Anda di halaman 1dari 81

Sebuah Cerita

Refleksi Akbar KM ITB 2021

oleh

Tim Mamet Refleksi Akbar KM ITB 2021

Indonesia
2021
KATA PENGANTAR
Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater

Merdeka!!

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya dokumen ini dapat diselesaikan,
atau lebihnya karena izin-Nya, negara dan kampus kita tercinta ini dapat terus hidup serta
menghasilkan pemikiran, karya, inovasi, dan mahasiswa yang terus memajukan peradaban
bangsa dan manusia. Saat ditulisnya dokumen ini, terhitung Institut Teknologi Bandung dan
bentuk terdahulunya sudah berdiri lebih dari satu abad. Dalam waktu yang lama ini,
tersimpanlah cerita-cerita dan tokoh besar mengenai kemahasiswaan. Tokoh dan cerita inilah
yang mengukir dan mengantarkan kampus serta negara ini untuk berada di posisinya saat ini.

“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!” Sebuah kutipan dari orasi kepresidenan terakhir
yang diberikan Presiden Pertama Indonesia, Dr. Ir. Soekarno. Seorang alumni dari kampus
tercinta, serta seorang founding father dari negara Indonesia. Orasi ini dilakukan saat
memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia ke-21. Intisari dari orasi ini adalah Soekarno
mengajak para pemuda untuk dapat berpikir seperti para pendahulu mereka, yaitu para pendiri
bangsa. Sejarah memberikan cerita, lalu cerita memberikan pelajaran.

Dengan membawa semangat yang sama, Tim Penyusun mempunyai tujuan untuk membuat
sebuah dokumen yang mengkurasi dan menjadi referensi utama sejarah kemahasiswaan di ITB.
Kumpulan cerita ini diharapkan akan menginspirasi siapa pun yang membaca dokumen ini
untuk melakukan perubahan untuk kemajuan. Jadikan cerita yang tertampung dalam dokumen
ini menjadi sumber refleksi, sehingga dapat dilakukan evaluasi.

Hal terakhir yang Tim Penyusun ingin sampaikan adalah kesadaran kami akan tidak
sempurnanya dokumen ini. Namun, karena keterbatasan waktu serta teknis pengerjaan (saat
penulisan dokumen ini dunia sedang dilanda pandemi COVID-19), dokumen inilah hasil
terbaik yang dapat kami susun. Kami sangat mendukung adanya dokumen susulan atau revisi
untuk menyempurnakan mimpi dari dokumen ini. Selain itu, kami juga mendukung untuk
menjadikan dokumen ini sebuah referensi ataupun ditulisnya pemikiran-pemikiran baru hasil
penurunan dari dokumen ini.

Indonesia, 20 Januari 2021


Tim Penyusun (Divisi Kajian Refleksi Akbar KM ITB 2021)
DAFTAR ISI

Bidang Sistem 1
1920 - 1930 1
1931 - 1940 2
1941 - 1950 2
1951 - 1960 3
1961 - 1970 5
1971 - 1980 6
1981 - 1990 7
1991 - 2000 7
2001 - 2010 15
2011 - 2020 18
Bidang Sosial Politik 23
1920 - 1930 25
1931 - 1940 23
1941 - 1950 23
1951 - 1960 25
1961 - 1970 25
1971 - 1980 36
1981 - 1990 36
1991 - 2000 36
2001 - 2010 36
2011 - 2020 36
Bidang Sosial Kemasyarakatan 43
1971 - 1980 43
1991 - 2000 43
2001 - 2010 44
2011 - 2020 45
Bidang Karya dan Inovasi 47
1961 - 1970 47
2001 - 2010 47
2011 - 2020 49
Bidang Kaderisasi 51
1920 - 1930 51
1931 - 1940 51
1941 - 1950 51
1951 - 1960 52
1961 - 1970 52
1971 - 1980 52
1981 - 1990 53
1991 - 2000 53
2001 - 2010 54
2011 - 2020 58
Bidang Kesejahteraan Mahasiswa 63
1951 - 1960 63
1961 - 1970 63
1971 - 1980 64
1991 - 2000 65
2001 - 2010 65
2011 - 2020 66
Bidang Budaya Kampus dan Cerita Lainnya 69
1961 - 1970 69
2001 - 2010 69
Bidang Multikampus 71
2012 71
2013 – 2018 72
2019 73
2020 73
Metode Analisis Sejarah

Pengkonsepsian dokumen ini ditujukan untuk menjadikan dokumen ini sebagai acuan referensi
yang akurat, terpercaya, dan terintegrasi untuk sejarah dari kemahasiswaan ITB.
Kemahasiswaan ITB lengkapnya merupakan cerita besar yang menyimpan banyak kisah,
peristiwa, dan tokoh yang sudah lama tertulis, bahkan lebih tua dibanding negeri ini.

Menyadari hal tersebut, tim penyusun memutuskan untuk merangkum cerita besar ini dengan
memandangnya melalui sebuah kacamata yang sama. Penyamaan arah pandang ini, selain
membantu penulisan dokumen, juga diharapkan dapat membantu pembaca untuk melihat
sejarah dari kemahasiswaan ITB dari aspek-aspek yang beragam.

Hal yang pertama dilakukan adalah menganggap kemahasiswaan ITB menjadi suatu bentuk
organisasi. Organisasi adalah suatu entitas sosial, terdiri dari kumpulan individu yang saling
berinteraksi dalam suatu sistem, mempunyai tujuan, dan berhubungan dengan lingkungan
eksternal (Daft, 2010). Tujuan dari anggapan ini adalah untuk memudahkan analisis. Selain
itu, anggapan ini tidak berartikan bahwa kemahasiswaan ITB dilakukan oleh satu pihak saja,
seperti Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB) dan Dewan Mahasiswa (DM) ITB (pada
masanya). Melainkan anggotanya adalah seluruh anggota KM ITB seperti yang dijelaskan pada
Konsepsi KM ITB.

Dimensi dari sebuah organisasi dapat dibagi menjadi dua yaitu, dimensi struktural dan
kontekstual. Dimensi struktural menggambarkan susunan internal dari sebuah organisasi,
sedangkan dimensi kontekstual menggambarkan keseluruhan dari organisasi. Dimensi
kontekstual bisa diibaratkan sebagai landasan penentuan struktur organisasi serta proses kerja
organisasi itu sendiri (Daft, 2010). Maka dari itu, untuk kebutuhan analisis ini hanya ditinjau
dari dimensi kontekstual organisasi saja. Berikut adalah tabel berisi penjelasan dari aspek
dimensi kontekstual.

Kelima aspek di atas menjadi landasan kajian dari tim penyusun untuk menentukan bidang
analisis kami dalam menyusun dokumen ini. Pertimbangan lain adalah hasil dari forum yang
dilakukan oleh tim formatur Refleksi Akbar KM ITB Forum tersebut menghasilkan 6 bidang

kajian yang perlu dikaji oleh tim penyusun. 6 bidang kajian tersebut meliputi,

● Sosial dan Politik


● Kemasyarakatan
● Kekaryaan
● Kaderisasi
● Sistem
● Interaksi Mahasiswa di Kampus

Kajian tim penyusun juga mempertimbangkan hal lain seperti sejarah kemahasiswaan ITB
(secara garis besar), kemahasiswaan multikampus, dan kondisi KM ITB saat ini (rincinya
adalah struktur kabinet KM ITB). Berdasarkan hasil kajian bersama, tim penyusun akan
menuliskan sejarah kemahasiswaan ITB dari 8 bidang aspek, yaitu sebagai berikut

1) Sistem
Menurut KBBI, sis·tem/ /sistém/ n, perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. Melihat perubahan dari bentuk kemahasiswaan ITB serta
unsur-unsurnya sepanjang waktu. Meliputi hal seperti perubahan bentuk LSM, pemilihan
umum, pembentukan dokumen, dan sebagainya.
2) Sosial dan Politik

Menurut KBBI, /so·si·al/ a berkenaan dengan masyarakat, serta /po·li·tik/ n segala urusan dan
tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap
negara lain. Gerakan - gerakan kemahasiswaan ITB ditujukan kepada lingkungannya.
Lingkungan yang dimaksud adalah pihak-pihak eksternal kampus seperti pemerintahan,
industri, dll. Peristiwa yang dimaksud contohnya pernyataan sikap, unjuk rasa, dan lain-lain

3) Sosial Kemasyarakatan :
Menurut KBBI, /ke·ma·sya·ra·kat·an/ n perihal (mengenai) masyarakat. Gerakan berkaitan
erat dengan kemasyarakatan. Merupakan bentuk nyata dari kepedulian mahasiswa sebagai
bagian dari masyarakat.
4) Karya dan Inovasi
Pembentukan sebuah karya dan inovasi, serta implementasinya.
5) Kaderisasi
Menurut KBBI, /ka·der/ n orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam
pemerintahan, partai, dan sebagainya. Bentuk dan upaya pendidikan mahasiswa kepada
mahasiswa lainnya. Identik dengan regenerasi dari mahasiswa.
6) Kesejahteraan Mahasiswa
Menurut KBBI, /ke·se·jah·te·ra·an/ n hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan,
ketenteraman. Tentang sarana dan prasarana penunjang kegiatan akademik maupun non-
akademik mahasiswa. Seperti biaya kuliah, ruang gerak kemahasiswaan, dan sebagainya
7) Multikampus
Menghimpun sejarah perintisan kemahasiswaan multikampus, serta berusaha mengkaji seluruh
masalah dan ketidaksempurnaan kemahasiswaan multikampus
8) Budaya Kampus dan Cerita Lainnya
Budaya-budaya unik mahasiswa ITB dan cerita lainnya yang tidak termasuk dari bidang-
bidang di atas.
Bidang Sistem
1920 - 1930

Sejarah lembaga sentral mahasiswa sebagai wadah gerakan kemahasiswaan mahasiswa Institut
Teknologi Bandung (ITB) dimulai pada tahun 1920-an setelah didirikannya Technische
Hoogeschool te Bandoeng (THB) sebagai perguruan tinggi teknik pertama di Hindia Belanda
pada tanggal 3 Juli 1920. Mahasiswa THB mengorganisasikan diri dalam suatu lembaga sentral
mahasiswa yang disebut dengan Bandoengsch Studenten Corps (BSC).

BSC didirikan pada tanggal 2 September 1920 sebagai lembaga sentral mahasiswa yang dapat
mewadahi kerja sama dan pemenuhan kebutuhan mahasiswa THB. BSC diketuai oleh seorang
Presiden. Penamaan BSC didasari oleh penamaan organisasi kemahasiswaan yang serupa di
Technische Hoogeschool Delft, yaitu Delft Studenten Corps (DSC). Lambang BSC adalah
Dewa Ganesa, yang merupakan Dewa pengetahuan, kecerdasan, kebijaksanaan, dan pelindung
terhadap segala bencana dalam ajaran Hindu, dan bermotto “Yasya Buddhir Balam Tasya”,
yang apabila diterjemahkan dari bahasa Sansekerta ke bahasa Indonesia berarti “Pengetahuan
adalah sumber kekuatan”. Keberadaan BSC sebagai lembaga sentral mahasiswa di THB diakui
oleh lembaga yang berwenang atas berjalannya pendidikan tinggi di THB pada saat itu, yaitu
Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Onderwijs in Nederlandsch-Indië
(KIHTONI/Institut Kerajaan bagi Pendidikan Teknik Tinggi di Hindia Belanda).

BSC pertama kali didirikan sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat terbuka, tidak
membedakan ideologi politik, perbedaan suku, agama, maupun bangsa, sehingga setiap
mahasiswa THB dapat menjadi anggota. Namun, karena dominasi mahasiswa Belanda, BSC
dan kegiatannya yang kebarat-baratan seringkali bertentangan dengan adat ketimuran. Karena
perbedaan budaya ini, mahasiswa Pribumi dan Tionghoa semakin pasif dalam mengikuti
kegiatan BSC. Mahasiswa Pribumi (dan beberapa mahasiswa Tionghoa yang bergabung)
kemudian membentuk perkumpulannya sendiri yang disebut dengan Indonesische Studenten
Vereniging (ISV, Perkumpulan Mahasiswa Indonesia).

Mahasiswa Tionghoa, yang juga mempunyai nasib yang serupa dengan mahasiswa Pribumi,
sering turut serta dalam kegiatan ISV. Selain itu, mahasiswa Tionghoa juga membentuk
perkumpulannya sendiri yang bernama Ta Hsioh Hsioh Sing Hui (Chinese Studenten
Vereniging, CSV, Perkumpulan Mahasiswa Tionghoa). Karena jumlah mahasiswa Pribumi dan
Tionghoa yang relatif sedikit, ISV dan CSV saat pertama kali didirikan bukan merupakan suatu

1
organisasi, melainkan hanya sebatas perkumpulan saja. Hal ini ditandai dengan tidak adanya
peraturan organisasi di ISV dan CSV pada masa ini.

1931 - 1940

Pada tahun ‘30-an, BSC sebagai organisasi kemahasiswaan untuk seluruh mahasiswa THB
dinyatakan telah gagal membaurkan mahasiswa-mahasiswa yang berbeda latar belakang,
sebagaimana dikatakan oleh Ketua Fakultas Teknik pada tahun 1934, Prof. Schoemaker. Oleh
karena itu, juga karena bertambahnya jumlah mahasiswa Tionghoa dan Pribumi, perkumpulan
CSV dan ISV ditingkatkan statusnya dengan diresmikan masing-masing pada tanggal 18
Desember 1931 dan 21 Desember 1935.

1941 - 1950

Hingga awal tahun 1940-an, BSC telah berkembang sedemikian sehingga bukan lagi menjadi
lembaga sentral mahasiswa yang merupakan organisasi mahasiswa intrakampus di THB, tetapi
menjadi organisasi mahasiswa ekstrakampus yang terbuka bagi seluruh mahasiswa yang ada
di Bandung. Kegiatan kemahasiswaan di BSC, ISV, dan CSV terus bergulir hingga penutupan
dan pengambilalihan THB oleh militer Hindia Belanda untuk dijadikan Algemeen
Hoofdkwartier van Oorlog (Markas Besar Kementerian Perang Hindia Belanda) pada bulan
Desember 1941. Kegiatan kemahasiswaan di ketiga organisasi itu pun terhenti, namun BSC
tidak mengalami pembubaran. Pascakemerdekaan, organisasi mahasiswa ekstrakampus BSC
mulai dibina kembali dan bertahan hingga sekarang dengan nama Corpus Studiosorum
Bandungense (CSB).

Sejak bulan Agustus 1945, pascakemerdekaan, THB yang sebelumnya dikuasai pihak Jepang
dengan nama Institute of Tropical Scientific Research (September 1942 - 1 April 1944) dan
Bandung Kogyo Daigaku (1 April 1944 - 27 Agustus 1945) kini dikuasai oleh pihak pemerintah
Republik Indonesia dengan nama Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung) setelah
dilakukannya timbang terima dari Jepang ke Pemerintah RI pada tanggal 27 Agustus 1945.
Walaupun proklamasi sudah dilakukan pada 17 Agustus 1945, perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan baru saja dimulai. Pihak sekutu, khususnya Inggris dan
Belanda, ingin mengembalikan kekuasaan Belanda atas Indonesia berupa Pemerintahan Sipil
Hindia Belanda (NICA).

Kekuasaan pemerintahan RI atas STT Bandung tidak bertahan lama. Pada awal tahun 1946,
NICA berhasil menguasai Bandung sehingga STT Bandung pun terpaksa dipindahkan ke

2
Yogyakarta dengan nama STT Bandung di Yogya pada tanggal 6 Januari 1946. Kemudian pada
tanggal 21 Januari 1946, NICA menjadikan Kampus Ganesha sebagai tempat berdirinya
Technische Faculteit, Nood-Universiteit van Nederlandsch Indië, atau Fakultas Teknik
Universitas Darurat Hindia Belanda. Setahun kemudian, pada tanggal 12 Maret 1947, Nood-
Universiteit berubah nama menjadi Universiteit van Indonesië dengan Faculteit van
Technische Wetenschap (Fakultas Teknik) yang berlokasi di Bandung sebagai satu dari
sembilan fakultas lainnya.

1951 - 1960

Setelah pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia, kuasa atas Universiteit van
Indonesie dialihkan kepada Pemerintah RI pada tanggal 2 Februari 1950 dan berganti nama
menjadi Universitas Indonesia (UI). Universitas Indonesia pada masa ini, layaknya Universiteit
van Indonesia, memiliki fakultas yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, yaitu Bandung,
Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Makassar. Gabungan fakultas yang berlokasi di Bandung
membentuk Universitas Indonesia Bandung (UI Bandung), yang terdiri dari Fakulteit
Pengetahuan Teknik (FT), Fakulteit Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), Balai Pendidikan
Universiter Guru Gambar (BPUG), serta beberapa lembaga pendidikan lainnya.

Dengan stabilnya kondisi negara, organisasi kemahasiswaan kembali menjamur. Beberapa


organisasi-organisasi kemahasiswaan yang berbasis jurusan atau kini secara kolektif dikenal
dengan istilah Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) mulai didirikan pada masa ini.

Untuk menyatukan gerakan kemahasiswaan UI Bandung, maka pada tanggal 20 Oktober 1952,
dibentuklah Dewan Mahasiswa UI Bandung (DMUIB) sebagai organisasi mahasiswa
intrakampus yang berfungsi sebagai lembaga sentral mahasiswa bagi seluruh mahasiswa UI
Bandung. Menurut statutanya, DMUIB bertujuan untuk: 1. menciptakan dan memelihara
hubungan baik dalam Universitas Indonesia, 2. ikut aktif dan berbagi tanggung jawab dalam
usaha untuk menjalankan fungsi Universitas Indonesia kepada masyarakat Indonesia, dan 3.
mewakili kepentingan mahasiswa secara umum. Ketua Umum DMUIB pertama adalah J.
Goeltom.

Pada 13 April 1954, dengan dua tahun berjalannya DMUIB, dibentuklah Senat Mahasiswa
Fakultas Teknik (SMFT) dan Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (SMFIPIA)
sebagai organisasi mahasiswa intrakampus tingkat fakultas dan berada di bawah DMUIB.
Masing-masing senat mahasiswa fakultas terdiri dari wakil-wakil HMJ yang ada di masing-
masing fakultas.

3
Pada tanggal 30-31 Juli 1955, diadakanlah konferensi anggota senat mahasiswa dari berbagai
fakultas, termasuk SMFT dan SMFIPIA. Konferensi tersebut diadakan akibat adanya
keresahan mahasiswa UI mengenai kurang tersentralisasinya gerakan kemahasiswaan
mahasiswa UI, serta ditambah dengan adanya upaya politisasi kampus oleh organisasi-
organisasi kemahasiswaan ekstrakampus yang merupakan onderbouw partai politiknya
masing-masing. Konferensi tersebut menghasilkan resolusi, antara lain, dibentuknya Keluarga
Mahasiswa Universitas Indonesia (KMUI) sebagai lembaga sentral mahasiswa di lingkungan
UI yang otonom dengan Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (DMUI) sebagai komite
kerjanya. Ketua Umum DMUI pertama adalah Emil Salim, yang berasal dari Fakultas Ekonomi
(FE) UI.

Dengan dibentuknya KMUI dengan DMUI sebagai komite kerjanya, maka DMUIB diubah
nama dan tujuannya menjadi Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Koordinator Bandung
(DMUIKB) dan bertujuan untuk mengkoordinasi mahasiswa di kampus UI Bandung.
DMUIKB diresmikan di Aula FTUIB (sekarang Aula Barat ITB) oleh Rektor UI, Prof. dr.
Bahder Djohan. Berbeda dengan DMUIB yang memiliki ketua umum dan bersifat otonom,
DMUIKB tidak memiliki ketua umum dan berada di bawah DMUI.

Pada tanggal 2 Maret 1959, FT dan FIPIA dipisahkan dari UI dan diresmikan menjadi Institut
Teknologi di Bandung dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959 Tentang
Pendirian Institut Teknologi. Pemisahan tersebut dilakukan atas dasar timbulnya kebutuhan
untuk mengadakan pusat penelitian yang secara khusus berfokus terhadap penelitian ilmu
teknik, ilmu pasti, ilmu alam, dan seni demi mengembangkan ilmu dan memajukan bangsa.
Saat diresmikan, Institut Teknologi Bandung (ITB) terdiri dari tiga departemen, yaitu
Departemen Ilmu Teknik, Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, serta Departemen Ilmu
Kimia dan Ilmu Hayati.

Dengan berdirinya ITB yang terpisah dari UI, maka bergulirlah isu pembentukan suatu
lembaga sentral mahasiswa di lingkungan ITB. Untuk mempersiapkan hal tersebut, maka
dibentuklah suatu presidium yang terdiri dari wakil-wakil senat mahasiswa departemen yang
ada saat itu (Senat Mahasiswa Departemen Ilmu Teknik, Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, serta Ilmu
Kimia dan Ilmu Hayati). Setelah timbul kesepakatan antara wakil-wakil senat mahasiswa
departemen yang ada di presidium tersebut, maka dibentuklah Dewan Mahasiswa ITB (DM
ITB) pada tanggal 29 November 1960 sebagai lembaga sentral mahasiswa di ITB dengan Piet
Corputty (TA) dan Udaya Hadibroto (EL) sebagai Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum DM

4
ITB pertama. Mukadimah anggaran dasar DM ITB disahkan kemudian pada tanggal 27
November 1961.

DM ITB adalah lembaga sentral mahasiswa ITB di tingkat kampus yang berprinsip Student
Government. DM ITB mempunyai badan kelengkapan berupa Sidang DM ITB yang terdiri dari
wakil-wakil HMJ sebagai badan legislatif dan Badan Pekerja DM ITB sebagai badan eksekutif.
Ketua Umum Badan Pekerja DM ITB dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Anggota
Sidang DM ITB. Di bawah DM ITB, terdapat Senat Mahasiswa Departemen sebagai organisasi
mahasiswa tingkat departemen dan HMJ sebagai organisasi mahasiswa tingkat jurusan.

1961 - 1970

Pada tanggal 25 s.d. 28 Juli 1966, pasca rangkaian peristiwa G30S/PKI, diadakan Musyawarah
Kerja Himpunan untuk memperbaiki dan menyempurnakan struktur DM ITB, yang dirasa
sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Hasil rangkaian musyawarah kerja
tersebut, antara lain, adalah dibentuknya Keluarga Mahasiswa ITB (KM-ITB) pada tanggal 12
November 1966 sebagai penyempurnaan dari DM ITB yang telah dibentuk pada tahun 1960
silam.

KM-ITB mempunyai lima badan kelengkapan, yaitu Majelis Permusyawaratan Mahasiswa


ITB (MPM ITB) sebagai lembaga legislatif dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupan kemahasiswaan berupa perwakilan mahasiswa, Dewan Mahasiswa ITB (DM ITB)
sebagai lembaga eksekutif tertinggi dalam kehidupan kemahasiswaan yang bertanggung jawab
kepada MPM ITB, Badan Pertimbangan Mahasiswa (BPM ITB) sebagai lembaga yang
membantu DM ITB dengan saran dan pertimbangan, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
sebagai badan yang menghimpun mahasiswa menurut jurusannya, dan Satuan Kegiatan
Mahasiswa sebagai badan tempat menyalurkan dan mengembangkan aspirasi kreasi dan hobi
mahasiswa.

Pada masa keberadaan KM-ITB (dan dulu DM ITB), KM-ITB bersifat independen karena tidak
bertanggung jawab kepada rektorat. Kendati begitu, KM-ITB tetap diakui oleh rektorat secara
resmi dan keduanya tetap menghargai kepentingan satu sama lain. Keduanya memiliki
bargaining position yang sama di lingkungan ITB maupun masyarakat.

5
1971 - 1980

Pada bulan November 1976, diadakan kembali musyawarah kerja untuk menata kembali
struktur KM-ITB dan disepakati bahwa rumusan bagan struktural KM-ITB adalah
sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut,

Bagan Struktural KM-ITB per November 1976 (sumber: Boulevard ITB Edisi Khusus “Cerita Dari Yang
Lalu”)

Pada pertengahan tahun 1977, MPM ITB mengubah mekanisme pemilihan Ketua DM ITB.
Ketua DM ITB dipilih secara langsung oleh mahasiswa dengan sistem one man one vote dari
antara tiga calon ketua yang telah dipilih oleh MPM ITB. Sebelumnya, Ketua DM ITB dipilih
oleh perwakilan himpunan berupa senator yang duduk di MPM. Sebelum Ketua DM ITB
periode 1977-1978 terpilih, MPM ITB membentuk caretaker Presidium DM ITB untuk
mengurus sementara DM ITB selama proses pemilihan Ketua DM ITB yang baru. Presidium
DM ITB tersebut mengurus DM ITB selama tiga bulan hingga terpilihnya Ketua Umum DM
ITB periode 1977-1978, Heri Akhmadi (TA)

Pada tanggal 21 Januari 1978, Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, melalui Surat keputusan
Pangkopkamtib No. SKEP-02/KOPKAM/I/1978, menyatakan pembekuan kegiatan dewan-
dewan mahasiswa di perguruan tinggi. Mendikbud Daoed Joesoef pada tanggal 19 April 1978,
melalui SK Mendikbud Nomor 0156/U/1978, kemudian menerapkan kebijakan Normalisasi
Kehidupan Kampus (NKK). Dengan diterapkannya kebijakan pembekuan dewan mahasiswa
oleh Pangkopkamtib dan kebijakan NKK oleh Mendikbud, KM-ITB tidak diakui
keberadaannya oleh rektorat maupun pemerintah RI dan dicap ilegal. Mahasiswa tetap
mengusahakan berjalannya kepengurusan KM-ITB walau besarnya tekanan berupa ancaman
skorsing, DO, penangkapan, penahanan, dan sebagainya.

6
Pada tahun 1979, dibentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang diketuai oleh
Pembantu Rektor Kemahasiswaan sebagai koordinator kegiatan kemahasiswaan di bawah
rektorat. Semua kepengurusan Unit Kegiatan Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan, dan
Senat Mahasiswa Fakultas dibimbing dan bertanggung jawab kepada BKK. BKK ditolak oleh
mahasiswa karena sifatnya yang tidak independen sehingga eksistensi BKK menjadi tidak
jelas.

Daftar Ketua Umum Dewan Mahasiswa ITB (sumber: Dari TH Ke ITB: Kenang-kenangan Lustrum 4, Jilid 1)

1981 - 1990

Karena terus adanya tekanan dari pihak berwenang, kepengurusan KM-ITB menjadi tidak
efektif. Maka, pada tahun 1982, KM-ITB dinyatakan bubar oleh 22 Ketua HMJ dan 44 Ketua
UKM yang sedang menjabat saat itu. Di tahun yang sama, dibentuklah Forum Ketua Himpunan
Jurusan (FKHJ) dan Badan Koordinasi Satuan Kegiatan (BKSK) yang keduanya berfungsi
untuk melanjutkan fungsi koordinator kegiatan kemahasiswaan terpusat di ITB. FKHJ pada
saat pembentukannya dipimpin oleh Hendardi (SI) dan Umar Djuoro (FI).

1991 - 2000

Pada tahun 1990, keluar Surat Keputusan (SK) Mendikbud, Fuad Hasan, tentang Pedoman
Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Melalui SK tersebut, Mendikbud
antara lain mengakhiri masa berlakunya NKK/BKK serta mengajukan konsep Senat

7
Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) sebagai lembaga sentral mahasiswa di tingkat perguruan
tinggi. Konsep SMPT ditolak dan tidak diterapkan oleh mahasiswa ITB, baik ketika keluarnya
SK Mendikbud tersebut pada tahun 1990 maupun nantinya ketika keluarnya Surat Edaran
Pembantu Rektor III tentang perintah pembentukan Senat Mahasiswa ITB (SM-ITB) pada
tahun 1996. Konsep SMPT ditolak antara lain karena adanya keperluan tanggung jawab SM-
ITB kepada Rektorat ITB yang menyebabkan tidak independennya lembaga sentral.

Karena SMPT dinilai tidak memberikan iklim yang baik bagi kemahasiswaan ITB, maka dalam
musyawarah kerja FKHJ ITB pada bulan Mei 1992 diajukan konsep lembaga transisi menuju
lembaga sentral. Adapun struktur lembaga transisi tersebut adalah sebagai berikut,

Struktur Kerja FKHJ, (sumber : Boulevard ITB Edisi Khusus “Cerita dari yang Lalu”)

Konsep lembaga sentral ini yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh Panitia Persiapan
Lembaga Sentral Mahasiswa (PPLSM ITB). Sekitar bulan Februari 1993 diadakan sarasehan
untuk menggali aspirasi mahasiswa dan merumuskan bentuk lembaga seperti apa yang sesuai
dengan mahasiswa ITB. Pada bulan Mei 1994, menindaklanjuti munculnya keinginan
pembentukan lembaga sentral mahasiswa di ITB, KKLSM (Komite Khusus Lembaga Sentral
Mahasiswa) mengadakan Referendum Raya Mahasiswa ITB yang diikuti oleh hampir seluruh
mahasiswa ITB. Hasil referendum tersebut membuktikan kuat dan dominannya kemauan
mahasiswa untuk membentuk suatu lembaga sentral mahasiswa di ITB. Dari 5903 suara
mahasiswa; 5117 mahasiswa di antaranya (86.7%) menyatakan setuju atas pembentukan suatu

8
lembaga sentral mahasiswa, sejumlah 560 (9,49%) mahasiswa menyatakan tidak setuju, 119
mahasiswa (2,02%) abstain, dan 107 suara (1,81%) tidak sah.

Untuk melanjutkan usaha KKLSM, maka dibentuklah Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM)
yang akan terdiri dari wakil-wakil himpunan dan unit. MPM ini digunakan sebagai lembaga
transisi sebelum LSM untuk menerima aspirasi terpusat mahasiswa. Selain itu, MPM juga
digunakan sebagai Lembaga legislatif tertinggi yang segera butuh eksekutifnya.

Pada tahun 1995, isu tentang organisasi kemahasiswaan di kampus sebagai basis perjuangan
bersama merupakan isu yang menjadi perhatian bersama kampus-kampus di seluruh Indonesia.
Format kelembagaan yang diarahkan kemendikbud yaitu SMPT dianggap kurang mampu
menggairahkan kehidupan kampus dan kurang memiliki independensi dalam melaksanakan
kegiatan. Dalam Forum Pertemuan Nasional Senat Mahasiswa (PNSM) di Ujung Pandang,
direkomendasikan untuk diadakannya Lokakarya Nasional (Lok-Nas) untuk membahas lebih
lanjut masalah format organisasi kemahasiswaan yang ideal

Forum Bandung (Forum 2 mingguan yang diadakan oleh organisasi intra kampus dan ekstra
kampus di Bandung) memiliki pandangan yang serupa. Format SMPT dinilai kurang optimal
perannya dalam menjawab tantangan dan permasalahan yang ada baik di lingkungan kampus
maupun dalam Bangsa ini. Forum ini menyepakati adanya tim kerja yang dibentuk untuk
menggali lebih dalam mengenai format organisasi kemahasiswaan yang ideal serta corak dan
karakteristik yang ada di kampus masing-masing. Lalu diadakan konferensi pers mengenai
format organisasi kemahasiswaan yang menyerukan ajakan kepada rekan-rekan mahasiswa di
seluruh Indonesia untuk melakukan aktivitas organisasi kemahasiswaan yang optimal serta
mengkaji ulang format yang ideal menurut mahasiswa.

Pada tanggal 19-20 Oktober 1995 diadakan Lok-Nas yang dihadiri kurang lebih 40 ketua
lembaga atau perwakilan kampus-kampus seluruh Indonesia dengan Universitas Diponegoro
sebagai penyelenggara pertemuan. Lok-Nas membahas tentang kondisi aktual kemahasiswaan
kampus masing-masing, kemudian dilanjutkan penyepakatan format organisasi
kemahasiswaan yang ideal. Hasil-hasil yang diperoleh dari Lok-Nas harus lebih dimatangkan
dalam format model kelembagaan, sehingga dibentuk tim perumus hasil Lok-Nas yang diberi
mandat untuk menyempurnakan konsep dari organisasi kemahasiswaan dan mensosialisasikan
ke seluruh kampus.

9
30 Oktober 1995 diselenggarakan Rapat Kerja Nasional Pembantu Rektor se-Indonesia yang
salah satu agendanya adalah pembahasan mengenai organisasi kemahasiswaan. Pada rapat
kerja ini, wakil mahasiswa dari UI, ITB, UGM, dan UII diundang untuk berbicara mengenai
organisasi kemahasiswaan. Persoalan yang diangkat pada rapat ini antara lain konsep dasar
organisasi kemahasiswaan dan evaluasi terhadap SK Mendikbud tentang SMPT

Kemudian tim perumus hasil Lok-Nas mengadakan dua kali pertemuan yang keduanya
diselenggarakan di Kampus ITB. Pertemuan ini dilakukan untuk mengumpulkan hasil kerja
dari masing-masing tim perumus, juga untuk membahas strategi sosialisasi hasil-hasil kerja tim
perumus pada seluruh mahasiswa di Indonesia. Tim perumus kemudian menghasilkan solusi
normatif yang harus terdapat pada organisasi kemahasiswaan. Nilai-nilai normatif tersebut
meliputi integrasi, independensi, aspiratif, sistematis, representatif, dan demokratis. Selain itu
juga dirumuskan pendefinisian dan penjabaran secara struktural organisasi kemahasiswaan
mulai dari pengertian organisasi, badan kelengkapan organisasi kemahasiswaan, kedaulatan
organisasi, fungsi badan kelengkapan, keanggotaan dan kepengurusan, dan pembiayaan
organisasi kemahasiswaan.

Dalam intra kampus ITB sendiri pernah diadakan Sidang Pleno I Lembaga Legislatif Terpusat
pada 25 April 1995 yang dihadiri 21 orang senator dan 3 orang perwakilan HMJ. Sidang Pleno
ini menghasilkan kesepakatan bersama (konvensi) mengenai kelengkapan organisasi legislatif
terpusat. Kelengkapan organisasi tersebut yang pertama adalah Koordinator Lembaga
Legislatif Terpusat yang mengurus masalah administratif dan untuk konsolidasi antar senator.
Lalu ada Komisi yang membahas masalah sesuai bidang masing-masing. Komisi dibagi
menjadi 4 yaitu,

● Komisi A bertugas menyusun AD/ART KM-ITB


● Komisi B bertugas membentuk badan perlengkapan infrastruktur kemahasiswaan,
membahas hubungan antara lembaga kemahasiswaan, serta penyempurnaan Lembaga
Legislatif Terpusat
● Komisi C bertugas untuk mengatur langkah kerja lembaga legislatif terpusat,
melakukan sosialisasi hasil rapat, dan mengakomodasi segala aspirasi
● Komisi D bertugas untuk mengkoordinasikan kaderisasi di ITB serta menyusun konsep
kaderisasi kemahasiswaan di ITB

Selain dari kelengkapan, sidang pleno pertama ini juga membahas tentang mekanisme
persidangan pleno untuk selanjutnya.

10
Tercatat pada 23 Mei 1995 dilakukan Sidang Pengganti Pleno IV (romawi). Sidang ini
menghasilkan strategi global yang memiliki tujuan umum berupa pembentukan lembaga
kemahasiswaan yang representatif, akomodatif, dan independen. Dengan cara mengubah basis
LSM dari berbasiskan lembaga menjadi basis mahasiswa (representatif), pengusahaan LSM
yang aspiratif (akomodatif), dan mengubah sifat koordinatif menjadi sifat konsultatif terhadap
lembaga di luar LSM (independen). Selain itu mengacu pada hasil Muker FKHJ-BKSK di
Ciburial, Kongres Mahasiswa ITB akan menjadi suatu lembaga legislatif terpusat. Lalu dalam
masa transisi ini, hasil sidang akan dikonfirmasikan dengan FKHJ, BKSK, dan massa kampus
melalui Komisi C dan senator.

Lalu dilaksanakanlah Musyawarah Kerja Keluarga Mahasiswa ITB (Muker KM-ITB) pada
tanggal 1-3 Desember 1995. Muker KM-ITB ditujukan agar ide yang beragam serta semangat
untuk penciptaan kondisi kemahasiswaan ITB yang lebih baik dapat diharmonisasikan
sehingga tercipta implementasi yang konkrit. Diharapkannya Muker KM-ITB ini dapat
menghasilkan suatu LSM yang bertujuan untuk terciptanya kemahasiswaan ITB yang mampu
membentuk wawasan, sikap, karakteristik mahasiswa ITB atas dasar kesadaran sosial dan
nasional, yang berperan dalam dialektika pengembangan iptek dan seni, yang peduli pada
kesejahteraan dan solidaritas mahasiswa, dan ikut bertanggung jawab atas problematika umat
manusia (sesuai dengan kesepakatan Muker Ciburial pada 28-29 Januari 1995).

Pada 9 Desember 1995, bertempat di Kantin Pusat ITB diselenggarakan Forum


Kemahasiswaan ITB FKHJ-BKSK-Kongres Mahasiswa yang dihadiri 33 mahasiswa
perwakilan dari lembaga terkait. Pertemuan ini diawali dengan evaluasi terhadap strategi untuk
mewujudkan LSM yang telah disusun bersama antara FKHJ, BKSK, dan Kongres Mahasiswa.
Evaluasi menunjukkan bahwa sosialisasi untuk pembentukan LSM belum baik, ditunjukkan
dengan masih apatisnya massa mahasiswa terhadap isu LSM. Penyebabnya diduga karena kerja
ketua lembaga, senator, maupun Satgas LSM yang belum optimal. Melihat evaluasi tersebut,
forum mengambil kesimpulan bahwa harus terciptanya komitmen. Strategi untuk penciptaan
komitmen tersebut dilakukan dua pendekatan yang dilaksanakan secara paralel yaitu di tingkat
ketua lembaga dan senator akan dilaksanakan Muker kembali pada akhir Desember 1995
dengan agenda pembahasan deklarasi LSM (direncanakan pertengahan Januari) dan kondisi
mahasiswa internal maupun eksternal untuk mendukung realisasi LSM. Kedua di tingkat massa
mahasiswa ITB akan dilakukan usaha sosialisasi tentang pencerdasan tentang isu LSM dan
menanyakan keberterimaan massa tentang deklarasi pembentukan LSM.

11
Pada 28-31 Desember 1995 kembali dilaksanakan Muker FKHJ-BKSK-Kongres Mahasiswa
ITB yang memiliki topik utama "Strategi Mewujudkan Kembali Keluarga Mahasiswa-ITB".
Strategi tersebut melalui pertama sosialisasi hasil muker yang dilakukan di lembaga-lembaga
kemahasiswaan di ITB. Selain itu juga dilakukan lobi lembaga yang ditujukan bagi lembaga
yang tidak hadir pada saat muker dengan tujuan mendapatkan kesepakatan hasil muker.
Sosialisasi dan Lobi Lembaga dilakukan dari tanggal 1 Januari sampai 18 Januari 1996.
Kemudian dilakukan sayembara lambang dan bendera Keluarga Mahasiswa ITB (KM-ITB)
yang akan ditentukan pemenangnya oleh Kongres Mahasiswa ITB. Lalu Rapat Kerja (raker)
kemahasiswaan ITB yang mengundang pihak rektorat untuk mendapatkan legalitas formal dari
pihak rektorat. Raket dilaksanakan dari tanggal 2 sampai 15 Januari 1996. Lainnya adalah
mengenai deklarasi KM-ITB, pengguliran isu pemilu raya untuk badan eksekutif serta
mekanisme pemilu raya itu sendiri (dilaksanakan dari awal Maret s/d awal April 1996), dan
pemilu anggota Kongres Mahasiswa. Kemudian pada 31 Desember 1995, Keputusan
Musyawarah Kerja FKHJ, BKSK, dan Kongres Mahasiswa ITB salah satunya adalah
rancangan dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Keluarga
Mahasiswa ITB.

Pada tanggal 20 Januari 1996, FKHJ dan BKSK mendeklarasikan berdirinya Keluarga
Mahasiswa ITB (KM-ITB) berikut dengan kelengkapannya, yaitu Kongres KM-ITB sebagai
badan legislatif KM-ITB dan Kabinet KM-ITB sebagai badan eksekutif KM-ITB. Lalu, sesuai
dengan muatan hasil muker yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat materi deklarasi dan
strategi dengan melihat kondisi pada saat acara berlangsung. Materi dari deklarasi adalah:

1. Pencairan kembali KM-ITB

2. Penyerahan fungsi legislatif dari FKHJ dan BKSK kepada Kongres Mahasiswa ITB

3. Akan dibentuk badan eksekutif

4. Restrukturisasi infrastruktur kemahasiswaan ITB

5. Ajakan kepada mahasiswa untuk mendukung KM-ITB

Strategi yang dimaksud sebelumnya adalah jika pihak rektorat menyatakan penolakan akan
deklarasi ini, maka akan dipublikasikan secara besar-besaran agar mendapat dukungan dari
masyarakat luas.

12
Namun, di pihak lain, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 30 dan Surat Keputusan (SK)
Mendikbud No. 0457 yang secara tegas mengharuskan konsep organisasi di tingkat perguruan
tinggi adalah SMPT, maka pada tanggal 12 Maret 1996, ITB berupaya secara resmi membentuk
SMPT lewat surat edaran PR III (Pembantu Rektor III) bernomor 360/PT07H3/O/1996 yang
dikirimkan kepada unit dan himpunan. Melalui surat itu rektorat menargetkan SMPT sudah
terbentuk pada akhir April 1996. Untuk membahas pembentukan SMPT lebih lanjut, rektorat
turut mengundang ketua himpunan dan perwakilan unit melalui surat undangan pertemuan
antar rektorat dan perwakilan mahasiswa (ketua himpunan dan unit) yang dikirimkan pada
tanggal 27 Maret 1996. Surat undangan tersebut disertai dengan enam buah lampiran yang
terdiri dari tiga buah peraturan yang melandasi pembentukan SMPT (UU No 2 Tahun 1989,
PP No 30 Tahun 1990, & Keputusan Mendikbud RI 0457/0/1990), laporan rapat Dirmawa,
statuta ITB, dan butir-butir arahan PR III tentang pembentukan SMPT. Melalui surat undangan
tersebut, rektorat berinisiatif membentuk kelompok kerja SMPT (Pokja SMPT), dalam apa
yang disebut “Forum BPI” (dinamai sesuai nama tempat pelaksanaannya yaitu di Balai
Pertemuan Ilmiah ITB). Forum BPI ini kemudian diketuai oleh Haru Suwandharu (BI’93),
Ketua HIMABIO “NYMPHAEA” ITB. Forum yang mempertemukan ketua himpunan,
perwakilan unit, dan pihak rektorat untuk membahas lebih lanjut mengenai pembentukan
SMPT ITB ini pada akhirnya tidak menghasilkan kesepakatan apapun antara pihak perwakilan
mahasiswa dengan pihak rektorat. Hal ini terjadi karena pemaksaan kehendak sepihak rektorat
untuk menggunakan konsep SMPT sebagai lembaga sentral mahasiswa di ITB.

September 1997, Dr. Isnuwardianto (PR III ITB) mengajak kembali para ketua himpunan dan
ketua unit untuk membahas pembentukan organisasi terpusat mahasiswa. Rektorat
memberlakukan kebijakan yang mengharuskan setiap organisasi untuk melakukan registrasi
jika ingin diakui secara legal. Beberapa himpunan, yaitu HIMATEK-ITB, HMP Pangripta
Loka, HMTG “GEA” ITB, HMT-ITB, dan HMTM “PATRA” ITB menolak untuk melakukan
registrasi sehingga berakibat disegelnya himpunan-himpunan itu. Ajakan PR III ITB pada saat
itu melahirkan forum diskusi antar ketua himpunan, unit, dan pihak rektorat yang kemudian
disebut sebagai “Forum TVST” (diberi nama sesuai tempat pelaksanaan forum yaitu di Gedung
TVST). Forum ini hanya melibatkan himpunan-himpunan yang melakukan registrasi saja. Oleh
karena itu legitimasi mahasiswa tidak dapat diperoleh pada saat forum kala itu.

Dua kekuatan tersebut terpecah dan saling bertolak belakang dalam upaya pembentukan
lembaga sentral mahasiswa. Rektorat yang masih menginginkan pembentukan SMPT sesuai

13
instruksi pemerintah bertentangan dengan kehendak mahasiswa yang tidak menginginkan
berdirinya lembaga sentral mahasiswa dengan konsep dan nama SMPT. Hal ini terlihat jelas
dari sikap yang diambil FKHJ pada rapat tanggal 29 Maret 1996. Pada rapat saat itu sejumlah
14 ketua himpunan menyatakan sikap penolakan terhadap SMPT dengan alasan latar belakang
politis yang melandasi pembentukan SMPT dan sifatnya yang tidak independen.

Forum-forum yang mempertemukan pihak rektorat dan mahasiswa tidak menghasilkan


kesepakatan apapun. Mengambil sikap atas peristiwa itu, pada tahun 1998 FKHJ membentuk
tim persiapan lembaga terpusat yang diberi nama “Tim Implementasi Lembaga Terpusat”. Tim
ini kemudian akan merumuskan implementasi lembaga terpusat sehingga tugas FKHJ tidak
terlalu berat. Tim ini diberi wewenang untuk mengkaji kelebihan dan kelemahan dari tiga
konsep, yaitu konsep KM-ITB, Forum BPI, dan Forum TVST. Dari dasar kajian ini selanjutnya
tim mensintesis konsep yang benar-benar dinilai baik, ideal untuk mahasiswa ITB, dan realistis.
Konsep yang akan direkomendasikan kepada seluruh mahasiswa ITB ini dibahas dalam
Musyawarah Kerja Mahasiswa ITB untuk betul-betul direalisasikan, bukan hanya sekedar
menambah tingginya tumpukan konsep di dunia mahasiswa ITB.

Hasil kajian dari Tim Implementasi Lembaga Terpusat kemudian dimusyawarahkan kembali.
Pada tanggal 7-10 Agustus 1998 di Ciwidey, diadakan Musyawarah Kerja FKHJ-BKSK-
Kongres Mahasiswa yang saat ini sudah ada di bawah naungan KM-ITB. Hasil dari muker ini
adalah dua produk hukum dari KM-ITB yang sampai saat penulisan dokumen ini masih
digunakan sebagai dokumen fundamental dari KM-ITB. Dokumen yang dimaksud adalah
Konsepsi KM-ITB dan AD/ART KM-ITB.

Dengan implementasi KM-ITB yang semakin baik, Pada Oktober 1998 diadakan Pemilu Raya
(Pemira) KM-ITB yang pertama. Sistem yang digunakan pada pemira pertama ini adalah one
man one vote. Pemira pertama dimenangkan oleh Vijaya Fitriyasa (MS’94) sebagai
Presiden/Ketua Kabinet KM-ITB yang pertama. Selain itu diadakan pula pemilu distrik untuk
memilih senator Kongres KM-ITB.

Pemira kedua dilaksanakan pada bulan September 1999. Pemira tahun ini dimenangkan oleh
Sigit Adi Prasetyo (IF’95) yang terpilih sebagai Presiden/Ketua Kabinet KM-ITB kedua.

14
2001 - 2010

Pada sekitar tahun ini, Kongres KM-ITB cukup sering membahas amandemen AD/ART
mengenai basis organisasi dalam KM-ITB, hal itu berdampak pada pembentukan kepanitiaan
pelaksana Pemilihan Umum (Pemilu) 2000 sekitar 2 minggu sebelum tanggal turunnya Sigit
Adi Prasetyo (IF’95) sebagai Ketua Kabinet KM-ITB. Panitia Pelaksana Pemilu (Panpel)
dipimpin oleh Safari (TK’97). Akibat Panpel terus mengulur-ulur waktu, 6 kandidat antara lain
Zaid Perdana (TL’96), Andri Dwi Setiawan (PN’96) Muhammad Iqbal (GL’96), Muhammad
Lutfi (TI’96), Dedi Apriadi (GL’97) batal mengikuti pemilu. Akhirnya bulan November 2000,
Kongres mengeluarkan ketetapan perpanjangan jabatan Ketua Kabinet selama 6 bulan sampai
Maret 2001.

FKHJ mulai menggulirkan isu penggulingan Sigit sebagai Ketua Kabinet. 10 Maret 2001
Dimotori oleh IMG-ITB, HIMAFI ITB, PSIK, Veritas, dan Komunitas Ganesha 10, FKHJ
melakukan pendudukan terhadap Sekretariat KM-ITB. FKHJ menyatakan penonaktifan
Kongres dan Kabinet KM-ITB serta mengambil kekuasaan legislatif dan eksekutif. Selain itu
FKHJ juga membentuk tiga Badan Pekerja yaitu Panitia Pemilu untuk mengadakan pemilu
legislatif secepatnya, Panitia OSKM 2001, dan Panitia Musyawarah Kerja (Muker) untuk
mengamandemen AD/ART. Pemilu legislatif berhasil memilih senator berbasis massa
himpunan, Kongres kali ini dipimpin oleh Dedi Suryadi (PL’97). Karena dimulainya era
otonomi kampus di Indonesia, Kongres memutuskan mengirimkan Anggota Majelis Wali
Amanat Wakil Mahasiswa (MWA WM) Rian Ramadian Nugraha (IF’97).

Tahun depannya Pemilu dilaksanakan pada bulan Oktober 2001 Pemilu kali ini tercatat dalam
sejarah KM-ITB sebagai Pemilu dengan kandidat terbanyak (sampai saat penulisan dokumen).
Akbar Hanif Dawam Abdullah (PN’98) terpilih sebagai Ketua Kabinet mengalahkan Dedi
Apriadi (GL’97), Armenda (SI’97), Adiq Ahmadi (MT’97), Roy Baroes (GM’97), Edison
Situmorang (EL’97), sedangkan Khairul Anshar (FI’98) mengundurkan diri sebelum
pemungutan suara.

Pada Maret 2002, Alga Indria (DS’98) menjadi pemenang pemilu Ketua Kabinet KM-ITB
mengalahkan Abdi Robbi Sembada (SI’98), Dwi Lesmana (PL’99), M. Hanif (TI’98), dan
Andy Hartono (TK’98).

Diadakan pertemuan BEM Nasional di ITB Maret 2003 yang dihadiri oleh 53 perwakilan BEM
dari seluruh penjuru tanah air. Ahmad Mustofa (TK’99) menjadi Ketua Kabinet kelima

15
mengalahkan Saifullah (SI’99), dan Hendro (TA’99). Sementara itu Adi Nugroho (FI’99)
mengundurkan diri sebelum pemungutan suara. Pemilu MWA WM menghasilkan Fantri
Azhari (MS’99) sebagai pemenang.

Pemilu KM-ITB 2004 tercatat sebagai Pemilu yang hanya menghasilkan dua kandidat yaitu
Anas Hanafiah (EL’00) dan Oskar Pariang Pakpahan (GM’00). Anas Hanafiah (EL’00)
memenangkan pemilu dan menjadi Ketua Kabinet keenam. Namun terdapat aksi untuk
menolak hasil Pemilu 2004 akibat banyaknya indikasi kecurangan-kecurangan dalam Pemilu.
Lalu sempat terjadi kericuhan akibat hilangnya dua kotak suara.

Pada tahun akademik 2005-2006, Syaiful Anam (EL’01) terpilih menjadi Ketua Kabinet KM-
ITB. pemilu kali ini sebenarnya diikuti tiga kandidat yaitu Anam, Wiyono (TA’01) dan Ramses
(TG’01) namun Ramses didiskualifikasi oleh Panitia. Di Pemira tahun ini sempat terjadi berapa
masalah. Saat itu terdapat indikasi permainan politik terhadap hak suara TPB. Untuk
menghindari masalah serupa, sejak tahun 2006 hak suara TPB dicabut.

Sekitar tahun 2005, Kongres KM-ITB, sebagai wadah perwakilan dari 25 Himpunan
Mahasiswa dan Departemen akhirnya menggagas sebuah acara bertajuk Lokakarya
Kemahasiswaan yang rencananya dihadiri oleh 25 Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD),
78 Unit, Kabinet, Kongres, Tim MWA WM, dan Tim Beasiswa. Hasil dari lokakarya ini
diharapkan akan lahir suatu kesepakatan yang wajib dipatuhi seluruh elemen di kampus.
Masalah yang telah dirumuskan bersama beberapa waktu yang lalu, bukan hanya pada tingkat
seputar falsafah keorganisasian, orientasi dan tujuan KM-ITB atau nilai-nilai yang mendasari
KM-ITB . Melainkan sudah melebar sampai pola hubungan KM-ITB dengan pihak rektorat
dan pola hubungan sistem internal KM-ITB. Diketahui pada saat itu banyak pertanyaan dan
masalah mengenai kemahasiswaan yang utamanya disebabkan oleh belum efektifnya
komunikasi antar elemen sehingga sering terjadi perbenturan kepentingan dan
kesalahpahaman.

Pada 2006, Pemira diikuti oleh enam kandidat yaitu Dwi Arianto Nugroho (TK’02), Andi M.
Adiwiarta (GM’02), Syahfitri (KI’02), Hendrajaya (IF’02), Indira (IL’02), dan Kisko (FI’03).
Pada tahun ini, disahkan amandemen AD/ART 2006, yang disalah satu poinnya menyatakan
bahwa massa TPB 2005 diikutsertakan sebagai peserta pemilih Pemira tahun ini. Sempat terjadi
kericuhan karena adanya kesalahan teknis Panpel dan kandidat menganggap panitia tidak
konsisten dalam menerapkan aturan pemilu. Semua kandidat mengundurkan diri kecuali Dwi
dan Syahfitri. Hampir semua Himpunan menyatakan pemilu gagal. Pemilu akhirnya diulang

16
dan diikuti oleh Dwi, Syahfitri, Andi, dan Jaya, serta calon baru M. Luthfi (FT’03). Pemilu
dimenangkan Dwi Arianto Nugroho dan menjadi Ketua Kabinet KM-ITB ke-8.

Selanjutnya, diadakan pertemuan Kongres 2006-2007 yang diketuai Helmi (MT’03).


Pertemuan ini mengadakan Sidang Istimewa untuk mengubah AD/ART dengan keputusan
penting seperti pembentukan Forum Rumpun Unit untuk mengirimkan Senator Perwakilan
Unit dan perubahan status anggota muda kepada TPB sehingga angkatan 2006 tidak dapat
memilih di Pemilu dengan pertimbangan parameter proses dan waktu dan juga agar TPB tidak
menjadi swing voter.

Sehingga pada tahun 2006 Kongres KM-ITB melakukan amandemen AD/ART KM-ITB
kembali mengenai keanggotaan Keluarga Mahasiswa ITB dan Badan Koordinasi Sistem Kerja.
Selain itu, terjadi juga amandemen AD/ART ITB yang kemudian disahkan oleh MWA. Poin
kontroversial dalam ART ini adalah adanya pengaturan mengenai struktur baru kemahasiswaan
sebagai implikasi perubahan sistem di ITB. KM-ITB mengeluarkan surat menyatakan menolak
implementasi ART ITB yang merugikan mahasiswa. Lalu Pada tahun 2007, Berkembang kasus
draft SK Senat Akademik yang menyatakan bahwa organisasi kemahasiswaan ITB
bertanggung jawab kepada ITB. Kemudian pada pada tanggal 1 Februari 2007, Kongres KM-
ITB memandang perlu adanya perbaikan menyangkut dengan tidak terimplementasikannya
secara penuh AD/ART KM-ITB amandemen 2006. Terutama permasalahan keanggotaan,
pembentukan badan kelengkapan, dan mekanisme organisasi. Pemilu Raya KM-ITB ke-8 pada
tahun 2007 menghasilkan Zulkaida Akbar (FI’03) sebagai Ketua Kabinet KM-ITB,
mengalahkan Army Alghifari (MS’04).

Terjadi amandemen Konsepsi KM-ITB oleh Kongres KM-ITB periode 2007-2008 pada
permasalahan penentuan pemilihan MWA WM ITB. Pada tahun ini juga Kongres KM-ITB
melalui rangkaian Sidang Istimewa Kongres (SIK) mengesahkan AD/ART KM-ITB 2008.
Amandemen ini menyebabkan terdapat perubahan format dalam Pemira KM-ITB. Pada tahun-
tahun sebelumnya dalam rangkaian acara pemira KM-ITB, ada dua agenda utama yaitu
pemilihan Ketua Kabinet KM-ITB yang bersifat terpusat dan pemilihan senator dari setiap
lembaga-lembaga yang ada dalam kemahasiswaan terpusat keluarga mahasiswa ITB yang
bersifat distrik. Sedangkan, sejak tahun ini agenda utama tersebut ditambah dengan pemilihan
anggota MWA WM. Agenda pemilihan anggota MWA WM terjadi akibat pemisahan fungsi
anggota MWA WM dari ketua Kabinet KM-ITB yang telah diatur pada AD/ART KM-ITB
yang telah diamandemen. Dalam proses pemilihan anggota MWA WM, calon MWA WM

17
dipasangkan dengan calon ketua Kabinet. Hasilnya, Pemilu Raya 2008 dimenangkan oleh
Shana Fatina Sukarsono (TI’04) mengalahkan Gilang Widyawisaksana (GD’04) dan Fikri
(MG’05). Wahyu Bagus Yuliantok (PL’04) menjadi Anggota MWA ITB mengalahkan Bobby
Rahman (PL’04) dan Ruly (GL’05).

Pada kepengurusan Kongres KM-ITB periode 2009-2010, kembali diadakan amandemen


Konsepsi dan AD/ART. Hal ini diinisiasi oleh Forum Rembug yang diadakan pada bulan
Februari 2009 oleh Kongres KM-ITB periode sebelumnya. Forum Rembug diadakan karena
adanya ketidakidealan implementasi sistem yang ada di KM-ITB. Forum ini membahas urgensi
adanya LSM, kemudian tidak ada HMJ maupun UKM yang menolak urgensi dari LSM
tersebut. Menyusul hasil dari forum ini, dibentuklah tim pengkaji sistem KM-ITB. Setelah
Kongres KM-ITB periode 2009-2010 terbentuk, maka proses pengkajian sistem ini dilanjutkan
oleh Komisi Perbaikan Sistem (Kompersis) dengan empat bahasan utama yaitu keberadaan
senator unit, pola hubungan lembaga di KM-ITB (koordinasi atau komando), standardisasi
senator, serta non-himpunan, non-unit, dan mahasiswa tingkat satu. Hasil pembahasan empat
poin tersebut menghasilkan amandemen pada bagan organisasi, mekanisme organisasi, dan
kelengkapan organisasi serta mengamandemen AD/ART KM-ITB. Pemilu Raya 2009
merupakan Pemira yang berjalan paling lama karena mengalami pengulangan hingga tiga kali,
yang pada akhirnya terpilihlah Ridwansyah Yusuf Achmad (PL’05) sebagai Ketua Kabinet
KM-ITB dan Benny Nafariza (EL’05) sebagai MWA WM ITB.

Kepengurusan Kongres KM-ITB pada periode 2010-2011 melakukan beberapa kali


amandemen Konsepsi KM-ITB. Amandemen pertama dilakukan adalah terkait proses
pemilihan pejabat struktur dalam Kabinet KM-ITB dan MWA WM ITB. Selain itu, didasari
pertimbangan kondisi akan keberlanjutan MWA WM ITB pada tahun 2011 dilakukan kembali
amandemen terkait proses pemilihan MWA WM ITB. Pemilu Raya 2010 menghasilkan Herry
Dharmawan (PN’06) sebagai Ketua Kabinet KM-ITB dan Ikhsan Abdusyakur (EL’06) sebagai
MWA WM ITB.

2011 - 2020

Melalui Pemilu Raya KM ITB tahun 2011, Tizar Bijaksana (PL’07) keluar sebagai pemenang
dengan perolehan 3006 suara, mengalahkan Filman yang memperoleh 2022 suara. Tizar
Bijaksana kemudian menjabat sebagai Ketua Kabinet KM ITB untuk periode 2011/2012.

18
Kongres KM-ITB pada periode 2011-2012 melakukan amandemen konsepsi dan AD/ART
terkait keanggotaan anggota muda KM-ITB. Amandemen yang dilakukan merupakan hasil
lanjutan dari pembahasan yang telah dilakukan kepengurusan Kongres KM-ITB dua periode
sebelumnya.

Kongres KM-ITB periode 2012-2013 kembali mengadakan amandemen Konsepsi dan


AD/ART. Hal ini disebabkan oleh permasalahan-permasalahan yang belum diselesaikan oleh
Kongres periode sebelumnya. Pembahasan pertama adalah permasalahan Tim Beasiswa yang
sebelumnya masih belum jelas kedudukannya di KM-ITB. Kedua adalah ITB Multikampus
yang berawal dari Forum Jatinangor. Forum ini menekankan perlunya sistem KM-ITB yang
mengakomodasi mahasiswa di seluruh kampus. Kemudian Kongres KM-ITB menyepakati
fondasi dan fase sistem multikampus, serta menyepakati sistem transisi KM-ITB multikampus
yang akan terus dikawal menuju sistem yang ideal untuk multikampus ITB. Pembahasan ketiga
adalah mengenai MWA WM. Dengan semakin jelasnya MWA di ITB, maka Kongres
menyepakati untuk tidak mengubah sistem mengenai MWA WM. Pembahasan keempat
mengenai keanggotaan KM-ITB, yaitu dihapuskannya anggota muda dan sistem pemilahan
keanggotaan dan digantikan dengan sistem penjenjangan bertingkat. Hasil ini sesuai dengan
hasil pembahasan Kongres KM-ITB periode sebelumnya, serta bertujuan menghapuskan
perbedaan status di keanggotaan KM-ITB untuk mahasiswa tingkat satu. Pembahasan kelima
adalah mengenai atribut KM-ITB sebagai usaha untuk memperjelas atribut dari KM-ITB yang
saat itu menjadi perdebatan. Pembahasan keenam adalah mengenai restrukturisasi konsepsi,
AD/ART, serta mekanisme internal Kongres KM-ITB sebagai usaha perbaikan sistem KM-
ITB.

Pemilu Raya KM ITB tahun 2012 mengusung 3 Calon Ketua Kabinet KM ITB, yaitu Mohamad
Ashyari Sastrosubroto (SI’08), Taufik Nur Cahyo (GL’08), dan Anjar Dimara Sakti (GD’08).
Pada Pemira KM ITB ini, hak suara TPB dikembalikan kembali dengan catatan dilakukan
pencerdasan massa terlebih dahulu agar masalah yang terjadi di tahun 2005 tidak terulang.
Pemira KM ITB 2012 juga memberikan inovasi baru yaitu e-voting dan juga prinsip 1/2n+1
untuk jumlah pemilihnya. Pada Pemira KM ITB 2012, Mohamad Ashyari Sastrosubroto
memperoleh 1626 suara, Taufik Nur Cahyo memperoleh 1074 suara, dan Anjar Dimara Sakti
memperoleh 2640 suara. Dari hasil tersebut, terpilihlah Anjar Dimara Sakti menjadi Ketua
Kabinet KM ITB periode 2012/2013 dan Briliandaru Mahardhiyasa Pribadi (EL’08) terpilih
sebagai PJS MWA WM ITB periode 2012/2013.

19
Pada Pemilu Raya KM ITB tahun 2013, kedua Calon Ketua Kabinet KM-ITB 2013/2014
didiskualifikasi karena didapatkan hasil bahwa kedua calon tersebut telah melakukan
pelanggaran yang menyebabkan keduanya mendapatkan sanksi poin pelanggaran melebihi
batas maksimal yaitu 72 poin. Pelanggaran yang dilakukan oleh kontestan Calon Ketua Kabinet
KM-ITB 2013/2014 nomor urut 1 Nyoman Anjani (MS’09) adalah dilakukannya kampanye
pada masa tenang oleh tim Nyoman. Sedangkan pelanggaran kontestan nomor urut 2,M. Yorga
Permana (MRI’09), adalah pencemaran nama baik dan penyebaran fitnah yang disebarkan via
SMS. Dengan didiskualifikasinya kedua Calon Ketua Kabinet KM-ITB 2013/2014, maka
syarat sah Pemira yang menyatakan harus ada dua calon ketua kabinet tidak terpenuhi. Oleh
karena itu, melalui akun twitter-nya panpel Pemira menyatakan bahwa kelanjutan Pemira KM-
ITB 2013 akan dikembalikan kepada Kongres KM-ITB.

Pada kepengurusan Kongres KM ITB periode 2015-2016 kembali diadakan amandemen


Konsepsi dan AD/ART. Hal ini karena konsep organisasi KM ITB yang fleksibel
mengharuskan landasan bersifat adaptif terkait perubahan-perubahan dari isu yang ada.
Perubahan utama terjadi karena adanya isu periodisasi yang sudah lama direncanakan oleh
Kongres KM ITB tahun sebelumnya dan mulai direalisasikan pada kepengurusan Kongres
periode ini. Selain hal tersebut, perubahan mengenai mekanisme keuangan kemahasiswaan dari
Lembaga Kemahasiswaan ke KM ITB juga menuntut adanya perubahan sistem pengaturan dan
pemeriksaan keuangan kemahasiswaan. Dalam Amandemen ini, permasalahan kedudukan dan
fungsi kerja Tim Beasiswa dibahas dan dikaji ulang pada kepengurusan Kongres KM ITB
2015-2016. Dari hasil pembahasan yang mendalam, Kongres KM ITB memutuskan untuk
menghapuskan Tim Beasiswa dari bagan organisasi KM ITB. Permasalahan selanjutnya yang
diangkat dalam amandemen ini adalah perbaikan mengenai keanggotaan Kongres KM ITB dan
kajian parameter pemenuhan kebutuhan mahasiswa di sistem multikampus ITB. Pada
Amandemen ini juga secara resmi Keluarga Mahasiswa ITB dapat disingkat menjadi KM ITB
dari yang sebelumnya KM-ITB.

Pada Pemira KM ITB 2014, sistem e-voting ditinggalkan. Selain untuk menghindari indikasi
peretasan, kecurangan, dan risiko lainnya, hal ini dilakukan juga mengingat pelaksanaan
Pemira yang singkat. Angga Fauzan (DKV’12) dan kepanitiaannya hanya diberi waktu sekitar
satu bulan untuk mempersiapkan Pemira. Pemira ini menghasilkan M. Pramaditya Garry
(MT’11) sebagai Ketua Kabinet KM ITB terpilih.

20
Hasil Pemira KM ITB 2015, pada bulan Desember, Muhammad Mahardhika Zein (SI’12) ITB
berhasil terpilih sebagai Presiden KM ITB periode 2016/2017 mengalahkan calon lainnya yaitu
Angga Fauzan (DKV’12). Sedangkan MWA WM ITB periode 2016/2017 yang terpilih adalah
Muchammad Arya Zamal (TI’12)..

Pemira KM ITB 2016 menghasilkan Ardhi Rasy Wardhana (TA’13) sebagai Ketua Kabinet
KM ITB periode 2017/2018. Ardhi berhasil mengalahkan satu calon lainnya yaitu Aditya
Purnomo Aji (PL’13).

Pada tahun 2017 dilaksanakan Pemilu Raya KM ITB untuk memilih Ketua Kabinet KM ITB
dan MWA WM periode masa bakti 2018/2019. Pada Pemira kali ini, terdapat dua calon Ketua
Kabinet KM ITB, yaitu Ahmad Wali Radhi (TA’14) dengan nomor urut 1, dan Alfatehan
Septianta (MS’14) dengan nomor urut 2. Selama kepengurusan Wali, terdapat beberapa momen
dan tindakan yang membuat massa kampus menanyakan kembali hakikat kepemimpinannya
karena mengambil keputusan tanpa mengkonsultasikannya terlebih dahulu dengan Kongres
KM ITB sebagai representasi massa kampus, seperti pernyataannya di Badan Eksekutif
Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) serta relevansi visi dan misi dengan kinerjanya.
Kongres KM ITB periode 2017-2018 sempat melayangkan surat peringatan ke Wali.
Ultimatnya adalah diadakan referendum mengenai kepemimpinan Wali sebagai K3M periode
2018/2019. Hasil referendum tadi menyatakan Wali dapat melanjutkan diri sebagai Ketua
Kabinet, namun pada akhirnya Wali mengeluarkan sebuah surat pernyataan yang menyatakan
bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai Ketua Kabinet KM ITB sebelum masa jabatannya
berakhir.

Kepengurusan Kongres KM ITB periode 2018-2019 kembali mengadakan amandemen


Konsepsi dan AD/ART KM ITB. Dalam amandemen ini beberapa sistem yang diubah adalah
keuangan KM ITB, Penanggung Jawab Sementara (PJS) dan Pelaksana Tugas (PLT). Pemilu
Raya KM ITB dan Referendum satu (1) Calon, serta Penjaminan Massa dan Forum
Pencerdasan oleh Kongres KM ITB. Perubahan dalam bagian sistem keuangan KM ITB
terletak pada bahasan iuran anggota yang sebelumnya harus dilakukan oleh Kabinet KM ITB
dan juga penambahan MWA WM ITB serta Kongres KM ITB dalam bagian Anggaran Sistem
Keuangan KM ITB. Perubahan selanjutnya adalah pada sistem PJS dan PLT untuk Ketua
Kabinet KM ITB dan MWA WM ITB dengan menambahkan sistem Kabinet Darurat KM ITB
dan juga sistem PLT untuk MWA WM ITB. Perubahan untuk bagian Pemilu Raya KM ITB
dan Referendum satu (1) Calon juga dilakukan dengan mengubah sistem terpilihnya Ketua

21
Kabinet KM ITB dan MWA WM ITB yang sebelumnya harus dipilih melalui Pemilu Raya
menjadi dipilih oleh Anggota Biasa KM ITB. Selain itu aturan referendum juga dimasukkan
ke dalam sistem Pemilu Raya KM ITB apabila Pemilu Raya KM ITB tidak dapat dilakukan.
Hal terakhir yang diubah adalah sistem Penjaminan Massa dan Forum Pencerdasan oleh
Kongres KM ITB yang dilakukan perubahan untuk mengembalikan aturan Forum Pencerdasan
menjadi kebijakan masing-masing HMJ dan juga menambahkan pasal penjelas mengenai
bagian penjaminan massa. Dari amandemen Konsepsi dan AD/ART inilah yang mendorong
diadakannya referendum yang menghasilkan Royyan Abdullah Dzakiy (IF’15) sebagai PJS
K3M ITB 2019-2020.

Pada kepengurusan Kongres KM ITB periode 2019-2020, kembali diadakan amandemen


Konsepsi dan AD/ART KM ITB dengan melakukan pendefinisian dan memposisikan ulang
sistem kemahasiswaan multikampus ITB. Hal ini didorong dengan rencana kepindahan ITB
Cirebon yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 sehingga infrastruktur kemahasiswaan
perlu segera dipersiapkan untuk mewadahi kebutuhan mahasiswa yang ada. Pada amandemen
Konsepsi dan AD/ART tahun 2020, pendefinisian sistem kemahasiswaan multikampus ITB
dilakukan pada ranah eksekutif Keresidenan Multikampus KM ITB untuk mewadahi
kebutuhan kemahasiswaan di kampus masing-masing. Sebelumnya, upaya taktis untuk
merespon multikampus ITB pernah dilakukan pada Kongres periode 2012-2013 dengan cara
memberikan arahan kepada Kabinet KM ITB saat itu untuk melakukan pewadahan kebutuhan
kemahasiswaan bagi mahasiswa di luar Kampus Ganesha ITB. Dengan adanya amandemen
Konsepsi dan AD/ART tahun 2020, diharapkan sistem kemahasiswaan multikampus ITB dapat
dikembangkan menjadi lebih baik melalui dokumen-dokumen yang diturunkan dari Konsepsi
dan AD/ART KM ITB amandemen 2929. Sistem kemahasiswaan multikampus ITB ini
bukanlah sistem ideal. Sehingga dapat diperbaiki di masa yang akan datang ketika terdapat
kebijakan mengenai multikampus ITB dari rektorat.

Pemira KM ITB tahun 2019 menghasilkan dua calon yaitu Muhammad Dafa Sultan Pasha
(SI’16) dan Nada Zharfania Zuhaira (TL’16). Pada akhirnya Nada berhasil menjadi Ketua
Kabinet KM ITB periode 2020-2021.

22
Bidang Sosial Politik

1920 - 1930
Pada tahun 1920-an, jumlah mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB)
didominasi oleh mahasiswa Belanda dengan mahasiswa Pribumi dan Tionghoa sebagai
minoritas. Adanya perbedaan latar belakang menyebabkan adanya pendapat dan sikap terhadap
persoalan sosial politik yang berbeda dari setiap golongan mahasiswa. Dengan dibentuknya
organisasi mahasiswa Indonesische Studenten Vereniging (ISV) dan Chinese Studenten
Vereniging (CSV) yang masing-masing merupakan perkumpulan mahasiswa Pribumi dan
Tionghoa dan perkumpulan alternatif dari Bandoengsch Studenten Corps (BSC) yang
didominasi mahasiswa Belanda, mahasiswa sering melakukan, antara lain, diskusi sosial politik
di perkumpulan-perkumpulan dan organisasi tersebut.

Perbedaan cara memandang isu sosial politik tersebut mungkin sekali tidak hanya disebabkan
oleh adanya perbedaan kebudayaan Timur dan Barat, tetapi juga karena pengaruh gerakan
nasional yang dikobar-kobarkan oleh Soekarno, seorang mahasiswa Pribumi angkatan 1921
dan salah satu dari mahasiswa-mahasiswa Pribumi pertama yang lulus dari THB, yaitu pada
tahun 1926. Soekarno kelak akan menjadi Proklamator Kemerdekaan Indonesia dan Presiden
pertama Republik Indonesia.

1931 - 1940
Perbedaan cara memandang isu sosial politik terus berlanjut dengan bertambahnya jumlah
relatif mahasiswa Pribumi dan Tionghoa. Kegiatan diskusi sosial politik juga terus dilakukan
di BSC maupun di ISV dan CSV, yang keduanya ditingkatkan status organisasinya pada masa
ini.

1941 - 1950
Pasca timbang terima Bandung Kogyo Daigaku dari pihak Jepang kepada Pemerintah RI,
kegiatan perkuliahan kembali dijalankan di bawah Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung.
Kegiatan perkuliahan bergulir hingga bulan Oktober 1945 ketika tentara Inggris yang
diboncengi tentara Belanda menyerbu Bandung dengan niat untuk menegakkan kembali
kekuasaan Belanda di Indonesia dibawah Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA). Gejolak
revolusi saat itu membuat STT Bandung mengerahkan seluruh kesatuan potensi tenaga
manusia, laboratorium, dan peralatan kampusnya untuk mempertahankan kemerdekaan.

23
Pada bulan Oktober 1945, tercetuslah ikrar bersama mahasiswa yang diucapkan di hadapan
dua anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Otto Iskandardinata dan Ir. M. P.
Soerachman Tjokroadisoerjo. Pengucapan ikrar tersebut dilakukan di depan dua anggota KNIP
agar isi ikrar tersebut disampaikan ke anggota KNIP lainnya di rapat pleno KNIP pertama yang
akan datang. Ikrar tersebut berisi pernyataan bahwa para mahasiswa bersedia dan rela
mengorbankan jiwa dan raga bagi kemerdekaan Indonesia dan tidak sudi untuk kembali ke
kampus selama kemerdekaan penuh belum tercapai.

Pada bulan November 1945, NICA berhasil menguasai Bandung sehingga kegiatan
perkuliahan dibubarkan dan STT Bandung dipindahkan ke Yogyakarta dengan nama STT
Bandung di Yogya. NICA menjadikan Kampus Ganesha sebagai tempat berdirinya Technische
Faculteit, Nood-Universiteit van Nederlandsch Indië (Fakultas Teknik Universitas Darurat
Hindia Belanda) yang kemudian berubah nama menjadi Faculteit van Technische Wetenschap
Universiteit van Indonesië (Fakultas Teknik Universiteit van Indonesie).

Demi memperjuangkan legitimasi kekuasaan, Pemerintah RI dan NICA sama-sama berusaha


untuk menunjukkan eksistensinya melalui berbagai bidang, termasuk pendidikan tinggi teknik.
Bagi Pemerintah RI, STT Bandung dan kemudian STT Bandung di Yogya merupakan
mercusuar untuk menunjukkan eksistensi keberadaannya, begitu pun NICA dengan Fakultas
Teknik Universitas Darurat Hindia Belanda dan Universiteit van Indonesie-nya.

1951 - 1960

Pada pertengahan tahun 1950-an, menjelang diadakannya pemilihan umum pertama di


Indonesia, yaitu Pemilu Legislatif 1955, partai-partai politik berusaha untuk mencari dukungan
dan memenangkan hati rakyat Indonesia. Salah satu usaha partai-partai politik untuk mencapai
hal tersebut adalah dengan berusaha mempolitisasi mahasiswa melalui organisasi-organisasi
mahasiswa ekstrakampus yang merupakan onderbouw-nya masing-masing partai politik,
seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI, onderbouw-nya PNI), Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI, onderbouw-nya Masyumi), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII, onderbouw-nya NU), Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI, onderbouw-
nya PKI), dan masih banyak lagi. Untuk mencegah politisasi kampus, antara lain, maka
dibentuklah KM UI pada tanggal 31 Juli 1955 sebagai organisasi mahasiswa intrakampus di
lingkungan UI.

KM UI, setelah baru saja terbentuk pada tahun 1955, di bawah kepengurusan Emil Salim
menghadap dan meminta kepada Rektor UI saat itu, Prof. dr. Bahder Djohan, untuk mengakui
24
independensi dan otonomi KM UI, sebagaimana rektorat meminta pemerintah RI untuk
mengakui independensi dan otonomi perguruan tinggi. Permintaan tersebut disetujui oleh Prof.
dr. Bahder Djohan. Dengan begitu, KM UI memiliki tujuan yang berfokus kepada pemenuhan
kebutuhan mahasiswa di dalam bidang pendidikan, kesejahteraan, dan aktualisasi diri, dan
bukan kepada persoalan politik praktis.

Para mahasiswa terus memperjuangkan independensi dan otonomi organisasi mahasiswa


intrakampusnya masing-masing dari pengaruh partai politik dan organisasi-organisasi
mahasiswa ekstrakampus onderbouw-nya. Sebelum tahun 1957, gerakan organisasi-organisasi
mahasiswa intrakampus tidak terkoordinasi di bawah suatu wadah. Hal ini kontras dengan
organisasi-organisasi mahasiswa ekstrakampus yang terkoordinasi di bawah Persatuan
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Oleh karena itu, diadakan konsolidasi organisasi-
organisasi mahasiswa intrakampus se-Indonesia dengan dideklarasikannya pembentukan
Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI) pada tahun 1957 di Aula Barat Fakultas Teknik UI
Bandung.

1961 - 1970
Pada awal tahun 1960-an, Indonesia sedang berjuang untuk membebaskan Irian Barat dari
tangan Pemerintah Belanda dalam Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora). Sebagai respon,
DM ITB mengeluarkan pernyataan mendukung usaha pemerintah Indonesia untuk
mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan RI pada tanggal 11 November 1961.
DM ITB kemudian membantu proses pembentukan resimen mahasiswa serbaguna yang
disiapkan sebagai prajurit sukarela untuk dimobilisasi. Ratusan mahasiswa, terutama
mahasiswa yang telah mengikuti Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA), dimobilisasi dari ITB
dan bergabung dengan mahasiswa lainnya sehingga jumlah totalnya mencapai 2000 mahasiswa
pada gelombang pertama.

Pada tanggal 16 Februari 1962, saat Jaksa Agung Amerika Serikat Robert F. Kennedy
berkunjung ke ITB, mahasiswa menuduh Amerika Serikat pincang sikapnya karena tetap
membantu kolonialis Belanda padahal juga mendukung perjuangan rakyat Indonesia, terutama
dalam operasi Trikora.

Pada awal hingga pertengahan tahun 1960-an, terjadi juga polarisasi kiri-kanan dalam politik
Indonesia. Mulai tahun 1963, mahasiswa berporos Nasakom di bawah organisasi mahasiswa
ekstrakampus CGMI dan GMNI mulai berusaha mempengaruhi berbagai Dewan Mahasiswa
di berbagai perguruan tinggi. CGMI dan GMNI meminta DM ITB untuk melakukan
25
pembersihan dari unsur-unsur kontra progresif-revolusioner dan anti Manipol-USDEK. DM
ITB kemudian menolak usaha politisasi kampus tersebut dan berusaha untuk menjaga
independensi dan kenetralannya. Oleh karena itu, DM ITB pada masa itu disebut dengan istilah
“The Last Stronghold” oleh masyarakat anti-komunis. Hingga tahun 1965, banyak terjadi
peristiwa, antara lain, pembakaran patung tokoh mahasiswa, serangan melalui penyebaran
selebaran gelap, usaha pelarangan pemutaran film barat oleh LFM, dll.

Pada April 1964, Konferensi MMI IV di Malino, Sulawesi Selatan menghasilkan resolusi
berupa pengeluaran DM ITB bersama dengan DM UI dan DM UNPAD dari kepengurusan
MMI. Pengeluaran ini diduga terjadi akibat adanya ketegangan antar mahasiswa yang terjadi
karena polarisasi kiri-kanan di kalangan mahasiswa.

Usaha politisasi kampus terus bergulir hingga pecahnya peristiwa G30S/PKI. Gagalnya
G30S/PKI menyebabkan runtuhnya kekuatan poros kiri di Indonesia, termasuk di ITB. DM
ITB di bawah kepemimpinan Rachmat Witoelar (AR) mengutuk peristiwa tersebut. DM ITB
kemudian, bersama Rektorat di bawah kepengurusan Letkol Ir. Koentoadji, membentuk
Komite Aksi Pembersihan ITB (KAPI) untuk membersihkan kampus dari unsur-unsur kiri,
mahasiswa maupun dosen sekalipun.

DM ITB membantu perjuangan melawan komunisme dan rezim orde lama dengan ikut serta
dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Bandung bersama organisasi mahasiswa
intrakampus dan ekstrakampus lainnya. Pada Januari 1966, DM ITB bersama KAMI Bandung
berjuang menegakkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) sebagai tuntutan kepada rezim orde lama.

Pada tanggal 16 Februari 1966, DM ITB mengeluarkan pernyataan tidak membenarkan adanya
tempat perjudian yang akan dibuka di Samudra Beach Hotel karena tidak sesuai dengan
kepribadian dan kondisi bangsa Indonesia. Senada dengan itu, DM ITB sangat menyesalkan
berlangsungnya pesta dansa di halaman kampus ITB pada acara dies natalis salah satu
himpunan.

Pada tanggal 24 Februari 1966, seorang mahasiswa Kedokteran UI bernama Arief Rahman
Hakim terbunuh oleh Resimen Tjakrabirawa saat berdemonstrasi menolak Kabinet “Gestapu”
yang baru saja dibentuk oleh Presiden Soekarno. DM ITB bersama KAMI Bandung kemudian
mengirimkan satuan tugas berjumlah 200 mahasiswa ke Jakarta untuk membantu mahasiswa
di Jakarta berdemonstrasi. Satuan tugas tersebut, yang antara lain dipimpin oleh beberapa tokoh
mahasiswa seperti Rudianto Ramelan, Muslimin Nasution, Arifin Panigoro, Fred Hehuat, Adi

26
Sasono, Pasma Situmorang, dan Deddy Krishna, turut serta dalam berbagai aksi selama sidang
MPRS berlangsung dan meninggalkan bangku kuliah selama tiga minggu.

Pada tanggal 8 Maret 1966, mahasiswa berhasil menduduki gedung Kementerian Luar Negeri
selama lima jam akibat adanya dugaan keikutsertaan Menlu Soebandrio dalam peristiwa
G30S/PKI. Patung Menlu Soebandrio yang dibuat mahasiswa SR ITB menjadi trademark aksi
mahasiswa Bandung di Jakarta. Gerakan menumbangkan komunisme dan rezim orde lama
mencapai puncaknya saat ditandatanganinya Supersemar sebagai serah terima wewenang
memulihkan ketertiban kepada Mayjen Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966. Pada tanggal 18
Maret 1966, Menlu Soebandrio bersama empat belas menteri lainnya ditangkap sehingga
berada di tahanan perlindungan.

Dengan runtuhnya rezim orde lama dan tercapainya ketertiban umum, DM ITB di bawah
kepengurusan Purwoto Handoko (TK, periode 1967-1968), Sarwono Kusumaatmadja (SI,
periode 1968-1969), Wimar Witoelar (EL, periode 1969-1970), dan Syarief Tando (TK,
periode 1970-1971) menyuarakan isu back to campus untuk mengakhiri politisasi kampus sejak
masa Orde Lama dan mengembalikan fungsinya sebagai tempat melaksanakan pendidikan
tinggi dan pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Berbagai unit kegiatan mahasiswa pun
bermunculan, pembangunan Student Center dimulai, serta dilaksanakannya berbagai usaha
dinamisasi kampus lainnya. Lalu pada tahun 1968, DM ITB mengeluarkan pernyataan sikap
berupa menolak wakil-wakil mahasiswa di DPR-GR karena mahasiswa tidak seharusnya
berpolitik praktis dan diwakili secara langsung.

Pada awal tahun 1970-an, ABRI semakin memiliki posisi yang kuat dalam pemerintahan sipil
Indonesia dengan diterapkannya Dwifungsi ABRI. Selain itu, kepolisian Bandung saat itu
sering mengadakan razia besar-besaran terhadap pemuda berambut gondrong. Pihak kepolisian
Bandung menggeneralisasi bahwa mereka yang berambut gondrong adalah seorang kriminal.
Pada tanggal 26 September 1970, DM ITB di bawah kepemimpinan Syarief Tando (TK)
mengecam pengguntingan rambut tersebut dan menganggapnya sebagai pemerkosaan hak-hak
asasi perseorangan. Situasi kemudian berkembang dan menyebabkan ketegangan antara
mahasiswa dan polisi.

Untuk meredakan ketegangan tersebut, maka diadakan pertandingan sepak bola persahabatan
antara mahasiswa ITB dan taruna Akademi Kepolisian Sukabumi berkat bantuan seorang
mahasiswa ITB, Lukman Azis, yang merupakan putra dari Wakapolri, Teuku Azis.
Pertandingan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 1970 di Kampus ITB. Selama berjalannya

27
pertandingan, supporter pihak mahasiswa, yang terdiri dari mahasiswa ITB, UNPAD, dan
UNPAR, dengan gaya khasnya mendukung dan menyindir para supporter pihak taruna, yang
notabenenya tidak terbiasa dengan gaya tersebut akibat budaya disiplin dan hierarki militernya.
Situasi terus memanas hingga berakhirnya pertandingan dengan menangnya pihak mahasiswa
dengan skor 2:0. Pasca pertandingan, sempat terjadi keributan antara mahasiswa dan taruna
yang kemudian berhasil diredakan.

Sore itu, pasca pertandingan, para taruna sedang bersiap untuk pulang di truk dan busnya
masing-masing. Seorang mahasiswa ITB bernama Rene Louis Conrad (EL) sedang melewati
barisan truk dan bus taruna bersama temannya dengan motor Harley Davidsonnya ketika
diludahi oleh seorang taruna. Tak terima diludahi, Rene kemudian turun dari motornya dan
menantang para taruna tersebut. Karena kalah jumlah, akhirnya dilakukan pengeroyokan atas
Rene oleh para taruna tersebut dan ia tewas setelah ditembak mati oleh salah satu taruna. Jasad
Rene sempat hilang dan kemudian ditemukan di gudang di sebuah kantor polisi. Pada tanggal
9 Oktober 1970, diadakan apel suci di Kampus ITB untuk melepas jenazahnya dilanjutkan
dengan demonstrasi untuk menuntut para tersangka pengeroyokan.

Peristiwa ini menuai kecaman dari berbagai pihak, salah satunya mahasiswa. Sayangnya,
bukannya para taruna yang menjadi tersangka, tetapi justru seorang brigadir polisi bernama
Djani Maman Surjaman yang kemudian divonis hukuman penjara selama satu tahun enam
bulan atas “kealpaan”-nya. Para taruna yang terlibat baru disidang pada tahun 1973-1974 dan
beberapa lolos dari hukuman berat. Peristiwa ini kemudian diperingati beberapa tahun lamanya
sebagai penindasan hak sipil oleh kekuasaan tentara.

1971 - 1980
Pada tahun 1971, DM ITB memprotes proyek Taman Mini Indonesia Indah yang dianggap
sebagai pemborosan uang negara dan tidak sesuai dengan kondisi negara saat itu. Di tahun
yang sama, DM ITB juga memprotes kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dianggap
tidak kompeten dalam mengurus pangan.

Pada tahun 1973, DM ITB menyatakan sikap terhadap masalah penanaman modal asing dan
utang luar negeri, khususnya dari Jepang, yang dianggap mencengkram ekonomi nasional.
Pada bulan Desember 1973, sebuah aliansi gerakan tercipta yang dipimpin, antara lain, oleh
Ketua Umum DM ITB Muslim Tampubolon, Ketua Umum DM UI Hariman Siregar, Ketua
Umum DM Unpad Hatta Albanik, dan Ketua Umum DM Unpar Budiono Kusumohamidjojo
berhasil memberikan resolusi tentang sikap untuk menolak utang luar negeri dan modal asing,

28
juga korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. DM ITB kemudian mengirim delegasi ke Jakarta,
antara lain, untuk mendatangi Kedutaan Besar Jepang untuk menyampaikan sikap mahasiswa
terhadap isu utang luar negeri dan modal asing tersebut.

Pada tanggal 11 Januari 1974, diadakan pertemuan 35 DM se-Indonesia atas undangan Ketua
Umum DM UI, Hariman Siregar, di Bina Graha untuk berdialog dengan Presiden Soeharto
tentang perbaikan kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan. Tiga hari kemudian, pada tanggal
14 Januari 1974, Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei, berkunjung ke Jakarta. Mahasiswa
berencana untuk berdemonstrasi menyambut PM Jepang sebagai bentuk gerakan anti modal
asing, namun malah menjadi aksi kerusuhan yang dikenal dengan peristiwa Malapetaka 15
Januari 1974 (peristiwa Malari). Mahasiswa yang mengadakan demonstrasi menggulirkan
Tritura 1974: 1. Bubarkan Asisten Pribadi Presiden, 2. Turunkan harga, 3. Ganyang korupsi.
Mahasiswa juga berdemonstrasi di kampus Unpad dengan, antara lain, membakar patung
Soedjono Hoemardani, salah satu Asisten Pribadi Soeharto.

Pasca peristiwa Malari, rezim orde baru menjadi semakin represif terhadap demonstrasi dan
gerakan kemahasiswaan, antara lain ditandai dengan penangkapan dan pemenjaraan beberapa
aktivis mahasiswa dan pelarangan untuk berdemonstrasi. Oleh karena itu, KM-ITB di bawah
kepengurusan Prasetyo Sunaryo (FT, periode 1974-1975) dan Daryatmo (TA, periode 1975-
1976) melakukan berbagai usaha konsolidasi agar dapat terus menjadi organisasi mahasiswa
yang memiliki bargaining-position terhadap rezim orde baru.

Pada pertengahan 1970-an, masih banyak terjadi kemiskinan, kebodohan, dan banyaknya
jumlah anak yang tidak bersekolah. KM-ITB melihat hal tersebut bisa terjadi karena adanya
sebuah ketimpangan antara laju kenaikan jumlah penduduk dengan penyediaan sarana
pendidikan. Oleh karena itu, KM-ITB di bawah kepemimpinan Kemal Taruc (PL) pada tahun
1976-1977 menginisiasi Gerakan Anti Kebodohan (GAK). GAK bertujuan untuk
mengentaskan kemiskinan dan kebodohan dengan menuntut direalisasikannya penambahan
anggaran pendidikan dan wajib belajar 6 tahun. Pada tanggal 17 April 1977, diadakan Malam
Tirakatan GAK di Kampus ITB yang diikuti dengan acara pembacaan puisi.

Pada bulan Agustus 1977, KM-ITB bersama-sama dengan organisasi mahasiswa intrakampus
Bandung lainnya mengadakan Aksi Bengong sebagai reaksi terhadap tujuh menteri yang
bermaksud mengadakan dialog dengan para mahasiswa di beberapa kota besar. Mahasiswa
mengusulkan agar setiap dialog diikuti dengan tindakan nyata. Selain itu, mahasiswa juga
menghendaki dialog itu dilakukan dengan rakyat, bukan dengan mahasiswa. Prof. Dr.

29
Soemitro, Menteri Urusan Riset, sebagai seorang di antara ketujuh menteri tersebut tidak
bersedia melanjutkan rencananya untuk berdialog.

Pada tanggal 13 September 1977, DM ITB bersama DM UI dan DM IPB membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) di Bogor sebagai parodi politik setelah DPRD Jawa
Barat menyatakan mendukung Soeharto untuk kembali maju menjadi Presiden pada tahun 1978
mendatang. Beberapa mahasiswa, antara lain Al Hilal Hamdi (DM ITB), Ramles Manampang
Silalahi (DM ITB), Farid Faqih (DM IPB), dan Bram Zakir (DM UI), kemudian ditangkap dan
ditahan oleh Laksusda Jaya.

DM ITB bersama-sama dengan dewan dan senat mahasiswa Bandung lainnya menyusun
Memorandum Mahasiswa Bandung yang berisi usul perbaikan tubuh MPR/DPR RI.
Memorandum tersebut disampaikan kepada anggota MPR RI saat pelantikannya pada tanggal
1 Oktober 1977.

Pada tanggal 14-27 Oktober 1977, DM ITB bersama dewan dan senat mahasiswa se-Indonesia
merencanakan kemudian mengadakan pertemuan Gelora Kebangkitan 28 Oktober 1977 yang
bertempat di Balai Pertemuan Ilmiah ITB. Pada pertemuan tersebut, beberapa tokoh
masyarakat memberikan ceramah mengenai berbagai masalah sosial, politik, dan ekonomi,
kemudian dilanjutkan dengan pencetusan Ikrar Mahasiswa Indonesia yang isinya, antara lain,
berupa ajakan untuk menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pertemuan ini diakhiri dengan upacara Hari Sumpah Pemuda dan dihadiri oleh 3500
mahasiswa dan pelajar SLTA di Bandung. Pasca upacara, diadakan aksi demonstrasi keliling
Bandung yang dijaga ketat oleh tentara dan panser.

Pada tahun 1977-1978, DM ITB di bawah kepengurusan Heri Akhmadi (TA’72), dibantu oleh
Rizal Ramli (FI’73) dan Indro Tjahjono (AR’73), menyusun Buku Putih Perjuangan
Mahasiswa 1978, yang berisikan rumusan hasil kajian dan penyusunan data-data tentang
kondisi politik, ekonomi, sosial budaya, hukum negara serta dua faktor penyebabnya, yaitu
kepemimpinan nasional dan strategi pembangunan. Buku Putih juga membahas apa dan untuk
apa mahasiswa berjuang, khususnya pada tahun 1978. Penyusunan buku putih ini tidak hanya
didukung oleh mahasiswa, tetapi juga oleh dosen, antara lain Prof. Iskandar Alisjahbana
(Rektor ITB) dan Prof. Slamet Imam Santoso (mantan Dekan Fakultas Psikologi UI)

Pada tanggal 16 Januari 1978, dilakukan sebuah aksi mahasiswa ITB berupa peluncuran Buku
Putih dan pernyataan sikap. Aksi tersebut dilaksanakan di Lapangan Basket ITB dan dihadiri
oleh dua ribu mahasiswa. Aksi ini diakhiri oleh pernyataan sikap KM-ITB dan pemasangan

30
spanduk di depan Gerbang Ganesha yang bertuliskan pernyataan mahasiswa “Tidak
mempercayai dan tidak menghendaki pencalonan kembali Suharto sebagai Presiden RI”. Selain
itu, mahasiswa melalui Buku Putih juga menuntut: 1.Fraksi-fraksi dalam MPR segera
menampilkan tokoh-tokoh Nasional yang berprestasi dan tidak diragukan integritasnya sebagai
calon Presiden Republik Indonesia, 2. Agar MPR merealisir tuntutan mahasiswa yang
tercantum dalam Ikrar Mahasiswa Indonesia 28 Oktober 1977, dan 3. Agar ABRI benar-benar
berdiri di atas semua golongan demi kepentingan bangsa dan negara.

Rezim orde baru yang melihat mahasiswa sebagai ancaman kemudian menindaklanjuti aksi
tersebut dengan dilarangnya peredaran Buku Putih dan dilakukannya pendudukan kampus pada
tanggal 21 Januari 1978 oleh Kodam Siliwangi. Beberapa mahasiswa, antara lain Ketua DM
ITB Heri Akhmadi (TA’72), ditangkap dan ditahan untuk kemudian diadili. Sebagai reaksi
terhadap penahanan mahasiswa, terjadi aksi pemasangan poster di sekeliling Kampus ITB dan
memuncak pada tanggal 28 Januari 1978 ketika DM ITB menyatakan tidak dapat mengikuti
kegiatan perkuliahan dan melakukan mogok kuliah. DM ITB juga menuntut kepada
pemerintah: 1. Bebaskan rekan-rekan kami yang ditahan, 2. Mencabut pembungkaman pers,
dan 3. Menarik tuduhan-tuduhan sepihak terhadap mahasiswa. Tak lama kemudian,
pendudukan kampus diakhiri dengan Kodam Siliwangi dianggap gagal melaksanakan instruksi
dan ditarik kembali ke barak.

Pada tanggal 9 Februari 1978, terjadi kembali pendudukan kampus untuk kedua kalinya oleh
Kodam Brawijaya yang baru saja pulang dari Timor Timur (sumber lain menyebutkan Brigade
Lintas Udara 18 Kostrad). Pendudukan kedua berlangsung selama kurang lebih dua bulan
hingga tanggal 25 Maret 1978. Selama pendudukan kampus kedua, mahasiswa lama diusir,
hanya mahasiswa angkatan ‘78 yang boleh mendatangi Kampus ITB, dan Radio ITB 8EH
disegel. Selama pendudukan kampus, baik yang pertama maupun yang kedua, DM ITB,
khususnya melalui Departemen Penerangan DM ITB yang diketuai oleh Anton Leonard (GD),
terus berusaha mencetak, memperbanyak, dan menyebarluaskan Buku Putih secara diam-diam
dari luar kampus walaupun adanya ancaman dari pihak berwenang guna meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap isu-isu yang ada.

Selain pendudukan kampus, dewan mahasiswa di seluruh Indonesia juga dibekukan oleh
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo melalui Surat Keputusan Pangkopkamtib No. SKEP-
02/KOPKAM/I/1978. Beberapa mahasiswa selain Heri Akhmadi, antara lain Rizal Ramli,
Indro Tjahjono, Al Hilal Hamdi, dan Ramles Manampang Silalahi, juga ditangkap dan ditahan

31
untuk kemudian diadili. Beberapa mahasiswa dipenjara hingga enam bulan lamanya.
Mendikbud Daoed Joesoef kemudian menetapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK) melalui Surat Keputusan Mendikbud Nomor 0156/U/1978 untuk meredefinisikan
peran, fungsi, dan posisi kampus secara mendasar, fungsional, dan bertahap.

Gerakan kemahasiswaan ITB sebagai salah satu pressure group terhadap pemerintahan orde
baru secara efektif dilemahkan dengan dilarangnya DM ITB dan penerapan Normalisasi
Kehidupan Kampus. Kepengurusan DM ITB selalu mengalami tekanan dari pihak berwenang
dengan ancaman drop out, skorsing, dan sejenisnya. Namun gerakan kemahasiswaan tidak
benar-benar mati berkat adanya usaha untuk tetap menjalankan kepengurusan DM ITB oleh
para mahasiswa. Karena ketidakefektifan kepengurusan, DM ITB kemudian dibubarkan dan
diganti dengan Forum Ketua Himpunan Jurusan (FKHJ) dan Badan Koordinasi Satuan
Kegiatan (BKSK) sebagai lembaga yang menyatukan arah gerak kemahasiswaan di lingkungan
ITB.

1981 - 1990
Pada tahun 1985, FKHJ di bawah kepemimpinan Pramono Anung (TA) dan Justiani
mengadakan demonstrasi untuk menyambut kedatangan PM Inggris Margareth Thatcher.
Setahun kemudian, diadakan juga demonstrasi untuk menyambut kedatangan Presiden Prancis
Francois Mitterrand antara lain dengan memotong kepala bebek secara simbolis agar bangsa
Indonesia jangan membebek pada bangsa Barat.

Pada tahun 1987, FKHJ yang dipimpin oleh tokoh-tokoh mahasiswa, antara lain Fadjroel
Rachman (KI), Syahganda Nainggolan (GD), Enin Supriyanto (SR), Ondos Koekerits (SR),
Hotasi Nababan (SI), dan Lendo Novo (TM), bersama perwakilan Unpad, Ferry Juliantono,
mendirikan Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB) dan Komite Solidaritas
Mahasiswa dan Rakyat (KSMR).

Pada tahun 1989, BKMB dan KSMR mengadakan advokasi dan demonstrasi atas kasus
sengketa lahan di Kacapiring, Cimacan, Kedung Ombo dan Badega. Diadakan aksi long march
Bandung-Badega oleh mahasiswa ITB untuk menghalangi alat berat yang akan menggusur
tanah Badega.

Di tahun yang sama, pada tanggal 5 Agustus, diadakan acara Penataran P4 dengan Menteri
Dalam Negeri Rudini sebagai pembicara. Kedatangan Mendagri Rudini disambut dengan
demonstrasi pembakaran ban, pelemparan telur, dan usaha pengusiran karena ia dianggap
bertanggung jawab membawahi pemerintah lokal yang berkolusi dengan penguasa. Beberapa
32
mahasiswa ditangkap dan ada yang kemudian dipenjarakan, antara lain Fadjroel Rachman,
Enin Supriyanto, Amarsyah, Bambang Sugianto Lasijanto, Lendo Novo, A.Sobur, Wijaya
Santosa, Adi SR, dan Dwito Hermanadi. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah
Peristiwa 5 Agustus 1989.

1991 - 2000

Pada hari Selasa tanggal 17 Januari 1995, 200-an mahasiswa memadati lapangan basket
melakukan aksi solidaritas untuk buruh PT Jersindo yang menginap di Kantor Depnaker
Bandung. Aksi ini dilakukan untuk menuntut hak buruh yang belum terpenuhi setelah
pabriknya tutup sejak 7 bulan lalu.

Pada tanggal 27 Juli 1996, terjadi aksi Kudatuli (kerusuhan dua puluh tujuh Juli). Aksi ini
dilakukan oleh KM-ITB bersama FKHJ dan FKMB. Mereka mengadakan mimbar bebas atau
biasa disebut “Mimbar Demokrasi” di sekretariat PDI. Aksi ini dilakukan karena tuntutan
mahasiswa kepada rezim Soeharto dan memanfaatkan situasi “keramaian” akibat konflik
internal (perebutan kekuasaan) partai PDI untuk menyuarakan tuntutan tersebut di mimbar
bebas.

Pada tanggal 18 Mei 1998, Mahasiswa melakukan aksi penolakan terpilihnya Soeharto sebagai
presiden ketujuh kalinya pada saat itu. Aksi ini dilakukan di Gedung Sate juga di Jakarta
bersama mahasiswa dari seluruh Indonesia lainnya. Salah satu peran mahasiswa ITB dalam
aksi tersebut adalah membuat simbol lambang tangan yang dibuat oleh salah satu mahasiswa
dari FSRD yang menggambarkan gerakan reformasi.

2001 - 2010
KM-ITB menggulirkan isu Bulog Gate dan Brunei Gate untuk menjatuhkan Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Skandal Bulog Gate dan Brunei Gate jadi jalan pembuka
upaya penjatuhan Presiden Gus Dur. Konflik elit politik menjalar ke masyarakat dan membelah
elemen mahasiswa. Pada tanggal 29 Januari 2001, DPR menggelar Sidang Paripurna
membahas hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) investigasi dugaan penyimpangan dana
Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog). Pansus DPR
menyerahkan laporan kepada Akbar Tandjung yang berisi dua kesimpulan utama. Pertama,
Presiden Abdurrahman Wahid diduga berperan dalam pencairan dan penggunaan dana
Yanatera Bulog. Kedua, Presiden inkonsisten dalam pernyataan mengenai aliran dana dari
Sultan Brunei.

33
Sesudah Gus Dur turun, BEM SI menghilang, muncul aliansi BEM-BEM kota (BEM
Jabotabek, BEM Bandung Raya, BEM Joglo Semar) sebagai bentuk konsolidasi gerakan
mahasiswa. Bulan Desember 2001, Kabinet KM-ITB mengadakan pertemuan BEM se-
Bandung Raya di Aula Barat sebagai langkah awal konsolidasi. Jaringan BEM Bandung Raya
ini sebelumnya dikonsolidasikan oleh Badan Pekerja Eksternal KM-ITB saat KM masih
dipegang oleh FKHJ pasca kudeta Maret 2001.

Di Bandung, konsolidasi awal BEM Bandung Raya dilakukan oleh ITB, UNPAD, UPI,
UNPAR dan UNISBA. Kampus yang ikut serta makin banyak. Terjadi insiden di akhir
konsolidasi karena ITB dikeluarkan dari aliansi BEM Bandung Raya. Kongres Mahasiswa
Mahasiswa yang digagas ITB tidak terlalu berhasil menyatukan mahasiswa. Isu yang dibawa
oleh Kabinet KM-ITB adalah gerakan kultural yang mengarah pada perubahan politik. Beda
dengan BEM Bandung Raya yang mengusung isu turunkan Mega-Hamzah.

Bulan Mei 2003 terjadi Aksi Longmarch Bandung-Jakarta untuk memperingati 5 tahun
reformasi. Sembari menggelar aksi tersebut, massa menuntut Presiden Megawati dan Wakil
Presiden Hamzah Haz untuk turun dari jabatannya. Tuntutan ini termasuk ditujukan kepada
Ketua MPR Amien Rais, Ketua DPR Akbar Tanjung, dan Ketua Mahkamah Agung Bagir
Manan, yang dianggap gagal menjalankan agenda reformasi yang telah berumur 5 tahun.
Setelah aksi tersebut, pada Juli 2003, 1500 massa BEM Bandung Raya menuntut turunnya
Mega-Hamzah. Peluncuran “Selamatkan Indonesia” oleh Kabinet KM-ITB.

Pada Desember 2003, Kabinet KM-ITB membentuk Satuan Tugas Penyikapan Pemilu RI 2004
yang diketuai oleh Otep Kurnia (MA’99). Pemilu dan Pilpres 2004 merupakan tonggak
demokratisasi Indonesia Pasca-Reformasi. Kala itu untuk pertama kalinya masyarakat
Indonesia dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden, di samping memilih calon
anggota legislatif. Salah satu pasangannya adalah Amien Rais dan Siswono Yudohusodo
(capres nomor urut 3 yang dicalonkan oleh PAN). Pada April 2004, terjadi aksi pembakaran
ban oleh Kabinet bersama Satgas Pemilu KM-ITB akibat pengambilalihan acara ‘Kupas
Tuntas’ Capres RI Amien Rais oleh Rektorat. Kabinet juga mengadakan aksi menolak
kedatangan Siswono Yudohusodo karena dianggap sebagai bagian dari rezim Orde Baru.
Terjadi pula, aksi menolak Dialog Calon Presiden oleh PSIK yang mengundang Prabowo
Subianto. Pada pemilihan umum 2004, Prabowo mencoba untuk maju menjadi presiden
melalui Partai Golkar dengan mengikuti konvensi, namun konvensi ini akhirnya dimenangkan
oleh Wiranto. Kemudian pada Oktober 2004, Kabinet KM-ITB menginisiasi sebuah acara

34
besar bertajuk ‘Gema Nusa’ (Gerakan Membangun Nurani Bangsa) di lapangan silang Monas
dengan menghadirkan Presiden RI terpilih Susilo Bambang Yudhoyono. Seiring berjalannya
proses demokrasi di Indonesia, pada 10 Desember 2004, ITB kedatangan Dr. Anwar Ibrahim
(Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia) untuk mengisi seminar “Perkembangan
Demokratisasi Di Asia”, kedatangan tersebut disambut hangat mahasiswa ITB.

Pada awal tahun 2005, terjadi kenaikan harga minyak dunia, isu pemerintah akan turut
menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pun bermunculan. Sebagai reaksi, pada Bulan
Februari Kabinet KM-ITB menyatakan penolakan atas kenaikan BBM. Kabinet KM-ITB
mengadakan aksi dengan motor sampai ke Lapangan Tegallega. Penolakan kenaikan harga
BBM ini juga diikuti oleh aksi mogok makan oleh Sandra, Wira, Agus, dan Ramses di gerbang
Selatan ITB. Selanjutnya, Kabinet KM-ITB kembali menggulirkan isu tolak kenaikan BBM –
kenaikan yang kedua kalinya– yang direncanakan pemerintah akan diumumkan pada tanggal
1 Oktober 2005.

Pada 2008, pemerintah kembali berencana menaikkan harga BBM. Sikap KM-ITB tegas
menyatakan menolak atas rencana tersebut. Dalam keterangan persnya, Kabinet KM-ITB
menilai hubungan pemerintah dengan rakyat dalam masalah BBM bukanlah hubungan profit-
oriented antara penjual dan pembeli, tetapi hubungan antara pihak yang mengurusi urusan
rakyat dengan rakyatnya yang berhak menikmati harta kekayaan milik mereka (dalam hal ini
BBM) dengan harga murah. Melalui pernyataan sikapnya tersebut, Kabinet KM-ITB sekaligus
memberikan dua rekomendasi. Pertama, dalam jangka pendek, Kabinet KM-ITB mendorong
pemerintah untuk melakukan efisiensi serta menaikan upah minimum (UMR). KM-ITB
menaksir penghematan belanja negara mulai 10-20%, mulai dari kantor kepresidenan, DPR,
kementerian dan lembaga negara lain, dapat menghemat anggaran hingga 20 triliun. Dalam
jangka panjang, Kabinet KM-ITB mengusulkan tiga solusi. Pertama mengimbau pemerintah
untuk menaikan produksi minyak mentah harian (lifting) menjadi 1,3 juta barel per hari. Kedua,
mengefisiensi konsumsi masyarakat dan mengurangi ketergantungannya akan migas. Ketiga,
dengan berkaca pada kasus Cepu dan Blok Natuna, Kabinet KM-ITB meminta pemerintah
merevisi dan memperbaiki kontrak-kontrak dengan perusahaan asing dalam sektor minyak
yang merugikan negara.

Pada tahun 2010, saat genap 100 hari pemerintah SBY Kabinet KM-ITB yang diketuai oleh
Ridwansyah Yusuf Achmad (PL’05) melakukan aksi di Bundaran HI dengan membawa sekitar
75 mahasiswa ITB yang kemudian bergabung dengan 200 mahasiswa dari BEM UI. Massa

35
ITB melanjutkan aksi ke Istana Negara, sementara massa UI mendatangi KPK. Pada tahun ini
juga, terjadi pembatalan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang menjadi cikal bakal
liberalisasi pendidikan. Tongkat kepemimpinan Kabinet KM-ITB dilanjutkan kepada Herry
Dharmawan (AE’06). Kabinet Herry menginisiasi KM-ITB Summit sebagai milestone
kemahasiswaan agar seluruh entitas KM-ITB dapat berjalan sinergis.

2011 - 2020

Pada April 2011 bertempat di Gedung DPR RI. KM-ITB protes mengenai RUU Perguruan
Tinggi yang dianggap tidak memihak kepada siswa yang kurang mampu. Kabinet KM-ITB
melakukan Audiensi dan Rapat dengar pendapat kepada KOMISI X DPR RI, kemudian
menghasilkan keputusan bahwa perguruan tinggi tidak hanya menyiapkan 20% untuk
mahasiswa kurang mampu, tetapi juga ‘menjemput bola’ agar kuota tersebut terpenuhi.

Pada Kamis, 20 Oktober 2011, KM-ITB protes terhadap kinerja SBY-Boediono menjelang 2
tahun jabatannya, karena selama masa jabatan SBY-Boediono dinilai gagal dan tidak cakap
dalam menjalankan pemerintahannya. Protes dilaksanakan oleh 30 mahasiswa Institut
Teknologi Bandung (ITB) di Monumen Perjuangan sampai Gedung Sate Bandung. Dalam
unjuk rasa tersebut, KM-ITB menuntut SBY-Boediono mengalokasikan 20 persen untuk
anggaran murni bagi pendidikan, optimalkan jaminan sosial, memberantas kemiskinan,
mewujudkan kedaulatan energi, dan menegakkan hukum. Para mahasiswa membuat barisan
dan berjalan mundur menuju gedung sate.

Mimbar Bebas yang diadakan pada 27 Maret 2012 di Monumen Kubus dalam rangka
menyikapi isu kenaikan harga BBM pada 1 April 2012. Acara ini diikuti oleh Akrimni Al Habil
(MS), Nurulhuda Halim (MG), Mahdi Karim (PL), Herjuno Rah Nindhito (FT), Gilang
Permata Khusuma (MT), Andrew Samosir (FI), Septia Agustin (KL), dan lain-lain. Moderator
pada mimbar bebas kali ini adalah Irfan (BI). Acara mimbar bebas dibuka dengan menyanyikan
lagu Indonesia Raya dan ditutup dengan Salam Ganesha. Dalam mimbar bebas ini beberapa
massa kampus menyampaikan orasi mereka dalam menanggapi isu kenaikan BBM pada 1
April mendatang. Perlu diketahui bahwa berdasarkan hasil Rapat Pimpinan (Rapim), sikap
yang Kabinet KM-ITB ambil adalah KM-ITB tidak menolak untuk dinaikkannya harga BBM,
tetapi tidak pada 1 April 2012. Hal tersebut dikarenakan Pemerintah dinilai belum memiliki
kejelasan yang kongkrit dalam menjamin kesejahteraan rakyat sebagai kompensasi dicabutnya
subsidi

36
Penolakan kedatangan Joko Widodo di Kampus ITB. Kehadiran Jokowi ke kampus saat itu
statusnya telah menjadi bakal calon presiden RI, demo ini mengenai penolakan politisi kampus.
Gubernur DKI Jakarta itu datang ke kampus ITB pada 17 April 2014. Sebelum masuk ke
kampus, mobil yang ditungganginya dihadang sejumlah demonstran. Tepat saat Jokowi berada
di mimbar, spanduk bertuliskan "Kampus Netral Harga Mati", "Tolak Politisasi Kampus"
dibentangkan di barisan belakang peserta kuliah umum oleh sekelompok mahasiswa. Tulisan
berwarna merah darah tersebut menyiratkan perlawanan dan penolakan atas kehadiran Jokowi
di ITB, sehingga Jokowi pun urung memberi kuliah umum setelah penandatanganan nota kerja
sama dengan ITB di gedung Rektorat.

Gerakan Menuntut Raport Merah Presiden Jokowi oleh Kabinet KM-ITB pada 15 Maret 2015
bertempat di Kota Bandung. Kegiatan ini dilakukan karena kinerja Jokowi dinilai kurang
memuaskan. Para Mahasiswa BEM SI menyuarakan ultimatum kepada Jokowi, namun
menurut Luthfi Anshari (FI’11), tidak perlu menyuarakan hal yang tidak dibutuhkan
masyarakat, mahasiswa hanya perlu menyuarakan apa yang dilakukan pemerintah dan apa
yang seharusnya didapatkan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Luthfi gerakan mahasiswa
yang belakangan ramai di media-media itu tidak emansipatif.

Sebagai rangkaian dari aksi memperingati 108 tahun Hari Kebangkitan Nasional dan 18 tahun
pasca Reformasi, KM ITB melaksanakan aksi damai bersama kumpulan Badan Eksekutif
Mahasiswa wilayah Jawa Barat dan Jabodetabek-Banten (BSJB) pada tanggal 19 Mei 2016.
Aksi tersebut akan berlangsung di depan Kompleks Parlemen Gedung DPR/MPR. KM ITB
berencana untuk membawa tuntutan-tuntutan yang sebelumnya telah dikaji secara bersama-
sama. Tuntutan tersebut meliputi permasalahan rancangan undang-undang pengampunan pajak
(tax amnesty), rancangan revisi undang-undang pertambangan mineral dan batu-bara, dan
kontroversi pembangunan kereta cepat Indonesia Cina (KCIC) Jakarta-Bandung.

Setelah Aksi 19 Mei selesai, direncanakan sebagian massa KM ITB akan bergabung dengan
aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) untuk melanjutkan aksi yang
lebih besar pada hari Jumat. KM ITB sendiri akan menggunakan haknya dalam aksi lusa
sebagai bagian dari koordinator BEM-SI bagian kajian isu energi. 20 Mei 2016 menjadi hari
dimana aksi tersebut dilaksanakan. Di Istana Negara, mereka menyuarakan beberapa tuntutan
terkait persoalan yang dialami Bangsa Indonesia saat ini. Begitupun KM ITB yang diamanahi
sebagai koordinator isu energi BEM-SI turut membawa aspirasi terhadap kondisi energi di
Indonesia.

37
Beberapa mahasiswa dari BEM UI, KM ITB, dan beberapa golongan masyarakat melakukan
Aksi Simpatik Hak Angket KPK di depan Gedung DPR pada 7 Juli 2017. Beberapa pihak
seperti Gerakan Anti Korupsi (GAK), Forum Guru Besar (FGB), dan berbagai organisasi
masyarakat yang menolak korupsi turut serta turun ke jalan untuk melakukan seremonial aksi
dan audiensi DPR RI. Sangat disayangkan, pihak yang dijanjikan yakni Fahri Hamzah dan/atau
Fadli Zon tidak dapat ditemui. Berdasarkan kronologi dari rilis pers, terdapat panggilan masuk
untuk ke dalam gedung DPR RI terkait surat permohonan audiensi yang diajukan. Massa baru
mengetahui bahwa pihak yang akan ditemui mereka adalah pansus sesaat sebelum masuk.
Massa aksi yang ikut masuk melakukan rapat singkat. GAK dan FGB menolak masuk karena
tidak mengakui dan enggan berdialog dengan DPR RI yang mengatasnamakan diri sebagai
pansus. Permintaan untuk melaksanakan dialog di luar pun ditolak oleh DPR, kecuali massa
mengakui bahwa mereka akan berdialog dengan wakil rakyat atas nama pansus, bukan atas
nama anggota DPR RI. Bapak Agun Gunandjar lalu menyatakan bahwa pertemuan ini tak akan
dianggap dan mengusir massa. Akhirnya, perwakilan keluar dan kembali bersama rombongan.

Pada tanggal 19 Juli 2017, Komite Rakyat Kebon Jeruk bersama dengan beberapa perwakilan
mahasiswa melakukan Aksi Usaha Pertama di depan PT KAI DAOP 2 (Jl. Stasiun Barat,
Bandung) sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap warga Kebon Jeruk dalam menghadapi
penggusuran yang dilakukan PT KAI.

Pada tanggal 1 Oktober 2017, bertempat di depan Kampus Ganesha, sebanyak kurang lebih 30
mahasiswa memulai mobilisasi menuju Car Free Dago di sekitar Taman Cikapayang, untuk
melakukan "Aksi Ganyang Koruptor." Aksi ini dilakukan dalam bentuk teatrikal kreatif,
dengan tema utama "Putusan Prapengadilan Setya Novianto Tak Lagi Tersangka KTP-el."

Nafas panjang gerakan #ganyangkoruptor KM ITB berlanjut. Perwakilan KM ITB menemui


pimpinan KPK untuk melakukan audiensi di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta pada 2
Oktober 2017. Hadir juga bersama KM ITB, teman teman dari lintas universitas yakni IKM
UI, BEM KEMA UNPAD, dan BEM REMA UPI. KM ITB diwakili oleh Presiden KM ITB
Ardhi Rasy Wardhana dan beberapa perwakilan dari kementerian koordinator sosial politik.
Sedangkan pimpinan KPK yang menerima ialah Laode M. Syarif selaku wakil ketua KPK.

Dalam audiensi dengan KPK, Ardhi menyampaikan poin poin sikap KM ITB mengenai upaya
pelemahan pemberantasan korupsi. KM ITB memberikan penekanan bahwa KPK harus tetap
fokus pada penyelesaian kasus kasus korupsi khususnya kasus KTP-El dan secepatnya

38
mengusut kembali pimpinan DPR yang beberapa hari yang lalu dibebaskan. Dilanjutkan
dengan penyampaian sikap dari kawan kawan lintas universitas. Audiensi diakhiri dengan
kesepakatan komitmen untuk bersama-sama mendukung gerakan pemberantasan korupsi di
Indonesia. KM ITB juga berkesempatan untuk memberikan buku kajian KM ITB mengenai
upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan dilanjutkan dengan konferensi pers di depan
gedung KPK.

KM ITB kembali melakukan aksi di sekitar CFD Bandung bersama STT Tekstil, Polban, UPI
dan universitas di Bandung lainnya.Aksi ini merupakan hasil dari konsolidasi dengan BEM
Jawa Barat yang dilaksanakan pada Jumat (27/10/17), pada malam, dan juga merupakan hasil
kajian dari eskalasi aksi pasca penyikapan terkait represifitas terhadap mahasiswa. Isi
tuntutannya berupa untuk segera membebaskan kawan-kawan yang ditersangkakan oleh
kepolisian pada saat ini. Aksi ini memiliki harapan untuk tetap dapat memberikan ruang seluas-
luasnya dalam aspirasi publik, supaya dapat didengar oleh pemerintah dan tidak terjadi
represifitas seperti ini kembali.

Gerakan penolakan upaya pelemahan pemberantasan korupsi KM ITB terus berlanjut. Aliansi
Anti Korupsi bersama Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi mengundang beberapa
BEM Universitas termasuk KM ITB untuk mengadakan sebuah acara simbolik sebagai bentuk
dukungan kepada KPK selaku lembaga pemberantasan korupsi.

Penetapan SN sebagai tersangka kembali memberikan kabar baik bagi upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia. Sesuai dengan sikap KM ITB, perwakilan yang datang tetap menekankan
dan meminta KPK untuk melanjutkan pengusutan kasus E-KTP yang turut menyeret beberapa
nama besar lain. Acara simbolik ini berlangsung di depan Gedung Merah Putih KPK pada
pukul 15.00 hingga maghrib pada Jumat (24/11/2017). Para lembaga yang tergabung
bergantian mengisi acara dengan drama teatrikal, orasi, potong tumpeng, pantun, nyanyian, dan
lain-lain.

Pada 18 Desember 2017, diadakan sebuah acara bertajuk “Entrepreneurs Wanted!” di Gedung
Sasana Budaya Ganesha. Acara tersebut merupakan bentuk motivasi untuk menjadi seorang
pengusaha. Presiden RI Joko Widodo turut hadir dan memberi sambutan. Perwakilan KM ITB
juga ikut serta dalam acara tersebut. Pada jeda acara, Ardhi selaku Presiden KM ITB dan Wali
selaku Presiden KM ITB terpilih berkesempatan untuk berbincang dengan Presiden RI Bapak
Jokowi. Dalam perbincangan tersebut, disampaikan beberapa hasil kajian yang terangkum

39
dalam buku kajian #antiserampangan 19 Mei. Kesempatan ini merupakan hal yang sangat
langka karena KM ITB sudah beberapa kali ingin melakukan audiensi dengan Presiden RI
namun selalu berakhir dengan ketidakjelasan. Buku kajian tersebut berisi tiga pokok bahasan
yakni ekonomi kerakyatan, supremasi hukum, dan kedaulatan rakyat.

Hingga pada masa akhir jabatan, Kabinet Suarasa yang dipimpin Ardhi berhasil melaksanakan
banyak aksi sosial-politik yakni Aksi BEM SI Jabar, Aksi Hari Buruh, Aksi Kebangkitan
Nasional, Aksi Hari Kebangkitan Nasional bersama BEM SI, Aksi Tolak Hak Angket, Aksi
Solidaritas Kebon Jeruk, Aksi Ganyang Koruptor, Aksi Evaluasi 3 Tahun Jokowi bersama
BEM SI, Aksi Penolakan Represifitas Aparat, Aksi Penolakan Represifitas bersama BEM SI,
dan Aksi Tolak Reklamasi.

Februari 2018, Ahmad Wali Radhi, Presiden KM ITB 2018/2019 terpilih menjadi Koordinator
Pusat (Korpus) Bem Seluruh Indonesia untuk tahun 2018. Langkah yang diambil Wali
bukanlah keputusan yang sudah direncanakan dari jauh-jauh hari, Wali secara tiba-tiba
mengabarkan kepada Kongres untuk mengambil peran ini sehari sebelum keputusan penetapan
korpus pada Musyawarah Nasional BEM SI yang dilaksanakan di Universitas Riau. Tentu hal
ini mengejutkan para senator di Kongres KM ITB. Kongres tidak menyetujui dan menolak
langkah yang dilakukan Wali yang dianggap ‘serampangan’ dalam mengambil posisi tersebut.
Alasannya, KM ITB akan dianggap sebagai wajah dari BEM SI, yang dimana citra KM ITB
dipertaruhkan di depan BEM berbagai perguruan tinggi.

Pada Juli 2018, KM ITB menaruh karangan bunga di gerbang utama kampus bertuliskan
“Selamat Datang di Kampus Radikal”. Karangan bunga tersebut adalah bentuk penyambutan
yang dilakukan oleh Kabinet KM ITB dalam rangka menyambut kedatangan Menristekdikti,
Mohamad Nasir pada acara Peringatan 98 Tahun Perguruan TInggi Teknik Indonesia. Hal ini
terjadi akibat dituduhnya ITB sebagai kampus radikal oleh Menristekdikti saat Bulan
Ramadhan lalu. Tautan bit.ly/diktijanganmendikte yang tercantum pada karangan bunga
merupakan hasil kajian yang juga ingin disampaikan kepada Menristekdikti pada saat itu. Aksi
ini bukan merupakan aksi gimik semata, KM ITB juga sempat melakukan diskusi dengan Nasir
sebelum Ia kembali ke Jakarta. KM ITB mengeluhkan masalah-masalah seputar konten
radikalisme di kampus, penerapan student loan, hingga biaya kuliah.

Pada tahun 2018 juga, Kabinet KM ITB sebagai koordinator pusat BEM SI mengeluarkan buku
kajian ‘Refleksi 20 tahun Reformasi”. Buku tersebut berisikan berbagai hal seperti kebebasan

40
demokrasi, kesejahteraan rakyat, pendidikan nasional, serta masalah-masalah yang dihadapi
setelah reformasi tahun 98.

Aksi bersama BEM SI pada 21 Mei 2018. KM ITB selaku Korpus BEM SI turut serta
melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR. Aksi ini merupakan aksi tahunan untuk
memperingati reformasi yang telah berjalan selama 20 tahun sekaligus Hari Kebangkitan
Nasional. Dalam orasinya, Wali menyampaikan 3 tuntutan yang dibawa pada aksi peringatan
reformasi kali ini, yakni: (1) wujudkan kebebasan berdemokrasi yang menjamin penuntasan
kasus HAM masa lalu, ruang bersuara dan berserikat rakyat, pemberantasan KKN, dan
kembalikan fungsi militer seperti amanat reformasi, (2) pastikan kesejahteraan masyarakat
Indonesia, khususnya buruh, pembagian sistem yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah,
dan pendidikan berkualitas dan terjangkau bagi seluruh kalangan, dan (3) ciptakan ketahanan
nasional bidang energi dan pangan untuk Indonesia yang berkelanjutan. Namun, dalam
wawancara yang dilakukan Pers Mahasiswa ITB terhadap Wali, tuntutan yang disiapkan bukan
merupakan tujuan utama dari adanya aksi ini. Tujuan primer aksi ini adalah bagaimana BEM
SI hadir untuk turut serta merefleksikan 20 tahun reformasi dengan pernyataan sikap umum
ditujukan kepada entitas elemen pemerintahan. Adapun BEM SI gagal menemui DPR RI untuk
menyampaikan tiga tuntutan tersebut. Padahal sebelumnya, Wali bersama BEM SI telah
diundang untuk menemui perwakilan DPR dengan syarat hanya menerima 10 orang perwakilan
dari BEM SI. Undangan tersebut kemudian ditolak, dengan alasan (1) 10 orang tidak dapat
menggambarkan BEM SI secara keseluruhan dan (2) perwakilan dari DPR hanya menjabat
sebagai humas dimana orang terebut bukan merupakan anggota DPR yang dapat secara
langsung merumuskan kebijakan.

Pada masa akhir Kabinet Senurani, Kemenkoan Sospol mengeluarkan buku hasil kajian selama
kabinet menjabat dengan judul “Rekam Jejak Bahasan Isu Kabinet "Senurani" KM ITB
2018/2019”. Buku tersebut berisi gagasan dan hasil analisis berdasarkan pengamatan, diskusi,
dan turun aksi bersama terkait isu-isu kondisi sosial politik yang terjadi di Indonesia. Buku
tersebut membahas sebanyak 11 isu yakni hak-hak buruh, supremasi hukum dan penegakkan
HAM, reformasi dan pemberantasan KKN, kebebasan akademik, UU MD3, pemberantasan
korupsi dalam kasus PKPU, keterlibatan militer di tengah kehidupan masyarakat sipil,
pendidikan tinggi dan pendidikan dasar, otonomi daerah, kedaulatan pangan, serta ketahanan
energi.

41
Kabinet KM ITB turut dalam buruh pada 1 Mei 2019 sebagai bentuk aksi untuk perlindungan
hak-hak buruh. Pada 23 Mei 2019, Kabinet KM ITB melakukan aksi bersatu dalam duka, yaitu
berkumpul di sekeliling Monumen Indonesia Tenggelam (Intel) sebagai bentuk simpati
terhadap mereka yang menjadi korban atas lemahnya antisipasi terhadap beban kerja dari
sistem Pemilu 2019.

Pada September 2019, KM ITB juga turut aktif dalam melakukan aksi penolakan atas RUU
KPK. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia, termasuk ITB, dan masyarakat
sipil kembali melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR pada 24 September.
Kabinet KM ITB juga melakukan lima diskusi publik terkait isu KPK dan turut mengundang
beberapa tokoh masyarakat dan lembaga yang berkaitan dengan korupsi. Kabinet KM ITB juga
mengeluarkan kajian ‘Demokrasi Terputus’ yang berisikan terhadap fenomena masyarakat
yang menjadikan mahasiswa sebagai ujung tombak dalam menyuarakan suara rakyat.

Pada Mei 2020, Kabinet KM ITB mengeluarkan kajian ‘Menuntut Otonomi Daerah yang
Seluas-luasnya’. Otonomi daerah merupakan salah satu dari enam tuntutan reformasi. Otonomi
daerah dipandang terancam oleh berbagai upaya sentralisasi pemerintah, antara lain pasal-pasal
dalam Omnibus Law dan Revisi UU Minerba. Kajian tersebut dapat diakses pada
bit.ly/KajianOtonomiDaerah .

Dalam rangka menolak RUU Cipta Kerja ‘Omnibus Law’, Kabinet KM ITB turut
melaksanakan aksi pada 8 Oktober 2020 bersama ribuan mahasiswa lainnya beserta elemen-
elemen masyarakat lainnya. Selain itu juga, Kabinet KM ITB mengadakan beberapa diskusi
publik dan mengundang tokoh-tokoh masyarakat lain dalam membahas dampak dari
disahkannya Omnibus Law dan upaya apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.

42
Bidang Sosial Kemasyarakatan

1971 - 1980

KM-ITB mengadakan program perlombaan menulis kertas kerja yang diberi nama Presentasi
Kertas Kerja Desa. Perlombaan ini bertujuan untuk mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk
melihat dan memahami berbagai masalah pembangunan desa.

Pada Agustus 1975, Kuliah Kerja Nyata (KKN) ITB pertama kali diadakan. Sebanyak empat
puluh mahasiswa dari jurusan Teknik Sipil, Arsitektur, Teknik Penyehatan, Planologi, dan
Teknik Industri mengunjungi Desa Napak, Pawenang, Pelabuhan Ratu, Sukaraja, Cisaat, dan
Cibatu di Kabupaten Sukabumi. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama
KKN, antara lain memberi penyuluhan tentang cara membuat rumah, cara meningkatkan
efisiensi administrasi desa, dan cara mengembangkan industri kecil.

1991 - 2000

Salah satu rangkaian acara OSKM 1995 adalah defile. Defile merupakan salah satu bentuk
unjuk kekuatan mahasiswa ITB dari segi jumlah maupun kepedulian. Pada saat itu, mahasiswa
ITB membuat barisan sepanjang kurang lebih 500 meter sambil membawa poster-poster
berisikan tulisan yang menggambarkan kepedulian mereka terhadap kondisi masyarakat dan
negara, serta menunjukkan eksistensi mereka terhadap masyarakat luas.

Mahasiswa ITB melakukan aksi solidaritas untuk buruh PT. Jersindo yang menginap di kantor
Depnaker Bandung pada tahun 1995. Pada hari Selasa tanggal 17 Januari tahun itu, 200-an
mahasiswa berkumpul memadati lapangan basket untuk menuntut hak-hak buruh yang belum
dipenuhi setelah pabrik PT. Jersindo tutup 7 bulan yang lalu.

Akibat krisis moneter bulan Juli 1997, Syawaludin Lubis (TG’90), Meldy (MS’91), Denda
Alamsyah (GD’91), Anto Soedarto (GD’92), Khalid Zabidi (SR’93), Depi Restiadi (TG’94),
Widdy Widianto (PL’95), Gandhi (TK’95) membentuk Satgas KM-ITB. Pada tahun 1998,
Satuan Tugas (Satgas) KM-ITB melakukan gerakan Lumbung Kota yang berupaya untuk
mengorgansasi masyarakat mencari jalan keluar untuk bertahan hidup dari krisis moneter dan
memulihkan kondisi ekonomi dengan berperan sebagai mediator bertemunya potensi dengan
persoalan. Gerakan ini melibatkan 300 RW di Bandung sebagai organisator tingkat lapangan.

Program pemberdayaan masyarakat GMIP-ITB memiliki target berupa beberapa golongan


masyarakat, yaitu buruh, pedagang kaki lima dan asongan, pengamen jalanan, dan pemulung.

43
Pemberdayaan buruh dilakukan dengan metode diskusi dan kegiatan lain yang memicu
kesadaran dan kemampuan bagi buruh untuk memperjuangkan hidup yang lebih baik. Diskusi-
diskusi propaganda kebersihan dan keamanan tempat berdagang dilakukan supaya para
pedagang kaki lima dan asongan memiliki kesadaran hukum dan berorganisasi untuk
memperjuangkan kepentingan mereka. Diskusi dilaksanakan bersama para pengamen jalanan
supaya mereka tetap dapat bekerja tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dengan target pemulung dilakukan dengan memberikan pengajaran
baca tulis dan diskusi seputar masalah mereka supaya mereka memiliki keahlian khusus
sehingga mampu menjadi komponen produktif dalam masyarakat.

Gerakan-gerakan yang dilakukan mahasiswa ITB pada saat itu bertujuan untuk mewujudkan
Indonesia yang demokratis. Demokratis ini diwujudkan dalam dua hal, yaitu sistem dan
budaya. Perwujudan dari sistem yang demokratis diupayakan melalui gerakan struktural
gerakan mahasiswa dengan cara demonstrasi dan sebagainya, sedangkan budaya demokratis
berakar kepada kemandirian rakyat. Ketika semua orang sadar pada hak dan kewajiban masing-
masing, semua orang menjadi mandiri dan dapat menentukan sendiri pilihan hidupnya.

Pada April 1999, peserta OSKM melakukan kerja sosial pada desa di Cipatat Kabupaten
Bandung. Kerja sosial ini disebut sebagai aksi SINDU (Studi dan Implementasi Desa Terpadu).

2001 - 2010

Bencana luar biasa terjadi pada tahun 2004 akibat gempa berkekuatan M 9,3 dari dasar
Samudera Hindia yang mengakibatkan terjadinya tsunami Aceh. Pada 31 Desember 2004, aksi
peduli bencana tsunami Aceh bersama BEM Unpad dilakukan dengan pengiriman relawan ke
Aceh.

Aksi sosial masyarakat yang cukup ramai dibicarakan pada periode ini adalah program Rumah
Belajar. Rumah Belajar diinisiasi oleh Kabinet Izul (Kabinet KM-ITB periode 2007/2008) pada
2008 dengan nama Rumah Belajar Sangkuriang. Rumah Belajar Sangkuriang berdiri atas
inisiatif himpunan-himpunan mahasiswa ITB untuk berkontribusi kepada masyarakat dalam
wilayah pendidikan. Budiono (IF’03) selaku Menteri Pengabdian Masyarakat saat itu berusaha
memfasilitasi dan merealisasikan rumah belajar tersebut hingga berdirilah Rumah Belajar
Sangkuriang yang dipimpin oleh Lizi Luziana Zaenufar (FI’04). Dalam hierarki Kabinet KM-
ITB, Rumah Belajar KM-ITB berada dalam pengawasan Departemen Pengabdian Masyarakat
KM-ITB. Rumah Belajar Sangkuriang mempunyai cita-cita untuk menjadi acuan dalam

44
konteks “pendidikan ideal” di Indonesia. Dalam upaya untuk membangun model pendidikan
ideal di Indonesia, dikembangkan sebuah model kurikulum yang berbasis pada empat hakikat
pendidikan pada rumah belajar tersebut, antara lain mengembangkan seluruh potensi peserta
didik, membimbing peserta didik untuk menemukan misi kemanusiaan dan perannya dalam
kehidupan, mengembangkan kemampuan berpikir dan hasrat belajar, dan pewarisan nilai-nilai
dan pengetahuan.

2011 - 2020

Pada tanggal 3 dan 4 Juli 2011 telah dilaksanakan Khitanan Massal oleh Paguyuban Alumni
Elektro ‘99 ITB bekerja sama dengan asrama Bumi Ganesha. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
rasa terima kasih oleh para alumni Teknik Elektro kepada masyarakat Cisitu karena hospitality
dan openness-nya selama mereka menjadi mahasiswa. Acara tersebut dilaksanakan sebagai
bentuk pengabdian masyarakat dan kepedulian sosial masyarakat sekitar, serta sebagai sarana
silaturahmi antara Alumni Elektro ‘99, Keluarga Asrama Mahasiswa (KAM) Bumi Ganesha
ITB, dengan warga RW 10 dan RW 12 Cisitu Lama Bandung. Kegiatan ini dilakukan selama
dua hari. Pada hari pertama, acara dimulai dari jam 09.00 lalu dilaksanakan arak-arakan peserta
khitanan serta keluarga selama 1,5 jam. Acara utama diselenggarakan esok hari, yaitu khitanan
massal di Asrama Bumi Ganesha dan Seno Medika Klinik.

Kegiatan Nonton Bareng (Nobar) untuk anak-anak Cisitu Lama dengan tema dream building,
dilaksanakan pada hari Minggu, 11 Desember 2011. Kegiatan ini merupakan kerja sama KAM
Bumi Ganesha ITB, Paguyuban Alumni Elektro ITB ‘99, dan warga masyarakat sekitar Cisitu
Lama. Tujuan utamanya adalah sebagai langkah awal untuk membangun cita-cita dan mimpi
dari anak-anak di lingkungan Cisitu melalui kegiatan Nobar film inspiratif. Selain menonton
film, diselenggarakan lomba mengarang dan menggambar dengan tema “Ini Mimpiku untuk
Indonesia” dan diadakan penampilan anak-anak bernyanyi lagu Sahabat Kecil oleh Ipang.

Bimbingan Belajar (Bimbel) gratis untuk anak-anak Cisitu mulai dari TK, SD, dan SMP
merupakan salah satu program dari Biro Sosial Masyarakat, Keluarga Asrama Bumi Ganesha.
Bimbel tersebut ditujukan untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak yang
bersifat gratis sebagai upaya untuk meningkatkan kepedulian sosial penghuni asrama. Kegiatan
ini dilaksanakan mulai dari Desember 2011 lalu Februari, Maret, April, September, dan
Oktober 2012 pada setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 16.00 s.d 17.30 WIB. Pelaksanaannya
masih sederhana, seperti pengulangan materi di sekolah, layanan pengerjaan rumah (PR), serta

45
permainan edukasi, olahraga, life skill, dan kesenian. Selain itu, terdapat jalan-jalan seperti ke
kampus ITB dan Museum Geologi.

Kerja bakti dengan warga Kampung Dua Ratus pada Minggu, 12 Februari 2012. Kegiatan yang
diinisiasi oleh Ketua RW 12, Pak Atep Tuparsa, tepatnya dimulai pukul 08.00 WIB di
Kampung 200 RT 10, RW 12 bersama perwakilan Asrama Bumi Ganesha, yaitu Mas Greg,
Deni, Jaya, Fhandy, dan Yoga. Agendanya adalah membantu warga menyiapkan material pasir
guna memperbaiki jalan umum di sekitar bantaran Sungai Cikapundung.

ITB untuk sekitar Taman Ganesha. Bertujuan untuk mengawal revitalisasi Taman Ganesha.
Memastikan adanya transparansi ke masyarakat dan mahasiswa. Dalam hal ini diadakan
perbincangan dengan ketua RT 03 dan RT 04 mengenai revitalisasi. Kemudian juga berbicara
dengan mandor lapangan dan berbincang mengenai rencana pembangunan.

‘Gondjang Gandjing Baksil’ diselenggarakan pada Sabtu, 16 November 2013. Acara


berlangsung di Babakan Siliwangi. Acara dimulai pada pagi hari dengan bersih-bersih bersama
Babakan Siliwangi. Sampah dikumpulkan dan dipilah berdasarkan jenisnya. Setelah
pembersihan, KMSR (Keluarga Mahasiswa Seni Rupa) melakukan penghiasan lingkungan
Babakan Siliwangi. KMSR juga membuat sebuah mural, yakni sebuah lukisan tentang kondisi
Babakan Siliwangi. Acara kemudian dilanjutkan dengan ‘ngeliwet bareng’, yaitu memasak
nasi liwet dan makan bersama-sama di kandang domba.

46
Bidang Karya dan Inovasi
1961 - 1970

Pada tahun 1960-an, terjadi suatu kompetisi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang
dikenal dengan istilah Perlombaan Antariksa (Space Race). Kompetisi ini menyebabkan
banyak negara berlomba-lomba untuk meneliti dan meluncurkan roketnya sendiri-sendiri. Di
Indonesia, dukungan oleh pemerintah untuk mengembangkan teknologi roket pun semakin
besar sehingga usaha pengembangan teknologi roket dilakukan di berbagai perguruan tinggi di
Indonesia.

Di ITB, persiapan untuk meluncurkan roket ilmiah dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa dari
berbagai departemen. ITB berhasil meluncurkan roket, yang dinamakan Ganesya XA, untuk
pertama kali pada bulan Desember 1963 di Batujajar. Kemudian pada tanggal 6 Januari 1964,
ITB berhasil meluncurkan dua roket, yang dinamakan Ganesha X-1A dan Ganesha X-1B, di
Pantai Pameungpeuk, Garut.

2001 - 2010

Pada Februari 2004, ITB Fair diadakan pertama kalinya di kampus ITB dengan tujuan
memasyarakatkan teknologi. Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB memandang momentum Dies
Natalis ITB ke-45 (2 Maret 1959 – 2 Maret 2004) sebagai saat yang tepat untuk melaksanakan
kegiatan ITB Fair 2004, Kegiatan ini merupakan inisiatif kabinet KM-ITB yang sangat
didukung oleh segenap civitas academica ITB. ITB Fair 2004 bertemakan “Keprofesian
Aplikatif bagi Masyarakat”. Rangkaian acara ini digelar di kampus ITB pada tanggal 24 hingga
29 Februari 2004, terdiri dari Pembukaan Penutupan,Lomba, Seminar, Training, Quiz, Pekan
Pelayanan Masyarakat,serta Pameran sebagai puncaknya. Acara ini dikemas secara atraktif dan
menghibur dengan tetap menonjolkan aspek edukasi. Sebelum ITB Fair dibuka,dilaksanakan
Seminar ITB Fair 2004 yang bertemakan “Sebuah Gugahan Kita dan Teknologi’ di Aula Barat
ITB pada hari Rabu, 25 Februari 2004. Selain lomba,juga terdapat pameran yang terdiri dari :
Pameran karya himpunan departemen, Pameran karya departemen, Pameran karya finalis
lomba, Pameran hasil Studi Kerja Nyata (SKN), Pameran Unit-unit Iptek ITB, Game interaktif
, Open house departemen (laboratorium, studio, dll), Talkshow “Buat Apa Kita Kuliah?”,
Industry Session, Demo dan Talkshow Wireless LAN, Pameran hasil karya civitas academica
ITB dan karya para finalis lomba ITB Fair yang dikemas apik bertujuan untuk memberikan
gambaran perkembangan iptek di ITB kepada khalayak umum. Program Open House ITB

47
diharapkan dapat lebih mendekatkan ITB dengan masyarakat, terutama pelajar SMU. Pada
acara penutupan adalah merupakan penggambaran acara ITB Fair 2004 secara keseluruhan,
menampilkan art performance bernuansa iptek dan kebangsaan. Acara ini didesain untuk
menarik massa dan menyampaikan pesan-pesan serta makna ITB Fair kepada masyarakat,
terutama masyarakat ITB.

Pada tahun 2005, Olimpiade KM-ITB kembali digulirkan seri ke-III. Olimpiade KM-ITB
merupakan acara 2 tahunan yang diadakan oleh KM-ITB dibawah naungan Kementrian
Olahraga dan Kesehatan ITB. Kegiatan akbar ini melibatkan seluruh mahasiswa ITB.
Olimpiadenya sendiri digelar pada tanggal 1-24 Februari 2005 dengan sebelas cabang olahraga.
Olimpiade III KM-ITB dimenangkan oleh IMA-G. Pada Bulan Mei, KM-ITB melakukan
sebuah gerakan ‘Kampus Cerdas’ sebagai upaya memerangi budaya mencontek dari para
mahasiswa ITB.

Pada 2006, KM-ITB mengadakan kegiatan ‘Keroyok Kampus’. Kala itu, Kampus ITB
diramaikan oleh acara-acara KM seperti Bedah Buku ‘Confessions of an Economic Hitman’,
Pekan Baca Tulis, SIMS, ITB Fair, Pesta Rakyat, dll. Pada Mei, KM-ITB menginisiasi gerakan
peduli sampah Kota Bandung. Di akhir bulan juga KM-ITB mengirim tim relawan bencana
gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. KM-ITB juga sukses mengadakan seminar
nasional yang menghadirkan Presiden RI ke-3, BJ Habibie. Seminar nasional ini berhasil
menarik perhatian mahasiswa dan masyarakat Bandung. Pada bulan Januari, telah terlaksana
rangkaian seminar dan workshop “Sekantor” atau Sekolah Anti Korupsi dan diakhiri dengan
perayaan ulang tahun KM-ITB. Pada akhir-akhir masa jabatan, Kabinet Dwi (periode
2006/2007) berhasil mengadakan Olimpiade ke-IV dimana MTI keluar sebagai juara umum.

Program-program KM-ITB semakin bervariasi, mulai dari Dialog Intelektual Mahasiswa tiap
bulan, Pagelaran Seni Budaya 2007, Pekan Baca Tulis hingga ITB Expo 2008. Terkait isu
Krisis Ekonomi 2008, diadakan Seminar Ekonomi untuk menggagas Sistem Ekonomi
Alternatif. Kabinet Zul (periode 2007/2008) merubah metode pergerakan kabinet dengan
banyak mengadakan aksi dialog dan seminar daripada mengadakan aksi demonstrasi.

Pada masa Kabinet Shana (periode 2008/2009), dilakukan aksi ‘Ganesha Hijau’. Sebuah
gerakan kolaborasi lintas elemen masyarakat ITB untuk menciptakan lingkungan hidup yang
sustainable. ITB Fair kembali diadakan di akhir masa Kabinet Yusuf (periode 2009/2010).
Acara ini menjadi awal dari gerakan community development yang dideklarasikan oleh
perwakilan mahasiswa se-Indonesia, di Bandung. Pada Mei 2010, digelar acara Pagelaran Seni

48
dan Budaya. Dalam acara ini,juga terdapat perlombaan yang bisa diikuti oleh massa kampus
dan masyarakat umum.

2011 - 2020

Dalam usaha untuk mewujudkan ITB sebagai world class university berkebangsaan,
dibutuhkan upaya membangun sinergisasi arah kemahasiswaan dengan visi ITB, termasuk
keinginan untuk mempertahankan status world class university. Mahasiswa bisa berperan aktif
untuk mencari peluang riset dan pengembangan keprofesian seperti dalam perlombaan,
pameran, dan kegiatan pengabdian masyarakat. Lebih dari itu, kabinet KM-ITB ingin agar
mahasiswa dan dosen dapat membangun kerjasama yang lebih luas lagi. Salah satu upaya
untuk memfasilitasi tujuan tersebut adalah diadakannya ITB Fair 2012, salah satu program
kerja unggulan kabinet Tizar dalam hal pengembangan budaya inovasi, kewirausahaan,
pengembangan keprofesian, dan pengabdian masyarakat.

Pada tanggal 18 Juni 2012 pukul 16.00,Kementerian Profesi dan Inovasi KM ITB, mengadakan
sebuah diskusi, elaborasi, dan diseminasi keprofesian di Sekretariat KM ITB lantai 3 CC Barat
dengan topik “Sejauh Apa Kita Mampu Melangkah untuk Dunia Robotika Indonesia?”. Dalam
diskusi ini, dibahas tentang perkembangan robotika di dunia dan di Indonesia, yang difasilitasi
oleh Alimin (Elektro 09), yang juga merupakan ketua Unit Robotika Institut Teknologi
Bandung (URO ITB). Melalui diskusi itu pula, para perwakilan lembaga tersebut turut
memberikan pendapatnya dan potensi kolaborasi keprofesian di bidang robotika.

Pada 14 November 2015, Peresmian Galeri Gajah oleh ITB Partner and Galley Keluarga
Mahasiswa (KM) ITB dibuka dengan Talkshow bertajuk "Insan Berkarya Demi Indonesia
Berdikari" yang mengundang Dino Fabriant (Industrial Design Manager Panasonic Indonesia),
Dwinita Larasati (salah satu pendiri Bandung Creative City Forum-BCCF), dan Nyoman
Anjani (penggagas Ekspedisi Pelita Muda). Peresmian galeri tersebut dilakukan oleh Sekretaris
Rektor ITB Dr. Miming Miharaja, Walikota Bandung yang sekaligus alumni ITB angkatan
1990 Ridwan Kamil, Ketua Kabinet KM ITB Pramaditya Garry (Teknik Material 2011), dan
Ketua ITB Partner and Gallery Alexander Septian (Teknik Fisika 2013).Melalui Galeri Gajah,
ITB Partner and Galley hadir dengan konsep baru, yaitu menampilkan karya-karya inovatif
mahasiswa ITB yang diperbarui tiap bulannya. Di sini, pihak ITB Partner and Gallery tidak
hanya berperan sebagai penyelenggara pameran, tapi juga ikut membantu mempertemukan
mahasiswa sebagai inovator dengan investor di industri.

49
50
Bidang Kaderisasi
1920 - 1930

Pada tahun 1920-an, BSC merupakan lembaga sentral mahasiswa yang ada di lingkungan THB.
Keanggotaan BSC terbuka bagi siapa saja dan tidak membedakan ideologi politik, perbedaan
suku, agama, maupun bangsa mahasiswa yang ingin menjadi anggota. Satu-satunya
persyaratan bagi mahasiswa THB untuk menjadi anggota BSC adalah dengan mengikuti suatu
acara penyambutan mahasiswa baru yang biasa disebut dengan istilah Ontgroening.

Ontgroening dalam Bahasa Indonesia secara harafiah berarti perpeloncoan. Secara umum,
ontgroening merupakan budaya Belanda yang telah dilakukan sejak abad ke-17 di berbagai
organisasi di Belanda, termasuk organisasi mahasiswa. Ontgroening, secara teori, biasanya
dilakukan dengan tujuan untuk menertibkan dan mendisiplinkan mahasiswa baru, khususnya
mahasiswa yang berasal dari keluarga bangsawan yang biasanya angkuh pada masa itu.

Ontgroening, dengan berbagai perlakuan perpeloncoannya, sangat menyinggung perasaan


mahasiswa Pribumi yang memiliki budaya yang berbeda dengan mahasiswa Belanda. Bagi
mahasiswa Pribumi, menyentuh kepala dengan tangan saja sudah dianggap sebagai
penghinaan, apalagi perlakuan berupa perkataan kasar dan caci maki. Rektor THB, Prof.
Boomstra, dalam pidatonya di Dies Natalis THB tahun 1930 mengecam perlakuan demikian
dalam ontgroening.

1931 - 1940

Dalam pidato Dies Natalis tahun 1934, Rektor THB, Prof. Schoemaker, mengakui penyatuan
mahasiswa Pribumi ke dalam BSC tidak berhasil. Akhirnya, ontgroening menjadi satu dari
banyak alasan bagi kurangnya keaktifan mahasiswa Pribumi dan Tionghoa di BSC yang
akhirnya membentuk perkumpulan sendiri di luar BSC.

1941 - 1950

Pada masa pendudukan Jepang atas Indonesia, secara umum, ontgroening berubah
istilah menjadi プロンコ (puronko) yang secara harafiah berarti kepala botak. Dari kata
puronko inilah muncul istilah “pelonco”. Asal-usul membotakkan kepala berasal dari peraturan
militer Jepang yang mewajibkan membotakkan kepala sebagai standar bagi laki-laki.

51
1951 - 1960

Pada tahun 50-an, budaya perpeloncoan dalam acara penyambutan mahasiswa baru tetap ada.

1961 - 1970

Pada tahun 1960-an, acara penyambutan mahasiswa baru di ITB oleh DM ITB (dan nantinya
KM ITB) disebut dengan istilah Masa Prabakti Mahasiswa (MAPRAM/MPM) ITB, ada juga
yang menyebutnya dengan istilah Masa Perkenalan Mahasiswa (MAPERMA/MPM) ITB.

Secara umum, MAPRAM pun tak lepas dari perpeloncoan, sehingga banyak golongan yang
mengkritik dan mendesak pihak berwenang untuk menghapus MAPRAM. Salah satu golongan
yang menolak adanya perpeloncoan adalah organisasi mahasiswa ekstrakampus Consentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) serta asosiasi partai politiknya, Partai Komunis
Indonesia (PKI), yang menganggap praktik tersebut adalah tradisi kolonial.

Pada tahun 1965, dua atau tiga hari terakhir MAPRAM ITB 1965 terpotong oleh adanya mogok
kuliah dan demonstrasi mahasiswa akibat peristiwa G30S/PKI.

MAPRAM di ITB pada tahun 1969 dilaksanakan selama seminggu di awal semester, dengan
MAPRAM Pusat dilaksanakan pada pagi hari dan MAPRAM Jurusan dilaksanakan pada sore
hari. Hal ini terjadi karena pada saat itu belum ada Tahap Persiapan Bersama (TPB), sehingga
semua mahasiswa baru langsung diterima di jurusan.

1971 - 1980

Karena banyaknya kritik, desakan, dan korban kekerasan MAPRAM di Indonesia, maka pada
tahun 1971, Menteri Pendidikan & Kebudayaan (Mendikbud), Mashuri Saleh, mengeluarkan
Surat Keputusan Mendikbud No. 43 Tahun 1971 yang melarang dan menghapus kegiatan
MAPRAM. Dengan penghapusan MAPRAM, acara penyambutan mahasiswa berubah nama
menjadi Orientasi Studi (OS) yang diharapkan lebih menekankan pengenalan keilmuan dan
program studi. Pada tahun 1971, diadakan juga Leadership Training Course untuk memberi
bekal pengetahuan dan keterampilan dasar kepemimpinan kepada mahasiswa.

Pada pertengahan dekade 1970-an, ketika mulai terlihatnya gelagat korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh rezim orde baru, OS dan kaderisasi pada umumnya di ITB
menjadi lebih ditekankan pada pembentukan mahasiswa yang kritis, peduli, serta kuat untuk
melaksanakan aksi dan demonstrasi dalam menghadapi kondisi sosial politik saat itu. Oleh

52
karena itu, metode kaderisasi yang keras kerap kali diterapkan, bahkan sampai menyebabkan
perpeloncoan pada beberapa kasus.

Pada tahun 1978, pasca penerapan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang
mengakibatkan dicap ilegalnya KM-ITB dan ditiadakannya OS Terpusat. Kaderisasi dan
penanaman nilai, yang seharusnya ada di kaderisasi terpusat, akhirnya terpaksa diamanatkan
ke HMJ-HMJ. Oleh karena itu, OS Jurusan tetap dilaksanakan walaupun dicap ilegal, biasanya
di luar kampus secara diam-diam.

1981 - 1990

Pada dekade 1980-an, kaderisasi masih dilakukan secara sporadis di HMJ masing-masing
akibat kebijakan NKK masih berlaku. Kaderisasi pada masa ini juga masih identik dengan
metodenya yang keras untuk membentuk mahasiswa yang kritis, peduli, dan kuat dalam
melaksanakan aksi dan demonstrasi menghadapi rezim orde baru dan kondisi sosial politik
negara saat itu.

Tidak ada kaderisasi pada acara penyambutan mahasiswa baru. Acara penyambutan mahasiswa
baru pada masa ini hanya berupa sidang terbuka penerimaan mahasiswa baru dan penataran P4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Pada tahun 1989, Rektorat ITB mulai merencanakan dan mengupayakan diadakannya program
pembinaan mahasiswa terpusat sebagai kegiatan bersama mahasiswa dan pihak rektorat untuk
menyambut mahasiswa baru. Namun berbagai upaya untuk mengadakan kembali suatu
orientasi studi terpusat tidak berjalan lancar karena sulitnya menemukan kesepakatan antara
pihak mahasiswa dan Rektorat.

1991 - 2000

Pada tahun 1990-an, kegiatan OS Terpusat mulai diadakan dengan berbagai macam istilah,
seperti OS Gabungan, OS Terpadu, OS ITB, dan Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa
(OSKM). Tidak semua kegiatan orientasi studi terpusat pada masa ini berjalan dengan lancar
karena maraknya larangan orientasi studi, skorsing, DO, dan berbagai sanksi lainnya akibat
adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak, pihak rektorat dan mahasiswa, serta dugaan
pelanggaran aturan kaderisasi oleh mahasiswa.

53
OS Terpusat pada masa ini juga masih kental dengan pergerakan, layaknya OS Terpusat pada
tahun 70-an. Hal ini terlihat dari tema dan aksi-aksi besar yang dilakukan di OS Terpusat yang
selalu berbentuk gerakan yang menjawab isu aktual pada masanya.

Penyingkiran batas masa kuliah, pemadatan SKS menjadi 141 SKS dan semester pendek pada
liburan semester genap menyebabkan agenda OS Himpunan terpaksa dipindahkan ke bulan
Januari. Dahulu OS diselenggarakan setelah PPLK berakhir, namun setelah perubahan waktu
pelaksanaan OS ini,agenda OS diletakkan di tengah-tengah rangkaian PPLK. Hal ini
menyebabkan perubahan peranan PPLK yang menjadi rancu dan sebagai bagian dari kaderisasi
himpunan.

Pada bulan Agustus 1995, berlangsung OSKM 1995 dengan tema “Pahlawan dari Rakyat yang
tertindas”. OSKM ini diikuti oleh 1585 peserta dengan jumlah panitia mencapai 400 orang dan
berlangsung selama 5 hari dari tanggal 23 sampai 27 Agustus 1995.

Peristiwa pada tahun 1996 diawali dengan berita kematian Zaki (TL), ia merupakan mahasiswa
semester II. Zaki meninggal 12 hari setelah PPAM (Program Pembinaan Anggota Muda) yang
diselenggarakan oleh HIMAFI ITB. Menurut pengakuan Amir Hamzah (ayah korban),
sepulang mengikuti rangkaian PPAM (Program Pembinaan Anggota Muda) yaitu longmarch
selama tujuh jam menuju kebun teh di Pangalengan, Jawa Barat, Zaki lemas kemudian
dilarikan ke Rumah Sakit St.Borromeus, akhirnya nyawanya tidak bisa diselamatkan. Dugaan
lain mengatakan Zaki meninggal akibat penyakit paru-paru basah,namun ia sebelumnya tidak
pernah melaporkan penyakitnya tersebut kepada panitia PPAM. Zaki meninggal di umur 19
tahun pada tanggal 8 Januari 1996. Karena insiden kematian Zaki, maka Budi (Ketua HIMAFI)
& Ridjal (Ketua PPAM ‘95) mendapatkan skorsing dari pihak kampus. Skorsing ini
ditindaklanjuti dengan pembelaan mahasiswa ITB di lapangan basket. PTUN Jawa Barat
memenangkan mahasiswa ITB dan membatalkan skorsing,namun karena tekanan yang kuat,
Budi dan Ridjal mengundurkan diri dari ITB.

2001 - 2010

Agustus 2001, OSKM kali ini dipimpin Dinar Maulana (GD’98). Sebelumnya sempat terjadi
insiden pemukulan terhadap pihak yang mendiskreditkan salah seorang petinggi OSKM. Pada
agustus 2002, akhirnya OSKM dinyatakan legal oleh rektorat, acara swasta ditiadakan, dan
metode kekerasan diganti dengan metode disiplin. OSKM kali ini diketuai oleh Ahmad
Mukhlis Firdaus (SI’99). Selain itu pertama kali dalam sejarah KM-ITB diadakan acara Open
House Unit (OHU) yang bertujuan membuka rekrutmen terbuka untuk Unit Kegiatan

54
Mahasiswa. OHU ini diinisiasi oleh Hendri Hendratno Kaligis (SI’99). OHU ini diadakan
untuk memperkenalkan seluruh unit kegiatan mahasiswa di ITB kepada mahasiswa baru. Alga
(DP’98) yang sempat menjadi Presiden KM (periode 2002/2003) bercita-cita ingin menyentuh
kemahasiswaan secara utuh bukan sekedar isu-isu populer. Hal ini tidak lepas pula dari peranan
Abdi R S (Menteri Internal KM-ITB) dan 2 deputi dibawahnya yaitu Hendri Hendratno Kaligis
(SI’99) dan Deden (EL’99). Pada agustus 2003,OHU dipimpin oleh Wibi Arie R (SI’00) dan
OSKM diketuai oleh Anwar Rustanto (MS’00). Pada acara penutupan terjadi kericuhan antara
panitia dengan swasta akibat insiden mengenai lagu kampus.

Untuk OSKM tahun 2005, diketuai oleh Fitrah Dinata (SI’02). Terjadi perubahan nama OSKM
menjadi Pengenalan Satuan Akademik dan Kemahasiswaan (PSAK) atas perintah rektorat.
Alasan rektorat ingin mengganti nama OSKM karena kata "OS" sudah memiliki konotasi yang
sangat negatif. Bila diberi nama lain yang tidak mengandung "OS", tentu diharapkan hasilnya
lebih baik, sebaik nama barunya. Usulan pengganti nama OSKM yang baru adalah Pengenalan
Satuan Akademik dan Organisasi Kemahasiswaan (PSA-OK). Tidak ada dasar ilmiah
mengenai penggantian nama ini. Alasan lain yang dipakai adalah bahwa orientasi itu dilakukan
sebelum (mahasiswa) masuk ke ITB. ketika sudah masuk, maka kata orientasi ini tidak perlu
ada. Akan tetapi pada pelaksanaanya, OSKM tahun ini tetap tidak berganti nama dan dibiarkan
oleh pihak rektorat.

Pada bulan Mei 2006, Zamzam Badruzaman (FI’03) terpilih sebagai Ketua OSKM 2006.
Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) ITB tahun 2006 ini berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya. Polemik antara boleh tidaknya kegiatan orientasi studi (OS) atau kaderisasi di ITB
yang dimulai awal tahun ajaran 2005/2006 terus memuncak hingga awal tahun ajaran
2006/2007 dalam momen diselenggarakannya OSKM 2006. Pimpinan ITB sangat serius
melarang OSKM 2006 namun KM-ITB dan Panitia OSKM tetap menyelenggarakan kegiatan
OS tersebut kendati ancaman hukuman bagi peserta dan penyelenggara adalah Drop-Out (DO).
OSKM 2006 hanya dilaksanakan selama dua hari. Pada hari terakhir tanggal 21 Agustus 2006,
Keluarga Mahasiswa ITB mengadakan aksi demonstrasi menyikapi adanya ancaman DO dari
pihak ITB. Penutupan OSKM diakhiri aksi masuk ke dalam kampus juga diikuti oleh ratusan
mahasiswa ITB.

ITB sama sekali tidak mengizinkan adanya OS dan kaderisasi mahasiswa baru baik di tingkat
Keluarga Mahasiswa (KM) ITB maupun di himpunan-himpunan jurusan. Karenanya, OSKM
2006, sebagai bentuk orientasi mahasiswa baru, dinyatakan ilegal dan dilarang. Dr.Ir. Widyo

55
Nugroho, Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan, mewakili pimpinan ITB memutuskan bahwa
acara orientasi studi yang resmi dan diizinkan adalah Program Pengenalan Satuan Akademik
dan Organisasi Kemahasiswaan (PPSAOK) yang berlangsung pada 16 sampai 19 Agustus
2006. Selanjutnya, diharapkan tidak ada lagi kegiatan di luar agenda tersebut yang dinamakan
OSKM. Pada akhir Sidang Terbuka Mahasiswa Baru 2006, Widyo menyatakan bahwa OSKM
adalah ilegal dan tidak perlu diikuti oleh mahasiswa baru angkatan 2006. “Mereka yang ikut
OSKM, status kemahasiswaan Anda akan ditinjau kembali,” tutur Widyo. Pada 17 Agustus,
KM-ITB diberikan alokasi waktu untuk memberikan presentasi mengenai keorganisasiannya,
namun kesempatan ini malah digunakan untuk presentasi mengenai acara OSKM 2006. Intensi
KM-ITB dan panitia OSKM 2006 sudah jelas, OSKM 2006 akan tetap diselenggarakan.
Polemik ini berlanjut menjadi konfrontasi. Widyo mengeluarkan surat edaran bernomor
1800/K01.04/KM/2006 yang salah satu butirnya berisi larangan mengikuti kegiatan OS atau
kegiatan kaderisasi dan sejenisnya. Rektorat juga mengancam untuk mencabut status sebagai
mahasiswa ITB kepada mahasiswa baru angkatan 2006 yang mengikuti kegiatan OS atau
kegiatan kaderisasi dan sejenisnya. Organisasi pun terancam diberhentikan jika terbukti
menyelenggarakan kegiatan kaderisasi dan sejenisnya. Kendati demikian, KM-ITB dan Panitia
OSKM tidak gentar akan ancaman dari surat edaran tersebut dan tetap akan melaksanakan
kegiatan OSKM pada tahun ini. Mereka kemudian menyiapkan tim yang mengkaji secara
hukum keabsahan surat edaran tersebut. Akhirnya, OSKM tetap dilaksanakan kendati hanya
dihadiri 135 mahasiswa dari sekitar 2900 mahasiswa baru 2006. Suasana kampus pada awal
tahun ajaran 2006/2007 ini memang panas. Perang dingin antara pihak KM-ITB dan panitia
OSKM dengan pihak pimpinan ITB sangat terasa. Beberapa insiden mewarnai perang dingin
ini. Mulai dari corat-coret di dinding gedung Campus Center Timur, penutupan kampus ITB,
hingga isu akan didatangkannya pasukan Brimob pada hari penutupan OSKM. Penutupan
OSKM sendiri dilangsungkan di luar kampus ITB dalam situasi yang bisa dibilang mencekam.
Dalam rangka pelarangan OSKM 2006, rektorat kembali menurunkan keputusan yang ketiga
dari SK Rektor ITB No. 163/SK/K01/PP/2005 yang masih berkaitan dengan pelarangan OS
pada organisasi. Prof.Ir. Adang Surahman, M.Sc.,Ph.D., Wakil Rektor Senior bagian
Akademik yang membawahi Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan memberikan alasan praktis
terkait pelarangan OSKM adalah jumlah mahasiswa yang melonjak dua kali lipat dari tahun
sebelumnya. Panitia dikhawatirkan tidak mampu mengani massa sebanyak ini. “Okelah, tahun
lalu diklaim tidak ada kekerasan. Tapi secara umum, karena kita menangani masa yang
bergerak, kecelakaan-kecelakaan kecil tetap terjadi. Dua, tiga, empat, lima; yang semaput

56
(pingsan –red) tetap ada,” tutur Adang. Kecelakaan-kecelakaan kecil ini, menurut Adang,
bukan semata-mata tanggung jawab panitia OS tapi juga tanggung jawab ITB sebagai pihak
yang memberikan perizinan. Alasan politis, sebelumnya, Pihak ITB melihat kegiatan OS yang
dilakukan di himpunan sudah dikategorikan kejam dan dikhawatirkan mengancam keselamatan
mahasiswa. Oleh karena itu, pihak ITB mencoba mencari produk baru untuk perlahan
mengurangi daya tarik OS di himpunan, yaitu OSKM. Namun, dalam observasi pengamatan
dan pengawasan yang dilakukan hingga 2005, OSKM dinilai tidak memberikan pengaruh apa-
apa dalam mengurangi maraknya OS di himpunan. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk
Pihak ITB tetap mempertahankan adanya OSKM ini. Alasan lain tidak diizinkannya
pelaksanaan OSKM 2006 adalah masalah integritas dan kepemimpinan dalam kerangka
penyelenggaraan OSKM 2006 yang dinilai tidak lebih baik daripada integritas dan
kepemimpinan penyelenggara OSKM 2005. Adang melihat komunikasi panitia OSKM 2006
dengan pihak pimpinan ITB juga lebih buruk dari tahun sebelumnya. “Kalau sekarang (OSKM
2006 dilaksanakan –red), rasanya itu langkah mundur,” tutur Adang mengisyaratkan bahwa
SK Rektor No. 163 berlaku secara tegas. Adang lalu menjelaskan mengenai strata sanksi yang
dapat diberlakukan bagi mereka yang melanggar aturan ITB yakni surat peringatan,
pengurangan SKS, skorsing, dan DO.

OSKM 2007 yang diketuai Agung Thaufika (MA’04) diubah namanya menjadi PMB 2007 dan
akhirnya dilegalkan dengan banyak perubahan konsep dan metode, dengan pertimbangan agar
angkatan 2007 dapat berinteraksi dengan seniornya.

Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) kembali mengalami perubahan nama menjadi Inisiasi
Keluarga Mahasiswa (INKM) dan diketuai oleh Aulia Ibrahim Yeru (SR’05).

Pada tahun kepengurusan 2008/2009, KM ITB menginisiasi Draft Koridor Kaderisasi (DKK).
DKK merupakan suatu dokumen koridor/batasan tentang kaderisasi untuk diajukan ke rektorat
dan disepakati bersama sebagai dokumen rujukan kaderisasi. DKK merupakan respon KM ITB
untuk mendefinisikan kaderisasi, yang sebelumnya didefinisikan secara berbeda-beda oleh
berbagai elemen kampus, seperti Rektorat, Prodi, dan KM ITB, sehingga sering menimbulkan
banyak kesalahpahaman.

Pada kepengurusan yang sama, Kongres KM ITB sebuah perangkat tambahan yang dinamakan
Grand Design Kaderisasi (GDK) yang berfungsi membenahi dan meningkatkan supporting
system setiap organisasi kemahasiswaan yang ada di ITB melalui pencapaian tertentu dengan

57
tidak mengurangi potensi yang dihadirkan oleh himpunan-himpunan jurusan. GDK merupakan
sebuah kebebasan dalam pengaturan dan pembagian bebas proses pendidikan ke tiap
himpunan. Kongres KM ITB 2009/2010 kemudian mengesahkannya melalui Sidang Istimewa
Kongres (SIK) sehingga termasuk ke dalam produk hukum KM ITB dan disebut sebagai
Rancangan Umum Kaderisasi (RUK). Setelah disahkan, RUK menjadi landasan untuk
melaksanakan kaderisasi berjenjang dalam tubuh KM ITB dan didefinisikan sebagai rancangan
penjenjangan anggota KM ITB untuk mencapai karakter alumni KM ITB yang berpegang pada
nilai-nilai pendidikan.

Ketua INKM terpilih adalah Ivan Pradhana Harka (IF’06), PRO KM adalah nama yang dipilih
Ivan untuk rangkaian acara INKM 2009 dan OHU 2009.

Angga Kusnan Qodafi (BM’07) yang dipercaya menjadi Ketua INKM 2010 mencoba merubah
kembali nama INKM menjadi OSKM. Namun, rektorat kembali menekan agar tidak ada lagi
penggunaan nama OSKM, sehingga gagal terjadi perubahan nama pada masa ini. Pada proses
penutupan INKM 2010, terjadi usaha intervensi dari pihak ITB yang terlalu dalam. Kabinet
dan Himpunan mengajukan mosi keberatan kepada rektorat.

2011 - 2020

RUK KM ITB diimplementasikan di berbagai tingkat, yaitu di tingkat terpusat, di tingkat


sekolah/fakultas, dan dengan porsi besar di tingkat jurusan. Selama keberjalanannya,
implementasi RUK tidak berjalan penuh seperti yang diimpikan antara lain karena adanya
perbedaan pandangan dari masing-masing lembaga yang mengimplementasikan RUK akibat
pengaruh kultur lembaga masing-masing. Maka pada tahun ke-4 pengimplementasiannya,
diadakan evaluasi terhadap RUK. Hasilnya ditemukan bahwa RUK dari segi dasar
pembentukan dokumennya masih dapat dikatakan relevan, hanya saja di ranah implementasi
penerapannya masih perlu dikaji lebih lanjut.

Pada tahun kepengurusan 2014/2015, Kabinet KM ITB melalui Kemenkoan Pengembangan


Sumber Daya Mahasiswa membentuk Dokumen Sinergisasi Kaderisasi (SINKAD), yang
merupakan tindak lanjut dari evaluasi penerapan RUK yang dilakukan selama empat tahun ke
belakang. Namun, karena alasan kurangnya kajian dalam pembentukan dokumen, Kongres KM
ITB tidak mengesahkan dokumen tersebut sehingga tidak termasuk ke dalam produk hukum
KM ITB. Kendati begitu, SINKAD tetap disosialisasikan dan diimplementasikan ke lembaga-
lembaga di KM ITB agar tetap dipergunakan sebagai referensi dalam menjalankan kaderisasi,

58
mengingat SINKAD merupakan hasil evaluasi RUK yang sudah seharusnya dipertimbangkan
dalam penerapan RUK tersebut.

Pada tahun 2016 Miqdam Furqani sebagai ketua OSKM tidak ingin OSKM hanya menjadi
acara turun menurun. Sehingga nama OSKM diganti dengan harapan terjadi pemikiran dari
dasar kembali tentang konsep-konsep fundamental dilaksanakannya acara ini. Oleh karena itu
hadir INTEGRASI ITB 2016 (Inisiasi Terpusat Keluarga Mahasiswa ITB 2016). INTEGRASI
ITB 2016 dilaksanakan pada Rabu, 17 Agustus 2016 hingga Sabtu, 20 Agustus 2016. tujuan
dari INTEGRASI ITB 2016 adalah pembekalan seluruh mahasiswa baru mengenai kampus
ITB dan kegiatan kemahasiswaan. INTEGRASI ITB 2016 bertemakan “Perintis Pergerakan
Berasakan Empati”. dari tema tersebut terdapat beberapa capaian yang diharapkan antara lain,

a) Menumbuhkan empati panitia pelaksana dan peserta KAT ITB 2016 terhadap
masyarakat
b) Menyadarkan peserta KAT ITB 2016 akan perannya sebagai perintis pergerakan
c) Memperkenalkan potensi kolaborasi lembaga KM ITB dalam mengusahakan solusi
dari permasalahan bangsa
d) Menjadi sarana pendidikan panitia pelaksana sebagai role model bagi mahasiswa
baru

INTEGRASI ITB 2016 menghasilkan berbagai capaian-capaian baik dari sisi panitia maupun
peserta. Calon panitia lapangan medik mengadakan donor darah dan calon panitia festival
mengadakan kegiatan amal ketika berbuka puasa. sedangkan untuk peserta angkatan 2016
terpantik empatinya melalui aksi angkatan berupa Hidroponik hingga mendapat penghargaan
Rekor MURI. Selain itu, INTEGRASI ITB 2016 juga menghasilkan sebuah buku bertajuk
“Dibalik Kota Bandung” yang merupakan pembukuan dari pengalaman peserta INTEGRASI
ITB 2016 selama turun ke masyarakat. pada INTEGRASI ITB 2016 juga terdapat sebuah divisi
yang belum ada pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu divisi festival yang bertugas sebagai divisi
yang mengeksekusi arahan mengenai aktualisasi peserta dan pengenalan unit.

Pada tahun kepengurusan 2017/2018, Kabinet KM ITB mencoba melakukan evaluasi kembali
terhadap RUK KM ITB dan menelurkan Dokumen Evaluasi RUK KM ITB. Dokumen ini berisi
evaluasi RUK KM ITB berdasarkan tinjauan kondisi ideal dan aktual. Kabinet KM ITB
2018/2019 kemudian menyusun Catatan Kajian Revisi RUK KM ITB yang berisi analisis

59
kondisi aktual berkenaan dengan implementasi RUK KM ITB yang terjadi di lembaga-lembaga
di KM ITB.

OSKM ITB 2017 diketuai oleh Agung Cahyo Syamsu (TG’14). OSKM ITB 2017 menyambut
4.068 mahasiswa baru. bertempat di sekitaran kampus pada Kamis, 17 Agustus 2017 - Sabtu,
19 Agustus 2017. OSKM ITB 2017 mengusung visi “Mozaik Pergerakan Untuk Indonesia”.
Harapannya, para mahasiswa baru memiliki semangat pergerakan dalam diri, terutama dalam
bidang karya, sosial masyarakat, dan sosial politik.

OSKM 2017 dibuka dengan upacara hari kemerdekaan RI ke-72 yang diikuti oleh segenap
civitas akademika ITB, disusul dengan kata sambutan dari Rektor ITB, K3M ITB, dan Ketua
OSKM 2017. Hari pertama mengusung tema nasionalisme. Hari kedua OSKM 2017
merupakan Inspiration Day dengan cara mendengar cerita dan pesan dari tokoh yang aktif
dalam bidang karya, sosial masyarakat, dan sosial politik. Narasumber yang diundang adalah
Susi Pudjiastuti, Alfatih Timur, Rizal Ramli, dan Dalu Nuzul. Harapannya para narasumber
dapat menjadi role model bagi para mahasiswa baru untuk memulai pergerakan dalam
bidangnya masing-masing. Hari terakhir OSKM 2017 difokuskan kepada interaksi antara
mahasiswa baru dengan mahasiswa yang sudah lebih dulu mengenyam pendidikan di ITB.
Kegiatan yang dilakukan meliputi perkenalan UKM, HMJ, dan KM ITB secara umum.

Diklat Dasar Aktivis Terpusat (DDAT) 2016 dan 2017 adalah suatu wadah kaderisasi untuk
mahasiswa TPB sebagai calon-calon penggerak KM ITB selanjutnya. DDAT merupakan suatu
wadah penanaman nilai untuk mewujudkan penggerak-penggerak muda yang memiliki cita-
cita besar bagi kampus dan bangsa. DDAT dibuat dengan tujuan menanamkan nilai dasar
pergerakan dalam kehidupan kemahasiswaan selama TPB, mengukuhkan pemahaman peserta
tentang nilai dan sistem kemahasiswaan KM ITB pada umumnya dan kemahasiswaan sektoral
pada khususnya, serta memotivasi peserta untuk terus berkontribusi lebih dalam dinamika KM
ITB

Diklat Aktivis Terpusat 2017 adalah program yang memfasilitasi pengembangan karakter
terpusat bagi mahasiswa tingkat-2 ke atas sekaligus mencetak penerus tonggak pergerakan
kemahasiswaan KM ITB yang berkepribadian bangsa dan mampu menularkan nilai-nilai dasar
pergerakan. tujuan dari Diklat Aktivis Terpusat adalah membentuk kader yang memiliki
pemahaman mendalam akan sistem KM ITB dan tahu potensi masing-masing elemen yang ada
di dalamnya, membentuk kader yang memahami, menjalankan dan dapat menganalisis

60
paradigma gerakan keilmuan-keprofesian, kemasyarakatan, dan sosial politik, serta
membangun pribadi kader yang memiliki nilai gotong royong sesuai Nilai Dasar Pergerakan
KM ITB.

OSKM ITB 2018 berlangsung pada 16 – 18 Agustus 2018. OSKM tahun ini memiliki tujuan
sebagai wadah penyambutan dan orientasi atau pengenalan kemahasiswaan serta pengenalan
terhadap KM ITB di kampus kepada mahasiswa baru. seperti tahun-tahun sebelumnya OSKM
ITB dilaksanakan di sekitar kampus ITB. OSKM ITB 2018 diketuai oleh Muhammad Rory
(GD’15). Visi OSKM kali ini adalah sebagai sarana inisiasi pembentuk mahasiswa nirmala
pemrakarsa pembangunan bangsa. Nirmala di sini, secara bahasa, yaitu tanpa celah, tanpa dosa.

Pada tahun kepengurusan 2019/2020, Kabinet KM ITB, dengan berbekalkan Dokumen GDK
KM ITB, RUK KM ITB, Sinergisasi Kaderisasi, Evaluasi RUK KM ITB, dan Catatan Kajian
Revisi RUK KM ITB, melakukan kajian amandemen RUK KM ITB. Draf final RUK KM ITB
kemudian disahkan oleh Kongres KM ITB menjadi RUK KM ITB melalui SIK pada tanggal
25 April 2020 sebagai produk hukum KM ITB.

OSKM ITB 2019 dilaksanakan pada 15-17 Agustus 2019 bertempat di sekitar kampus ITB
bertujuan sebagai sarana pengenalan kemahasiswaan dan KM ITB kepada mahasiswa baru.
peserta OSKM ITB 2019 berjumlah 4.465 orang dengan panitia berjumlah 2500-an. OSKM
ITB mengusung visi ‘Inisiasi Semangat Bermimpi untuk Indonesia’. pada OSKM ITB 2019
terdapat beberapa mata acara antara lain OSKM Talks dengan narasumber-narasumber yang
bergerak dalam bidang karya, sosial masyarakat, dan sosial politik, Pawai Pelangi, Defile Unit,
dll. Pada OSKM tahun ini para peserta juga diajak untuk menyumbangkan buku-buku bekas
yang nantinya akan disumbangkan kepada anak-anak yang membutuhkan

OSKM ITB 2020 cukup bersejarah karena untuk pertama kalinya OSKM atau bentuk
kaderisasi terpusat lainnya diadakan secara daring. Hal ini merupakan penyesuaian yang
dilakukan akibat pandemi Covid-19 pada tahun ini. OSKM ITB 2020 berlangsung sejak 19
september 2020 sampai 26 september 2020. OSKM ITB mengusung visi “Terciptanya
mahasiswa dengan keunikannya masing-masing yang senantiasa mendefinisikan perannya dan
bertanggung jawab akan peran tersebut”. Diharapkan dengan kesadaran mendefinisikan
perannya masing-masing peserta OSKM ITB 2020 dapat berpartisipasi dalam mewujudkan
Indonesia Emas 2045. Sebagai langkah awal dalam mendefinisikan peran, peserta OSKM 2020
melakukan aksi angkatan yang berkaitan dengan bidang studi fakultas masing-masing.

61
Penyesuaian yang cukup signifikan dalam OSKM ITB 2020 adalah tidak hadirnya panitia
medik dan keamanan dalam kepanitiaan lapangan. Pada OSKM ITB 2020 hanya ada mentor
yang bertugas untuk menurunkan nilai dan memberikan wawasan mengenai KM ITB. pada
tahun ini juga OHU (Open House Unit) melakukan penyesuaian dan berganti nama menjadi
OCU (Open Cam Unit) dilaksanakan secara daring melalui platform yang sudah disediakan
panitia.

62
Bidang Kesejahteraan Mahasiswa
1951 - 1960

Pada awal tahun 1953, didirikan Dana Kesehatan Mahasiswa Bandung berkat kerjasama
himpunan mahasiswa yang ada saat itu. Dana Kesehatan Mahasiswa kemudian dijadikan
sebuah yayasan dengan nama Dana Kesehatan Mahasiswa Universiteit Indonesia Bandung
(DKMUIB). DKMUIB mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menunjang
kesejahteraan mahasiswa, khususnya di bidang kesehatan, antara lain merawat mahasiswa yang
sakit tanpa pungutan biaya, membuka poliklinik di asrama mahasiswa, menyelenggarakan
vaksinasi, mengganti biaya pengobatan, dan lain sebagainya.

1961 - 1970

Pada tahun 1969 terjadi kenaikan SPP yang memberatkan mahasiswa. Di tahun yang sama,
DM ITB melakukan penggalangan dana dari berbagai sumber, termasuk dari Presiden Soeharto
untuk membangun Student Center ITB (biasa disingkat mahasiswa menjadi SC). Sehingga pada
tahun 1969 Student Center mulai dibangun. Pembangunan gedung ini rampung pada tahun
selanjutnya. Pada pembukaannya, gedung ini diresmikan oleh Presiden RI Soeharto bersamaan
dengan peringatan “Lima Puluh Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Indonesia”.

Student Center merupakan dua gedung yang saling berseberangan, dibedakan dari tata letak
gedung tersebut berdasarkan mata angin, Student Center Barat dan Student Center Timur. SC
Barat pernah digunakan sebagai kantin mahasiswa, ruang pertemuan serbaguna, kantor pos,
kantor dari Bank BNI (sebelum pindah ke Jl. Tamansari), dan koperasi mahasiswa. Sedangkan
SC Timur saat awal digunakan berisikan sekretariat dari Dewan Mahasiswa ITB (DM ITB),
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ITB (MPM ITB), media pers kampus seperti “Kampus”,
tabloid “Integritas”, dan majalah “Science”, dan beberapa UKM. Selain itu, SC Timur juga
biasa digunakan untuk ruang latihan unit kegiatan dan juga tempat berkumpul, kajian, diskusi,
dan sebagainya bagi para mahasiswa. Sebagai pusat dari kegiatan mahasiswa, SC dapat
dianggap seperti “jantung dari kemahasiswaan ITB” (pada masanya). Bahkan terjadi
segmentasi dan penggolongan antara “anak SC” dan “anak non-SC” untuk menggeneralisasi
mahasiswa yang aktif berkegiatan yang lekat pada mahasiswa pada saat itu seperti unjuk rasa
turun ke jalan, penolakan kebijakan, dll.

63
Pada tanggal 1 November 1971, KM-ITB melalui DM ITB mengemukakan pendapatnya
bahwa biaya pendidikan harus dibebankan kepada semua pihak yang berkepentingan, yaitu
mahasiswa, negara, dan masyarakat.

1971 - 1980

Pada tahun 1978 ruang gerak kemahasiswaan ITB berada pada salah satu titik terendahnya.
Ketidakpercayaan mahasiswa ITB kepada kepemimpinan Presiden Soeharto membuahkan
peristiwa pendudukan kampus ITB oleh tentara. Pendudukan pertama berlangsung pada
tanggal 21 Januari 1978. Pendudukan pertama sebenarnya berlangsung santun, damai, dan
tenteram. Walaupun jelas-jelas terdapat penolakan dari mahasiswa terhadap kedatangan
tentara, namun kedua pihak dapat menyetujui beberapa hal, kemudian pun pendudukan
berakhir. Dikabarkan hal ini dikarenakan tentara yang menduduki kampus merupakan dari
Kodam Siliwangi pimpinan Mayjen Himawan Soetanto yang memiliki hubungan yang cukup
baik dengan warga lokal dan pelajar. Beberapa orang berpendapat bahwa para tentara setengah
hati dalam mengikuti perintahnya. Sebuah cerita unik adalah tak jarang juga para tentara ini
berbicara atau bahkan membelikan makanan dari kantin untuk para mahasiswa. Kemudian tak
terlalu lama pendudukan kampus yang pertama selesai dan para tentara sudah tidak terlihat lagi
di kampus.

Cerita yang sangat berbeda terjadi pada pendudukan kampus yang kedua pada 9 Februari 1978.
Kali ini pendudukan dilakukan oleh Kodam Brawidjaja (beberapa sumber menyebutkan
Brigade Lintas Udara 18 Kostrad) yang baru saja pulang dari medan perang di Timoer Timoer.
Mungkin dikarenakan hal tersebut pendudukan kedua berlangsung lebih kejam dan
menyeramkan. Menurut pengalaman beberapa orang kali ini tentara tak segan untuk melakukan
kekerasan demi menjalankan perintahnya. Selain itu sering sekali terjadi penangkapan
mahasiswa secara tiba-tiba. Mahasiswa yang ditangkap biasanya merupakan aktivis,
penggagas, dan pemikir dari gerakan untuk menolak kepemimpinan Presiden Soeharto untuk
sekian kalinya. Tokoh mahasiswa seperti Heri Akhmaloka (TA’72), Rizal Ramli (FI’73), Indro
Tjahjono (AR’73), dan lainnya, ditangkap begitu saja oleh para tentara. Keadaan tersebutlah
yang menyebabkan kehidupan kampus pada tahun tersebut sangat mencekam. Segala kegiatan
kemahasiswaan dilakukan di luar kampus dan secara sembunyi-sembunyi (bahkan tidak jarang
berpindah-pindah tempat). Kampus diduduki 6 bulan lamanya, mahasiswa yang senior diusir
dari kampus dan hanya mahasiswa angkatan ‘78 yang boleh berkuliah di ITB. Terjadi

64
perubahan perkuliahan yang cukup masif, bahkan kalender akademik dibuah dari Januari -
Desember menjadi Juni - Juli.

Setelah pendudukan dan penangkapan para pemimpin mahasiswa oleh tentara, dinamika politik
mahasiswa secara nasional mengalami sebuah kemunduran. Hal ini juga berlaku untuk
kemahasiswaan ITB. Surat keputusan Pangkopkamitb No. SKEP/02/KOPKAM/1978
mengenai pembekuan Dewan Mahasiswa ITB. Kemudian hal ini disusul oleh penetapan
kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Dr Daoed Joesoef. Konsep NKK ini menugaskan para rektor perguruan tinggi untuk
mengawasi dan bertanggung jawab atas segala kegiatan kemahasiswaan. Sehingga bentuk
student government yang bernafas kontra dengan pemerintah akan dikecam. Sejak saat inilah
hubungan rektorat dengan pelaku kemahasiswaan menjadi tegang. Tak lama kemudian, Dewan
Mahasiswa secara efektif dibubarkan. Dengan dibubarkannya DM ITB dan MPM ITB, maka
sekretariat keduanya yang ada di SC Timur dialihfungsikan.

1991 - 2000

Pada tahun 1995, Biaya SPP dan UKT mengalami kenaikan . kenaikan SPP ini sebenarnya
sudah terjadi selama tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan sebesar 110% dari 3 tahun terakhir.
Anehnya di beberapa universitas juga terjadi kenaikan biaya SPP, namun kenaikan biaya SPP
ini tidak ada kejelasan rinci dari rektorat kepada mahasiswa penggunaan dana yang cukup besar
tersebut. Pada tanggal 19-27 Agustus 1995, Unit Softball ITB menyelenggarakan invitasi
softball Antar Perguruan Tinggi (ISAPT) se-Indonesia yang memperebutkan piala dunia.

Pada tahun 1997, Pembantu rektor III, Ir. Isnuwardianto berencana memugar student center.

BKSK dengan ketuanya Agus (dari PSIK) bersedia dengan perjanjian pemugaran dari SC
Timur ke SC Barat dan setelah pemugaran selesai, unit-unit yang dipindahkan harus
dikembalikan ke SC Timur. Akibatnya, BKSK bubar karena UKM berkonsentrasi untuk
mempertahankan diri.

Pada tahun 1998, KM-ITB membentuk suatu kesatuan untuk membantu mahasiswa yaitu Tim
Beasiswa KM-ITB; yang bersifat dari, oleh, untuk mahasiswa.

2001 - 2010

Juni 2003 Aksi penolakan USM-PMBP (Ujian Saringan Masuk-Penelusuran Minat Bakat dan
Potensi) yang mematok biaya sebesar Rp 45 juta bagi calon mahasiswa yang diterima sebagai

65
mahasiswa ITB. Hal ini dianggap sebagai jalan komersialisasi kampus. Sekitar 100 mahasiswa
ITB berunjuk rasa di Monumen Sukarno, kompleks kampus ITB, Jalan Ganesha, Bandung,
Jawa Barat, baru-baru ini. Saat itu terbentang spanduk ‘Selamat Datang Putra-Putri Termahal
Bangsa’ untuk menyambut calon mahasiswa baru 2003. Isu ini sempat menjadi isu nasional
bersama PT BHMN (Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara) lainnya.

Pada tahun 2005, tepat pada saat peringatan 60 tahun Indonesia Merdeka, KM-ITB
mengadakan aksi keprihatinan mengenai tingginya jumlah mahasiwa yang di-DO setiap awal
tahun akademik. Hal ini menunjukkan belum beresnya sistem pendidikan di ITB.

Akhir 2009, ditutup dengan proses pemilihan Rektor ITB. Pada pemilihan rektor ini, ada 20
hak suara di MWA yang terdiri dari 8 perwakilan masyarakat, 6 perwakilan senat akademik,
satu perwakilan mahasiswa, satu perwakilan karyawan, satu perwakilan alumni, Gubernur
Jabar, dan Mendiknas. MWA WM, Kabinet, beserta Kongres mengajukan 8 tuntutan kepada
para calon rektor. Delapan butir tuntutan itu adalah:

1. Mampu meningkatkan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) oleh ITB di
masyarakat khususnya teknologi tepat guna
2. Mampu meningkatkan aksesibilitas pendidikan terhadap masyarakat
3. Menjamin transparansi penyelenggaraan pendidikan terhadap semua stakeholder
4. Menjamin tidak adanya komersialisasi dalam pendidikan
5. Mampu merealisasikan beasiswa minimal 25 persen dari semua mahasiswa
6. Meningkatkan dukungan fasilitas khususnya dalam riset dan aktualisasi diri mahasiswa
7. Melakukan pembenahan dalam pembinaan kemahasiswaan
8. Menyelesaikan masalah kekurangan tenaga pengajar

Hasil pemilihan dimenangkan oleh Prof. Akhmaloka yang kemudian diangkat menjadi Rektor
ITB periode 2010-2015. Kabinet terakhir pada periode ini, yakni Kabinet Herry, dihadapkan
pada persoalan SOP perizinan pelaksanaan aktivitas mahasiswa yang menyangkut masalah
Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan (K3L) yang dikeluarkan oleh UPT
K3L dengan Surat Keputusan Nomor 146/K01.2.6/SK/2010. keputusan ini dinilai sangat
mengusik aktivitas kemahasiswaan dengan aturannya yang sangat ketat.

2011 - 2020

KM-ITB mengadakan acara Aku Masuk ITB, Sabtu (23/04/11) di Aula Barat ITB. Acara
tersebut diselenggarakan dalam rangka mensosialisasikan kebijakan ITB terhadap penerimaan

66
mahasiswa baru pada tahun ini. Herry Dharmawan selaku Presiden KM-ITB mengharapkan,
masyarakat bisa mendapatkan solusi dari berbagai persepsi yang menghalangi untuk masuk ke
ITB, misalnya tentang biayanya. Namun, ITB telah menyediakan beasiswa penuh bagi minimal
20% mahasiswa baru dari golongan tidak mampu. “Untuk yang tidak mampu ini, mereka tidak
perlu bayar sama sekali. Bahkan, 450 orang diantaranya akan memperoleh beasiswa tambahan
dari pemerintah daerah atau BIDIK MISI, jelas Kadarsyah (Direktur Pendidikan ITB) Setelah
diterima di ITB pun, Kadarsyah memastikan bahwa tidak akan terjadi kasus putus studi hanya
karena masalah biaya. Lembaga Kemahasiswaan ITB akan berupaya mencari solusi dari setiap
masalah ekonomi yang dialami mahasiswanya. Di tahun 2011, sejalan dengan diluncurkannya
Beasiswa Bidik Misi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan
Nasional, maka Beasiswa ITB untuk Semua (BIUS) digabungkan dengan Beasiswa Bidik Misi.
Dengan demikian terjadi kolaborasi 3 pihak di dalam memberikan akses pendidikan bagi
mahasiswa dari keluarga tidak mampu dari seluruh pelosok Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas dosen/mahasiswa dalam menghasilkan publikasi


ilmiah pada jurnal yang bereputasi di bidangnya, ITB Journal telah menyelenggarakan
Pelatihan Pemanfaatan Scopus. Pelatihan ini memberikan bantuan kepada peserta untuk
memaksimalkan fitur-fitur penting dalam Scopus yang dapat digunakan untuk mendukung
penelitian dan penerbitan publikasi artikel ilmiah. Pelatihan diselenggarakan pada 24 Februari
2012. yang dibagi menjadi dua sesi dengan peserta dibatasi 30 orang untuk tiap sesinya. Latar
belakang peserta adalah mahasiswa pascasarjana dan doktor dari berbagai fakultas seperti:
FMIPA, SF, STEI, FTMD,SAPPK, FTI, SITH dan FTSL. Pemateri pelatihan adalah Prof.Dr.
Ismunandar (sesi 1) dan Prof. Edy Soewono (sesi 2) dengan trainer Dr. Rino R. Mukti. Pada
sesi materi disampaikan tentang profil Scopus dan tujuan ITB melanggan Scopus untuk
peningkatan produktivitas dosen dan mahasiswa dalam publikasi internasional.

Inspiration Class pada 26 Agustus 2013. Terdapat sebuah kelas di setiap bulannya untuk
menginspirasi mahasiswa dan memberikan pengetahuan tentang pentingnya berkarya dan
berkolaborasi. Acara Inspiration Class #3 dilaksanakan pada tanggal 25 November 2013 di
Amphitheater GKU Barat. Acara Ini telah berhasil mendatangkan 3 orang pembicara yaitu
Prof.. Suhono, Joko Wisnu dan Mifta Farid sah putra. Secara umum, acara ini terlaksana
dengan baik . Acara ini dihadiri oleh sekitar 50 orang massa kampus. Materi yang dibawakan
berupa hak paten dan kekayaan intelektual. Acara ini berakhir pada pukul 21.00

67
Unit Pelaksana Tugas Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan ITB (UPT
K3L) mengeluarkan kebijakan baru pada bulan September 2014. Kebijakan ini salah satunya
adalah menyangkut keamanan dan ketertiban sivitas akademika ITB. Pertama adalah
pembatasan waktu kegiatan mahasiswa dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam saja. Di luar jam
tersebut, aktivitas hanya dibolehkan jika ada surat izin yang diajukan seminggu sebelumnya.
Sehingga tidak lagi mahasiswa dapat menggunakan fasilitas kampus untuk kepentingan non-
akademis selama 24 jam. Kebijakan ini tentunya diberikan untuk kebaikan bersama dan
mendahulukan keamanan bagi seluruh pihak. Sehingga, kebijakan ini dapat diterima oleh
kebanyakan kalangan mahasiswa namun tetap memberatkan beberapa pihak, namun dengan
alasan perihal akademik seperti kegiatan laboratorium, studio, dsb.

Beberapa kali kebijakan ini didiskusikan dan diajukan untuk ditinjau kembali contohnya saat
Forum Silaturahmi dengan MWA pada tahun 2019 dan juga Kopi Sore bersama Lembaga
Kemahasiswaan (LK) dan K3L ITB pada tahun yang sama yang menghasilkan dibukanya
Campus Center Timur bagi mahasiswa selama 24 jam.

Tahun 2020 terjadi pandemi global COVID-19. Kampus ITB baik Ganesha maupun Jatinangor
dibatasi aksesnya demi mencegah penularan virus COVID-19. Akses kampus hanya dibatasi
untuk keperluan tugas akhir dan riset saja, sehingga seluruh kegiatan kemahasiswaan dilakukan
secara daring. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi seluruh elemen KM-ITB karena harus
melakukan transisi seluruh kegiatannya sehingga dilakukan secara daring. Contohnya kegiatan
besar tahunan seperti OSKM dan Parade Wisuda, semuanya dilakukan secara daring dengan
penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.

68
Bidang Budaya Kampus dan Cerita Lainnya
1961 - 1970

Sejak tahun 1964, Dewan Mahasiswa (DM) ITB memberikan penghargaan kepada mahasiswa
yang aktif dalam berbagai kegiatan selama studi. Kemudian, pada tahun 1974, diadakan
Pemilihan Tokoh Mahasiswa sebagai penghargaan untuk mahasiswa yang berprestasi dalam
studi dan kemahasiswaan. Pada tahun 1974, tokoh mahasiswa yang terpilih adalah Kemal
Taruc (PL’71) dengan tokoh harapan Muslim Tampubolon, Jero Wacik, Aurora Tambunan,
dan Viktor Rampen. Tahun berikutnya, Daryatmo (TA) terpilih sebagai tokoh mahasiswa.

2001 - 2010

Pada September 2004, terdapat beberapa selebaran yang bertuliskan mengenai permohonan
maaf seseorang yang dianggap melakukan penghinaan agama. Selain itu, pada bulan yang
sama, muncul insiden Class Aksutik ‘A Mild’ yang menghadirkan Marcell dan Dygta. KM-
ITB menyatakan penolakan terhadap acara tersebut. Selain tidak jelas manfaatnya bagi
mahasiswa, acara ini disponsori oleh perusahaan rokok.

Pada tanggal 4 Juli 2005, diluncurkan Surat Keputusan (SK) Rektor ITB No.
163/SK/K01/PP/2005, tentang Pelarangan Kegiatan dan Tindakan yang Mengarah kepada
Pelanggaran Etika Akademik ITB. Pada ketetapan pertama, butir ketujuh SK Rektor ITB itu
dinyatakan “Melarang kegiatan-kegiatan dan tindakan-tindakan kolektif atau individual yang
mengarah kepada kemungkinan terjadinya pelanggaran etika akademik ITB dan HAM.
Kegiatan/tindakan tersebut adalah antara lain: kegiatan orientasi studi dan sejenisnya yang
mengarah kepada pelanggaran aturan di ITB.”

Dari SK Rektor ITB tersebut, diturunkan tiga surat edaran. Derivatif pertama dari SK Rektor
ini adalah surat edaran No. 1558/K01.04/KM/2005 dari Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan
tentang pelarangan mahasiswa angkatan 2005 mengikuti kegiatan Orientasi Studi (OS) atau
kaderisasi di himpunan-himpunan. Selanjutnya adalah surat edaran No.
1077/K01.04/KM/2005 tentang pelarangan arak-arakan serta perayaan wisuda. Dua insiden
yang nyata terjadi setelah SK ini dikeluarkan adalah keputusan skorsing terhadap ketua panitia
kaderisasi dan ketua Himpunan Mahasiswa Fisika yakni Timbul Harahap (FI’02) dan Ridwan
H.K. (FI’02). Kala itu, diduga terdapat tindakan kekerasan yang terjadi pada saat proses
penerimaan anggota baru atau yang dikenal dengan OS.

69
Pada Mei 2007, diadakan pelantikan sekaligus launching Kabinet KM-ITB periode 2007/2008
di area Plaza Widya kampus ITB. Acara pelantikan ini berlangsung sederhana dengan latar
belakang bendera merah putih raksasa yang tidak pernah absen dari acara-acara Kabinet KM-
ITB yang sebelumnya. Para undangan yang mewakili himpunan mahasiswa serta unit kegiatan
mahasiswa di ITB dan para menteri serta staf Kabinet KM-ITB 2007/2008 membentuk barisan
rapi di sisi kiri dan kanan Plaza Widya. Acara pelantikan pun dimulai dengan pembacaan surat
keputusan tentang nama-nama menteri dan staf yang terpilih. Satu per satu menteri dan staf
pun maju ke depan ketika namanya dipanggil. Kemudian, para menteri dan staf kabinet
mengucapkan janji yang dipimpin oleh Presiden KM-ITB sendiri, Zulkaida Akbar (FI’03).
Setelah orasi singkat, ia pun menyalami satu per satu menteri dan stafnya, juga perwakilan dari
himpunan dan unit kegiatan mahasiswa. Izul mengatakan bahwa agenda Kabinet KM-ITB yang
paling dekat adalah yang terkait dengan penyelenggaraan OSKM 2007, sebab animo untuk
penyelenggaraan OSKM 2007 dari para mahasiswa sendiri ternyata besar.

Pada akhir tahun 2007, terdapat aksi penolakan terhadap alumni yang dianggap mencoreng
nama almamater oleh Gabungan Aksi Mahasiswa (GAM) ITB yang sesuai dengan momentum
Kongres Ikatan Alumni ITB dan terseretnya nama Laksamana Sukardi, Ketua Umum IA Pusat,
sebagai tersangka kasus korupsi di Pertamina.

Melalui Ketetapan Kongres KM-ITB Nomor 25 Tahun 2008, Laporan Pertanggung Jawaban
Akhir Kabinet KM-ITB pimpinan Zulkaida Akbar (FI’03) dinyatakan “DITERIMA” oleh
Kongres KM-ITB 2007/2008 dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2.27. Parameter
kelulusan Kabinet KM-ITB didapat melalui parameter primer berupa indeks prestasi LPJ Akhir
minimal 2,00 dan parameter sekunder berupa kuesioner kinerja yang disebar kepada massa
kampus selama roadshow LPJ Akhir. Nilai indeks prestasi kumulatif ditetapkan setelah
Kongres KM-ITB mengkaji dan mempelajari keseluruhan LPJ Akhir yang diserahkan Kabinet
KM-ITB. Nilai IPK dihitung melalui tiga tahapan, yaitu perhitungan SKS per program kerja,
penilaian LPJ akhir per program kerja, dan kalkulasi nilai akhir keseluruhan program kerja.

Pada masa INKM 2010, terjadi berita duka yang menimpa kepanitiaan, yakni meninggalnya
seorang panitia INKM bernama Frans Normal Efrai (KL’09).

70
Bidang Multikampus

2012

Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi di Indonesia
berupaya untuk terus mengembangkan dirinya agar tetap dapat berperan aktif dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta turut serta mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, ITB telah menetapkan Rencana Induk
Pengembangan (RENIP) 2006–2025 sebagai landasan pengembangannya sesuai dengan
Peraturan Senat Akademik Institut Teknologi Bandung (SK SA Nomor 24/SK/11 –
SA/OT/2016) yang menjelaskan bahwa Multikampus sebagai bentuk dari menjalankan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.

Dokumen ini kemudian diturunkan dalam rencana yang lebih rinci yaitu Rencana Strategis
(RENSTRA) ITB 2011–2015 yang menjadi acuan bersama dalam pengembangan ITB lima
tahun ke depan. Pada intinya ITB mempunyai rencana untuk meningkatkan kualitas pendidikan
yang baik terutama pada bagian kuantitas.

Berdasarkan Keputusan Rektor Institut Teknologi Bandung Nomor 147/SK/K01/2010, pada


tanggal 21 April 2010 dibentuklah Direktorat Pengembangan ITB di bawah koordinasi Wakil
Rektor bidang Keuangan, Perencanaan dan Pengembangan sebagai organisasi yang ditugaskan
untuk menyelaraskan dan mengkoordinasikan pengembangan Kampus secara fisik maupun
non fisik.

Beberapa pengembangan yang sedang dan akan dilakukan berangkat dari arah dan tujuan
jangka panjang ITB menuju tercapainya Visi dan Misi ITB yang tertuang dalam Rencana Induk
Pengembangan (RENIP) ITB 2025. Untuk itu perlu ditetapkan fungsi dan peran Kampus ITB
masa depan sebagai perwujudan multikampus ITB yang berdaya dan berprestasi pada dinamika
tantangan ITB pada masa yang akan datang.

Gagasan mengembangkan ITB multi kampus mendapat kesempatan emas pada tanggal 31
Desember 2010 dengan ditanda-tanganinya perjanjian kerjasama ITB dengan Pemerintah
Propinsi Jawa Barat Nomor: 073/02/otdaksm/2010, untuk pengelolaan lahan pendidikan yang
terletak di Jatinangor dan di Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.

71
Universitas Winayamukti merupakan kampus yang ada di Jatinangor sebelum akhirnya lahan
universitas tersebut diubah menjadi milik ITB.

Pada Program Sarjana konsep Multikampus terbagi menjadi 3 bagian yaitu Ganesha,
Jatinangor,dan Cirebon. Terdapat 9 Program Sarjana di Kampus Jatinangor dan 6 Program
Sarjana di Kampus Cirebon.

2013 – 2018

Kampus baru ITB yang terletak di Jatinangor,Sumedang diresmikan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Prof. Dr. Mohammad Nuh, DEA., pada hari Jumat, 26 Juli 2013. Peresmian
ini ditandai dengan penandatanganan prasasti bersama oleh Mendikbud, Gubernur Jawa Barat
dan Rektor ITB.Untuk tahun awal pembentukan kemahasiswaan Multikampus sendiri
merupakan awal mula inisiasi pembentukan beberapa gerakan mahasiswa seperti terbentuknya
Organisasi Mahasiswa, Prestasi Mahasiswa dan Peristiwa Mahasiswa Multikampus. Mulai
terkumpulnya rasa kebutuhan akan berhimpun maka beberapa Mahasiswa Jurusan mulai
mendirikan Himpunan Jurusannya masing-masing.

27 Maret 2013 adalah awal mula munculnya Himpunan Jurusan Multikampus khususnya
Kampus Jatinangor dimana Mahasiswa Jurusan Rekayasa Hayati mendirikan Himpunan
Mahasiswa Rekayasa Hayati (HMRH),lalu dilanjutkan oleh Himpunan Mahasiswa Rekayasa
Kehutanan (HMH) pada 9 Desember 2014,Himpunan Mahasiswa Sumber Daya Air
(HIMASDA) pada 23 Maret 2015,Himpunan Mahasiswa Rekayasa Pertanian (HIMAREKTA)
pada 11 April 2015,dan Himpunan Mahasiswa Pasca Panen (HMPP Vadra ITB) pada 22 Mei
2016 . Setelah itu muncul himpunan lainnya.

Pada 2016,dua jurusan yang ada di ITB Kampus Cirebon yang pada saat itu masih melakukan
aktivitas perkuliahan di Jatinangor mulai menginisiasikan gerakan mahasiswa khususnya
pembentukan Himpunan Jurusan. Dua jurusan tersebut adalah Teknik Industri dan Perencanaan
Wilayah Kota (Planologi) karena dua jurusan tersebut adalah jurusal awal yang ada pada ITB
Kampus Cirebon. Pada akhirnya muncul AD/ART dari Himpunan Mahasiswa Planologi yang
dibuat pada Forum Mahasiswa PWK Cirebon dan menghasilkan keputusan pembentukan
Himpunan Komisariat dan diketuai oleh Jedy Ilyasa Zulardi (PL’16) pada tanggal 26 April
2018. Inisiasi ini berlanjut dengan Mahasiswa Jurusan lainnya.

72
2019

Pada tahun 2019,Kabinet KM ITB pada saat itu yaitu Kabinet Baracita merumuskan satu
bagian Multikampus yang menjadi salah satu fokus utamanya dengan Gubernur Multikampus
saat itu adalah Syafira Pramesti (TB’15) dengan memunculkan beberapa Gerakan Mahasiswa
Multikampus.

Pada 23 Agustus 2019,diadakan Inaugurasi Multikampus di Amphitheater Jatinangor dan


dihadiri para Mahasiswa Multikampus sebagai wadah awal pembentukan Gerakan Mahasiswa
Multikampus.

Sebagai gerakan awal memunculkan semangat Multikampus maka diadakan suatu wadah
forum dan talkshow yaitu MOMBA 2019 atau Membangun Optimisme Mahasiswa Baru yang
diisi oleh pembicara yaitu Syafira Pramesti (TB’15), Rifan Azki Maulid (KR’16), Syauqi
Ramadhan (TI’17) dan Mharta Adji Wardhana (MA’13) dan dilaksanakan di GKU 2 Lt. 3
Kampus ITB Jatinangor.

Lalu,dalam rangka mempererat hubungan mahasiswa antar jurusan dibentuk suatu acara
perlombaan berbagai cabang perlombaan yang dinamakan Olimpiade Jatinangor 2019 yang
diketuai oleh Theodore Machsi S (SA’16) dan diikuti berbagai himpunan termasuk TPB ITB
Kampus Cirebon 2019.

2020

Pada Januari 2020,salah satu perwakilan dari rektorat ITB yaitu Prof.Ir. Bermawi Priyatna
Iskandar M.Sc.,Ph.D. datang ke ITB Kampus Jatinangor menjelaskan tentang rencana
kepindahan Mahasiswa ITB Kampus Cirebon dari Kampus Jatinangor ke Kampus Cirebon
yang pada saat itu masih dalam pembangunan awal. Hal yang terkesan mendadak itu
memunculkan gerakan-gerakan untuk mempersiapkan kepindahan kelak dimana fokus utama
yang dibahas adalah fasilitas akademik dan sistem kemahasiswaan disana. Pada akhirnya
terbentuklah wadah forum antar Mahasiswa ITB Kampus Cirebon dan Ketua MWA WM ITB
yaitu Faisal Alviansyah (FI’15) pada tanggal 3 Februari 2020 di GKU 2 Lt. 3 ITB Jatinangor.
Keputusan rektorat yang mendadak tersebut memunculkan penolakan dari Mahasiswa Kampus
ITB Cirebon itu sendiri karena ketidakjelasannya kepentingan kepindahan dikarenakan
pembangunan kampus yang masih belum rampung.

73
Melanjuti hal tersebut sebagai bentuk konsolidasi sebelum akhirnya jika terpaksa pindah kelak
maka dibuatlah acara Silaturahmi Akbar Multikampus dan mengundang HMJ serta UKM
untuk turut hadir pada tanggal 26 Februari 2020 di GKU 1 ITB Jatinangor.

Terlepas dari isu kepindahan yang mendadak, HMP Komisariat mengadakan Forum Antar
Kampus se-Jatinangor yang merupakan inisiasi awal hubungan antar kampus di jatinangor pada
tanggal 24 Februari 2020 dan dihadiri dari perwakilan UNPAD, IKOPIN dan IPDN. Acara
yang bernama Diskusi Hangat tersebut juga dihadiri langsung oleh Camat Jatinangor pada saat
itu Syarif Effendi Badar S.Sos, M.Si. dengan membahas isu di Jatinangor secara umum seperti
banjir, kemacetan dan lainnya.

74

Anda mungkin juga menyukai