PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena globalisasi membawa nuansa baru yang sulit diprediksi oleh
pemikiran manusia saat ini. Sehingga, muncul beberapa ramalan masa depan
seperti yang dikatakan oleh para futurologi bahwa akan datang masyarakat pasca-
industri atau post-industrial society (Daniel Bell), masyarakat gelombang ketiga
atau the third wave (Alvin Toffler), global paradox atau global paradox (John
Naisbitt), situasi kesemrawutan atau “chaos” (John Briggs & David Peat).
Krisis multidimensi serta prediksi para futurologi menyebabkan manusia
sulit memosisikan dirinya bila tidak memiliki ketahanan mental, ketahanan diri,
dan ketahanan tatanan nilai, serta fleksibilitas diri menghadapi dampak negatif
kemajuan iptek.
Konsep pendidikan dalam era globalisasi tidak boleh terlepas dari
pendidikan nilai (afektif), begitupun dengan aspek pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotor). Pendidikan tidak sekedar terfokus pada alih
pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai pula signifikansi alih sikap
(transfer of attitude).
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dalam kurikulum 2004
senantiasa mengalami suatu dilema. Pilihan antara memenuhi tuntutan kebutuhan
untuk mengantisipasi perubahan sosial di masyarakat, siap tantangan dan tuntutan
era globalisasi, atau memenuhi tuntutan kebutuhan sebagai pengetahuan akademis
dan pendidikan yang dapat memenuhi tatanan nilai, memilki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air, serta menjadi ‘manusia Indonesia seutuhnya’.
Materi pendidikan merupakan komponen dalam kurikulum yang penting,
yang dimuat dalam kurikulum sekolah pada setiap mata pelajaran. Masalah
berpikir kritis, kreatif, partisipasi dinamis, dan problem solving, sudah ditetapkan
untuk digunakan oleh guru-guru, namun walupun ditetapkan, sapai saat ini
metode tradisional ini masih tetap dilakukan. Hal ini disebabkan beberapa faktor,
1
diantaranya bahwa lembaga pendidikan belum berhasil dalam menghasilkan guru
yang professional dan mengabdi pada fungsi perannya.
Pembelajaran kewarganegaraan dalam implementasi kurikulum 2004
seyogyanya dapat disajikan kepada peserta didik melalui proses internaslisasi dan
personalisasi. Kebermaknaan nilai-nilai humanis, sehingga dapat mnejawab
dinamika kehidupan sosial yang terus berkembang meskipun belum mencapai
sasaran. Secara substansial, materi pendidikan memuat tentang pandangan, tema
topic, fenomena, fakta, peristiwa, prosedur, konsep, generalisasi, dan teori.
Sedangkan secara procedural, materi pendidikan akan berkenaan dengan proses,
prosedur dan langkah yang harus dilaksanakan peserta didik dalam mempelajari
materi secara substantif.
Konsep kewarganegaraan (citizenship) berdasarkan Depdiknas,
merupakan materi yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari
segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa, untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter sesuai dengan yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan pendidikan
nilai. Pendidikan nilai menyatukan berbagai permasalahan yang menyangkut
preferensi personal ke dalam satu kategori yang disebut nilai-nilai, yang dibatasi
sebagai petunjuk umum untuk perilaku yang memberi batasan langsung pada
kehidupan atau “general guides to behavior which tend to give direction to life”.
PKn sebagai pusat pendidikan nilai, bukanlah sekedar mentransmisikan isi nilai
tertentu kepada peserta didik, akan tetapi dimaknai sebagai upaya
mengembangkan proses penilaian dalam diri seseorang semacam suatu keyakinan
untuk memperkaya peserta didik dengan sesuatu yang lebih krusial dan
fungsional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana hakekat pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan?
2. Bagaiman peran dan fungsi mahasiswa?
3. Apa pengaruh pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap
mahasiswa?
2
C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hakekat pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Untuk mengetahui peran dan fungsi mahasiswa.
3. Untuk mengetahui pengaruh pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan
terhadap mahasiswa.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu cara untuk menambah wawasan mengenai konsep
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Memberikan nilai tambah atas pengetahuan mengenai konsep Pendidikan
Kewarganegaraan serta pengaruhnya bagi mahasiswa Polibisnis
Purwakarta.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain
Hubungan pengetahuan intraseptif dengan pengetahuan ekstraseptif atau antara
agama dan ilmu, Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional, Disiplin
ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan, Disiplin ilmu-ilmu sosial,
khususnya “ide fundamental” ilmu kewarganegaraan, Dokumen Negara,
khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan Negara serta sejarah
perjuangan bangsa, Kegiatan dasar manusia, dan Pengertian pendidikan IPS.
Lebih lanjut Somantri mengemukakan beberapa faktor yang lebih
menjelaskan mengenai pendidikan kewarganegaraan antara lain :
a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan
pendidikannya diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai
disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen Negara, terutama Pancasila, UUD
1945 dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga Negara dan
bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela Negara.
b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial,
humaniora, Pancasila dan dokumen Negara lainnya yang diorganisasikan
dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat
pendidikan dasar, menengah serta perguruan tinggi.
d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara
integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan
pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif
(ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional, Pancasila, UUD
1945, filsafat Pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan kurikulum
disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Somantri, 2001:161).
5
Mahasiswa dapat mentransformasikan pengetahuan dan kompetensinya bagi
pengembangan IPTEK yang sangat berguna untuk kepentingan bangsa terutama
dalam membendung arus globalisasi yang mengancam keutuhan dan kesatuan
bangsa. Pengembangan mahasiswa yang lebih kreatif dan Inovatif memiliki nilai
tersendiri dalam menjawab tantangan kemajuan zaman serta menjadi langkah
awal dalam membangun masyarakat yang madani.
Mahasiswa adalah Individu yang terdaftar dan belajar di Perguruan Tinggi.
Mahasiswa sebagai tonggak penerus perjuangan Bangsa perlu dibekali
penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang lebih mendalam, hal
itu dapat diperoleh melalui jalur pendidikan Perguruan Tinggi.
Produk yang dihasilkan Perguruan Tinggi (PT) sebagai Pusat
Pengembangan IPTEK adalah JASA PENDIDIKAN. Salah satu komponennya
adalah Perkuliahan yang disajikan kepada Konsumennya, yaitu MAHASISWA.
Perkuliahan adalah Proses memberikan pengajaran di Perguruan Tinggi
(PT) yang meliputi Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian. Untuk
menghasilkan Mahasiswa yang Berkompetensi, perlu diciptakan Perkuliahan
bermutu, “perkuliahan bermutu diartikan sebagai semua proses yang terjadi dalam
perancangan dan penyajian materi kuliah serta evaluasi atas proses – proses itu
beserta produk smua unsur yang terlibat, dalam rangka usaha memenuhi
kebutuhan pelanggan Perguruan Tinggi, terutama Mahasiswa dalam kehidupan
masyarakat”.
Penguasaan Pendidikan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk
memperluas cakrawala berfikir para mahasiswa sebagai warga negara Indonesia
yang hidup bermasyarakat, sekaligus sebagai pejuang bangsa dalam usaha
menciptakan serta meningkatkan kesejahteraan dan keamanan nasional untuk
menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa dan negara demi terwujudnya aspirasi
perjuangan nasional dengan tujuan untuk memupuk kesadaran bela negara di
kalangan Mahasiswa.
Perguruan Tinggi sebagai Pusat Intelektual dan kultur Akademik yang
Berbasis Pengembangan IPTEK diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
nyata dalam pengembangan Pendidikan Bangsa. Situasi yang sangat Kondusif
bagi pengembangan IPTEK di perguruan Tinggi harus dapat dijawab secara nyata
6
pula oleh Dosen dan Mahasiwa dalam bentuk hasil – hasil temuan IPTEK yang
dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.
Perguruan Tinggi (PT) memiliki peran yang sangat penting dalam
peningkatan sumber daya manusia dan teknologi. Perguruan Tinggi (PT)
merupakan kelembagaan pokok dalam memberikan bekal ilmu pengetahuan,
keahlian, serta pembentukan sikap mental manusia. Begitu pula dalam
pengembangan sumber daya teknologi, Perguruan tinggi telah menjadi pusat
penelitian bagi tumbuhnya ilmu dan teknologi baru serta sebagai pusat
pengembangan untuk kepentingan masyarakat luas. Peranan perguruan Tinggi
dalam pengembangan SDM dan Teknologi tersebut bersifat dinamis, yang
ditentukan oleh lingkungan makro strategis, yakni dinamika Pembangunan.
Mahasiswa dengan segenap potensi yang dimilikinya mempunyai peluang
yang cukup besar untuk mengembangkan kemampuannya sesuai teori – teori yang
telah diperoleh di bangku kuliah dapat diimplementasikan secara nyata dalam
konteks pengembangan IPTEK di masyarakat, yang akhirnya dapat dirasakan
berguna bagi Mahasiswa-nya itu sendiri, lingkungan, bahkan hingga cakupan
masyarakat yang lebih luas. Hal ini,dapat diartikan bahwa Mahasiswa terciptakan
karena kebutuhan Masyarakat, dimana Mahasiswa sebagai subyek penerus
perjuangan Bangsa melalui Pendidikan itu sendiri. Karena itu diharapkan
Mahasiswa yang terlahirkan akan terwujud sebagai Subyek Masyarakat yang
sesuai dengan berbagai macam harapan untuk meneruskan perjuangan menuju
Pembangunan Bangsa yang lebih lanjut.
Sebagai sumberdaya manusia masa depan mahasiswa sudah saatnya
memahami karakteristik yang dibutuhkan untuk mensukseskan pembangunan
bangsa tersebut. Pemahaman Karakteristik itu kemudian diiringi dengan semangat
untuk meningkatkan kualitas diri melalui kesungguhan dalam mengikuti berbagai
kegiatan, baik kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
Dalam kegiatan Kurikuler, yang merupakan hal terpenting bagi mahasiswa
adalah memahami dan menghayati hakekat dari berbagai bentuk kegiatan
kurikuler. Bahwa kegiatan tersebut pada hakekatnya adalah sebagai proses
pembentukan karakteristik dan pembudayaan dalam diri mahasiswa. Segala
aktivitas di kampus mengarah pada terbentuknya suatu karakter atau produk
7
budaya. Pratikum di labotarium membudayakan kita untuk lebih cermat, teliti,
sabar, serta menumbuhkan jiwa keingintahuan. Diskusi di kelas juga dapat
membudayakan kita lebih bersikap kritis dalam berpikir dan berpendapat, serta
menumbuhkan rasa saling menghargai. ujian – ujian membudayakan untuk
mengenal potensi diri serta mengevaluasi bagaimana kualitas diri. Berbagai
bentuk aturan tersebut membudayakan berdisiplin.
Karakter SDM masa depan tidak dapat terwujud hanya dengan kegiatan
kurikuler yang dimiliki seorang mahasiswa. Hal ini karena bagaimana pun
kegiatan kurikuler memiliki keterbatasan. Apa yang diperoleh dari kegiatan
kurikuler melalui perkuliahan dan praktikum merupakan kegiatan yang harus
dikembangkan lebih jauh dalam kegiatan – kegiatan ekstrakurikuler, baik senat
mahasiswa himpunan profesi, maupun kelompok–kelompok studi lainnya.
Pengembangan secara kreatif materi keilmuan dan teknologi yang didapat dari
bangku perkuliahan, akan menjadi kekuatan dalam dinamika ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal ini menunjukan bahwa IPTEK tersebut tidak semata – mata
menjadi milik Dosen, melainkan tetap terbuka bagi mahasiswa untuk menemukan
serta mengembangkannya.
Untuk itulah diperlukan kreatifitas, yang ini dapat ditumbuhkan dari
kegiatan – kegiatan ekstrakurikuler. Namun, peran Mahasiswa tidak saja dalam
peran penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam
Dinamika Kepemudaan. Spektrum kegiatan Mahasiswa yang luas merupakan
instrumen bagi Mahasiswa untuk Pembentukan sikap mental berkarakter.
Aktivitas ekstrakurikuler itu penting untuk membentuk kepemimpinan,
kemampuan berorganisasi, pengasahan daya intelektual, serta penyaluran minat
dan bakat. Dengan potensi tersebut akan semakin membuka kesempatan
mahasiswa untuk lebih bekembang.
8
Tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan
kompetensi-kompetensi sebagai berikut.
a. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menggapai isu kewarganegaraan;
b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung
jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Depdiknas, 2002).
Di dalam kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan dijelaskan bahwa mata pelajaran
kewarganegaraan (citizenship) adalah mata pelajaran yang ingin membentuk
warga negara yang ideal yaitu warga negara yang memiliki keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan YME, menguasai pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip kewarganegaraan.
Sehubungan dengan itu, dinyatakan bahwa mata pelajaran kewarganegaraan
mencakup tiga dimensi yaitu:
a. Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang
mencakup bidang politik, hukum dan moral, meliputi pengetahuan tentang
prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non
pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum dan peradilan
yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasioanal, hak dan
kewajiban warga negara, hak asasi manusia, hak sipil dan hak politik;
b. Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skill) yang meliputi
keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Misalnya dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society),
keterampilan mempengruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan,
dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan
9
masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan
mengelola konflik;
10
sesuai dengan fungsinya sebagai agent of change akan berdampak dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan
tidak akan ada lagi mahasiswa yang tawuran atau berkelahi dengan sesama
mahasiswa. Selain itu juga dengan memahami pendidikan kewarganegaraan yang
dipelajari di kampus, maka mahasiswa akan lebih paham tentang fungsi dan
perannya sebagai mahasiswa.
Sebagai seorang yang memiliki kesempatan dalam memperoleh pendidikan yang
lebih tinggi, mahasiswa diharapkan oleh bangsa ini sebagai Agent of Change agar
bangsa ini dapat lebih maju dan berkembang. Sesuai dengan fungsinya sebagai
Agent Of Change maka mahasiswa harus menguasai Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang diperolehnya di bangku Perguruan Tinggi (PT).
Dengan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tersebut maka
mahasiswa dapat menjadi Katalis dalam pembangunan bangsa. Yang tentunya
sebagai Katalisator yang positif, artinya mahasiswa terlahir bukan sebagai beban
negara, melainkan sebagai salah satu penopang dan menjadi bagian dari
pembangunan bangsa.
Mahasiswa berpartisipasi dalam usaha menjaga keutuhan dan kesatuan
bangsa itu sebenarnya meliputi 2 tipe yang pada prinsipnya berbeda, ialah :
11
Mahasiswa. Apabila dilanggar atau tidak dilaksanakan oleh Mahasiswa maka ia
tidak akan lulus atau tidak memperoleh gelar Sarjana/Diploma.
Pada partisipasi kedua, Mahasiswa tidak diwajibkan untuk melakukannya.
Hal ini didasarkan oleh keinginan atau kemauan dari individu Mahasiswa sendiri.
Jika tidak dilaksanakan atau dilakukan tidak akan mendapat sanksi dari pihak
yang berwenang misalnya pihak Rektorat. Contoh bentuk partisipasi ini misalnya
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan kemahasiswaan lainnya. Setiap
Mahasiswa memiliki kebebasan untuk mengikuti salah satu kegiatan
ekstrakurikuler atau kegiatan kemahasiswaan sesuai dengan keinginan dan
kemampuannya masing-masing.
Akan tetapi walaupun bentuk partisipasi yang kedua ini tidak diharuskan
atau diwajibkan, Mahasiswa tetap memiliki tanggung jawab secara moral agar
menjadi seorang individu yang memiliki kelebihan dibandingkan orang lain yang
tidak sempat/belum duduk di perguruan tinggi.
Dengan statusnya sebagai mahasiswa, masyarakat mengharapkan adanya
partisipasi dari mahasiswa dalam pembangunan. Wujud partisipasi itu dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk misalnya mahasiswa diwajibkan untuk
melakukan penelitian dalam tugas akhirnya. Dalam penelitian yang dilakukan
hendaknya memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi
masyarakat. Secara langsung misalnya penelitian yang dilakukan di masyarakat
misalnya bagaimana menangani kasus Flu Burung, menangani banjir, dan lain-
lain. Yang secara tidak langsung misalnya penelitian yang dilakukan di
Laboratorium, hal ini tidak langsung dirasakan oleh masyarakat tetapi nantinya
juga akan diaplikasikan di masyarakat.
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, Ine K., Markum S., 2010. Pendidikan Berbasis Nilai. Bogor: Ghalia
Indonesia
14