Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

a. Informasi Bibliografi
Judul : Pengantar Pendidikan kewarganegaraan
Penulis : SUNARSO, M.Si
Penerbit : Universitas negeri yogyakarta
Tahun Terbit : 2008
Urutan Cetakan : Pertama
Dimensi Buku : 21 x 28 cm
Tebal Buku : 288

1
BAB II
PEMBAHASAN BUKU UTAMA
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
1. Sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai akhlak yang mulia
dan apabila akhlak telah hilang dari kehidupan suatu bangsa, hancur binasalah
bangsa itu (Syauqi Bek).
2. Negara yang tidak mempunyai moral berarti keruntuhan dan sebaliknya moral yang
tidak sejalan dengan negara adalah kelumpuhan (Al-Gazali).
3. Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang
saya dengar, lihat, dan diskusikan dengan orang lain, mulai saya pahami. Dari yang
saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai (Melvin L
Silberman).
A. Pendahuluan
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian yang
mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor
―value-based education‖. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKN dibangun atas dasar
paradigma sebagai berikut.
Pertama, PKN secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak
mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKN secara teoritik dirancang
sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks
substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela
negara. Ketiga, PKN secara pragramatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan
pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut
dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela
negara.
Sejak diimplementasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan (persekolahan maupun
perguruan tinggi), PKN menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan. Kendala dan
keterbatasan tersebut adalah (1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang

2
berkaitan dengan kualitas guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar dan (2)
masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan
situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian, pelaksanaan
PKN tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang
menunjukkan salah arah tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam PKN lebih ditekankan pada dampak
instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery)
atau dengan kata lain hanya ditekankan pada dimensi kognitif saja. Pengembangan dimensi-
dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant
effects) sebagai ―hidden curriculum‖ belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Kendala eksternal lainnya, pendidikan di Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan dan
situasi global yang berkembang cepat setiap waktu baik yang bermuatan positif maupun yang
bermuatan negatif atau bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ketidakmampuan
bangsa Indonesia dalam merancang program pendidikan yang dapat mengakomodasikan
kecenderungan dan persoalan global tersebut berarti akan menghilangkan kesempatan untuk
mengejar ketertinggalan untuk secara bertahap dapat menyejajarkan dirinya dengan bangsa-
bangsa yang sudah maju dalam bidang pendidikan.
Di lain pihak, terdapat pula beberapa permasalahan kurikuler yang mendasar dan menjadi
penghambat dalam peningkatan kualitas PKN. Di antaranya, permasalahan itu adalah sebagai
berikut.
1. Penggunaan alokasi waktu yang tercantum dalam Struktur Kurikulum Pendidikan
dijabarkan secara kaku dan konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka terjadwal
sehingga kegiatan pembelajaran PKN dengan cara tatap muka di kelas menjadi sangat
dominan. Hal itu mengakibatkan guru atau dosen tidak dapat berimprovisasi secara kreatif
untuk melakukan aktivitas lainnya selain dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal
dengan ketat.
2. Pelaksanaan pembelajaran PKN yang lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi
kognitif mengakibatkan porsi peningkatan dimensi lainnya menjadi terbengkelai. Di samping
itu, pelaksanaan pembelajaran diperparah lagi dengan keterbatasan fasilitas media
pembelajaran.
3. Pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif itu berimplikasi pada
penilaian yang juga menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja sehingga
mengakibatkan guru/dosen harus selalu mengejar target pencapaian materi.

3
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap
masalah-masalah mendasar sehingga PKN dapat diberdayakan menjadi ―subjek
pembelajaran yang kuat‖ (powerful learning area) yang secara kurikuler ditandai oleh
pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri sebagai berikut: bermakna
(meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (value-based), menantang (challenging),
dan mengaktifkan (activating). Melalui pengalaman belajar semacam itu para siswa
difasilitasi untuk dapat membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan
yang demokratis dalam koridor psiko-pedagogis-konstruktif.
B. Alasan Perlunya Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam sejarah panjang dunia ini, Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan di
perguruan tinggi merupakan fenomena yang relatif baru. Ada dua faktor yang mengarahkan
hal ini, yaitu faktor pertumbuhan negara-bangsa dan faktor diperkenalkannya pendidikan
untuk massa.
Negara-bangsa muncul di seluruh dunia dalam jumlah yang besar setelah akhir perang dunia
kedua, pada peretengahan abad dua puluh. Kekuasaan kolonial telah ditentang dan
pergerakan kemerdekaan dilakukan atau mencapai kemerdekaan. Di Afrika, Amerika Latin,
dan Asia ada peningkatan di sejumlah negara merdeka. Sebagian terbesar menjalankan
bentuk pemerintahan demokratis. Mereka melaksanakan pemilu dan memiliki badan
perwakilan.
C. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Paradigma pendidikan yang dianut pada masa Orde Baru adalah ―pendidikan untuk
pembangunan‖, sehingga pendidikan telah diposisikan sedemikian rupa sebagai instrumen
pembangunan ( Muchson, 2004). Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya yang menjadi
jargon Orde Baru dalam kebijakan dan operasionalnya ternyata lebih banyak berpihak dan
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Ironisnya pembangunan yang telah berlangsung
selama lebih 30 tahun dan telah ―dibayar dengan mahal‖, lebih-lebih menyangkut social cost
yang sifatnya uncalculated, ternyata justru menghasilkan keterpurukan dalam berbagai
bidang. Pengalaman pada masa Orde Baru itu telah memberikan pelajaran ―berharga‖
tentang betapa rapuhnya suatu pembangunan yang hanya menekankan pada aspek fisik-
materiil dan kepentingan-kepentingan ekonomi belaka.
Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai misi yang lebih khas. Mata pelajaran ini menonjol
dengan misinya untuk mewujudkan sikap toleransi, tenggang rasa, memelihara persatuan dan
kesatuan, tidak memaksakan pendapat dan lain-lain, yang dirasionalkan demi terciptanya

4
stabilitas nasional sebagai prasyarat bagi kelangsungan pembangunan. Di balik semua itu,
Pendidikan Kewarganegaraan sesungguhnya telah berfungsi sebagai alat penguasa untuk
melanggengkan kekuasaan. Sosok Pendidikan Kewarganegaraan (Civic atau Citizenship)
yang demikian memang sering muncul di sejumlah negara, khususnya negara-negara
berkembang. Hal itu sesuai dengan laporan penelitian Cogan (1998) yang dikutip oleh Ace
Suryadi dan Somardi (200:1) yang mengatakan bahwa
“Citizenship education has often reflected the interest of those in power in particular society
and thus has been a matter of indoctrination and the establishment of ideological hegemony
rather than of education”.
Berdasar kenyataan tersebut tidak aneh jika kemudian muncul penilaian bahwa mata
pelajaran ini lebih bersifat politis daripada akademis, lemah landasan keilmuannya, tidak
tampak sosok keilmiahannya, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut, mata pelajaran ini kurang
menantang dan kurang diminati oleh siswa.
D. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Secara klasik sering dikemukakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
adalah untuk membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi, pengertian
warga negara yang baik itu pada masa-masa yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir
penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa
revolusioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo-kolonialisme. Pada masa Orde Baru,
warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan, dan
sebagainya.
Sejalan dengan visi pendidikan kewarganegaraan era reformasi, misi mata kuliah ini adalah
meningkatkan kompetensi mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta
secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Sehubungan dengan itu, Ace
Suryadi dan Somardi (2000:5) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan
difokuskan pada tiga komponen pengembangan, yaitu (1) civic knowledge, (2) civic skill, dan
(3) civic disposition. Inilah pengertian warga negara yang baik yang diharapkan oleh
pendidikan kewarganegaraan di era reformasi.
Pendidikan kewarganegaraan di era reformasi dituntut merevitalisasi diri agar mampu
melaksanakan misi sesuai dengan visinya itu. Hingga saat ini mata pelajaran tersebut seakan
tidak memiliki vitalitas, tidak berdaya, dan tidak dapat berfungsi secara baik dalam
meningkatkan kompetensi kewarganegaraan.
Dalam penataannya di dalam struktur kurikulum, Belinda Charles dalam Print (1999:133-
135), merekomendasikan isi pendidikan kewarganegaraan dapat ditata dalam tiga model,

5
yaitu formal curriculum, informal curriculum, hidden curriculum. Dengan model formal
curriculum, implementasi pembelajarannya dapat menembus berbagai mata pelajaran (cross-
curriculum). Dengan model informal curriculum dapat diimplementasikan dalam kegiatan-
kegiatan ekstra kurikuler, seperti kepanduan, klub-klub remaja, PMR, kegiatan rekreasi, dan
olah raga. Model ini justru efektif dalam pembentukan karakter remaja. Dengan model
hidden curriculum, seperti misalnya etika, dapat dikembangkan dalam tingkah laku sehari-
hari.
HAKIKAT BANGSA , negara, DAN WARGA negara

A. Pengertian Bangsa
Menurut antropologi, pengertian bangsa adalah pengelompokan manusia yang keterikatannya
dikarenakan adanya kesamaan fisik, bahasa, dan keyakinan. Jika ditinjau secara politis,
bangsa adalah pengelompokan manusia yang keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan
nasib dan tujuan. Di samping itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bangsa adalah
orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarah serta
berpemerintahan sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bangsa
adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa serta wilayah
tertentu di muka bumi.
Sejarah timbulnya bangsa-bangsa di dunia berawal dari benua Eropa. Pada akhir abad XIX,
di benua Eropa timbul berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan tersebut mengakibatkan
kerajaan-kerajaan besar di Eropa seperti Kerajaan Austria-Hongaria, Turki, dan Prancis
terpecah menjadi negara-negara kecil. Banyaknya gerakan kebangsaan di Eropa saat itu dan
keberhasilan mereka menjadi bangsa yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada
kehidupan wilayah lain. Di Asia, banyak negara jajahan memberontak untuk memerdekakan
diri dari kekangan penjajahnya.
Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah kesatuan solidaritas yang terdiri dari orang-
orang yang saling merasa setia satu sama lain. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas spiritual,
suatu kesatuan solidaritas yang besar yang tercipta oleh suatu perasaan pengorbanan yang
telah dibuat di masa lampau dan oleh orang-orang yang bersedia berbuat untuk masa depan.
Bangsa memiliki masa lampau, tetapi ia melanjutkan diri pada masa kini, melalui suatu
kenyataan yang jelas, yaitu kesepakatan dan keinginan yang dikemukakan dengan nyata
untuk terus hidup bersama . Oleh karena itu, suatu bangsa tidak bergantung pada persamaan
asal ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis. Akan tetapi

6
kehadiran suatu bangsa seolah-olah merupakan suatu kesepakatan bersama yang terjadi setiap
hari (Bachtiar, 1987: 23).
PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA
DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN

A. Hakikat Warga Negara dan Pewarganegaraan di Indonesia


1. Penduduk dan Warga negara
Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945, penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Menurut pasal 26 ayat (1) warga negara ialah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara. Menurut Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Indonesia, Warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah
menjadi warga negara Republik Indonesia.
Warga negara dari suatu negara berarti anggota dari negara itu yang merupakan pendukung
dan penanggung jawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu negara. Oleh sebab itu,
seseorang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh undang-undang
yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa-siapa yang menjadi
warga negara terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya serta
berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini
mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat
diklasifikasikan menjadi (i) penduduk, yaitu yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap
di wilayah negara itu, yang dapat dibedakan warga negara dengan Warga negara Asing
(WNA) dan (ii) bukan penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat
sementara sesuai dengan visa yang diberikan oleh negara (Kantor Imigrasi) yang
bersangkutan, seperti turis.
2. Asas Kewarganegaraan
Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas
kewarganegaraan. Dalam asas kewarganegaraan dikenal dua pedoman yaitu asas kelahiran
(ius soli) dan asas keturunan (ius sanguinis).
a. kelahiran (Ius soli)
Asas kelahiran (Ius soli) adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan
tempat atau daerah kelahiran seseorang. Pada awalnya asas kewarganegaraan

7
hanyalah ius soli saja. Hal itu didasarkan pada suatu anggapan bahwa seseorang yang
lahir di suatu wilayah negara otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Lebih lanjut, dengan tingginya mobilitas manusia, diperlukan asas lain yang tidak
hanya berpatokan pada kelahiran sebagai realitas bahwa orang tua yang memiliki
status kewarganegaraan yang berbeda akan menjadi bermasalah jika kemudian orang
tua tersebut melahirkan di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat
ibunya). Jika asas ius soli ini tetap dipertahankan, si anak tidak berhak untuk
mendapatkan status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah kemudian muncul
asas ius sanguinis.
b. Asas keturunan (Ius sanguinis)
Asas keturunan (Ius sanguinis) adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan
pertalian darah atau keturunan. Jika suatu negara menganut asas ius sanguinis,
seorang anak yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara
seperti Indonesia, anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang
tuanya, yaitu warga negara Indonesia.
c. Asas perkawinan
Status kewarganegaraan dapat dilihat dari sisi perkawinan yang memiliki asas
kesatuan hukum, yaitu paradigma suami isteri atau ikatan keluarga merupakan inti
masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat, dan bersatu. Di samping itu,
asas perkawinan mengandung asas persamaan derajat karena suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Asas ini
menghindari penyelundupan hukum, misalnya seorang yang berkewarganegaraan
asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara berpura-
pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut, setelah mendapat
kewarganegaraan itu ia menceraikan isterinya.
3. Pewarganegaraan (Naturalisasi)
Dalam naturalisasi ada yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Dalam naturalisasi
aktif seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak
untuk menjadi warga negara dari suatu negara, sedangkan dalam naturalisasi pasif seseorang
yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi status warga
negara suatu negara dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian
kewarganegaraan tersebut.

8
Sehubungan dengan problem status kewarganegaraan seseorang, apabila asas
kewarganegaraan di atas diterapkan secara tegas dalam sebuah negara, akan mengakibatkan
status kewarganegaraan seseorang mengalami hal sebagai berikut.
(1) Apatride, yaitu seseorang tidak mendapat kewarganegaraan disebabkan oleh orang
tersebut lahir di sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis.
(2) Bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan apabila orang
tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut ius sanguinis sedangkan dia
lahir di suatu negara yang menganut asas ius soli.

(3) Multipatride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antara dua negara.
Dalam rangka memecahkan problem kewarganegaraan di atas setiap negara memiliki
peraturan sendiri-sendiri yang prinsipnya bersifat universal sebagaimana dinyatakan dalam
UUD 1945 pasal 28D ayat (4) bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Oleh
sebab itu, negara Indonesia melalui UU No.62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan
Indonesia menyatakan bahwa cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai
berikut: (i) karena kelahiran, (ii) karena pengangkatan, (iii) karena dikabulkan permohonan,
(iv) karena pewarganegaraan, (v) karena perkawinan, (vi) karena turut ayah dan ibu, serta
(vii) karena pernyataan.
4. Hak dan Kewajiban Warga negara
Pemahaman tentang hak dan kewajiban terlebih dahulu harus didasari oleh pemahaman
tentang pengertian hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah sesuatu yang melekat pada
diri seseorang sebagai ciptaan Tuhan agar mampu menjaga harkat, martabat, dan
keharmonisan lingkungan. Hak asasi merupakan hak dasar yang melekat secara kodrati pada
diri manusia dengan sifatnya yang universal dan abadi. Oleh karena itu, hak asasi manusia
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh diabaikan, tidak boleh dikurangi dan
dirampas oleh siapapun. Hak asasi manusia perlu mendapat jaminan atas perlindungannya
oleh negara melalui pernyataan tertulis yang harus dimuat dalam UUD negara. Peranan
negara sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang HAM menyatakan bahwa negara,
hukum, dan pemerintah, serta setiap orang wajib menghormati, menjunjung tinggi, dan melindungi
hak asasi manusia.
a. Hak Warga negara Menurut UUD 1945
Dalam UUD 1945 telah dinyatakan hak warga negara yang meliputi lebih kurang 25 hak
sebagai berikut.
(1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

9
(2) Berhak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran
(3) Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.
(4) Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan.
(5) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan
kekerasan dan diskriminasi.
(6) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.
(7) Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia.
(8) Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
(9) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
(10) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja.
(11) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(12) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
(13) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(14) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(15) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
(16) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.
(17) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(18) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlaskuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik negara lain.

10
DAMPAK GLOBALISASI
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
BERBANGSA DAN BERNEGARA

Standar Kompetensi
Mampu memahami dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Ruang lingkup pembahasan
1. Pengertian dan arti penting globalisasi bagi Indonesia
2. Hubungan internasional dan politik luar negeri Indonesia di era global
3. Dampak globalisasi terhadap masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia
4. Sikap terhadap globalisasi
A. Pengertian dan Arti penting Globalisasi bagi Indonesia
1. Pengertian Globalisasi
Istilah globlisasi berasal dari kata globe (peta dunia yang berbentuk bola). Dari kata globe
selanjutnya lahir istilah global (yang artinya meliputi seluruh dunia). Dari kata global
lahirlah istilah globalisasi, yang bermakna sebuah proses mendunia. Globalisasi adalah suatu
proses dibentuknya suatu tatanan, aturan, dan sistem yang berlaku bagi bangsa-bangsa di
seluruh dunia. Globalisasi tidak mengenal adanya batas-batas wilayah; bahkan tidak
mengenal aturan lokal, regional, kebijakan negara yang dapat mengurangi ruang gerak
masuknya nilai, ide, pikiran atau gagasan yang dianggap sudah merupakan kemauan
masyarakat dunia harus dihilangkan. Globalisasi berlaku di semua bidang kehidupan, seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya.
2. Proses Globalisasi
Gagasan tentang globalisasi di bidang hak asasi manusia telah ada beberapa abad sebelum
Masehi, yakni ketika Nabi Musa membebaskan umatnya dari perbudakan di Mesir Kuno
yang kemudian diteruskan oleh orang-orang generasi berikutnya, hingga akhirnya berhasil
melahirkan apa yang disebut dengan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi
Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia Sedunia) oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948.
Gagasan tentang globalisasi dalam bidang demokrasi juga telah ada beberapa abad sebelum
Masehi yakni ketika para pemikir di Yunani Kuno, seperti Aristoteles ataupun Polybius
memperkenalkan teorinya dan dilaksanakannya dalam pemerintahan di polis-polis

11
(negarakota) Yunani. Dan setelah itu diperjuangkan terus menerus oleh umat manusia hingga
sekarang menjadi isu penting dunia.
Globalisasi digambarkan sebagai semua proses yang merujuk kepada penyatuan seluruh
warga dunia menjadi sebuah kelompok masyarakat global. Merupakan sesuatu yang sangat
ideal apabila penyatuan warga dunia menjadi sebuah kelompok masyarakat global tersebut
dapat tercapai. Namun globalisasi pada kenyataannya merupakan penyatuan yang bersifat
semu, karena nilai-nilai sosial, ekonomi dan budaya didominasi oleh nilai-nilai yang
sebenarnya asing bagi mayoritas warga dunia. Persoalan lain yang cukup mendasar apakah
globalisasi dimungkinkan, jika secara psikologis mayoritas warga dunia terkucil dari
pergaulan internasional dan keterlibatan mereka hanya sebatas menjadi obyek dan bukan
sebagai subyek.
3. Arti Penting Globalisasi bagi Indonesia
Abad 21 dikenal sebagai era globalisasi. Era globalisasi bukan hanya tantangan , tetapi juga
sekaligus mempunyai peluang. Tantangan merupakan fenomena yang semakin ekstensif,
yang mengakibatkan batas-batas politik, ekonomi antarbangsa menjadi samar dan hubungan
antarbangsa menjadi sangat transparan. Globalisasi memiliki implikasi yang luas tehadap
penghidupan dan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, maupun pertahanan keamanan.
Di bidang kebudayaan, bahasa Inggris akan menjadi bahasa dunia yang universal. Tetapi,
bersamaan dengan itu, bahasa ibu (bahasa daerah) dan bahasa Indonesia menjadi lebih
penting dan perlu dilestarikan sebagai jati diri bangsa. Naisbitt (1994:20) dalam buku Global
Paradox menyatakan bahwa semakin kita menjadi universal, semakin tumbuh pula sikap
primordialisme (kesukuan).
Ditinjau dari perspektif kebangsaan, globalisasi menumbuhkan kesadaran bahwa kita
merupakan warga dari suatu masyarakat global dan mengambil manfaat darinya. Namun, di
sisi lain, makin tumbuh pula dorongan untuk lebih melestarikan dan memperkuat jati diri atau
identitas bangsa. Di era globalisasi, bangsa-bangsa bersatu secara mengglobal, tetapi
bersamaan dengan itu muncul pula rasa kebangsaan yang berlebih-lebihan (chauvinisme)
pada masing-masing bangsa. Keadaan demikian menurut Naisbitt sebagai global paradoks.
4. Beberapa Efek Globalisasi bagi Indonesia
Globalisasi bagi bangsa Indonesia dimana masyarakatnya memiliki multi etnis dengan multi
budaya, melahirkan tantangan-tantangan yang tidak ringan yang bisa mengancam keutuhan
bangsa dan negara Indonesia.

12
Tantangan pertama, berupa tekanan-tekanan yang datang dari luar baik dalam wujud
ekonomi, politik maupun budaya. Ketergantungan atas kekuatan ekonomi internasional
menyebabkan bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan dari kekuatan-kekuatan tersebut,
meski pada kenyataannya apa yang diperoleh bangsa Indonesia dari ketergantungan tersebut
tidaklah selalu manis. Ketergantungan ekonomi akan merembet pada ketergantungan politik.
Tekanan tekanan kultural (budaya) dari luar tidak kurang membahayakannya bagi keutuhan
bangsa dibandingkan tekanan-tekanan ekonomi dan politik. Kemajuan media massa
menjadikan debit arus informasi yang masuk ke dalam masyarakat Indonesia sangat tinggi.
Rayuan-rayuan kultural yang dibawa media massa tersebut sulit untuk ditolak dan amat
efektif dalam menghancurkan budaya dan nilai-nilai yang telah dipegang oleh warga
masyarakat.
Selanjutnya secara lebih rinci dampak globalisasi bagi Indonesia baik yang bersifat positif
ataupun negatif dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
(1) Indonesia menjadi lebih mudah untuk mendapatkan barang, jasa maupun informasi yang
diperlukan, baik dari dalam negeri maupun dari manca negara.
(2) Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta menjadi pasar empuk bagi negara
lain. Entah itu berupa barang buatan luar negeri, tenaga kerja asing yang mengisi berbagai
jenis keahlian dan jabatan, maupun banjir informasi yang belum tentu sesuai dengan nilai-
nilai yang ada di Indonesia.
(3) Globalisasi dengan isu utamanya demokratisasi dan hak asasi manusia.
(4) Globalisasi menjadi media yang praktis bagi menyebarnya nilai-nilai budaya asing ke
dalam wilayah Indonesia, yang harus kita waspadai tentu saja yang bersifat negatif
B. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri Indonesia
1. Perlunya Hubungan Internasional bagi Suatu negara
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membentuk kelompok-kelompok
sosial karena banyak manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari kerja sama dalam
kelompok sosial. Didorong oleh keinginan serta kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri,
manusia membentuk kelompok-kelompok sosial demi kelangsungan hidupnya. Mereka dapat
merasakan banyak manfaat serta keuntungan yang dapat diperoleh dari kerja sama dalam
kelompok itu. Pengalaman hidup dalam kelompok menumbuhkan berbagai kepentingan
kelompok. Berangkat dari kepentingan kelompok inilah yang kemudian mendorong
terjadinya hubungan antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidup dan memenuhi kebutuhan kelompok, ada dua cara

13
yang dapat ditempuh, yaitu melakukan kerja sama melalui tukar menukar segala sesuatu yang
mereka butuhkan, atau penaklukan dengan cara peperangan.
Adapun alasan perlunya kerja sama internasional adalah sebagai berikut.
(1) Setiap bangsa tidak hidup sendiri, tetapi dikelilingi oleh masyarakat bangsa-bangsa.
(2) Pada hakikatnya setiap bangsa ada saling ketergantungan dengan bangsa lain.
(3) Di era yang disebut globalisasi ini negara yang tidak menjalin hubungan dengan negara
lain akan tertinggal, dan bisa terkucil.
(4) Setiap negara memiliki sumber-sumber kekayaan yang berbeda dengan negara lain.
(5) Untuk memacu pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.
(6) Untuk menciptakan saling pengertian antar bangsa.

BUKU KE II

BAB 1
FI LSAFAT PANCAS! LA
Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari materi bahasan dalam bab ini mahasiswa
diharapkan rnemiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses perumusan
Panacasila sebagai dasar negara sejak Sidang BPUPKI I hingga disahkannya
Pancasila sebagai dasar negara o!eh dalam sidang PPKI 18
Agustus 1945.
2. Mahasiswa memahami dan menjelaskan fungsi Pancasila sebagai
ideologi bagi bangsa dan negara Indonesia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan garis-garis besar pikiran filosofis
Soekarno mengenai Pancasila.
4. Mahasiswa mampu menguraikan pemikiran tentang Filsafat Pancasi la
menurut Soediman Kartohadiprodjo.
5. Mahasiswa mampu menguraikan pemikiran tentang Filsafat Pancasila
menurut N. Driyarkoro.
6. Mahasiswa mampu menguraikan pemikiran tentang Filsafat Pancasila
menurut Notonagoro.

14
7. Mahasiswa mampu menjelaskan maksud bahwa alam pikiran yang mendasari perumusan
UUD 1945 bukanlah alam pikiran individualisme atau semitisme, melainkan alam pikiran
kebangsaan-keindonesiaadkekeluargaan.
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan makna Pancasila dalam
kapasitasnya selaku pandangan hidup, Pancasila disebut juga merupakan
Weltanschauung atau pendirian hidup.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi filsafat dalam arti luas.
A. Pancasila dan Sejarah Pemikirannya
Ada kalangan yang berpendapat bahwa tanggal 1 Juni 1945 bukannya merupakan hari lahir
Pancasila oleh Soekarno dengan pidatonya di depan BPUPKI tentang dasar filsafat negara
(Weltn~zschnuung); melainkan tanggal tersebut adalah hari "dilahirkannya" Pancasila.
Pendapat ini sesuai belaka dengan pidato Soekarno sendiri tatkala menerima gelar Doktoi-
Honoris Causa di UGM 19 Desember 1951 dimana Promotor Prof. Mr. Notonagoro
menegaskan bahwa "Paduka Yang Mulia adala h pencipta Pancasila."
Soekarno dalam pidato sambutan penganugerahan gelar doktor tersebut menyatakan bahwa
beliau hanyalah sekedar seorang "penggali, pengutara dari Pancasila." Dalam Kursus
Pancasila tshun 1959 di Istana Negara Jakarta Soekarno menyatakan bahwa sila-sila
Pancasila itu sudah terkandung selama ribuan tahun dalam kebudayaan bangsa, sejak saf-saf
budaya pra-Hindu, Hindu-Budha, dan Islam.
Dengan demikian jelaslah bahwa lahirnya Pancasila itu sebagai jawaban atas pertanyaan
Ketua BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), "Negara
yang akan kita dirikan itu apa dasarnya?" -Merupakan proses pemikiran genial anak bangsa,
Soekarno. Memang di era Orde Baru pernah ada pembelokan sejarah lahirnya Pancasila
dengan menambahkan nama Moh. Yamin dan Soepomo, akan tetapi setelah notulen
persidangan BPUPKI ditemukan di Pura Mangkunegaran dan dibaca oleh Ananda B.
Kusuma, peneliti di Universitas Indonesia tei-bukti bahwa hanya Soekarnolah yang
mengusulkan dasar Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasi la hasil pemi krian Soekarno
kemudian diteri ma sebagai bahan dasar oleh panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI,
menghasilkan "Piagam Jakarta" pada 22 Juni 1945, dan dengan koreksi pada "tujuh kata" sila
pertama, Pancasila termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar
filsafat negara Indonesia.
B. Filsafat dan Ideologi
1. Pengantar

15
Dengan menelaah sejarah pemikiran akan dimengerti pula bahwa modernisasi dan globalisasi
merupakan proses diseminasi nilai-nilai yang bersumber pada filsafat dan ideologi tertentu,
yakni filsafat dan ideologi barat modern. Modernisasi bertumpu pada kemajuan ilmu
pengetahuan, kapitalisme ekonomi dan borjuasi sosial. Globalisasi bertumpu pada
mondialisasi dan internasionalisasi ekonomi yang ditopang oleh kemajuan makin canggih
teknologi, khususnya yang paling terasakan melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Guna memahami secara mendasar dan holistik permasalahan tersebut, perlu dilakukan
klarifikasi tentang apa sesungguhnya "Filsafat" dan "Ideologi". Pemahaman ini akan menjadi
surr~ber pengetahuan bagi kebutuhan analisis sosial budaya masyarakat masa kini, di lain
pihak akan memudahkan kita melihat konteks dari butir-butir permasalahan yang ada.
2. Pengertian Filsafat
a. Konteks
Diterangkan oleh ahli filsafat sosial Bur Rasuanto bahwa cil-i-ciri keruntuhan suatu
kebudayaan ialah sebagai beri kut: I) tidak berfungsinya filsafat; 2) cendekiawan yang
membisu; 3) tidak munculnya ide orisinal dan ide besar; 4) apatisme masyarakat (Bur-
Rasuanto dalam Imam-Walujo, 1983). Ciri yang pertama akan mengundang kesangsian dan
pertanyaan, begitu pentingkah dan dimana gerangan "kehebatan" filsafat sampai-sampai ia
berperan dalam proses keruntuhan sebuah kebudayaan? Selan-jutnya apabila disimak secara
lebih cermat, ciri ke dua dan ke tiga pun kuat implikasinya bagi keniscayaan sebuah pikiran
filosofis. Seorang cendekiawan lazimnya berpikir refleksif mendalam dan komprehensif -dua
ciri persis pemikiran filosofis. Demikian juga ide-ide orisinal dan besar, biasanya lahir dari
seseorang ahli pikir atau filosof yang mampu berfikir kontemplatif dan kritis.
Sastrapratedja ( 1987) mengutip Apparadui dalam "Disjuncture nntl Dzfference in the Global
Economy" menyebut adanya lima arus utama dalam kebudayaan global. Yakni: I) Arus etnik,
2) Arus media, 3) Arus teknologis 4) Arus kebudayaan, 5) arus gagasan, seperti ide
kebebasan, HAM, demokrasi dan sebagainya. Dari ke lima arus itu jelas bahwa setidaknya
arus yang ketiga (teknologis) dm arus yang kelima (gagasanj, bagi pencernaan dan
aplikasinya membutuhkan peranan filsafat. Filsafat adalah sebuah tipe pemikiran kritis dan
radikal, maupun reflektif -yang berlainan dari refleksinya pengetahuan ilmiah lain. Refleksi
filsafat berciri radikal konseptual terhadap konsep itu sendiri selaku sasarannya. Filsafat
bukanlah aktivitas berfikir dalam kesan abstrak seperti disangka orang banyak, yang
melayanglayang, akan tetapi menurut Randall filsafat itu merupakan:
Leahy (1994) mengutip Bucher dalam "Answer to the Quetiorartclire for the Plennrin"
menyebutkan bahwa: "ph.ilosophy remains as vigoro~tsn s ever" terutama setelah paham

16
Noepositivisme jatuh dan di sisi lain analisis linguistik merosot pengaruhnya. Sejak tahun
1960-an menurut Leahy dapat disaksikan bangkit kembalinya metafisika, khususnya dalam
bentuk filsafat Ketuhanan dan Filsafat Agama. Leahy mencatat juga meluasnya suatu
penyakit gawat yang menjangkiti sejumlah besar orang di zaman kita, yakni semacam
kekosongan rohani.
Dewasa ini betapa banyak orang merasa kebingungan, terkatungkatung dan kehilangan arah
dan manusia kini benar-benar sedang mencari jiwanya sendiri. Betapa rumitnya usaha
manusia dalam pencarian makna hidup dan kehidupan; demikian Leahy. Persis pada simpul
inilah pemikiran filosofis menemukan celah masuk untuk memberi kontribusi secara
bermakna. Gustaf Jung menegaskan, salah satu landasan bagi barang siapa yang ingin
berbahagia dalam hidupnya ialah "kemampuan menemukan titik pandang religius dan
filsafati yang sanggup menggulati suka-duka kehidupan dengan berhasil" (Leahy, 1994).
b. Definisi
Perkataan filsafat merupakan bentuk kata Arab "falsafah". Secara etimologis "j?lsnjat "
berasal dari bahasa Y unani "philein" yang berarti cinta dan "shophos" atau "sophin" yang
berarti hikmnh atau kebijaksanaan atau "wisdom". Jadi filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Cinta berarti hasrat yang besar yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya Dalam ha1 ini
filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Orang
yang berfilsafat berarti memiliki hasrat yang besar dan sungguh-sungguh terhadap
kebijaksanaan.
Philosophy yang merupakan kata Inggris yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
"philosophia" lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya philos (philin, cinta)
dan sophin (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno filsafat
berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengetian Sophia tidak hanya kearifan saja, tetapi
juga meliputi kebenaran pertama, pengetahuan has, kebaj i kan intelektual. pertimbangan
sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal-soal
praktis (Peters, dalam The Liang Gie, 2000:28)
Secara umum, filsafat merupakan hasil pemikiran manusia yang kritis dan radikal, mendalam,
sampai pada intinya, yang membahas secara menyeluruh sampai pada "hakikatnya" untuk
mencapai kebenaran yang sesuai dengan kenyataan. Hakikat adalah sesuatu ha1 yang adanya
terlepas dari ha1 yang lain, adanya menurut dirinya sendiri, tidak terikat oleh ruang, waktu,
keadaan, serta sifatnya tetap tidak berubah, Secara praktis, filsafat berarti alam pikiran atau
alam berpikir. Sehingga berfilsafat berarti berpikir secara mendalam dengan

17
sungguhsungguh, atau berpikir secara ilmiah sampai pada hakikatnya. Setelah dipaparkan
adanya tujuh jenis konteks filsafat, berikut akan dikutip sejumIah definisi filsafat. Camkan
bahwa definisi-definisi beri kut ini ban yak diantaranya relevan terhadap konteks-konteks
filsafat tersebut. The Liang Gie (1 977) menghimpun berbagai definisi filsafat, antara lain
seperti berikut.
Alston: "Filsafat adalah analisis kritis terhadap konsep-konsep dasar yang dengannya orang
berfikir tentang dunia dan kehidupan manusia."
Passmore: "Filsafat merupakan suatu bentuk perbincangan kritis dan dernikian pula halnya
dengan ilmu, yakni sebagai bentuk yang paling maju dari perbincangan kritis. Keistimewaan
filsafat terletak pada kedudukannya sebagai suatu perbincangan kritis mengenai perbincangan
kritis."
Nagel: "Filsafat adalah suatu komentar kritis mengenai eksistensi dan tuntutan-tuntutan
bahwa kita memiliki pengetahuan mengenai ha1 ini. Filsafat dianggap membantu apa yang
kabur dalam pengalaman dan objeknya."
Brameld: "Filsafat merupakan usaha yang kukuh dari orang biasa mauyun cerdik-pandai
untuk membuat hidup sedapat mungkin bisa dipahami dan mengandung makna. "
Leighton: "Filsafat ialah suatu tulang pikiran buat mencari suatu totalitas dan keserasian dari
pengertian yang beralasan mengenai sifat dasar dan makna dari semua segi pokok
kenyataan."
Bacon: "Filsafat adaiah "induk agung dari ilmu-ilmu."
Sidgwick: "Filsafat ialah ilmu dari ilmu-ilrnu. Ia memeriks~p engertianpengertian khusus,
asas-asas fundamental, metode yang tegas, dan kesimpulan-kesimpulan utama dari suatu ilmu
dengan maksud mengkoordinasikannya dengan hal-ha1 itu dari ilmu-ilmu yang lain."
Wild: "Filsafat adalah usaha untuk mengerti fakta-fakta yang paling mendasar mengenai
dunia yang kita diami dan sejauh mungkin menerangkan fakta-fakta itu."
Plato: "Filsafat ialah suatu penyelidikan terhadap sifat dasar yang penghabisan dari
kenyataan. "
Di samping sejumlah definisi yang dihimpun oleh The Liang Gie, berikut ini dafinisi-definisi
lain oleh beberapa ahli pikir.
j. Mulder: "Filsafat ialah pemikiran teoritis mengenai susunan kenyataan sebagai
keseluruhan."
k. Notonagoro: "Filsafat ialah ilmu yang memandang objeknya dari sudut hakikat."
I. Poedjowijatno: "Filsafat adalah ilmu tentang segala sesuatu, yang menyelidiki keterangan
yang sedalam-dalamnya."

18
m. Hasbullah Bakry: "filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagnimana hakikat-nya sejauh dapat dicapai aka1 manusia, dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
c. Sejarah dan Perkembangan Pengertian Ideologi
Semenjak istilah ideologi pertama kali diciptakan oleh Desstutt de Tracy tahun 1796 di
Perancis, telah terjadi pergeseran arti beg it^^ rupa sehingga idelogi dewasa ini merupakan
istilah dengan pengertian yang kompleks. Tidak ada satu-satunya pengertian substansial
mengenai ideologi yang dibawa oleh adanya perkembangan pemakaian istilah tersebut. Mc.
Closky, dkk. menegaskan bahwa "dalam kita mempermasalahkan ideologi, kita memasuki
bidang yang penuh dengan masalahmasalah sulit dan sampai sekarang ini belum terpecahkan,
seperti masalah hakikat dan pengukuran ideologi."
Dalam bagian pengantar bukunya, Ricoeur (1986) ada menyatakan bahwa ideologi itu
merupakan istilah yang mengandung sifat dasar permulaan yang sangat mendua, ambiguous,:
sisi positip dan negatif, konstruktif, dan destruktif, dimensi konstitutif dan patologis. Selain
itu dinyatakan pula bahwa ideologi selalu merupakan kosakata yang sifatnya polemis. Maka
itu apabila kita bermaksud membicarakan ideologi perlu disertai presisi dan proporsinya yang
jelas.
Presisi pengertian yang dimaksud adalah, seperti diungkapkan ole11 Pranarka (1985) yang
membedakan ideologi sebagai suatu cam berpikir dan ideologi sebagai materi yang dibahas
&lam pernikimn itu. Pengertian pertama adalah ideologi dalam arti epistemis, merupakan
sebentuk pengetahuan yang tidak bersifat refleksif dengan perhatian formal yang berbeda dari
yang terdapat pada ilmu. Apabila ilmu menaruh perhatian formal objeknya pada kriteria
kebenaran internal, tidak demikian halnya pada ideologi. Ideologi mempunyai perhatian
formal yang lebih diarahkan kepada kepentingan praktis dan -konkret. Perhatikan misalnya
rumusan Ryan (1970):

19
BAB 2
IDENTITAS NASIONAL

B. Pengertian Identitas Nasional


Identitas nasional yang berasal dari kata "national identity" dapat diartikan sebagai
"kepribadian nasional" atau "jati diri nasional" Kepribadian nasional atau jatidiri nasional
adalah jatidiri yang dimiliki oleh suatu bangsa. Kepribadian atau jatidiri bangsa Indonesia
akan berbeda dengan kepribadian atau jatidiri bangsa Amerika, Inggris dan lain-lain.
Kepribadian atau jatidiri nasional itu kita adopsi dari nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama
yang kita yakini kebenarannya. Jika ada orang yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang beradab, bangsa yang berbudaya, bangsa yang beretika, maka itulah yang
kita katakan kepribadian atau jatidiri nasional bangsa Indonesia. Jika dalam kehidupan sehari-
hari kita tidak mengindahkan nilai-nilai moral dan netika, maka kita tidak dapat dikatakan
sebagai seorang yang memiliki kepribadian atau jati diri nasional. Sopan-santun, ramah-
tamah adalah salah satu dari sekian banyak dari jatidiri nasional kita. Jatidiri nasional
semacam ini harus kita pupuk dan kita lestarikan, sehingga kita tetap digolongkan oleh
bangsa lain sebagai suku bangsa yang beradab (Chamim, et. al. ,2003:209)
Identitas nasional itu terbentuk karena kita merasa bahwa kita sebagai bangsa Indonesia
mempunyai pengalaman bersama, sejarah yang sama, dan penderitaan yang sama. Pada masa
sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia mempunyai pengalaman yang sama dan juga
mempunyai sejarah yang sama dalam mengusir penjajah dari Indonesia. Betapa besar
penderitaan yang dialami oleh bangsa Indonesia pada masa itu. baik secara fisik maupun non
fisik. Pengalaman yang begitu pahit inilah yang membuat bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai kelompok yang berbeda, suku bangsa yang berbeda, budaya yang berbeda, dan
agama yang berbeda mewujudkan keinginan bersama dalam mengusir penjajah.
Pengalamanpengalaman seperti inilah yang dapat membentuk suatu identitas nasional.
Identitas nasional ini juga terbentuk melalui saling adanya kerja sama antara identitas yang
satu dengan identitas yang lain. Meskipun kelompok yang satu dengan yang lain mempunyai
banyak perbedaan namun keinginan kuat di antara mereka untuk saling merekatkan
kelompoknya dengan kelompok yang lain dapat juga membentuk identitas nasional.
Lahirnya identitas suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari dukungan faktor obyektif, yaitu
faktor-faktor yang berkaitan dengun geografis, ekologis, dan demografis, serta faktor
subyektif yaitu faktor-faktor historis, politik, sosial dan kebudayaan yang dimiliki oleh
bangsa itu.

20
Demikian pula lahirnya identitas nasional bangsa Indonesia. Kondisi geografis-ekologis yang
membentuk Indonesia sebagai daerah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di
persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi
perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial, serta kultural bangsa Indonesia.
Selain itu faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan
masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya melalui interaksi berbagai faktor yang
ada di dalamnya. Hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan proses pembentukan
masyarakat, bangsa dan negara bangsabeserta identitas bangsa Indonesia, yang mengemuka
pada waktu nasionalisme berkembang di Indonesia pada abad XX.
Robert de Ventos, (dalam Castells,dalam Cipto, et. al, 2002: 104) mengemukakan teori
tentang munculnya identitas nasional sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor
penting, yaitu faktor primer, faktor pendukung, faktor penarik, dan faktor reaktif. Faktor
pertama mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenis. Faktor kedua meliputi
pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern, dan
sentralisasi monarchi. Faktor ketiga mencakup kodifikasi bahasadalam gramatika yang
resmi,tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Faktor keempat
meliputi penindasan, domisani dan mencari identitas alternatif melalui memori kolektif
rakyat.
C. Karakteristik Identitas Nasional
Karakter berasal dari bahasa latin "kharakter", "khamssein ", dan "khara." yang maknanya
"tools for making", to engrave", dan "pointed stake" yang dalam bahasa Prancis mejadi
"caractere", yang kemudian menjadi bahasa Inggris "character", sedangkan dalam bahasa
Indonesia dikenal "karakter" (Elmubarok, 2008: 102). Karakter juga dapat diartikan sifat-sifa:
kejiwaan, aklilak atau budi ~ekertiy ang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak.
Berkarakter berarti mempunyai tabiat,mempunyai kepribadian, berwatak (Hakim, 1996:445).
Karakter juga berarti kualitas atau kekuatan mental atau moral,akhlak atau budi pekerti
individu yang merupakan kepribadian khusus yangmembedakan dengan individu lain.
Dengan demikian, dapat dapat dikemukakanjuga bahwa karakter pendidikan adalah kualitas
mental atau kekuatanmoral, akhlak atau budi pekerti pendidik yang merupakan kepribadian
khusus yang harus melekat pada pendidik (Hidayatullah, 2009:9).
1. Fungsi Pancasila bagi Bangsa Indonesia
Sungguh aneh, Pancasila yang selama rezim Soeharto berkuasaselalu menjadi pemanis
pidato-pidato, cerdmah-ceramah, materi cerdascermat, lomba-lomba, kidung macapat, lagu
kasidah, bahkan untuk penataran di sarang-sarang pelacuran, tetapi setelah rezim tersebut

21
runtuh.Pancasila menjadi "impoten", tidak memiliki keperkasaan, tidak memiliki "karomah"
(kemuliaan), dipinggirkan dan disingkirkan dalam komunikasi bangsa sehari-hari (Syamsuri,
2006: SS-2).
Pada masa orde Baru Pancasila memiliki fungsi yang sangat sakral dan penting. Fungsi
Pancasila pada era orde baru antara lain:
a. Pancasila sebagai dasar Negara.
b. Pancasila sebagai sebagai sumber segala sumber hukum.
c. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
d. Pancasila sebagai j iwa dan kepri badian bangsa Indonesia.
e. Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia.
f. Pancasila sebagai tujuan hidup yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia.
Pandangan Tokoh-tokoh Indonesia terhadap Pancasila
Ana, I. D. Singgih Wibowo, dan Agus Wahyudi (ed.), (2006: x - xi) dalam bukunya
Pemikirnn Para Pemimpin Negnrn tentang Pancnsila Sebunh Bunga Rampai, meringkas
pemikiran para pemimpin Negara terkait dengan aktualisasi Pancasila sebagai berikut:
a. Soekarno
Soekarno memandang Pancasila sebagai ~~eltnnschnuun(gw ork(/ view) bangsa Indonesia
yang mencakup prinsip-prinsip kebangsaan. internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan
ketuhanan. Soekarno memaknai prinsip ketuhanan dengan ketuhanan yang berkebudayaan.
berbudi pekerti yang luhur, dan hormat-menghormati satu sama lain. Prinsip kelima ini
kemudian dirumuskan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa dan dijadi kan sila pertama dalam
Pancasila.
b. Soeharto
Soeharto lebih memandang Pancasila sebagai pandangan hidup yang bulat bagi bangsa
Indonesia yang harus diwujudkan dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu, Soeharto
memandang perlunya kesatuan tafsir agar tidak terjadi penafsiran Pancasila yang beraneka
ragam menurut selera atau kepentingan pribadi atau golongan.

22
BAB 3
POLITI K DAN STRATEGI

A. Pendahuluan
Bahasan bab I11 ini tentang Politik dan Strategi sebagai bagian dari materi pokok Pendidikan
Kewarganegaraan. Penguasaan materi bahasan ini sangat penting terutama bagi mahasiswa
calon sarjana. Pada bagian awal materi bahasan Pendidikan Kewarganegaraan, anda telah
diantarkan mengenai Visi, Misi, Kompetensi PKn, Bela Negara, Pancasila sebagai Filsafat
Negara, dan Identitas Nasional. Dengan pemahaman materi bahasan pada bab sebelumnya,
anda akan dapat lebih memahami materi pembelajaran PKn beri kut ini. Pada bab ini anda
akan diajak untuk memahami dan nienganalisis konsepsi Negara sebagai Wadah Rangsa
Indonesia beri kut isin ya yait u Konstitusi (termasuk LJUD 1945) sebagai Kebijakan
Nasional tertinggi di negara Indonesia. Lebih jauh lagi anda akan diajak menelusuri kebi-
jakan nasional dalam implementasinya (yang menyangkut strategi nasional di dalamn ya).

B. Hakikat Negara
Sebelum membahas tentang hakikat negara, perlu kiranya memahami pengertian politik dan
strategi yang merupakan judul besar pokok bahasan pada bab 3 ini. Kata "politik" secara
etimologis berasal dari bahasa Yunani Politein. yang akar katanya adalah polis dan teicr.
Polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan tein berarti urusan.
Dalam bahasa Indonesia, politik mernpunyai makna kepentingan umum warga negura suatu
negara.
1. Pengertian Negara
Secara etimologi, kata negara berasal dari kata stnat (Belanda dan Jerman); State (Inggris);
etnt (Perancis); Status atau statuzlm (Latin). Kata- kata tersebut berarti "meletakkan dalam
keadaan berdiri"; "menempatkan"; atau "membuat berdiri". Negara merupakan kelanjutan
dari keinginan manusia untuk bergaul dengan orang lain dalam rangka
menyempurnakansegala kebutuhan hidupnya. Semakin luas pergaulan manusia, semakin
banyak pula kebutuhanna, sehingga bertambah besar kebutuhannya akansuatu organisasi
negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya
George Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
telah berkediaman di wilayah tertentu.
R. Djokosoetono
23
Negara adalah organisasi manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan
yang sama. J.H.A. Logemann Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan
yang mempunyai tujuan melalui kekuasaannya untuk mengatur serta men
yelenggarakan sesuatu (berkaitan dengan jabatan, fungsi lembaga kenegaraan,
atau lapangan kerja) dalam masyarakat..
2. Sifat-sifat Negara
Sifat Memaksa, artinya semua peraturan perundangan yang berlaku diharapkan akan ditaati
sehingga keamanan dan ketertiban negara pun akan tei-capai. Untuk mencapai ha1 tersebut
negara di lengkapi kekuatan isik secara legal seperti adanya polisi, tentara, dan alat hukum
lainnya (jaksa, hakim, peradilan). Sifat Monopoli, artinya negara berhak menentukan tujuan
ber-sama masyarakat, menentukan mana yang boleh dan tidak bole11 tnana yang baik dan
bertentangan dengan tujuan negara dan masyarakat. Sifat Mencakup Semua, artinya segala
pera.turan perundangan yang berlaku adalah untuk semua orang, semua warga negara, tanpa
kecuali.

BUKU III
Rangkuman isi buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi

1.IDENTITAS BUKU :

A.Judul Buku : PENDIDIKANKEWARGANEGARAAN UNTUK PERGURUAN TINGGI

B. Pengarang : PROF. DR. H. KAELAN, M.S. & DRS. H. ACHMAD ZUBAIDI, M.Si.

c. Penerbit : PARADIGMA

d. Tahun Terbit : 2007

e. Jumlah Halaman:208

f. Kota Terbit : Yogyakarta

g. Edisi : Pertama

24
2. GAMBARAN UMUM :

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Mata kuliah kewarganegaraan sering disebut sebagai civic education, citizenship education,
dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education.

Kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basis


filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta
dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban. Oleh karena itu dengan pendidikan kewarganegaraan
diharapkan intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang
demokratis, religius, berkemanusiaan dan berkeadaban.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Visi Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber


nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna
mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.

Misinya adalah membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara


secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.

B. Landasan Ilmiah dan Landasan Hukum

1. Landasan Ilmiah

Bahan pendidikan kewarganegaraan meliputi hubungan antara warganegara dan


negara,serta pendidikan pendahuluan bela negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai
budaya serta dasar filosofi bangsa. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk

25
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta
tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila.

2. Landasan Hukum

Landasannya pada :

1. UUD 1945

2. Ketetapan MPR No. II/MPR/1999

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 1982

4. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

5. Pelaksanaannya berdasarkan surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi


Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006

BAB II

FILSAFAT PANCASILA

A. Pengertian Filsafat

Filsafat adalah suatu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan
manusia. Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang
artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”.

B. Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling


bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang utuh.

Dasar filsafat negara pancasila adalah merupakan satu kesatuan yang bersifat
majemuk tunggal.

26
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila

Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian
tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya.

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya


saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal. Tiap-tiap
sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya.

D. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sisitem Filsafat

Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki, dasar
ontologis, dasar epistimologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem
filsafat yang lainnya.

E. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung


makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan
harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya


merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber
dari hukum dasar, secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita
hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa
Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para
pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat
negara Republik Indonesia.

F. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia

Unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari
pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakann kausa
materialis (asal bahan) Pancasila. Unsur-unsur Pancasila tersebutkemudian diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara
dan ideologi bangsa dan negara Indonesia.

G. Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila

27
Realisasi setiap sila atau derivasi setiap sila senantiasa, dalam hubungan yang
sistemik dengan sila-sila lainnya. Hal ini berdasarkan pada pengertian bahwa makna sila-sila
Pancasila senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat.

H. Pancasila sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Untuk mencapai tujuan dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan terutama


dalam melaksanakan pembangunan dan pembaharuan maka harus mendasarkan pada suatu
kerangka pikir, sumber nilai serta arahan yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

Filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan adalah


merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu realitas bahwa kausa
materialis atau asal nilai-nilai Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri.

BAB III

IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional

Agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap
meletakkan jatidiri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia
sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Istilah “identitas nasional”
secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

Dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, dewasa ini bangsa
Indonesia harus memiliki visi yang jelas dalam melakukan reformasi, melalui dasar filosofi
bangsa dan negara yaitu bhineka tunggal ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila.
Masyarakat harus semakin terbuka, dan dinamis namun harus berkeadaban serta kesadaran
akan tujuan hidup bersama dalam berbangsa dan bernegara. Dengan kesadaran akan

28
kebersamaan dan persatuan tersebut maka insyaAllah bangsa Indonesia akan mampu
mengukir identitas nasionalnya secara dinamis di dunia internasional.

B. Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional

Faktor yang mendukung kelahiran identitas bangsa Indonesia meliputi :

1. Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis, ekologis dan demografis

2. Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik dan kebudayaan.

C. Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional

Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber
kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
kepribadian bangsa. Jadi filsafat pancasila bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh
suatu rezim atau penguasa melainkan melalui suatu fase historis yang cukup panjang. Proses
perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI
pertama, sidang “panitia 9”, sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disyahkan secara formal
yuridis sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia.

Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar Identitas Nasional

Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam pancasila dalam kenyataannya secara objektif
telah dimiliki oleh bangsa Inodnesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirirkan negara.
Proses terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang
yaitu sejak zaman kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV, ke-V kemudian dasar-dasar
kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke-VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan
Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerjaan Airlangga dan
Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.

Dasar-dasar pembentuka nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang kemerdekaan


bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional
pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Akhirnya
titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk menemukan identitas nasionalnya
sendiri, membentuk suatu bangsa dan negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus
1945 yang kemudian diproklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa Indonesia.

29
BAB IV

DEMOKRASI INDONESIA

A. Demokrasi dan Implementasinya

Peranan Negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang demokrasi, ini
karena dua alasan:

1. Hampir semua Negara di dunia menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang


fundamental .

2. Demokrasi sebagai asas Negara secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertinggi tetapi ternyata
demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1955:1).

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam system pemerintahan, demokrasi juga


melahirkan system yang bermacam-macam seperti, sistem presidensial, sistem parlementer,
sistem referendum (meletakkan pemerintah sebagai bagian/ badan pekerja dari parlemen). Di
beberapa Negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan
parlementer.

B. Arti dan Perkembangan Demokrasi

Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan


kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian
negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan
berada ditangan rakyat.

C. Bentuk-Bentuk Demokrasi

Formal demokrasi menunjuk pada demokrasi dalam arti system pemerintahan. Hal ini
dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam suatu Negara
misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan system presidensial atau sistem
parlementer.

30
Sistem Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara
langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam
sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan permintaan) sepenuhnya berada di
tangan presiden.

Sistem Parlementer : Sistem ini menerpakan model hubungan yang menyatu antara
kekuasaan eksekutif dan legeslatif. Kepala eksekutif (head of government) adalah berada di
tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head of state) adalah berada pada
seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden
misalnya di India.

Prinsip demokrasi perwakilan liberal didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa
manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem
demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.

Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas


yang semakin lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara.

D. Demokrasi Indonesia

Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan
kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis dalam
masyarakat yang beraneka ragam pola adat budayanya.

Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam empat periode :


1. Periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer
2. Periode 1959-1965, masa demokrasi terpimpin
3. Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru
4. Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi

Dalam bidang Politik & Konstitusional. Menurut UUD 1945, demokrasi berarti
menegakkan kembali asas-asas negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh
segenap warga negara. Hak-hak asasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun dalam
aspek perorangan dijamin, dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara
intitusional.

31
Dalam bidang Ekonomi. Demikrasi berarti Kehidupan yang layak bagi semua warga
negara. Mencakup :

- Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara

- Koperasi

- Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya

- Peranan pemerintahan yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.

Kekuasaan pemerintahan negara ditangan rakyat mengandung pengertian tiga hal :

1. Pemerintah dari rakyat (government of the people)

2. Pemerintahan oleh rakyat (government by people)

3. Pemerintahan untuk rakyat (government for people)

Secara umum dalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung unsur
yang paling penting dan mendasar, yaitu:

- Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

- Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.

- Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warganegara.

- Suatu sistem perwakilan

- Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi adalah :

1. Kekuasaan ditangan rakyat

(a) Pembukaan UUD alinea IV

“…Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD RI yang
berkedaulatan rakyat…”

32
(b) Pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945

“Negara yang berkedaulatan rakyyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan


perrwakilan” (pokok pikiran III)

(c) UUD 1945 Pasal 1 ayat (1)

“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”

(d) UUD 1945 Pasal 1 ayat (2)

“kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan menurut undang-undang dasar”

Jadi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan realisasinya diatur dalam UUD.
Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh MPR.

2. Pembagian kekuasaan

Pembagian kekuasaan menurut demokrasi :

1. Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan kepada Presiden (pasal 4 ayat (1) UUD 1945)

2. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Preisiden, DPR, dan DPD pasal 5 ayat (1),
pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945.

3. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada MA pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

4. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan DPR. Dalam
UUD 1945 pasal 20 ayat (1) “… DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden
selaku penguasa eksekutif”.

5. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaanKonsultatif, didelegasikan


kepada DPA, pasal 16 UUD 1945. Artinya DPA dihapuskan karena berdasarkan kenyataan
pelaksanaan kekuasaan Negara fungsinya tidak jelas.

3. Pembatasan Kekuasaan

33
Pembatasan kekuasaan menurt konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui mekanisme 5
tahunan kekeuasaan:

(a) Pasal 1 ayat (2) “kedaulatan ditangan rakyat…”

Pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.

(b) MPR memilki kekuasaan melakukan perubahan UUD, melantik Presiden dan
Wapres,serta melakukan impeachment terhadap presiden jika melanggar konstitusi.

(c) Pasal 20 A ayat (1),”DPR memiliki fungsi pengawasan.” Yang berarti mengawasi
pemerintahan selama jangka waktu 5 tahun.

(d) Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (rangkaian
kegiatan 5 tahunan sebagai periodesasi kekuasaan.

Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :

(1) Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran III, “… Oleh karena itu sistem Negara yang
terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas
permusyawaratan/perwakilan.”

(2) Putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya pasal 7B ayat 7.

Konsep Pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :

(1) Pasal 1 ayat (2), “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut UUD.”

(2) Pasal 2 ayat (1), “MPR terdiri atas DPR dan anggota DPD”

(3) DPR senantiasa mengawasi tindakan Presiden.

Konsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :

(1) Pasal 27 ayat (1), “Segala warganegara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya.”

34
(2) Pasal 28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU.”

(3) Pasal 30 ayat (1), ”Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan Negara.”

Konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan


yang terbuka untuk seluruh warga Negara Indonesia.

Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur
sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya
orinentasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni rasionalisasi hukum dan perundang-
undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan yaitu tuntutan dan kehendak
yang berkembang dalam masyarakat.

BAB V

NEGARA DAN KONSTITUSI

A. Pengertian negara

Nicollo Machiavelli yang merumuskan Negara sebagai Negara kekuasaan. Teori


Negara menurut Machiavelli tersebut mendapat tantangan dan reaksi yang kuat dari filsuf lain
separti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778).
Mereka mengartikan Negara sebagai suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian
masyarakat secara bersama. Menurut mereka, manusia sejak dilahirkan telah membawa hak-
hak asasinya seperti hak untuk hidup, hak milik serta hak kemerdekaan.

Konsep pengertian Negara modern yang dikemukakan oleh para tokoh lain antara lain :

1. Roger H. Soltau, mengemukakan bahwa Negara adalah sebagai alat agency atau
wewenang / authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan besama atas
nama masyarakat.

35
2. Menurut Harold J. Lasky bahwa Negara adalah merupakan suatu masyarakat yang
diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat sah lebih agung dari pada individu
atau sekelompok.

3. Mc. Iver bahwa Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban suatu
masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan
oleh suatu pemerintah maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.

4. Miriam Budiardjo bahwa Negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah
(governed) oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dr warga Negaranya ketaatan pada
perundang-undangannya melalui penguasaan (control) monopolitis dari kekuasaan yang sah.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh berbagai filsuf serta para sarjana
tentang negara, maka dapat disimpulkan bahwa semua Negara memiliki unsur-unsur yang
mutlak harus ada. Unsur-unsur Negara meliputi :

1. Wilayah

2. Rakyat

3. Pemerintahan

Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatar belakangi oleh adanya kesatuan nasib,
yaitubersama-sama dalam suatu penderitaan dibawah penjajahan bangsa asing serta berjuang
merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia adalah unsur-unsur
etnis yang membentuk bangsa itu sangat beraneka ragam, baik latar belakang budaya seperti
bahasa, adat kebiasaan serta nilai-nilai yang dimilikinya.

Prinsip-prinsip Negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 Alinea I,II,III & IV.

B. Konstitusionalisme

Konstitusionalisme mengacu kepada pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan


teratur terhadap suatu pelaksanaan pemerintahan. Basis pokok konstitusionalisme adalah
kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) diantara mayoritas rakyat mengenai
bangunan yang diidealkan berkaitan dengan negara.

36
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme pada umumnya dipahami
berdasarkan pada :

1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama

2. Kesepakatan tentang the rule of law

3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan

Kesepakatan pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama yang sangat


menentukan tegaknya konstitusionalisme dan konstitusi dalam suatu Negara.

Kesepakatan kedua , adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas


aturan hukum dan konstitusi.

Kesepakatan ketiga, adalah berkenaan dengan (a) bangunan organ Negara dan
prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaan, (b) hubungan-hubungan antar organ Negara itu
satu sama lain, serta (c) hubungan antar organ-organ Negara itu dengan warga Negara .

Keseluruhan kesepakatan itu pada intinya menyangkut prinsip pengaturan dan


pembatasan kekuasaan. Atas dasar pengertian tersebut maka sebenarnya prinsip
konstitusionalisme modern adalah menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang
lazim disebut sebagai prinsiplimited government. Konstitusionalisme mengatur dua
hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: Pertama, hubungan antara
pemerintahan dengan warga Negara; dan Kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan
yang satu dengan lainnya.

C. konstitusi Indonesia

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999,
dimana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan
terhadap pasal 9 UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000,
amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Penegertian hukum dasar meliputi dua macam yaitu, hukum dasar tertulis dan hukum dasar
tidak tertulis. Oleh karena itu sifatnya yang tertulis, maka Undang-Undang Dasar itu
rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Undang-Undang Dasar menurut sifat dan

37
fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-
badan tersebut.

Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar


1945 bersifat singkat dan supel. UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal, adapun pasal-pasal lain
hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan.

Sifat-sifat UUD 1945 adalah sebagai berikut :

1. Rumusannya jelas

2. Bersifat singkat dan supel

3. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus


dilaksanakan secara konstitusional

4. Peraturan hukum positif yang tinggi

Convensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun sifatnya tidak tertulis.

Convensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

(1) Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
Negara.

(2) Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.

(3) Diterima oleh semua rakyat.

(4) Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang
tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.

Jadi convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis,
tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.

38
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas dari pada pengertian UUD, karena
pengertian UUD hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat
konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam UUD.

Sistem pemerintahan negara Indonesia dibagi atas tujuh :

1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat)

2. Sistem konstitusional

3. Kekuasaan tertinggi ditangan rakyat

4. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR dan
DPR

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR

6. Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR

7. Kekuasaan kepala negara tidak tak-terbatas

Menurut penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara hukum, Negara hukum
yang berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat Negara hukum
hanya dapat ditunjukkan jikalau alat-alat perlengkapanya bertindak menurut dan terikat
kepada aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai
untuk mengadakan aturan-aturan itu.

Ciri-ciri suatu Negara Hukum adalah :

a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak
memihak.

c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami
dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

39
Dalam era reformasi dewasa ini bangsa Indonesia benar-benar ingin mengembalikan
peranan hukum, aparat penegak hukum beserta seluruh sistem peraturan perundang-undangan
akan dikembalikan pada dasar-dasar Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 hasil amandemen 2002 yang mengemban amanat demokrasi dan perlindungan hak-hak
asasi manusia.

BAB VI

RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum

Baik rechtsstaat maupun rule of Menurut Friedman, antara pengertian negara hukum
atau rechtstaat dan rule of the law sebenarnya saling mengisi. Oleh karena itu berdasarkan
bentuknya sebenarnya rule of the law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal.

Prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip


demokrasi atau kedaulatan rakyat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan
ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka. Prinsip Negara hukum tidak
boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam UUD.
Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang dilakukan
menurut UUD atau constitutional democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa
Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis.

Menurut Albert Venn Dicey, istilah the rule of law diartikan sederhana sebagai suatu
keteraturan hukum.

law, pada prinsipnya memiliki kesamaan yang fundamental serta saling mengisi. Dalam
prinsip Negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatasan kekuasaan yang dilakukan
secara konstitusional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep
Negara hukum yang berbeda, konsep Negara hukum dan rule of law adalah suatu realitas dari
cita-cita sebuah Negara bangsa, termasuk Negara Indonesia.

B. Hak Asasi Manusia

40
Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta
(1215), oleh raja John Lackland. Kemudian juga penandatanganan petition of right pada
tahun 1628 oleh raja Charles I. Dalam hubungan ini raja berhadapan dengan utusan rakyat.
Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia itu sangat erat hubungannya
dengan perkembangan demokrasi. Puncak perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia
yaitu ketika ’human right’ untuk pertama kalinya dirumuskan secara resmi dalam ‘declaration
of independence’ Amerika Serikat pada tahun 1776.

Doktrin tentang hak-hak asasi manusia sekarang ini sudah diterima secara universal
sebagai ‘a moral, political, legal framework and as a guideline’ dalam membangun dunia
yang lebih damai dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta penaklukan yang tidak adil.

C. Penjabaran Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945

Dalam rentangan berdirinya bangsa dan Negara Indonesia, secara resmi deklarasi
pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 telah lebih dahulu merumuskan hak-hak asasi
manusia dari pada Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 beserta pasal-pasalnya disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945, sedangkan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1948.

Dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002, telah memberikan jaminan secara ekplisit
tentang hak-hak asasi manusia yang tertuang dalam BAB XA, pasal 28A sampai pasal 28J.

D. Hak dan Kewajiban warga Negara

Warganegara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam
hubungannya dengan Negara. Dalam hubungan antara warganegara dan Negara, warganegara
mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap Negara dan sebaliknya.

Asas-asas kewarganegaraan adalah :

1. Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli

2. Bipatride dan apatride

Pasal-pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warganegara mencakup pasal-
pasal 27,28,29,30,33 dan 34.

41
Pembelaan Negara atau bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang
teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta
kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Kesadaran perlu ditumbuhkan melalui proses
motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan Negara.

Ada beberapa dasar yang dapat digunkan sebagai motivasi setiap warga untuk ikut serta
membela Negara Indonesia :

1. Pengalaman sejarah perjuangan RI

2. Kedudukan wilayah geografis nusantara yang strategis

3. Keadaan penduduk (demografis) yang besar

4. Kekayaan sumber daya alam

5. Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan

6. Kemungkinan timbulnya bencana perang

BAB VII

GEOPOLITIK INDONESIA

A. Pengertian

Geopolitik di artikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturandalam wujud


kebijaksanaan dan strategi nasional yang di dorong aspirasi nasional geografik suatu Negara,
yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada
sistem politik suatu negara. Sebaliknya politik nrgara itu secara langsungGeopolitik bertumpu
pada geografi sosial, mengenai situasi, kondisi dan segala sesuatu yang di anggap relevan
dengan karakteristik geografi suatu Negara.

42
Manusia melaksanakan tugas dan kegiatan bergerak dalam dua bidang, yaitu universal
filosofis dan social politis. Bidang universal filosofis bersifat transenden dan idealistik,
misalnya dalam bentuk aspirasi bangsa, pedoman hidup dan pandangan hidup bangsa.
Sedangkan bidang social politis bersifat imanen dan realistic yang bersifat lebih nyata dan
dapat di rasakan, misalnya aturan hokum atau perundangan yang berlaku dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sebagai produk politik.

Indonesia adalah Negara kepulauan dan masyarakat yang beraneka ragam, oleh karena itu
Indonesia memiliki kekuatan dan kelemahan . Kekuatannya yaitu terletak pada posisi dan
keadaan geografi yang strategis dan kaya sumber daya alam. Sedangkan kelemahannya
terletak pada wujud kepulauan dan keanekargaman masyarakat yang harus di satukan dalam
satu bangsa.

Salah satu pedoman bangsa Indonesia agar tidak terombang ambing dalam memperjuangkan
kepentingan nasional adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara.

A. Pengertian Wawasan Nusantara

Istilah wawasan berasal dari kata”wawas” yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan
inderawi. Akar kata ini membentuk kata “mawas” yang berarti memandang atau melihat.
Sedangkan wawasan berarti cara pandang, cara tinjau, atau cara melihat. Sedangkan ‘nusa’
berarti pulau, dan ‘antara’ berarti diapit di antara dua hal.

Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan
lingkungannya yang di jabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan
posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan wawasan
nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara

Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam
satu kesatuan yang utuh, sementara perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai
unsur penghubung dan bukan unsur pemisah.

43
Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch Oost
Indishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Negara
Republik Indonesia.

Sejak proklamasi kemerdekaan RI pada 17-8-1945, Indonesia menjadi nama resmi Negara
dan bangsa Indonesia sampai sekarang.

Dalam perkembangan hukum laut internasional dikenal beberapa konsepsi mengenai


pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut :

1) Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.

2) Res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia itu tidak
dapat dimiliki oleh masing-masing Negara.

3) Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut adalah bebas untuk semua bangsa.

4) Mare Clausum (The Right and Dominion Of the Sea), menyatakan bahwa hanya laut
sepanjang pantai saja yang dapat dimiliki oleh suatu Negara sejauh yang dapat dikuasai dari
darat.

5) Archipelagic State Pinciples (asas Negara Kepulauan) yang menjadikan dasar dalam
Konvensi PBB tentang hukum laut.

Sesuai dengan Hukum Laut Internasional, secara garis besar Indonesia sebagai Negara
kepulauan memiliki laut territorial, Perairan Pedalaman, Zone Ekonomi Ekslusif, dan Landas
Kontinen. Masing-masing dapat di jelaskan sebagai berikut:

1) Negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

2) Laut Teritorial adalah satu wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut di
ukur dari garis pangkal.

3) Perairan Pedalaman adalah wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam garis
pangkal.

4) Zone Ekonomi Ekslusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal.

44
5) Landas Kontinen suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya
yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah
daratannya.

Kepulauan Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai berikut:

Utara : 60 08 LU

Selatan : 110 15 LS

Barat : 940 45 BT

Timur : 1410 05 BT

Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2, yang terdiri dari daratan seluas
2.027.087 km2 dan perairan 3.166.163 km2.

1. Geopolitik dan Geostrategi

Ilmu bumi politik (Political Geography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik,
sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.

1. Pandangan Ratzel dan Kjellen

Federich Ratzel pada akhir abad ke 19 mengembangkan kajian geografi politik dengan
dasar pandangan bahwa Negara adalah mirip organisme (makhluk hidup). Jika bangsa dan
Negara ingin tetap eksis dan berkembang, maka harus diberlakukan hokum ekspansi
(pemekaran wilayah).

Rudolf kjellen berpendapat bahwa Negara adalah organism yang harus memiliki
intelektual. Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme dalam rangka untuk
mempertahankan Negara dan mengembangkannya.

Pandangan Ratzel dan Kjellen hamper sama, mereka memandang pertumbuhan negara mirip
dengan pertumbuhan organism.

2. Pandangan Haushofer

45
Pemikiran Haushofer di samping berisi paham ekspansionisme juga mengandung aliran
rasialisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras paling unggul yang harus dapat
mengusai dunia.

Pokok-pokok pemikiran Haushofer adalah sebagai berikut:

a) Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam.

b) Kekuasaan imperium daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium
maritim untuk mengusai pengawasan di lautan.

c) Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan mengusai Eropa.

d) Geopolitik dirumuskan sebagai perbatasan.

3. Geopolitik Bangsa Indonesia

Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang di dasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.

Bangsa Indonesia juga menolak paham realisme, karena semua manusia mempunyai martabat
yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.

4. Geostrategi

Strategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau
sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik.

Posisi silang Indonesia dapat dirinci sebagai berikut:

1) Geografi : Wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta di
antara dua samudera Pasifik dan samudera Hindia.

2) Demografi : penduduk Indnonesia terletak di antara penduduk jarang di Selatan


(Australia) dan penduduk padat di utara (RRC dan Jepang)

46
3) Ideologi : ideologi Indonesia (pancasila) terletak di antara liberalisme di selatan
(Australia dan Selandia Baru) dan komunisme di utara .

4) Politik : Demokrasi Pancasila terletak di antara demokrasi liberal di selatan dan


demokrasi rakyat (diktatur proletar) di utara.

5) Ekonomi : Ekonomi Indonesia terletak di antara ekonomi kapitalis dan selatan Sosialis
di utara.

6) Sosial : Masyarakat Indonesia terletak di antara masyarakat individualisme di selatan


dan masyarakat sosialisme di utara.

7) Budaya : Budaya Indonesia terletak di antara budaya Barat di selatan dan budaya timur
di utara.

8) Hankam : Geopolitik dan geostrategi Hankam (pertahanan dan keamanan) Indonesia


terletak di antara wawasan kekuatan maritime di selatan dan wawasan kekuatan kontinental
di utara.

3. Perkembangan Wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya

Wilayah Negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas Hindia Belanda
berdasarkan ketentuan dalam “tahun 1939 tentang batas wilayah laut territorial Indonesia.

Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai
pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut:

1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat.

2) Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia di sesuaikan dengan asas Negara


kepulauan.

3) Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan
keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.4/Prp/1960 tanggal 18


Februari 1960.

47
Untuk mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan peraturan pemerintah No. 8 tahun 1962
tentang lalu lintas damaidi perairan pedalaman Indonesia yang meliputi:

a) Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia.

b) Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas.

c) Semua pelayaran dari dank e laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.

Asas-asas pokok yang termuat di dalam deklarasi tentang landasan kontinen adalah sebagai
berikut:

1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landasan kontinen Indonesia adalah
milik ekslusif Negara RI.

2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landasan kontinen


dengan Negara tetangga melalui perundingan.

3) Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen suatu garis yang di tarik di tengah-
tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar Negara tetangga.

4) Claim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan diatas landas
kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.

Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE adalah:

1) Persediaan ikan yang semakin terbatas.

2) Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia.

3) ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional.

C. Unsur-unsur Dasar Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara sebagai wadah meliputi tiga kompunen:

a) Wujud Wilayah

48
Batas ruang lingkup wilayah Nusantara di tentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat
gugusan ribuan pulau yang saling di hubungkan oleh dalamnya perairan.

Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, social budaya
dan pertahanan keamanan.

b) Tata Inti Organisasi

Bagi Indonesia, tata inti organnisasi Negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut
bentuk dan kedaulatan Negara, kekuasaan pemerintahan, sistem pemerintahan dan sistem
perwakilan. Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan
berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut undang-undang.

c) Tata Kelengkapan Organisasi

Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang
harus dimilki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi
masyarakat kalangan pers serta seluruh apatur Negara.

1) Satu kesatuan wilayah Nusantara yang mencakup daratan, perairan dan


dirgantara secara terpadu.

2) Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta
satu ideology dan identitas nasional.

3) Satu kesatuan social budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia
atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, satu tertib social dan satu tertib hukum.

1. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah

a. Tata laku batiniah berlandaskan falsafah bangsa yang membentuk sikap mental
bangsa yang memilki kekuatan batin.

b. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan
kata dan karya, keterpaduan pembicaraan dan perbuatan.

D. Implementasi Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila.

Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai
dengan aspirasinya.

49
BAB III

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Pendidikan kewarganegaraan asalnya dari bahasa Latin ”civis” dan dalam bahasa
Inggris ”civic” atau ”civics.” Civic = mengenai warga negara atau kewarganegaraan,
sedangkan civics =ilmu kewarganegaraan, dan civic education :pendidikan
kewarganegaraan. Untuk selanjutnya istilah ”civics” saja sudah berarti pendidikan
kewarganegaraan.
Adapun istilah kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis :
1. Dalam arti yuridis, ditandai dengan adanya ikatan hukum antara warga negara
dengan negara yang menimbulkan akibat hukum tertentu. Tanda adanya ikatan
hukumdimaksud misalnya ada akte kelahiran,surat pernyataan bukti kewargan
egaraan , kartu keluarga, kartu tanda penduduk, akte perkawinan, dan lain-lain.
2. Dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan
emosional (perasaan), ikatan keturunan (darah), ikatan nasib, ikatan sejarah, dan
ikatan tanah air. Ikatan-ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara bersangkutan.
b. Kewarganegaraan dalam Arti Formal dan Material :
1. Dalam arti formal, menunjuk pada tempat kewarganegaraan.Dalamsistem
hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik;
2. Dalam arti material, menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan,yaitu adanya hak dan kewajiban. Dengan memiliki status sebagai
warg anegara, orang mempunyai hubungan dengan negara yang tercermin dalam
hak dan kewajiban. Pada zaman penjajahan Belanda dipakai istilah kawula,
menunjukkan hubungan warga yang tidak sederajat dengan negara.
B. Batasan Masalah
Pada CBR ini akan meriview satu buku utama dan dua buku pembanding untuk
mengetahuai kekurangan atau kelebihan dari masing-masing buku tersebut
C. Kajian Teori

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian


yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia

50
melalui koridor ―value-based education‖. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKN
dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut.
Pertama, PKN secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara
Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua,
PKN secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-
dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling
berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral
Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKN secara
pragramatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang
mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning
experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide,
nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela
negara.
D. Metode
Pada penulisan dari buku tersebut menggunakan metode deskriftif. Mencoba
meriview gambaran dari hasil ringkasan isi buku dan dapat kita mengetahui
kekurangan dan kelebihan dari ketiga buku tersebut
E. Analisis
Analisis kelebihan buku
Ketiga buku tersebut memiliki materi yang baik, dimulai dari teori keterkaitan antar
bab dan penyampeyan materi. Dan tampilan buku yang menarik untuk dibaca atau
dipelajari.
Analisis kekurangan buku
Ketiga buku tersebut masih memiliki riview yang sangat diperlukan untuk
memperbaiki kualitas materi dari buku tersebut

51
BAB IV
PENUTUP DAN KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia
yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari
peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia, ideologi Negara Indonesia,
sekaligus menjadi pandangan hidup bangsa. Pancasila juga merupakan sumber
kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia.
B. SARAN
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
pendidikan untuk membangun kembali jiwa nasionalisme generasi penerus bangsa.
Dengan adanya pendidikan kewarganegaraan ini diharapkan bahwa generasi penerus
bangsa ini mempunyai pondasi yang kuat dalam mencintai dan membela bangsa dan
negaranya menghadapi perubahan secara global di berbagai bidang. Sehingga melalui
pendidikan kewarganegaraan ini dapat melahirkan manusia indonesia yang memiliki
daya saing dan nasionalisme yang kuat terhadap bangsanya.

52
DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah. 2003. Masyarakat Madani Peran Keulamaan dan Umat Beragama Masa
Kini (Makalah Simposium Internasional), UGM, Yogyakarta.
Astrid S. Susanto. 1995. Globalisasi dan Komunikasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Arif, D. B. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Politik dan Wawasan


Kebangsaan di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Kaukaba.
Achmad Sanusi. (2006).Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar
Demokrasi dalam Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung : Laboratorium PKn UPI.
Afan Gaffar. (1999). Politik Indonesia: Transisi menuju Demokrasi. Yogyakarta Pustaka
Pelajar.

Wuryan, S. dan Syaisullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan ( Civics ). Bandung


Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan: UPI.
Zamroni. (2001). Pendidikan untuk Demokrasi. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

53

Anda mungkin juga menyukai