Diajukan oleh:
Amelda
18/433085/PHK/10518
Kepada
JUDUL
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
YOGYAKARTA
2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis
Diajukan oleh
Amelda
(18/433085/PHK/10518)
Pembimbing
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Menyatakan bahwa dalam dokumen ilmiah Tesis ini tidak bagian dari karya ilmiah
yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu Lembaga Pendidikan
Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang/lembaga lain, kecuali yang secara tertulis disitasi dalam
dokumen ini dan disebutkan sumbernya secara lengkap dalam daftar pustaka.
Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen ilmiah ini bebas dari unsur-
unsur plagiasi dan apabila dokumen ilmiah Tesis ini dikemudian hari terbukti
merupakan plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan
karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia
Yogyakarta
Yang menyatakan
Amelda
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan sholawat serta salam kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya akhirnya dapat
Tesis ini disusun sebagai syarat dalam menyelesaikan studi pada program
Nya yang tak pernah luput dari kesehan dan kekurangan, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dikoreksi. Penulis selalu terbuka menerima kritik dan saran semi
Selama penyusunan tesis ini penulis telah mendapat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Mada
2. Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M., selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Ibu Dr. Fajar Winarni, S.H., M.Hum selaku Ketua Program Studi Magister
Hukum Kesehatan
4. Ibu Sri Wiyanti Eddyono S.h., LL.M, Ph. D selaku pembimbing tesis yang
telah dengan begitu baik dan bijaksana dengan penuh kesabaran berkenan
iv
5. Ibu Dr. Ninik Darmini S.H. M. Hum selaku dosen penguji yang telah
6. Ibu Dwi Hariyati S.H., M.Hum selaku dosen penguji yang telah memberikan
8. Kedua Orang tua yang senantiasa memberikan kasih sayang, mendoakan dan
mendorong penulis disetiap waktu, segala yang diberikan tak mungkin dapat
selalu mensupport.
9. Teman seangkatan MHKes 2018 yang telah menemani dan menjadi sumber
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebut satu persatu,
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mohon kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tesis
ini. Semoga tulisan tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
v
Yogyakarta, 2020
Penulis
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................................... i
vii
D. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut. .................................................................. 42
I. Solusi............................................................................................................... 63
A. Kesimpulan. .................................................................................................... 91
B. Saran. .............................................................................................................. 92
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENCEGAHAN FRAUD OLEH FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN
TINGKAT LANJUT (FKRTL) DALAM SISTEM JKN DI PEKANBARU
INTISARI
Oleh:
Amelda1, Sri Wiyanti Eddyono 2
1
Penulis adalah Mahasiswi Magister Hukum Kesehatan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
2
Penulis adalah Dosen pembimbing pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta
xii
FRAUD PREVENTION MEASURES OF HEALTH FACILITIES (FKRTL) IN
PEKANBARU ON JKN SYSTEM
ABSTRACT
By:
Amelda3,Sri Wiyanti Eddyono 4
Efforts to prevent fraud against the JKN system in Pekanbaru in FKRTL are
based on Permenkes No. 16 of 2019. The purpose of this research are to find out,
understand and to examine more deeply the implementation of fraud prevention in the
JKN program at the FKRTL level in Pekanbaru and to know, understand, examine
more deeply the obstacles in carrying out fraud prevention against the JKN program
at the FKRTL level in Pekanbaru.
The method used in this study is sociological juridical in other words referred
to as socio legal. This research was conducted through library research on various
legal materials with document study tools. Field research was conducted through
interviews with research subjects with semi-structural interviews. Study data were
analyzed qualitatively, presented in descriptive form. The study was conducted using
2 (two) respondents, namely: Nur Candra as SPI Syafira Pekanbaru Hospital, and
Darmayanti Utami as head of solution in Pekanbaru BPJS Unit.
Based on the results of the study, it was found that; First, prevention efforts at
Syafira Hospital are carried out through the implementation of SOPs and Clinical
Pathways, the application of the principles of Good Corporate Governance, the
formation of the KMKB Team, and the Formation of the Fraud Prevention Team.
Second, obstacles in the implementation of fraud prevention by FKRTL in Pekanbaru
in the JKN system are; the similarity of tasks, functions and authority of the SPI and
the Fraud Prevention Team, and the socialization from the Pekanbaru City Health
Office that was felt to be less than optimal.
3
The author is a student of Master of Law Health Faculty of Law, University of Gadjah Mada
4
The writer is a lecturer at the Faculty of Law Criminal Section University of Gadjah Mada
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
sebagai negara berkembang agar meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki
daya saing di tingkat global, dimana kesehatan menjadi faktor penunjang tercapainya
tujuan tersebut.6
kesehatan yang merupakan unsur kesejahteraan dalam berbangsa dan bertanah air
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak memperoleh
5
Sulastomo, 2008, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 10
2
Ferdika, Lestari, dkk, 2012, Kitab Undang-Undang tentang Kesehatan dan Kedokteran, Tim Penerbit
Buku Biru, Yogyakarta, hlm. 34
3
Op. Cit.
1
2
bahwa “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
merupakan salah satu prioritas pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pengalokasian dana oleh pemerintah sebesar Rp. 132,2 triliun untuk anggaran
kesehatan ditahun 2020. Jumlah besaran anggaran ini merupakan 2 kali lipat realisasi
pada tahun 2015 sebesar Rp. 69,3 triliun.9 Anggaran kesehatan ini digunakan untuk
Usaha pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi seluruh
regulasi agar JKN berjalan dengan baik sesuai dengan amanah Undang-Undang
menemui kendala, kendala tersebut antara lain adanya potensi kecurangan yang
banyak ditemui di beberapa negara maju yang mengadopsi sistem jaminan sosial
8
Ibid.
9
Akhdi Martin Pratama, kompas.com, 2019, Pemerintah Alokasikan Dana Rp 132,2 Triliun di 2020
untuk AnggaranKesehatan", https://money.kompas.com/read/2019/08/16/145100726/pemerintah-
alokasikan-dana-rp-1322-triliun-di-2020-untuk-anggaran-kesehatan dikutip pada tanggal 20 September
2019
10
Ibid
11
Good Corporate Governance adalah tata kelola perusahaan yang baik yaitu prinsip-prinsip yang
mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-
undangan dan etika berusaha. Lihat Peraturan Menteri Negara BUMN PER-01/MBU/2011
3
yang serupa dengan Indonesia seperti di Amerika. FBI US mencatat ada sekitar 3-
10% dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan sebagai provider, peserta Jaminan
Kesehatan Nasional dan badan penyelenggara JKN, serta keluhan yang datang dari
berbagai pihak. Keluhan ini seperti keluhan manajer rumah sakit maupun dokter
terkait dengan rendahnya tarif INA CBG12 yang diberlakukan. Pemberlakuan tarif
tersebut dapat mengakibatkan menurunnya pendapatan rumah sakit dan para dokter,
presepsi ini dapat memicu terjadinya kecurangan (fraud) dalam era Jaminan
Kesehatan Nasional.13
(BPJS).14 Sistem Jaminan Sosial Nasional atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
12
INA-CBG merupakan kepanjangan dari Indonesia Case Base Group yaitu sistem pembayaran
dengan sistem "paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Rumah Sakit akan mendapatkan
pembayaran berdasarkan tarif INA CBGs yang merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk
suatu kelompok diagnosis. (Lihat info BPJS Kesehatan edisi VII Tahun 2014, https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/2b67b6556b028d910d2ee8df4245e886.pdf, dikutip pada tanggal
22 Februari 2020)
13
Erlangga Djumena, kompas.com, 2011, Pelaksanaan SJSN Indikator Kinerja Pemerintah,
https://money.kompas.com/read/2011/05/03/09174166/pelaksanaan.sjsn.indikator.kinerja.pemerintah.,
dikutip pada tanggal 8 Oktober 2019
14
Diah Irma Wardani, Bpjs-kesehatan.go.id, 2014, https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/2b67b6556b028d910d2ee8df4245e886.pdf, dikutip pada tanggal 9
Oktober 2019
4
seluruhnya.15
prinsip, para pelaku dan tata kelola program JKN dalam satu kesatuan sistem
Manfaat yang dapat dijamin oleh program JKN berupa pelayanan kesehatan
(rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis habis pakai. Sebelum program JKN,
kesehatan, antara lain askes sosial bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), penerima
pensiun dan veteran, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi pegawai
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta, serta jaminan kesehatan bagi TNI
dan Polri.17
15
Wawancara oleh Bambang Wibowo, Menpan.go.id, 2019, https://www.menpan.go.id/site/berita-
terkini/rawat-fasilitas-kesehatan-dengan-regional-maintenance-center, dikutip pada tanggal 9 Oktober
2019
16
Asih Eka Putri, 2014, Paham JKN Jaminan Kesehatan Nasional, CV Komunitas Pejaten Mediatama,
Jakarta, hlm. 11
17
Ibid.
18
Tatik Sri Hartati, Pencegahan Fraud dalam SJSN di RSUD Menggala Tulang Bawang, 2017,
https://www.researchgate.net/publication/317307783_PENCEGAHAN_KECURANGAN_FRAUD_D
ALAM_PELAKSANAAN_PROGRAM_JAMINAN_KESEHATAN_PADA_SISTEM_JAMINAN_S
5
ini muncul dan meluas karena adanya tekanan dari sistem pembiayaan yang baru
terhadap fraud karena minim pengawasan, serta terdapat pembenaran saat melakukan
“kerah putih”20 yang canggih dan berefek terhadap sistem pembayaran kesehatan
publik maupun swasta.21 Di seluruh Indonesia, data yang dilansir KPK menunjukkan
bahwa hingga Juni 2015 terdeteksi potensi Fraud dari 175.774 klaim Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dengan nilai Rp. 440 M.22 Data tersebut
merupakan data dari kelompok klinisi23, belum dari aktor lain seperti staf BPJS
Kesehatan, pasien, dan suplier alat kesehatan dan obat.24 Nilai ini mungkin saja
OSIAL_KESEHATAN_SJSN_Studi_di_Rumah_Sakit_Umum_Daerah_Menggala_Tulang_Bawang,
diakses pada tanggal 10 Oktober 2019
19
Tribunnews, ICW Temukan Kecurangan Dalam Pelayanan Kesehatan,
https://www.tribunnews.com/nasional/2017/09/15/icw-temukan-dugaan-kecurangan-dalam-pelayanan-
jkn, dikutip pada tanggal 10 Oktober 2019
20
Kriminal Kerah Putih adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki status
sosial tinggi dalam rangkaian dari jabatannya. (Lihat Sutherland, American Sociological Review
Vol. 5, No. 1, Februari, 1940, hlm. 3)
21
I Gde Rakawidyana, 2017, Potensi Kecurangan pelayanan Kesehatan (Fraud) di Bidang Nefrologi,
Tesis, Dewan Pertimbangan Medik Universitas Udayana, Bali, hlm. 45
22
Nur Ighwa Sari, 2017, Evaluasi Terhadap Upaya Pencegahan Terjadinya Fraud Pada Program
JKN di RSPAU Hardjolukito Yogyakarta Berdasarkan Permenkes No. 36 Tahun 2015, Tesis, UGM
REPOSITORY, Yogyakarta, hlm. 4
23
Klinisi adalah orang yang berkecimpung dalam bidang pengembangan ilmu kedokteran. (Lihat
KBBI)
24
Op.Cit., hlm. 5.
6
belum total mengingat sistem pengawasan dan deteksi yang digunakan masih sangat
sederhana.
Salah satu daerah yang menjadi penyumbang angka terbesar terhadap adanya
fraud pada pelayanan kesehatan ini adalah Daerah Pekanbaru. Kota Pekanbaru yang
Kesehatan Nasional yang telah diberlakukan oleh pemerintah pusat sejak tanggal 1
januari 2014.25 Program JKN masih harus melibatkan pihak-pihak lain seperti
dan Balai pengobatan memiliki tanggung jawab untuk ikut mensukseskan program
pemerintah. Fasilitas Kesehatan, baik itu milik swasta terlebih milik pemerintah kini
Kesehatan Nasional.26
sebagian besar berasal dari tingkat FKRTL yaitu rumah sakit yang bertindak sebagai
27
Arif Gunawan, 2017, https://sumatra.bisnis.com/read/20170911/533/764394/fitra-Pekanbaru-
menemukan-38-kecurangan-layanan-bpjs-kesehatan#, diakses pada tanggal 17 September 2019 pukul
13.56 WIB
7
diagnosis atau tindakan dari rumah sakit. Pemanipulasian diagnosis ini merupakan
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan besaran klain dengan cara memalsukan
apendictis29 akut, setelah operasi tanpa penyulit, tetapi di rekam medis ditulis dengan
apendictis akut dengan perforasi30. Kedua, penggelembungan tagihan obat dan alat
kesehatan (inflated bills) yang merupakan klaim atas biaya obat dan alat kesehatan
yang lebih besar dari biaya yang sebenarnya. Contohnya adalah pada pasien patah
tulang dilakukan operasi ortopedi31 dengan menggunakan plate and screw 4 (empat)
buah, namun ditagihka lebih dari 4 (empat) buah. Ketiga, pemecahan episode
fragmentation) yang merupakan klaim atas dua atau lebih diagnosis atau prosedur
yang seharusnya menjadi satu paket pelayanan dalam episode yang sama. Contohnya
28
Ardhan Arkan, 2014, Pedoman Pencegahan Fraud Dalam Jaminan Kesehatan Di RS, Workshop
Anti Fraud, Jakarta. hlm. 10
29
Apendictis adalah peradangan akibat infeksipada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi
ini mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakandah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya. (Lihat Wim De Jong et al, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
II, EGC, Jakarta, hlm 32)
30
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding lambung,
usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus
mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (lihat Bahan
Ajar DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD, 2016, PERFORASI GASTROINSTESTINAL dalam
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/Perforasi-GI.pdf, diakses pada tanggal
22 Februari 2020)
31
Ortopedi adalah cabang ilmu kedokteran yang fokusnya mendiagnosis, mengobati, dan mencegah
berbagai penyakit atau gangguan terkait sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal adalah sistem
pergerakan tubuh yang melibatkan fungsi tulang, persendian, ligamen, otot, saraf dan tendon, serta
tulang belakang. (lihat Novita Joseph, 2018, https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/ortopedi-
adalah-spesialis-tulang/, diakses pada tanggal 22 Februari 2020)
8
ditagihkan bersama dalam bentuk paket pelayanan, untuk mendapatkan nilai klaim
yang telah diperbarui dengan PERMENKES No. 16 Tahun 2019 Tentang Pencegahan
wujud nyata dari pemerintah untuk menetapkan aturan yang bertujuan untuk menekan
angka fraud yang terjadi di Indonesia pada pelayanan kesehatan. Perubahan ini
bukan hanya mengakomodir pada bidang penanganan isu fraud yang sudah terjadi.
pencegahan dan pengenaan sanksi administratif terhadap para pelaku fraud dalam
didalam aturan ini melalui 5 upaya tahapan yaitu;34 Prevention, adalah mencegah
34
Bab III Lembaran Penjelasan Permenkes No. 16 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Pengenaan
Sanksi Administratisi terhadap fraud Dalam Program JKN
9
terjadinya fraud secara nyata pada semua lini organisasi. Detterrence, adalah
sehingga membuat jera. Distruption, adalah mempersulit gerak langkah pelaku fraud
Berdasarkan prinsip tersebut, Pasal 3 ayat (1) Permenkes No. 16 Tahun 2019 ini
Berdasarkan peraturan diatas dan isu yang terjadi di Pekanbaru sendiri, maka di
dalam tesis ini akan dibahas mengenai upaya pencegahan fraud yang dapat dilakukan
oleh FKRTL dalam sistem JKN sendiri secara lebih lanjut dengan judul “Pencegahan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian.
Pekanbaru.
D. Manfaat penelitian.
Tesis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik dari segi teoritis
1. Teoritis.
2. Praktis.
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang diteliti belum pernah
diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan
dengan isu penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena itu, ditemukan
35
Maria S.W. Soedmardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Jakarta, hlm.
8
12
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ighwa Sari pada Tahun 2017, dengan judul
2015?
pencegahan fraud sebesar 80% yang berarti sudah sangat efektif, standar kedua
berarti masih rendah, standar ketiga melakukan upaya deteksi dini kecurangan
JKN sebesar 50% yang berarti sudah cukup efektif, dan standar keempat adanya
Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil rekapitulasi penilaian pada seluruh
standar upaya pencegahan fraud di RSPAU sudah cukup efektif dengan koefisien
fraud yang terjadi dimana lebih ditekankan pada tindakan promotif terhadap isu
36
Nur Igwa Sari, 2017, Evaluasi Terhadap Pencegahan Terjadinya Fraud Pada Program Jaminan
Kesehatan Nasional Di RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta Berdasarkan Permenkes No. 36
Tahun 2015, Tugas Akhir, D3 Rekam Medis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
13
fraud itu sendiri. Perbedaan mendasar terhadap penelitian tersebut juga terletak
pada lokasi dan pembahasan peraturan terkait yang membahas tentang Permenkes
No. 36 Tahun 2015. Sedangkan pada penelitian ini membahas terkait dengan
tindakan preventif yaitu yang berarti tindakan terkait dengan pencegahan dan juga
perubahan dari peraturan sebelumnya yaitu Permenkes No. 16 Tahun 2019 yang
dengan pencegaha fraud pada pemberi layanan bidang kesehatan tingkat FKRTL
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sudoyo pada tahun 2006, dengan judul
fraud?
37
Sudoyo, 2006, “Penggunaan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sebagai Dasar
Penuntutan Ganti Rugi Akibat Fraud (Kecurangan Asuransi Kesehatan) dan Prospek Pengaturan
Kedepan”, Tesis, Prodi Magister Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
14
Hasil penelitian ini adalah Over utilisasi atau pelayanan kesehatan yang
perlindungan hukum bagi asuradur adalah dapat melakukan tututan gati rugi
sebagai mana yang dirumuskan dalam Pasal 1365 yaitu; adanya perbuatan, adanya
unsur kesengajaan, adanya unsur kelalaian, tidak ada dasar pembenar, adanya
kerugian bagi korban dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan
kerugian telah terpenuhi dalam Fraud. Dalam hal PT. Askes Cabang Bogor perlu
terjadinya Over Utilisasi, sehingga kerugian PT. Askes Cabang Bogor akibat over
utilisasi dapat di cegah. Pengaturan mengenai ganti rugi fraud belum ada didalam
menjadi faktor pembeda terhadap permasalahan fraud yang timbul serta jenis
fraud yang terjadi juga akan berbeda. Terkait dengan pembahasan bahwa
penelitian ini lebih menekankan pada upaya pencegahan yang bertumpu pada
Permenkes No. 16 Tahun 2019 terhadap pencegahan fraud yang terjadi. Kesamaan
terhadap kedua penelitian adalah terkait dengan isu fraud pada pelayananan
15
kesehatan yang pada penelitian sebelumnya dibahas Askes sebagai produk dari
3. Penelitian yang dilakukan oleh Hanevi Djasri, Puti Aulia Rahma dan Eva
Dr. Sardjito?
Sardjito?
38
Hanevi Djasri, Korupsi Dalam Pelayanan di Era Jaminan Kesehatan Nasional; Kajian Besarnya
Potensi dan Sistem Pengendalian Fraud, Pusat Kajian dan Manajemen Kesehatan, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Vol.3, No. 2, Mei 2015
16
korupsi, maupun melalui berbagai hasil kegiatan yang terkait dengan topik
Nomor HK. 02. 04/II/5681/2016. Hal ini menujukkan bahwa tugas dan
sesuai dengan ketentuan. Tidak adanya bukti tertulis terkait pencegahan, tidak
pengawasan.
yaitu secara spesifik di lakukan di ruang lingkup yang lebih luas yaitu
pemilihan daerah Pekanbaru yang meliputi ruang lingkup FKRTL yang ada di
terkait upaya pencegahan pada yang dapat dilakukan. Selain itu, penelitian ini
masih mengacu pada aturan lama yaitu Permenkes No. 36 Tahun 2015 tentang
fraud, tetapi pada penelitian ini sudah mengacu pada peraturan terbaru yaitu
17
dengan pengamatan melalui media massa, situs gerakan anti korupsi maupun
UGM. Pada penelitian ini peneliti juga lebih menekankan terkait dengan
merupakan program dan regulasi baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Selain
itu penulis juga lebih menitikberatkan pada Upaya Pencegahan Fraud terhadap
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019. Jika ternyata ada suatu
penelitian lainnya yang sama dan telah dilakukan sebelum penelitian ini, maka
tanpa suatu itikad buruk, penulis berharap penelitian dan penulisan hukum yang
JUDUL Evaluasi Terhadap Pencegahan Penggunaan Pasal 1365 Kitab Korupsi dalam pelayanan di Era
PENELITIAN Terjadinya Fraud Pada Program Undang-Undang Hukum Perdata Jaminan Kesehatan Nasional;
Jaminan Kesehatan Nasional Di Sebagai Dasar penuntutan Ganti Rugi kajian besarnya Potensi dan
RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito Akibat Fraud (Kecurangan Asuransi Sistem Pengendadilan Fraud
Yogyakarta Berdasarkan Kesehatan) dan Prospek Pengaturan
Permenkes No. 36 Tahun 2015 Kedepan
NAMA PENELITI Nur Ighwa Sari Sudoyo Hanevi Djasri, Puti Aulia
Rahma dan Eva Tirtabayu Hasri
TAHUN 2017 2006 2015
PENELITIAN
LOKASI RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito PT. Askes Cabang Bogor (Pusat Kajian Kebijakan dan
PENELITIAN Yogyakarta Manajemen Kesehatan, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah
Mada)
JENIS PENELITIAN Yuridis Normatif Yuridis Normatif Normatif-Empiris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
bahwa pengertian tersebut kurang tepat, ada pula yang berpandangan bahwa
kecurangan tidak sama dengan fraud.39 Berbeda halnya dengan definisi yang terdapat
keculasan.40
berdasarkan Webster’s New World Dictionary dalam Sudarmo, yaitu fraud adalah
terminologi umum yang mencakup beragam makna tentang kecerdikan, akal bulus,
tipu daya manusia yang digunakan oleh seseorang, untuk mendapatkan suatu
keuntungan di atas orang lain melalui cara penyajian yang salah dengan maksud
penipuan.41
39
Nur Ighwa Sari, 2017, Evaluasi Terhadap Upaya Pencegahan Terjadinya Fraud Pada Program
JKN di RSPAU Hardjolukito Yogyakarta Berdasarkan Permenkes No. 36 Tahun 2015, Tesis, UGM
REPOSITORY, Yogyakarta, hlm. 32
40
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua.
Jakarta; Balai Pustaka. hlm. 241
41
Sudarmo, Suwardi, 2008, Buku Panduan Fraud Editing Ed.5, Pusat Pelatihan dan Pendidikan
BPKP, Jakarta, hlm. 51
20
Selanjutnya, menurut Sulastri tidak ada aturan baku dan pasti yang dapat
digunakan sebagai kata yang lebih tepat untuk memberikan makna lain tentang fraud,
kecuali cara melakukan tipu daya, secara tidak wajar, dan cerdik sehingga orang lain
menjadi terpedaya. Satu-satunya yang dapat menjadi batasan tentang fraud adalah
segala macam kecakupan yang dapat dipikirkan manusia dan yang diupayakan oleh
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah
atau memaksakan kebenaran dan mencakup semua cara yang tak terduga, penuh
siasat, licik, tersembunyi dan setiap cara yang tidak jujur yang mengakibatkan orang
lain tertipu.43
Jaminan Sosial Nasional adalah tindakan yang tidak benar dalam hal memalsukan
Kesehatan yang memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat
dijamin.44 Berbeda halnya bagi pemberi pelayanan kesehatan dengan menarik biaya
dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi, serta penyedia obat
42
Sulastri, 2014, Fraud Pada Sektor Pemerintah Berdasarkan Faktor Keadilan Kompensasi, Sistem
Pengendalian Internal dan Etika Organisasi Pemerintah (Studi Empiris Dinas Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta), http://www.online.fe.trisakti.ac.id e-Journal Magister Akuntasi Trisakti, diakses 20
September 2019 pada pukul 14.00 WIB
43
Karyono, 2013, Forensic Fraud, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm. 4.
44
Sitohang Erikkson, “Prinsip Hukum Dalam Tata Kelola Rumah Sakit”,
http://ejournal.unair.ac.id/index.php/YDK/article/download/359/193, Yuridika, Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Mahendratta, Volume 29 No 1, Januari-April 2014, diakses pada tanggal 21
September 2019
21
dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan
kesehatan dalam Sistem Jaminan Nasional melalui perbuatan curang yang tidak
kecurangan yang mengandung makna suatu penyimpangan dan suatu perbuatan yang
melanggar hukum (illegal act) dan dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu
lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun luar organisasi.46
Dilihat dari penyebab terjadinya, perbuatan fraud didukung oleh tiga unsur
45
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan
Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial
Nasional, Pasal 1 ayat (1).
46
Payne, E. A., dan R. J. Ramsay, 2005, Fraud Risk assessments and Auditor’s Professional
Skepticism. Managerial Auditing Journal, hlm. 321
47
Ibid.
48
Rofi Muxone, Fraud Triangle and Fraud Risk assessments and Auditor’s Professional Skepticism.
Managerial Auditing Journal Vol. 20, No. 3, April 2005 hlm. 321-330
22
Tekanan (Presssure)
Kesempatan Pembenaran
(Opportunity) (Rationalization)
Sumber: Rofi Muxone dalam Managerial Auditing Journal.49
terduga.
keras.
3) Tekanan lingkungan kerja karena kurang dihargai prestasi dan kinerja, gaji
4) Tekanan lain seperti dari istri atau suami untuk memiliki barang-barang
mewah.50
mencegah dan mendeteksi fraud, lemahnya sanksi yang dijatuhkan, dan tidak
49
Ibid.
50
Fitrawansyah, 2015, Fraud dan Auditing, Mitra Wacana Media, Jakarta, hlm. 43-44
23
1) Menganggap yang dilakukan hal yang biasa/ wajar dilakukan oleh orang
lain
umum mengandung tiga unsur penting, yaitu: (1) perbuatan tidak jujur, (2) niat atau
kesengajaan, dan (3) penipuan yang merugikan orang lain.53 Fraud mencakup segala
macam yang dapat dipikirkan manusia yang dan yang diupayakan oleh seseorang
untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau
pemaksaan kebenaran, mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat, licik
atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain
51
Ibid.
52
Ibid.
53
Hanevi Djasri, Puti Aulia Rahma dan Eva Tirtabayu Hasri, 2015, Korupsi Dalam Pelayanan di Era
Jaminan Kesehatan Nasional; Kajian Besarnya Potensi dan Sistem Pengendalian Fraud, Pusat Kajian
dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Vol.3, No. 2, Mei 2015
hlm. 34
54
Ibid.
24
Agency Theory dimana keagenan merupakan teori utama dalam tercapainya Good
dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara para pihak manajemen (agent) dan
hal ini menjelaskan bahwa ada perbedaan kepentingan antara manajemen dan
oleh karena itu diperlukan peran satuan pengawas internal dikalangan intansi atau
direktur dengan tujuan ketika mengambil tindakan dapat maksimal tanpa adanya
pada agency theory dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Teori ini tidak hanya menguatkan
55
Kaihatsu S, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”. Jurnal manajemen dan
kewirausahaan, Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Vol. 8
No.1, Maret 2006; 1-9 hlm. 2.
56
Pramono Sari dan Raharja, 2012, “Peran Audit Internal Dalam Upaya Mewujudkan Good
Governance Corporate (GCG) pada Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia”,
http://multiaradigma.lecture.ub.ac.id/files/2014/0/SNA-15-110.pdf Simposium Nasional Akuntan.
Universitas Lambung Mangkurat. Diakses pada tanggan 20 September 2019
25
mencakup kegiatan akutansi dan keuangan tetapi dapat pula digunakan untuk
meningkatkan efisiensi dalam mencapai target yang ingin diraih dengan pengawasan
langsung. Pengendalian internal yang baik terhadap potensi terjadinya fraud dan
pemborosan dapat dideteksi dan di tanggulangi secara dini sehingga kerugian dapat
dihindari.58
kesehatan bagi masyarakat, adanya benturan kepentingan seperti yang telah diuraikan
57
Ibid.
58
Ariati Arfah, 2011, “Pengaruh Penerapan Pengadilan Internal Terhadap Pencegahan fraud dan
Pengadaan Barang dan Implikasinya Pada Kinerja Keuangan (Studi Pada Rumah Sakit Pemerintah
dan Swasta Di Bandung), http://journal.trunojoyo.ac.id/infestasi/article/viewFile/497/465, Jurnal
Investasi diakses pada tanggal 20 September 2019
26
unsur lain yang terkait dengan menjalankan sistem pencegahan dan penanganan fraud
menghambat rekayasa kinerja yang menimbulkan gambaran tidak sesuai dalam nilai
fundamental pada sebuah institusi. Gagasan dasar dari good corporate governance
dengan berbagai faktor terjadinya fraud, gabungan dari elemen-elemen yang saling
berhubungan oleh suatu proses atau stuktur yang berfungsi satu sama lain dapat
dilakukan dengan sengaja baik peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan
kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan.61 Tindakan pengendalian fraud
yang dapat dilakukan pada sebuah intitusi dengan penerapan sistem pencegahan fraud
59
Clinical Governance adalah pengembangkan sebuah sistem manajemen mutu untuk meningkatkan
mutu klinis, dengan cara memadukan pendekatan manajemen, organisasi, dan klinis secara bersama-
sama-sama. (lihat Trisnantoro, 2005, “Aspek strategis dalam manajemen rumah sakit” ed I,
Jogjakarta)
60
Kaihatsu S op.cit., hlm. 2.
61
Azwar Asrul, 2010, Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga, Binarupa Aksara Publisher,
Tangerang, hlm. 4
62
Op.cit., hlm. 15
27
kendali biaya penggunaan konsep manajemen yang efektif dan efisien serta
dan mengevaluasi semua kegiatan di FKRTL secara efisiensi dan terukur yang
c. Pengembangan budaya pencegahan fraud JKN sebagai bagian dari tata kelola
organisasi dan tata kelola klinis yang berorientasi kepada kendali mutu dan
Pengembangan budaya pencegahan fraud JKN sebagai bagian dari Tata Kelola
pedoman pelayanan klinis, clinical pathway, audit klinis; dan penetapan prosedur
klaim.64
Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar
bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka akan
63
Op.cit., hlm. 21
64
Op.cit., hlm. 28
28
mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.
3. Organisasi
4. Teknik pengendalian
sebagai berikut;68
Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus dapat
65
Amin Widjaja Tunggal, 2013. Corporate Fraud dan Internal Control. Edisi Keempat. Harvarindo.
Jakarta, hlm. 45
66
Pusdiklatwas BPKP, (2008)., Etika dalam Fraud, Jakarta: BPKP, hlm.36
67
Pusdiklatwas BPKP, (2008)., Etika dalam Fraud, Jakarta: BPKP, hlm. 38
68
Rio Sempana Karo, 2015, Pengaruh Audit Internal dan Pengendalian Intern terhadap Pencegahan
Kecurangan pada Pemerintahan Kab. Bandung, Tesis, Universitas Komputer Indonesia, Bandung,
hlm. 23
29
b. Sistem review dan operasi yang memadai bagi sistem komputer, sehingga
otomatis.
c. Adanya prosedur mendeteksi fraud secara otomatis (built in) dalam sistem,
mencakup:
terlibat fraud.
melakukan fraud.
3. Organisasi
senior manajemen puncak, akan tetapi untuk hal-hal yang sifatnya khusus,
4. Teknik Pengendalian
Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi
a. Pembagian tugas yang jelas, sehingga tidak ada satu orang pun yang
b. Pengawasan memadai
yang melapor. Dari pengalaman yang ada terlihat bahwa fraud biasanya
kolega.
yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu:69
kebutuhannya.
memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi
dengan cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap karyawan tidak
merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat
satu cara tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada Audit Internal
untuk mendeteksi dan mencegah fraud yang mungkin terjadi dalam lingkungan
69
Pusdiklatwas BPKP, 2008, Etika dalam Fraud, BPKP, Jakarta, hlm.37
34
organisasi.70 Apabila teknik pencegahan fraud berjalan baik dan efektif akan
sedini mungkin. Amin Widjaja Tunggal mengemukakan bahwa terdapat tata kelola
Adapun penjelasan dari tata kelola pencegahan fraud tersebut adalah sebagai
berikut:72
a. Budaya jujur dan etika yang tinggi Riset menunjukkan bahwa cara paling
70
Rizal Fahmi Maulana, 2018, Pengaruh Risk Based Internal Auditing terhadap Pencegahan Fraud
pada PT Kereta Api Indonesia (Persero), Skripsi, Universitas Pasundan, Bandung, hlm. 24
71
Amin Widjaja Tunggal, Internal Auditing, Edisi Lima, BPFE, Yogyakarta, Februari 2005, hlm. 54
72
Oktavia Lhaksmi P., 2014, Pengaruh Skeptisisme Profesional, Pelatihan Audit Kecurangan dan
Independensi terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan pada Inspektorat Kab.
Sleman, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 76
35
budaya jujur dan etika yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan
para karyawan.
Pasal 3 ayat (1) Permenkes No. 16 Tahun 2019 memberikan definisi terkait
dengan sistem pencegahan fraud sendiri, dimana sistem pencegahan fraud secara
2019 bahwa fraud dapat ditekan melalui adanya sistem pencegahan yang meliputi
hal-hal yang di atas agar dapat memaksimalkan hasil dari upaya pencegahan itu
sendiri. Pencegahan fraud ini akan dibahas lebih lanjut oleh peneliti pada bagian
pendanaan yang bersumber dari pajak umum.73 Setiap warga negara berhak
menggunakan layanan kesehatan dan tidak akan pernah menerima tagihan karena
Laporan bank dunia tahun 2014 dan World Health Organization (WHO)
tahun 2015 dengan tegas menyatakan bahwa sistem pendanaan kesehatan merupakan
73
Konrad Obermann; Jowett, Matthew; dan Soonman Kwon dalam Global Health Action, The Role of
National Health Insurance for Achieving UHC in The Philippines: A Mixed Methods Analysis, Vol
11. Taylor & Francis: UK, April 2018
74
Edi Suharto, 2017, Kemiskinan dan perlindungan Sosial di Indonesia; Menggagas Model Jaminan
Sosial Universal Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung, hlm.82
37
distribusi obat-obatan dan fasilitas medis, kualitas pelayanan kesehatan serta proses-
kesehatan merupakan sistem yang telah berdiri sejak lama dan sangat diperlukan oleh
satu strategi kebijakan sosial yang penting dalam menopang industri dan
pertumbuhan ekonomi.76
yang menjamin atau menanggung biaya pengobatan atau perawatan orang tersebut.
Pihak yang menjamin ini dalam Bahasa Inggris disebut insurer atau dalam UU
untuk mengatasi risiko dan ketidakpastian peristiwa sakit serta implikasi biaya-biaya
mengubah peristiwa tidak pasti dan sulit diramalkan menjadi peristiwa yang pasti dan
75
Ibid., hlm. 91
76
Ibid., hlm 59
77
Hasbullah Thabrany, 2014, Jaminan Kesehatan Nasional, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 51
38
menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
pelayanan akses atas sumber daya di bidang pelayanan kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program JKN, untuk mewujudkan komitmen
jaminan kesehatan masyarakat melalui JKN bagi kesehatan perorangan. JKN adalah
dengan UU No. 44 tahun 2004 tentang SJSN yang menyebutkan bahwa Program JKN
kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar
penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera. Program JKN hadir
perundang-undangan mengatur dengan rinci tujuan, prinsip, para pelaku dan tata
78
Pansus Perwitasari, 2013, Kendali Biaya Kebijakan Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta, Tesis: Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
79
Asih Eka Putri, 2014, Seri Buku-4: Paham Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Friesrich-Ebert-
Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia, Jakarta, hlm. 6
39
kelola JKN dalam satu kesatuan system penyelenggara program jaminan sosial, yaitu
1. Gotong royong, dengan kewajiban semua peserta membayar iuran makan akan
terjadi prinsip gotong royong dimana yang sehat membantu yang sakit, yang
manajemen ini mendasari seluruh pengelolaan dana yang berasal dari iuran
80
Ibid. hlm. 7-10
40
6. Dana amanat, yaitu dana yang terkumpul dari iuran peserta maupun pemerintah
Program JKN adalah suatu bentuk kebijakan bidang kesehatan yang memiliki
bidang kesehatan;
4. Bersifat positif dalam arti bahwa JKN dilakukan semata-mata untuk memberi
manfaat bagi seluruh penduduk untuk memperoleh hak yang sama dalam
pelayanan kesehatan;
bersifat mengikat
81
Ani Zuraida, 2017, “Pelaksanaan Pemenuhan Surat Kredensialing dan Akreditasi Puskesmas dan
Rumah Sakit Umum Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2003 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Yogyakarta”, Tesis, Magister
Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hlm. 56
41
Pembiayaan jaminan kesehatan yang berasal dari pajak sebagai sumber utama untuk
mendanai risiko. Saat ini, sistem tax-funded health financing diterapkan oleh negara-
Pembiayaan jaminan kesehatan yang berasal dari kontribusi (premi atau tabungan)
yang diambil dari individu, pekerja di perusahaan, pekerja di mandiri, perusahaan dan
pemerintah yang kemudian dihimpun atau digabungkan ke salam satu atau beberapa
Biaya kesehatan sendiri dapat didefinisikan sebagai besarnya dana yang harus
kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu penyedia pelayanan kesehatan (health
Penghitungan total biaya kesehatan yang berlaku disuatu negara ada dua
pedoman yang dipakai yaitu; Pertama, besarnya dana yang dikeluarkan oleh
82
Ibid., hlm. 93-94
83
Azrul Azwar, 1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan: Aplikasi Prinsip Lingkaran Pemecah
Masalah, Sinar Harapan, Jakarta, hlm.123
84
Ibid.
42
pendapatan, manfaat JKN sesuai dengan kebutuhan medis, serta tata kelola dana
terdiri atas FKTP dan FKRTL. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah
dilaksanakan secara berjenjang yang dimulai dari FKTP yang diselenggarakan oleh
FKTP tempat peserta terdaftar. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut peserta
85
Asih Eka Putri, 2014, Seri Buku-4: Paham Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Friesrich-Ebert-
Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia, Jakarta, hlm. 14
86
Widyastuti, R. 2014. Korelasi Lama Menjalani Hemodialisis dengan Indeks Massa Tubuh Pasien
Gagal Ginjal Kronik di RSUD Arifin Achamad provinsi Pekanbaru. Jurnal Gizi Volume 1 No.2
Oktober 2014. Poltekkes Kemenkes Pekanbaru: Pekanbaru, hlm, 13
43
JKN terdiri dari Rumah Sakit tipe A, B, C, D dan khusus yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan87
sumber daya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan serta
87
Afnita, M, Muis, M dan Umar, Fauziah, 2014, Pengaruh Budaya Organisasi dan Kompensasi
Terhadap Kinerja Karyawan di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat, Jurnal Analisiss, Vol.3 No.2,
Desember 2014, hlm. 172- 179
88
PDJS-Nasional, 2014,
https://djsn.go.id/storage/app/uploads/public/58c/892/540/58c8925404932288886669.pdf, diakses
pada tanggal 23 Februari 2019.
89
Widyastuti, R. 2014, Op. Cit., hlm. 15
44
pengertian hukum kesehatan, maka hukum rumah sakit dapat disebut sebagai semua
kesehatan dan serta hak dan kewajiban segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
rumah sakit dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman medik serta sumber-
sumber hukum lainnya.90 Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan hukum yang
timbul antara pasien dan rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian
yaitu:91
dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan
sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya
90
Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Prestasi Pustaka
Publisher, Jakarta, hlm. 43
91
Ibid.
92
Inspannings Verbintenis adalah 2 kata yang mengandung Inspannings berasal dari bahasa Belanda
yang berarti “upaya” dan “verbintenis” yang berarti “perikatan”. (lihat Soesi Moeimam dan Hein
Steinhauer, 2014, Kamus Belanda Indonesia, Cetakan ketiga, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, hlm. 475 dan hlm. 1095.)
45
tenaga kesehatan.
Dalam kaitan dengan tanggung jawab rumah sakit, maka pada prinsipnya
rumah sakit bertanggung jawab secara perdata terhadap semua kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bunyi Pasal 1367 (3) KUHPerdata.
Selain itu rumah sakit juga bertanggungjawab atas wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum (1243, 1370, 1371, dan 1365 KUHPerdata). Peran dan fungsi rumah
profesional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur, yaitu yang terdiri dari:
dan
Dalam hal ini dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami adanya
landasan hukum dalam transaksi terapetik antara dokter dengan pasien (kontrak-
terapetik), mengetahui dan memahami hak dan kewajiban pasien serta hak dan
kewajiban dokter dan adanya wajib simpan rahasia kedokteran, rahasia jabatan dan
pekerjaan93
93
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir, 1998, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Medan,
hlm. 47
46
Hak dan Kewajiban rumah sakit dalam melakukan pelayanan terhadap pasien
perundang-undangan.
mengembangkan pelayanan
perundang-undangan
kesehatan
94
Titik Triwulan, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta, hlm 29
47
h. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
sebagai berikut:95
kepada masyarakat.
kemampuan pelayanannya
miskin
95
Ibid., hlm. 32
48
9. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
12. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien.
17. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktek kedokteran atau
laws)
19. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah
rokok.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
oleh FKRTL di Pekanbaru dalam sistem JKN dengan menggunakan metode sebagai
berikut :
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis
sosiologis atau sosio legal. Sosio legal bukan merupakan penelitian yang menyajikan
kajian-kajian hukum sebagai perangkat norma dan sejumlah kaidah normatif semata,
tetapi kajian hukum disajikan sebagai fakta sosial yang empiris, dan ihwalnya
bermasyarakat.97 fhdfghfgdhjfghgfh
96
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm.42.
97
Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum: Paradigma, Metode dan Masalah, Elsam dan Huma,
Jakarta, hlm. 3
50
51
penglihatan deskriptif.98 Hal ini memberikan arti bahwa penelitian sosio legal
memberikan kualitas dari obyek penelitian ini sebagaimana apa adanya di dalam
mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan
pencegahan fraud yang dilakukan oleh FKRTL yang ada di Pekanbaru dalam
menjalankan sistem JKN dengan tujuan untuk mencegah terjadinya fraud pada
dengan menelaah regulasi yang terkait dengan isu hukum yang akan diteliti, yaitu
Fraud. Pada penelitian ini, pendekatan regulasi yang digunakan adalah terkait dengan
Permenkes No. 16 Tahun 2019 terkait pencegahan tindakan fraud dalam program
JKN dan realisasi ataupun bentuk nyata dari pengimplikasian Peraturan tersebut.
penelitian deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan secara nyata dan tepat sifat-
sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
98
Ibid., hlm. 13
99
Ibid.
100
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, penerbit Universitas Indonesia Press,
Jakarta, hlm. 51
52
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu
gejala dengan gejala lain di masyarakat.101 Dalam penelitian ini, penulis ingin
berusaha meneliti terkait upaya pencegahan fraud pada tingkatan FKRTL dengan
Pekanbaru.
Penelitian ini memanfaatkan bahan penelitian yang terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama.102 Data primer ini diperoleh dari narasumber dari Direktur/staff struktural
dalam program JKN pada tingkatan FKRTL dan realisasi ataupun bentuk nyata dari
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
101
Amiryudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm 25.
102
Ibid, hlm.30
103
Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm.12
53
Kesehatan.
Kesehatan Nasional.
Rumah Sakit.
kesehatan.
terhadap bahan hukum primer yakni berupa buku, jurnal artikel, karya tulis
ilmiah, pendapat ahli hukum atau ahli kesehatan, baik praktisi maupun
dan,
1) Kamus hukum;
2) Ensiklopedia.
C. Lokasi Penelitian
merupakan kota asal peneliti. Adanya isu fraud pada program Jaminan Kesehatan
Nasional yang terjadi di Pekanbaru dan belum terwujudnya upaya pencegahan yang
maksimal dari Peraturan Menteri terkait. Penelitian ini akan dilakukan pada salah satu
FKRTL di Pekanbaru yaitu RS Syafira dan BPJS Unit Kota Pekanbaru. Kota
55
Pekanbaru adalah ibu kota dan kota terbesar di Provinsi Pekanbaru. Kota ini
sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi.105
Khairul Nasir, SpOG yang bergabung dengan Apotek Bertuah pada tahun 2002,
kemudian pada tahun 2006 telah dijadikan Klinik Syafira yang kemudian
berkembang cukup pesat pada tahun 2009 menjadi rumah sakit. Sampai saat ini, RS
Syafira mempunyai 11 lantai dengan total 184 kamar rawat inap, UGD 24 Jam, serta
D. Subjek Penelitian.
jenis, yakni responden dan narasumber. Penelitian ini menggunakan responden tanpa
berkaitan dengan permasalahan karena status, kewenangan atau jabatannya tetapi dia
informasi atau data karena ia langsung mengalami suatu peristiwa atau sebagai
104
Profil daerah kabupaten dan kota. Penerbit Buku Kompas. 2001. ISBN 979-709-054-X.
105
Darmawati, (2008), Determinasi Registrasi Penduduk di Kota Pekanbaru, Teroka Pekanbaru, Vol.
VIII, No. 2, hlm. 61-71.
106
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
107
Sulastriyono, 2014, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum – Program Sarjana Mata Kuliah
Wajib, Bahan Kuliah, Rencana Program Kegiatan dan Pembelajaran Semester dan BahanAjar,
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 30.
56
pelaku peristiwa hukum terkait.108 Pada penelitian ini pemilihan responden dilakukan
harus diawasi dengan kepatuhan pada suatu peraturan dan adanya peran pengawas
internal. Berdasarkan teori ini, maka peneliti memilih salah satu RS yang dianggap
pengawas internal dan juga terdapat kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku agar
Pewawancara dengan kata lain pencari informasi adalah orang yang melakukan
terdiri dari:
a. Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru yang
a. Penelitian Kepustakaan.
merupakan sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan berbentuk
108
Ibid.
109
Ibid.
110
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 93
57
Peraturan Menteri atau surat-surat lain yang berkaitan dengan pencegahan fraud oleh
maupun literatur yang berkaitan dengan topik dan permasalahan berupa buku, jurnal,
artikel, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan-
b. Wawancara/ Interview.
Peneliti berperan sebagai pencari informasi atau pewawancara dan yang berperan
111
Amiryudin dan Zainal Asikin, Op.Cit, hlm.8
112
Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta
hlm. 25
113
Ibid.
58
sebagai responden adalah staf struktural yang mewakili dari rumah sakit yang dipilih
pertanyaan terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan
yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata, dan tujuan
kualitatif, analisiss kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis dan lisan dan juga
perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Selanjutnya, hasil penelitian akan ditarik kesimpulan dengan analis induktif yaitu
merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya
114
Soerjono Soekanto,1984, Op.Cit. hlm. 12
115
Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta
hlm. 25
59
pikir secara optimal.116 Miles and Huberman mengemukakan hal-hal yang terdapat
dalam analisiss kualitatif. Analisiss tersebut terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh
116
Soerjono Soekanto,1984, Op.Cit. hlm. 13
117
Miles and Huberman, 1992, Complementary Methodds for Research in Education Change, ARA,
Washington, hlm. 22
60
jaminan kesehatan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang mempunyai keterkaitan
antara bab yang satu dengan yang lainnya. Sistem penulisan tesis ini akan dijabarkan
sebagai berikut:
61
Bab II adalah Tinjauan Pustaka, yang berisi tentang Tinjauan umum tentang
fraud dan isu terkait, Tinjauan umum tentang fraud dalam pelayanan kesehatan
pelayanan kesehatan, serta peraturan terkait fraud, pencegahan fraud dan sistem JKN.
Bab III adalah Metode Penelitian terkait fraud dalam pelaksanaan pemberian
pelayanan kesehatan dan penanganan serta pencegahan terkait isu fraud yang ada di
daerah yang penulis teliti; terdapat penguraian dan analisis lanjut terhadap tindakan
yang dapat dilakukan di masa mendatang dan penguraian dari pengaturan terkait
fraud yaitu pencegahan fraud oleh FKRTL di Pekanbaru dalam sistem JKN.
Bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan hasil penelitian
dilapangan dan pengaturan yang ada secara normatif. Pembahasan berisi upaya
Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Bab ini berisi
kesimpulan dari hasil penelitian lapangan dan hasil penelitian yang dilakukan peneliti
dan juga saran yang berkaitan dengan analisiss dan optimalisasi sistem pencegahan
62
fraud terhadap sistem JKN pada FKRTL di Pekanbaru berdasarkan yang telah
H. Keterbatasan Penelitian.
Keterbatasan penelitian ini dapat dilihat melalui tahapan awal penelitian terkait
dengan permintaan izin dan proses permintaan dinas kesehatan Kota Pekanbaru.
Permintaan izin penelitian tidak ditindaklanjuti dan direspon dengan baik oleh pihak
dinas Kota Pekanbaru. Hal ini tentunya memberikan dampak yang sangat besar bagi
kelancaran penelitian ini khususnya dalam informasi terkait dengan pencegahan fraud
pada tingkat FKRTL dalam sistem JKN yang meliputi kinerja, upaya pencegahan
yang sudah dilakukan, upaya pencegahan akan dilakukan, dan juga bagaimana terkait
dengan peraturan yang mengaturnya. Keterbatasan yang timbul berdasarkan hal ini,
yaitu:
1. Dinas kesehatan Kota Pekanbaru tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan
terkait dengan upaya pencegahan fraud pada FKRTL yang ada di Pekanbaru.
Hal ini dapat dilihat melalui tidak adanya tindak lanjut terhadap pelaporan
I. Solusi.
Terhadap keterbatasan penelitian di atas maka terdapat beberapa solusi yang
FKRTL yang dilakukan oleh dinas Kota Pekanbaru berdasarkan website dinas
BAB IV
Nasional banyak dimanfaatkan sebagai celah untuk melakukan fraud.118 Pasal 1 ayat
(1) Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 telah memberikan definisi fraud sebagai
berikut; “fraud adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan
Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.”
terkait dengan sistem pencegahan fraud dengan tujuan menekan angka fraud yang
terjadi dalam sektor kesehatan. Pencegahan fraud khususnya dalam bidang kesehatan
telah diatur melalui terbitnya Permenkes No. 16 Tahun 2019. Permenkes ini
mengatur terkait dengan definisi fraud dan bagaimana pencegahan serta sistem
pencegahan fraud yang baik yang dapat dilakukan oleh sektor-sektor kesehatan yang
meliputi BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Fasilitas Kesehatan. Permenkes ini
dibuat dengan harapan dapat menekan jumlah fraud yang terjadi pada bidang
118
Thanasak Ruankew, “The Fraud Facors”, International Jurnal of Management and Administrative
Science (IJMAS), Vol. 2, No. 2. 2013
65
dimungkinkan adanya kenaikan jumlah angka fraud yang dapat dilakukan oleh pihak
Pekanbaru, juga turut melakukan implementasi upaya pencegahan fraud oleh FKRTL
dalam sistem JKN. Upaya ini dapat dilihat melalui adanya kerja sama oleh BPJS unit
Kota Pekanbaru dengan Rumah Sakit yang ada di Kota Pekanbaru. Berdasarkan dari
hasil wawancara yang didapatkan oleh peneliti dengan Pihak BPJS Unit Pekanbaru,
per Desember 2019 jumlah FKRTL yang terdaftar telah melakukan kerja sama
dengan pihak BPJS Unit Pekanbaru telah berjumlah 28 rumah sakit dan 4 klinik
utama.119 Rumah sakit itu terdiri dari rumah sakit milik pemerintah, rumah sakit
swasta, dan rumah sakit milik kelembagaan baik Kepolisian maupun TNI.
2019 memaparkan bahwa terdapat beberapa jenis fraud yang dapat berpotensi terjadi
119
Hasil wawancara penulis dengan Darmayanti Utami sebagai Kepala Bidang Jaminan Manfaat
Rujukan BPJS Pekanbaru, di Pekanbaru, pada tanggal 27 Desember 2019
120
Lampiran Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan, penanganan, dan pengenaan
sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, pedoman pencegahan, penanganan, dan
pengenaan sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, hlm. 17
66
2. Penjiblakan klaim dari pasien lain (cloning), Penjiplakan klaim dari pasien
lain (cloning) merupakan klaim yang dibuat dengan cara menyalin dari klaim
pasien lain yang sudah ada, seperti: menyalin (copy paste) seluruh atau
3. Klaim palsu (Phantom billing) merupakan klaim atas layanan yang tidak
merupakan klaim atas biaya obat dan/atau alat kesehatan yang lebih besar dari
5. pemecahan episode pelayanan sesuai dengan indikasi medis tetapi tidak sesuai
8. Tagihan atau klaim berulang (repeat billing) merupakan klaim yang diulang
atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar akibat perubahan lama hari
sesuai.
11. Menagihkan tindakan yang tidak dilakukan merupakan klaim atas diagnosis
12. Melakukan tindakan pengobatan yang tidak sesuai dengan indikasi medis
merupakan klaim atas tindakan pengobatan yang tidak sesuai dengan indikasi
medis.
13. Admisi yang berulang (readmisi) merupakan klaim atas diagnosis dan/atau
tindakan dari satu episode yang dirawat atau diklaim lebih dari satu kali
seolah-olah lebih dari satu episode, seperti pasien rawat inap dipulangkan
14. Menarik biaya dari Peserta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
15. Memberi dan/atau menerima suap dan/atau imbalan terkait dengan Jaminan
Kesehatan; dan
16. Memalsukan Surat Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Surat Izin Operasional
Fasilitas Kesehatan.
68
Fraud pada FKRTL terjadi karena adanya berbagai faktor pendorong dan latar
fraud.121 Berikut beberapa faktor yang menjadi faktor pendorong terjadinya fraud,
yaitu;122
berpengaruh pada gaji dan anggaran pada masing- masing bidang di RS. RS
menerima pembayaran dalam tarif paket INA-CBG’s di mana mau atau tidak
RS harus melakukan upaya efisiensi agar tidak merugi baik dalam artian
121
Merita Arini, MMR, 2014, Fraud Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam Era BPJS, MARS,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 14
122
Hanevi Djasri Pemateri, Konsultan Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. 6, No. 4, Desember 2014,
PKMK UGM
69
(Fornas) maupun obat bukan Fornas, bahan dan alat medis habis pakai,
buat BPJS Kesehatan untuk membayar biaya tersebut. Hal ini menyebabkan
RS harus pandai membagi satuan paket yang sudah tercantum dalam modul
INA CBGs tersebut, sehingga tidak jarang rumah sakit yang merugi karena
paket yang sudah all-in tersebut. Presepsi inilah yang menyebabkan fraud
terjadi karena RS merasa kurang tercukupi oleh pembiayaan yang ada di INA
CBGs tersebut.
diatur di dalam Permenkes Nomor 16 Tahun 2019. Secara umum, tujuan pencegahan
penjatuhan sanksi (civil action),123 yang masing-masing telah diuraikan oleh peneliti
kepada BPJS Kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan FKRTL yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan harus membangun sistem pencegahan fraud melalui:
biaya, dan
2. BPJS Kesehatan
Pada ayat (3) Permenkes No. 16 Tahun 2019 dijelaskan bahwa, Pembentukan
tim pencegahan fraud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d bertugas:
123
Bab III Lembaran Penjelasan Permenkes No. 16 tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Pengenaan
Sanksi Administrasi Terhadap Fraud dalam Program JKN
124
Lampiran Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan, penanganan, dan pengenaan
sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, pedoman pencegahan, penanganan, dan
pengenaan sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, hlm. 22
71
dan biaya
5. Pelaporan.
Sedangkan terkait dengan sistem pencegahan fraud secara lebih lanjut dapat
antara lain:
125
Lampiran Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan, penanganan, dan pengenaan
sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, pedoman pencegahan, penanganan, dan
pengenaan sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, hlm. 22
72
yang positif.
a. Pembentukan tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari tim
Pada penelitian ini, peneliti telah memilih salah satu Rumah Sakit Swasta di
Pekanbaru yaitu adalah RS Syafira yang telah melakukan kerja sama dengan pihak
fraud oleh FKRTL yang dalam penelitian ini adalah RS Syafira sebagai FKRTL di
penetapan kewenangan dan uraian tugas tenaga kesehatan dan nonkesehatan serta
73
hasil wawancara peneliti dengan Tim Anti Fraud RS Syafira yang menyatakan,
regulasi dan penguraian tugas pokok, fungsi serta kewenangan dari Tim Anti Fraud
sendiri.127
dan Clinical Pathway128 yang dapat mencegah potensi fraud, memiliki Clinical
Pathway untuk 5 area prioritas yaitu appendisit sectio caesaria129, demam berdarah
dengue, Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) dan stroke non haemorrhagis. Kasus bedah
merupakan kasus yang terbanyak dilayani dan menyerap dana terbesar dalam
pelayanan pasien rawat inap peserta BPJS Kesehatan yaitu sebesar 39,09% dari total
pendapatan rawat inap pasien BPJS Kesehatan.130 Pembuatan SOP klinis sendiri
126
Lampiran Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan, penanganan, dan pengenaan
sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, pedoman pencegahan, penanganan, dan
pengenaan sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, hlm. 28
127
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
128
Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan
kesehatan termasuk hasil yang diharapkan (lihat Puti Aulia Rahma, 2013, MPH dalam majalah Dental
& Dental edisi Januari-Februari 2013)
129
appendisit sectio caesaria adalah suatu tindakan pengangkatan usus buntu akut akibat adanya iritasi
di usus dengan cara melakukan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (lihat Prawirohardjo,
2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta)
130
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
74
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui clinical pathways sebagai salah
yang didasarkan atas praktik yang terbaik (best practice) dan mengurangi
variasi pelayanan yang tidak perlu. Oleh karena itu bila dikaitkan dengan
JKN, akan menutup celah adanya manipulasi ataupun bentuk fraud lainnya.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b UU No. 44
pelayanan rumah sakit. Selain itu, setiap tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
asuhan medis dalam konteks ini erat hubungannya dengan kewajiban rumah
sakit yang telah ditetapkan dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a dan huruf l UU
131
Suharjo B. Cahyono, Op Cit. P. 311
75
yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat (pasien) dan
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien. Selain itu, informasi yang diberikan oleh rumah sakit juga
sekurang-kurangnya mencakup:
kepada pasien, sebelum tenaga medis melakukan tindakan. Hal ini perlu disampaikan
agar pasien atau keluarganya dapat mempersiapkan diri apabila ada beberapa
dalam dalam pemberian pelayanan medis tidak boleh kurang maupun lebih
dari standar pelayanan kesehatan. Bahkan menurut ketentuan Pasal 17 ayat (4)
132
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira
Pekanbaru, pada tanggal 28 Desember 2019
76
dokter.
lebih efektif.
Clinical pathway dalam hal ini berfungsi sebagai salah satu pedoman klinis
yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat dalam lingkungan RS yang bersifat
klinis (dalam penyakit tertentu) sehingga berbeda dengan Permenkes yang mengatur
menerapkan prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance). Pada Pasal
16 Permenkes 36 Tahun 2015 terdapat 5 (lima) prinsip dasar yang dapat diterapkan
sebagai tolak ukur pengembangan budaya anti fraud, yaitu; independecy fairness,
77
belum berjalan. Masih terdapat bias yaitu terkait dengan apakah dalam bentuk
pertemuan evaluasi pelaksaan secara rutin, atau terdapat salah satu pihak
media yang berperan aktif dalam menyalurkan informasi setiap unsur yang
ada dalam kelompok anti fraud, terkait aktifitas apa yang telah atau yang
133
Pasal 16 Permenkes Nomo 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud Dalam Program
Pelaksanaan JKN Pada Sistem Jaminan Nasional.
134
Kaihatsu S, “Good Coorporate Governance dan penerapannya di Indonesia”. Jurnal manajemen
dan kewirausahaan, jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra, Vol. 8
No. 1, Maret 2006; 1-9 hlm. 3.
135
Pasal 16 ayat (2) Permenkes Nomo 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud Dalam Program
Pelaksanaan JKN Pada Sistem Jaminan Nasional.
136
Pasal 16 ayat (3) Permenkes Nomo 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud Dalam Program
Pelaksanaan JKN Pada Sistem Jaminan Nasional.
78
formal telah tertuang dalam kode etik dan standar perilaku pegawai. Kode etik
dan standar perilaku pegawai FKRTL dan mengedukasi budaya anti fraud
kepada jajaran profesi, staff dan kayawan di FKRTL. Hal ini diwujudkan oleh
tim SPI Anti Fraud RS Syafira dengan cara penetapan kode etik profesi pada
ada karyawan yang melalukan pelanggaran kode etik akan dikenakan sanksi
bagi pelanggar sesuai dengan kode etiknya. Selain kode etik bagi profesi
tertentu RS ini juga mempunyai aturan standar perilaku bagi karyawan yang
pemberitahuan saat awal penerimaan kerja bagi setiap karyawan yang baru
diterima sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengetahui aturan perilaku di
RS tersebut. Salah satu Pasal dari aturan perilaku tersebut adalah Pasal 4 pada
jujur dan tidak melakukan hal yang dapat merugikan orang lain terutama
kode etik serta aturan berperilaku tersebut dapat mengurangi terjadinya fraud
sehingga hal ini dapat digolongkan menjadi sebuah implementasi dari upaya
Permenkes Nomor 16 Tahun 2019, akan tetapi masih perlu dikaji kembali
pihak manapun yang tidak sesuai dengan prinsip organisasi yang sehat dalam
sakit telah membentuk komisi etik yang juga terdapat dalam kelompok
kerja sebagaimana dalam Permenkes No 16 Pasal 3 ayat (1) huruf c dan dalam
SK Direktur pada bagian b yaitu; “Menjaga integritas rumah sakit dan tenaga
137
Pasal 16 ayat (3) Permenkes Nomo 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud Dalam Program
Pelaksanaan JKN Pada Sistem Jaminan Nasional.
138
Pasal 16 ayat (4) Permenkes Nomo 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud Dalam Program
Pelaksanaan JKN Pada Sistem Jaminan Nasional.
80
dan arahan. Hal ini belum dapat terwujud karena pertemuan yang dilakukan
5. Fairness (kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi
apa yang menjadi harapan pada setiap Tim pencegahan fraud dapat
dapat dijalankan dengan baik. edukasi budaya anti fraud serta sosialisasi anti
fraud yang dilaksanakan rutin bekerja sama dengan pihak BPJS Unit
Pekanbaru. Sosialisasi dan pengenalan budaya anti fraud ini dilakukan rutin
sejak September 2019 setiap 2 bulan sekali pada hari jum’at akhir bulan di RS
oleh setiap pegawai RS Syafira tergantung pada jadwal jaga dan hari kerjanya.
Narasumber dari kegiatan ini biasanya merupakan tim dari BPJS Unit Kota
maupun Provinsi. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya dari RS Syafira
139
Pasal 16 ayat (5) Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud Dalam Program
Pelaksanaan JKN Pada Sistem Jaminan Nasional.
81
menerapkan pencegahan poin ini melalui adanya pembentukan Tim Kendali Mutu
dan Kendali Biaya yang selanjutnya disingkat dengan Tim KMKB. 140 Pada Pasal 4
Peraturan BPJS No. 8 Tahun 2016 Tentang Kendali Mutu dan Biaya pada Program
Penyelenggaraan JKN dapat dilihat bahwa Tim KMKB ini terbagi 2, yaitu; 141
1. Tim Koordinasi
2. Tim Teknis
Tim KMKB koordinasi adalah tim yang terdiri dari organisasi profesi, pakar
klinis, dan akademisi.142 Sedangkan Tim KMKB Teknis merupakan tim yang terdiri
dari unsur klinisi yang merupakan komite medis rumah sakit yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.143 Dalam hal ini, Tim KMKB yang terdapat di RS Syafira
merupakan Tim KMKB Teknis yang dibentuk bersama dengan BPJS Kesehatan yang
BPJS Kesehatan Unit Pekanbaru dan Provinsi yang selanjutnya akan ditetapkan
melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan Tingkat Pusat. Masa kerja Tim
140
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
141
Pasal 4 ayat (2) Peraturan BPJS No. 8 Tahun 2016 Tentang Kendali Mutu dan Biaya pada Program
Penyelenggaraan JKN
142
Pasal 5 ayat (1) Peraturan BPJS No. 8 Tahun 2016 Tentang Kendali Mutu dan Biaya pada Program
Penyelenggaraan JKN
143
Pasal 5 ayat (2) Peraturan BPJS No. 8 Tahun 2016 Tentang Kendali Mutu dan Biaya pada Program
Penyelenggaraan JKN
82
KMKB di RS Syafira adalah selama 2 tahun sejak ditetapkan oleh Surat Keputusan
Tugas dan tanggung Jawab dari Tim KMKB Teknis terdapat di dalam Pasal
12 Peraturan BPJS No. 8 Tahun 2016 Tentang Kendali Mutu dan Biaya pada
lanjutan;
Kesehatan dengan FKRTL dalam hal penerapan mutu pelayanan medis; dan
bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala melalui
144
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
83
pelaksanaan pencegahan fraud sesuai Permenkes No 16 Tahun 2019 poin 3 ini dirasa
sudah diterapkan dengan baik hal ini dinilai oleh peneliti melalui adanya hasil audit
medis dan evaluasi yang dilakukan terhadap permaslahan medis berdasarkan hasil
wawancara dengan Nur Candra.145 Selain itu, Tim KMKB di RS Syafira juga
mengadakan pertemuan terkait pembahasan mengenai pencegahan dan hal lain yang
Pertemuan ini dilaksanakan setiap pertengahan tahun dan pada akhir tahun. selain
pertemuan yang terstuktur ini biasanya dalam kondisi tertentu Tim ini dapat
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka pelaksanaan dari poin 3 ini sudah
terlaksana dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan dengan Permenkes.
Penjelasan terkait definisi Tim pencegahan fraud terdapat di dalam Pasal 18 ayat (1)
Permenkes No. 36 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa Tim pencegahan fraud JKN
di FKRTL terdiri atas unsur satuan pemeriksaan internal, komite medik, perekam
medis, Koder, dan unsur lain yang terkait. Pada ayat (2) diterangkan terkait dengan
tugas dari Tim Pencegahan tingkat FKRTL itu sendiri yang meliputi:
145Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira
Pekanbaru, pada tanggal 28 Desember 2019
84
3. mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola klinik yang
baik;
7. pelaporan
hasil wawancara dengan Nur Candra, bahwa upaya pencegahan untuk memenuhi
Permenkes ini diwujudkan dengan adanya pertemuan rutin yang dijalankan terkait
dengan pendeteksian dini dari RS. Pertemuan ini diadakan secara berkala yaitu 1
bulan sekali dengan pihak internal. Mekanisme adalah dengan penjabaran kegiatan
146
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
85
pencegahan yang harus di dalam Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 terkait dengan
dalam Permenkes tersebut, RS Syafira yang menjadi responden dalam penelitian ini
peneliti pada hasil penelitian di atas. Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa RS
pencegahan seperti apa yang dimaksudnkan oleh Permenkes No 16 Tahun 2019 pada
tingkat FKRTL.
diterapkan oleh RS Syafira menurut Permenkes No. 16 Tahun 2019 terdapat beberapa
hambatan yang menjadi alasan belum optimalnya sistem pencegahan fraud pada
FKRTL ini dilakukan. Dalam menerapkan sistem pencegahan fraud, Nur Candra
147
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
86
Hambatan ini timbul akibat adanya perbedaan yang dimaksudkan oleh Peraturan
1. Persamaan tugas dan kewenangan serta fungsi dari SPI dan Tim Pencegahan
fraud masih belum optimal pada pembagian tugas dan kewenangannya. Hal
FKRTL, termasuk RS Syafira. Perbedaan ini jelas terlihat yaitu melihat pada
Pasal 19 Permenkes No. 36 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa dalam hal
FKRTL belum memiliki tim pencegahan fraud JKN, maka pencegahan fraud
dapat dilakukan oleh tim pencegahan fraud JKN di FKTP yang dibentuk oleh
148
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
87
bagi salah satu syarat yang diajukan oleh BPJS Kota Pekanbaru yang mana
dinyatakan oleh Darmayanti Utami bahwa salah satu syarat FKRTL yang
dapat menjalin kerjasama dengan Pihak BPJS Unit Kota adalah menyetujui
dan mempunyai Tim Pencegahan fraud yang bekerja sama dengan BPJS Unit
pembentukan tim pencegahan fraud di FKRTL ini merupakan hal yang baru
pencegahan fraud ini dapat dilihat dari hasil wawancara oleh Nur Candra
yang menyatakan bahwa adanya kesamaan fungsi antara tim SPI dan Tim
pembahasan sebelumnya.150
Kota. Sosialisasi ini diharapkan agar terjalin kerjasama yang efektif antara RS
menyatakan bahwa, peran dinas sangat penting dalam hal pencegahan. Akan
tetapi, sangat disayangkan terkait dengan Permenkes No. 16 Tahun 2019 ini
149
Hasil wawancara penulis dengan Darmayanti Utami sebagai Kepala Bidang Jaminan Manfaat
Rujukan BPJS Pekanbaru, di Pekanbaru, pada tanggal 27 Desember 2019
150 Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira
fraud yang dalam hal ini berperan penting sebagai alat untuk melakukan
pencegahan.151 Hal ini juga diungkapkan serupa oleh pihak BPJS Unit
pengetahuan koder, dokter dan petugas lain terkait dengan klaim dalam
Pekanbaru.152
yang timbul dalam melakukan upaya pencegahan fraud pada tingkat FKRTL
dari tim pencegahan fraud yang diamanatkan oleh Permenkes No. 16 Tahun 2019
sehingga terjadi bentrok kewenangan dan fungsi dalam penerapan pencegahan serta
berpengaruh pada kinerja dari tim pencegahan fraud sendiri. Hambatan lain ini juga
timbul dari pihak Dinas Kesehatan yang kurang optimal dalam melakukan sosialisasi
terkait dengan konsep pencegahan fraud itu sendiri, khususnya konsep dan sistem
pencegahan seperti yang telah disusun di dalam Permenkes No. 16 Tahun 2019
151
Hasil wawancara penulis dengan Nur Candra sebagai SPI Tim Anti Fraud di RS Syafira Pekanbaru,
pada tanggal 28 Desember 2019
152
Hasil wawancara penulis dengan Darmayanti Utami sebagai Kepala Bidang Jaminan Manfaat
Rujukan BPJS Pekanbaru, di Pekanbaru, pada tanggal 27 Desember 2019
89
sehingga para FKRTL yang ada di Pekanbaru khususnya RS Syafira merasa kurang
antar satu dengan yang lainnya. Kesinambungan ini dapat dilihat melalui hambatan
pertama terkait dengan persamaan tugas dan fungsi serta kewenangan SPI dan Tim
pencegahan fraud pada dasarnya dapat dibedakan dengan jelas terkait tugas peran
fungsi dan kewenangan dari masing-masing tim apabila ada sosialisasi yang tepat
oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. Sosialisasi ini diharapkan juga dapat
memberikan pengetahuan tambahan bagi tim pencegahan fraud yang ada dimasing-
masing FKRTL terkait dengan kedudukannya. Selain itu, Dinas Kota Pekanabru
dapat menjadi wadah bagi tim-tim tersebut untuk melakukan pembedahan dan
analisiss lebih lanjut dalam menerapkan sistem pencegahan yang baik dan benar
seperti yang diamanatkan Permenkes No.16 Tahun 2019 agar tidak terjadinya
pencegahan fraud.
Dalam hal ini, Dinas Pekanbaru juga seharusnya turut mendukung upaya
2019 yaitu;153
153 Lampiran Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan, penanganan, dan pengenaan
sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, pedoman pencegahan, penanganan, dan
pengenaan sanksi administrasi terhadap fraud pada sistem JKN, hlm. 34
90
melakukan upaya pencegahan fraud secara optimal sehingga masih perlu adanya
nantinya juga akan berdampak pada upaya pencegahan fraud di FKRTL Kota
Pekanbaru.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
FKRTL.
Sebagai Bagian Dari FKRTL di Pekanbaru Pada Sistem JKN. Hambatan yang
Fraud
B. Saran.
2019.yfjjhfkjhffhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdulkadir Muhammad, 2014, Hukum dan Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Cira
Aditya Bakti
Amin Widjaja Tunggal, 2013. Corporate Fraud dan Internal Control. Edisi Keempat.
Harvarindo. Jakarta
Amiryudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Andre Ata Ujan, 2009, Membangun Hukum, Membela Keadilan Filsafat Hukum,
Yogyakarta, Kanisius
Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Prestasi
Pustaka Publisher, Jakarta
Asih Eka Putri, 2014, Paham JKN Jaminan Kesehatan Nasional, Jakarta, CV
Komunitas Pejaten Mediatama
95
96
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir, 1998, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan,
EGC, Medan
Karyono, 2013, Forensic Fraud, CV. ANDI OFFSET (Penerbit Andi), Yogyakarta
Lexy J., Moleong. 2010, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya,
Bandung
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta
Soesi Moeimam dan Hein Steinhauer, 2014, Kamus Belanda Indonesia, Cetakan
ketiga, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
97
Sudarmo, Suwardi, 2008, Buku Panduan Fraud Editing Ed.5, Pusat Pelatihan dan
Pendidikan BPKP, Jakarta
Sulastomo, 2008, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Titik Triwulan, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, PT. Prestasi Pustakaraya,
Jakarta
Wim De Jong et al, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, EGC, Jakarta
B. JURNAL
Afnita, M, Muis, M dan Umar, Fauziah, 2014, Pengaruh Budaya Organisasi dan
Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan di BPJS Ketenagakerjaan Kantor
Pusat, Jurnal Analisiss, Vol.3 No.2, Desember 2014
Amin Widjaja Tunggal, Internal Auditing, Edisi Lima, BPFE, Yogyakarta, Februari
2005
B. coffin, “Breaking the silence on white collar Crime”., Risk Management, Vol. 40
August, 2008
98
Hanevi Djasri Pemateri, Konsultan Mutu Pelayanan Kesehatan. PKMK UGM, 2014
Hanevi Djasri, Puti Aulia Rahma dan Eva Tirtabayu Hasri, 2015, Korupsi Dalam
Pelayanan di Era Jaminan Kesehatan Nasional; Kajian Besarnya Potensi
dan Sistem Pengendalian Fraud, Pusat Kajian dan Manajemen Kesehatan,
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Vol.3, No. 2, Mei 2015
Hartati Sri Tatik, Pencegahan Fraud dalam Pelaksanaan Program JKN pada SJSN di
RSUD Menggala, Tulang Bawang, Fakultas Hukum, Vol. 10, Issue 4, 2016
Lindbeck, A, “Full Employment and the Welfare State,” Seminar Papers 617,
Stockholm University, Institute for International Economic Studies, 1997
Payne, E. A., dan R. J. Ramsay, Fraud Risk assessments and Auditor’s Professional
Skepticism. Managerial Auditing Journal, 2005
Puti Aulia Rahma, MPH dalam majalah Dental&Dental edisi Januari-Februari 2013
C. TUGAS AKHIR
Ali akbar, 2019, Analisiss Pengendalian Potensi Fraud di Rumah Sakit Umum
Daerah Achmad Moechtar Bukittinggi, Tesis, FK UNAND, Universitas
Andalas, Padang
Ani Zuraida, 2017, “Pelaksanaan Pemenuhan Surat Kredensialing dan Akreditasi
Puskesmas dan Rumah Sakit UMum Daerah Berdasarkan Peraturan
Menteri Nomor 71 Tahun 2003 tentang Pelayanan Kesehatan Pada
100
Gustiandi Purtrade Ade, 2014, Evaluasi Program JKN di Kota Pekanbaru Anggaran
Tahun 2014-2015, Tesis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Diponogoro, Semarang
Hanevi Djasri, Puti Aulia Rahma dan Eva Tirtabayu Hasri, 2015, Korupsi Dalam
Pelayanan di Era Jaminan Kesehatan Nasional; Kajian Besarnya Potensi
dan Sistem Pengendalian Fraud, Tesis, Pusat Kajian dan Manajemen
Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Merita Arini, MMR, 2014, Fraud Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam Era BPJS,
MARS, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta
Muhammad Arif Rahman, Kedudukan dan Kewenangan Tim Anti Fraud sebagai
Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tentang Sistem
Pencegahan Fraud Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut di
RSUP Dr Sardjito, Tesis, Magister Hukum Kesehatan UGM, UGM,
Yogyakarta
Nur Ighwa Sari, 2017, Evaluasi Terhadap Upaya Pencegahan Terjadinya Fraud
Pada Program JKN di RSPAU Hardjolukito Yogyakarta Berdasarkan
Permenkes No. 36 Tahun 2015, Tesis, Magister Hukum Kesehatan, Fakultas
Hukum UGM, UGM, Yogyakarta
Rio Sempana Karo, 2015, Pengaruh Audit Internal dan Pengendalian Intern
terhadap Pencegahan Kecurangan pada Pemerintahan Kab. Bandung,
Tesis, Universitas Komputer Indonesia, Bandung
Rizal Fahmi Maulana, 2018, Pengaruh Risk Based Internal Auditing terhadap
Pencegahan Fraud pada PT Kereta Api Indonesia (Persero), Skripsi,
Universitas Pasundan, Bandung
D. INTERNET
BPJS Kesehatan 2017, Peserta program JKN per 6 January 2017, BPJS Indonesia,
Jakarta (https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/jumlahPeserta,
CPI,2018,https://www.transparency.org/files/content/pages/2018_CPI_Executive_Su
mmary.pdf
Hasbullah Thabrany,
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/babisejarahasuransi
kesehatanedited.pdf,
PDJS-Nasional, 2014,
https://djsn.go.id/storage/app/uploads/public/58c/892/540/58c89254049322
88886669.pdf,
Pramono Sari dan Raharja, 2012, “Peran Audit Internal Dalam Upaya Mewujudkan
Good Governance Corporate (GCG) pada Badan Layanan Umum (BLU) di
Indonesia”, http://multiaradigma.lecture.ub.ac.id/files/2014/0/SNA-15-
110.pdf, Simposium Nasional Akuntan. Universitas Lambung Mangkurat.
Sitohang Erikkson, “Prinsip Hukum Dalam Tata Kelola Rumah Sakit”, http://e-
journal.unair.ac.id/index.php/YDK/article/download/359/193, Yuridika,
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Mahendratta, Volume 29 No. 1.
104
Tatik Sri Hartati, Pencegahan Fraud dalam SJSN di RSUD Menggala Tulang
Bawang,
2017,https://www.researchgate.net/publication/317307783_PENCEGAHAN
_KECURANGAN_FRAUD_DALAM_PELAKSANAAN_PROGRAM_JAMIN
AN_KESEHATAN_PADA_SISTEM_JAMINAN_SOSIAL_KESEHATAN_SJS
N_Studi_di_Rumah_Sakit_Umum_Daerah_Menggala_Tulang_Bawang,
E. PERATURAN PERUNDANGAN
LAMPIRAN
107
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
RESPONDEN
A. Data Umum
1. Nama Responden :
2. Jabatan Responden :
3. Tempat wawancara :
4. Tanggal wawancara :
2019 tentang upaya penegahan dan penanganan serta pemberian sanksi Adm
Permenkes tersebut mengenai Fraud pada era JKN yang terjadi di RS?
3. Berdasarkan berbagai jenis fraud yang terjadi di lingkup RS, jenis kecurangan
mana yang paling berpotensial terjadi dalam ringkup FKTL? (dalam kurun
waktu tertentu)
4. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya fraud yang ada di RS?
penekanan angka fraud yang terjadi pada ruang lingkup FKTL khususnya
faktor lain)
mewujudkan JKN yang bersih dalam bidang pencegahan fraud dalam rangka
PEDOMAN WAWANCARA
RESPONDEN 2
BPJS PEKANBARU
1. Data Umum
2. Jabatan Narasumber :
3. Tempat wawancara :
4. Tanggal wawancara :
Pekanbaru
layanan kesehatan?
B. Bagaimana contoh fraud yang paling sering terjadi di Pekanbaru salah satu
Pekanbaru?
J. Masukan bagi Permenkes No16 Tahun 2019 atau peraturan lain terkait