Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Identitas Jurnal Pertama
Judul Jurnal Generasi Muda, Golden Generation Berwawasan
Kebangsaan
Penulis Prof. Dr. Wasino, M.Hum
Penerbit Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
VOL Vol. 1 no. 1 2017, Hal. 1-10
Tahun Terbit 2017
Kota Terbit Medan
Halaman 1-10 Halaman
ISSN (Cetak) 2598-3237
ISSN(Online) 2598-2796

B. Identitas Jurnal Kedua

Judul Jurnal Desain Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Berwawasan


Kebangsaan
Penulis Warsono
Penerbit Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
Tahun Terbit 2017
Kota Terbit Medan
ISSN (Cetak) 2598-3237
ISSN(Online) 2598-2796

C. Tujuan Critical Journal Report :


1. Mengulas isi pada kedua jurnal.
2. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam jurnal.
2

3. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang


diberikan oleh jurnal utama dan jurnal pembanding.
4. Membandingkan isi jurnal utama dan jurnal pembanding.
D. Manfaat Critical Journal Report:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Civics dan Pendidikan Demokrasi.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang Ilmu Kewarganegaraan
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Intisari Jurnal Pertama

I. Generasi Muda, Golden Generation Berwawasan Kebangsaan


A. Pendahuluan

Dalam tahapan sejarah Indonesia, generasi muda atau pemuda


memegang peranan penting dalam perubahan sosial. Peranan penting kelompok
sosial ini sebagai gejala baru dalam sejarah modern Indonesia, terutama
fenomena awal yang muncul sejak abad XX. Generasi muda abad XX lahir dari
produk pendidikan Barat (Belanda). Mereka kemudian menjadi protagonis
berkembangnya nasionalisme Indonesia. Mereka adalah kelompok sosial yang
umumnya sedang menempuh pendidikan tinggi di kota-kota besar di
Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, dan sebagainya. Mereka
berasal dari berbagai suku, etnis, dan agama di sejumlah wilayah di Nusantara.
Mereka membentuk organisasi modern (sebagian besar organisasi politik) untuk
melawan dominasi penjajah menuju kemerdekaan Indonesia (Dhont,2005:18-23).

B. Generasi Pemuda, Kaum Muda, atau Pemuda

Sebutan pemuda bisa disandingkan dengan angkatan, dengan demikian ia


bisa dimaknai sebagai angkatan muda. Mereka pasti dibedakan dengan
angkatan lain, yang sering disebut dengan generasi tua. Generasi muda sering
diasosiakan dengan masa yang penuh dengan keberanian. Umur mereka yang
menuju tahap kematangan membuat mereka sering berperilaku “hantam krama”,
berbuat dulu pikir kemudian.

C. Bonus Demografi

Bonus demografi adalah jumlah usia angkatan kerja atau usia produktif
(15-64 tahun) mencapai 70 % dari dari jumlah penduduk negara. Sisanya,
yakni 30 % terdiri dari penduduktidak produktif, yakni penduduk yang
4

berumur kurang dari dari 14 tahun dan yang berumur 60 tahun ke atas. Bonus
demografi memiliki makna bahwa dalam rentang 10 tahunan Indonesia akan
memiliki jumlah tenaga kerja produktif yang luar biasa yang secara teoretik akan
mampu meningkatkan produktivitas.

Posisi pemerintah dalam waktu yang relatif singkat harus menciptakan


“infra struktur” yang memungkinkan peningkatan produktivitas tenaga kerja ke
depan dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan perkembangan ekonomi.
Pertama, mendorong dan memberi fasilitas lembaga- lembaga pendidikan,
termasuk pendidikan tinggi untuk mekahirkan output dan outcome yang dapat
menciptakan entrepreneurship dan tenaga terampil yabg mumpuni di
bidangnya yang dibutuhkan pada sector-sektor ekonomi yang akan tumbuh dan
berkembang. Kedua, kemudahan investasi yang dengan memangkas
birokratisasi perijinan yang dapat menghambat peluang usaha. Ketiga
pembangunan Infrastruktur fisik yang memudahkan pergerakan arus barang
dan manusia yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dari
hulu hingga hilir. Keempat, debirokratisasi dengan semakin meningkatkan
pelayanan public di kalangan aparatur negara sehingga terhindar dari kegiatan
korupsi. Kelima, perbaikan sistem pemungutan dan pengelolaan pajak agar
mampu meningkatkan pendapatan negara untuk digunakan sebesar-besar
kemakmuran rakyat Indonesia. Keenam, pengembangan jiwa nasionalisme di
kalangan generasi muda agar memiliki semangat cinta tanah air yang kuat
sehingga memiliki semangat untuk membangun kemandirian, integritas, toleran
demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

D. Pendidikan Historis Reflektif Berwawasan Kebangsaan

Pembelajaran sejarah reflektif berkaitan dengan pemanfaatan peristiwa


sejarah untuk memecahkan persoalan masa kini melalui pendidikan. Peristiwa
masa lalu dapat diambil pada peristiwa tertentu yang relevan hal-hal yang aktual.
(Kochhar,2008:430-450) Salah satu aspek yang relevan hingga masa kini adalah
semangat nasionalisme.
5

Pendidikan sejarah reflektif menekankan pada pengambilan materi


tertentu dalam tonggak sejarah Indonesia untuk membangkitkan semangat
produktivitas generasi mida dalam mengadapi era emas berupa bonus demografi
tahun 2020-2030an. Materi tersebut diajarkan dengan model pembelajaran yang
relevan dengan tingat usia perserta didik sehingga nilai-nilai sejarah tersebut
dapat mempengaruhi cara berfikir mereka sehingga berdampak pada perilaku
dan sikap.

Pendidikan historis reflektif dapat dilakukan untuk mencegah problem


sentimen primordialisme ini. Panggung sejarah Indonesia mengajarkan proses
“menjadi Indonesia” melalui proses metamorphosedari ikatan dan pemikiran
primordial menuju ikatan kebangsaan dan pemikiran Indonesia. Proses itu
berjalan secara dialektik dari Budi Utomo, Jong Java, Jong Sumatera, Jong
Pasundan, Jong Batak, Jong Islaminten Bond, dan sebagainya hingga lahirnya
Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tanggal 20 Oktober 1928. Sejak itu visi
besar organisasi pemuda, dan organisasi politik pergerakan hanya satu yaitu
keIndonesiaan.

E. Simpulan

Generasi muda merupakan kelompok sosial yang secara demografi


termasuk dalam usia produktif. Sehubungan dengan hal itu kelompok sosial ini
harus menjadi agen perubahan untuk Indonesia menjadi negara maju. Salah satu
yang harus dibangun dalam diri generasi muda adalah soft skill nasionalisme,
untuk itu pendidikan sejarah reflektif diperlukan untuk membangkitkan
nasionalisme generasi muda Indonesia yang hidup pada masa milleneal. Model
pembelajarannya disesuaikan dengan tingkatan berpikir mereka.

II. Intisari Jurnal Kedua


A. Pendahuluan

Jika menyimak judul ini ada beberapa asumsi yang ada dibaliknya.
Pertama, imu-ilmu sosial berbeda dengan ilmu-ilmu alam. Kedua, pendidikan
ilmu sosial berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Ketiga, pendidikan ilmu-ilmu sosial
6

bersifat multi fungsi, sehingga perlu desain khusus tentang pendidikan ilmu sosial
berwawasan kebangsaan.

Berkaitan dengan judul dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan


berwawasan kebangsaan tentu bukan sekedar memiliki pengetahuan kebangsaan,
tetapi perilaku yang menunjukkan tindakan mencintai tanah air (menjaga
keutuhan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, menjunjung tinggi dan menjaga
Bhinneka Tunggal Ika). Tindakan seperti itu diperlukan suatu proses kejiwaan
mulai dari mengetahui, memahami, menghayati, meyakini dan menyadari. Untuk
itu tugas para pendidik (guru dan dosen) merubah pengetahuan dan sikap serta
kesadaran sehingga mereka mau melakukan tindakan berupa menjaga Pancasila,
NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.

B. Materi Pendidikan

Pendidik harus mengubah pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu) para
peserta didik tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang didalamnya
mencakup bagaimana sejarah lahirnya bangsa dan NKRI, mengapa Indonesia
menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup dan ideology,
mengapa kita mengambil semboyan Bhinneka Tunngal Ika, bagaimana sistem
politik dan ketatanegaraan Indonesia, bagaimana kita mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Pendidik juga harus mengajak peserta didik untuk memahami dan
menghayati fakta yang ada, seperti kondisi geografis, sosial budaya, sejarah
bangsa dan lainnya sehingga muncul keyakinan bahwa NKRI, Pancasila, UUD
1945, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan piliha rasional terbaik bagi bangsa
Indonesia dan harus dijaga dan diamalkan agar kesejahteraan dan keadilan sosial
bisa terwujud.

C. Penutup

Pada dasarnya peranan pendidik ilmu-ilmu sosial dalam membangun


wawasan, keyakinan, dan kesadaran akan kebangsaan yang bhinneka tunggal ika
sangat strategis. Pendidik harus kreatif dalam mengkombinasikan berbagai materi
agar tercapai tujuan yang efektif dalam membangun wawasan kebangsaan.
7

Pendidik harus mempunyai inovasi dalam menggunakan media, metode, model


dan juga pendekatan pembelajaran untuk mewujudkan desain pendidikan ilmu-
ilmu sosial berwawasan kebangsaan. Pembelajaran juga harus dikaitkan dengan
pengalaman hidup peserta didik agar proses penyampaian ilmu dapat dengan
mudah diterima peserta didik. Intinya, pendidik harus memiliki keyakinan yang
kuat dan kesadaran untuk mengamalkan nilai Pancasila, mempertahankan NKRI,
UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Para pendidik
harus menjadi role model bagi peserta didik dan masyarakat sekitarnya.
8

BAB III
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN ISI JURNAL PERTAMA DAN
KEDUA

A. Jurnal Pertama
1. Kelebihan

Menurut hemat penulis, pada jurnal pertama mempunyai kelebihan yaitu


dalam menjelaskan betapa pentingnya golden generation berwawasan kebangsaan
dalam memajukan kemajuan bangsa Indonesia terutama dalam meningkatkan
semangat nasionalisme dan pendapatan Indonesia agar bisa berada pada tingkat
ekonomi yang tinggi. Karena generasi muda merupakan kelompok sosial yang
secara demografi termasuk dalam usia produktif. Hal ini tentunya harus didukung
dengan generasi bangsa yang memiliki pengetahuan dan semangat nasionalisme
dalam mewujudkannya. Untuk itu salah satu hal yang dapat menunjang untuk
mewujudkan Indonesia sebagai negara maju adalah dengan menerapkan
pendidikan sejarah reflektif dan model pembelajarannya disesuaikan dengan
tingkat berpikir mereka.

2. Kelemahan

Menurut hemat penulis, pada jurnal pertama penulis tidak menetapkan


sumber yang konkret pada bagian materi bonus demografi.

B. Jurnal Kedua
1. Kelebihan

Menurut hemat penulis, pada jurnal kedua sudah sangat baik


menerangkan bagaimana sebenarnya desain pendidikan ilmu-ilmu sosial
berwawasan kebangsaan. Penjabaran mulai dari latar belakang hingga ke materi
pendidikan serta bagaimana seharusnya seorang pendidik untuk mewujudkan
peserta didik yang nantinya tidak hanya memiliki pengetahuan saja tetapi juga
memiliki kesadaran akan hal-hal yang terjadi pada Indonesia. Contohnya,
mempertahankan NKRI, mengamalkan nilai-nilai pancasila dan sebagainya.
9

2. Kelemahan

Menurut Hemat penulis tidak ada kelemahan pada jurnal tersebut. Karena
seluruh isi materi sudah menerangkan betapa pentingnya desain pendidikan ilmu-
ilmu sosial berwawasan kebangsaan.
10

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada dasarnya jurnal pertama dan kedua memiliki hubungan untuk


mewujudkan para generasi muda berwawasan kebangsaan. Hal ini dapat ditinjau
dari pentingnya desain pendidikan ilmu-ilmu sosial berwawasan kebangsaan yang
nantinya akan menciptakan generasi muda yang memiliki pengetahuan dan
semangat nasionalisme untuk mewujdukan negara Indonesia yang maju dan
berkarakter. Oleh karena itu, para pendidik seharusnya memiliki kemampuan dan
juga kesadaran dalam mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan tentunya
pada pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Pendidik harus mampu menciptakan para
generasi muda yang cerdas dan memiliki wawasan kebangsaan. Hal ini tentunya
memiliki keuntungan untuk kemajuan bangsa Indonesia agar tingkat pendapatan
di Indonesia dapat berpindah ke tingkat atas.

B. SARAN

Menurut hemat penulis bahwa review pada kedua jurnal ini masih
memiliki kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar penulisan ini dapat lebih baik untuk ke depannya. Khusus
untuk para pendidik dan pembaca dalam dunia akademis harus membaca jurnal
ini, karena kedua jurnal ini sangat bermanfaat untuk dibaca sehingga efeknya
nanti kita dapat memiliki kemauan dalam memajukan Indonesia.
11

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai