D 902008002 Lampiran
D 902008002 Lampiran
319
Borong (dalam percakapan non formal, tidak khusus
wawancara)
35 Gertrudis Ota, OSU Pimpinan biarawati Ursulin di Borong (dalam
percakapan non formal, tidak khusus wawancara)
36 Mathilda Boko, OSU Biarawati Ursulin di Borong (dalam percakapan non
formal, tidak khusus wawancara)
37 Marselina A. Teme, Biarawati Ursulin di Borong (dalam percakapan non
OSU formal, tidak khusus wawancara)
WARGA MONDO
38 Stefanus Syukur Tu’a Golo Mondo
39 Petrus Banis Tu’a Panga Teber
40 Mateus Soni Tu’a Panga Wodo
41 Bernardus Lajang Tu’a Panga Pau
42 Benediktus Muda Panga Pau
43 Donatus Darus Tu’a Panga Poka
44 Benediktus Enggok Tu’a Panga Carep
45 Alfonsius Dasung Warga
46 Feri Sehadung Warga
47 Siprianus Wer Warga
48 Kornelis Ketua Kombas
49 Kletus Ketua Kombas
50 Aleks Mantan Ketua Stasi Longko (dalam percakapan non
formal, tidak khusus wawancara)
51 Warga pada umumnya (tidak dalam wawancara khusus namun dalam
percakapan-percakapan non formal di berbagai
kesempatan)
320
Uskup Ruteng, Mgr. Hubert Leteng,Pr. Romo Paroki Borong, Rm. Beny Jaya, Pr.
Putra Sulung Tu’a Dalu Riwu terakhir, Tu’a Golo Mondo, Stefanus Syukur
Donatus Jematu
321
Lampiran 2 Sekilas Profil Daerah dan Pembangunan di
Sekitar Mondo
224
Berdasarkan data dari BAPPEDA Kabupaten Manggarai Timur.
225
Bupati dan Wakilnya beragama Katolik sesuai dengan agama mayoritas penduduk.
226
Data ini berdasarkan buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Manggarai Timur tahun 2009-2014, hal. 9.
322
Sebagian besar kawasan Manggarai Timur terdiri dari pegunungan dan
perbukitan. Wilayah yang memiliki kemiringan lebih dari 40% mencapai
205.513 ha, atau seluas 81,60%. Adapun lahan yang digunakan sebagai
perkampungan, sawah, ladang, dan perkebunan dari total keseluruhan wilayah
kabupaten hanyalah sebesar 32.329 ha, atau sekitar 12% (lihat tabel berikut).
Tabel 10 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah
227
Jumlah penduduk tidak disebutkan pasti karena menurut data RPJMD KMT 2009-
2014 hal. 60 besaran angka tersebut masih merupakan prediksi BAPPEDA.
323
Dalam sambutannya di bulan Februari 2009, Yosef Tote menyebutkan
masyarakat yang mencapai pendidikan hingga tingkat SMU atau sederajat
hanya 0.91%, sedangkan yang bisa mencapai jenjang perguruan tinggi jauh
lebih sedikit lagi, yaitu hanya 0.04%. Kualitas sumber daya manusia yang
rendah ini bukan saja ditemukan di kalangan bawah lapisan masyarakat bahkan
termasuk pula di tingkat jajaran pemerintah daerah sebagaimana yang
dikeluhkan oleh banyak orang.
Tabel 11 Penduduk Manggarai Timur Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2007
228
Menurut data RPJMD Kabupaten Manggarai Timur 2009-2014
324
Tabel 12 Prosentase kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Manggarai
Timur 2005 – 2007
325
yang memadai. Sarana transportasi laut dan udara sedang dalam perencanaan.
Jalan yang menjadi urat nadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masih belum
optimal, itupun masih banyak daerah yang belum terjangkau. Setidaknya,
hingga tahun 2008 kondisi jalan di Kabupaten Manggarai Timur adalah sebagai
berikut:
Tabel 13 Kondisi Jalan di Kabupaten Manggarai Timur Tahun 2008
Sejak dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Timur yang baru,
prioritas pembangunan difokuskan kepada pembangunan infrastruktur jalan.
Adapun perkembangan infrastruktur jalan pada tahun 2009 adalah sebagai
berikut:
Tabel 14 Kondisi Jalan tingkat Kabupaten di Kabupatan Manggarai Timur Tahun 2009
326
pemerintah belum memiliki dana yang cukup. 230 Syukurlah, Bupati memiliki
cara tersendiri untuk itu, yakni melalui pendekatan budaya. Setiap kali hendak
membuat jalan, Bupati melakukan kepok dengan Tu’a Adat setempat. Kepok
merupakan suatu acara adat khas Manggarai yang biasa digunakan untuk
memberikan sambutan, mengadakan perjanjian bersama, dan berbagai
kesempatan lainnya. Selama ini, pendekatan tersebut selalu berhasil karena
setelah Bupati melakukan kepok, dengan ikhlas Tu’a Adat merelakan tanahnya
untuk dipakai membangun jalan. Keikhlasan ini diikuti juga oleh seluruh
anggota masyarakat yang tinggal di sana. Jadi, untuk sementara ini di
Manggarai Timur belum pernah terjadi pemerintah harus memberikan ganti rugi
untuk pembebasan tanah kepada rakyat. Umumnya masyarakat memberikan
tanahnya dengan rela demi kepentingan bersama, dan menghargai perjanjian
yang telah dibuat bersama tersebut. Ini karena penghayatan spiritual masyarakat
yang masih kuat, takut terkena kutuk atau musibah jika melanggar perjanjian
kepok. Sebetulnya, cukup banyak juga kelompok masyarakat yang sudah
berpikir modern dan tidak terlalu percaya dengan kepercayaan tersebut, namun
mereka juga menaati kepok agar tidak terkena sanksi sosial berupa
pengucilan. 231
“Kepok itu sifatnya sangat kuat, dia jauh lebih kuat daripada meterai dan
stempel. Sedangkan stempel itu hanya buatan manusia, bisa kita beli di Ruteng.
Tapi, kepok itu ikatan adat yang berlaku turun temurun,” demikian penjelasan
Yosef Tote, Bupati Manggarai Timur yang sering melakukan kepok dalam
menjalankan pembangunan di kabupatennya.
Kemajuan pembangunan jalan pun tidak lepas dari pantauan ketat Bupati
dan Wakilnya. Pada Pekan Suci 2010 yang jatuh di bulan April 232, Bupati dan
Wakil menghadiri Misa di Gereja-Gereja tempat sedang dilangsungkannya
pembangunan jalan. Bupati dan Wakil mengambil jalur yang berbeda agar lebih
banyak lokasi yang terpantau. Dengan demikian, mereka dapat melihat
langsung kemajuan pembangunan jalur transportasi dan bagaimana
230
Berdasarkan wawancara dengan Bapak dan Ibu Bupati pada tanggal 24 April 2010 di
rumah dinas.
231
Sebetulnya tidak ada hukum adat yang menyatakan seseorang akan dikucilkan jika
melanggar kepok. Namun, ini terjadi dengan sendirinya jika terjadi di tengah
masyarakat yang masih sangat menghargai kepok.
232
Pekan Suci merupakan sepekan menjelang Hari Paska. Pada hari-hari tersebut, umat
Katolik biasanya menghadiri Misa setiap hari, yaitu Kamis Putih, Jumat Agung, Malam
Paska, dan Hari Raya Paska. Dengan demikian, Bupati dan Wakilnya berjalan dari kota
ke kota untuk menghadiri Misa di tempat yang berbeda-beda.
327
pembangunan tersebut dapat menolong masyarakatnya yang sebelumnya
terisolir.
Selain jalan, kondisi irigasi di Manggarai Timur juga masih terhitung
kurang memadai. Sebagai daerah pertanian, seharusnya irigasi menjadi hal yang
penting dalam pembangunan di Manggarai Timur. Oleh karena itu, pemerintah
berencana untuk memberikan perhatian terhadap peningkatan irigasi selama
lima tahun ke depan agar dapat mengoptimalkan pembangunan di bidang
pertanian. Sementara ini, kondisi umum irigasi di Kabupaten Manggarai Timur
hingga tahun 2008 adalah sebagai berikut:
Tabel 15 Keadaan Irigasi Pedesaan Per Kecamatan tahun 2008
328
Listrik juga masih merupakan masalah serius di Manggarai Timur.
Hingga saat ini, untuk dapat memenuhi kebutuhan kelistrikan rumah tangga,
Manggarai Timur masih bergantung kepada PLN ranting Ruteng. Oleh karena
adanya keterbatasan kapasitas, setiap hari selalu ada pemadaman bergilir.
Walaupun demikian, ini masih lebih baik dibandingkan mereka yang tinggal di
kampung-kampung di daerah pegunungan. Kondisi demografi dan penyebaran
penduduk yang bervariasi memunculkan kesulitan tersendiri untuk
mengembangkan jaringan distribusi listrik yang dapat menjangkau semua
tempat. Padahal, kebanyakan masyarakat Manggarai Timur tinggal di kampung-
kampung yang terletak di daerah pegunungan. Selain itu, jika pelayanan
ditingkatkan dengan mengembangkan jaringan listrik sampai ke kampung-
kampung terpencil, akankah masyarakat mampu membayar iurannya?
Di dalam kabupaten yang baru ini, sudah terdapat pula beberapa sarana
dan prasarana yang dapat memfasilitasi kepentingan masyarakat umum. Pada
tahun 2010, kebanyakan sarana dan prasarana tersebut berada di Borong, yang
menjadi pusat Kabupaten Manggarai Timur. Menurut data tahun 2008, sarana
dan prasarana tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 16 Sarana dan prasarana publik tahun 2008
NO JENIS SARANA/PRASARANA JUMLAH
1 Penginapan 2 buah
2 Rumah Makan / Warung 20 buah
3 Perbankan 2 buah
4 Toko 9 unit
5 Pasar 8 unit
6 Kantor Pos 1 unit
7 Koperasi 17 buah
8 Sarana/prasarana pendidikan 1.681 unit
329
Tabel 17 Data Sarana dan Prasarana Gedung Kantor Pemerintahan
330
Lambatnya laju pembangunan di kampung-kampung mencerminkan laju
pembangunan kabupaten yang menaunginya. Usia pemerintah daerah DOB ini
memang masih sangat muda, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup panjang
untuk dapat melihat perkembangan yang signifikan.
233
Data luas Borong ini diperoleh dari Tabel 2, RJPMD Kabupaten Manggarai Timur,
2009-2014. Dikatakan “sekitar” karena tabel-tabel lain pada buku yang sama
menunjukkan angka yang tidak tepat sama namun berkisar di sekitar angka tersebut.
331
2008, kawasan Borong yang memiliki kemiringan lebih dari 40% mencapai
36.004 ha, atau sekitar 73%.
332
termasuk kota Borong. Akan tetapi, masyarakat di Borong maupun di Desa
Golo Kantar selalu menyebutnya sebagai dua tempat yang berbeda. Lebih-lebih
di Mondo yang terhitung cukup terisolir karena di musim hujan tidak ada
kendaraan apa pun yang dapat menghantar orang dari Borong ke Mondo dan
sebaliknya. Hal ini berbeda sekali dengan Kelurahan Kota Ndora dan Rana
Loba, semua masyarakat setempat mengakui tempat itu sebagai kawasan kota
Borong.
Kecamatan Borong terdiri dari 19 desa dan 2 kelurahan, yaitu: Golo
Kantar, Desa Nanga Labang, Sita, Golo Loni, Golo Rutuk, Sano Lokom, Rondo
Woing, Golo Ros, Torok Golo, Satar Lahing, Beo Ngencung, Golo Meleng,
Gurung Liwut, Lolo Lalong, Benteng Riwu, Benteng Raja, Poco Rii,
Ngampang Mas, dan Rana Masak. Dua kelurahan, yaitu Kelurahan Rana Loba
dan Ndora. Adapun jumlah penduduk Kecamatan Borong yang tersebar di
berbagai desa dan kelurahan tersebut sampai dengan akhir November 2008
sebanyak 55.751 jiwa, dengan rincian laki-laki 27.491 jiwa, perempuan 28.260
jiwa. Dengan munculnya DOB Manggarai Timur, mulai direncanakan pula
distribusi penduduk kota Borong. Hal ini mengingat penduduk kota Borong
yang semakin padat karena banyaknya pendatang yang bekerja menjadi
pegawai negeri di Borong maupun pekerjaan lain.
Banyak pemuka agama dan masyarakat setempat mengatakan kerukunan
umat beragama di Borong cukup baik. Menurut data statistik paroki, penduduk
Borong terdiri dari 90% beragama Katolik, 7% beragama Islam, 2% beragama
Protestan, dan 1% beragama Hindu atau Budha. Dalam suasana yang plural,
umat yang berlainan agama itu hidup berdampingan dengan baik. Setiap
tahunnya, Remaja Masjid aktif membantu perayaan Natal dan Paska baik di
Gereja Katolik maupun Protestan. Sebaliknya, Orang Muda Katolik membantu
jalannya Takbiran umat muslim agar berlangsung dengan lancar. Demikian pula
penyelenggaraan MTQ kaum muslim melibatkan banyak bantuan dari umat
Katolik dan Protestan. Hal ini terjadi misalnya di bulan April 2010, MTQ
diselenggarakan di Lapangan Kota Baru, Borong. Kegiatan ini didanai
sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan anggota panitia seluruhnya juga dari
jajaran pemerintah daerah. Padahal, mayoritas pegawai pemerintah daerah
beragama Katolik. Acara itu pun dihadiri lengkap oleh para imam dari Gereja
Katolik dan pendeta dari Gereja Protestan. Kerukunan yang terjalin dalam
masyarakat yang plural ini menjadi salah satu kebanggaan Egidius Asa, Camat
Borong yang rajin terjun ke segala kalangan.
333
“Dulu kaum Muslim sempat datang dan mengeluh tidak berani takbiran, karena
pernah terjadi satu kali mereka dilempari batu ketika takbiran. Akan tetapi,
setelah ada jaminan dari Kecamatan, sekarang mereka sudah dua kali takbiran
dan bahkan umat Katolik ikut pula takbiran bersama mereka. Sebaliknya, saat
Prosesi Bunda Maria, umat Islam berpartisipasi pula dan justru menyediakan
kampung-kampung mereka sebagai jalur prosesi,” cerita Egidius. 234
Beberapa tokoh agama yang sempat dihubungi juga mengungkapkan rasa
syukur mereka tinggal di Borong karena cukup eratnya persaudaraan antarumat
beragama. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa sekitar tahun 2000 pernah
terjadi kerusuhan di Borong dengan isu SARA. Akan tetapi, pihak keluarga
korban yang terlibat menepis hal itu dan mengatakan bahwa itu sebetulnya
berkaitan dengan masalah kecemburuan sosial dan pekerjaan. 235 Kejadian ini
berawal dari kekecewaan seorang pria Katolik yang hendak melamar pekerjaan
sebagai supir namun ditolak. Yang menolak lamarannya sebetulnya adalah
orang Manggarai pula namun beragama Islam. Oleh karena kecewa lamarannya
ditolak, pria Katolik ini membakar mobil pria Islam tersebut di depan
rumahnya. Kerusuhan dengan cepat menyebar karena diiringi dengan isu bahwa
pria Islam yang menjadi korban itu telah menebarkan racun rabies di saluran air
minum penduduk Borong. Korban sebetulnya adalah petugas sanitarian di
Puskesmas Sita. Kebetulan sebelum kejadian tersebut korban membubuhkan
abate untuk membunuh jentik nyamuk. Akan tetapi, tindakannya tersebut segera
dijadikan bahan fitnah menyebar virus rabies. Masyarakat yang tidak terlalu
mengerti dan mudah diprovokasi terbawa suasana sehingga terciptalah
kerusuhan di Borong. Menurut cerita penduduk, pihak kepolisian datang cukup
cepat namun suasana tegang masih meliputi Borong hingga kira-kira tiga hari
lamanya.
“Kita di Borong ini bukan bicara soal perbedaan tetapi soal toleransi,” demikian
ungkap Jamil, ketua PHBI 236 Kabupaten Manggarai Timur. “Bahkan agama
kami pun mengajarkan untuk membina hubungan silaturahmi antarumat
sehingga mendapatkan suatu berkah.”
“Sejak dahulu masyarakat di Borong ini selalu rukun. Memang sempat terjadi
kerusuhan dan tegang pasca kerusuhan, tetapi kemudian silaturahmi cepat
234
Berdasarkan wawancara tanggal 20 Oktober 2009.
235
Berdasarkan wawancara tanggal 22 Oktober 2009 sore, dengan ketua PHBI yang
kebetulan menjadi paman dari korban utama kerusuhan di Borong. Ketua PHBI ini
merupakan orang Manggarai dari Dalu Sita.
236
PHBI merupakan singkatan dari Peringatan Hari Besar Islam.
334
terjalin kembali berkat upaya dan kerja sama yang erat antar tokoh agama,”
jelas alm. H. Galuh Ali, ketua MUI 237 Kabupaten Manggarai Timur. 238
Dalam sebuah acara ekumene atau doa bersama antara agama, Pendeta
Protestan dari GMIT juga mengungkapkan suasana yang menyenangkan
antarumat beragama di Borong.
“Kita biasa bersama-sama seperti ini, apalagi kalau ada acara-acara besar, kita
pasti berkumpul semua,” kata Pendeta Markus. 239
Kerukunan antarumat beragama dapat disaksikan juga dalam peristiwa-
peristiwa yang berhubungan dengan pemerintahan. Pada tanggal 15 Februari
2009 dalam Misa Syukur Pelantikan Bupati Manggarai Timur, para tokoh
agama tersebut maju ke depan dan mengumandangkan doanya menurut cara
dan kepercayaannya masing-masing. Ketika ada pergelaran Caci 240 dalam
rangka syukuran pelantikan Bupati, acara sempat ditunda sebentar untuk
menghormati kaum Muslim yang sedang sembahyang Jumat. Di daerah sekitar
kampung-kampung Muslim di Borong bahkan dilarang keras ada
penyembelihan babi demi menghormati mereka. Padahal, masyarakat
Manggarai cukup sering melakukan penyembelihan babi.
Kerukunan antarumat beragama ini memang tidak berkaitan langsung
dengan kehidupan di Kampung Mondo yang mayoritas Katolik. Namun, situasi
plural ini dialami juga oleh masyarakat Mondo yang terdiri dari berbagai klan.
Interaksi yang kuat antara Mondo dan Borong agaknya saling memengaruhi
dalam hal kerukunan hidup bersama di situasi yang plural. Bahkan, kerukunan
warga Mondo dengan warga Borong yang berlainan agama pun sudah terjalin
sejak lama. Sekitar tahun 1950-an banyak orang Ende beragama muslim
menetap di Borong. Kepada orang Ende inilah warga Mondo dahulu sering
memasarkan jagung hasil kebunnya.
237
MUI merupakan singkatan dari Majelis Ulama Indonesia. Ketua MUI di Kabupaten
Manggarai Timur merupakan orang Ende.
238
Berdasarkan wawancara tanggal 22 Oktober 2009 pagi. Sekitar bulan Maret tahun
2010 kemudian beliau meninggal dunia.
239
Hal ini diungkapkan dalam Hari Pangan Sedunia yang diadakan oleh pemerintah
Kabupaten Manggarai Timur pada tanggal 4-5 November 2009. Acara tersebut ditutup
dengan doa ekumene yang dipimpin oleh Rm. Aleksius Hiro, Pr dan doa umat dipimpin
oleh para tokoh agama dari Katolik, Protestan, dan Islam. Penulis termasuk salah satu
yang ikut memimpin doa umat sehingga bisa bercakap-cakap bersama para tokoh
agama yang hadir.
240
Caci merupakan tarian khas Manggarai.
335
3. OMNES VOS FRATRES ESTIS
“Omnes Vos Fratres Estis” merupakan bahasa latin yang berarti “Kamu
Semua adalah Saudara.” Ungkapan ini merupakan semboyan Keuskupan
Ruteng yang dicetuskan oleh Mgr. Dr. Hubertus Leteng, Pr. Beliau ditahbiskan
sebagai Uskup Ruteng pada tanggal 14 April 2010 dan menaungi seluruh
Gereja Katolik yang ada di tiga kabupaten, Manggarai, Manggarai Barat, dan
Manggarai Timur. Dalam Garis-Garis Besar Pedoman Kerja Keuskupan Ruteng
2008-2012, diungkapkan bahwa sebagai sebuah Gereja lokal, Keuskupan
Ruteng menyadari dirinya sedang dalam sebuah peziarahan yang berangkat dari
Sabda Yesus, “Marilah…” menuju sabda-Nya yang lain, “Pergilah...”
Mendengar sabda suci “Marilah,” para warga Gereja menyadari dirinya sebagai
insan-insan ilahi yang dipanggil. Namun, bersamaan dengan kesadaran akan
panggilan suci, timbullah “rasa diutus” yang mengejewantahkan permintaan
luhur, “Pergilah.” Demikianlah, persandingan rasa dipanggil dan rasa diutus
menghidupkan semangat Gereja untuk bertolak ke tempat yang dalam (bdk.
Luk. 5:1-11). Hal ini diterjemahkan antara lain dengan terjunnya para imam,
biarawan/wati ke berbagai pelosok pedalaman untuk menyampaikan kabar
gembira.
“Kedalaman adalah sebuah kekuatan batin yang menarik, sebuah semangat
yang mengendalikan gerakan besar kemanusiaan, sebuah keberanian atau zelus
pastoralis yang menggebu-gebu, sebuah semangat yang tidak penah mati, roh
dari perutusan Gereja kapan pun dan di mana pun, dan Gereja Manggarai 241
menyadari sungguh-sungguh bahwa roh itu tidak pernah mati.”(Garis-Garis
Besar Pedoman Kerja Keuskupan Ruteng 2008-2012)
Roh itulah yang kemudian melahirkan sebuah spiritualitas tertentu dalam
Gereja lokal di Manggarai. Dalam Keuskupan Ruteng saat ini, spiritualitas
dimengerti sebagai kualitas dalam diri manusia yang memengaruhi seluruh
pribadi dan kesadaran manusia; sebuah pengalaman keberadaan manusia dalam
relasinya dengan Allah yang tentunya juga bertalian dengan dinamika
kehidupan manusiawi. 242 Dalam tulisan ini, spiritualitas dalam pengertian inilah
yang akan digunakan agar tulisan ini menjadi lebih kontekstual.
241
Yang dimaksud Gereja Manggarai sebagaimana yang ditulis dalam Garis-Garis
Besar Pedoman Kerja Keuskupan Ruteng 2008-2012 adalah Keuskupan Ruteng, yaitu
Gereja yang mencakup seluruh orang Manggarai dari Selat Sape di ujung barat hingga
Wae Mokel di ujung timur. Dibandingkan dengan wilayah administrasi pemerintahan,
berarti mencakup 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan
Manggarai Timur.
242
Garis-Garis Besar Pedoman Kerja Keuskupan Ruteng 2008-2012.
336
Agama Katolik memasuki tanah Manggarai tahun 1912, dan itu berarti,
tak lama lagi Gereja lokal di Manggarai akan memasuki usia seratus tahun.
Uskupnya yang pertama berasal dari Belanda, Mgr. Wilhelmus van Bekkum,
SVD. Berdasarkan catatan statistik dokumen Gereja Katolik Ruteng,
pertambahan jumlah umat Katolik dalam sepuluh tahun ini cukup pesat,
mencapai kurang lebih seratus ribu jiwa. Menurut catatan, sebagian besar
karena kelahiran, hanya sedikit saja yang karena perpindahan agama secara
sukarela. Keuskupan Ruteng menaungi tiga kevikepan, masing-masing
kevikepan kira-kira seluas kabupaten yang ada di Manggarai. Jumlah imam
praja yang bekerja untuk Keuskupan Ruteng berjumlah sekitar 250 imam,
masih ditambah lagi imam biarawan dari SVD dan Fransiskan. Adapun
Kampung Mondo, termasuk Paroki Borong, Kevikepan Manggarai Timur.
243
Di akhir tahun 2010 telah terjadi pemekaran paroki, stasi Sok kini menjadi sebuah
paroki tersendiri.
337
Tabel 18 Daftar Stasi yang ada di Paroki Borong tahun 2010
NO NAMA STASI
1 Stasi Borong (Daerah Golo Karot)
2 Purangmese
3 Sok
4 Toka
5 Peot
6 Warat
7 Jawang
8 Longko
Sumber: hasil wawancara
338
sangat sedikit merasa tentram dan nyaman hidup berdampingan tanpa merasa
terancam. 244
244
Hal ini diungkapkan langsung oleh beberapa tokoh agama dan masyarakat
sebagaimana yang digambarkan dalam sub bab mengenai Kecamatan Borong.
245
Berkampanye untuk maju sebagai Calon Bupati/Wakil Bupati atau sebagai calon
legislatif dirahasiakan.
246
Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih merupakan paket yang didukung penuh oleh
Gereja.
339
umatnya. Berdasarkan keputusan Sinode Keuskupan Ruteng, tahun 2009
menjadi Tahun Peduli Kemiskinan. Untuk itu, Pusat Pastoral Keuskupan
Ruteng merencanakan program-program bagi umatnya lewat komisi-komisi
yang dibentuk oleh keuskupan. Program-program ini kemudian dilaksanakan
oleh komisi dan bekerja sama dengan pastor paroki setempat. Selain itu, ada
pula berbagai kegiatan pembangunan yang merupakan inisiatif dari para imam
dan bukan merupakan program Keuskupan. Namun, masyarakat tetap
memandangnya sebagai peran Gereja bagi pembangunan.
Pembuatan Jalan
Sekitar tahun 1990-an, daerah-daerah di Manggarai umumnya masih
terisolir. Kemudian datanglah LSM Intercorporation yang mewakili Pemerintah
Swiss hendak memberikan bantuan untuk pembuatan jalan di Manggarai.
Setelah melakukan survai, LSM tersebut memercayakan Keuskupan Ruteng
untuk menangani proyek tersebut. Maka, ditunjuklah Pater Stanis Ograbeck,
SVD dan Pater Wasser, SVD sebagai wakil keuskupan untuk melaksanakan
karya ini. Di tahun 1994, Pater Stanis dipindahkan ke Kalimantan sehingga
posisinya kemudian diganti oleh Rm. Laurens Tjoang, Pr.
Hal menarik dari proyek pembuatan jalan ini adalah adanya keterlibatan
masyarakat. Prosesnya, pertama direncanakan dulu di daerah mana saja yang
akan dibuka ruas-ruas jalan. Setelah ditentukan lokasinya, Rm. Laurens dan
Pater Wasser menghubungi para Romo Paroki yang daerahnya akan dibuat
jalan. Tugas para Romo Paroki ini adalah memotivasi dan memobilisasi
masyarakat setempat untuk mengumpulkan material dan berpartisipasi
membuat jalan. Jadi, misalnya masyarakat mengumpulkan batu, kemudian Rm.
Laurens dan Pater Wasser akan datang membawa mobil-mobil pengangkut
batu. Mobil-mobil tersebut merupakan bantuan dari Intercorporation.
Masyarakat setempat yang bekerja itu digaji dengan dana dari Swiss tersebut,
sehingga pekerjaan ini membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas karena
dapat melibatkan sangat banyak orang. Memang, upah yang diberikan tidak
setinggi jika bekerja di proyek karena justru dengan demikian masyarakat lebih
merasa memiliki jalan tersebut, yang dibuat dengan semangat swadaya karena
partisipasi mereka sendiri.
Segi positif lainnya dari sistem ini adalah masalah pemberdayaan. LSM
pertama-tama melatih dulu tim dari keuskupan, dengan Rm. Laurens Tjoang di
antaranya. Setelah itu, tim keuskupan ini melatih lagi beberapa orang yang
340
dapat menjadi tenaga trampil untuk diterjunkan di daerah-daerah. Di daerah-
daerah, mereka melatih lagi para penduduk setempat agar dapat menjadi tenaga
yang diandalkan.
Pembuatan jalan ini hanya sampai tingkat bebatuan saja, atau biasa
disebut dengan istilah Telford. Peningkatan ke aspal kemudian dilakukan oleh
pemerintah daerah. Dalam hal ini, Rm. Laurens Tjoang menceritakan kerja
sama antara Gereja dan pemerintah daerah bagus sekali. Tak jarang bahkan
jajaran pemerintah sampai ke Kepala Desa berusaha keras membantu para
Romo memobilisasi masyarakat. Sebagian besar jalan-jalan utama di Manggarai
merupakan buah dari pekerjaan ini. Dan hasilnya cukup banyak, antara lain
masyarakat sekarang sudah mulai terbuka dari keterisolasiannya, transportasi
lebih mudah, dan mereka dapat menjual komoditinya dengan harga yang lebih
baik karena terbebas dari belenggu para lintah darat. Jalan-jalan yang sudah
dibuat antara lain menghubungkan Reo di Kabupaten Manggarai dan Benteng
Jawa di Manggarai Timur (sekitar 40 km). Jalur lain adalah dari Nanga Ramut
di Kecamatan Satarmese Barat ke Repi di Kecamatan Lembor daerah Todo
(sekitar 40 km), keduanya masih dalam Kabupaten Manggarai. Jalur
selanjutnya adalah Rangga ke Tebang (sekitar 25 km), keduanya berada di
Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai. Jalur Mombok ke Elar (sekitar 20
km) juga merupakan hasil program ini, keduanya masih dalam Kecamatan Elar
Kabupaten Manggarai Timur. Kondisi jalan semua jalur tersebut masih bagus
sampai sekarang dan menjadi jalur-jalur transportasi yang penting di
Manggarai.
Situasi pembangunan jalan di banyak daerah tersebut tidak seperti di
Mondo. Jika di daerah-daerah lain pada umumnya inisiatif pembangunan jalan
datang dari pemerintah atau Gereja, di Mondo inisiatif murni dari masyarakat.
Penyediaan Sarana Air Bersih
Pater Wasser, SVD adalah seorang imam yang berasal dari Swiss. Di
tahun 2010 usianya sudah 81 tahun, namun tubuhnya masih sehat, penglihatan
dan pendengarannya pun masih baik. Pertama kali menginjak tanah Manggarai
tahun 1977, hatinya gelisah melihat penderitaan umatnya yang dililit oleh
kemiskinan, penyakit, dan kebodohan. Lebih-lebih ketika ditugaskan di
Wangkung tahun 1978. Umatnya yang miskin sangat rentan terhadap penyakit.
Bahkan yang digolongkan sehat pun umumnya menderita koreng, kudis, dan
penyakit kulit lainnya. Dugaannya kuat bahwa ini semua disebabkan tidak
adanya air bersih bagi masyarakat. “Ayah saya dulu petani dan kami
mempunyai mata air sendiri. Dari sana saya belajar memasang pipa-pipa untuk
341
mengalirkan air bersih,” cerita Pater Wasser. Berdasarkan pengalamannya
inilah akhirnya Pater Wasser mulai memasang pipa-pipa dan mengalirkan air
bersih bagi umatnya di Wangkung. Wangkung terletak di Kabupaten
Manggarai, sekitar 10 km di sebelah barat Ruteng. “Sejak itu memang kami
tumbuh sehat dan bersih, Suster,” ungkap Maximus Banggur, salah seorang
umatnya, yang mengalami sendiri dampak air bersih hasil jerih payah Pater
Wasser. Dan akhirnya, berdatanganlah para camat dari berbagai pelosok
Manggarai, meminta bantuan Pater Wasser untuk membantu menyediakan
sarana air bersih di kecamatannya. Perjuangannya dalam menyediakan air
bersih bagi masyarakat masih berlanjut sampai sekarang. Namun, Pater Wasser
kini tidak sendirian lagi, karena sudah memiliki tim ahli yang membantunya
bekerja di daerah-daerah. Setiap hari Sabtu, seluruh anggota tim berkumpul
untuk memberikan laporan kepada Pater Wasser dan membicarakan program-
program yang sedang maupun yang akan dijalankan.
Karya Pater Wasser ini sempat pula dinikmati oleh warga Mondo selama
beberapa waktu, sayang hanya sementara saja karena kemudian pipa-pipanya
rusak.
Gambar 38 (dari kiri ke kanan) Pater Wasser, Rm. Sergius Paulus CSE, para
karyawan/wati yang bekerja dengan Pater Wasser
(Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009)
342
disingkat PSE. Ketua Komisi adalah Rm. Simon Nama, Pr. Untuk
melaksanakan program ini, para anggota komisi melakukan sosialisasi tentang
dasar-dasar Kopdit ke paroki-paroki, bekerja sama dengan para pastor paroki
setempat. Setelah itu, dilakukanlah pengorganisasian wadah-wadah Kopdit di
masing-masing paroki. Setelah Kopdit berdiri, Komisi memberikan
pendampingan dan penguatan Kopdit dengan kunjungan rutin dan mengadakan
pula pendidikan dan pelatihan untuk para pengurus Kopdit. Untuk urusan
Kopdit ini, Komisi PSE bekerja sama dengan Puskopdit Manggarai dan Dinas
Perindag-Kop Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur.
Salah satu imam yang cukup aktif di bidang Kopdit ini adalah Rm. Dedi
Madur, Pr. Sejarah keaktifannya di Kopdit berawal ketika ia masih ditugaskan
sebagai Pastor Paroki di sebuah desa di Rangga. Umumnya umatnya adalah
para petani sederhana yang sangat miskin. Sebagai seorang imam muda yang
baru lulus dari pendidikan imamat, Rm. Dedi prihatin melihat umatnya yang
kurang pengetahuan, tidak mampu memanajemen ekonomi rumah tangga, dan
tidak memiliki kebiasaan hidup sehat. “Kegembiraan seorang pastor adalah
ketika melihat umatnya bergembira,” ucapnya pada tanggal 10 Oktober 2009.
Oleh karena itu, Rm. Dedi pun mulai belajar mengenai koperasi dan menjalin
kerja sama dengan LSM yang bergerak di bidang tersebut. Semakin lama
kepiawaiannya mengelola koperasi pun semakin meningkat seiring dengan
pengalaman demi pengalaman yang diperolehnya. Kini, Rm. Dedi termasuk
salah seorang imam yang rajin berkeliling ke paroki-paroki di Keuskupan
Ruteng untuk mengembangkan Kopdit. Pada saat ini, Kopdit jalur paroki
berjumlah 67 Kopdit dengan anggota 9480 orang dan aset Rp. 8.676.268.843.
Seluruh paroki di Keuskupan Ruteng ada 96 buah, jadi sebagian besar paroki di
Keuskupan Ruteng sudah memiliki Kopdit. Ada 5 paroki lain yang sebetulnya
sudah memiliki Kopdit namun data modalnya belum ada, sementara 24 paroki
lainnya memang belum ada Kopdit tetapi sudah ada UBSP.
UBSP merupakan singkatan dari Usaha Bersama Simpan Pinjam. Salah
satu paroki yang belum ada Kopdit namun ada UBSP adalah Lengko Ajang.
Pater Daniel Manek, SVD adalah seorang imam muda yang bertugas di sana.
Diceritakan bagaimana umatnya membentuk kelompok dan mengumpulkan
uang bersama untuk UBSP ini. Uang yang dikumpulkan tersebut digunakan
untuk modal yang kemudian dipinjamkan kepada anggotanya yang
membutuhkan sesuai dengan sumbangannya. Perbedaan utama dengan
Koperasi, modal ini habis dipinjam oleh anggota, atau dengan kata lain, modal
di tangan anggota. Sedangkan Koperasi, selalu ada uang yang disimpan di
343
Koperasi sebagai modal. Salah satu cara yang dilakukan Pastor Paroki Lengko
Ajang untuk merangsang UBSP ini adalah memelihara sapi. Dengan demikian,
umat diperkenalkan untuk beternak sapi dan timbul semangat menabung agar
dapat membeli dan memelihara sapi.
Kampung Mondo terletak di Stasi Longko, dan di sana sudah ada pula
Koperasi untuk perempuan. Rm. Beny Jaya mendirikan Koperasi untuk
perempuan ini pada tahun 2006 di kota Borong dan pada tahun 2009 didirikan
pula di Stasi Longko. Anggota koperasi tersebut antara lain adalah para
perempuan dari Mondo.
344
Pada tahun 2008 digemukkan 8 ekor sapi, dan tahun berikutnya 7 ekor.
Diharapkan program ini dapat meningkatkan ketrampilan petani di bidang
pertanian organik.
Penghijauan
Karya ini berawal dari keprihatinan Pater Wasser, SVD yang melihat air
bersih yang telah diusahakannya hanya digunakan untuk minum dan mencuci
saja. Maka dibentuklah kelompok yang dinamakan KERAN. Kelompok ini
terdiri dari 10 hingga 15 ibu yang tersebar di berbagai desa. Para ibu ini
dikumpulkan dan diajarkan menanam sayur, membuat apotik hidup, mengolah
penganan lokal, dan sebagainya. Selain itu, digerakkan pula penghijauan
dengan menanam tanaman ampupu, berbagai tanaman komoditi, dan
pengumpulan serta penyebaran bibit. Apa yang sudah dilakukan oleh Pater
Wasser ini dianggap sangat baik oleh pihak Keuskupan sehingga digulirkanlah
program Seribu Pohon oleh Sinode Keuskupan Ruteng.
Komisi PSE merupakan komisi yang ditugaskan untuk program
penghijauan ini. Selain untuk melestarikan lingkungan, program ini juga
diharapkan dapat meningkatkan perekonomian umat. Pada tahun 2007 dan 2008
dilakukanlah pembagian bibit mahoni dan suren ke 37 paroki di bawah
monitoring Rm. Yosef K., Pr. Tahun 2007 ada 6000 koker mahoni dan 12.000
koker suren yang didistribusikan, sedangkan pada tahun 2008 didistribusikan
22.000 koker suren untuk paroki yang berada di dataran tinggi dan 3000 koker
mahoni untuk paroki yang berada di dataran rendah.
Pada tahun 2008, bahan-bahan katakese untuk umat ditekankan kepada
penghijauan dan penanaman kayu keras. Tujuannya, agar umat disadarkan
untuk menyelamatkan lingkungan dan memberikan alternatif peningkatan
ekonomi di lain pihak. Oleh karena itu, para katekis terjun ke kampung-
kampung untuk mensosialisasikan hal ini. Di Borong, pihak Paroki sendiri ikut
memberikan contoh konkret penghijauan dan melibatkan umat untuk menanam
di tanah paroki. Di awal masa puasa tahun 2008, Rm. Beny Jaya
mengumpulkan semua Ketua Wilayah dan mensosialisasikan program ini.
Kemudian, diatur jadwal setiap hari Jumat selama masa puasa (sekitar 7 kali
Jumat), umat dari wilayah-wilayah secara bergantian menanam mahoni dan jati
di lahan paroki seluas 4 ha. Lokasi penanaman tersebut terletak di Liangbala.
345
Pembuatan Irigasi
Pada tahun 2005 para imam dari Paroki Wukir memimpin umatnya untuk
membuat saluran irigasi. Dana pembuatan saluran tersebut diperoleh dari
pemerintah Kabupaten Manggarai yang berasal dari program pemberdayaan
masyarakat. Sebelumnya, dana untuk program pemberdayaan masyarakat ini
disalurkan lewat kecamatan dan desa. Namun, ternyata dana tersebut tidak
dipergunakan sebagaimana mustinya sehingga pada tahun 2005 pemerintah
kabupaten memutuskan untuk mengalirkan dana tersebut melalui paroki.
346
cukup banyak calon legislatif yang kurang kompeten dalam hal kemampuan
berpikir maupun berbicara. Melalui program ini, para calon legislatif dapat
meningkatkan kapasitasnya dalam berbicara, berlogika, berkomunikasi, dan
menjalin relasi, sementara masyarakat belajar menyuarakan pendapatnya dan
menilai calon legislatif mana yang sesuai dengan aspirasi mereka.
Advokasi Tambang
Komisi lain yang dibentuk oleh Keuskupan Ruteng dan memiliki
program yang berkaitan langsung dengan pembangunan adalah Komisi
Keadilan dan Perdamaian, dengan Rm. Ardus Jehaut, Pr sebagai ketua. Salah
satu program yang sedang ramai digalakkan saat ini adalah Advokasi Tambang.
Para anggota komisi turun ke daerah-daerah pertambangan dan berjumpa
dengan masyarakat di sana, antara lain ke Reo dan Waning. Setelah
menyampaikan kepada masyarakat apa saja yang menjadi keuntungan dan
kerugian jika ada pertambangan di daerah mereka, tampaklah bahwa ternyata
umumnya masyarakat tidak mengerti sebelumnya. Tambah pula, mereka lebih
tidak mengerti lagi ketika sebelumnya disodori kertas untuk ditandatangani;
mereka tidak sadar bahwa tandatangan tersebut merupakan tanda persetujuan
mereka dibukanya tambang di tanah mereka. Hasil studi komisi menunjukkan
bahwa dampak negatif dari pertambangan jauh lebih besar daripada dampak
positifnya, baik untuk masyarakat setempat maupun lingkungan. Oleh karena
itu, komisi ini pun menggagas pernyataan sikap tolak tambang yang diajukan
kepada pemerintah daerah agar dapat ditinjau kembali atau bahkan
dihentikannya pertambangan yang telah banyak merugikan masyarakat.
347
Pengobatan Gratis bagi Anak-Anak
Keuskupan memiliki pula program pengobatan gratis bagi anak-anak,
namun hanya berlangsung sesekali dengan bekerja sama dengan rumah sakit
yang ada di keuskupan. Di Borong, Paroki bekerja sama dengan PERDAKI
memberikan pelayanan pemeriksaan mata dan pembuatan kacamata gratis untuk
anak-anak. Tim yang telah ditunjuk dan dilatih, terjun ke sekolah-sekolah untuk
mengadakan pemeriksaan. Dalam hal ini, Paroki memfasilitasi pelaksanaannya
termasuk juga menyediakan akomodasi dan konsumsi untuk para petugas yang
memberikan pelayanan gratis tersebut.
Selain yang telah disebutkan di atas, banyak pula para imam yang
mengasuh anak-anak kurang mampu dengan membantu membiayai pendidikan
mereka hingga ke jenjang yang tinggi dan membiarkan mereka tinggal di
pastoran. Umumnya, anak-anak tersebut diberi tanggung jawab untuk
memelihara babi paroki. Hasil dari pemeliharaan babi itulah yang dipakai untuk
membiayai kehidupan dan pendidikan anak-anak yang kurang mampu
tersebut. 247
Hal yang paling sering dilakukan oleh para imam untuk meneruskan
program-program keuskupan adalah lewat katakese. Misalnya, untuk mendidik
hidup hemat, kebiasaan hidup sehat, mengurangi resiko bencana longsor, dan
sebagainya. Rm. Laurensius Sopang, Pr yang menjadi Vikaris Jenderal
Keuskupan bercerita bagaimana cara imam-imam di Manggarai berkatekese
kepada umat. 248 Setelah memberikan Misa, biasanya mereka masih meluangkan
waktu lagi 1 jam untuk berbicara kepada umat mengenai pentingnya
pendidikan. Dalam kesempatan lain, mereka akan mengajarkan umat cara hidup
hemat. Pada kesempatan berikutnya, mendorong umat untuk hidup dengan
sehat. Masih banyak lagi sebetulnya peranan Gereja dalam pembangunan di
tanah Manggarai, namun tidak semua sempat direkam dalam penelitian ini.
Demikianlah kurang lebih yang dilakukan para imam di Manggarai, mereka
berjalan dari kampung ke kampung untuk memberikan pelayanan kepada umat
di bidang spiritual. Namun, seringkali tak dapat dihindari juga memberikan
pelayanan di bidang non spiritual.
Walaupun cukup banyak peranan para imam, biarawan/wati dalam
pembangunan langsung di tengah masyarakat, Uskup Ruteng Mgr. Hubert
247
Berdasarkan wawancara dengan Rm. Dedi Madur, Pr dan Rm. Beny Jaya, Pr.
248
Berdasarkan wawancara pada tanggal 3 Februari 2009.
348
Leteng, Pr menegaskan bahwa Gereja tidak akan pernah menggantikan posisi
pemerintah dalam melakukan pembangunan. Sampai selamanya, peranan utama
Gereja adalah di bidang spiritual. 249 Dengan lebih panjang, Rm. Bene Bensy, Pr
yang menjadi Vikep Manggarai Barat menjelaskan bahwa dalam pembangunan,
fungsi Gereja yang pertama adalah sebagai pemberi motivasi. Hal ini penting
agar umat atau masyarakat mengambil bagian dalam pembangunan yang
dicanangkan oleh pemerintah. Tanpa partisipasi masyarakat, pembangunan
tidak akan berjalan. Kedua, Gereja menjadi pemberi arah yang tepat, supaya
pembangunan yang diberikan oleh pemerintah atau negara, jangan
menghasilkan manusia-manusia yang materialistis, konsumeristis, dan
hedonistis.
“Gereja perlu memberi penjelasan bahwa pembangunan bukan untuk
memperkaya manusia semata, tetapi justru supaya manusia dekat dengan
Tuhan. Jadi, pembangunan bukan justru menjauhkan umat dari Tuhan. Di
sinilah Gereja harus memberikan motivasi,” ungkap Bene Bensy.
Yang ketiga, Gereja berfungsi menetapkan kerangka nilai-nilai bagi manusia
sebagai subjek pembangunan. Gereja bertugas untuk menyadarkan manusia
bahwa tujuan pembangunan bukan demi pembangunan itu sendiri tapi demi
manusianya. Di satu pihak manusia adalah subjek pembangunan, tetapi di lain
pihak manusia adalah objek pembangunan.
“Jangan sampai manusia lupa bahwa dia juga adalah subjek dari pembangunan.
Nah, di sinilah peranan dari Gereja,” jelas Bene Bensy.
Adapun peranan Gereja yang keempat adalah berdoa agar pembangunan itu
menghasilkan manusia-manusia yang religius.
“Bukan manusia yang kaya, materialistis, tapi kurang beriman. Nah, itulah
peran dari Gereja,” ujar Bene Bensy menutup penjelasannya.
Apa yang diungkapkan oleh Rm. Bene Bensy, Pr ini terbukti beberapa
kali di Borong. Dalam acara Hari Pangan Sedunia yang diadakan pada tanggal 4
November 2009, Rm. Beny Jaya, Pr. selaku Vikep Manggarai Timur
menyatakan dukungannya terhadap program-program pemerintah.
“Gereja punya komitmen bukan hanya mengurus altar, tetapi dari altar menuju
ke pasar. Pada hari ini Gereja hadir untuk mewujudkan komitmen sebagai
bagian dari masyarakat Manggarai Timur ini,” demikian kata pembukaan Rm.
249
Berdasarkan wawancara pada tanggal 3 Maret 2010 di keuskupan.
349
Beny Jaya, Pr. ketika menyatakan dukungannya atas program-program
pemerintah yang berkaitan dengan pangan lokal.
“Maka saya tegaskan bahwa Gereja mendukung Perda 250 yang akan dikeluarkan
pemerintah daerah sehubungan dengan pangan lokal,” seru Rm. Beny Jaya, Pr.
tegas di hadapan seluruh peserta seminar Hari Pangan Sedunia.
250
Perda yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sehubungan
dengan pangan lokal adalah bahwa setiap hari Jumat masyarakat harus mengkonsumsi
makanan lokal dalam arti non beras.
350