Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KEWARGANEGARAAN

STRATEGI PENGUATAN NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Dosen Pengampu :
Adita Taufik Widianto, M.Pd.

Nama : Dea Kusumaheingtias

Nim : 62220906

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
Universitas 17 Agustus Banyuwangi
Tahun 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nasionalisme adalah paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan suatu


bangsa dengan mewujudkan konsep sekelompok orang yang memiliki identitas yang sama
(Muhammad Takdir al-Irahi, (2012: 5).
Nasionalisme suatu bangsa menyatakan bahwa suatu bangsa memiliki identitas dan diri
yang tidak dimiliki oleh bangsa lain Nasionalisme menciptakan kesadaran melalui anak bangsa
bahwa mereka menjadi bangsa yang benar-benar merdeka.
Harapan inilah yang membentuk masyarakat melawan segala bentuk penjajahan,
penindasan, Rasa eksploitasi dan dominasi. Kebangkitan nasionalisme merupakan titik balik
sejarah pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia yang diawali dengan lahirnya Budi
Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, dan semangat nasionalisme tumbuh dan mengakar dalam
hati nurani. dari rakyat negara tersebut. Anda tidak mendengar lagi "Jawa", "Sunda", "Madura",
"Bali".
Wacana nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini
memiliki daya tarik karena sekarang kobaran semangat nasionalisme generasi muda mulai
luntur. Lunturnya nasionalisme bangsa dapat menjadi kecaman terhadap terkikisnya nilai-nilai
patriotism yang menjadi landasan kecintaan terhadap bumi pertiwi.
Tuntutan untuk membangun negara yang demokratis, sejahtera, adil, dan makmur semakin
mengemuka di masyarakat luas. Karena itu nasionalisme menjadi kunci utama mewujudkan
cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagai negara yang bermartabat dan berdaulat.
Untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme pada generasi muda, pemerintah berperan penting
dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada anak-anak dari semua suku agar
semangat nasionalisme dan cinta tanah air (patriotisme) mereka semakin kuat dan tertanam
dalam diri mereka.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui pendidikan. Pembangunan
pendidikan yang berlandaskan pada pembentukan karakter dan mentalitas kewarganegaraan
memerlukan jiwa kebangsaan untuk menopang nilai-nilai yang menjadi dasar pembangunan
nasional dan menjadi modal sosial yang dapat memperkuat fondasi peradaban bangsa dalam
proses globalisasi.
Artikulasi yang mendukung perubahan bangsa adalah perubahan watak dan mentalitas
masyarakatnya, yang menjadi landasan nilai-nilai kebangsaan yang kokoh (Muhammad Takdir
Illahi, 2012: 27).
Runtuhnya suatu bangsa ditandai dengan runtuhnya nilai dan karakter bangsa, karakter dan
mentalitas bangsa yang kuat tidak terbentuk secara alami, melainkan melalui interaksi sosial
yang dinamis dan rangkaian pemimpin bangsa. Faktor intern yang berpengaruh besar pada
pembentukan karakter bangsa adalah pembangunan di bidang pendidikan.
Internalisasi nilai-nilai nasionalisme merupakan sebagian kecil dari rencana pendidikan
yang ada. Jadi internalisasi merupakan proses belajar kebudayaan yang ditanamkan dalam
setiap individu.

2
Melalui internalisasi nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pendidikan dapat
membentuk karakter bangsa dan mencegah negatifnya globalisasi dan menanamkan
nasionalisme bangsa. Melalui pendidikan upaya internalisasi dapat berlangsung guna
membentuk sikap dan karakter siswa (Muhaimin, 2004: 209).
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk kehidupan yang manusiawi. Pendidikan adalah
proses perubahan sikap dan perilaku seorang atau kelompok melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (Ni Luh Ike Pratiwi, 2011: 53). Melalui pendidikan dan kesadaran pentingnya
pendidikan manusia diharapkan memiliki sikap dan perilaku yang berbudi sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
Melalui pendidikan, manusia dapat mendewasakan dirinya agar mampu membedakan mana
yang baik dan mana yang kurang baik. Hal tersebut dikuatkan pula oleh (Sudjoko, dkk, 2008:
1.1) Pendidikan pada manusia yang membuat dirinya manusiawi bukan semata-mata hanya
pendidikan teknologi, tapi juga pendidikan agama, filsafat, ilmu, seni, dan budaya.
Tujuan pendidikan dalam suatu bangsa disesuaikan dengan kepentingan bangsa itu sendiri.
Pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab
(Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3).Untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional tersebut, berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah, di antaranya
adalah pembaharuan sistem pendidikan.
Pembaharuan sistem pendidikan dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi
pembangunan bidang pendidikan. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Penjelasan atas UU No. 20 Tahun 2003).
Menurut Ni Luh Ike Pratiwi (2001: 53), “Visi pendidikan adalah upaya untuk mencetak
sumber daya manusia yang handal dibidangnya”. Namun pada kenyataannya keadaan yang
seperti ini menjadi racun yang memperparah kondisi pendidikan.
Pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai obyek atau boneka yang dapat
diperlakukan seenaknya oleh pendidik. Sekolah seakan beralih fungsi hanya mencetak tamatan
dengan keahlian tertentu untuk dapat diterima di lapangan usaha tanpa mempertimbangkan
bakat, minat, kemampuan dan kondisi yang dimiliki peserta didik.
Pendidikan bertujuan tidak hanya menghasilkan generasi muda yang cerdas dan berkarakter
sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia tetapi pendidikan juga harus mampu membentuk
jiwa nasionalisme pada setiap peserta didiknya.
Manusia yang cerdas, berbudaya tanpa diimbangi dengan rasa nasionalisme akan
menghancurkan bangsa itu sendiri. Bangsa Indonesia jangan sampai menjadi bangsa yang
kehilangan jati diri dan kepribadiannya karena tidak mampu mempertahankan apa yang telah
menjadi miliknya yang semata-mata hanya mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi semata.
Sistem pendidikan dan cara yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena
seluruh daya guna sistem pendidikan tersebut masih diragukan. Generasi muda banyak yang
memberontak terhadap metode- metode dan sistem pendidikan yang ada yang mampu
melenyapkan sifat- sifat peri kemanusiaan.

3
Melenyapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam masyarakat seperti terjadinya korupsi,
kekerasan, tindakan asusila, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang
konsumtif bahkan kelunturan rasa nasionalisme bangsa.
Masalah-masalah tersebut menandakan bahwa pendidikan tidak cukup dengan aspek
pengetahuan saja. Berbagai aksi kerusuhan yang mewarnai dunia pendidikan seperti, tawuran
antar pelajar dan kenakalan-kenakalan remaja dan tindakan yang bernuansa sara seolah
membuktikan bahwa pentingnya pendidikan yang bersifat humanistic yang lebih menekankan
pada aspek moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui serta menghargai pluraritas.
Gejala-gejala semacam itu menunjukkan nilai-nilai moral dikalangan tertentu bahkan
masyarakat merosot. Moralitas juga tampak rendah. Rendahnya moralitas dapat dilihat
banyaknya kasus korupsi dikalangan pejabat, perilaku rakyat yang mementingkan diri sendiri
dan rusaknya moral bangsa, mencerminkan kurang berhasilnya pendidikan.
Salah satu upaya mendidik dan menanamkan nilai-nilai moral dan humanistic dapat
dilaksanakan melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
dan Pendidikan Sejarah. Pendidikan sejarah sangatlah penting untuk menanamkan sikap
berbangsa dan bernegara yang di dalamnya banyak terkandung ajaran- ajaran moral, etika, dan
rasa cinta terhadap lingkungan sekitar, dan kesadaran akan cinta terhadap bangsa Indonesia.
Guru sejarah masih sering mengajar sejarah hanya menyampaikan fakta-fakta kosong, dan
menghafal kronologi kejadian-kejadian tanpa melakukan suatu analisis mengenai peristiwa-
peristiwa itu terjadi dan nilai-nilai apa yang terkandung untuk diambil hikmahnya dalam suatu
peristiwa.
Mendominasinya guru dan kurangnya kreatifitas dalam pembelajaran sejarah dalam setiap
jenjang pendidikan menjadikan pembelajaran sejarah cenderung membosankan. Padahal
melalui pembelajaran sejarah dapat melatih peserta didik untuk berfikir kreatif dan logis guna
melatih dan mempersiapkan peserta didik untuk terjun dalam kehidupan masyarakat (hasil
observasi).
Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang terkait dengan tugas memberi
bantuan dan dorongan, pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang terkait dengan
mendisiplinkan anak agar anak itu patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup
dalam keluarga dan masyarakat.
Sedangkan peran guru sebagai pengajar adalah harus memberikan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah, seperti tinggkah laku kepribadian dan
spiritual. Mengajar berarti memberitahu atau menyampaikan materi pembelajaran (Iftitah
Nafika menjelaskan,200: 30).
Guru sejarah dalam pendidikan dan pembelajaran sebaiknya mampu menerapkan nilai-nilai
yang terkandung dalam peristiwa sejarah yang disampaikan di sekolah. Nilai-nilai sejarah yang
kiranya dapat di ambil dan ditanamkan pada peserta didik mampu menjadikan perseta didik
yang mempunyai rasa tanggung jawab, patriotisme, berkarakter dan rasa nasionalisme tinggi
terhadap bangsanya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Nasionalisme dalam sejarah bangsa Indonesia. Dalam upaya mendirikan Indonesia sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat, Soekarno mengadopsi gagasan Ernest Renan tentang
nasionalisme yang merujuk pada kesepakatan politik untuk mencapai cita-cita masa depan
bersama sebagai bangsa yang senasib sepenanggungan dan kesediaan berkorban untuk
menjaga semangat kebangsaan.

Nasionalisme dalam pandangannya bukanlah nasionalisme sempit, melainkan lebih


mencerminkan humanisme dan internasionalisme yang terlahir dari tiga kondisi yaitu adanya
eksploitasi ekonomi, kekecewaan politik akibat dominasi kekuasaan asing, dan hilangnya hak
mengembangkan kebudayaan lokal di bawah cengkeraman sistem pendidikan kolonial.

Di era kolonial, nasionalisme dibangun atas kesadaran bersama yang dipupuk atas dasar
perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan untuk terbebas dari belenggu penjajahan
kolonial.

Dalam pemerintahan Orde Lama, nasionalisme dibangun untuk membangun Indonesia ke


arah yang lebih baik dengan mengedepankan kebudayaan lokal dan nasional serta sekeras
mungkin menutup keran terhadap pengaruh kebudayaan asing.

Sementara di era Orde Baru nasionalisme dipupuk dan dibentuk dalam doktrin-doktrin
yang bersifat top-down serta terkesan digunakakan sebagai legitimasi kekuasaan yang
bersifat militeristik.

Nasionalisme mendapat tantangan yang signifikan di era reformasi. Hal ini ditandai
dengan mulai terpinggirkannya muatan Pancasila di level pendidikan formal yang sebagaian
besar terfokus hanya pada perkembangan teknologi dan ekonomi.

Memudarnya nasionalisme di era ini juga dapat disoroti dari maraknya konflik sosial
berbasis ras seperti kasus Poso, Ambon, Aceh, Papua, serta lepasnya Timor Timur dari
Indonesia, bermunculannya ormas-ormas yang menegaskan identitas kultural, serta
banyaknya ideologi alternatif yang kerap bertentangan dengan ideologi bangsa.

Belum lagi, maraknya berbagai narasi primordialisme dan sentimen berbasis isu SARA
yang berkembang di masyarakat pada saat pilpres dua periode terakhir seolah membuat sekat-
sekat kultural menjadi lebih kuat dan tidak terhindarkan.

Berangkat dari kenyataan ini, nasionalisme perlu disuarakan kembali untuk menjaga
kedaulatan bangsa dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik karena jika tidak
persatuan dan kesatuan akan terancam dan generasi mendatang akan bersikap apatis terhadap
negerinya sendiri.

Strategi penguatan nasionalisme, jika nasionalisme dalam konteks dulu dibangun untuk
membentuk kesadaran kolektif demi memerdekakan diri dari kolonialisme, di era
kontemporer ini nasionalisme harus dibangun untuk membawa Indonesia menjadi negara
yang maju dan berdaulat.

Oleh karena itu, diperlukan strategi-strategi yang tepat dan efisien dalam upaya
menumbuhkembangkan kembali nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia
kontemporer, khususnya di kalangan kelompok muda.

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan menguatkan kembali nasionalisme di level
pendidikan formal. Muatan Pancasila wajib diberikan serta diamalkan di semua level
pendidikan formal dengan penerapan yang tepat.

5
Kedua, masih dalam level pendidikan formal, narasi-narasi sejarah tentang kepahlawanan
yang wajib munculkan kembali, diketahui, dan dipahami oleh generasi muda. Misalnya, kisah
tentang ikrar Sumpah Pemuda terkait kesadaran berbangsa dan bernegara yang digagas oleh
kelompok muda dan menjadi cikal bakal proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, model pendidikan karakter yang dilakukan oleh K.H. Dewantara yang
menitikberatkan pada pendidikan karakter pada bidang kesenian dan kebudayaan dalam
upaya memperhalus budi pekerti dan kemanusiaan masih relevan untuk diterapkan.

Ketiga, penguatan nasionalisme dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya


populer, seperti kegiatan olah raga, musik, film, kompetisi pendidikan, dan masih banyak
lagi.

Suksesnya perayaan Asian Games di Indonesia 2018 yang dibarengi dengan meningkatkan
prestasi altet-atlet Indonesia terbukti berhasil dalam menumbuhkan semangat nasionalisme
dan kebanggaan menjadi bagian dari bangsa Indonesia di kalangan masyarakat.

Selain itu, kemenangan siswa Indonesia dalam meraih medali emas di Olimpiade
Matematika di Lucknow India serta kemenangan penyanyi muda Indonesia, Claudia
Emmanuela Santoso, dalam ajang pencarian bakat di Jerman juga sukses dalam membangun
nasionalisme di kalangan masyarakat.

Sebagai bangsa yang terdiri dari beragam unsur kebudayaan, Indonesia memiliki
keunggulan di bidang kreativitas seni dan budaya sehingga nasionalisme dapat diinternalisasi
dan diolah secara kekinian dengan menonjolkan kebhinekaan budaya dalam bentuk kegiatan-
kegiatan kreatif di kancah internasional untuk rasa kebanggaan terhadap Indonesia.

Ada beberapa cara strategi penguatan nasionalisme di era globalisasi diantaranya sebagai
berikut :
1. Memperkenalkan keberagaman budaya dengan study tour.

Study tour sendiri bukan hanya acara berkunjung ke sebuah daerah lalu hanya berfoto foto
saja tetapi study tour dimaksudkan untuk menganl budaya dan ciri khas daerah tersebut.

Memperkenalkan keragaman budaya serta kekayaan bangsa lain akan membuat para
generasi muda merasa beruntung tinggal di Indonesia, dan jika para generasi muda sudah
merasa nyaman tinggal di Indonesia sudah pasti akan muncul rasa untuk menjaga keutuhan
negara ini.

2. Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang sangat menggairahkan

Pendidikan Kewarganegaraan ditunjukan agar para generasi muda bisa menjadi warga
negara yang baik, taat kepada aturan negara dan juga untuk menumbuhkan semangat
nasionalisme.

Membuat pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi salah satu pelajaran yang


mengasyikan memang menjadi tantangan di sekolah, karna dengan penyampaian pelajaran
yang menyenangkan, pesan dapat dengan mudah diterima oleh anak didik.

3. Menggunakan produk-produk dalam negeri

Produk-produk yang di buat oleh anak negeri atau anak bangsa saat ini tidak kalah dengan
produk-produk buatan luar negeri, bahkan kualitas dari produk-produk dalam negeri bisa lebih
bagus daripada produk luar negeri sendiri.

6
Generasi muda bisa menjadi sasaran dalam kampanye menggunakan produk dalam negeri,
jika produk dalam negeri yang dipasarkan sangat bagus kualitasnya dan para generasi muda
bisa befikir untuk mengembangkan bakat yang di miliki untuk bangsa kita sendiri yaitu bangsa
Indonesia.

4. Napak tilas sejarah yang mengasyikan

Salah satu cara untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme para generasi muda adalah dengan
melakukan napak tilas sejarah, mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang menjadi simbol
perjuangan bangsa adalah satu cara yang bisa dilakukan.

Sayangnya tempat-tempat bersejarah seperti museum, banteng pertahanan, serta tempat


napak tilas lainnya berkesan suram dan menyeramkan, sudah waktunya museum-museum
perjuangan mempercantik penampilanya dengan tidak mengubah wujud asli sehingga terlihat
nyaman dan ‘welcome’ bagi para pengunjungnya.

BAB III
PENUTUP

2. Kesimpulan

Strategi penguatan nasionalisme yang dilakukan oleh guru PPKn di daerah perbatasan
Indonesia dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di kelas dan pembiasaan serta keteladanan
di luar kelas.

Dalam pembelajaran PPKn penguatan nasionalisme dilakukan dengan pengembangan


kompetensi dasar yang menyisipkan nilai-nilai nasionalisme ke dalam indikator pencapaian
kompetensi, inovasi media pembelajaran di tengah keterbatasan akses, dan evaluasi dengan
penilaian non tes.

Faktor-faktor pendukung pengembangan nasionalisme di daerah perbatasan Indonesia lahir


dari kemauan/tekad peserta didik yang memiliki semangat, sinergi sekolah dan pemerintah,
dan kehadiran TNI di daerah sasaran SM3T.

Faktor penghambat penguatan nasionalisme di daerah perbatasan Indonesia antara lain:


keterbatasan akses internet dan sumber daya listrik; keterbatasan buku-buku pelajaran sebagai
sumber belajar mengenai nasionalisme; bahasa, letak geografis, dan adat istiadat.

3. Saran

Kita bisa menyaring setiap budaya asing yang masuk ke dalam negara yang kemudian akan
diadaptasi dan digunakan secara bersama-sama, menggunakan produk-produk asli dalam
negara, menumbuhkan rasa nasionalisme yang tangguh, mencintai produk dalam negeri,
meningkatkan kualitas nilai moralitas dan keimanan masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Affan, H. M (2016). Membangun Kembali Sikap Nasionalisme Bangsa Indonesia dalam


Menangkal Budaya Asing di Era Globalisasi. Pendidikan Dasar dan Humaniora, 67-68.

2. Ahmadi, F., & Ibda, H. (2019). Konsep dan aplikasi literasi baru di era revolusi industri 4.0
dan society 5.0. Semarang: Pilar Nusantara.

3. Alfaqi, M. Z. (2015). Memahami Indonesia Melalui Perspektif Nasionalisme, Politik Id


entitas, serta Solid aritas. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 14.

4. Ali, A. M. (2018). Pendidikan Karakter: Konsep dan implementasinya. Jakarta: Prenada


Media.

5. Apriliani, U (2020). Bentuk dan Makna Pada Tata Rias dan Aksesoris Tari Ngremo
Jombangan. Jurnal Tata Rias, 101.

6. Aristin R, (2017). Upaya Menumbuhkan Patriotisme dan Nasionalisme Melalui Revitalisasi


Makna Identitas Nasional di Kalangan Generasi Muda. Aspirasi: Jurnal Ilmiah Administrasi
Negara

7. Koesoma, D. (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. In D.


Koesoma, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (p. 60). Jakarta:
PT Grasindo.

8. Koesuma, D. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.


Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

9. Peraturan Presiden No.87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter

10. Prakoso, S (2017). Refleksi dan Naratif Self and Others: Kajian Sense of Place Anak
Terhadang Lingkungan Tempat Tinggal Melalui: Auto-Etnografi. Perencanaan Wilayah dan
Kota, 210.

Anda mungkin juga menyukai