Anda di halaman 1dari 37

I.

PENDAHULUAN

Remaja berasal dari kata adolescence dalam bahasa latin yaitu to grow up
to maturity, berarti tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan, tumbuh
dari kanak-kanak menjadi dewasa.1 Masa remaja juga disebut sebagai masa
pancaroba yang penuh dengan gejolak dan pemberontakan. Remaja dimulai pada
usia 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Untuk masa adolescence ini dibagi lagi
menjadi remaja awal (early adolescence) yaitu dari usia 12-15 tahun, remaja
madya (middle adolescence) usia 16-18 tahun dan remaja akhir usia 18-20 tahun.2
Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam kehidupan
seseorang, khususnya dalam pembentukan kepribadian individu. Dalam masa
perkembangan remaja terjadi perubahan-perubahan sosial. Perubahan sosial yang
penting dalam masa remaja meliputi meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,
pola perilaku sosial yang lebih matang, pengelompokan sosial baru dan nilai-nilai
baru dalam pemilihan teman dan pemimpin, serta dalam dukungan sosial.
Menurut Lawrence Kohlberg dalam buku PAK Remaja bahwa tingkatan
perkembangan lain yang harus dilewati oleh anak menuju kedewasaan ialah
dengan perkembangan moral atau yang lebih tepatnya disebut dengan
perkembangan pemikiran atau penalaran moral, Ia memusatkan diri pada “moral
reasoning” atau penalaran moral yaitu menyangkut apa yang dipikirkan seorang
individu tentang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat.3 Hal
penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg ialah untuk mengungkapkan
moral yang ada dalam pikiran yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam
arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral seseorang, akan
semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari
perbuatan-perbuatannya.
Dewasa ini kehidupan perkembangan moralitas remaja semakin berada
pada tingkatan yang lebih cenderung meresahkan kehidupan masyakat. Ada
kelompok remaja yang berkembang ke arah yang positif namun ada pula
kelompok remaja yang berkembang pada arah negatif. Kelompok remaja yang

1
Hurlock Elizabeth B, Psikologi Perkembangan (New York : McGraw-hill,1980), 13.
2
Daniel Nuhamara, PAK Remaja (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 9.
3
Daniel Nuhamara, PAK Remaja, 67.

1
berkembang ke arah negatif inilah kemudian berdampak pada kenakalan remaja.
Belakangan ini banyak media masa yang menyiarkan maraknya kenakalan remaja
di pelosok Indonesia, seperti tertangkapnya salah seorang remaja yang berusia 17
tahun di daerah Denpasar sebagai pengedar narkoba pada tanggal 27 agustus 2015
dengan sejumlah barang bukti yang ada.4 Hal ini menjadi menarik untuk
diperhatikan, di mana remaja merupakan generasi penerus oleh sebab itu harus
diarahkan dan dibimbing ke arah yang lebih baik.
Kehidupan anak dan remaja di kota Ambon sekarang ini begitu terpuruk
dalam moralitas yang tengah menuju ambang kehancuran untuk melahirkan
generasi penerus yang berkualitas baik secara moral, spritualitas maupun
intelektual.5 Para remaja yang melakukan kenakalan remaja ialah mereka yang
masih dalam masa pertumbuhan dan psikologi kejiwaan yang labil, yang jika
tidak diperhatikan maka akibatnya akan membias pada kelompok masyarakat
yang lebih luas.6 Remaja di beberapa wilayah di kota Ambon berkembang dan
bertumbuh dengan tidak memperhatikan etika perilaku serta nilai-nilai dan norma
yang berlaku. Selain mengamati,penulis juga melakukan percakapan awal dengan
beberapa warga dan Majelis Jemaat di sektor IV Jemaat Bethel Belakang Soya.
Melalui percakapan itu ditemukan bahwa dalam keseharian para remaja ini
membentuk kelompok, akan tetapi kelompok yang dibentuk lebih mengarah pada
aktivitas-aktivitas yang cenderung merugikan diri sendiri bahkan orang lain di
sekitar mereka. Mereka cenderung berkumpul dan melakukan aktivitas
sepertimerokok bahkan sampai pada minum minuman keras, bahkan ada remaja
yang mulai menggunakan obat-obatan terlarang dan yang lebih mirisnya lagi ada
sebuah kasus yang terjadi di sektor IV ini di mana ada remaja yang melakukan
perbuatan pornoaksi dan pornografi dengan mengintip bahkan merekam atau
membuat video terhadap seorang wanita yang tengah beraktivitas di kamar mandi
(sedang mandi) untuk dijadikan sebagai bahan tontonan bagi remaja ini, bahkan

4
Gede Nadi Jaya, Reporter : Bandar Narkoba Usia 17 Tahun Diringkus, Barang Bukti
114 Gram Sabu (Denpasar: Merdeka.Com). Accessed october 19, 2015,
http://www.merdeka.com/peristiwa/bandar-narkoba-usia-17-tahun-diringkus-barang-bukti-114-
gram-sabu.html.
5
Hasil wawancara bersama Pdt. Ny. Telly Tomasoa / FarFar, Agustus 2015.
6
Richard Louhenapessy, Wali Kota : Konflik Warga Akibat Kenakalan Remaja (Ambon:
situs Resmi Pemerintah Kota Ambon, 2013).Accessed October 2,
2014,http://www.ambon.go.id/wali-kota-konflik-antar-warga-akibat-kenakalan-remaja.

2
ada pula kasus terbaru yang dilakukan pada bulan februari 2016 yaitu pencabulan
seorang remaja berusia 16 tahun terhadap seorang anak remaja awal yang berumur
13 tahun. Klimaksnya ada remaja yang seharusnya mengikuti pendidikan di
sekolah malah mereka tidak melakukannya dengan baik sehingga harus putus
sekolah.
Dalam situasi seperti ini peran gereja menjadi sangat penting atau
signifikan. Dengan melihat lingkup kehidupan masyarakat kota Ambon yang
mayoritas merupakan penganut agama Kristen, gereja hadir sebagai lembaga yang
bertujuan untuk mengatur dan membimbing orang-orang Kristen secara
spiritualitas. Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel-Mardika hadir sejak 29 Mei
1904 dengan 20 sektor pelayanan yang kemudian dimekarkan menjadi 19 sektor
pelayanan akibat konflik yang terjadi di Ambon tahun 1999 silam dan salah satu
daerah pelayanannya yaitu daerah Belakang Soya yang merupakan sektor ke-IV
dari 19 sektor pelayanan yang berpusat di Mardika, Ambon. Penata layanan yang
ada di dalam jemaat ini meliputi tiga tugas panggilan utama yaitu diakonia,
marturia dan koinonia yang bukan hanya pada satu lingkup kategorial melainkan
berbagai lingkup kategorial termasuk dalam kategorial anak dan remaja yang
disediakan dalam lingkup SM-TPI (Sekolah Minggu Tunas Pekabaran Injil).
Adapun hal-hal yang telah dilakukan oleh gereja selama ini ialah (1), SM-
TPI dimana gereja membentuk wadah pelayanan bagi anak dan remaja yang
kemudian gereja melaksanakan tugas pembimbingan bagi anak dan remaja
melalui guru sekolah minggu atau yang biasa disebut dengan istilah pengasuh
yang biasanya dilakukan bimbingan bagi para guru sekolah minggu satu minggu
sekali. (2), Kegiatan-kegiatan bagi remaja yang berupa jambore dan pekan remaja.
Sebagai generasi anak-anak Kristen, para remaja ini memang disediakan wadah
pelayanan untuk membentuk dan memupuk spritualitas dan solidaritas sebagai
anak-anak Kristus dalam wadah pelayanan anak dan remaja atau dengan istilah
lain SM-TPI.7 Tetapi adapula para remaja yang tidak mengikuti SM-TPI padahal
usia mereka seharusnya masih berada pada tahap “remaja”. Mereka cenderung
menganggap diri mereka sudah dewasa dan masuk dalam kategori pemuda,
padahal mereka juga tidak mengikuti setiap kegiatan atau ibadah pemuda karena
7
Hasil Wawancara bersama kepala biro Anak Remaja dan Katekisasi Sinode GPM
Pdt.F.R.Mattheis.S.Th, Agustus 2015.

3
merasa belum cukup umur untuk ada dalam kelompok pemuda (Pdt. Telly
Tomasoa/ Farfar). Dari hasil percakapan bersama dengan kedua pendeta ini pula,
penulis menemukan bahwa di sektor IV Jemaat Bethel ini ada pula remaja yang
tidak mengikuti SM-TPI yang seharusnya menjadi wadah bagi mereka untuk
mendapatkan pembinaan dan bimbingan terhadap pendidikan agama Kristen yang
telah di sediakan oleh Gereja. Kenakalan remaja yang terjadi kian berkembang
memerlukan peran penting dari gereja untuk lebih memperhatikan generasi gereja
di mana ketika adanya kenakalan remaja yang seharusnya menuntut peran gereja
untuk mengambil sikap dan tindakan dalam pembimbingan terhadap anak remaja
secara real bukan hanya ketika sudah adanya SM-TPI sebagai wadah resmi gereja
yang dilaksanakan oleh para pengasuh kemudian gereja atau dalam hal ini
pelayan-pelayan gereja sebagai gembala acuh atau kurang mengambil bagian
dalam penggembalaan dan pembinaan terhadap anak-anak remaja sebagai
generasi kristen, bagaimana Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel menyikapi
hal ini?.
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan inilah, maka
penulis merasa tertarik untuk meneliti :
“Tinjauan PAK TentangSikap Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel
Ambon Terhadap Kenakalan Remaja”

A. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang dipaparkan maka masalah yang akan
diteliti dan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana Sikap Jemaat GPM
Bethel Ambon Terhadap kenakalan remaja yang terjadi dari perspektif Pendidikan
Agama Kristen?
B. Tujuan Penetilitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan ini ialah mendeskripsikan
sikap Jemaat GPM Bethel Ambon terhadap kenakalan remaja dari perspektif
Pendidikan Agama Kristen.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:
Penelitian ini dilakukan guna menganalisis, mendeskripsikan, memahami dan
melengkapi penelitian yang terkait dengan peran serta sikap gereja dalam

4
menyikapi kenakalan remaja yang terjadi dalam konteks gereja sebagai lembaga
yang mengatur dan membimbing orang Kristen secara spiritualitas. Kedua secara
praktis sebagai salah satu upaya penulis dalam menganalisis dan memberikan
kontribusi pemikiran baru dalam upaya memahami dan menyikapi kenakalan
remaja yang terjadi di lingkup gereja dan masyarakat dalam Pendampingan dan
pembimbingan bagi perkembangan generasi gereja yang berkualitas.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analisis. Penelitian
ini berusaha mengungkapkan masalah atau keadaan, serta memberikan gambaran
secara obyektif, suatu objek,suatu suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang tentang sikap Gereja Protestan Maluku Jemaat
Bethel dalam menyikapi kenakalan-kenakalan remaja di sektor IV.8
Jenis penelitian yang dipakai adalah kualitatif.9 Penelitian ini bertujuan
untuk mendiskripsikan apa yang pada saat ini berlaku yang didalammya terdapat
upaya untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisa sikap gereja terhadap
kenakalan yang terjadi.
Data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap informan yaitu
Pendeta pendamping remaja 1 orang, Pendeta Jemaat 2 orang, komisi remaja 1
orang dan guru sekolah minggu 3 orang. Adapun wawancara yang dilakukan
untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk
keperluan informasi secara lisan dan tertulis. Serta dari bahan literatur untuk
membangun landasan teori dan perolehan secara tertulis.10
E. Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini dideskripsikan dalam empat bagian yaitu bagian
pertama yang berisi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan yang menjadi
tolak ukur dari penulisan tugas akhir ini. Pada bagian kedua meliputi Pendikan
Agama Kristen (PAK), PAK Remaja, definisi tentang kenakalan remaja, macam-
8
Mo. Natsir, “Metode Penelitian”, (Jakarta: Ghalia Indonesia 1988), 61, 89.
9
Mardalis. “Metode Penelitian,Suatu Pendekatan Proposal”(Jakarta: Bumi aksara, 2004)
26.
10
Koentjaraninggrat, “Metode- Metode Penelitian Masyarakat”, (Jakarta: PT Gramedia,
1991), 130.

5
macam kenakalan remaja, hubungan gereja dan remaja. Pada bagian ketiga berisi
hasil penelitian dan pembahasan serta analisis tentang sikap Gereja Protestan
Maluku Jemaat Bethel terhadap kenakalan remaja yang terjadi di sektor IV dari
perspektif Pendidikan Agama Kristen. Bagian keempat penutup yang meliputi
kesimpulan dan saran. Kesimpulan berupa temuan-temuan dari hasil penelitian
dan pembahasan, saran yang berupa masukan-masukan dan rekomendasi untuk
penelitian lanjutan.
II. PENDIDIKAN PAK DAN REMAJA

Pada bagian ini membahas tentang pengertian Pendidikan Agama Kristen


(PAK), PAK Remaja, Kenakalan Remaja, Hubungan Gereja dan Remaja.

A. Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan berasal dari dua kata latin yaitu “educates” dan “educare atau
educere”, yang berarti merawat dan melengkapi dan juga membimbing keluar.
Pendidikan adalah sebagai upaya sadar dan sengaja untuk memperlengkapi
seorang atau sekelompok orang untuk membimbingnya keluar dari suatu tahapan
(keadaan) hidup ke suatu tahapan lainnya yang lebih baik.11 Pendidikan Agama
Kristen adalah suatu usaha untuk mempersiapkan manusia untuk meyakini,
memahami dan mengamalkan agama kristen itu sendiri. Pendidikan Agama
Kristen berfungsi menumbuhkan sikap dan perilaku manusia berdasarkan iman
kristen dalam kehidupan sehari-hari sertapengetahuan tentang pendidikan kristen
dengan tujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan agar
manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak.12
Menurut Augustinus di dalam buku strategi pendidikan agama kristen,
PAK adalah pendidikan yang bertujuan menghantar para pelajarnya untuk
bertumbuh dalam kehidupan rohani, terbuka dengan Firman Tuhan dan
memperoleh pengetahuan akan perbuatan-perbuatan Allah melalui Alkitab dan
bacaan lain. Semuanya itu untuk memperoleh hikmat yang dari Allah sendiri.13
Martin Luther dalam kutipan yang ditulis oleh Roberth Boekhlke mengatakan

11
B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: Andi, 1994), 15.
12
Winatasahirin, Identitas dan ciri Khas Pendidikan Kristen, (Jakarta : BPK-BM, 2003),
153.
13
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama
Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 128.

6
bahwa PAK merupakan pendidikan yang melibatkan semua warga jemaat
khususnya kaum muda, agar bisa belajar secara teratur dan tertib sehingga sadar
akan dosa dan kemerdekaan yang Allah kerjakan melalui Yesus Kristus.
Disamping itu memperlengkapi mereka dengan berbagai sumber iman sehingga
mampu mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam pelayanan terhadap
masyarakat, negara dan gereja.14 Adapun elemen-elemen inti yang dapat
menjelaskan hakikat PAK15, yaitu; Pertama harus dikatakan bahwa PAK itu suatu
usaha pendidikan, karena merupakan suatu usaha yang sadar, sistematis, dan
berkesinambungan apa pun bentuknya.Kedua, PAK juga merupakan pendidikan
yang khusus yakni dalam dimensi religius manusia. Ini berarti usaha tersebut
dikhususkan pada bagaimana pencarian akan yang transenden serta ekspresi dari
hubungan-hubungan seseorang dengan yang transenden tadi dikembangkan serta
dimungkinkan tersedia bagi manusia pada masa kini. Ketiga, PAK juga secara
lebih khusus menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan tugas
pendidikan agamawi, yakni persekutuan iman kristen. Karenanya pencarian
manusia terhadap yang transenden serta ekspresi dari hubungan itu diwarnai oleh
ajaran kristen sebagaimana dinyatakan kepada kita dalam Alkitab sebagai warisan
masa lampau dan tindakan kreatif masa kini. Keempat, PAK sebagai usaha
pendidikan bagaimana pun juga mempunyai hakikat politis, dan karena itu
berpartisipasi juga dalam hakikat politis pendidikan secara umum. Artinya, dalam
PAK tidak hanya ada intervensi dalam kehidupan individual orang lain dibidang
kerohanian saja melainkan juga mempengaruhi orang lain bagaimana mereka
menjalani hidupnya dalam konteks masyarakat.
Pengertian tujuan PAK yaitu pertama aims, adalah tujuan yang diusahakan
untuk dicapai pada akhirnya (secara mutlak) atau juga disebut sebagai tujuan akhir
ultimate aims. Kedua goals, adalah tujuan yang hendak dicapai dalam jangka
waktu tertentu. Ketiga objektif, adalah tujuan yang hendak dicapai dalam proses
belajar-mengajar dalam satu tatap muka.16 Tujuan dari Pendidikan Agama Kristen

14
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama
Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola, 342.
15
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Jurnal Info
Media, 2007), 25-26.
16
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2008), 29.

7
ialah untuk mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih
Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia
datang ke dalam persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Hal tersebut dinyatakan
dalam kasihnya terhadap Allah dan sesama, yang dihayati dalam hidupnya sehari-
hari, baik dengan kata-kata maupun perbuatan selaku anggota tubuh Kristus.17
B. PAK Remaja

Pendidikan Agama Kristen Remaja menurut Robert L. Browning dalam


buku Pembimbing Agama Kristen yang diuraikan oleh Daniel Nuhamara
mendefinisikan PAK Remaja sebagai suatu upaya menolong para remaja
"menjelajahi seluruh medan hubungan-hubungan", mengalami selaku remaja
"dalam terang Injil", menemukan kepribadian yang tepat, dan menerima tanggung
jawab bagi makna dan nilai yang menjadi jelas bagi mereka ketika mereka
mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan tujuan dan misi gereja dalam
dunia.18 PAK Remaja bertujuan mengasuh para remaja dalam paguyuban Kristen
sehingga mereka dapat mendengar Injil dan mengalami maknanya, menyadari
kasih Allah dalam hidup mereka, dan meresponnya dalam iman dan kasih.19
Wayne Rice dalam bukunya Junior High Ministry yang dijabarkan oleh Daniel
Nuhamara dalam buku PAK Remaja, mengemukakan bahwa kunci untuk
memahami remaja adalah menyadari bahwa masa remaja itu merupakan masa
transisi dari kanak-kanak menuju pada kedewasaan dalam berbagai hal.20 Remaja
dimulai pada usia 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Untuk masa adolescence ini
dibagi lagi menjadi remaja awal (early adolescence) yaitu dari usia 12-15 tahun,
remaja madya (middle adolescence) usia 16-18 tahun dan remaja akhir usia 18-20
tahun.21
Dalam masa perkembangan remaja ini keadaan emosi mereka dalam
tahapan-tahapan yang tidak stabil bila dilihat dari segi perkembangan sosialnya
mereka berada pada dorongan untuk mandiri, yang mana pada masa ini remaja

17
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Bandung : Jurnal Info
Media, 2009), 31.
18
Robert L. Browning, "The Church's Youth Ministry", Marvin J. Taylor, Penyunting, An
Introduction to Christian Education (New York: Abingdon Press, 1966), 181.
19
Robert L. Browning, "The Church's Youth Ministry", Marvin J. Taylor, Penyunting, An
Introduction to Christian Education (New York: Abingdon Press, 1966), 182.
20
Daniel Nuhamara, PAK Remaja, (Bandung: Jurnal Info Media, april 2008), 59
21
Daniel Nuhamara, PAK Remaja, 9.

8
memiliki keinginan untuk hidup mandiri tanpa ada aturan dari orang tua. Ia seakan
mampu dan mengerti untuk melakukan segala sesuatu. Mereka cenderung
memiliki keinginan untuk hidup mandiri dan menentukan sendiri nilai-nilai yang
ada tanpa harus ada campur tangan orang tua. Peer group sebagai jembatan
menuju kemandirian peer group merupakan sebuah jembatan ataupun batu
loncatan yang diciptakan oleh para remaja untuk belajar mandiri, karena bagi
remaja mereka akan menjadi diri sendiri ketika mereka memiliki atau berada pada
komunitas sebaya dengan hobbi yang sama. Belum siap meninggalkan sahabat
demi iman, dalam hal ini jelas terlihat bahwa pada usia remaja, iman kepercayaan
yang mereka miliki mampu untuk digoyahkan. Mereka berada pada pencarian jati
diri, berbeda dengan makna dan kehadiran seorang sahabat bagi mereka.
Kehadiran sahabat di usia remaja, akan sangat memberi makna dalam kehidupan
mereka. Sehingga ketika mereka diperhadapkan dengan iman dan persahabatan,
maka iman remaja akan berkembang jika kelompok persahabatan yang dibentuk
itu saling mendukung dalam iman. Selain faktor di dalam diri remaja, proses
perkembangan mereka juga dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya serta
struktur masyarakat.22
Perkembangan remaja pula dilihat dari segi moral ego, kognitif dan juga
kepercayaan. Jean Pieget23dalam buku Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen
Dalam Masyarakat Indonesia mengatakan bahwa usia remaja (11-15 tahun)
merupakan tahap operasi formal. Dimana remaja memasuki kematangan intelek,
mampu berpikir jauh melampaui dunia dan keyakinan serta memiliki ide-ide yang
cemerlang. Pada masa ini remaja juga mulai berpikir ilmiah namun tidak berarti
bahwa merek bisa menerima dan mengerti semua hal yang diajarkan kepada
mereka. Lawrence Kohlberg di dalam Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia,teori perkembangan moralnya mengatakan bahwa
perkembangan moral seorang remaja dapat diukur sesuai dengan perubahan-
perubahan dalam hal: (1), konsep tentang keadilan benar dan salah. (2)
kemampuannya untuk melihat atau memandang hal tertentu dari sudut pandangan

22
Daniel Nuhamara, “PAK Remaja”, 46-51..
23
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 219-220.

9
lain. (3) value atau nilai yang diberikan kepada kehidupan manusia.24 Erik
Erikson, dengan teori perkembangan ego remaja yang dijabarkan oleh Nieke
Kristina Atmadja-Hadinoto, dalam Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia menjelaskan bahwa dalam perkembangan ini remaja berada
dalam situasi antara mencapai identitas dan menyisihkan rasa kekaburan identitas.
Ia mulai belajar memberikan loyalitas terhadap sesuatu yang yang menjadi bagian
dari identitasnya yaitu kelompok teman, ideologi atau agama yng dianut
olehnya.25 Oleh Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto,dalam Dialog Dan Edukasi
Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia mengemukakan teori
perkembangan iman James Flower yang menganilisa tentang perkembangan iman
remaja yang berada pada masa pembentukan pandangan hidup melalui apa yang
dipercaya oleh keluarganya sendiri ke arah pandangan lain diluar. Hal ini sejalan
dengan semakin meluasnya lingkungan perhatian remaja pada usia ini. Oleh
karena itu, iman harus mampu menolong remaja memperoleh orientasi yang lebih
luas dalam dalam menemukan nilai-nilai serta membentuk identitas dan
pandangan hidup. Namun dalam tahap ini remaja sendiritidak yakin benar
terhadap identitas diri sendiri dan kesanggupan menilai mana yang baik dan mana
yang tidak.26
C. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-


norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan
merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Kenakalan berasal dari
kata dasar nakal yang berarti suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka
tidak menurut, sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik
dan bersifat mengganggu ketenangan orang lain atau tingkah laku yang melanggar
norma kehidupan masyarakat.27 Kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial

24
Daniel Nuhama, “PAK Remaja” (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 68.
25
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 231.
26
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 234.
27
Desy Anwar, “nakal” dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Amelia,
2003), 287.

10
pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, akibatnya,
mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Kenakalan remaja
juga merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat
diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.28
Kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang besar,
sesuai dengan kaitannya dengan hukum,29 yaitu ;
1. Kenakalan remaja yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam
undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran
hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar
hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.
Selain penggolongan kenakalan remaja ada juga gejala-gejala kenakalan
remaja yang dikalangan remaja saat ini30, yaitu ;
a. Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau
menutup kesalahan.
b. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orangtua atau menentang keinginan
orangtua.
d. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, mudah
menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
e. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga
mudah terangsang untuk mempergunakannya. Misalnya pisau, pistol,
krakeling, silet dan lain sebagainya.
f. Bergaul dengan teman yan memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat
dalam perkara yang benar-benar kriminil.
g. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga mudah timbul
tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (a-moral dan a-sosial)

28
Bambang Mulyono, “Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan
Penanggulangannya”, (Yogjakarta : Andi, 2006), 21.
29
J. Singgih D Gunarsa, “Psikologi Remaja”, (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1980),
31.
30
J. Singgih D Gunarsa, Psikologi Remaja, 31-32.

11
h. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak
sopan, tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan
pendidikan dari orang dewasa.
i. Secara berkelompok makan dirumah makan, tanpa membayar atau naik bis
tanpa membeli karcis.’
j. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan
ekonomis maupun tujuan lain.
k. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau mengisap ganja
sehingga merusak dirinya maupun orang lain.
D. Hubungan Gereja Dan Remaja

Gereja mula-mula hadir di dunia ini bukan sebagai lembaga, tetapi sebagai
persekutuan yang menantikan Kerajaan Allah. Ia kemudian menjadi lembaga
dengan organisasi, struktur, pejabat, tata gereja dan sebagainya.31 Dalam buku
Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia yang dikutip
dari Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, De Haas mengatakan dari segi filosofis,
lembaga berfungsi sebagai apriori sosial dan kultural bagi individu yang mangatur
dan menstabilkan kehidupan sosial dan menolong manusia dalam masyarakat.
Usaha edukatif gereja tidak mungkin berlangsung tanpa keberadaan gereja sebagai
lembaga.32 Gereja sebagai lembaga berfungsi sebagai gereja yang bertugas untuk
mendidik. Gereja yang bertugas untuk mendidik yaitu fungsi gereja sebagai
institusi yang menurut Bart salah satu dari 9 unsur kelembagaan ialah pendidikan.
Gereja digambarkan sebagai sebuah sekolah dengan guru-guru rohani yang
mengajarkan tentang kristus.33 Fungsi gereja sebagai yang mendidik ini hadir
melalui peranan Pendidikan Agama Kristen. Fungsi kontrol gereja mengarah pada
gereja yang melakukan fungsinya secara istimewa di tengah masyarakat. 34 Dalam
menjalankan fungsi kontrolnya dalam hal membimbing dan mendidik jemaat
terkhususnya dalam pembahasan ini ialah remaja maka gereja perlu memakai

31
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 258.
32
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 260.
33
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 274.
34
Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK
Gunung mulia, 1985), 67.

12
metode yang baik dan benar, yang di dalam PAK metode adalah suatu pelayanan,
suatu pekerjaan yang aktif yang kita lakukan bagi Firman Tuhan dan bagi sesama
manusia, supaya kedua pihak itu bertemu satu sama lain, metode yang digunakan
bersudut pada dua yaitu, teori dan praktek.35 Awal pelayanan PAK di gereja
dimulai dengan pelayanan anak dan remaja di sekolah minggu, yang masih
merupakan aktivitas kaum awam yang berada di luar struktur pelayanan gereja.
Motivasi orang tua membawa anak-anak mereka ke sekolah minggu adalah
sekolah minggu mengajarkan budi pekerti yang baik, tempat atau wadah di mana
setidaknya anak-anak dapat belajar sesuatu yang bermanfaat, berjumpa dengan
anak-anak yang lain dan tidak berkeliaran di jalan pada hari minggu, demi
keamanan atau kuatir terpengaruh pergaulan jahat. Sekolah minggu dilayani oleh
warga gereja yang tidak diperlengkapi cukup untuk pelayanan dan pembimbingan
terhadap anak dan remaja.36Ada 2 teori mengenai pendidikan yang membedakan
yaitu metode otoriter dan metode kreatif.37 Dalam metode otoriter ialah metode
ceramah, bercerita, sedangkan metode kreatif dengan menggunakan metode
percakapan atau diskusi, metode lakon atau sandiwara, metode audiovisual,
metode menghafal, dan metode bertanya secara tatap muka.38
Pelayanan terhadap remaja tidak terlalu mendapat perhatian khusus dari
gereja-gereja pada umumnya terlihat dari kurangnya pemimpin remaja yang
memenuhi kualifikasi dimana pemimpin remaja adalah remaja itu sendiri yang
termasuk di dalam kepengurusan remaja jemaat lokal.39 Kualifikasi mendasar
seorang pemimpin remaja ialah kedewasaan secara spiritual. Kedewasaan spiritual
dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai relasi yang berarti dengan
Yesus Kristus sehingga ia dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain. Tiga
hal kualifikasi yang diperlukan seorang pemimpin remaja ialah (1) harus mampu

35
Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK
Gunung mulia, 1985), 90.
36
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 173.
37
Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK
Gunung mulia, 1985), 91.
38
Dr Homrighause. E.G , Dr Enklaar I. H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1985), 96-101.
39
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA” (Bandung: Jurnal Info Media, 2008),
16.

13
megidentifikasi kebutuhan, masalah, dan perasaan remaja. (2) harus menyukai
remaja. (3) harus dapat bersedia memberikan waktu yang cukup bagi remaja.40
Sikap dan peranan gereja dalam pengembangan PAK Remaja bukan hanya
melalui atau menemukan pemimpin yang berkualitas bagi remaja akan tetapi perlu
pula mengembangkan program bagi remaja atau membuat kurikulum PAK remaja
yang mencakup jenis kegiatan, tujuan atau kompetensi yang diharapkan dapat
dimiliki oleh remaja metode maupun media pembelajarannya melalui pembinaan
dan evaluasi terhadap pemimpin remaja baik secara langsung terhadap pemimpin
remaja atau remaja itu sendiri yaitu;41 aktivitas-aktivitas yang disukai oleh remaja,
kegiatan-kegiatan yang paling di nikmati oleh remaja, mmasalah-masalah dalam
pelayanan, kebutuhan-kebutuhan remaja yang paling besar, dan yang paling
mendasar ialah bagaimana kebutuhan-kebutuhan remaja bisa terpenuhi antara
lain42 ;
a. Libatkan mereka dalam perencanaan dan tindaklanjuti dengan aktivitas dan
program.
b. Dengarkan mereka dan tunjukkan bahwa anada mengasihi mereka melalui
tindakan.
c. Katakan pada mereka bahwa mereka penting. Pujilah mereka bilamana mereka
melakukan sesuatu yang baik dan benar.
d. Gunakanlah permainan yang membangun rasa percaya diri.
e. Siapkan kesempatan bagi mereka untuk memecahkan masalah identitas diri
dan memperoleh penguatan yang positif dalam pergumulan mereka dan
penghargaan yang sehat terhadap perbedaan dalam diri remaja lainnya.
Tentang kebutuhan akan hubungan baik dengan Tuhan:
a. Usahakan pelajaran dan program sekolah minggu yang membantu remaja
dalam perjalanan pribadinya dengan Tuhan dan berikan petunjuk yang praktis.
b. Berbagi atau ceritakan tentang pergumulan iman pribadi kepada mereka, jujur,
dan ajarlah mereka bahwa butuh waktu untuk menjadi dewasa dalam iman.
c. Doakanlah mereka dan beri perhatian yang cukup.

40
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 18.
41
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 95.
42
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 98-99.

14
d. Beri tekanan yang lebih pada prinsip-prinsip Firman Allah untuk membantu
mereka dalam pengambilan keputusan.
e. Jadilah teman dan bukan pengkhotbah bagi merejka dan bantulah remaja
menemukan imannya sendiri.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini menguraikan hasil penelitian, yang terdiri atas gambaran
umum tempat penelitian serta pembahasan dan analisis sikap Gereja Protestan
Maluku Jemaat Bethel terhadap kenakalan remaja yang kemudian dibagi dalam
dua bagian yaitu sikap Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel Ambon terhadap
kenakalan remaja dari perspektif Pendidikan Agama Kristen, Sikap dan peran
komisi anak dan remaja serta guru sekolah minggu khususnya remaja tentang
kenakalan remaja.

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Umat Kristen di Kota Ambon mulai ada pada abad XVI, ketika bangsa
Portugis datang ke Maluku mencari rempah-rempah.43Sejarah mencatat, pada
tahun 1572, bangsa Portugis membangun Kota Franggi atau Laha, dimana negeri
dan anak negeri Halong masuk dan tinggal di Mardika. Pada saat itu pula, “orang
Mardika” di Kristen kan. Inilah cikal bakal jemaat GPM Bethel, yakni komunitas
Kristen yang tinggal di lokasi Halong Mardika, Mardika, Belakang Soya (Belso)
dan Tanah Tinggi.44
Jemaat GPM Bethel yang berawal dari orang-orang “Mardiykers” atau
“Mardika” ini berdiam di bagian Timur Benteng Victoria, yaitu arah ke Batu
Merah. Kelompok ini adalah keturunan budak yang telah dibebaskan
(dimerdekakan) dari kerja paksa di Benteng Victoria, dan pada umumnya berasal
dari luar Indonesia seperti Malabar dan Bangladesh. Selain kelompok ini, ada pula
kelompok orang-orang Ambon, antara lain yang berasal dari Halong, Tawiri dan
Hative. Kelompok ini kemudian bersama-sama kelompok Mardika mendiami
daerah yang kemudian di sebut Halong Mardika sekarang ini. Pada saat itu di

43
Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.
44
Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.

15
Kota Ambon ada 4 (empat) gedung gereja yang dilayani oleh para Misionaris.
Salah satu dari keempat gedung gereja tersebut adalah gedung gereja Bethel
sekarang, yang rupanya diperuntukkan bagi para pengungsi daerah Mardika
tersebut.45
Pemilihan Nama Bethel sebagai gedung gereja yang di bangun sejak
tanggal 29 Mei 1904 didasari makna teologis dan sejarah seperti yang dapat kita
temui dalam Kej. 28 : 10 – 22 yaitu suatu tempat dimana Yakub bertemu dengan
Tuhan Allah di dalam mimpi di Lus. Yakub meyakini tempat ini sebagai “Rumah
Allah” atau “Pintu Gerbang Surga”. Lalu Yakub mendirikan sebuah sebuah tugu
peringatan dari batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan menuang minyak ke
atasnya. Yakub kemudian menamai tempat yang dahulunya bernama Lus itu
menjadi Betel. Di Betel itulah Yakub berjanji jika Allah menyertai dan
melindunginya, maka batu yang didirikan sebagai tugu inu akan menjadi Rumah
Allah dan Yakub akan mempersembahkan kepada Tuhan sepersepuluh dari segala
yang Tuhan berikan kepadanya.46
Ketika gedung Gereja Bethel di bangun maka pengerahan jemaat di
dasarkan pada 4 wilayah tadi untuk membangun gedung gereja. Sebagai tanda
partisipasi ke empat wilayah tersebut dalam pembangunan dan eksistensi jemaat,
maka di dirikan 4 tiang yang sampai saat ini masih menjadi penyanggah gedung
Gereja Bethel. Ke empat tiang tersebut memiliki dasar teologi dan filosofi, bukan
sekedar arsitektur belaka. Filosofi dan Teologinya terinspirasi dari peristiwa
Yakub, ketika batu alas kepalanya kelak menjadi dasar Rumah Allah. Filosofi dan
dasar teologi ini yang kiranya terus menjadi spirit bagi jemaat GPM Bethel dalam
kaitan dengan pengembangan jemaat ke arah yang lebih baik. Mimpi Yakub
adalah BETHEL.47

45
Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.
46
Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.
47
Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.

16
B. Sikap Dan Peran GPM JEMAAT BETHEL AMBON
Terhadap Kenakalan Remaja Dari Perspektif Pendidikan Agama Kristen

.. pelayanan terhadap remaja dibagi dalam 3 jenjang berdasarkan usia48

Melalui pernyataan di atas pembagian remaja diterapkan secara psikologi


perkembangan dari seorang remaja dalam hal ini tahapan usia. Secara mental
karakter remaja berbeda-beda. Masing-masing anak dengan tipe, karakter, pola
pikir dan pergaulan yang berbeda. Ada yang masih kanak-kanak, ada yang menuju
dewasa dan ada pula anak yang lebih dari orang dewasa padahal umur mereka
masih pada tahap remaja.
Dalam hal pelayanan dan pembimbingan terhadap remaja, remaja
merupakan penggerak atau generasi penerus gereja sehingga ia masuk dalam
pelayanan kategorial yang dibina dan dibimbing melalui sekolah minggu dan
tunas pekabaran injil dan merupakan hal wajib bagi seorang remaja untuk
mengikuti sekolah minggu tunas pekabaran injil (SMTPI) hingga pada pembinaan
katekisasi bagi remaja menengah. Remaja dibagi dalam tiga jenjang atau kelas.
Jenjang pertama usia 13 tahun, jenjang kedua mulai usia 14-15 tahun dan jenjang
ketiga 15-16 tahun. Selanjutnya umur 17 tahun keatas di layani dalam bidang
pelayanan katekisasi. Selain SMTPI dan Katekisasi remaja juga diikut sertakan
dalam retret remaja, wisata Alkitab dan koinonia remaja yang dilakukan setiap
satu bulan satu kali. Pembelajaran dan materi yang disampaikan dalam ke-3
jenjang atau kelas remaja ini pun berbeda-beda ;
Wayne Rice dalam bukunya Junior High Ministry yang dijabarkan oleh
Daniel Nuhamara dalam buku PAK Remaja, mengemukakan bahwa kunci untuk
memahami remaja adalah menyadari bahwa masa remaja itu merupakan masa
transisi dari kanak-kanak menuju pada kedewasaan dalam berbagai hal.49 Dengan
masa transisi ini seharusnya gereja dapat membagi jenjang pengajaran dan
pembimbingan terhadap remaja perjenjang usia sesuai dengan skala umur dari 12
hingga 17 tahun dalam wadah SMTPI dengan kelas pertama umur 12-13 tahun,

48
Hasil Wawancara bersama Pdt Jean Hehanussa Pendamping Anak Dan Remaja, Des
2015.
49
Daniel Nuhamara, “PAK Remaja”, (Bandung: Jurnal Info Media, april 2008), 59.

17
kelas kedua 14-15 tahun dan kelas ketiga 16-17 tahun, sedangkan untuk katekisasi
barulah 18 tahun ke atas karena masa remaja dimulai pada usia 12 tahun sampai
dengan 20 tahun. Untuk masa adolescence ini dibagi lagi menjadi remaja awal
(early adolescence) yaitu dari usia 12-15 tahun, remaja madya (middle
adolescence) usia 16-18 tahun dan remaja akhir usia 18-20 tahun.

.. Walaupun sudah dibagi dalam 3 jenjang berdasarkan usia akan tetapi tidak efektif 50

Pembagian remaja dalam jenjang usia memang baik adanya, akan tetapi
menurut penerapannya kurang efektif hal ini dikarenakan bahwa meskipun
pengajaran maupun pengasuhan terhadap remaja telah dibagi dalam 3 jenjang
pengajarannya tidaklah optimal. Dikatakan tidak optimal karena pada masing-
masing jenjang usia atau kelas di setiap minggu pembelajarannya tidaklah hadir
sesuai dengan jumlah anak pada masing-masing jenjang usia sehingga dengan
demikian ketika ada remaja yang di kelas A dengan jenjang usia 13 tahun
kehadirannya hanya 1 orang maka mau tidak mau mereka dialihkan ke kelas B
dengan jenjang usia 14-15 tahun padahal materi yang disampaikan berbeda
dengan kelas A yang seharusnya ia berada.
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa tidak optimal dan tidak
efektifnya bimbingan terhadap remaja yang dibagi berdasarkan jenjang usia
dengan melihat dari tujuan PAK secara objektif yang hendak dicapai dalam proses
belajar mengajar atau pembimbingan dalam satu kali tatap muka.51 Dengan
kurangnya ketidakhadiran remaja perjenjang usia inilah yang menjadi
penyebabnya. Hal ini patut di perhatikan dengan mengacu pada tujuan umum
PAK dimana mengajak, membantu, menghantarkan seseorang untuk mengenal
kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus dan dengan pimpinan Roh Kudus ia
datang ke dalam persekutuan yang hidup dengan Tuhan tercapai dan terpenuhi.52
Selain itu menurut Agustinus di dalam buku strategi pendidikan agama kristen,
PAK adalah pendidikan yang bertujuan menghantar para pelajarnya untuk

50
Hasil wawancara dengan Pdt. Ketty Lekahena, Pendeta Wilayah sektor 4, Des 2015.
51
Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2008),29.
52
Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2009),31.

18
bertumbuh dalam kehidupan rohani, terbuka dengan Firman Tuhan dan
memperoleh pengetahuan akan perbuatan-perbuatan Allah melalui Alkitab dan
bacaan lain. Semuanya itu untuk memperoleh hikmat yang dari Allah sendiri.53
Berdasarkan paparan diatas perlu adanya perombakan dan kesadaran dari
pembimbing dan pendeta untuk melaksanakan tugas mereka sebagai seorang
gembala dengan baik. Oleh karena itu berdasarkan analisis penulis dari hasil
wawancara dengan narasumber dalam hal ini seorang guru sekolah minggu yang
harus memahami karaktek dan tingkah laku remaja sehingga mampu untuk
mengambil hati dan minat seorang remaja sehingga mereka tertarik untuk datang
dan mengikuti sekolah minggu maupun tunas pekabaran injil, itu berarti
pembimbing atau pendeta hanya melaksanakan fungsi kontrolnya melalui guru
sekolah minggu;

..Bukan hanya seorang Pendeta dan guru Sekolah Minggu yang memiliki peran penting
dalam pembentukan karakter seorang remaja akan tetapi keluarga juga memiliki peran penting 54

Mengenai hal pemimbingan terhadap remaja bukan hanya menjadi tugas


gereja akan tetapi ini pula menjadi tugas dari orang tua maupun keluarga tempat ia
di besarkan dan didik sejak usia dini. Remaja yang ada dalam tiap-tiap sektor
datang dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Cara didikan yang
diterapkan oleh orang tua dari masing remaja pun berbeda-beda, dan hampir
sebagian besar pola pengembangan kepribadian dan karakter anak di bentuk
melalui keluarga, gereja hanya melanjutkan tugas dari orang tua dengan
memberikan pendidikan rohani dan spiritual lebih mendalam dan mengasah serta
mengarahkan remaja untuk berperilaku dan bertindak lebih baik sesuai dengan
norma dan etika yang berlaku.
Dalam tahap perkembangan usia remaja, mereka sedang mencari jati diri
dengan rasa keingintahuan yang besar, sehingga ketika ada hal yang membuat
mereka penasaran itu akan mempengaruhi mereka untuk mengetahui secara detail
apa yang sedang mereka lihat maupun dengar. Hal inilah yang seringkali
menimbulkan fenomena kenakalan remaja, sehingga membutuhkan perhatian

53
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama
Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 128.
54
Hasil wawancara bersama Ibu Jean, Ibu Ketty Dan Ibu Tin, Des 2015.

19
bukan hanya dari gereja melainkan pula dari pengawasan orang tua, karena
dengan usia 13-18 tahun keatas seorang remaja akan lebih mempercayai teman
atau kelompoknya, karena dengan perkembangan sekarang ini banyak remaja
yang terjerumus pada hal-hal yang tidak baik atau kenakalan remaja tersebut;
Menurut paparan James Flower dalam buku Dialog Dan Edukasi
Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia oleh Nieke Kristina Atmadja-
Hadinoto menganilisa tentang perkembangan iman remaja yang berada pada masa
pembentukan pandangan hidup melalui apa yang dipercaya oleh keluarganya
sendiri ke arah pandangan lain diluar. Hal ini sejalan dengan semakin meluasnya
lingkungan perhatian remaja pada usia ini. Oleh karena itu, iman harus mampu
menolong remaja memperoleh orientasi yang lebih luas dalam menemukan nilai-
nilai serta membentuk identitas dan pandangan hidup. Namun dalam tahap ini
remaja sendiri tidak yakin benar terhadap identitas diri sendiri dan kesanggupan
menilai mana yang baik dan mana yang tidak55 sehingga pembimbingan terhadap
remaja bukan hanya dilaksanakan dan menjadi tugas gereja semata tetapi
merupakan tugas dari orang tua maupun keluarga dimana ia di besarkan dan di
didik sejak usia anak-anak.56 Dalam masa perkembangan remaja, keadaan emosi
mereka dalam tahapan-tahapan yang tidak stabil bila dilihat dari segi
perkembangan sosialnya mereka berada pada dorongan untuk mandiri, yang mana
pada masa ini remaja memiliki keinginan untuk hidup mandiri tanpa ada aturan
dari orang tua. Mereka seakan mampu dan mengerti untuk melakukan segala
sesuatu. Mereka cenderung memiliki keinginan untuk hidup mandiri dan
menentukan sendiri nilai-nilai yang ada tanpa harus ada campur tangan orang
tua.57 Sesuai dengan tahapan perkembangan remaja yang kedua dimana Peer
group sebagai jembatan menuju kemandirian. Peer group merupakan sebuah
jembatan ataupun batu loncatan yang diciptakan oleh para remaja untuk belajar
mandiri, karena bagi remaja mereka akan menjadi diri sendiri ketika mereka
memiliki atau berada pada komunitas sebaya dengan hobbi yang sama. Dalam
tahapan yang ketiga mereka Belum siap meninggalkan sahabat demi iman, hal ini

55
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 234.
56
Hasil Wawancara Bersama Ketiga Pendeta Narasumber.
57
Daniel Nuhamara, “PAK Remaja”, 46-51.

20
jelas terlihat bahwa pada usia remaja, iman kepercayaan yang mereka miliki
mampu untuk digoyahkan. Mereka berada pada pencarian jati diri, berbeda
dengan makna dan kehadiran seorang sahabat bagi mereka. Kehadiran sahabat di
usia remaja, akan sangat memberi makna dalam kehidupan mereka. Sehingga
ketika mereka diperhadapkan dengan iman dan persahabatan, maka iman remaja
akan berkembang jika kelompok persahabatan yang dibentuk itu saling
mendukung dalam iman tetapi jika sebaliknya maka remaja akan terjerumus pada
hal-hal yang berkaitan dengan kenakalan Remaja.

.. Kenakalan remaja ialah perbuatan penyimpangan yang dilakukan oleh remaja yang
tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat maupun gereja 58

Karakter dan sikap remaja dalam lingkup pelayanan Jemaat GPM Bethel
secara umum dan Sektor IV secara khususnya memiliki karakter yang berbeda-
beda. Ada sebagian anak remaja yang bersikap sopan dan baik bahkan terbilang
penurut tetapi ada sebagian anak yang memiliki karakter keras kepala.
Penyimpangan perilaku remaja yang terjadi dalam lingkup pelayanan sektor IV
dikarenakan pergaulan dan kelompok sebaya serta kebebasan dalam
menggunakan teknologi. Kenakalan remaja yang terjadi di sektor IV Jemaat GPM
Bethel meliputi miras, merokok, judi, dan aksi pornografi. Aksi kenakalan remaja
yang terjadi ini perlu adanya perhatian khusus dari guru sekolah minggu yang bila
mana bukan hanya memiliki tugas untuk mengajar dan membimbing anak-anak,
akan tetapi perlunya sikap dari guru sekolah minggu untuk mengingatkan dan
menegur remaja yang melakukan hal-hal yang menyimpang dan tidak sesuai
dengan aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat, bila melihat atau
mengetahui pola kenakalan remaja yang telah dilakukan oleh mereka secara
langsung maupun dengan pendekatan pribadi sehingga tidak membuat remaja
merasa terancam atau merasa dipojokkan dengan apa yang telah dilakukan oleh
remaja tersebut.
Oleh J. Singgih D Gunarsa, dalam bukunya Psikologi Remaja, kenakalan
remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang besar, sesuai dengan

58
Hasil wawancara bersama Pdt. Tin Pariama, Selaku Pendeta Jemaat GPM Bethel, Des
2015.

21
kaitannya dengan hukum, yaitu ; (1) Kenakalan remaja yang bersifat a-moral dan
a-sosial dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit
digolongkan pelanggaran hukum. (2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum
dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama
dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.59
Kenakalan remaja yang terjadi di sektor IV Jemaat GPM Bethel meliputi miras,
merokok, judi, dan aksi pornografi,60 dan ada pula yang sesuai dengan gejala-
gejala kenakalan remaja yang di paparkan dalam buku psikologi remaja seperti ;
Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau
menutup kesalahan, membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan
pihak sekolah, kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orangtua atau menentang
keinginan orangtua, keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan,
mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif, memiliki dan membawa benda
yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk
mempergunakannya, misalnya pisau, pistol, krakeling, silet dan lain sebagainya,
bergaul dengan teman yan memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat
dalam perkara yang benar-benar kriminil, berpesta pora semalam suntuk tanpa
pengawasan sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung
jawab (a-moral dan a-sosial), membaca buku-buku cabul dan kebiasaan
mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh seolah-olah
menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa, berpakaian
tidak pantas dan minum-minuman keras atau mengisap ganja sehingga merusak
dirinya maupun orang lain.61 Seperti yang dikatakan oleh Daniel Nuhamara ada
elemen inti dalam hakikat PAK yaitu PAK merupakan suatu usaha pendidikan,
karena PAK merupakan suatu usaha sadar, sistematis, dan berkesinambungan apa
pun bentuknya.62 Jadi berdasarkan analisis penulis mengemukakan bahwa
Pendidikan Agama Kristen juga menumbuhkan sikap dan perilaku manusia
berdasarkan iman kristen dalam kehidupan sehari-hari serta pengetahuan tentang

59
J. Singgih D Gunarsa, “Psikologi Remaja”, (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1980),
31.
60
Hasil Wawancara bersama Ibu Tin.
61
J. Singgih D Gunarsa, “Psikologi Remaja”, 31-32.
62
Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Jakarta: Jurnal Info
Media, 2007), 25-26.

22
pendidikan kristen dengan tujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan agar manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak, jadi
PAK merupakan dasar bagi seseorang untuk bertindak dan menilai yang baik dan
tidak berdasarkan nilai-nilai religius.

..Fungsi kontrol gereja dilakukan setiap satu minggu satu kali melalui bimbingan guru
SMTPI dan gereja remaja setiap minggu keempat dalam bulan berjalan; 63

Perkembangan remaja gereja perlu mendapat pengawasan dari keluarga,


masyarakat dan gereja. Dalam hal ini fungsi kontrol yang dilakukan oleh gereja
secara umum yaitu melalui evaluasi bersama guru sekolah minggu yang diadakan
sebelum menyampaikan bahan ajar atau setelah persiapan bahan ajar SMTPI.
Selain evaluasi fungsi kontrol gereja juga dilakukan pada saat gereja remaja dalam
minggu keempat bulan berjalan walaupun sebagian besar remaja tidak mengikuti
gereja remaja. fungsi kontrol gereja pula dilakukan dengan penerapan metode
PAK yaitu melalui model ceramah melalui khotbah minggu, dan penyampaian
materi bahan ajar yang dikaitkan dengan konteks kehidupan remaja saat ini.
Fungsi kontrol gereja mengarah pada gereja yang melakukan fungsinya
secara istimewa di tengah masyarakat.64 Oleh Berkhof dalam buku Dialog Dan
Edukasi gereja digambarkan sebagai sebuah sekolah dengan guru-guru rohani
yang mengajarkan ajaran tentang Kristus.65 Dalam menjalankan fungsi kontrolnya
dalam hal membimbing dan mendidik jemaat terkhususnya dalam pembahasan ini
ialah remaja maka gereja perlu memakai metode yang baik dan benar, yang di
dalam PAK metode adalah suatu pelayanan, suatu pekerjaan yang aktif yang kita
lakukan bagi Firman Tuhan dan bagi sesama manusia, supaya kedua pihak itu
bertemu satu sama lain, metode yang digunakan bersudut pada dua yaitu, teori dan
praktek.66 Ada 2 teori mengenai pendidikan yang membedakan yaitu metode

63
Hasil wawancara dengan Pdt. Ketty Lekahena, Pendeta Wilayah Sektor IV, Des 2015.
64
Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK
Gunung mulia, 1985), 67.
65
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 274.
66
Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK
Gunung mulia, 1985), 90.

23
otoriter dan metode kreatif.67 Bila ditinjau secara analisis metode yang digunakan
oleh Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel dalam hal pembimbingan PAK
Remaja ialah metode otoriter hal ini dikarenakan model pembelajarannya secara
mutlak melalui GSM yang mana GSM diberikan pembimbingan dan bahan ajar
sesuai dengan apa yang telah diprogramkan oleh gereja dan setelah itu GSM
melakukan pembimbingan terhadap remaja setelah itu proses evaluasi dari gereja
dilakukan mengenai pola perkembangan remaja, hal ini sama seperti proses arus
lalu lintas satu jalur lain halnya bila gereja menggunakan metode kreatif dimana
GSM diberikan pembimbingan dan selain itu ada juga proses pertemuan dan
percakapan secara langsung antara gereja dalam hal ini pendeta beserta dengan
remaja sehingga proses pembimbingannya secara dua arah. Sehingga fungsi
kontrol gereja tidak berjalan secara pasif hanya menggunakan metode ceramah,
bercerita, tetapi secara kreatif dengan menggunakan metode percakapan atau
diskusi, metode lakon atau sandiwara, metode audiovisual, metode menghafal,
dan metode bertanya secara tatap muka secara koinonia 2 sektor atau 3 sektor
pelayanan yang ada.

Belum ada pembinaan khusus terhadap remaja yang melakukan kenakalan remaja, hanya
saja sejauh ini gereja dalam hal ini pendeta wilayah secara langsung melakukan penyelesaian
dengan konseling dan mendoakan remaja yang bersangkutan;68

Berdasarkan dengan beberapa kasus kenakalan remaja yang terjadi di


lingkup pelayanan jemaat GPM Bethel ketika mendengar ada permasalahan yang
terjadi di setiap sektor pelayanan maka pertama-tama pendeta wilayahlah yang
pertama mengetahui hal tersebut dan mengambil tindakan terlebih dahulu, tanpa
terkecuali dengan permasalahan remaja yang terjadi. Dalam proses penyelesaian
persoalan remaja pada dasarnya belum ada pembinaan khusus terhadap remaja-
remaja yang bermasalah dan melakukan kenakalan remaja, melalui PAK gerejawi,
remaja di bina secara umum dalam wadah SMTPI dan sejauh ini ketika mendapati
sebuah permasalahan terhadap remaja seperti yang terjadi di sektor 4 beberapa

67
Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK
Gunung mulia, 1985), 91.
68
Hasil wawancara bersama Pdt. Jean Hehanussa, Pendamping Anak Dan Remaja, Des
2015.

24
waktu silam maka pendeta wilayah mengunjungi remaja yang bermasalah dan
melakukan penyelesaian dengan mendoakan remaja tersebut agar tidak
mengulangi perbuatannya. Selebihnya mereka dikembalikan ke SMTPI untuk
dibina dan dibimbing oleh guru sekolah minggu maupun najelis sektor serta
keluarga.
Sikap dan peranan gereja dalam pengembangan PAK Remaja bukan hanya
melalui atau menemukan pemimpin yang berkualitas bagi remaja akan tetapi perlu
pula mengembangkan program bagi remaja atau membuat kurikulum PAK remaja
yang mencakup jenis kegiatan, tujuan atau kompetensi yang diharapkan dapat
dimiliki oleh remaja dengan menggunakan metode maupun media pembelajaran
melalui pembinaan dan evaluasi terhadap pemimpin remaja baik secara langsung
terhadap pemimpin remaja atau remaja itu sendiri.69 Pembinaan khusus bagi
remaja yang bermasalah perlu untuk dilakukan agar dimana PAK dapat mampu
menjawab pergumulan remaja berdasarkan pada hakekat PAK menyangkut
dimensi religius manusia, yang berarti usaha tersebut dikhususkan pada
bagaimana pencarian akan yang transenden atau yang mendasar serta ekspresi dari
hubungan-hubungan seseorang dengan yang transenden tadi dan dikembangkan
serta dimungkinkan tersedia bagi manusia pada masa kini dalam hal pencaraian
jati diri dan kepercayaan iman mereka, yang diperjelas dengan apa yang
dijabarkan oleh ErikErikson,70 dengan teori perkembangan ego remaja dalam
buku Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia
menjelaskan bahwa dalam perkembangan ini remaja berada dalam situasi antara
mencapai identitas dan menyisihkan rasa kekaburan identitas. Dengan pembinaan
secara khusus dan lebih dalam mereka dapat mulai belajar memberikan loyalitas
terhadap sesuatu yang yang menjadi bagian dari identitasnya yaitu kelompok
teman, ideologi atau agama yng dianut olehnya.
C. Sikap Dan Peran Komisi Anak Dan Remaja Serta Guru
Sekolah MingguGPM Jemaat Bethel Ambon Terhadap Kenakalan Remaja
Dari Perspektif Pendidikan Agama Kristen

69
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 95.
70
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 231.

25
Sikap serta peranan guru sekolah minggu merupakan bagian penting guna
memperkuat sikap gereja terhadap pendampingan dan pembimbingan gereja
terhadap remaja dan kenakalan remaja yang terjadi ;

.. Gereja berperan penting dalam bimbingan secara spiritual bagi remaja sehingga perlu
adanya kerja sama yang baik antara Pendeta, Komisi Anak Dan Remaja serta Guru Sekolah
Minggu71

Tanggung jawab gereja dalam memberikan pendidikan agama kristen


secara informal bagi anak dan remaja merupakan tugas dan tanggung jawab
seorang gembala. Dalam penerapan lapangan yang terjadi seorang gembala dalam
hal ini Pendeta hanya melakukan fungsi kontrolnya sebagai yang paling tertinggi
dalam lingkup gerejawi dimana seorang pendeta tidak turun atau terjun secara
langsung untuk pembinaan terhadap remaja dalam lingkup SMTPI tetapi melalui
peran dan pengasuhan seorang guru sekolah minggu. Pendeta hanya memberikan
pembimbingan bagi guru sekolah minggu melalui materi-materi apa saja yang
akan disampaikan oleh guru sekolah minggu setiap satu minggu sekali dan dengan
kata lain fungsi kontrolnya melalui guru sekolah minggu yang secara langsung
bertatap muka dengan remaja selama dua kali dalam seminggu. Dalam proses
pembelajaran kategorial di gereja seorang pendeta akan terjun secara langsung
dalam hal pengajaran dan pembimbingan terhadap remaja ketika remaja tersebut
telah memasuki jenjang katekisasi.
Gereja mula-mula hadir di dunia ini bukan sebagai lembaga, tetapi sebagai
persekutuan yang menantikan Kerajaan Allah. Ia kemudian menjadi lembaga
dengan organisasi, struktur, pejabat, tata gereja dan sebagainya.72 Dalam buku
Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia yang dikutip
dari Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, De Haas mengatakan dari segi filosofis,
lembaga berfungsi sebagai apriori sosial dan kultural bagi individu yang mangatur
dan menstabilkan kehidupan sosial dan menolong manusia dalam masyarakat.
Usaha edukatif gereja tidak mungkin berlangsung tanpa keberadaan gereja sebagai

71
Hasil Wawancara dengan Ny. Ruth Werinussa, Penatua Komisi Anak dan Remaja
Sektor IV, Des 2015.
72
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 258.

26
lembaga.73 Gereja sebagai lembaga berfungsi sebagai gereja yang bertugas untuk
mendidik. Gereja yang bertugas untuk mendidik yaitu fungsi gereja sebagai
institusi yang menurut Bart yang dikemukakan oleh Nieke Kristina Atmadja-
Hadinotosalah satu dari 9 unsur kelembagaan ialah pendidikan. Gereja
digambarkan sebagai sebuah sekolah dengan guru-guru rohani yang mengajarkan
tentang kristus.74 Berdasarkan fungsi gereja sebagai lembaga maupun
institusiMathin Luther dalam buku Sejarah perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen Dari Plato Sampai Ke Layola mengemukakan bahwa
PAK gerejawi merupakan pendidikan yang melibatkan semua warga jemaat
khususnya kaum muda dan remaja, agar bisa belajar secara teratur dan tertib
sehingga sadar akan dosa dan kemerdekaan yang Allah kerjakan melalui Yesus
Kristus.75
Disamping itu memperlengkapi mereka dengan berbagai sumber iman
sehingga mampu mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam pelayanan
terhadap masyarakat, negara dan gereja hal ini berarti bahwa bukan hanya GSM
yang hanya bertugas untuk mengarahkan dan membimbing remaja dengan segala
persoalan dan permasalahannya akan tetapi perlu juga peranan dan sikap dari
gereja dalam hal ini pendeta maupun majelis. Oleh karena itu perlu adanya kerja
sama dan pembimbingan dari pendeta juga yang memiliki latar belakang
pendidikan agama yang kuat bukan hanya terhadap guru sekolah minggu yang
hampir sebagian besar tidak memiliki latar belakang pendidikan agama dalam hal
penyampaian materi pengajaran, tetapi perlu juga pendampingan terhadap remaja
yang dimulai dari SMTPI bukan hanya ketika memasuki tahap katekisasi.

.. Harus ada pembimbingan lebih lagi seperti kelompok-kelompok pembinaan bagi


remaja dalam kelompok-kelompok sel76

73
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 260.
74
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 274.
75
Robert Boehlke, “Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama
Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 342.
76
Hasil wawancara bersama Usi Oldry Sapulete, Guru Sekolah Minggu Remaja Sektor
IV, Des 2015.

27
Pendampingan terhadap remaja dalam lingkup jemaat GPM Bethel
terkhususnya sektor IV untuk sementara ini cukup efisien, tetapi dengan
seiringnya perkembangan jaman dan teknologi membuat mental dan pola pikir
remaja lebih berkembang dan yang lebih parahnya berkembang ke arah yang lebih
negativ yaitu dalam hal ini menyangkut kenakalan remaja. Perlu adanya proses
pendampingan dan pembinaan lanjutan terhadap remaja dalam kelompok-
kelompok sel atau kelompok pemahaman alkitab. Sehingga selain guru sekolah
minggu dan komisi anak dan remaja Pendeta maupun majelis jemaat dapat
mengetahui perkembangan remaja secara utuh dan fungsi mentoring dan
pembimbingan pun berjalan dengan baik. Sehingga ketika ada remaja yang
melakukan kenakalan remaja bukan hanya guru sekolah minggu maupun komisi
remaja yang bertindak tetapi majelis jemaat maupun pendeta dapat ambil bagian
untuk mengatasi permasalahan dan persoalan remaja.
Berdasarkan beberapa kasus kenakalan remaja yang terjadi dilingkup
pelayanan GPM Bethel terkhususnya sektor IV perlu pembinaan lanjut dan
pembinaan secara khusus bagi remaja yang memiliki persoalan dalam menemukan
jati dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang disukai oleh remaja,
kegiatan-kegiatan yang paling di nikmati oleh remaja, masalah-masalah dalam
pelayanan, kebutuhan-kebutuhan remaja yang paling besar, dan yang paling
mendasar ialah bagaimana kebutuhan-kebutuhan remaja bisa terpenuhi antara
lain77 libatkan mereka dalam perencanaan dan tindaklanjuti dengan aktivitas dan
program, dengarkan mereka dan tunjukkan bahwa anada mengasihi mereka
melalui tindakan, katakan pada mereka bahwa mereka penting. Pujilah mereka
bilamana mereka melakukan sesuatu yang baik dan benar, gunakanlah permainan
yang membangun rasa percaya diri, siapkan kesempatan bagi mereka untuk
memecahkan masalah identitas diri dan memperoleh penguatan yang positif dalam
pergumulan mereka dan penghargaan yang sehat terhadap perbedaan dalam diri
remaja lainnya sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut dalam kelompok-
kelompok sel selain SMTPI.78 Sebagai jawaban untuk melihat tujuan PAK yang
merupakan tujuan yang diusahakan untuk dicapai pada akhirnya atau secara

77
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 98-99.
78
Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 95.

28
mutlak dan disebut juga sebagai tujuan akhir dengan menentukan pemimpin bagi
seorang remaja yang memiliki kualifikasi mampu megidentifikasi kebutuhan,
masalah, dan perasaan remaja, menyukai remaja, dan dapat bersedia memberikan
waktu yang cukup bagi remaja, sehingga mereka mampu memimpin remaja
dengan baik dan dapat memikat hati para remaja yang dipimpin oleh mereka.
.. Secara logika mampu membentuk karaktek dan spritual remaja tetapi secara
penerpannya, tidaklah efisien karena fungsi mentoring hanya melalui bimbingan guru sekolah
minggu dalam wadah SMTPI;79

SMTPI sebagai wadah untuk membimbing remaja memang mampu


membentuk karakter ramaja akan tetapi jika fungsi mentoring hanya dilakukan
oleh guru sekolah minggu dalam wadah SMTPI maka kurang efisien karena
gereja perlu untuk memperbaharui kurikulum pengajaran PAK Gerejawi agar
pendeta pun turut mengambil bagian dalam proses penyampaian materi dan
pembimbingan terhadap remaja di setiap sektor yang mana seperti sekarang ini
bukan hanya dilakukan satu bulan satu kali dan secara gabungan keseluruhan
remaja yang ada di lingkup pelayanan Jemaat Bethel karena itu tidak akan efektif.
Menurut Robert L. Browning dalam buku Pembimbing Agama Kristen
yang diuraikan oleh Daniel Nuhamara mendefinisikan bahwa PAK Remaja
sebagai suatu upaya menolong para remaja "menjelajahi seluruh medan
hubungan-hubungan", mengalami selaku remaja "dalam terang Injil", menemukan
kepribadian yang tepat, dan menerima tanggung jawab bagi makna dan nilai yang
menjadi jelas bagi mereka ketika mereka mengidentifikasikan diri mereka sendiri
dengan tujuan dan misi gereja dalam dunia.80 PAK di gereja dimulai dengan
pelayanan anak dan remaja di sekolah minggu, yang masih merupakan aktivitas
kaum awam yang berada di luar struktur pelayanan gereja.81 Motivasi orang tua
membawa anak-anak mereka ke sekolah minggu adalah sekolah minggu
mengajarkan budi pekerti yang baik, yang mana setidaknya anak-anak dapat
belajar sesuatu yang bermanfaat, berjumpa dengan anak-anak yang lain dan tidak
berkeliaran di jalan pada hari minggu, demi keamanan atau kuatir terpengaruh

79
Hasil wawancara dengan Ibu Nelci Adodo Guru SM Remaja Sektor IV, Des 2015.
80
Robert L. Browning, "The Church's Youth Ministry", Marvin J. Taylor, Penyunting, An
Introduction to Christian Education (New York: Abingdon Press, 1966), 181.
81
Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia”, 173.

29
pergaulan jahat. Sekolah minggu dilayani oleh warga gereja yang tidak
diperlengkapi cukup untuk pelayanan dan pembimbingan terhadap anak dan
remaja. Sehingga perlunya bimbingan secara efektif bukan hanya dilakukan oleh
guru sekolah minggu tetapi perlu juga bimbingan dari pendeta, agar mampu
menjawab pergumulan dan motivasi dari orang tua agar anaknya di perlengkapi
dengan pendidikan rohani yang baik d SMTPI.

.. Panggil, tegur, dan mengantar pulang kerumah ; 82

Remaja sektor 4 Jemaat GPM Bethel secara keseluruhan berjumlah 43


orang dan masing-masing anak remaja memiliki karakter yang berbeda-beda dan
tidak semua anak ikut hadir dan mengambil bagian dalam peroses SMTPI, ada
yang rajin sekali, ada yang jarang hadir, bahkan ada yang tidak pernah hadir.
Dalam penyampaian meteri PAK Gerejawi yang dilakukan melalui ceramah,
tanya jawab, simulasi, maupun diskusi. Respon dari materi yang disampaikan pun
tidak semua mendapat respon baik dan melakukannya sesuai dengan apa yang
diarahkan oleh guru sekolah minggu, hal yang paling fatal adalah mereka
melakukan penyimpangan perilaku seperti miras, judi, narkoba, bahkan duduk
dengan kelompok sebaya hingga larut malam, merokok dan menggunakan internet
untuk hal-hal yang berbau pornografi.
Pendidikan adalah sebagai upaya sadar dan sengaja untuk memperlengkapi
seorang atau sekelompok orang untuk membimbingnya keluar dari suatu tahapan
(keadaan) hidup ke suatu tahapan lainnya yang lebih baik.83 Pendidikan Agama
Kristen adalah suatu usaha untuk mempersiapkan manusia untuk meyakini,
memahami dan mengamalkan agama kristen itu sendiri. Pendidikan Agama
Kristen berfungsi menumbuhkan sikap dan perilaku manusia berdasarkan iman
kristen dalam kehidupan sehari-hari sertapengetahuan tentang pendidikan kristen
dengan tujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan agar
manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak.84 Menanggapi dan
menganalisis hal ini dilihat melalui hakekat PAK sebagai usaha pendidikan.
82
Hasil wawancara bersama Oma Nina Manuputty Guru SM Remaja Sektor IV, Des
2015.
83
B. Samuel Sidjabat, “Strategi Pendidikan Kristen”, (Yogyakarta: Andi, 1994), 15.
84
Winatasahirin, “Identitas dan ciri Khas Pendidikan Kristen”, (Jakarta : BPK-BM,
2003), 153.

30
Bagaimana pun juga mempunyai hakikat politis, dan karena itu berpartisipasi juga
dalam hakikat politis pendidikan secara umum. Artinya, dalam PAK tidak hanya
ada intervensi dalam kehidupan individual orang lain dibidang kerohanian saja
melainkan juga mempengaruhi orang lain bagaimana mereka menjalani hidupnya
dalam konteks masyarakat.85 Selain itu menurut Winatasahirin dalam buku
Identitas Dan Ciri Khas Pendidikan Agama Kristen, ia mengemukakan bahwa
Pendidikan Agama Kristen juga berfungsi menumbuhkan sikap dan perilaku
manusia berdasarkan iman kristen dalam kehidupan sehari-hari serta pengetahuan
tentang pendidikan kristen dengan tujuan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan agar manusia mengetahui mana yang baik dan mana
yang tidak.86 Seperti yg di katakan Lawrence Kohlbergdalam Dialog Dan Edukasi
Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia yang ditulis oleh Nieke Kristina
Atmadja-Hadinoto,perkembangan moral seorang remaja dapat diukur sesuai
dengan perubahan-perubahan dalam hal: (1), Konsep tentang keadilan benar dan
salah. (2) Kemampuannya untuk melihat atau memandang hal tertentu dari sudut
pandangan lain. (3) Value atau nilai yang diberikan kepada kehidupan manusia.87
Sebagai jawaban untuk melihat tujuan PAK yaitu aims yang merupakan tujuan
yang diusahakan untuk dicapai pada akhirnya atau secara mutlak dan disebut juga
sebagai tujuan akhir.88
Oleh sebab itu ketika melihat atau mendapati remaja yang melakukan hal-
hal yang sudah termasuk kenakalan remaja sudah sepatutnya sebagai orang yang
lebih tua dari mereka dan selaku guru sekolah minggu serta komisi remaja
memanggil mereka bahkan pendeta, majelis, dan orang tua, menegur mereka
secara baik-baik dan tidak menyinggung perasaan dan emosi remaja sehingga
mereka tidak membangkang tetapi mendengarkan apa yang dikatakan terhadap
mereka kemudian mengantar mereka pulang ke rumah. Ketika secara perlahan
mampu memikat hati remaja maka mereka akan menghargai setiap nasihat dan
larangan yang disampaikan untuk mereka. Bahkan ketika seorang remaja

85
Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Jakarta: Jurnal Info
Media, 2007), 25-26.
86
Winatasahirin, “Identitas dan ciri Khas Pendidikan Kristen”, (Jakarta : BPK-BM,
2003), 153.
87
Daniel Nuhama, “PAK Remaja”, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 68.
88
Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2008), 29.

31
melakukan tingkat kenakalan remaja pada tingkat yang lebih tinggi seperti aksi
pornografi dan pencabulan sudah semestinya selaku pendeta, majelis jemaat atau
bahkan komisi remaja dan guru sekolah minggu harus mendampingi dan bukan
memojokkan remaja tersebut sehingga membuat ia merasa tidak diterima lagi di
lingkungan persekutuan remaja.
IV. PENUTUP

Bagian ini berisi kesimpulan dan saran secara keseluruhan dan untuk
Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel, kontribusi bagi Komisi Anak dan remaja
serta Guru SM, kontribusi bagi Fakultas teologi dan kontribusi untuk penelitian
lanjutan.

A. KESIMPULAN

Dari apa yang diuraikan di atas, maka ada beberapa hal yang bisa ditarik
kesimpilan, yaitu sebagai berikut:

1. SMTPI merupakan wadah formal gereja bagi pembimbingan dan pengajaran


tentang Pendidikan, agama Kristen gerejawi. Akan tetapi pembimbingan bagi
remaja dilakukan secara sepenuhnya oleh Komisi Anak dan Remaja serta
GSM.
2. Fungsikontrol gereja terhadap remaja dilakukan melalui evaluasi setelah
bimbingan atau pembagian materi dan bahan ajar bagi GSM serta pertemuan
secara gabungan semua remaja dalam jemaat Bethel setiap minggu ke empat
dalam bulan berjalan. Padahal Perkembangan remaja bukan hanya
memerlukan perhatian dari gereja tapi juga perhatian dari orang tua dan
keluarga karena pada usia remaja (12-18), mereka ada dalam masa transisi
dimana rasa keingintahuan besar dan mencari jati diri serta lebih memilih
percaya terhadap teman sebaya sehingga timbulnya penyimpangan terhadap
etika dan norma yang ada dalam lingkup masyarakat.
3. Gereja memiliki peran penting sebagai lembaga dengan tujuan mendidik,
sehingga perlu peranan dari gereja lebih khusus lagi terhadap remaja jemaat
Bethel terkhususnya remaja yang bermasalah yang mana dengan tujuan
Pendidikan Agama Kristen untuk mengajak, membantu, menghantar seseorang

32
untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan
pimpinan Roh Kudus ia datang ke dalam persekutuan yang hidup dengan
Tuhan. Hal tersebut dinyatakan dalam kasihnya terhadap Allah dan sesama,
yang dihayati dalam hidupnya sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun
perbuatan selaku anggota tubuh Kristus.
4. Dalam penanganan dan pencapaian terhadap tujuan PAK ini maka diperlukan
pembinaan khusus bagi remaja yang bermasalah entah dalam lingkup
kelompok sel atau retret bahkan kegiatan lainnya yang lebih bermanfaat untuk
remaja bukan hanya dengan satu kali konseling berdoa atau mendoakan remaja
yang bermasalah maka masalah pun selesai dan terpecahkan tetapi gereja harus
melihat permasalahan yang terjadi dari segi PAK sebagai usaha pendidikan
yang bagaimana pun juga mempunyai hakikat politis, karena itu harus
berpartisipasi juga dalam hakikat politis pendidikan secara umum. Artinya,
dalam PAK tidak hanya ada intervensi dalam kehidupan individual orang lain
dibidang kerohanian saja melainkan juga mempengaruhi orang lain bagaimana
mereka menjalani hidupnya dalam konteks masyarakat, dan untuk mencapai
tujuan serta hakekat PAK ini maka gereja harus bisa membawa pembaharuan
bagi remaja dengan bekerja sama bersama komisi anak dan remaja serta guru
sekolah minggu dan tidak melepaskan tanggung jawab seutuhnya pada GSM.
5. Metode yang digunakan oleh Jemaat GPM Bethel Ambon masih berupa
metode otoriter yang mana pembinaan secara satu arah melalui GSM padahal
seharusnya dilakukan secara kreatif atau dua arah melalui percakapan, diskusi
dan tatap muka bersama GSM maupun remaja.
B. SARAN DAN KONTRIBUSI
1. Bagi Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel Ambon ; agar dapat memberi
perhatian khusus bagi remaja dengan pola perkembangan dan permasalahan
yang tejadi, SMTPI hanya wadah dan Komisi Anak serta Guru Sekolah
Minggu hanya sebagai tenaga bantuan serta membaharui program bagi remaja
serta mengadakan kelompok-kempok pembinaan remaja yang berdiskusi
secara langsung dengan pendeta sebagai yang tertinggi jabatannya dalam hal
pembangunan spritual jemaat.

33
2. Bagi Komisi Anak dan Remaja ; agar lebih membangun komunikasi yang baik
bukan hanya pada saat menyampaikan ajaran Firman Tuhan di SMTPI tetapi
juga dalam kehidupan sehari-hari serta mampu memikat hati remaja agar
mampu menjawab tujuan dan hakekat PAK dalam mengajak dan menolong
remaja untuk membangun persekutuan bersama Kristus.
3. Bagi Fakultas Teologi ; agar lebih mengembangkan Pendidikan Agama Kristen
dalam hal Pendidikan Agama Kristen bagi Remaja agar melahirkan pelayan-
pelayan gereja yang mampu melihat dan memahami remaja serta menolong
remaja menyelesaikan persoalan-persoalan remaja dalam hal spritualitas,
mental dan etika bersosialisasi dalam tahap perkembangan mereka dengan
memaksimalkan teori serta praktek dilapangan dengan metode-metode PAK
yang kreatif.
4. Bagi penelitian lanjutan ; keterbatasan dari penelitian ini adalah belum
menganalisis bagaimana permasalahan pastoral terhadap remaja yang
bermasalah dan berperilaku menyimpang akan etika yang berlaku di dalam
masyarakat. Untuk itu peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang
pendampingan pastoral terhadap remaja yang bermasalah atau kenakalan
remaja. Selain itu, secara khusus juga dapat meneliti tentang metode dan
perapan PAK bagi Remaja gereja untuk memahami proses pendampingan dan
pembimbingan remaja secara langsung.

34
Daftar Pusaka
Ali Mohammad, Asrori Mohammad. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004

Anwar, Desy. “nakal” dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya :


Amelia, 2003), 287.

Boehlke, Robert. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama


Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, 128,
342.

Browning, L Robert. "The Church's Youth Ministry", Marvin J. Taylor,


Penyunting, An Introduction to Christian Education. New York: Abingdon Press,
1966, 181-182.

Elizabeth B, Hurlock. Psikologi Perkembangan. New York : McGraw-hill,1980.

Gunarsa D, Singgih. Psikologi Remaja. Kwitang 22, Jakarta Pusat: BPK Gunung
Mulia,1978.

Gunarsa D J, Singgih. Psikologi Remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia,


1980, 31-32.

Hadinoto-Atmadja, Kristina Nieke. “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen


Dalam Masyarakat Indonesia”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 219-220,

Hadinoto-Atmadja, Kristina Nieke. “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen


Dalam Masyarakat Indonesia”, 17, 231-234, 258 260, 274.

Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK


Gunung mulia, 1985), 67 90 91-101

Jaya Nadi, Gede. Reporter : Bandar Narkoba Usia 17 Tahun Diringkus, Barang
Bukti 114 Gram Sabu (Denpasar: Merdeka.Com). Accessed october 19, 2015,
http://www.merdeka.com/peristiwa/bandar-narkoba-usia-17-tahun-diringkus-
barang-bukti-114-gram-sabu.html

35
Koentjaraninggrat. Metode- Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT
Gramedia, 1991.

Louhenapessy, Richard. Wali Kota: Konflik Warga Akibat Kenakalan


Remaja.Accessed October 2, 2014,http://www.ambon.go.id/wali-kota-konflik-
antar-warga-akibat-kenakalan-remaja.

Lauterboom, Mariska. Perkembangan Anak dan Remaja Serta Implikasinya Bagi


Pendidikan Agama Kristen di Konteks Gereja. Accessed October 2,
2014,http://ris.uksw.edu/ makalah/Image/M01289.pdf.

Maentiningsih, Desiani. “Hubungan Antara Secure Attachment Dengan Motivasi


Berprestasi Pada Remaja,” Jurnal Psikologi (Maret 2008)
Mappiare, Andi. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional, 1998
Mardalis. Metode Penelitian,Suatu PendekatanProposal. Jakarta: Bumi aksara,
2004.
Mulyono, Bambang. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan
Penanggulangannya. Yogjakarta : Andi, 2006, 21.
Musdalifah. “Perkembangan Sosial Remaja dalam Kemandirian”, Jurnaliqro files
wordpress vol 4 (Jul-Des 2007): 45-56
Natsir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia 1988.

Nuhamara, Daniel. Pembimbing Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: Ditjen


Bimas Kristen Protestan dan Universitas Terbuka, 1992, 31
Nuhamara, Daniel. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja. Bandung: Jurnal
Info Media, 2008, 68 16 18 95 98-99

Praesti Sedjo, Sry Ayu Rejeki. Relationship Between Interpersonal


Communication In The Family And Understanding Moral Of Youth. Accessed
September 22, 2014, http : //papers.gunadarma. ac.id/
index.php/psychology/article/319/293.pdf.

Rifai, Melly Sri Sulastri. Psikologi Perkembangan Remaja: Dari Segi Kehidupan
Sosial. Bandung: Bina Aksara, 1984.

36
Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja: Ed. Revisi-11. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.

Sidjabat, B. Samuel. Strategi Pendidikan Kristen. Yogyakarta: Andi, 1994. 15

Sj Shelton, M Charles. Spiritualitas Kaum Muda. Yogyakarta: Kanisius, 1987

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung


Seto, 2004.

Willis S, Sofyan. Problem Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Angkasa


Bandung, 1981

Winatasahirin. Identitas dan ciri Khas Pendidikan Kristen. Jakarta : BPK-BM,


2003, 153

37

Anda mungkin juga menyukai