PEMBAHASAN
3
Oleh karena itu, secara umum pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di sekolah adalah upaya mengembangkan kualitas warga
negara secara utuh dalam berbagai aspek sebagai berikut.
1. Kemelekwacanaan sebagai warga negara (civic literacy), yakni pemahaman
peserta didik sebagai warga negara tentang hak dan kewajiban warga negara
dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan
perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu.
2. Komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), yakni
kemauan dan kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk melibatkan
diri dalam komunikasi sosial-kultural sesuai dengan hak dan kewajibannya.
3. Kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara (civic skill and participation),
yakni kemauan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik sebagai warga
negara dalam mengambil prakarsa dan/atau turut serta dalam pemecahan masalah
sosial-kultur kewarganegaraan di lingkungannya.
4. Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni kemampuan peserta didik
sebagai warga negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggungjawab tentang
ide, instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional Indonesia.
5. Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and
civic responsibility), yakni kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga
negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan
demokrasi konstitusional. (Dokumen Standar Kkompetensi Guru Kelas mata
pelajaran PKn Depdiknas, 2004)
4
Tujuan akhir dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
terwujudnya warga negara yang cerdas dan baik, yakni warga negara yang
bercirikan tumbuh-kembangnya kepekaan, ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas
sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
tertib, damai, dan kreatif, sebagai cerminan dan pengejawantahan nilai, norma dan
moral Pancasila. Para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan
berperilaku kreatif sebagai anggota keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat,
warga negara, dan umat manusia di lingkungannya secara cerdas dan baik.
5
pemerataan kurikulum. Ada satu lagi yang cukup menjadi perhatian saat ini
adalah materi pendidikan kewarganegaraan khususnya Pancasila, muncul sebuah
fenomena yang umum yaitu Pancasila yanga hanya menjadi materi hafalan saja di
kalangan para pelajar
Belum lama ini Dirjen Dikti mengeluarkan Keputusan No. 356/Dikti/
Kep/1995 tentang Kurikulum Inti Mata Kuliah Umum Pendidikan Pancasila pada
Perguruan Tinggi di Indonesia. Terhadap Keputusan Dirjen Dikti itu, beberapa
perguruan tinggi mempertanyakan kedudukan Matakuliah Filsafat Pancasila yang
tidak lagi bersifat wajib bagi setiap program studi. Ada perguruan tinggi dengan
cepat menyatakan bahwa mata kuliah tersebut tidak perlu dicantumkan
dalamkurikulum, karena tidak ada ketentuan yang mewajibkannya. Namun
ternyata ada juga beberapa perguruan tinggi yang masih menyelenggarakan
perkuliahan Filsafat Pancasila
Hal yang cukup memprihatinkan bahwa di kalangan mahasiswa pengetahuan
tentang Pancasila sedemikian terbatas mulai dari segi akses tentang pendidikan
Pancasila namun juga pemahaman secara mendalam tentang nilai-nilai pancasila
yang sesuai dengan kapsitas seorang mahasiswa. Dari sini muncul persoalan lagi
dimana nila-nilai dan esensi dari Pancasila telah dipolitisr untuk kepentingan
pihak tertentu dengan memanfaatkan sifat idealis mahasiswa yang ditunjang
dengan terbatasnya pengetahuan mereka tentang nilai-nilai Pancasila. Inilah yang
menyebabkan banyak aksi protes yang menggunakan Pancasila sebagai landasan
atau sebagai alasan. Sehingga peran mahasiswa yang seharusnya bisa menjadi
problem solver malah menambah permasalahan dengan aksi atau aktivitas yang
berbau politik dan kepentingan dari pihak tertentu. Dari uraian diatas bisa diambil
sebuah permasalahan yang berkaitan dengan urgensi pendidikan pancasila di
perguruan tinggi yaitu seberapa jauh pentingnya pendidikan Pancasila bagi
mahasiswa dilaksanakan di perguruan tinggi
Pancasila berarti memahami makna Pancasila dan posisinya. Artinya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan tersendiri. Sudah jelas bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun
disamping itu Pancasila mempunyai fungsi sebagai pandangan hidup bangsa.
6
Artinya bahwa pandangan hidup sebuah bangsa lahir dari kristalisasi nilai-nilai
yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan
tekad untuk mewujudkannya. Pandangan hidup merupakan masalah yang sangat
asasi karena di dalamnya merupakan perwujudan dari watak dan cita-cita moral
yang sudah sejak lama tumbuh dan berkembangg dalam kehidupan
bangsa(Indonesia). Sehingga dikatakan bahwa Pancasila sebagai Pandangan hidup
bangsa Indonesia karena merupakan bentuk konkrit dari nilai-nilai yang sudah
turun-temurun dari nenek moyang dan kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu
Pancasila sebagai dasar Negara disahkan dalam pembukaan UUD 1945 yang
berrati kedudukan pancasila yuridis-konstitusional yaitu bahwa Pancasila sebagai
aturan dan norma tertinggi yang harus dan memaksa semua yang ada dalam
wilayah kekuasaan hukum negara RI mematuhinya, mengembangkan dan
melestarikannya. Dengan demikian kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
juga mempunyai makna bahwa Pancasila sebagai aturan tertinggi dimana semua
aturan wajib dan harus sesuai dengan Pancasila termasuk perturan perundang-
undangan.
Selain itu, dekadensi moral yang terus melanda bangsa Indonesia yang ditandai
dengan mulai mengendurnya ketaatan masyarakat terhadap norma-norma sosial
yang hidup dimasyarakat, menunjukkan pentingnya penanaman nilai-nilai
ideologi melalui pendidikan Pancasila. Dalam kehidupan politik, para elit politik
7
(eksekutif dan legislatif) mulai meninggalkan dan mengabaikan budaya politik
yang santun, kurang menghormati fatsoen politik dan kering dari jiwa
kenegarawanan. Bahkan, banyak politikus yang terjerat masalah korupsi yang
sangat merugikan keuangan negara. Selain itu, penyalahgunaan narkoba yang
melibatkan generasi dari berbagai lapisan menggerus nilai-nilai moral anak
bangsa. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya Pancasila diselenggarakan
di perguruan tinggi untuk menanamkan nilai-nilai moral Pancasila kepada
generasi penerus cita-cita bangsa. Dengan demikian, pendidikan Pancasila
diharapkan dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam berperan
serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:
1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,
2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas)
4. nasional,
5. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
6. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
7. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
8. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.
8
2.3 Sumber – sumber pendidikan pancasila
2.3.1 Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Dilihat dari sisi historisnya, Pancasila tidak lahir secara mendadak pada
tahun 1945, melainkan telah melalui proses panjang, dimatangkan oleh sejarah
perjuangan bangsa kita sendiri, dengan melihat pengalaman-pengalaman bangsa
lain, dengan diilhami oleh gagasan besar dunia, dengan tetap berakar pada
kepribadian dan gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri .
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu : Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan dalam kenyataannya secara
objektif telah dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum
mendirikan Negara. Proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia melalui
suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan-kerajan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan
disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki
oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak
lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah
masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa
yang berakar pada sejarah bangsa. Dengan demikian, berdasarkan keterangan
yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila memilki
landasan historis yang kuat. Secara histories, sejak zaman kerajaan unsur
Pancasila sudah muncul dalam kehidupan bangsa kita. Agar nilai-nilai Pancasila
selalu melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disahkan
menjadi dasar Negara. Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila harus selalu
dijadikan acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Semua peraturan perundang-undangan yang ada juga
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
9
2.3.2 Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Di
dalamnya mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial
dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji
masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu
masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yang tertentu.
Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Kita diharapkan dapat mengkaji struktur
sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah
sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang
mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa
Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu
sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil
karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para
pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).
Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi
pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari kehidupan
sosiologis masyarakat Indonesia. Pernyataan ini tidak diragukan lagi karena
dikemukakan oleh Bung Karno sebagai penggali Pancasila, meskipun beliau
dengan rendah hati membantah apabila disebut sebagai pencipta Pancasila,
sebagaimana dikemukakan Beliau dalam paparan sebagai berikut:
Makna penting lainnya dari pernyataan Bung Karno tersebut adalah
Pancasila sebagai dasar negara merupakan pemberian atau ilham dari Tuhan Yang
Maha Kuasa. Apabila dikaitkan dengan teori kausalitas dari Notonegoro bahwa
Pancasila merupakan penyebab lahirnya (kemerdekaan) bangsa Indonesia, maka
kemerdekaan berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan
makna Alinea III Pembukaan UUD 1945. Sebagai makhluk Tuhan, sebaiknya
segala pemberian Tuhan, termasuk kemerdekaan Bangsa Indonesia ini wajib
10
untuk disyukuri. Salah satu bentuk wujud konkret mensyukuri nikmat karunia
kemerdekaan adalah dengan memberikan kontribusi pemikiran terhadap
pembaharuan dalam masyarakat. Bentuk lain mensyukuri kemerdekaan adalah
dengan memberikan kontribusi konkret bagi pembangunan negara melalui
kewajiban membayar pajak, karena dengan dana pajak itulah pembangunan dapat
dilangsungkan secara optimal.
11
dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang
bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah
perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar
atau salah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah
kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat
secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif,
legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa
legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada
legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa
yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai
penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana
korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan
penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang
menjadi momok masyarakat.
12