Anda di halaman 1dari 14

BOOK REPORT

HAKIKAT PENDIDIKAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Disusun untuk memenuhi tugas Perencanaan dan Inovasi Pembelajaran


Dosen: Prof. Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd.

Disusun Oleh:
Winda Setiawati
2303100002

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL, S2


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas book report
ini dengan sebaiknya-baiknya yang telah di rangkum dari buku sumber yang ada.
Shalawat beserta salam tak lupa pula diucapkan kepada Nabi besar kita
Muhammad S.A.W. yang telah memperjuangkan ajaran Islam demi kemaslahatan
umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Terimakasih turut saya ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah
Perencanan dan Inovasi Pembelajaran IPS yang telah membimbing kami pada
mata kuliah ini sehingga book report ini dapat diselesaikan dengan menggunakan
sumber buku yang berjudul Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial karya
Prof. Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd.
PENDAHULUAN

A. Identitas Buku
Judul Buku : Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Pengarang : Prof. Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd.
Penerbit :-
Tahun Terbit :-
Tebal Halaman : 224 halaman

B. Uraian Isi Buku


Buku ini dibagi menjadi IX BAB yang masing-masing bab membahas
secara spesifik tentang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
BAB I
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Terlepas dari persoalan-persoalan yang dihadapi, dari laporan
perkembangan social studies di Amerika dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikat: (1) social studies merupakan mata pelajaran
dasar pada setiap jenjang pendidikan; (2) tujuan mata pelajaran ini adalah
untuk mengembangkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki
pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan
serta dalam kehidupan yang demokratis; (3) materi mata pelajaran ini
digali dari sejarah, ilmu-ilmu sosial, serta humaniora dan sains; (4)
pembelajaran mata pelajaran ini menggunakan prinsip-prinsip yang
mencerminkan kesadaran kemasyarakatan, pengalaman budaya, dan
perkembangan pribadi peserta didik. Pendek kata, pada dasa warsa 1980-
an telah terjadi kristalisasi pemikiran social studies yang solid, sekaligus
mencairkan masalah-masalah (ketakmenentuan, ketak- berkeputusan,
ketakbersatuan, dan ketakberkemajuan) yang dihadapi pada beberapa dasa
warsa sebelumnya. Definisi dan tujuan social studies dapat dirumuskan
secara pasti dan lebih mantap.
BAB II
CIRI DAN KARAKTERISTIK IPS
Pertama, IPS merupakan mata pelajaran dasar di setiap jenjang
pendidikan persekolahan. Kedua, tujuan utama IPS adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang
memiliki sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai sebagai
bekal untuk berperan serta dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.
Ketiga, isi atau content pelajaran IPS digali dan diseleksi dari sejarah dan
ilmu-ilmu sosial maupun humaniora dan sains. Keempat, pembelajaran
IPS menggunakan cara-cara yang mencerminkan kesadaran pribadi
kemasyarakatan, pengalaman budaya, dan perkembangan kepribadian
peserta didik

Arti pentingnya pendidikan IPS dapat dilihat dari ruang lingkup atau
cakupan materi yang menjadi bahan kajian. Dengan mengadopsi tema-
tema social studies yang dikembangkan oleh NCSS, maka ruang lingkup
pendidikan IPS dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Budaya dan Keragaman Budaya;
2. Waktu, Kontinyuitas, dan Perubahan;
3. Manusia, Tempat, dan Lingkungan;
4. Perkembangan dan Identitas Individu;
5. Individu, Kelompok, dan Institusi;
6. Kekuatan, Kelompok, dan Pemerintah;
7. Produksi, Distribusi, dan Konsumsi;
8. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Masyarakat;
9. Hubungan-hubungan Global;
10. Cita-cita Warga Negara dan Pelaksanaannya.
BAB III
CIRI DAN KARAKTERISTIK IPS

Ciri-ciri pendidikan IPS dapat diidentifikasi sebagai berikut:


1. IPS sebagai program pendidikan atau mata pelajaran dalam kurikulum
sekolah yang diadaptasi dari social studies.
2. IPS sebagai program pendidikan berusaha mengkaji masalah-masalah
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara secara sistematis, sistemik,
dan objektif.
3. IPS sebagai program pendidikan atau mata pelajaran dalam kurikulum
sekolah yang diadaptasi dari citizenship atau civic education.
4. IPS sebagai civic education berusaha membentuk peserta didik agar
menjadi warga negara yang baik (good citizen) dan mampu berperan
serta secara aktif dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.
5. IPS sebagai program pendidikan bukan sekedar mencakup ilmu-ilmu
sosial yang disederhanakan untuk kepentingan pendidikan di sekolah,
melainkan mencakup pendidikan nilai atau etika, filsafat, agama, dan
humaniora.
6. IPS sebagai program pendidikan berusaha untuk meningkatkan
wawasan dan penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.
7. IPS sebagai program pendidikan berusaha membekali peserta didik agar
memiliki kemampuan dalam memahami dan memecahkan masalah-
masalah kehidupan manusia
8. IPS sebagai program pendidikan berusaha membekali peserta didik agar
memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan secara tepat,
sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, bangsa, dan
negara (Banks dan Clegg, 1977; Kaltsounis, 1987).
9. IPS sebagai program pendidikan mencakup komponen pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan-keterampilan dasar
(basic skills) seperti keterampilan berpikir (intellectual skills),
keterampilan melakukan penyeledikan (research skills), keterampilan
akademik (academic skills), dan keterampilan sosial (social skills)
sebagai dasar pembentukan warga negara yang baik dan kemampuan
pengambilan keputusan yang logis.
10. Pembelajaran IPS harus selalu dikaitkan dengan pendidikan nilai (value
education) agar peserta didik sebagai warga negara yang baik memiliki
kemampuan dalam pengambilan keputusan (decision making) secara
rasional dan objektif (Michaelis, 1988).
11. IPS menekankan model-model pembelajaran yang dapat melibatkan
peserta didik secara aktif dalam kegiatan belajar-mengajar (activity
based learning).

IPS pada hakikatnya merupakan program pendidikan atau mata


pelajaran pada kurikulum sekolah sebagai adaptasi dari social stuides
sehingga tujuan utama pendidikan IPS adalah mengkaji masalah-masalah
kehidupan manusia beserta seluruh dinamikanya. Di samping itu, IPS
sebagai program pendidikan dapat dilihat sebagai adaptasi dari civic
education atau citizenship education sehingga tujuan utama pendidikan
IPS adalah untuk mengembangkan dan membentuk peserta didik agar
menjadi warga negara yang baik (good citizen). Untuk mencapai tujuan
pendidikan IPS, maka setiap masalah kehidupan akan dikaji secara
sistematis, sistemik, dan objektif. Sistematis, artinya pengkajian
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan atau metode yang dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional (ilmiah). Sistemik, artinya
pengkajian dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan
berbagai konsep disiplin keilmuan sebagai perspektifnya. Objektif, artinya
pengkajian dilaksanakan berdasarkan kondisi nyata, yang sesuai dengan
konteks kehidupan masing-masing peserta didik.

Karakteristik pendidikan IPS memiliki peranan dan fungsi strategia


dalam mewujudkan pembelajaran IPS yang efektif dan efisien serta
berhasil dan berdaya guna. Pembelajaran IPS bukan sekedar proses
interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dalam
lingkungan belajar tertentu, melainkan sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional peserta didik.

BAB IV

MANUSIA DAN ILMU-ILMU SOSIAL

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk


mengembangkan kehidupan berkelompok yang semakin luas cakupannya.
Bahasa sebagai salah satu aspek kebudayaan telah menjadi modal berharga
dalam mengasah akal budi manusia, terutama dalam mengungkapkan
pikiran dan perasaannya. manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial memiliki sikap, emosi, kemauan, motivasi, dan potensi-potensi
kejiwaan lainnya yang dapat berkembang dalam kehidupan berkelompok.
Potensi kejiwaan itu harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat
berkembang secara positif untuk kepentingan masing-masing individu
dalam kehidupan berkelompok. Pemikiran ini mengandung pengertian
bahwa hakikat kehidupan manusia harus dipahami berdasarkan perspektif
kejiwaan sehingga interelasi dan interaksi antar manusia dapat
berkembang secara baik. Untuk mewujudkan pemikiran itu, maka
persoalan yang tidak boleh dilupakan dalam kehidupan berkelompok
adalah ciri-ciri dan sifat-sifat kejiwaan dari masing-masing individu.
hakikat kehidupan manusia harus dilihat atau dipahami dari berbagai aspek
yang saling berkaitan satu sama lainnya. Dari penelaahan masing-masing
aspek tersebut, maka tersusunlah ilmu pengetahuan yang disebut Ilmu-
ilmu Sosial (social sciences) seperti geografi, ilmu sejarah, ilmu ekonomi,
sosiologi, antropologi, ilmu politik, psikologi sosial, ilmu hukum, ilmu
pendidikan, dan sebagainya.
BAB V

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPS

Ada 3 (tiga) tradisi pembelajaran IPS sebagaimana dikemukakan Barr,


Barth, dan Chaermis (dalam Chapin dan Messick, 1992: 7) sebagai
berikut:

1. IPS sebagai pendidikan kewarganegaraan (citizenship transmission),


yang di dalamnya termasuk tradisi pewarisan budaya bangsa (cultural
heritage).

2. IPS sebagai pengajaran ilmu-ilmu sosial (social studies taught as social


sciences).

3. IPS sebagai penyelidikan reflective (social studies taugth as reflective


inquiry).

Apabila dikaitkan dengan ciri dan karakter pendidikan IPS di atas,


maka ketiga tradisi pembelajaran IPS sebagaimana diuraikan di atas
dipandang masih relevan dengan perkembangan, permasalahan, dan
kebutuhan masyarakat pada saat ini. Artinya, tujuan, metode, dan materi
pembelajaran IPS dapat dipilih dan dikembangkan sesuai dengan ciri dan
karakter pendidikan IPS maupun konteks kehidupan peserta didik. Dengan
demikian, peserta didik akan lebih tertarik dan termotivasi untuk
mengkaji, menganalisi, dan menemukan persoalan-persoalan kehidupan
manusia yang terjadi di sekitarnya. Di samping itu, peserta didik dapat
menemukan solusi pemecahan masalah-masalah kehidupan dan
mengambil keputusan secara tepat untuk berperan serta secara aktif dalam
memperbaiki kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

ketiga pendekatan pembelajaran IPS yang lazim dipilih dan dilaksanakan:

1. Pendekatan integrated

2. Pendekatan correlated

3. Pendekatan separated
Ketiga pendekatan di atas, seyogianya digunakan secara fleksibel
agar tujuan pembelajaran IPS dapat tercapai secara optimal. Model-model
pembelajaran itu perlu diketengahkan pada bagian ini sebagai alternatif
dalam memperbaiki pembelajaran IPS secara keseluruhan, terutama yang
berkaitan dengan pembelajaran terpadu (integrated learning). Apabila
diperhatikan secara cermat, maka ketiga pendekatan pembelajaran IPS
yang ditawarkan para ahli pendidikan di Indonesia merupakan rangkuman
dari model-model yang akan diuraikan di bawah ini. Misalnya, pendekatan
separated merupakan implementasi dari model fragmentasi, pendekatan
correlated merupakan implementasi dari model koneksi atau jaringan, dan
pendekatan integrated merupakan implementasi dari model integrasi.

BAB VI

PENGORGANISASIAN MATERI IPS

Pengorganisasi materi pembelajaran IPS harus disesuaikan dengan


program pendidikan IPS pada masing-masing jenjang pendidikan maupun
perkembangan mental peserta didik. Pendek kata, pengorganisasian materi
IPS harus bertitik tolak dari tema-tema atau pokok bahasan-pokok bahasan
yang dikaji dan dianalisis. Oleh karena itu, pengorganisasian materi IPS
harus memperhatikan aspek-aspek keluasan, kedalaman, kompleksitas,
kesederahaan, kesulitan, kemudahan, keterpaduan dari masing-masing
disiplin ilmu. Materi pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar
cenderung lebih sederhana, mudah, dan ruang lingkup yang terbatas, serta
mengutamakan keterpaduan sebagai satu kesatuan objek kajian yang utuh.
Sedangkan materi pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan menengah
cenderung lebih kompleks, sulit, dan ruang lingkup yang luas, di mana
setiap tema atau pokok bahasan dapat dikaji secara terpisah menurut
disiplin ilmu tertentu maupun dikaji dengan pendekatan inter-disipliner.
BAB VII

PERSPEKTIF DAN DIMENSI GLOBAL

Berkaitan dengan kehidupan yang terus berubah dan berkembang


secara dinamis, maka materi tentang dimensi global diharapkan dapat
memberikan perspektif yang lebih realistis. Untuk itu, berikut ini diuraikan
beberapa persoalan yang berkaitan dengan perkembangan global sebagai
bahan pertimbangan dalam memahami dan mengantisipasi kehidupan
manusia yang semakin mendunia.

Salah satu persoalan yang kurang mendapat perhatian secara


sungguh-sungguh adalah pendekatan kontekstual dalam memahami
globalisasi. Hampir setiap orang tidak pernah lupa untuk mengatakan
bahwa ‘sekarang kita berada dalam sebuah era yang disebut globalisasi’.
Akan tetapi maaf, mereka kadang-kadang lupa untuk berfikir kontektual,
yaitu bagaimana globalisasi itu dilihat dari perspektif pembangunan
nasional pada umumnya, pembangunan pendidikan pada khususnya.
Globalisasi merupakan fenomena yang harus diikuti sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan masing-masing masyarkat, bangsa, atau
negara. Menentang atau melawan arus globalisasi belum tentu
memberikan keuntungan, justru sebaliknya cenderung merugikan
masyarakat, bangsa, atau negara yang bersangkutan.

Berkaitan dengan pemikiran di atas, maka persoalan terpenting dari


globalisasi adalah menjaga agar kita tidak terjebak pada pemikiran-
pemikiran global sehingga think globally and the act locally dapat
dijadikan pegangan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Dengan
demikian, pendekatan kontekstual merupakan salah satu cara yang logis
dan realistis dalam memahami globalisasi. Apakah sebenarnya globalisasi
itu? Ada beberapa dimensi dari globalisasi yang dapat dijadikan landasan
dalam memahami dan memberikan pengertian tentang globalisasi.
BAB VIII

KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang mengatur


pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana peserta didik memiliki
kebebasan dalam memilih konten atau materi yang dipelajari sehingga
sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk
mempelajari suatu materi dapat dilakukan secara fleksibel sesuai dengan
kecerdasan, bakat, dan minat masing-masing peserta didik. Bahkan, setiap
peserta didik memiliki kebebasan untuk memilih tempat belajar, baik di
luar maupun di dalam satuan pendidikan di mana peserta didik terdaftar.
Dengan demikian, kurikulum merdeka memungkinkan peserta didik dapat
mendalami materi pelajaran atau setiap konsep yang dipelajari sehingga
akhirnya terjadi penguatan kompetensi.

Merdeka Belajar merupakan konsep dan kebijakan baru dalam


dunia pendidikan nasional. Konsep ini difokuskan pada materi esensial dan
fleksibel sesuai dengan bakat, minat, kebutuhan, dan karakteristik masing-
masing peserta didik. Pemikiran ini sesuai dengan kerangka filsafat
pendidikan, di mana pendidikan bersifat personal. Artinya, proses
pendidikan atau pembelajaran seharusnya dilaksanakan secara individual
dan bukan secara klasikal seperti yang selama ini dilaksanakan. Sistem
klasikal merupakan jawaban atas keterbatasan sumber daya pendidikan.
Dengan demikian, Kurikulum Merdeka sangat relevan atau sesuai dengan
hakikat pendidikan yang bersifat personal.

BAB IX

MANAJEMEN PEMBELAJARAN IPS

Pendidikan IPS sebagai hasil adopsi dari social studies dan civic
education memiliki peranan dan fungsi strategis dalam pembangunan
masyarakat yang demokratis, aman, tentram, adil, dan sejahtera. Upaya ini
dapat tercapai melalui penguatan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi maupun pengembangan sikap dan kepribadian professional
peserta didik. Dengan demikian, peranan dan fungsi Pendidikan IPS harus
diaktualisasikan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan agar
pembangunan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat
tercapai secara optimal.Berkaitan dengan pemikiran di atas, maka
pembelajaran IPS harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang
benar dan baik.

Pada dasarnya, prinsip-prinsip manajemen yang universal


sekalipun tidak dapat diterapkan pada setiap organisasi (satuan
pendidikan) karena setiap satuan pendidikan memiliki keunikan. It argues
that universal principles cannot be applied in organizations because
each organization is unique. Pemikiran ini sesuai dengan kerangka
filsafat pendidikan yang bersifat personal. Artinya, efektivitas
pembelajaran harus disesuaiakan dengan ciri dan karakteristik masing-
masing peserta didik. Dengan demikian, penerapan fungsi-fungsi dan
konsep-konsep manajemen bukan sebuah keharusan karena belum tentu
sesuai dengan keunikan masing-masing peserta didik maupun lingkungan
satuan pendidikan. Meskipun demikian, penerapana manajemen
pendidikan sebagai strategi dalam meningkatkan mutu, efektivitas, dan
efisiensi pembelajaran merupakan pemikiran yang baik, rasional, dan
realistis.

Penerapan manajemen pendidikan semakin penting dan strategis


manakala dinamika kehidupan masyarakat yang sangat kuat, intensif, terus
menerus, dan sulit diprediksi sehingga kinerja pendidikan (akademik)
harus dipandang sebagai adaptive task performance karena kemungkinan
terjadinya perubahan kebutuhan dan tuntutan yang cepat harus diantisipasi
secara tepat. Oleh karena itu, peningkatan mutu pembelajaran melalui
penerapan manajemen pendidikan merupakan sebuah keniscayaan.
Sebaliknya, penerapakan manajemen pendidikan semakin tidak penting
manakala dinamikan kehidupan masyarakat sangat lemah (statis) sehingga
kinerja pendidikan (akademik) dapat dipandang sebagai routine task
performance karena perubahan kebutuhan dan tuntutan peserta didik
relatif terbatas. Dengan demikian, pembelajaran dapat memenuhi harapan
para pemangku kepentingan, meskipun tanpa melalui sistem manajemen.

C. Penutup

Berdasarkan penjelasan dalam beberapa Bab di atas, akhirnya dapat ditarik


beberapa simpulan atau konklusi. Pertama, hakikat Pendidikan IPS.
Secara konseptual maupun objektif Pendidikan IPS memiliki peran dan
fungsi strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas,
terutama kemampuan analisis kritis dan menemukan solusi pemecahannya,
serta integritas sebagai ciri warga negara yang baik. Pendidikan IPS
merupakan hasil adopsi dari social studies yang dilaksanakan di Amerika
Serikat dan civic education yang dilaksanakan di Eropa kontinental.
Kedua, ciri dan karakteristik Pendidikan IPS. Meskipun peran dan fungsi
Pendidikan IPS sangat jelas, terutama dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas, namun untuk mengimplementasikan bukan
pekerjaan yang mudah dan sederhana. Ketiga, model-model pembelajaran
IPS. Hakikat Pendidikan IPS merupakan konstruksi pemikiran yang
disusun berdasarkan kerangka filsafat yang dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional. Keempat, dimensi dan perspektif global. Selain berbasis
pada teori dan konsep-konsep ilmu sosial maupun nilai-nilai dan norma-
norma sosial dan budaya, pembelajaran IPS harus dilengkapi dengan
dimensi dan perspektif global. Kelima, inovasi pembelajaran IPS
merupakan pemikiran yang harus dilaksanakan secara sistematis, sistemis,
dan realistis sesuai dengan hakikat, tujuan, dan permasalahan Pendidikan
IPS. Keenam, pelaksanaan Kurikulum Merdeka merupakan sebuah
anugerah karena dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, sekaligus
sebagai sebuah tantangan karena harus dilaksanakan melalui berbagai
penyesuaian. Ketujuh, manajemen pembelajaran IPS. Manajemen dapat
dipandang sebagai art (seni) sehingga pembelajaran IPS tidak harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip maupun prosedur ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai