Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Urgensi Pancasila


2.1.1 Konsep Pendidikan Pancasila
Dalam tinjauan pedagogik, Pendidikan Pancasila merupakan bidang kajian
keilmuan, program kurikuler, dan aktivitas sosial-kultural yang bersifat
multidimensional. Sifat multidimensional ini menyebabkan Pendidikan Pancasila
dapat disikapi sebagai: pendidikan nilai dan moral, pendidikan kemasyarakatan,
pendidikan kebangsaan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik,
pendidikan hukum dan hak asasi manusia, serta pendidikan demokrasi.

Di Indonesia, arah pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan dan


Pancasila tidak boleh keluar dari landasan ideologi Pancasila, landasan
konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan landasan operasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Selain itu, tidak boleh juga keluar dari koridor Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini
yang menyebabkan secara terminologi untuk pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia digunakan istilah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang


mempunyai misi sebagai pendidikan nilai dan moral Pancasila, penyadaran akan
norma dan konstitusi UUD Negara Republik IndonesiaI Tahun 1945,
pengembangan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
dan penghayatan terhadap filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan dimaksudkan sebagai upaya membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

3
Oleh karena itu, secara umum pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di sekolah adalah upaya mengembangkan kualitas warga
negara secara utuh dalam berbagai aspek sebagai berikut.
1. Kemelekwacanaan sebagai warga negara (civic literacy), yakni pemahaman
peserta didik sebagai warga negara tentang hak dan kewajiban warga negara
dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan
perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu.
2. Komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), yakni
kemauan dan kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk melibatkan
diri dalam komunikasi sosial-kultural sesuai dengan hak dan kewajibannya.
3. Kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara (civic skill and participation),
yakni kemauan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik sebagai warga
negara dalam mengambil prakarsa dan/atau turut serta dalam pemecahan masalah
sosial-kultur kewarganegaraan di lingkungannya.
4. Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni kemampuan peserta didik
sebagai warga negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggungjawab tentang
ide, instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional Indonesia.
5. Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and
civic responsibility), yakni kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga
negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan
demokrasi konstitusional. (Dokumen Standar Kkompetensi Guru Kelas mata
pelajaran PKn Depdiknas, 2004)

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat persekolahan


bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik menjadi warga negara yang
cerdas dan baik (smart dan good citizen) berdasarka nilai-nilai Pancasila. Warga
negara yang dimaksud adalah warga negara yang menguasai pengetahuan
(knowledge), sikap dan nilai (attitudes and values), keterampilan (skills) yang
dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
sebagai wujud implementasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila.

4
Tujuan akhir dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
terwujudnya warga negara yang cerdas dan baik, yakni warga negara yang
bercirikan tumbuh-kembangnya kepekaan, ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas
sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
tertib, damai, dan kreatif, sebagai cerminan dan pengejawantahan nilai, norma dan
moral Pancasila. Para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan
berperilaku kreatif sebagai anggota keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat,
warga negara, dan umat manusia di lingkungannya secara cerdas dan baik.

2.1.2 Urgensi Pendidikan pancasila


Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan
alat pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar
negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar
pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat
terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia
seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan
budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus
dipersatukan.
Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari
yang sepeles amapi ke persoalan yang vital. Salah satunya adalah masalah
pendidikan dan substansi dalam pendidikan tersebut. Sudah jelas bagi kita bahwa
pendidikan yang murah masih sulit didapatkan bagi masyarakat yang dalam taraf
kesejahteraan yang masih “sulit”. Yang kedua adalah materi pendidikan yang
belum memenuhi kebutuhan dunia global. Selain belum sesuai dengan kebutuhan
globalisasi juga belum siap menghadapi globalisasi. Pada dasarnya materi atau
kurikulum yang masih sering berubah-ubah di tiap jenjang pendidikan
menyebabkan tidak stabilnya sistem pendidikan
Permasalahannya kurikulum belum sempat dilaksanakan secara menyeluruh
di seluruh Indonesia namun sudah dirubah ke kurikulum yang baru. Belum lagi isi
materi yang diajarkan berbeda-beda tiap daerah. Sehinga memunculkan ketidak
merataan pendidikan bukan hanya dari segi akses namun juga dari segi

5
pemerataan kurikulum. Ada satu lagi yang cukup menjadi perhatian saat ini
adalah materi pendidikan kewarganegaraan khususnya Pancasila, muncul sebuah
fenomena yang umum yaitu Pancasila yanga hanya menjadi materi hafalan saja di
kalangan para pelajar
Belum lama ini Dirjen Dikti mengeluarkan Keputusan No. 356/Dikti/
Kep/1995 tentang Kurikulum Inti Mata Kuliah Umum Pendidikan Pancasila pada
Perguruan Tinggi di Indonesia. Terhadap Keputusan Dirjen Dikti itu, beberapa
perguruan tinggi mempertanyakan kedudukan Matakuliah Filsafat Pancasila yang
tidak lagi bersifat wajib bagi setiap program studi. Ada perguruan tinggi dengan
cepat menyatakan bahwa mata kuliah tersebut tidak perlu dicantumkan
dalamkurikulum, karena tidak ada ketentuan yang mewajibkannya. Namun
ternyata ada juga beberapa perguruan tinggi yang masih menyelenggarakan
perkuliahan Filsafat Pancasila
Hal yang cukup memprihatinkan bahwa di kalangan mahasiswa pengetahuan
tentang Pancasila sedemikian terbatas mulai dari segi akses tentang pendidikan
Pancasila namun juga pemahaman secara mendalam tentang nilai-nilai pancasila
yang sesuai dengan kapsitas seorang mahasiswa. Dari sini muncul persoalan lagi
dimana nila-nilai dan esensi dari Pancasila telah dipolitisr untuk kepentingan
pihak tertentu dengan memanfaatkan sifat idealis mahasiswa yang ditunjang
dengan terbatasnya pengetahuan mereka tentang nilai-nilai Pancasila. Inilah yang
menyebabkan banyak aksi protes yang menggunakan Pancasila sebagai landasan
atau sebagai alasan. Sehingga peran mahasiswa yang seharusnya bisa menjadi
problem solver malah menambah permasalahan dengan aksi atau aktivitas yang
berbau politik dan kepentingan dari pihak tertentu. Dari uraian diatas bisa diambil
sebuah permasalahan yang berkaitan dengan urgensi pendidikan pancasila di
perguruan tinggi yaitu seberapa jauh pentingnya pendidikan Pancasila bagi
mahasiswa dilaksanakan di perguruan tinggi
Pancasila berarti memahami makna Pancasila dan posisinya. Artinya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan tersendiri. Sudah jelas bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun
disamping itu Pancasila mempunyai fungsi sebagai pandangan hidup bangsa.

6
Artinya bahwa pandangan hidup sebuah bangsa lahir dari kristalisasi nilai-nilai
yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan
tekad untuk mewujudkannya. Pandangan hidup merupakan masalah yang sangat
asasi karena di dalamnya merupakan perwujudan dari watak dan cita-cita moral
yang sudah sejak lama tumbuh dan berkembangg dalam kehidupan
bangsa(Indonesia). Sehingga dikatakan bahwa Pancasila sebagai Pandangan hidup
bangsa Indonesia karena merupakan bentuk konkrit dari nilai-nilai yang sudah
turun-temurun dari nenek moyang dan kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu
Pancasila sebagai dasar Negara disahkan dalam pembukaan UUD 1945 yang
berrati kedudukan pancasila yuridis-konstitusional yaitu bahwa Pancasila sebagai
aturan dan norma tertinggi yang harus dan memaksa semua yang ada dalam
wilayah kekuasaan hukum negara RI mematuhinya, mengembangkan dan
melestarikannya. Dengan demikian kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
juga mempunyai makna bahwa Pancasila sebagai aturan tertinggi dimana semua
aturan wajib dan harus sesuai dengan Pancasila termasuk perturan perundang-
undangan.

2.2 Alasan diperlukan pendidikan pancasila


Pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk membentuk karakter manusia
yang profesional dan bermoral. Hal tersebut dikarenakan perubahan dan infiltrasi
budaya asing yang bertubi-tubi mendatangi masyarakat Indonesia bukan hanya
terjadi dalam masalah pengetahuan dan teknologi, melainkan juga berbagai aliran
(mainstream) dalam berbagai kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan
Pancasila diselenggarakan agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budaya yang
menjadi identitas suatu bangsa dan sekaligus menjadi pembeda antara satu bangsa
dan bangsa lainnya.

Selain itu, dekadensi moral yang terus melanda bangsa Indonesia yang ditandai
dengan mulai mengendurnya ketaatan masyarakat terhadap norma-norma sosial
yang hidup dimasyarakat, menunjukkan pentingnya penanaman nilai-nilai
ideologi melalui pendidikan Pancasila. Dalam kehidupan politik, para elit politik

7
(eksekutif dan legislatif) mulai meninggalkan dan mengabaikan budaya politik
yang santun, kurang menghormati fatsoen politik dan kering dari jiwa
kenegarawanan. Bahkan, banyak politikus yang terjerat masalah korupsi yang
sangat merugikan keuangan negara. Selain itu, penyalahgunaan narkoba yang
melibatkan generasi dari berbagai lapisan menggerus nilai-nilai moral anak
bangsa. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya Pancasila diselenggarakan
di perguruan tinggi untuk menanamkan nilai-nilai moral Pancasila kepada
generasi penerus cita-cita bangsa. Dengan demikian, pendidikan Pancasila
diharapkan dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam berperan
serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:
1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,
2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas)
4. nasional,
5. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
6. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
7. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
8. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.

Pendidikan Pancasila harus tetap dilaksanakan dalam rangka membentengi


moralitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, tanggung jawab berada di pundak
perguruan tinggi untuk mengajarkan nilai-nilai Pancasila sebagai amanat
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menekankan pentingnya
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, kecerdasan tidak hanya
mencakup intelektual, tetapi juga mencakup pula kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual yang menjadi dasar bagi pengembangan kecerdasan bangsa
dalam bentuk kecerdasan ideologis.

8
2.3 Sumber – sumber pendidikan pancasila
2.3.1 Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Dilihat dari sisi historisnya, Pancasila tidak lahir secara mendadak pada
tahun 1945, melainkan telah melalui proses panjang, dimatangkan oleh sejarah
perjuangan bangsa kita sendiri, dengan melihat pengalaman-pengalaman bangsa
lain, dengan diilhami oleh gagasan besar dunia, dengan tetap berakar pada
kepribadian dan gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri .
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu : Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan dalam kenyataannya secara
objektif telah dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum
mendirikan Negara. Proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia melalui
suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan-kerajan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan
disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki
oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak
lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah
masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa
yang berakar pada sejarah bangsa. Dengan demikian, berdasarkan keterangan
yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila memilki
landasan historis yang kuat. Secara histories, sejak zaman kerajaan unsur
Pancasila sudah muncul dalam kehidupan bangsa kita. Agar nilai-nilai Pancasila
selalu melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disahkan
menjadi dasar Negara. Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila harus selalu
dijadikan acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Semua peraturan perundang-undangan yang ada juga
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

9
2.3.2 Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Di
dalamnya mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial
dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji
masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu
masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yang tertentu.
Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Kita diharapkan dapat mengkaji struktur
sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah
sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang
mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa
Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu
sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil
karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para
pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).
Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi
pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari kehidupan
sosiologis masyarakat Indonesia. Pernyataan ini tidak diragukan lagi karena
dikemukakan oleh Bung Karno sebagai penggali Pancasila, meskipun beliau
dengan rendah hati membantah apabila disebut sebagai pencipta Pancasila,
sebagaimana dikemukakan Beliau dalam paparan sebagai berikut:
Makna penting lainnya dari pernyataan Bung Karno tersebut adalah
Pancasila sebagai dasar negara merupakan pemberian atau ilham dari Tuhan Yang
Maha Kuasa. Apabila dikaitkan dengan teori kausalitas dari Notonegoro bahwa
Pancasila merupakan penyebab lahirnya (kemerdekaan) bangsa Indonesia, maka
kemerdekaan berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan
makna Alinea III Pembukaan UUD 1945. Sebagai makhluk Tuhan, sebaiknya
segala pemberian Tuhan, termasuk kemerdekaan Bangsa Indonesia ini wajib

10
untuk disyukuri. Salah satu bentuk wujud konkret mensyukuri nikmat karunia
kemerdekaan adalah dengan memberikan kontribusi pemikiran terhadap
pembaharuan dalam masyarakat. Bentuk lain mensyukuri kemerdekaan adalah
dengan memberikan kontribusi konkret bagi pembangunan negara melalui
kewajiban membayar pajak, karena dengan dana pajak itulah pembangunan dapat
dilangsungkan secara optimal.

2.3.3 Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila


Negara RI adalah negara hukum rechtsstaat dan salah satu cirinya
atauistilah yang bernuansa bersinonim yaitu pemerintahan berdasarkan hukum
rule of law. Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan landasan dan sumber
dalam membentuk dan menyelenggarakan negara hukum tersebut. Hal tersebut
berarti pendekatan yuridis hukum merupakan salah satu pendekatan utama dalam
pengembangan atau pengayaan materi mata kuliah pendidikan Pancasila. Urgensi
pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan undang-undang law
enforcement yang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting.
Penegakkan hukum ini hanya akan efektif apabila didukung oleh kesadaran
hukum warga negara terutama dari kalangan intelektualnya. Dengan demikian,
pada gilirannya melalui pendekatan yuridis tersebut mahasiswa dapat berperan
serta dalam mewujudkan negara hukum formil dan sekaligus negara hukum
materil, sehingga dapat diwujudkan keteraturan sosial social order dan sekaligus
22 terbangun suatu kondisi bagi terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat,
sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa

2.3.4 Sumber Politik Pendidikan Pancasila


Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan Pancasila adalah berasal
dari fenomena kehidupan politik bangsa Indonesia. Pola pikir untuk membangun
kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan
kelima sila yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan

11
dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang
bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah
perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar
atau salah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah
kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat
secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif,
legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa
legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada
legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa
yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai
penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana
korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan
penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang
menjadi momok masyarakat.

12

Anda mungkin juga menyukai