PEMBAHASAN
suatu daerah. Hal ini dikarenakan kemiskinan merupakan salah satu sasaran
dilakukan belum atau kurang berhasil. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan
pertanian dan share industri seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur pada
masalah pada penelitian ini, yakni melihat bagaimana pengaruh jangka pendek
Letak Indonesia secara geografis berada diantara Benua Australia dan Asia
secara astronomis adalah melintang antara 6º 08’ Lintang Utara sampai dengan
11º 15’ Lintang Selatan serta membujur antara 95º 45’ Bujur Timur sampai
dengan 141º 05’ Bujur Timur. Indonesia memiliki laut seluas kurang lebih 81
persen dari luas keseluruhan wilayah Indonesia atau sekitar 7,9 juta km2, dengan
jumlah pulau lebih dari 17.000 buah serta daratan dengan luas 1,9 juta km2 yang
Provinsi Jawa Timur terletak melintang antara 12º Lintang Selatan sampai
dengan 8º 48’ Lintang Selatan serta membujur antara 111º 0’ Bujur Timur sampai
dengan 114º 4’ Bujur Timur, dengan Kota Surabaya sebagai ibukotanya. Provinsi
Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa pada bagian utara, Samudera
Indonesia pada bagian Selatan, Selat Bali pada bagian Timur dan Provinsi Jawa
Tengah pada bagian barat. Provinsi Jawa Timur memiliki wilayah daratan seluas
47.130,15 km2 dan luas lautan sekitar 110.764,28 km2, dengan 229 buah pulau di
dalamnya serta terbagi menjadi 38 kabupaten dan kota. Provinsi Jawa Timur
antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian tengah. Wilayah Jawa Timur
juga memiliki tanah yang subur dan potensi tambang yang besar karena terdapat
daerah ini adalah tropis lembab dengan suhu antara 18º - 35º Celcius dan curah
hujan setiap tahunnya rata-rata 2.100 mm. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Jawa Timur, jumlah penduduk di provinsi Jawa Timur sekitar
38.848 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun mulai tahun 2010
hingga 2015 adalah 0,67 persen, sedangkan laju pertumbuhan penduduk tahun
sosial ini misalnya tidak adanya kemampuan atau daya berpartisipasi dalam
masyarakat.
Gambar 4.1 Presentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-
2015
12.8
12.73
12.6
12.4
12.34
12.28
12.2
12
11.8
2012 2013 2014 2015
miskin di provinsi Jawa Timur terus mengalami penurunan dalam kurun waktu
tahun 2012 hingga tahun 2014, namun pada tahun 2015 mengalami kenaikan 6
persen, yakni dari 12,28 persen pada tahun 2014 menjadi 12,34 persen pada
miskin setiap kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur tahun 2012 hingga tahun
2015.
Tabel 4.1 Presentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2009-2015
Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-Rata
Kab. Pacitan 19.01 19.5 18.13 17.29 16.73 16.18 16.68 17.65
Kab. Ponorogo 14.63 13.22 12.29 11.76 11.92 11.53 11.91 12.47
Kab. Trenggalek 18.27 16 14.9 14.21 13.59 13.1 13.39 14.78
Kab. Tulungagung 10.6 10.64 9.9 9.4 9.07 8.75 8.57 9.56
Kab. Blitar 13.19 12.13 11.29 10.74 10.57 10.22 9.97 11.16
Kab. Kediri 17.05 15.52 14.44 13.71 13.23 12.77 12.91 14.23
Kab. Malang 13.57 12.54 11.67 11.04 11.48 11.07 11.53 11.84
Kab. Lumajang 15.83 13.98 13.01 12.4 12.14 11.75 11.52 12.95
Kab. Jember 15.43 13.27 12.44 11.81 11.68 11.28 11.22 12.45
Kab. Banyuwangi 12.16 11.25 10.47 9.97 9.61 9.29 9.17 10.27
Kab. Bondowoso 20.18 17.89 16.66 15.81 15.29 14.76 14.96 16.51
Kab. Situbondo 15.99 16.23 15.11 14.34 12.65 13.15 13.63 14.44
Kab. Probolinggo 27.69 25.22 23.48 22.22 21.21 20.44 20.82 23.01
Kab. Pasuruan 15.58 13.18 12.26 11.58 11.26 10.86 10.72 12.21
Kab. Sidoarjo 6.91 7.45 6.97 6.44 6.72 6.4 6.44 6.76
Kab. Mojokerto 13.24 12.23 11.38 10.71 10.99 10.56 10.57 11.38
Kab. Jombang 14.46 13.84 12.88 12.23 11.17 10.8 10.79 12.31
Kab. Nganjuk 17.22 14.91 13.88 13.22 13.6 13.14 12.69 14.09
Kab. Madiun 16.97 15.45 14.37 13.7 12.45 12.04 12.54 13.93
Kab. Magetan 13.97 12.94 12.01 11.5 12.19 11.8 11.35 12.25
Kab. Ngawi 19.01 18.26 16.74 15.99 15.45 14.48 15.61 16.51
Kab. Bojonegoro 21.27 18.78 17.47 16.66 16.02 15.48 15.71 17.34
Kab. Tuban 23.01 20.19 18.78 17.84 17.23 16.64 17.08 18.68
Kab. Lamongan 20.47 18.7 17.41 16.7 16.18 15.68 15.38 17.22
Kab. Gresik 19.14 16.42 15.33 14.35 13.94 13.41 13.63 15.17
Kab. Bangkalan 30.45 28.12 26.22 24.7 23.23 22.38 22.57 25.38
Kab. Sampang 31.94 32.47 30.21 27.97 27.08 25.8 25.69 28.74
Kab. Pamekasan 24.32 22.47 20.94 19.61 18.53 17.74 17.41 20.15
Kab. Sumenep 26.89 24.61 23.1 21.96 21.22 20.49 20.2 22.64
Kota Kediri 10.41 9.31 8.63 8.14 8.23 7.95 8.51 8.74
Kota Blitar 7.56 7.63 7.12 6.75 7.42 7.15 7.29 7.27
Kota Malang 5.58 5.9 5.5 5.21 4.87 4.8 4.6 5.21
Kota Probolinggo 21.06 19.03 17.74 10.92 8.55 8.37 8.17 13.41
Kota Pasuruan 9.34 9 8.39 7.9 11.26 7.34 7.47 8.67
Kota Mojokerto 7.19 7.41 6.89 6.48 6.65 6.42 6.16 6.74
Kota Madiun 5.93 6.11 5.66 5.37 8.7 4.86 4.89 5.93
Kota Surabaya 6.72 7.07 6.58 6.25 6 5.79 5.82 6.32
Kota Batu 4.81 5.08 4.74 4.47 4.77 4.59 4.71 4.74
Sumber : BPS Jawa Timur 2017, diolah
Berdasarkan table 4.1 dapat dijelaskan bahwa rata-rata presentase
penduduk miskin kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 hingga
inflasi dan kenaikan harga beras. Pada bulan November 2014, kenaikan harga
2015 subsidi BBM jenis premium, yang mana jenis ini banyak digunakan
tertinggi sepanjang tahun 2014 hingga tahun 2015 provinsi Jawa Timur adalah
pada bulan Desember 2014 hingga Januari 2015, secara berturut-turut 7,77
persen dan 6,86 persen, sehingga menyebabkan harga berbagai komoditas pun
mengalami kenaikan. Selain itu, harga beras sebagian besar wilayah Jawa Timur
tahun 2015 mengalami kenaikan, hal ini disebabkan panen padi yang tidak
optimal, baik karena hama maupun banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Jawa
Timur. Rata-rata tertinggi presentase penduduk miskin tahun 2009 hingga 2015
adalah kabupaten Sampang sebesar 28,74 persen dan terendah kota Batu
Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur. Kenaikan PDRB itulah yang dinamakan
pertumbuhan ekonomi tahun 2009 hingga 2015 harga konstan 2000 berdasarkan
angka positif sepanjang tahun 2009 hingga 2015, artinya PDRB selalu
sebesar 82 persen juga demikian, meskipun PDRB yang dimiliki tidak menurun.
kabupaten Bangkalan, yakni sebesar 2,85 persen, yang mana lebih rendah
persen.
depan karena pendidikan menjadi salah satu tolak ukur kondisi sumber daya
yang rendah, hal ini membuat mereka terus terperangkap dalam kebodohan dan
Apabila ingin memutus rantai tersebut, kunci penting yang harus diperhatikan
kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur dari tahun 2009 hingga 2015 rata-rata
lama sekolah tertinggi untuk tahun 2009-2015 adalah kota Madiun, yakni 10,67
4,42 persen. Bahkan, hingga tahun 2017 dalam pendataan BPS, sebagian besar
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting bagi
kehidupan manusia, begitu pula bagi wilayah agraris dengan potensi pertanian
yang besar. Sektor pertanian mayoritas dapat menampung lebih banyak tenaga
kerja daripada sektor lainnya karena sektor tersebut masih padat karya, sehingga
dengan salah satu sektor unggulan pertanian. Nilai PDRB sektor pertanian di
provinsi Jawa Timur rata-rata mengalami kenaikan setiap tahunnya mulai tahun
kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur dari tahun 2009 hingga 2015 rata-rata
kondisi yang tidak menguntungkan ketika proses tanam hingga panen dan
Timur, proporsi sektor pertanian terhadap PDRB tertinggi untuk tahun 2009-2015
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Timur. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa titik pusat industri yang tersebar di provinsi Jawa
kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur terhadap PDRB dari tahun 2009 hingga
Jawa Timur, proporsi sektor pertanian terhadap PDRB tertinggi untuk tahun
2009-2015 adalah kota Kediri, yakni 82,23 persen. Sedangkan rata-rata terendah
Data ekonomi dalam kurun waktu atau time series seringkali berhadapan
stasioner atau tidaknya data yang digunakan adalah menggunakan unit roor test
dengan Phillips-Perron Test. Apabila data tidak stasioner maka hasil regresi
variabelnya tidak berhubungan. Dengan kata lain, baik varian, kovarian dan rata-
stasioneritas pada tingkat 1st difference. Pada 1st difference diketahui bahwa
semua variabel telah signifikan dengan probabilitas ADF test kurang dari alpha
(0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data stasioner pada 1st difference.
jangka panjang antar variabel dalam model penelitian. Uji kointegrasi telah dapat
pada tingkat 1st difference. Berikut hasil uji kointegrasi dalam penelitian ini.
kurang dari alpha 0,05, artinya residual stasioner pada derajat integrasi nol.
pengujian ini masih belum bisa mempresentasikan berapa besar pengaruh setiap
panjang. Adanya hubungan dalam jangka panjang dalam penelitian ini telah
Nilai probabilitas ECT menentukan apakah model yang digunakan telah valid
atau tidak untuk dilanjutkan dalam menguji ECM. Apabila nilai probabilitas ECT
kurang dari alpha (0,05) dan koefisien ECT bertanda negatif maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi ketidakseimbangan dalam jangka pendek. Koefisien
pada data cross section. Selain itu dengan pembobotan, hasil regresi juga
pembobotan. Hal ini dibuktikan dengan nilai R-square yng lebih tinggi yakni
0.112643*D(SI) – 0.416369*ECT
sebesar 42 persen atau dalam lain kalimat dapat dijelaskan bahwa penyesuaian
dalam jangka pendek adalah dalam waktu 2,5 tahun, sedangkan untuk jangka
panjang adalah sepanjang tahun penelitian, yakni 9 tahun. Sedangkan untuk uji
F, uji T dan uji koefisien determinasi beserta uji asumsi klasik akan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Uji F-Statistik
Hasil ECM jangka pendek yang ditunjukkan pada tabel 4.8 menjelaskan
terhadap variabel dependen, yaitu kemiskinan (KM). Hal ini dapat dibuktikan
dengan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.000000, yang mana nilai tersebut
kurang dari alpha (0,05 atau 5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi (PE), pendidikan (PD), share pertanian (SP) dan share
(KM).
2. Uji T-Statistik
(KM), dibuktikan dengan nilai probabilitas yang lebih dari alpha (0,05).
Sedangkan variabel pendidikan (PD) dan share pertanian (SP) secara parsial
dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0095, yang mana nilai tersebut
kurang dari alpha (0,05). Sedangkan nilai koefisien variabel pendidikan sebesar
0.555929 dengan arah hubungan negatif (-). Artinya, setiap kenaikan 1 satuan
dibuktikan dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0000, yang mana nilai
tersebut kurang dari alpha (0,05). Sedangkan nilai koefisien variabel share
pertanian sebesar 0.177328 dengan arah hubungan positif (+). Artinya, setiap
jumlah penduduk miskin dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).
Namun berbeda dengan uji ECM, R-Square yang tinggi umumnya hanya ditemui
pada hasil estimasi jangka panjang, untuk jangka pendek tidak sehingga dalam
terdiri dari pertumbuhan ekonomi, pendidikan (PD), share pertanian (SP) dan
model.
4.2.3.2 Hasil Estimasi Jangka Panjang ECM
Hasil estimasi jangka panjang ECM dalam penelitian ini akan dijelaskan
sebagai berikut.
Variabel Dependen : KM
Variabel
Koefisien t-statistik Prob. Keterangan
Independen
PE 0.072946 2.234753 0.0264 Signifikan
PD -3.865301 -24.45091 0.0000 Signifikan
SP 0.410846 8.289768 0.0000 Signifikan
SI -0.147774 -1.508389 0.1329 Tidak Signifikan
C 34.08437 11.70511 0.0000
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Square 0.984516 R-Square 0.957443
Adj. R-Square 0.981682 Adj. R-Square 0.949653
F-statistik 347.3863 F-statistik 122.9139
Prob. F-stat 0.000000 Prob. F-stat 0.000000
Sumber : Hasil Pengolahan Eviews 6.0 (2017)
Uji F, uji T dan uji koefisien determinasi beserta uji asumsi klasik akan
1. Uji F-Statistik
Hasil ECM jangka panjang yang ditunjukkan pada tabel 4.9 menjelaskan
terhadap variabel dependen, yaitu kemiskinan (KM). Hal ini dapat dibuktikan
dengan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.000000, yang mana nilai tersebut
kurang dari alpha (0,05 atau 5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi (PE), pendidikan (PD), share pertanian (SP) dan share
industri (SI) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan
(KM).
2. Uji T-Statistik
ekonomi (PE), pendidikan (PD) dan share pertanian (SP) berpengaruh signifikan
terhadap kemiskinan (KM), dibuktikan dengan nilai probabilitas yang kurang dari
alpha (0,05). Sedangkan variabel share industri (SI) secara parsial tidak
dibuktikan dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0264, yang mana nilai
0.072946 persen jumlah penduduk miskin dengan asumsi variabel lain tetap
(cateris paribus).
dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0000, yang mana nilai tersebut
kurang dari alpha (0,05). Sedangkan nilai koefisien variabel pendidikan sebesar
3.865301 dengan arah hubungan negatif (-). Artinya, setiap kenaikan 1 satuan
dibuktikan dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0000, yang mana nilai
tersebut kurang dari alpha (0,05). Sedangkan nilai koefisien variabel share
pertanian sebesar 0.410846 dengan arah hubungan positif (+). Artinya, setiap
kenaikan 1 persen share pertanian mampu meningkatkan 0.410846 persen
jumlah penduduk miskin dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).
(PE), pendidikan (PD), share pertanian (SP) dan share industri (SI) mampu
yang mana apabila nilai hubungan antar variabel independen kurang dari 83
persen maka dapat disimpulkan memiliki hubungan yang rendah atau tidak
Correlation
PE PD SP SI
PE 1.000000 0.169589 -0.161913 0.075729
PD 0.169589 1.000000 -0.770541 0.351821
SP -0.161913 -0.770541 1.000000 -0.515816
SI 0.075729 0.351821 -0.515816 1.000000
Sumber : Hasil pengolahan Eviews 6.0 (2017)
Berdasarkan hasil uji pada table 4.10, dapat disimpulkan bahwa model
nilai korelasi pada table 4.10 yang kurang dari 0,83. Uji multikolinearitas sangat
dibutuhkan agar hasil estimasi tidak bias dan menghasilkan model terbaik.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
hasil output untuk mengetahui pengaruh jangka pendek dan jangka panjang
nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.2505, yakni lebih dari alpha 0,05 atau 5
value) sebesar 0.0264 yakni kurang dari alpha 0,05. Sedangkan nilai koefisien
sebesar 0.072946 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang
Hasil penelitian ini dalam jangka pendek mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Siti Walida Mustamin dkk tahun 2015 yang meneliti kota Makassar
dan Gemma E.B.E tahun 2003 yang meneliti Vietnam tahun 1992-1993 dan
berlangsung dalam jangka panjang tetapi tidak bisa dirasakan masyarakat miskin
terjadi dalam jangka pendek namun belum dapat menambah jumlah penduduk
miskin tetapi kondisi demikian akan terakumulasi dalam jangka panjang sehingga
Pertumbuhan Rasio
Kabupaten/Kota Kategori Kategori
Ekonomi Gini
Kab. Pacitan 5.967313 Rendah 0.311429 Tinggi
Kab. Ponorogo 5.5124 Rendah 0.301429 Rendah
Kab. Trenggalek 5.819628 Rendah 0.322857 Tinggi
Kab. Tulungagung 6.038548 Tinggi 0.321429 Tinggi
Kab. Blitar 5.475826 Rendah 0.317143 Tinggi
Kab. Kediri 5.617242 Rendah 0.298571 Rendah
Kab. Malang 6.004943 Tinggi 0.332857 Tinggi
Kab. Lumajang 5.596523 Rendah 0.251429 Rendah
Kab. Jember 6.008927 Tinggi 0.284286 Rendah
Kab. Banyuwangi 6.424167 Tinggi 0.291429 Rendah
Kab. Bondowoso 5.536206 Rendah 0.274286 Rendah
Kab. Situbondo 5.640469 Rendah 0.282857 Rendah
Kab. Probolinggo 5.626035 Rendah 0.298571 Rendah
Kab. Pasuruan 6.436299 Tinggi 0.284286 Rendah
Kab. Sidoarjo 6.178919 Tinggi 0.311429 Tinggi
Pertumbuhan Rasio
Kabupaten/Kota Kategori Kategori
Ekonomi Gini
Kab. Mojokerto 6.41974 Tinggi 0.272857 Rendah
Kab. Jombang 5.869569 Rendah 0.302857 Rendah
Kab. Nganjuk 5.751174 Rendah 0.308571 Tinggi
Kab. Madiun 5.68774 Rendah 0.292857 Rendah
Kab. Magetan 5.601603 Rendah 0.312857 Tinggi
Kab. Ngawi 5.841421 Rendah 0.298571 Rendah
Kab. Bojonegoro 8.141028 Tinggi 0.291429 Rendah
Kab. Tuban 5.975835 Rendah 0.265714 Rendah
Kab. Lamongan 6.592545 Tinggi 0.27 Rendah
Kab. Gresik 7.399747 Tinggi 0.315714 Tinggi
Kab. Bangkalan 2.848823 Rendah 0.298571 Rendah
Kab. Sampang 4.354085 Rendah 0.257143 Rendah
Kab. Pamekasan 5.77628 Rendah 0.267143 Rendah
Kab. Sumenep 6.891739 Tinggi 0.268571 Rendah
Kota Kediri 5.557869 Rendah 0.342857 Tinggi
Kota Blitar 6.242721 Tinggi 0.355714 Tinggi
Kota Malang 6.199045 Tinggi 0.38 Tinggi
Kota Probolinggo 6.114227 Tinggi 0.308571 Tinggi
Kota Pasuruan 5.862169 Rendah 0.33 Tinggi
Kota Mojokerto 5.960212 Rendah 0.324286 Tinggi
Kota Madiun 6.77879 Tinggi 0.35 Tinggi
Kota Surabaya 6.862691 Tinggi 0.381429 Tinggi
Kota Batu 7.243218 Tinggi 0.308571 Tinggi
Sumber : BPS Jawa Timur 2017, diolah
atas, sehingga permintaan atas berbagai produk juga meningkat dan cukup
cepatnya laju inflasi dan fakta bahwa rata-rata sulitnya peningkatan pendapatan
masyarakat miskin.
tertentu. Hal ini dikarenakan perlu penelitian lebih lanjut siapa saja orang-orang
Hasil penelitian ini dalam jangka panjang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anil B. Deolalikar pada tahun 2002 yang meneliti seluruh provinsi
korelasi kuat antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, yang mana pada
berkurang.
ekonomi berpengaruh signifikan, namun dengan arah positif. Arah positif tersebut
depan.
ekonomi atau adanya kenaikan PDRB tidak dapat menjadi jaminan adanya
keseluruhan.
4.4.2 Pengaruh Pendidikan terhadap Kemiskinan
provinsi Jawa Timur dalam jangka pendek, dibuktikan dengan nilai probabilitas
(p-value) sebesar 0.0095, yakni kurang dari alpha 0,05 atau 5 persen. Nilai
Begitu pula dalam jangka panjang. nilai koefisien regresi Pendidikan (PD)
sebesar 3.865301 dengan arah negatif, artinya apabila tingkat pendidikan suatu
daerah. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, pendidikan yang
telah terbukti pada sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Timur, yakni sekitar
76 persen dari 38 kabupaten/kota yang ada. Hasil penelitian ini dalam jangka
panjang mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ummi Duwila tahun
2016 yang meneliti Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang menyatakan bahwa
kemiskinan. Demikian pula dengan hasil penelitian Rangga Sakti Wardana tahun
Nilai koefisien regresi Share Pertanian (SP) dalam jangka pendek adalah
sebesar 0.177328 dengan arah positif, artinya apabila share pertanian suatu
panjang. Nilai koefisien regresi share pertanian (SP) dalam jangka panjang
adalah sebesar 0.410846 dengan arah positif, artinya apabila share pertanian
pedesaan, yang mana didominasi oleh sektor pertanian. Selain itu dibuktikan
lainnya, yakni sekitar 37 persen dari seluruh tenaga kerja pada tahun 2015.
Namun, korelasi antara share pertanian dan kemiskinan dalam penelitian ini
adalah positif, artinya ketika share pertanian meningkat justru tingkat kemiskinan
Sebagian besar petani hanya memiliki lahan pertanian yang sempit, dibuktikan
dengan data BPS hingga tahun 2015 bahwa lahan pertanian rata-rata hanya 0,5
Ha per keluarga tani di Indonesia. Lahan pertanian yang sempit membuat petani
input. Dengan minimnya lahan yang dimiliki, para petani akan kesulitan untuk
pertanian mencerminkan adanya peningkatan pula pada sisi tenaga kerja sektor
pertanian maka semakin banyak orang yang terjebak dalam kondisi tidak
berkurang karena masalah alih fungsi lahan untuk sektor non pertanian.
dinikmati para petani, tetapi para tengkulak, pengepul, pedagang besar maupun
kecil, terutama ketika terdapat hasil panen yang melimpah. Peningkatan hasil
produk yang tersedia, dalam kondisi ini para petani tidak memiliki daya tawar
yang tinggi sehingga dengan harga rendah pun harus tetap dijual. Hal ini
proporsi PDRB sektor pertanian dalam penelitian ini dapat lebih mensejahterakan
petani. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata nilai tukar petani yang rata-rata
serta teknologi yang digunakan. Apabila petani memiliki lahan pertanian, artinya
masih ada faktor produktif yang dapat didayagunakan selain tenaganya, namun
apabila tidak memiliki lahan atau hanya sebagai buruh maka petani hanya dapat
para petani sehingga petani berproduksi kurang efisien. Dengan demikian, hasil
Dian Candra Sakti dan Bustani Berachim pada tahun 2016 yang berjudul
miskin di provinsi Jawa Timur. Artinya, peningkatan output sektor pertanian dapat
ini mendukung hasil penelitian Ni Made Sasih Purnami dan Ida Ayu Nyoman
Saskara tahun 2016 yang berjudul Analisis Pengaruh Pendidikan dan Kontribusi
kepercayaan 95 persen. Hal ini sesuai tidak hipotesis yang menyatakan bahwa
peningkatan share industri hanya dapat dinikmati oleh para pemilik industri dan
tenaga kerja di dalamnya, sedangkan sebagian besar tenaga kerja sektor industri
bukanlah dari kalangan penduduk yang miskin, ditambah fakta bahwa penduduk
miskin juga sulit memasuki sektor tersebut. Hal ini dikarenakan keterbatasan
penduduk miskin dalam memenuhi kualifikasi tenaga kerja sektor tersebut,
sekitar lokasi industri. Tidak hanya itu, pajak yang dibebankan kepada industry
meminimalisir ketimpangan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dian Candra Sakti dan Bustani Berachim pada tahun 2016 yang berjudul