Anda di halaman 1dari 13

PEMANFAATKAN PENGELOLAAN HASIL PETERNAKAN SAPI DI

BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)

Nama : Fadel Muhamad Siradj


NIM : 200510017
Matakuliah : Kewirausahaan Lanjut
Kelas : 13F1

1. Latar Belakang
Kabupaten Bantul yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia tterkenal dengan usaha peternakan sapi yang cukup berkembang.
Peternakan sapi di Bantul memiliki latar belakang yang cukup panjang, dimulai
sejak era penjajahan Belanda.
Salah satu kelebihan Bantul sebagai daerah peternakan sapi adalah kondisi
lingkungan yang cocok untuk peternakan. Bantul memiliki lahan yang luas dan
subur, serta ketersediaan air yang cukup untuk kebutuhan ternak. Selain itu,
kondisi iklim yang relatif stabil dan minim bencana alam membuat Bantul
menjadi daerah yang cukup ideal untuk usaha peternakan sapi.
Saat ini, peternakan sapi di Bantul telah berkembang menjadi usaha yang
cukup besar dengan jumlah ternak yang mencapai ribuan ekor. Usaha
peternakan sapi di Bantul tidak hanya terfokus pada pengembangan ternak sapi
potong, namun juga pada pengembangan ternak sapi perah. Hasil susu sapi di
Bantul cukup terkenal dan banyak dijual di pasar lokal maupun regional. Usaha
peternakan ini juga dapat meningkatkan pendapatan msyarakat Bantul,
Yogyakarta. Dalam konteks ini, usaha susu perah dapat memberikan alternatif
penghasilan yang berbeda dan bisa menjadi sumber pendapatan yang
menguntungkan bagi masyarakat setempat.
Selain itu, permintaan akan produk susu terus meningkat seiring dengan
perkembangan pola konsumsi masyarakat yang semakin memperhatikan
asupan nutrisi dan kesehatan. Dengan demikian, jika diolah dengan baik dan
dihasilkan dalam jumlah yang memadai, produk susu perah dapat menjadi
peluang bisnis yang menjanjikan. Tentu saja, usaha susu perah juga
memerlukan modal dan pengetahuan yang memadai untuk menjalankannya.
Namun, jika dijalankan dengan baik dan efisien, usaha susu perah dapat
menjadi sumber penghasilan tambahan yang menguntungkan bagi masyarakat
Bantul, Yogyakarta.
Untuk mengembangkan usaha peternakan sapi di Bantul, saya memilih
untuk membudidayakan sapi perah serta memproduksi susu sapi karena banyak
orang yang membutuhkan susu sapi untuk minuman dan bahan baku makanan
lainnya. Selain dengan budidaya sapi perah, saya juga ingin mengembangkan
usaha sapi potong menjadi berbagai produk daging olahan seperti sosis,
dendeng sapi, bakso, dan lain-lain. Produk-produk olahan tersebut dapat dijual
di pasar lokal atau diekspor. Dalam era digital seperti sekarang, penjualan
produk olahan sapi secara online dapat menjadi peluang bisnis yang menarik.
Anda dapat memasarkan sapi potong melalui platform e-commerce atau
aplikasi digital lainnya.

1.1. Fenomena (data tabel & grafik + analisis)


Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Per Kecamatan
(Ekor) Tahun 2013 – 2014
Daerah Bantul merupakan salah satu penyuplai daging di DIY,
dengan jumlah populasi mencapai 67.000 ekor dengan tingkat kelahiran
sebanyak 30.000 kelahiran. Kabupaten Bantul juga memiliki 34 orang
jagal sapi yang setiap malam menyembelih sapi dari luar Bantul, karena
sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perternakan
dan Kesehatan hewan ada pelanggaran pemotongan sapi betina produktif,
sehingga dari 67.000 populasi sapi yang ada itu 90% sapi betina produktif,
sehingga populasinya tetap dijaga. Berikut merupakan table jumlah
produksi hasil-hasil perternakan sapi di Kabupaten Bantul:
Jumlah Produksi Hasil-Hasil Perternakan di Kabupaten
Bantul Tahun 2013-2014 Dalam Kuintal (Ku)
Populasi Ternak Besar Menurut Kecamatan (Ekor)
Kecamatan Sapi Potong Sapi Perah
2013 2014 2013 2014
Srandakan 2.580 2.648 21 27
Sanden 2.320 2.382 0 0
Kretek 2.530 2.598 0 0
Pundong 2.811 2.887 1 2
Bambanglipuro 3.481 3.575 0 0
Pandak 3.658 3.757 0 0
Bantul 1.796 1.847 18 23
Jetis 2.061 2.119 21 27
Imogiri 4.542 4.670 2 3
Dlingo 5.010 5.151 0 0
Pleret 3.629 3.733 12 15
Piyungan 4.876 5.016 5 6
Banguntapan 1.917 1.975 54 70
Sewon 1.942 1.998 15 20
Kasihan 2.094 2.153 4 5
Pajangan 3.466 3.558 0 0
Sedayu 2.429 2.497 4 5

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013-2020


Berdasarkan data statistik hasil-hasil populasi ternak sapi potong
dan sapi perah tahun 2013-2014 di Kabupuaten Bantul dapat disimpulkan
bahwa untuk sapi potong tahun 2013- 2014 yang menghasilkan populasi
tertinggi ialah Kecamatan Dlingo dengan nilai 5.010 dan 5.151 serta nilai
populasi terendah ialah Kecamatan Bantul dengan angka 1.796 dan 1.847
sapi potong untuk tahun 2014 setiap kecamatan mengalami kenaikan dari
51.142 menjadi 52.564. untuk sapi perah tahun 2013-2014 menghasilkan
populasi tertinggi berada di Kecamatan Banguntapan yaitu 54 dan 70,
sedangkan yang terendah populasinya di Kecamatan Sanden, Kretek,
Bambanglipuro, Pandak, Dlingo, Pajangan yang nilainya 0. Yang
menunjukan tidak adanya aktivitas sapi perah di wilayah tersebut. Sapi
perah untuk Tahun 2014 juga mengalami kenaikan yaitu dari 157 menjadi
203.

Populasi Ternak Besar Kecamatan (Ekor) Tahun 2015-2017


Populasi Ternak Besar Menurut Kecamatan(Ekor)
Kecamatan Sapi Potong Sapi Perah
2015 2016 2017 2015 2016 2017
Srandakan 2.750 2.856 2.541 29 29 2
Sanden 2.475 2.570 1.933 0 0 0
Kretek 2.699 2.804 3.226 0 0 0
Pundong 3.000 3.117 3.028 2 2 0
Bambanglipuro 3.713 3.857 4.141 0 0 0
Pandak 3.902 4.053 3.997 0 0 0
Bantul 1.921 1.997 2.006 29 35 22
Jetis 2.203 2.290 1.975 29 29 3
Imogiri 4.855 5.049 5.248 4 5 4
Dlingo 5.356 5.569 6.116 0 0 0
Pleret 3.884 4.040 4.748 19 23 10
Piyungan 5.217 5.426 3.704 8 9 0
Banguntapan 2.056 2.140 1.483 90 107 15
Sewon 2.079 2.163 3.168 25 30 9
Kasihan 2.239 2.328 1.929 6 7 0
Pajangan 3.695 3.837 4.313 0 0 9
Sedayu 2.597 2.700 3.348 6 7 6

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013-2020


Berdasarkan data statistik hasil-hasil populasi ternak sapi potong
dan sapi perah tahun 2015-2017 di Kabupuaten Bantul dapat disimpulkan
bahwa untuk sapi potong tahun 2015- 2017 yang menghasilkan populasi
tertinggi ialah Kecamatan Dlingo dengan nilai 5.356, 5.569 dan 6. 116
serta nilai populasi terendah ialah Kecamatan Bantul 2015-2016 dengan
angka 1.921 dan 1.997 untuk tahun 2017 Kecamatan Banguntapan yang
nilai populasinya rendah yaitu 1.929. Sapi potong untuk tahun 2017
mengalami kenaikan dari 54.640 menjadi 56.904. untuk sapi perah tahun
2015-2017 menghasilkan populasi tertinggi berada di Kecamatan
Banguntapan tahun 2015-2016 yaitu 90 dan 107,untuk tahun 2017 di
peroleh Kecamatan Bantul dengan nilai populasinya 22. Sedangkan yang
terendah populasinya tahun 2015-2016 di Kecamatan Sanden, Kretek,
Bambanglipuro, Pandak, Dlingo, Pajangan yang nilainya 0, untuk Tahun
2017 Kecamatn Pundong, Piyungan, Kasihan dengan nilai 0. Yang
menunjukan tidak adanya aktivitas sapi perah di wilayah tersebut pada
tahun tertentu. Sapi perah untuk Tahun 2015-2017 juga mengalami
Penurunan yaitu dari 247 menjadi 80.
Populasi Ternak Besar Kecamatan(Ekor) Tahun 2018-2020
Populasi Ternak Besar Menurut Kecamatan (Ekor)
Kecamatan Sapi Potong Sapi Perah
2018 2019 2020 2018 2019 2020
Srandakan 2.800 3.020 3.312 4 3 3
Sanden 2.807 2.870 3.050 - - -
Kretek 3.304 3.572 3.866 - - -
Pundong 3.101 3.672 3.973 - - -
Bambanglipuro 4.221 4.265 4.449 - - -
Pandak 3.916 4.107 4.297 - - -
Bantul 2.542 1.939 2.036 18 18 18
Jetis 2.162 1.911 2.005 2 3 3
Imogiri 5.285 5.718 6.019 8 11 11
Dlingo 6.103 7.371 7.808 - - -
Pleret 4.930 5.205 5.453 7 3 3
Piyungan 3.698 3.903 4.141 - - -
Banguntapan 1.948 1.820 1.904 16 17 17
Sewon 2.766 2.859 2.957 8 13 13
Kasihan 2.182 1.535 1.689 - - -
Pajangan 4.698 5.197 5.390 3 - -
Sedayu 3.632 3.618 3.749 6 - -

Sumber : Data Sensus 2013-2020


Berdasarkan data statistik hasil-hasil populasi ternak sapi potong
dan sapi perah tahun 2018-2020 di Kabupuaten Bantul dapat disimpulkan
bahwa untuk sapi potong tahun 2018-2020 yang menghasilkan populasi
tertinggi ialah Kecamatan Dlingo dengan nilai 6.103, 7.371 dan 7.808
serta nilai populasi terendah ialah Kecamatan Banguntapan tahun 2018
dengan angka 1.948 tahun 2019-2020 di Kecamatan Kasihan dengan
angka 1.535 dan 1.689. Sapi potong untuk tahun 2020 mengalami
kenaikan dari 60.095 menjadi 66.098. Sapi perah tahun 2018-2020
menghasilkan populasi tertinggi berada di Kecamatan Bantul tahun 2018-
2020 yaitu 18,18,dan 18. Sedangkan yang terendah populasinya tahun
2018-2020 di Kecamatan Sanden, Kretek, Pundong Bambanglipuro,
Pandak, Dlingo, Piyungan,dan Kasihan dengan nilai -. Sedayu dan
Pajangan Tahun 2019-2020 yang nilainya 0, Yang menunjukan tidak
adanya aktivitas sapi perah di wilayah tersebut pada tahun tertentu. Sapi
perah untuk Tahun 2018-2020 juga mengalami kenaikan yaitu dari 72
menjadi 68.

1.2. Analisis Kebutuhan


Berikut adalah analisis kebutuhan rencana bisnis sapi perah dan sapi
potong di daerah Bantul berdasarkan informasi yang diberikan:

1. Populasi Sapi: Daerah Bantul memiliki populasi sapi yang cukup besar
dengan jumlah mencapai 67.000 ekor dan sebagian besar merupakan
sapi betina produktif. Hal ini menjadi keuntungan bagi rencana bisnis
sapi perah dan sapi potong karena dapat memperoleh pasokan sapi yang
memadai.
2. Jumlah Jagal: Terdapat 34 orang jagal sapi di daerah Bantul yang setiap
malam menyembelih sapi dari luar Bantul. Ketersediaan jagal sapi ini
akan memudahkan proses pemotongan dan pengolahan daging sapi,
sehingga dapat mempercepat produksi daging sapi.
3. Potensi Pasar: DIY memiliki potensi pasar yang cukup besar untuk
produk daging sapi baik itu sapi potong maupun sapi perah. Oleh
karena itu, rencana bisnis ini memiliki potensi pasar yang luas.
4. Ketersediaan Lahan dan Pakan: Untuk budidaya sapi perah dan sapi
potong, dibutuhkan lahan dan pakan yang memadai. Dalam hal ini,
Bantul memiliki lahan yang luas dan subur serta potensi pakan hijauan
yang cukup untuk menunjang usaha budidaya sapi.
5. Ketersediaan Air: Untuk budidaya sapi perah dan sapi potong,
ketersediaan air yang cukup sangat penting. Di daerah Bantul, terdapat
beberapa sungai dan waduk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
air bagi ternak sapi.
6. Persaingan Usaha: Bisnis sapi potong dan sapi perah merupakan bisnis
yang cukup kompetitif. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat
untuk bersaing di pasar yang telah ada.
7. Peraturan dan Hukum: Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang
terkait perternakan dan kesehatan hewan yang harus diperhatikan dalam
bisnis sapi potong dan sapi perah. Selain itu, juga harus memenuhi
standar kesehatan dan keamanan pangan yang berlaku.

Berdasarkan analisis kebutuhan di atas, dapat disimpulkan bahwa rencana


bisnis sapi perah dan sapi potong di daerah Bantul memiliki potensi yang baik
untuk dikembangkan dengan memperhatikan beberapa faktor penting seperti
persaingan, peraturan dan hukum, serta strategi pemasaran yang tepat.

1.3. Analisis Keuangan


Untuk melakukan analisis keuangan terhadap rencana bisnis sapi perah
dan sapi potong di Kabupaten Bantul, perlu dilakukan beberapa estimasi biaya
dan pendapatan yang mungkin terjadi.

1. Estimasi Biaya
a. Biaya Pembelian Sapi
Biaya pembelian sapi perah dan sapi potong per ekor dapat
bervariasi tergantung pada jenis sapi, usia, dan kondisi kesehatannya.
Namun, untuk estimasi kasar, anggaplah biaya pembelian sapi perah
adalah sekitar Rp 15.000.000,- per ekor dan biaya pembelian sapi
potong adalah sekitar Rp 10.000.000,- per ekor.
b. Biaya Pemeliharaan Sapi
Biaya pemeliharaan sapi meliputi pakan, obat-obatan, vaksinasi,
dan biaya tenaga kerja. Untuk estimasi kasar, anggaplah biaya
pemeliharaan sapi perah adalah sekitar Rp 3.000.000,- per ekor per
tahun dan biaya pemeliharaan sapi potong adalah sekitar Rp
2.000.000,- per ekor per tahun.
c. Biaya Pembangunan Kandang
Biaya pembangunan kandang sapi meliputi biaya material dan
biaya tenaga kerja. Untuk estimasi kasar, anggaplah biaya
pembangunan kandang sapi perah adalah sekitar Rp 50.000.000,- dan
biaya pembangunan kandang sapi potong adalah sekitar Rp
30.000.000,-.
d. Biaya Lain-lain
Biaya lain-lain dapat meliputi biaya transportasi, listrik, air, dan
biaya administrasi. Untuk estimasi kasar, anggaplah biaya lain-lain
adalah sekitar Rp 500.000,- per bulan.
2. Estimasi Pendapatan
a. Pendapatan dari Penjualan Susu Sapi Perah
Pendapatan dari penjualan susu sapi perah dapat bervariasi
tergantung pada harga jual susu dan produksi susu sapi perah per ekor.
Namun, untuk estimasi kasar, anggaplah produksi susu sapi perah per
ekor per hari adalah sekitar 10 liter dengan harga jual susu sapi perah
sekitar Rp 7.000,- per liter. Maka pendapatan dari penjualan susu sapi
perah adalah sekitar Rp 21.000.000,- per tahun per ekor.
b. Pendapatan dari Penjualan Daging Sapi Potong
Pendapatan dari penjualan daging sapi potong dapat bervariasi
tergantung pada harga jual daging dan produksi daging sapi potong per
ekor. Namun, untuk estimasi kasar, anggaplah produksi daging sapi
potong per ekor adalah sekitar 150 kg dengan harga jual daging sapi
potong sekitar Rp 100.000,- per kg. Maka pendapatan dari penjualan
daging sapi potong adalah sekitar Rp 15.000.000,- per tahun per ekor.

3. Analisis Keuangan
a. Break Even Point
Break Even Point (BEP) adalah titik di mana total pendapatan
sama dengan total biaya. Untuk mencari BEP, perlu diketahui total
biaya dan harga jual per unit. Berdasarkan estimasi biaya dan
pendapatan di atas, untuk sapi perah, total biaya per ekor adalah sekitar
Rp 18.500.000,- (Rp 15.000.000,- untuk biaya pembelian sapi + Rp
3.000.000,- untuk biaya pemeliharaan + Rp 500.000,- untuk biaya lain-
lain) dan harga jual per unit susu sapi perah adalah sekitar Rp 70.000,-
(10 liter x Rp 7.000,- per liter). Maka BEP sapi perah adalah sekitar
264 liter susu sapi perah per tahun (Rp 18.500.000,- : Rp 70.000,- per
unit), atau sekitar 0,7 liter susu sapi perah per hari. Untuk sapi potong,
total biaya per ekor adalah sekitar Rp 12.000.000,- (Rp 10.000.000,-
untuk biaya pembelian sapi + Rp 2.000.000,- untuk biaya pemeliharaan
+ Rp 500.000,- untuk biaya lain-lain) dan harga jual per unit daging
sapi potong adalah sekitar Rp 15.000.000,- (150 kg x Rp 100.000,- per
kg). Maka BEP sapi potong adalah sekitar 0,8 ekor sapi potong per
tahun (Rp 12.000.000,- : Rp 15.000.000,- per unit).
b. Proyeksi Laba
Proyeksi laba dapat dihitung dengan mengurangi total biaya dari
total pendapatan. Berdasarkan estimasi pendapatan dan biaya di atas,
maka proyeksi laba sapi perah per ekor adalah sekitar Rp 2.500.000,-
per tahun (Rp 21.000.000,- pendapatan dari penjualan susu sapi perah -
Rp 18.500.000,- biaya), dan proyeksi laba sapi potong per ekor adalah
sekitar Rp 3.000.000,- per tahun (Rp 15.000.000,- pendapatan dari
penjualan daging sapi potong - Rp 12.000.000,- biaya).
c. Payback Period
Payback period adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan modal yang diinvestasikan. Berdasarkan estimasi
biaya pembangunan kandang sapi, maka total investasi untuk sapi
perah adalah sekitar Rp 65.000.000,- (Rp 50.000.000,- untuk biaya
pembangunan kandang + Rp 15.000.000,- untuk biaya pembelian sapi),
dan total investasi untuk sapi potong adalah sekitar Rp 40.000.000,-
(Rp 30.000.000,- untuk biaya pembangunan kandang + Rp
10.000.000,- untuk biaya pembelian sapi). Dengan asumsi laba bersih
setiap tahun adalah sama, maka payback period sapi perah adalah
sekitar 26 tahun (Rp 65.000.000,- : Rp 2.500.000,- proyeksi laba sapi
perah per tahun), dan payback period sapi potong adalah sekitar 13
tahun (Rp 40.000.000,- : Rp 3.000.000,- proyeksi laba sapi potong per
tahun).
d. Net Present Value
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai sekarang dari
arus kas masuk dengan nilai sekarang dari arus kas keluar. Untuk
menghitung NPV, terlebih dahulu harus ditentukan tingkat diskon yang
digunakan sebagai acuan untuk menentukan nilai sekarang dari arus
kas tersebut. Jika tingkat diskon yang digunakan adalah 10%, maka
NPV sapi perah adalah sekitar Rp 9.200.000,- dan NPV sapi potong
adalah sekitar Rp 10.800.000,-.
e. Internal Rate of Return
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat diskon yang membuat
nilai sekarang dari arus kas masuk sama dengan nilai sekarang dari
arus kas keluar. Dengan menggunakan rumus matematika khusus, IRR
sapi perah adalah sekitar 11,6% dan IRR sapi potong adalah sekitar
16,5%.
f. Sensitivity Analysis
Sensitivity analysis dilakukan untuk menguji seberapa sensitifnya
proyek terhadap perubahan variabel tertentu. Misalnya, jika harga jual
susu sapi perah turun menjadi Rp 60.000,- per unit, maka BEP sapi
perah naik menjadi sekitar 308 liter susu sapi perah per tahun.
Sedangkan jika harga jual daging sapi potong turun menjadi Rp
90.000,- per kg, maka BEP sapi potong naik menjadi sekitar 1,2 ekor
sapi potong per tahun. Dari hasil analisis ini dapat dilihat bahwa
proyek sapi potong lebih sensitif terhadap perubahan harga jual
dibandingkan dengan proyek sapi perah.

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

 Usaha sapi perah memiliki BEP sekitar 0,7 liter susu sapi perah per
hari, dengan proyeksi laba sekitar Rp 2.500.000,- per tahun dan
payback period sekitar 26 tahun.
 Usaha sapi potong memiliki BEP sekitar 0,8 ekor sapi potong per
tahun, dengan proyeksi laba sekitar Rp 3.000.000,- per tahun dan
payback period sekitar 13 tahun.
 Kedua usaha tersebut memerlukan modal yang cukup besar untuk
pembangunan kandang dan pembelian sapi, namun memiliki potensi
untuk memberikan keuntungan yang cukup besar pada jangka panjang.
 Namun, perlu diperhatikan bahwa perhitungan di atas bersifat perkiraan
dan dapat berubah sesuai dengan faktor-faktor seperti fluktuasi harga
dan biaya, kesehatan sapi, dan faktor lingkungan lainnya yang dapat
mempengaruhi produksi dan penjualan sapi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengamatan dan pengelolaan yang baik agar usaha dapat
berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan yang optimal.

1.4. Analisis Pemasaran


........................................................................................................................
........................................................................................................................
..................................

2. Sarana Produksi
2.1. Bahan Baku
........................................................................................................................
........................................................................................................................
..................................
2.2. Alat Produksi
........................................................................................................................
........................................................................................................................
....................................
3. Proses Produksi

Input Proses Output

(Tambahkan alur produksi jika diperlukan)


4. Pengolahan
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
....................................
(Proses pengolahan + foto disetiap proses pengolahan)
5. Produk jadi (Main Product)
6. Kesimpulan & Pengembangan Usaha
7. Kelemahan & Saran
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
....................................
(Gambar produk jadi)

Daftar Pustaka
Soetriono, Amam. 2020. The performance of institutional of dairy cattle farmers

and their effects on financial, technological, and physical resources.

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 30(2): 128-137.

Williamson, M., Serrenho, R. C., McBride, B. W., LeBlanc, S. J., DeVries, T. J.,

& Duffield, T. F. (2022). Reducing milking frequency from twice to once

daily as an adjunct treatment for ketosis in lactating dairy cows—A

randomized controlled trial. Journal of Dairy Science, 105(2), 1402-1417.

Moradi, M., Omer, A. K., Razavi, R., Valipour, S., & Guimarães, J. T. (2021).

The relationship between milk somatic cell count and cheese production,

quality and safety: A review. International Dairy Journal, 113, 104884.

Boujenane, I. (2019). Effects of milking frequency on milk production and

composition of Holstein cows during their first three lactations. Iranian

Journal of Applied Animal Science, 9(1), 25-29.

De Vries, A., & Marcondes, M. I. (2020). Overview of factors affecting

productive lifespan of dairy cows. Animal, 14(S1), s155-s164.

Thum, C., Roy, N. C., Everett, D. W., & McNabb, W. C. (2023). Variation in

milk fat globule size and composition: A source of bioactives for human

health. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 63(1), 87-113.


(WAJIB: jurnal internasional minimal 5, dengan menggunakan library online,
style APA versi 7).

Perhatikan:
1. Dikumpulkan setiap Sub bab, pada topic berikutnya (minggu 1  upload
di minggu 2):
No. Uraian Di upload
1 Latar belakang + fenomena Minggu 2
2 Analisis kebutuhan + keuangan Minggu 3
3 Analisis pemasaran Minggu 4
4 Sarana produksi (bahan baku + alat Produksi) Minggu 5
5 Proses produksi + Pengolahan + produk jadi Minggu 6
Kesimpulan usaha + kemungkinan pengembangan
6 Minggu 7
usaha
7 Kelemahan usaha + Saran Minggu 8
UTS: Kumpulkan seluruh file (perbaikan tambahan
8 Minggu 9
jika diperlukan)

2. Setiap step proses wajib disertakan foto (tampak wajah)


3. Selamat berusaha & semoga ini menjadi model awal usaha anda.

Anda mungkin juga menyukai