di dalam perencanaan struktur. Dinyatakan dalam satuan MPa
dan umumnya digunakan standar umur beton 28 hari.
53
dengan :
h = umur beton
f’c28 = kuat tekan beton yang disyaratkan
f’c = kuat tekan beton pada umur h
Kuat tekan beton setelah mengeras tergantung pada faktor air semen
(f.a.s.), jenis semen, gradasi batuan, bentuk batuan, ukuran maksimum batuan, dan
cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan, dan perawatan).
54
dengan:
fc = kekuatan beton pada umur tertentu
x = perbandingan berat antara air dan semen
A, B = konstanta
Tabel 6.1. Hubungan Antara f.a.s. dengan Kuat Tekan Beton Pada Umur 28
Hari
Faktor Air Semen Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari (MPa)
55
(f.a.s.) Beton Kedap Air Beton Tidak Kedap Air
0,356 35 42,5
0,445 28 35
0,534 22,5 28
0,623 18,5 22,5
0,712 14 17,5
Sumber: American Concrete Institute
b. Umur beton
Kekuatan beton (kuat tekan, kuat tarik, kuat lekat) bertambah tinggi dengan
bertambahnya umur dihitung sejak beton dibuat. Kenaikan kekuatan beton
mula-mula cepat, akan tetapi lama-lama kenaikan itu melambat (seperti pada
Gambar 6.2). Oleh karena itu, digunakan kekuatan beton umur 28 hari sebagai
standar. Bila diinginkan untuk mengetahui kekuatan beton umur kurang dari
28 hari dapat dilakukan dengan menguji kuat tekan beton pada umur tertentu
dikalikan dengan faktor pengali untuk mendapatkan perkiraan kuat beton pada
umur 28 hari.
56
6.3. Semen
Semen portland yang digunakan sebagai bahan ikat beton dapat dilihat
dalam Bab 4.
6.4. Air
Dalam campuran beton, air akan bereaksi dengan semen portland. Air
yang digunakan dalam campuran beton tidak boleh mengandung minyak, asam,
alkali, garam-garaman, dan bahan-bahan organik karena dapat mengurangi
kekuatan beton yang dihasilkan. Dapat dikatakan bahwa air yang dapat diminum
dapat digunakan sebagai campuran beton. Air laut dapat dipakai, akan tetapi
biasanya kekuatan beton yang dihasilkan hanya sekitar 80 – 90% dibandingkan
kekuatan beton yang menggunakan air tawar.
Air yang digunakan dalam campuran beton harus memenuhi syarat:
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) >2
gram/liter.
b. Tidak mengandung garam-garaman yang merusak beton (asam, zat organik,
dan sebagainya) > 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) > 0,5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat > 1 gram/liter.
Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka akan mempengaruhi
proses reaksi kimia semen, mempengaruhi lekatan antara pasta semen dengan
butiran batuan, mengurangi kekuatan dan keawetan beton, dan dapat juga
membuat beton mengembang sehingga terjadi retak-retak. Secara umum, air yang
dapat digunakan untuk campuran beton adalah air yang bila dipakai akan dapat
menghasilkan beton dengan kekuatan > 90% kekuatan beton yang memakai air
suling.
Proporsi air yang sedikit akan memberikan kekuatan yang tinggi pada
beton, tetapi kelemasan beton (daya kerja/workability) akan berkurang.
Sedangkan proporsi air yang agak banyak akan memberikan kemudahan pada
waktu pelaksanaan pengecoran, tetapi kuat tekan beton menjadi rendah. Proporsi
57
air ini dinyatakan dalam faktor air semen/rasio air semen (water-cement ratio),
yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara berat air (kg) dibagi dengan
berat semen (kg) dalam adukan beton tersebut.
58
Adukan beton dengan tingkat kemudahan pengerjaan (workability) yang
sama atau untuk menghasilkan beton dengan kekuatan yang sama, akan
membutuhkan semen yang lebih banyak apabila dipakai batuan dengan butir-butir
yang kecil-kecil. Oleh karena itu, untuk mengurangi biaya pembuatan beton
dibutuhkan ukuran-ukuran butir yang besar. Pengurangan adukan semen juga
berarti pengurangan panas hidrasi sehingga dapat mengurangi kemungkinan beton
untuk retak-retak akibat susut atau perbedaan panas yang besar. Namun besar
butir maksimum batuan tidak boleh terlalu besar, sebagaimana syarat berikut:
a. Butir batuan tidak boleh > ¾ kali jarak bersih antar baja tulangan atau antara
baja tulangan dengan cetakan.
b. Butir batuan tidak boleh > 1/3 kali tebal plat.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka besar butir maksimum batuan yang
umum dipakai adalah 10 mm, 20 mm, 30 mm, atau 40 mm.
59
c. Bahan tambahan untuk mempercepat proses pengikatan dan pengerasan beton.
d. Bahan tambahan berfungsi ganda yang berfungsi untuk mengurangi air dan
memperlambat proses pengikatan dan pengerasan beton.
e. Bahan tambahan berfungsi ganda yang berfungsi untuk mengurangi air dan
mempercepat proses pengikatan dan pengerasan beton.
Bahan kimia tambahan yang umum dipakai adalah:
a. Super-plasticizer, yang bertujuan untuk mempertinggi kelecakan dan
mengurangi jumlah air pencampur.
b. Pembentuk gelembung udara, yang bertujuan untuk meninggikan sifat kedap
air dan meninggikan kelecakan.
c. Retarder, untuk memperlambat awal pengikatan/pengerasan, memperpanjang
waktu pengerjaan, membatasi panas hidratasi (struktur tingkat berat).
d. Bahan warna, untuk memberi warna permukaan.
60
sebanyak 25 kali dengan tongkat baja. Tambahkan adukan kira-kira sebanyak tadi,
dan ditusuk-tusuk. Penusukan jangan sampai menusuk lapisan pertama. Masukkan
lagi adukan lagi sampai corong penuh, kemudian ditusuk-tusuk lagi. Setelah itu,
ratakan permukaan adukan sama dengan permukaan corong. Tunggu 60 detik,
kemudian tarik corong lurus ke atas. Ukurlah penurunan permukaan atas adukan
beton setelah corong ditarik. Besar penurunan adukan beton tersebut disebut nilai
slump. Nilai slump yang diperoleh merupakan keenceran adukan. Makin besar
nilai slump berarti makin encer adukan. Nilai slump pada pekerjaan beton biasa
umumnya berkisar antara 75 mm – 100 mm, sedangkan pada pekerjaan beton
yang pemadatannya menggunakan alat getar, nilai slump-nya dapat sampai 50 mm
(lebih kental). Pengukuran slump dapat dilihat pada Gambar 6.3.
61
(a) Slump sesungguhnya (b) Slump geser (c) Terlalu encer
Sumber : Kardiyono, 1989
Gambar 6.3. Percobaan Slump
62
butir kerikil, atau semakin kasarnya permukaan kerikil. Pemisahan kerikil dari
adukan beton berakibat kurang baik terhadap betonnya setelah mengeras. Usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecenderungan pemisahan kerikil
di antaranya adalah penggunaan air sesedikit mungkin, adukan beton jangan
dijatuhkan dari ketinggian yang terlalu besar, dan cara pengangkutan, penuangan,
maupun pemadatan harus dilakukan mengikuti cara-cara yang benar.
Kecenderungan air dalam campuran untuk naik ke atas (memisahkan
diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan disebut bleeding. Air naik sambil
membawa semen dan butir-butir halus pasir, sehingga setelah beton mengeras
akan tampak sebagai lapisan selaput yang disebut laitance. Untuk mengurangi
kecenderungan pemisahan air dapat dilakukan pemberian lebih banyak semen,
penggunaan air sesedikit mungkin, penggunaan butiran pasir halus lebih banyak,
dan memasukkan sedikit udara dalam adukan.
63
Perencanaan campuran beton pada dasarnya adalah menetapkan proporsi
bahan-bahan penyusun beton dan dimaksudkan untuk mendapatkan beton yang
ekonomis dan memenuhi syarat teknis yang ditetapkan. Perencanaan adukan
beton dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perbandingan bahan-bahan
beton sebaik-baiknya untuk mendapatkan beton dengan kekuatan dan kemudahan
pengerjaan yang diinginkan. Hal-hal yang dapat mempengaruhi proporsi
campuran antara lain ialah gradasi dan sifat-sifat agregat, berat jenis bahan,
karakteristik semen, dan faktor air semen (f.a.s.). Secara garis besar, faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu beton adalah bahan, proses pencampuran,
pengangkutan, pengecoran, pemadatan, finishing, dan pemeliharaan (curing).
Beton yang diinginkan adalah beton dengan kuat tekan tertentu sesuai
dengan spesifikasi – misalnya 20 MPa, 22 MPa, 25 MPa, beton yang mudah
dikerjakan (mudah diangkut, dituang, dan dipadatkan), tahan lama, tidak lekas
lapuk, tidak bocor, ekonomis, tahan aus (misalnya untuk jalan raya, dinding
saluran air sungai), dan lain-lain.
Cara perencanaan perbandingan bahan-bahan beton di Indonesia antara
lain: American Concrete Institute (ACI), Portland Cement Association (PCA),
coba-coba, Road Note No. 4 (Inggris), Department of Environment (Inggris),
Gabungan antara Road Note No. 4 (Inggris) dan Department of Environment
(Inggris). Cara sesuai ACI, PCA, dan coba-coba sekarang sudah tidak banyak
digunakan di Indonesia. Di dalam penentuan campuran coba (trial mix) secara
praktis, umumnya cukup memuaskan jika digunakan kuat tekan rencana sebesar
kuat tekan yang disyaratkan ditambah 12 MPa.
64
1. Hitung kuat tekan rata-rata beton sesuai yang disyaratkan dalam
spesifikasi, dengan rumus sebagai berikut:
dengan :
f’cr = kuat tekan rata-rata (MPa)
f’c = kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
m = nilai margin (MPa)
sd = nilai deviasi standar, dari Tabel 6.2.
atau jika belum diketahui tingkat mutu pekerjaannya, diambil sd
= 7,0
Tabel 6.2. Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu
Pekerjaan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan Sd (MPa)
Memuaskan 2,8
Sangat Baik 3,5
Baik 4,2
Cukup 5,6
Jelek 7,0
Tanpa Kendali 8,4
2. Tetapkan faktor air semen berdasarkan kuat tekan rata-rata pada umur
beton yang dikehendaki dan jenis semen yang dipakai (lihat Gambar 6.4.
dan Gambar 6.5.) dan keawetannya (lihat Tabel 6.3.). Dari keduanya,
dipilih hasil yang terendah.
Tabel 6.3. Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan
dan Lingkungan Khusus
65
Jenis Pembetonan f.a.s. Maksimum
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Lihat Tabel 6.7.
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut Lihat Tabel 6.8.
66
Gambar 6.4. Hubungan Kuat Tekan Rata-Rata dan f.a.s. Pada Semen Biasa
(Sumber: Kardiyono, 1989)
67
Gambar 6.5. Hubungan Kuat Tekan Rata-Rata dan f.a.s. Pada Semen Cepat Keras
(Sumber: Kardiyono, 1989)
68
3. Buatlah proporsi agregat dari masing-masing fraksi (perbandingan pasir
dan kerikil dengan cara yang diuraikan dalam Bab 5 dan Tabel 5.5
sehingga masuk dalam salah satu kurva yang telah ditentukan/ masuk
dalam diagram pada salah satu Gambar 5.1. sampai dengan 5.4.
5. Hitung proporsi antara semen, air, dan agregat dengan dasar faktor air
semen (f.a.s.) dan proporsi antara agregat-semen yang diperoleh masing-
masing dari langkah (2) dan (4).
69
6. Kebutuhan bahan dasar per meter kubik beton dihitung berdasarkan
volume absolut, yaitu dengan berat jenis butir semen dan berat jenis
agregat. Prinsip dari hitungan ini ialah bahwa volume beton padat adalah
sama dengan jumlah dari absolut volume bahan-bahan dasarnya.
Apabila tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium yang teliti, nilai-nilai
berikut dapat digunakan:
bj semen = 3,25 bj pasir= 2,60
bj kerikil = 2,60 bj air = 1,00
kandungan udara = 1- 2%
Cara Road Note No. 4 ini memiliki kekurangan antara lain sulit mendapatkan
nilai slump yang diharapkan karena pengaruh agregat (misalnya gradasi,
bentuk, kekasaran, dan sebagainya) sulit diukur.
Contoh perhitungan:
Diketahui:
Dengan rumus di atas dapat dihitung kebutuhan semen S per meter kubik
beton. Kebutuhan air, pasir, dan kerikil dihitung berdasarkan harga S tersebut.
70
b. Perancangan Menurut Department of Environment (Inggris)
Perancangan adukan beton cara Inggris (The British mix design Method) ini
tercantum dalam Design of Normal Concrete Mixes dan telah menggantikan
cara Road Note No. 4 sejak tahun 1975. Di indonesia, cara ini dikenal sebagai
cara DOE (Department of Environment, building Research Establishment,
Britain). Cara ini dipakai sebagai cara standar perencanaan oleh Departemen
Pekerjaan Umum di Indonesia dan dimuat dalam buku standar Tata Cara
Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal SK SNI T-15-1990-03.
1. Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f ‘c) pada umur tertentu.
Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan
perencanaan strukturnya dan sesuai dengan kondisi setempat.
71
Tabel 6.5. Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data (buah) 30 25 20 15 <15
Tabel 6.6. Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu
Pekerjaan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan Sd (MPa)
Memuaskan 2,8
Sangat Baik 3,5
Baik 4,2
Cukup 5,6
Jelek 7,0
Tanpa Kendali 8,4
Sumber: Kardiyono, 1989
72
Dengan:
m : nilai tambah (MPa)
k : 1,64
Sd : deviasi standar (MPa)
4. Menetapkan kuat tekan rata-rata beton yang ditargetkan.
Kuat tekan beton rata-rata yang ditargetkan diperoleh dengan rumus:
Dengan:
f ‘cr : kuat tekan rata-rata (MPa)
f ‘c : kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
m : nilai tambah (MPa)
73
nilai f.a.s. yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya diambil dari Tabel
6.7. dan Tabel 6.8. berikut ini.
Tabel 6.7. Faktor Air Semen Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan
Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat
Konsentrasi Sulfat (SO3)
Dalam Tanah
SO3 dalam SO3 dalam f.a.s.
Jenis semen
Total SO3 campuran air : air tanah maksimum
(%) tanah = 2 : 1 (gr/ltr)
(gr/ltr)
Tipe I dengan atau
< 0,2 < 0,1 < 0,3 tanpa pozolan (15- 0,50
40%)
Tipe I tanpa pozolan 0,50
Tipe I dengan pozolan
0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2 (15-40%) atau semen 0,55
portland pozolan
Tipe II atau V 0,55
Tipe I dengan pozolan
(15-40%) atau semen 0,45
0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5
portland pozolan
Tipe II atau V 0,50
1,20 -2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V 0,45
Tipe II atau V dan
>2,0 >5,60 >5,00 0,45
lapisan pelindung
Sumber: Kardiyono, 1989
Tabel 6.8. Faktor Air Semen Maksimum Untuk Beton Bertulang Dalam Air
Berhubungan Tipe Semen f.a.s.
dengan:
74
Tipe II atau V 0,50
Air laut Tipe II atau V 0,45
75
11. Tetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan
ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan,
berdasarkan Tabel 6.10.
Tabel 6.10. Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (Liter)
Ukuran maks. Slump
Jenis batuan
kerikil (mm) 0 – 10 10 – 30 30 – 60 60 – 80
10 Alami 150 180 205 225
Batu pecah 180 205 230 250
20 Alami 135 160 180 195
Batu pecah 170 190 210 225
40 Alami 115 140 160 175
Batu pecah 155 175 190 205
Dalam Tabel 6.10. di atas, apabila agregat halus dan agregat kasar yang
dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air
yang diperkirakan harus diperbaiki dengan rumus:
Dengan :
A = jumlah air yang dibutuhkan (liter/m3)
Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
76
Tabel 6.11. Kebutuhan Semen Minimum Untuk berbagai Pembetonan &
Lingkungan Khusus
Semen minimum
Jenis pembetonan
(kg/m3 beton)
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Lihat Tabel 6.12.
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut Lihat Tabel 6.13.
77
campuran air
tanah = 2 : 1
(%) tanah
(gr/ltr)
(gr/ltr)
< 0,2 < 1,0 < 0,3 Tipe I dengan atau 280 300 350
tanpa pozolan
(15 – 40%)
0,2 – 0,50 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2 Tipe I tanpa pozolan 290 330 380
Tipe I dengan 270 310 360
pozolan (15 – 40%)
atau semen portland
pozolan
0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5 Tipe I dengan 340 380 430
pozolan (15 – 40%)
atau semen portland
pozolan
Tipe II atau V 290 330 380
1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V 330 370 420
>2,0 >5,6 >5,0 Tipe II atau V dan 330 370 420
lapisan pelindung
Sumber: Kardiyono, 1989
78
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah (12) ternyata lebih
sedikit daripada kebutuhan semen minimum pada langkah (13), maka
kebutuhan semen harus dipakai adalah kebutuhan semen minimum (yang
nilainya lebih besar).
79
17. Perbandingan agregat halus dan agregat campuran.
Nilai banding antara berat agregat halus dan agregat kasar diperlukan
untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Pada langkah ini
dicari nilai banding antara berat agregat halus dan agregat campuran.
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum
agregat kasar, nilai slump, f.a.s., dan daerah gradasi agregat halus.
Penetapan persentase berat agregat halus terhadap agregat campuran
dilakukan dengan melihat grafik pada Gambar 6.6., Gambar 6.7., atau
Gambar 6.8.
80
Gambar 6.6. Grafik Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
Untuk Ukuran Butir Maksimum 10 mm (Sumber: Kardiyono, 1989)
81
Gambar 6.7. Grafik Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
Untuk Ukuran Butir Maksimum 20 mm (Sumber: Kardiyono, 1989)
82
Gambar 6.8. Grafik Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
Untuk Ukuran Butir Maksimum 40 mm (Sumber: Kardiyono, 1989)
83
18. Berat jenis agregat campuran.
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus :
Dengan :
bj camp : berat jenis agregat campuran
bj agrgt hls : berat jenis agregat halus
bj agrgt ksr : berat jenis agregat kasar
P : persentase agregat halus thdp agregat campuran
K : persentase agregat kasar thdp agregat campuran
Berat jenis agregat halus dan agregat kasar diperoleh dari hasil
pemeriksaan laboratorium (jika tidak ada dapat diambil sebesar 2,60 untuk
agregat alami dan 2,70 untuk agregat pecahan).
84
Gambar 6.9. Grafik Hubungan Berat Jenis Beton, Berat jenis Agregat Campuran, dan Kandungan Air
(Sumber: Kardiyono, 1989)
85
20. Kebutuhan agregat campuran.
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat
beton per meter kubik dikurangi kebutuhan air dan semen.
Dalam perhitungan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering muka sehingga di lapangan pada umumnya keadaan
agregatnya tidak jenuh kering muka, maka harus dilakukan koreksi terhadap
kebutuhan bahannya. Koreksi harus selalu dilakukan minimum satu kali per
hari.
Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Dengan :
A : jumlah kebutuhan air (liter/m3)
B : jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
86
C : jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah : kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak : kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 : kadar air pada agregat halus jenuh kering muka (%)
A2 : kadar air pada agregat kasar jenuh kering muka (%)
No. Uraian
1. Kuat tekan yang disyaratkan pada umur …. hari : ………. MPa
2. Deviasi standar (s) : ………. MPa
3. Nilai tambah (m) : ………. MPa
4. Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f ‘cr) : ………. MPa
5. Jenis semen (biasa/cepat keras) : …………….
87
6. Jenis agregat kasar (alami/batu pecah) : …………….
7. Jenis agregat halus (alami/batu pecah) : …………….
8. Faktor air semen ( gambar ………………..) : …………….
9. Faktor air semen maksimum ( gambar ………………..) : …………….
10. Dipakai f.a.s. yang rendah : …………….
11. Nilai slump ( Tabel …..) : ………. cm
12. Ukuran maksimum agregat kasar : ………. mm
13. Kebutuhan air (Tabel ….) : ………. liter
14. Kebutuhan semen portland ( dari butir …. & ….) : ………. kg
15. Kebutuhan semen portland minimum (Tabel ….) : ………. kg
16. Dipakai kebutuhan semen portland : ………. kg
17. Penyesuaian jumlah air atau f.a.s. : …………….
18. Daerah gradasi agregat halus (Tabel….) : 1, 2, 3, 4
19. Persen agregat halus terhadap campuran (Gambar ….) : ………. %
20. Berat jenis agregat campuran (dihitung) : ………. t/m3
21. Berat jenis beton (Gambar …) : ……… kg/m3
22. Kebutuhan agregat (langkah 19 – 11 – 14) : ……. kg/m3
23. Kebutuhan agregat halus (langkah 17 x 20) : ……. kg/m3
24. Kebutuhan agregat kasar (langkah 20 – 21) : ……. kg/m3
Kesimpulan:
Volume Berat total Air Semen Ag Halus Ag kasar
1m 3
………… kg ………… ltr ………… kg ………… kg ………. kg
1 adukan ………… kg ………… ltr ………… kg ………… kg ………. kg
88
Pada prinsipnya, cara yang dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Gadjah Mada adalah sebagai
berikut:
1. Perbandingan berat antara air dan semen ditentukan berdasarkan kuat
tekan rata-rata yang ditargetkan (lihat Gambar 6.4. dan Gambar 6.5.).
2. Perbandingan berat antara agregat halus dan agregat kasar ditentukan
berdasarkan teori dalam Sub Bab 5.3. dan Tabel 5.5. serta salah satu
diagram pada Gambar 5.1. sampai dengan Gambar 5.4.
3. Perbandingan antara pasta semen (campuran air dan semen) dan agregat
(campuran agregat halus dan agregat kasar) dilakukan dengan
percobaan/eksperimen berdasarkan nilai slump yang diinginkan.
Pelaksanaannya dilakukan dengan coba-coba, yaitu sedikit demi sedikit
pasta semen dicampurkan ke dalam agregat sambil diperiksa keencerannya
(dengan pengujian slump).
89
6. Hitung kebutuhan agregat halus dan agregat kasar per meter kubik beton,
dari langkah (4) dan langkah (5).
7. Hitung proporsi berat antara air, semen, agregat halus, dan agregat kasar
dari langkah (2), langkah (3), dan langkah (6).
8. Hitung kebutuhan air, semen, agregat halus, dan agregat kasar untuk satu
adukan (misalnya untuk 3 atau 6 silinder) dari hasil langkah (7).
9.
a. Masukkan air, agregat halus, agregat kasar, dan semen sebanyak yang
telah dihitung pada langkah (8) ke dalam pengaduk beton.
b. Sementara itu, buatlah pasta semen dengan f.a.s. yang diperoleh dari
langkah (1) secukupnya di tempat lain. Pasta semen ini digunakan
sebagai cadangan jika campuran adukan beton segar mempunyai nilai
slump yang kurang dari yang diharapkan.
10. Tetapkanlah nilai slump berdasarkan Tabel 6.9.
a. Bila slump adukan beton segar sama dengan atau lebih besar
daripada slump yang ditetapkan, maka campuran sudah baik berarti
proporsi berat pada langkah (7) tidak berubah.
b. Bila slump adukan beton segar sama kurang daripada slump yang
ditetapkan, tambahkan pasta semen cadangan ke dalam drum adukan
sedikit demi sedikit sampai mencapai slump yang diinginkan,
kemudian hitungkah proporsi berat yang baru antara berat air, semen,
agregat halus, dan agregat kasar.
11. Masukkan adukan beton segar ke dalam cetakan silinder beton. Bila
diinginkan berat jenis beton segar yang lebih teliti (pada langkah (5)
baru berupa perkiraan), berat jenis beton segar diperoleh dengan
menimbang berat dan mengukur volume adukan yang berada dalam
cetakan silinder beton.
12. Koreksi proporsi berat pada langkah (7) dengan proporsi berat yang baru
hasil dari langkah (10.b) dan langkah (11).
90
Kekuatan beton dipengaruhi oleh banyak faktor. Cara analitis dianggap belum
dapat menggantikan cara coba-coba. Oleh karena itu, dalam konsep Pedoman
Beton 1989 dicantumkan bahwa campuran coba yang mempunyai proporsi dan
konsistensi yang diperlukan untuk pekerjaan yang diusulkan harus dibuat paling
sedikit sebanyak 3 (tiga) nilai f.a.s. yang berbeda atau 3 (tiga) kandungan semen
yang berbeda sehingga menghasilkan suatu spektrum kekuatan yang mencakup
kuat tekan rata-rata (f ‘cr) yang direncanakan.
91
Pengadukan beton dengan mesin pengaduk beton (molen/concrete
mixer) dan truk molen dapat dilihat dapat dilihat pada Gambar 6.10. dan Gambar
6.11.
92
Pengadukan dengan tangan biasanya dilakukan apabila jumlah beton
yang dibuat hanya sedikit. Alat pencampur dapat berupa cangkul, sekop, atau
cetok. Mula-mula semen dan pasir dicampur secara kering di atas tempat yang
rata, bersih, keras, dan tidak menyerap air. Pencampuran secara kering ini
dilakukan sampai warnanya merata, kemudian dicampur dengan kerikil dan
diaduk sampai rata. Selanjutnya ditengah-tengah adukan tersebut dibuat lubang
dan ditambahkan air sebanyak 75% dari jumlah air yang diperlukan, lalu diaduk
kembali dan ditambahkan sisa air sampai adukan tampak merata.
Untuk pekerjaan-pekerjaan besar yang menggunakan beton dengan
jumlah yang banyak, pengadukan dengan mesin akan lebih efektif dan efisien.
Beton yang dibuat dengan mesin lebih homogen dan dapat dilakukan dengan
faktor air semen (f.a.s.) yang lebih sedikit daripada bila diaduk dengan tangan.
Adukan beton harus segera diangkut ke tempat penuangan sebelum
semen mulai berhidrasi (bereaksi dengan air). Selama pengangkutan harus selalu
dijaga agar tidak ada bahan-bahan yang tumpah atau yang memisahkan diri dari
campuran. Cara pengangkutan tergantung pada jumlah adukan yang dibuat dan
tergantung keadaan tempat penuangan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan
ember, gerobak dorong, truk-aduk-beton, ban berjalan, atau pompa. Umumnya
pengangkutan dengan ember atau gerobak dilakukan bila pengadukan beton
dilakukan di dekat lokasi penuangan. Bila tempat pengadukan beton cukup jauh
dari tempat penuangannya, pengangkutan dilakukan dengan truk-aduk-beton/ truk
molen. Pengangkutan dengan pompa dilakukan bila kondisi tempat pengadukan
beton dan tempat penuangan tidak memungkinkan pengangkutan dengan ember
atau gerobak. Pengangkutan dengan ban berjalan dipilih bila pengangkutan
berlangsung secara terus-menerus dan ditujukan ke tempat yang lebih tinggi.
Pengangkutan adukan beton dapat dilihat pada Gambar 6.12. dan Gambar 6.13.
93
Sumber : Sagel, Kole, Kusuma, 1993
94
Sumber : Sagel, Kole, Kusuma, 1993
95
dihasilkan. Apabila pada penuangan terjadi suatu kesalahan, maka tindakan
perbaikannya sulit dilakukan dan memakan biaya yang sangat besar. Sebelum
dilakukan penuangan, bekisting harus diperiksa dahulu (letaknya, dimensi, dan
kekuatannya). Bekisting harus dalam keadaan bersih dari kotoran, sisa-sisa kawat
pengikat, kayu-kayu, dan lain-lain. Kayu bekisting harus disemprot/diminyaki
dengan minyak bekisting agar pembongkaran bekisting mudah dikerjakan.
Tinggi-jatuh adukan beton harus tepat. Jika terlalu tinggi akan mengakibatkan
segregasi spesi beton karena bahan-bahan yang terberat dan terbesar akan jatuh ke
bawah lebih dahulu, yaitu kerikil terlebih dahulu, diikuti pasir dan pasta semen.
Meskipun adukan beton telah direncanakan sebaik mungkin, namun jika pada
pelaksanaan pengecoran terjadi segregasi, maka kualitas beton yang dihasilkan
akan buruk sekali. Segregasi dapat dilihat pada Gambar 6.14.
96
a. Adukan beton harus dituang secara terus-menerus agar diperoleh beton yang
homogen dan tidak terjadi garis batas.
b. Permukaan cetakan yang berhadapan dengan adukan beton harus diolesi
minyak agar beton yang dihasilkan tidak melekat dengan cetakannya.
c. Selama penuangan dan pemadatan harus dijaga agar posisi cetakan maupun
tulangan tidak berubah.
d. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan tinggi adukan lebih dari satu meter
agar tidak terjadi pemisahan bahan-bahan pencampurnya.
e. Penuangan tidak boleh dilakukan pada waktu turun hujan, kecuali bila
penuangan dilakukan di dalam ruangan.
f. Sebaiknya tebal lapisan beton untuk setiap kali penuangan tidak lebih dari 45
cm pada beton masa dan 30 cm pada beton bertulang.
g. Harus dijaga agar beton yang masih segar tidak diinjak.
97
Sumber : Sagel, Kole, Kusuma, 1993
Gambar 6.15. Proses Pemadatan Dengan Jarum Penggetar
98
Sumber : Sagel, Kole, Kusuma, 1993
Gambar 6.16. Pemadatan Adukan Beton Secara Manual
99
Gambar 6.17. Alat Getar Intern (Internal Vibrator)
Alat getar cetakan adalah alat getar yang ditempelkan di bagian luar
cetakan sehingga cetakan bergetar dan membuat beton segar ikut bergetar pula
sehingga padat. Alat penggetar yang umumnya dipakai umumnya adalah jarum,
yang terdiri dari mesin penggetar, selang karet, dan jarum penggetar terbuat dari
baja lancip yang bergetar antara 3000 dan 12000 getaran per menit.
Pemadatan beton sangat menentukan kekuatan dan ketahanan beton.
Banyak sekali kegagalan beton diakibatkan karena kurangnya pemadatan dan
terjadinya keropos-keropos pada beton. Kesalahan pemadatan dapat berupa terlalu
lamanya pemadatan ataupun terlalu cepat, seperti terlihat pada Gambar 6.18.
100
- Pada tempat-tempat yang dekat jaraknya dilakukan penggetaran dengan waktu
getar yang pendek.
- Masukkan jarum penggetar dalam arah vertikal dan dengan beratnya sendiri
(jangan dipaksakan).
- Bila tampak permukaan di sekitar jarum penggetar mulai licin, tarik perlahan-
lahan sehingga lubang yang ditinggalkan jarum penggetar akan menutup
dengan sendirinya.
- Perhatikan letak kerja dari alat penggetar, jarak yang digetarkan harus
sedemikian agar tidak ada yang terlewat.
- Jangan sampai menggetarkan konstruksi tulangan.
- Hindarkan terjadinya persinggungan antara alat penggetar dengan bekisting.
- Tidak boleh memindahkan/menggeser/mengangkut spesi beton dengan alat
penggetar.
Selama pemadatan harus dijaga agar posisi cetakan maupun tulangan
tidak berubah. Sesudah beton selesai dipadatkan dilakukan perataan permukaan
beton segar menggunakan cetok dan papan perata. Harus dijaga agar beton yang
masih segar tidak diinjak.
101
- Mencegah penguapan air dari beton yang terlalu besar pada pengerasan beton
hari pertama.
- Menghindarkan adanya perbedaan temperatur dalam beton yang
mengakibatkan retakan pada beton.
Perawatan beton dilakukan terhadap beton yang dicetak maupun
terhadap benda uji (silinder/kubus beton). Beberapa cara perawatan kubus/silinder
beton yang biasa dilakukan ialah menaruh beton segar di dalam ruangan yang
lembab, menaruh beton segar di atas genangan air, dan menaruh beton segar di
dalam air. Perawatan beton di lapanngan dilakukan dengan menyelimuti
permukaan beton dengan karung basah, menggenangi permukaan beton dengan
air, menyirami permukaan beton setiap saat secara terus-menerus (sprinkling), dan
menyemprot permukaan beton dengan curing compound.
102
beberapa perusahaan pelaksana pekerjaan. Pembuatan benda uji dan contoh benda
uji kubus beton dapat dilihat pada Gambar 6.19. dan Gambar 6.20.
103
Kubus/silinder beton akan digunakan dalam tes kuat tekan di
laboratorium untuk mengetahui kuat tekan beton yang dibuat di lapangan.
Menurut standar yang berlaku di Indonesia, pekerjaan beton dapat dinyatakan
memenuhi syarat (mutuya tercapai) jika persyaratan berikut terpenuhi:
1. Kuat tekan rata-rata (f ‘cr) dari 4 (empat) benda uji yang berurutan tidak
kurang dari kuat tekan yang disyaratkan ditambah dengan 0,82 standar deviasi
rencananya. Jika dinyatakan dengan formula matematis, adalah sebagai
berikut:
2. Tidak satupun dari hasil uji kuat tekan yang kurang dari 0,85 f ‘ c.
3. Benda uji dengan kuat tekan kurang dari f ‘c jumlahnya kurang dari 5% atau
104
Dengan :
S : deviasi standar
xi : kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji
< 15 *
15 1,16
20 1,08
25 1,03
≤ 30 1,00
105
Benda uji yang dibuat, sebelum diuji, harus dirawat sesuai dengan
perawatan di laboratorium (misalnya disimpan dalam udara lembab, dalam pasir
basah, atau direndam dalam air). Dari hasil uji tekan beton akan didapat gambaran
mutu hasil pembuatan beton. Namun hal itu tidak dapat menggambarkan mutu
beton pada struktur yang sebenarnya di lapangan terkait dengan tingkat
pelaksanaan perawatan dan perlindungan.
Untuk memeriksa tingkat pelaksanaan perawatan dan perlindungan
struktur sebenarnya di lapangan, dalam konsep TPPKB-89 tercantum cara
pemeriksaannya, yaitu dengan membuat benda uji yang dirawat di lapangan
dengan perawatan dan perlindungan sesuai dengan dengan tingkat pelaksanaan
perawatan dan perlindungan struktur yang sebenarnya. Benda uji tersebut diambil
dari adukan yang sama dengan yang dirawat di laboratorium.
Cara perawatan di lapangan harus ditingkatkan apabila kuat tekan benda
uji yang dirawat di lapangan kurang dari 85% daripada kuat tekan benda uji yang
dirawat di alboratorium, kecuali jika kuat tekkan benda uji yang dirawat di
lapangan masih lebih tinggi dari f ‘c + 4 (MPa).
Jika hasil uji tekan benda uji yang dirawat di laboratorium menunjukkan
bahwa ada salah satu hasil uji (rata-rata dari dua benda uji yang diambil dari beton
pada saat yang sama) kuat tekannya kurang dari 85% kuat tekan yang disyaratkan
atau jika hasil uji tekan benda uji yang dirawat di lapangan menunjukkan kurang
dari 85% hasil uji kuat tekan benda uji yang dirawat di laboratorium, maka harus
diambil langkah untuk memastikan bahwa struktur beton masih mempunyai
kapasitas daya dukung beban yang cukup.
Langkah pertama yang dapat diambil antara lain melakukan analisis
ulang struktur berdasarkan kuat tekan beton sesungguhnya (aktual) atau terlebih
dahulu melakukan uji tidak merusak (undestructive test). Jika langkah pertama
menunjukkan bahwa struktur tidak akan mampu menahan beban yang terjadi,
maka langkah kedua adalah melakukan uji bor inti (core drill) pada daerah yang
diperkirakan kurang memenuhi syarat. Di daerah yang kuat tekannya meragukan
itu, biambil benda uji minimum 3 (tiga) buah. Kuat tekan beton dianggap tidak
membahayakan jika memenuhi dua syarat berikut:
106
a. Kuat tekan rata-rata dari 3 (tiga) benda uji hasil bor inti mempunyai kuat tekan
tidak kurang dari 0,85 f ‘c.
b. Kuat tekan masing-masing benda uji hasil bor inti tidak ada satupun yang
kurang dari 0,75 f ‘c.
Jika hasil uji bor inti ternyata menunjukkan beton tidak memenuhi syarat, maka
langkah selanjutnya dapat berupa uji beban untuk menguji bagian struktur yang
diragukan atau langkah-langkah lain yang dianggap tepat oleh penanggung jawab
proyek.
107
sangkar kerikil. Sangkar kerikil adalah pengumpulan kerikil di satu tempat
dimana kadar pasir dan semennya sedikit. Sangkar kerikil dapat dicegah dengan
pengaturan tinggi-jatuh yang rendah, kecukupan ruangan antara batang tulangan
dengan bekisting, ukuran butir-butir sesuai dengan ruang bebas bekisting, dan
pemampatan yang baik. Sangkar kerikil dapat dilihat pada Gambar 6.22.
108
Sumber : Sagel, Kole, Kusuma, 1993
Gambar 6.23. Kerusakan Beton Akibat retakan
Daftar Pustaka
1. Criswell, M . E. dan Vanderbilt M. D., 1983, “Properties and Tests of
Engineering Materials”, Department of Civil engineering, Colorado State
University, Colorado
2. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
3. Mindness, S., & Young, J.F., 1981, “Concrete”, Prentice-Hall, Inc., New
Jersey.
4. Prawoto, H, 1995, Diktat Kuliah Struktur Beton, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
5. Puslitbang Pemukiman, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia
(PUBI – 1982)
6. Sagel, R., Ing. P. Kole, Ir. Gideon H. Kusuma, 1993, Pedoman Pengerjaan
Beton, Erlangga, Jakarta
7. Singh, G, & J. Singh, 1979, “Materials of Construction”, Standard Book
Service, Delhi
8. Wahyudi, L., Syahril A. Rahim, 1997, Struktur Beton Bertulang Standar Baru
SNI T-15-1991-03, Gramedia, Jakarta
109
7. LOGAM
7.1. Pendahuluan
Bahan logam banyak dipakai dalam berbagai keperluan teknik, terutama
besi. Logam yang kandungannya sebagian besar terdiri dari unsur besi disebut
logam besi (ferrous metal), sedangkan logam yang tidak berisi besi disebut logam
non-besi (non-ferrous metal). Logam besi terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu besi
tuang, besi tempa, dan baja.
Besi diperoleh dari tambang bijih besi. Kandungan besi dalam bijih besi
ini berbentuk oksida besi (Fe2O3) dan jumlahnya amat tergantung dari lokasi
pengambilannya. Bijih besi ini biasanya bercampur dengan bahan-bahan lain,
misalnya silika, alumina, mangaan, belerang, dan fosfor. Bahan besi yang
diperoleh dari alam disebut besi gubal yang terdiri dari ± 90 - 95% besi, 3 – 4%
karbon, dan sisanya dapat berupa belerang, mangaan, fosfor, dan sebagainya. Besi
gubal ini merupakan bahan dasar untuk pembuatan besi tuang, besi tempa,
maupun baja.
Sesuai dengan namanya, besi ini dibuat dengan cara dituang atau dicor.
Dalam pembuatannya, besi gubal dilebur untuk mendapatkan tingkat kandungan
karbon yang diinginkan, kemudian dituang/dicetak untuk mendapatkan bentuk
yang diinginkan.
Besi tuang mengandung karbon 2 – 4%, mangaan, fosfor, belerang, dan
silikon. Keempat unsur tersebut mempengaruhi sifat besi, sebagai berikut:
a. Mangaan, membuat besi tuang lebih keras dan getas. Kandungan mangaan
tidak boleh lebih dari 0,7%.
110
b. Fosfor, membuat besi mudah mencair dan bertambah getas. Bila kandungan
fosfor lebih dari 0,3% besi tuang menjadi kehilangan kekerasannya dan tidak
mudah dikerjakan. Bila besi yang diinginkan tipis maka kandungan fosfornya
sekitar 1 – 1,5%.
c. Belerang, membuat besi tuang keras dan getas. Adanya bahan ini
mengakibatkan besi tuang cepat mengeras, yang berakibat adanya cacat
berupa pori-pori udara yang terperangkap. Kandungan belerang umumnya
tidak boleh dari 0,1%.
d. Silikon, mengurangi besar susut pengerasan maupun menjadikan besi bersifat
lunak. Bila kandungan silikon kurang dari 2,5% menjadikan besi bersifat lebih
mudah dituang.
Besi tuang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Keras dan mudah melebur/mencair
b. Getas, sehingga tidak dapat menahan benturan
c. Temperatur leleh 12500C
d. Tidak berkarat
e. Tidak dapat diberi muatan magnet
f. Dapat dikeraskan dengan cara dipanasi kemudian didinginkan secara
mendadak
g. Menyusut waktu pendinginan, sehingga perlu diperhatikan ukuran cetakan
agar diperoleh hasil yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan
h. Kuat dalam menahan gaya tekan tetapi lemah dalam menahan gaya tarik. Kuat
tekannya sekitar 6000 kg/cm2, sedangkan kuat tariknya hanya 500 kg/cm2
i. Tidak dapat disambung dengan paku keeling atau dilas. Besi tuang hanya
dapat disambung dengan baut dan sekrup.
111
e. Pintu gerbang, tiang lampu, dan sebagainya
f. Sendi dan roll jembatan
7.4. Baja
Dewasa ini baja merupakan bahan yang amat penting dan dipakai secara
luas di bidang teknik. Baja merupakan paduan antara besi dan karbon. Besi murni
tanpa karbon tidak dapat kuat, akan tetapi bila dipadukan dengan karbon
kekuatannya bertambah. Bila besi dipadu dengan karbon disebut baja, akan tetapi
bila besi dipadu dengan logam lain, hasilnya disebut baja-paduan (steel alloy).
Sifat dan kandungan baja terletak di antara sifat dan kandungan besi
tuang dan besi tempa. Besi tuang mengandung sejumlah besar karbon, sedangkan
pada besi tempa sangat sedikit. Besi tuang sangat baik untuk dipakai sebagai
bagian struktur yang menahan gaya tekan, sebaliknya besi tempa baik untuk
112
menahan gaya tarik. Baja dapat dipakai untuk bagian struktur yang menahan tekan
maupun tarik.
Sesuai dengan kandungan karbonnya, baja dibedakan menjadi 3 (tiga)
jenis, yaitu:
a. Baja dengan sedikit karbon, atau baja lunak, atau baja struktur
Baja ini mengandung karbon smpai 0,25%.
b. Baja dengan karbon sedang
Baja ini mengandung karbon 0,25 – 0,7%.
c. Baja dengan karbon banyak
Baja ini mengandung karbon 0,7 – 1,5%.
Kekuatan, elastisitas, dan daktilitas merupakan sifat-sifat penting yang
dimiliki baja. Sifat-sifat tersebut amat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Kandungan karbon
Tingkat mutu baja ditentukan oleh jumlah kandungan karbonnya. Makin
banyak kandungan karbon, baja makin keras dan kuat, akan tetapi sifat
daktilnya semakin berkurang. Baja dengan kandungan karbon kurang dari
0,1% disebut deed steel, kandungan karbon 0,1 – 0,25% disebut baja lunak,
kandungan karbon 0,25 – 0,7% disebut medium carbon steel, kandungan
karbon 0,7 – 1,5% disebut high carbon steel atau baja keras.
Baja lunak banyak dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan struktur. Pemakaian
baja berdasarkan jumlah kandungan karbon dapt dilihat pada Tabel 7.1.
113
0,80 – 0,90 alat-alat (kunci), alat pembuat lubang, pisau untuk mesin potong
dengan pemanasan
0,90 – 1,00 bor, gunting, as, per
1,00 – 1,10 per, bor, alat peruncing, as
1,10 – 1,20 alat-alat pertukangan kayu, gunting
1,20 – 1,30 bor, silet, pisau
1,30 – 1,40 silet, bagian pemecah batu, bor
Sumber : Kardiyono, 1989
114
- dapat diberi muatan magnit
- mudah berkarat
- lebih keras dan kuat daripada besi tempa
- dapat dipakai untuk hampir semua struktur, sehingga sering dinamakan baja
struktur.
Contoh baja lunak adalah baja tulangan beton.
Sifat-sifat baja keras adalah sebagai berikut:
- dapat diberi muatan magnit yang tetap (permanen)
- dapat dilas
- lebih elastik dan kuat daripada baja lunak
- mudah berkarat
- berat jenis 7,9
- temperatur leleh sekitar 1300oc
- kuat tarik dan kuat geser hampir sama besar
- banyak dipakai untuk bagian alat yang sering menerima beban kejut dan
getaran, misalnya pangkal kunci/alat, baja prategang, baut mutu tinggi (high
strength bolt).
115
Pada cara ini, baja dipanasi sampai suatu temperatur tertentu. Baja panas tadi
diletakkan di atas alas dan ditempa dengan palu berkali-kali. Proses ini
memperbaiki ukuran butir baja dan memampatkannya sehingga berat jenisnya
sedikit bertampah.
c. Pressing
Cara ini dikerjakan dengan alat press. Baja yang akan dibentuk diletakkan
dalam cetakan, kemudian secara perlahan-laha diberi tekanan sampai baja
tersebut mengisi penuh cetakan. Baja itu kemudian ditekan di antara cetakan
sampai mendapatkan bentuk yang diinginkan. Cara ini tepat digunakan untuk
pembuatan dengan jumlah banyak. Plat baja untuk tangki, silinder berlubang,
dan kepala ketel biasanya dibuat dengan cara ini.
d. Rolling
Pada cara ini dipakai alat roll khusus. Baja yang akan dibentuk dipijarkan,
kemudian dipaksakan masuk ke dalam roll (roda) yang mempunyai ukuran
lubang berbeda-beda, makin lama makin kecil, sampai terbentuk ukuran baja
yang diinginkan. Hampir semua baja struktur misalnya baja tulangan beton,
rel, plat, profil, dan sebagainya.
e. Extrusion
Pada proses ini, logam yang telah dipanaskan ditekan dengan tekanan yang
sangat besar agar melewati suatu lubang. Tekanan yang amat besar itu berasal
dari tekanan mekanis atau tekanan hidrolis. Batang baja, pipa, tabung, dan
sebagainya dibuat dengan cara ini.
Korosi adalah perubahan logam menjadi bentuk oksida. Salah satu sifat
buruk besi/baja adalah mudah korosi/berkarat. Untuk mencegah atau
memperlambat terjadinya karat, dapat dilakukan cara-cara berikut:
- Tarring
116
Permukaan baja dilapisis dengan gas batu bara (coaltar) yang diproses dengan
temperatur panas dan dengan bantuan sikat. Gas batu bara ini sedikit meresap
di permukaan baja.
- Electroplatting
Pada cara ini, permukaan logam baja dilapisi dengan perak, copper, nikel, dan
sebagainya, dengan proses yang disebut electrolysis.
- Galvanizing
Baja yang permukaannya telah dibersihkan, direndam dalam cairan seng
sehingga permukaan baja terlapisi seng. Lapisan seng melindungi baja dari
karat.
- Metal spraying
Permukaan baja disemprot dengan cairan gas/cairan seng, aluminium, atau
timah. Lapisan ini amat bagus dalam mencegah baja dari karat.
- Dilapisi cat
Permukaan baja dilapisi cat. Pengecatan dapat dilakukan dengan sikat/kuas
atau disemprotkan.
- Dimasukkan ke dalam beton
Batang baja ditutup dengan beton, sehingga tidak dapat berkarat. Dengan
dasar ini pula mengapa tulangan beton tidak berkarat karena berada di dalam
beton. Tebal lapisan beton di luar baja (selimut beton) tidak boleh terlalu tipis.
117
Untuk menjalankan fungsinya, secara umum baja tulangan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak berkarat, karena karat dapat mengurangi kemampuan baja dalam
memikul tegangan yang terjadi dalam penampang.
b. Bebas dari kotoran dn minyak yang dapat menurunkan lekatan antara baja
tulangan dengan betonnya.
c. Tidak cacat, karena cacat pada baja tulangan dapat menyebabkan daya dukung
baja terhadap tegangan tidak merata.
Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton terdiri dari baja tulangan
polos (plain bar) dan baja tulangan ulir (deformed bar). Ulir yang ada pada
permukaan baja dimaksudkan untuk menambah daya lekat antara baja dengan
beton disekitarnya. Untuk menyatakan mutu, SNI T-15-1991-03 menggunakan
simbol BJTP (baja tulangan polos) dan BJTD (baja tulangan deform), yang diikuti
angka yang menyatakan tegangan leleh karakteristiknya, sebagai contoh BJTP-24
menyatakan baja tulangan polos dengan tegangan leleh material 24 KN/cm 2. Mutu
baja tulangan dapat dilihat dalam Tabel 7.2.
BJTP-30 30 49 14
BJTD-30 30 49 14
BJTD-35 35 50 18
BJTD-40 40 57 16
118
tulangan spiral. Baja tulangan polos yang tersedia di pasaran tercantum dalam
Tabel 7.3.
119
13 1,04 4,08 1,33
120
Beberapa profil baja mudah diperoleh di pasaran sesuai dengan
kebutuhan yang ada, sedangkan profil yang jarang di pasaran dapat dipesan di
pabrik atau dibuat dari pelat yang digabungkan. Pada pelaksanaan pembangunan
gedung atau jembatan, batang-batang baja struktur dihubungkan satu sama lain
menjadi satu kesatuan struktur sesuai dengan kebutuhan. Penyambungan dapat
dilakukan dengan sambungan baut (bolted connections), sambungan pin (pin
connections), sambungan las (welded connections), dan sambungan paku keling
121
(riveted connections). Pada setiap titik sambungan (titik buhul) atau pertemuan
antar batang-batang struktur biasanya diberi pelat bantu yang disebut gusset plate.
Contoh gambar sambungan baja struktur dapat dilihat pada Gambar 7.1.
Sedangkan gambar konstruksi bangunan dengan baja struktur dapat dilihat pada
Gambar 7.2.
122
Gambar 7.3. Penggunaan Baja Struktur Dalam Pembangunan Jembatan
Komposit
Daftar Pustaka
1. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
123
2. Prawoto, H, 1995, Diktat Kuliah Struktur Beton, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
3. Puslitbang Pemukiman, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia
(PUBI – 1982)
4. Sagel, R., Ing. P. Kole, Ir. Gideon H. Kusuma, 1993, Pedoman Pengerjaan
Beton, Erlangga, Jakarta
5. Singh, G, & J. Singh, 1979, “Materials of Construction”, Standard Book
Service, Delhi
6. Materi Pelatihan Gambar Struktur Baja – PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam
7. Wahyudi, L., Syahril A. Rahim, 1997, Struktur Beton Bertulang Standar Baru
SNI T-15-1991-03, Gramedia, Jakarta
124
8. BATA MERAH
8.1. Pendahuluan
Bata merah yang umumnya digunakan untuk membuat dinding
bangunan dibuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran bahan lain, dibakar
pada suhu tinggi sehingga tidak hancur bila direndam air. Mula-mula tanah liat
dibuat plastis dan dicetak dalam cetakan kayu atau baja. Tanah hasil cetakan itu
kemudian dikeringkan, lalu dibakar dengan suhu tinggi. Hasil dari pembakaran
tersebut, bata tidak boleh berubah bentuk dan tetap segi empat. Bentuk umum bata
adalah empat persegi panjang, bersudut siku, tajam, dan permukaannya rata.
Panjang bata umumnya dua kali lebarnya, tebalnya sekitar ½ atau ¾ lebar bata.
Ukuran tersebut dipilih agar bata dapat diangkat hanya dengan satu tangan tanpa
alat bantu.
Bata yang baik sebagian besar terdiri atas pasir (silica) dan tanah liat
(alumina), yang dicampur dalam perbandingan tertentu sedemikian rupa sehingga
bila diberi sedikit air menjadi bersifat plastis. Sifat plastis ini penting agar tanah
dapat dicetak dengan mudah, dikeringkan tanpa susut, retak-retak, maupun
melengkung.
Kandungan tanah liat membuat pasir bersifat plastis, akan tetapi terlalu
banyak tanah liat (kurang pasir) berakibat susutan bata cukup besar selama
pengeringan dan pembakaran, dan berpotensi mengakibatkan bata retak dan
melengkung. Pasir akan mereduksi sifat buruk tersebut, akan tetapi jika terlalu
banyak pasir berakibat tidak ada lekatan antar butir-butirnya yang berakibat bata
menjadi getas dan tidak kuat.
Dalam campuran bata, sebaiknya sedikit mengandung bubuk kapur yang
berguna untuk membantu proses pelelehan pasir saat pembakaran dan mengikat
butir-butir tanah. Bila ada kapur yang menggumpal, maka butir kapur tersebut
125
akan menjadi CaO (kapur tohor) setelah pembakaran. Kapur tohor ini akan
bereaksi dan mengembang bila terkena kandungan air, sehingga dapat meretakkan
bata. Selain itu, terlalu banyak kapur dalam campuran bata akan mengakibatkan
bata menjadi mudah retak.
Sedikit kandungan oksida besi dalam campuran bata diperlukan untuk
memperbaiki proses pembakaran dan memberi warna merah setelah pembakaran.
Kekurangan oksida besi menyebabkan warna bata agak kuning (kurang gelap).
126
Baik batu maupun bata merah memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa yang satu lebih baik
daripada yang lain, melainkan penggunaannya disesuaikan dengan sifat masing-
masing.
127
sampai semua pori terisi air. Besar penyerapan air dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Dengan :
P = prosentase air yang terserap bata
Wb = berat bata setelah direndam dalam air
Wk = berat bata kering mutlak sebelum direndam air
Umumnya bata dianggap baik bila penyerapan airnya kurang dari 20%.
c. Uji Kekerasan
Uji kekerasan bata dilakukan dengan menggoreskan kuku pada
permukaan bata. Bekas yang ada pada permukaan bata itu merupakan ukuran
kekerasan bata.
128
e. Uji Bunyi
Pengujian bunyi dilakukan dengan memegang dua bata dan memukulkan
satu sama lain dengan pukulan tidak terlalu keras. Kedua bata tersebut akan
mengeluarkan bunyi/suara. Bata yang baik akan mengeluarkan bunyi nyaring
adapun bata yang jelek bunyinya tidak nyaring.
Daftar Pustaka
1. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
2. Puslitbang Pemukiman, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia
(PUBI – 1982)
129
9. GENTENG
9.1. Pendahuluan
Genteng atau genting merupakan bahan bangunan yang berfungsi
sebagai penutup atap agar bangunan tidak kena air hujan, panas matahari, dan
lainnya. Dalam PUBI-1982 ada beberapa macam genteng penutup atap, misalnya
genteng keramik, genteng beton, genteng kaca, dan genteng bambu.
Genteng keramik terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran
bahan lain, yang dibakar sampai suhu yang cukup tinggi sehingga tidak hancur
jika direndam dalam air. Berdasarkan bentuknya, genteng keramik dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
- Genteng lengkung cekung, yaitu genteng dengan penampang yang berbentuk
gelombang, tidak simetris, dan tidak mempunyai bagian yang rata.
- Genteng lengkung rata, yaitu genteng dengan penampang bagian tengah yang
rata dan tepi-tepinya melengkung.
- Genteng rata, yaitu genteng dengan permukaan yang rata, tepi yang satu
beralur dan tepi lainnya berlidah, biasanya dinuat dengan mesin press.
Genteng beton terbuat dari campuran semen Portland, agregat halus, air,
dan atau tanpa kapur, trass, pigmen, dan bahan pembantu lain, yang dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk atap. Genteng beton harus
mempunyai bentuk sama (panjang, lebar, dan tebal genteng beton untuk semua
partai yang diserahkan kepada proyek harus sama dan seragam). Bentuknya harus
sedemikian sehingga dapat tersusun rapi pada rangka atap dan tidak
memungkinkan masuknya air hujan secara langsung maupun tempias.
Genteng kaca terbuat dari kaca dengan atau tanpa dicampur dengan
bahan tambahan. Genteng kaca harus mempunyai bentuk dan ukuran seperti
genteng keramik atau genteng beton, terutama ukuran panjang dan lebar yang
tidak boleh melampaui toleransi sebesar 1,5 mm.
130
Genteng bambu dibuat dari belahan bambu yang dipotong-potong
dengan ukuran panjang kurang lebih sama, dengan panjang minimum satu ruas.
Pemotongan bilah bambu (arah memanjang) harus diusahakan sedekat mungkin
dengan bukunya agar bambu tidak mudah pecah akibat beban maupun akibat
susut. Bagian dalam harus dibuat rata dengan bagian ruas dalam. Panjang genteng
bambu harus disesuaikan dengan bagian lurus yang terdapat pada bambu yang
tersedia. Diameter bambu yang tertelentang harus diusahakan sama besarnya –
sekitar 7 cm, sedangkan diameter bambu yang tertelungkup boleh dibuat sama
dengan bambu yang tertelentang atau lebih kecil sampai minimum 4 cm.
9.2. Persyaratan
Genteng yang digunakan sebagai penutup atap harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Genteng Keramik
Tingkat mutu genteng keramik dibagi menjadi 5 (lima) tingkat yaitu: Mutu I,
II, III, IV, dan V.
Genteng keramik untuk semua tingkat mutu harus memenuhi ukuran-ukuran
sebagaimana tertera dalam Tabel 9.1.
131
Syarat pandangan luar genteng keramik harus memenuhi syarat sebagaimana
tercantum dalam Tabel 9.2.
200 4 3 2,5
I 250 4 3 2,5
333 5 3,3 3
132
200 4 4 3
II 250 5 4 3
333 6 4,5 4
200 6 5 4
III 250 6 5 4
333 7 5,5 5
200 7 6 5
IV 250 7 6 5
333 8 7 6
200 8 7 6
V 250 8 7 6
333 9 8 7
133
Genteng keramik untuk semua mutu harus tahan terhadap perembesan air.
Pada pengujian perembesan air, air tidak boleh menetes dari bagian bawah
genteng dalam waktu kurang dari 2 jam.
b. Genteng Beton
Ukuran panjang, lebar, dan tebal genteng beton untuk seluruh partai yang
diserahkan harus sama dan seragam. Seluruh partai genteng harus dapat
tersusun rapi pada rangka atap sehingga tidak memungkinkan masuknya air
hujan secara langsung maupun karena tempias. Ukuran panjang efektif
genteng beton harus sesuai dengan jarak reng dari luar ke luar sehingga akan
memberikan beban lentur yang masih dapat diijinkan.
Tebal genteng beton tidak boleh kurang dari 8 mm, sedangkan tebal minimum
pada bagian penumpangan adalah 6 mm. genteng harus mempunyai kaitan
untuk mengkaitkan pada reng. Tebal/tinggi kait minimum 12 mm, lebar kait
minimum 20 mm. Jika diperlukan, genteng dapat diberi lubang untuk paku,
yang dipakukan pada kasau (usuk). Genteng harus mempunyai penumpangan
tepi yang lebarnya minimum 25 mm dan dilengkapi dengan minimum satu
alur air yang kediamannya minimum 5 mm.
Ditinjau dari pandangan luar, genteng harus mempunyai permukaan atas yang
mulus, tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat
pemakaian, dan setiap jenis bentuknya harus seragam.
Sesuai dengan tingkat mutunya, genteng beton harus memenuhi syarat kuat
lentur seperti tertera pada Tabel 9.5.
I 150 120
II 80 60
134
Daya serap air genteng beton diukur dari daya serap air rata-rata 10 (sepuluh)
contoh genteng yang diuji. Daya serap air yang diijinkan adalah 10% dari
berat genteng.
Dari hasil pengujian kerapatan air tidak boleh ada tetesan air dari bagian
bawah genteng. Genteng diperbolehkan basah, asalkan tidak menetes.
c. Genteng Kaca
Genteng kaca harus dibuat dari kaca putih bening, putih buram, atau warna
dengan tebal minimum 2 mm. Ukuran genteng kaca sesuai dengan ukuran
genteng keramik dengan toleransi panjang dan lebar maksimum 1,5 mm.
d. Genteng Bambu
Bambu yang digunakan untuk penutup atap harus yang berumur tua, lurus,
berwarna kuning jernih, hitam, atau hijau tua dengan bintik-bintik di bagian
bawahnya, berserat padat dengan permukaan yang mengkilap, dan di tempat
buku tidak boleh pecah. Bambu harus direndam dahulu dalam air mengalir.
Bambu yang telah direndam dalam air harus sudah berwarna pucat (tidak
kuning, hijau, atau hitam lagi) dan berbau asam yang khas.
Ukuran panjang genteng bambu harus disesuaikan dengan bagian lurus yang
terdapat pada bambu yang tersedia. Diameter bambu yang tertelentang kurang
lebih 70 mm, sedangkan diameter bambu yang tertelungkup boleh dibuat sama
(70 mm) atau lebih kecil dengan diamater minimum 40 mm. Untuk alat
penambat genteng bambu dapat digunakan paku seng, tali bambu, atau kawat
baja berlapis seng.
Daftar Pustaka
1. Kardiyono, 1989, “Buku Ajar Bahan Konstruksi Teknik”, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
135
2. Puslitbang Pemukiman, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia
(PUBI – 1982)
136