Oleh :
Kelompok 6
Suranda : 2202451002
Kelas :B
2021
KATA PENGANTAR
KELOMPOK 6
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................2
1.4 Identitas Buku...................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
ISI BUKU.........................................................................................................................4
2.1 Ringkasan buku................................................................................................4
BAB III...........................................................................................................................19
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU............................................................19
3.1 Kelebihan Buku...............................................................................................19
3.2 Kekurangan buku...........................................................................................19
BAB IV...........................................................................................................................20
PENUTUP......................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan......................................................................................................20
4.2 Saran................................................................................................................20
BAB V.............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera
Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan
beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur.
Suku bangsa yang dikategorikan ke dalam suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo,
Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Suku Batak Toba sebagai salah satu suku di Indonesia, mengagungkan kesadaran
dan kebanggaan akan budaya Batak Toba. Maka penggalian, pemeliharaan dan
pengembangan budaya Batak Toba sangat mutlak diperlukan untuk tetap menjadi salah
satu akar kuat dari pohon besar budaya nasional. Dalam budaya Batak Toba yang
dimaksud dengan kebudayaan adalah ‘Ugari’. Terdapat pepatah yang dipegang teguh
masyarakat Batak Toba, yaitu : Adat do ugari, Sinihathon ni Mulajadi. Siradotan
manipat ari, Silaon di siulubalang ari. (Maksudnya : Adat itu yang diilhamkan oleh
Tuhan pencipta alam untuk dipelihara selama hidup), sehingga masyarakat Batak Toba
sangat memegang teguh adat-istiadatnya. (Tambunan, 1982)
Identitas budaya Batak Toba yang tidak dimiliki oleh suku lain di Indonesia ialah
pembagian masyarakat atas 3 golongan fungsional yang disebut dengan Dalihan Na
Tolu, yaitu dasar kehidupan bagi seluruh warga masyarakat Batak Toba yang terdiri dari
tiga unsur atau kerangka yang merupakan kesatuan yang tidak terpisah, yakni : hula
hula, yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut somba marhula-hula yang berarti
harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan
kesejahteraan. Kedua, dongan tubu, yaitu saudara semarga sehingga disebut manat
mardongan tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan. Ketiga,
boru, yaitu saudara perempuan dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak
ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut elek marboru artinya agar selalu
saling mengasihi supaya mendapat berkat. Ketiganya bergerak dan saling berhubungan
selaras, seimbang dan teguh oleh adanya marga dan prinsip marga.
1
Dari uraian di atas mengenai kebudayaan dan nilai-nilai budaya Batak Toba yang
terdapat pada identitas dengan latar belakang budaya Batak Toba diatas penulis akan
mengulas secara terperinci kebudayaan serta destinasi dan kepariwisataan etnis Batak
Toba.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana letak geografis dan kehidupan masyarakat Batak Toba?
2. Apa yang menjadi kekhasan bahasa, sastra, dan aksara Batak Toba?
3. Apa kekhasan kuliner Batak Toba?
4. Sebutkan apa destinasi wisata khas Batak Toba?
2
- Dr. Marsitowarni Siregar, M.Ed.
- Fitriani Lubis, S.Pd., M.Pd.
- Hafniati, D.Pd., MA.
- Dr. Andi Wete Polili, M.Hum.
- Dr. Tuti Rahayu, M.Si.
- Dr. Daulat Saragi, M.Hum.
- Dr. Panji Suroso, S.Pd., M.Si.
- Yusnizar Heniwaty, S.ST., M.Hum., Ph.
Penerbit : UNIMED PRESS
Penerbit Penerbit : Unimed Press
3
BAB II
ISI BUKU
2.1 Ringkasan buku
A. Letak Geografis dan Kehidupan Masyarakat Batak Toba
1. Kabupaten Tapanuli Utara
Dengan jumlah penduduk sekitar 186.694 jiwa di tahun 2017. di tahun 2017.
Jiwa Kabupaten Humbang Hasundutan secara geografis berada di antara di antara 2°13-
2 28 LU dan 98°10'-98°57 BT dan berada pada ketinggian 330- 2.075 m di atas
permukaan laut. Luas kabupaten ini adalah 251,765,93
3. Kabupaten Toba
Luas wilayah Kabupaten Toba adalah 2.021.80 km2. Luas ini merupakan 3,19%
dari luas total Sumatera Utara. Kabupaten Toba berada pada 2°03-2°40' LU dan 98°56-
9940 BT. Dataran tinggi kabupaten Toba berada di ketinggian 900-2.200m di atas
permukaan laut. Jumlah penduduk per tahun 2016 sebanyak 180.694 jiwa.
4. Kabupaten Samosir
5. Kabupaten Dairi
4
Kabupaten Dairi adalah salah satu kabupaten yang terletak Sumatera Utara yang
beribukotakan Sidikalang. Berdasarkan proyeksi penduduk pada pertengahan tahun
2014, jumlah penduduk kabupaten Dairi sebanyak 279.090 jiwa. Daerah ini memiliki
luas wilayah sebesar 191.625 Ha yaitu sebesar 2,68% dari luas Sumatera Utara yang
terletak dibagian Barat Laut Sumatera Utara.
1. Sistem Kekerabatan
Marga-marga pada suku Batak Toba adalah nama-nama Raja Batak. Marga-marga
ini dimulai dari seorang Raja Batak yang tinggal di Pusuk Buhit tepatnya di desa
Sianjur Mula lamula. Dari desa inilah disebut asal suku Batak dan tarombo dimulai dari
5
silsilah si Raja Batak tersebut. Menurut cerita, Raja Batak memiliki dua anak yaitu Guru
Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Kemudian Guru Tatea Bulan mempunyai lima anak
yaitu Raja Biakbiak, Saribu Raja Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja.
Turunan Raja Borbor adalah marga Pasaribu, Batubara, Matondang, Sipahut Tarihoran,
Saruksuk, Lubis Harahap, Parapat, Hara Hutasuhut, Tanjung, Daulay Sonak Malela
adalah marga Simangunsong, Pulungan
Turunan Sipitu Ama adalah marga Situmorang, Sitohang, Rumapea, Siringo-ringo dll
Turunan Raja Sonang adalah marga Gultom, Samosir, Harianja, Sitinjak, Pakpahan, dll
6
3. Ritual Kelahiran
a. Mandengkai atau mambosuri
Ritual ini Hampir sama dengan ritual tujuh bulanan pada beberapa suku lainnya,
sesuai dengan nama upacaranya, Mandengkai adalah acara menyampaikan dengke atau
ikan mas dari orangtua ibu hamil atau hula hula.
b. Mangharoani
c. Maranggap
Pada zaman dahulu orang masih percaya pada makhluk yang senang pada
kelahiran bayi dan menghinggapinya, bahkan memangsanya. Oleh karna itu ritual ini
dilakukan untuk menjaga bayi dan melindungi dari roh roh jahat.
Ritual ini adalah upacara mengundang banyak orang beserta kerabat, dimana
orangtua perempuan atau hula hula keluarga yang baru kelahiran anak datang
membawa makanan berupa indahan pohol pohol dan dengke sitio tio.
4. Ritual Perkawinan
a. Marhorihori dinding
Ritual ini adalah tahapan aawal dari rangkaian upacara perkawinan adat batak
toba. Ketika anaknya menyampaikan Bahwa dia sudah memberi tanda pada seorang
perempuan, maka dilanjutkan dengan kedatangan pihak laki laki ke rumah pihak
perempuan.
Tahap ini adalah acara yang dilakukan di gereja, ditujukn untuk mengetahui
apakah calon pengantin prnah mengikat janjidengan oranglain atau tidak. Pada saat itu
harus diselesaikan dulu segala jenis hubungan yang pernah terjadi.
7
c. Martonggo Raja
Ritual ini sebenarnya mempunyai arti berdoa para raja. Namun kegiatan ini
adalah acara rapat para raja yang diakhiri dengan doa.
Ulaon unjuk adalah pesta puncak pernikahan, yang diawali dengan pemberkatan
nikah, Ulaon Unjuk Biasanya dilakukan dihalaman yang luas atau gedung, Karena
mengundang banyak pihak dan kerabat dari pihak.
Pada akhir acara, Pengantin akan pulang kerumah pengantin laki laki, dan disana
akan dilaksanakan acara manjangkon paraumaen, atau menyambut menantu.
Pada zaman dahulu, pengantin perempuan yang baru saja menikah tidak boleh
pulang kerumahorangtuanya sebelum disampaikan sipanganon atau tudu tudu ni
sipanganon. Oleh sebab itu dilakukanlah Upacara paulak une supaya pengantin dapat
berkunjung kerumah orang tuanya.
5. Ritual Kematian
a. Bila Meninggal masih Bayi
Untuk bayi dalam kandungan atau biasa disebut mate di bortian tidak ada acara
apa apa, hanya dibungkus tanpa peti mati lalu dikuburkan. `
Mate ponggol berarti apabila meninggal sudah dewasa, . doli atau namarbaju
yang memiliki arti patah.adat yang ditakukan untuk mate ponggol ini sangat sederhana.
Pada dasarnya harus diusahakan segera dikuburkan, sementara ulos untuk penutup
mayat diberikan atau disediakan oleh tulang, namun kalau tidak ada bisa langsung dari
orang tuanya. Jenis ulos untuk yang mate ponggol namanya ulos parsirangan.
c. Mate di Paralang-alangan
8
kematiannya, diperlukan dua ulos, satu ulos digunakan sebagai penutup jenazah yang
disebut ulos saput dan satu lagi ulos tunjung yang digunakan untuk dikerudungkan ke
pasangan yang ditinggalkan. Jika sudah selesai menguburkan, dan tiba di rumah
diadakan acara penghiburan sekaligus membuka tunjung. Perlu digaris bawahi, apabila
istri yang ditinggalkan belum mengeluarkan tanda-tanda mengandung, maka
diperbolehkan meminta dipulangkan kepada rumah orang tuanya. Jika sudah disepakati,
maka orang tua si perempuan harus memberi uang pago-pago kepada tamu yang datang
di acara tersebut. Uang pogo-pogo hanya sebagai tanda atau pertanda bahwa perempuan
sudah terlepas.
d. Mate Mangkar
e. Mate Hatungganeon
Sama Mate hatungganeon apabila seseorang meninggal saat sudah berumur dan
sudah pantas memiliki cucu serta anaknya sudah tumbuh dewasa. Acara adat yang
dilaksanakan untuk meninggal seperti ini masih hampir dengan mate mangkur.
9
Kesimpulannya, meskipun yang meninggal berasal dari keluarga kaya, tetap tidak
berhak marboan atau menyembelih seekor hewan ternak untuk dibagi-bagikan kepada
kerabat Dalihan Na Tolu. walaupun ingin tetap menyembelih, daging tersebut tidak
dapat disebut sebagai boun atau ola. Ternak yang disembelih tersebut hanya akan
dijadikan lauk makan pada saat acara partangiangan, Intinya, hewan yang disembelih
tersebut lauk untuk para pelayat. Pada saat acara purtangiangan, hula-hula sebagai
pemberi ulos suput dan ulos tujung sudah lazim dan diharuskan menerima peso.
f. Mate Sarimatua
Sebutan bagi seseorang yang meninggal sudah bercucu dan masih ada yang
disarihon atau dipikirkan sebagai tanggung jawab Untuk yang meninggal sarimartua,
adat pemberi ulos sudah berbeda dengan mate hatungganeon dan mate mangkar. Untuk
male sarimatua terdapat ulos holong yang diberikan oleh hula-hula ke anak almarhum.
Ulos yang digunakan untuk pasangan yang meninggal pun bukan lagi ulos tujung, tapi
ulos sampetua. Seseorang yang mate sarimatua, secara adat seharusnya marboan, yaitu
menyembelih ternak sebagai boan atau ola yang akan dibagibagikan kepada kerabat
dalihan na tolu. Ternak yang lazim disebut boan ialah lombu sitio (sapi) atau gaja soba
(kerbau). Untuk yang mute sarimatua cukup ideal boanya adalah lombu sitio dan
digolongkan sebagai natinutungan. Disebut namanya natinutungan karena bulu-bulu
tenak dibuang dengan cara dibakar. Lalu dagingnya direbus. Sebagaian daging juga
dapat dijadikan untuk lauk para pelayat. Perlu diketahui, menyembelih ternak sebagai
boan teruntuk yang mate sarimatua adalah aturan adat. Namun tidaklah sebagai
keharusan. Bagi keluarga yang kurang mampu. bisa saja menyembelih hewan ternak
lain, namun tidak dapat disebut dengan boan.
Merupakan tingkat kematian yang lebih tinggi dari male sari martua, seseorang
yang meninggal dengan keadaan sudah bercucu dari masing-masing anak dan anaknya
keseluruhan sudah berumah tangga. Kematian jenis suur matua berbeda dengan sari
matua. Hal ini dapat diketahui dari pemberian ulos maupun ternak yang dipotong pada
acara adat yang disebut boan. Untuk saur matua tidak lagi menggunakan ulos tujung
melainkan ulos sampetua. Penyerahan ulos tersebut pun bukan dikepala, melainkan
diletakkan di pundaknya. Arti ulos sampetua adalah sampai meninggal dia tidak bisa
10
menikah lagi. Mengenai boan, kalau untuk sari matua cukup pantas dengan sebutan
natinutungan, sudah sepantasnya kerbau (gaja toba) dengan sebutan marimbulu.
Artinya, bulu-bulu ternak tersebut tidak dibuang, dagingnya pun tidak direbus,
melainkan dibagi saat mentah Selain itu, perlu diketahui jika sudah na marimbulu,
semua daging adalah untuk dibagi, tidak diambil untuk pelayat.
h. Mauli Bulung
Ritual lainnya yang dilaksanakan masyarakat Batak Toba sampai hari ini adalah
mangongkal holi. Mangongkal holi adalah upacara pemindahan tulang-tulang atau
tengkorak yang sudah meninggal minimal 15 tahun ke tugu keluarga. Hal ini dipercaya
darar menaikkan martabat yang meninggal dan keluarga yang ditinggal Biasanya
upacara ini dilaksanakan dengan acara besar, dengan memanggil gondang sabangunan.
Sejak abad ke-13 sistem tradisi Batak Toba diduga sudah dia dengan wujud
berupa penemuan-penemuan penulisan yang pantai dalam bangunan, dsb. Sifat dari
aksara ini yaitu silabis dengan jumlah tanda atau lambang sebanyak 19 induk huruf,
ditambah 7 anak huruf Perubahan pelafalan Bahasa Batak Toba diketahui pada burul
Huruf ini tidak pernah diketahui ada dalam bahasa Batak Todd Mulanya orang Batak
Toba menyebut kopi dengan latal bopi Late kelamaan pelafalan hopi berubah menjadi
kopi.
11
Penulisan aksara Batak sama dengan penulisan huruf latin, yaitu dari kiri ke
kanan. Namun surat Batak kuno tidak mengenal tanda baca, huruf besar dan huruf kecil.
Aksara Batak bentuknya sama. Tujuh anak huruf dalam aksara Batak Toba digunakan
untuk mengubah bunyi 10 induk huruf, misalnya bunyi /i, u, o,el dan menambah bunyi
ing pada induk huruf tersebut.
Suku Batak Toba sangat kaya akan sastra lisan, baik dari segi puisi/pantun,
prosa, dsb. Pada dasarnya, masyarakat Batak Toba hanya mengenal satu bentuk sastra
lisan berbentuk prosa yakni berupa turiturian. Salah satu cerita yang terkenal dari Batak
Toba adalah Si Boru Tumbaga. dan terjadinya Danau Toba. Si Boru Tumbaga adalah
cerita yang melukiskan bagaimana perbedaan anak laki-laki dan anak perempuan,
terutama dalam pembagian harta warisan. Cerita lain yang terkenal adalah Asal Muasal
Danau Toba. Cerita ini menggambarkan seseorang yang dikutuk Tuhan karena tidak
menepati janji. Kutukan yang dimaksud dalam cerita ini adalah terjadinya keajaiban,
yakni menjadi wujud Danau Toba. Sastra Batak terutama cerita rakyat berbahasa Batak
Toba merupakan prosa yang disebut dengan turiturian. Turi-turian bagi masyarakat
Batak Toba memiliki fungsi sebagai informasi serta nilai budaya yang mengandung
pembelajaran serta adat yang berlaku di Batak Toba. Turi-turian tidak hanya sekdar
dongeng belaka, masyarakat Batak Toba sangat menghargai serta memelihara adat serta
nilai yang terkandung di dalamnya.
Arsitektur adalah salah satu cabang seni rupa yang berarti seni dan ilmu merancang
serta membuat konstruksi bangunan. Konstruksi bangunan tradisional batak dibagi atas
dua bagian, yaitu rumah batak atau yang disebut rumah bolon ,dan yang kedua disebut
sopo. Rumah bolon berfungsi sebagai hunian sedangkan sopo berfungsi sebagai
lumbung padi dan kegiatan sosial seperti : tempat rapat, tempat kumpul dan kegiatan
sosial lainnya. Rumah batak dahulu tidak memiliki kamar-kamar , melainkan terbuka
dan hanya disekat kain ketika malam hari. Pembagian kamarnya adalah berdasarkan
kekerabatan dengan istilah parjabu bona, parjabu suhut, parjabu soding, dan parjabu
tampar piring.
12
Walaupun rumah batak terbuka , tetapi tidak pernah terjadi pelanggaran moral,
karena mereka sangat memegang teguh sopan santun dan moral. Tiap penghuni rumah
sesuai dengan moral dan sopan santun kekerabatan tidak akan berani atau tidak mau
duduk atau tidur pada jabu yang bukan haknya, jika ada yang berani melakukan
pelanggaran itu akan dikenakan sanksi adat.
Arsitektur batak toba terdiri dari ruma dan sopo yang saling berhadapan. Ruma
dan sopo juga dipisahkan pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga
desa. Rumah adat batak dengan banyak hiasan (gorga) disebut ruma gorga sarimunggu
atau jabu batara guru. Konstruksi rumah adat tidak terukir, disebut jabu Ereng atau jabu
batara siang. Rumah berukuran besar , disebut rumah Bolon, dan rumah berukuran kecil
disebut jabbu parbale-balean. Selain itu , terdapat ruma parsantian, yaitu rumah adat
yang menjadi hak anak bungsu.
Pembangunan rumah adat batak toba memiliki persyaratan religius yang rumit ,
oleh sebab itu pembangunannya cukup lama dan menghabiskan dana yang tidak sedikit
untuk upacara-upacara ritual. Dengan banyaknya persyaratan , sehingga tidak semua
orang mampu membangun atau memilikinya.
Sebutan ornamen sudah merupakan kata yang biasa didengar orang. Karena
secara umum mengandung arti menghias atau hiasan . Dalam kehidupan sehari-hari ,
tanpa disadarinya, semua orang pasti berhubungan dengan ornamen , entah itu pakaian,
perabotan rumah, lantai rumah sampai pada kue tart selalu dihiasi . Hiasan untuk
memperindah suatu benda itulah yang disebut ornamen.
Dalam bahasa Batak Toba , ornamen disebut gorga yang mempunyai makna
mengukir untuk mejadikan hiasan atau menghias . Gorga dikerjakan dengan dua cara
yaitu mengukir dan melukis . Ciri khas Gorga memiliki tiga warna yaitu merah ,hitam,
dan putih. Dalam kosmologi Batak percaya bahwa alam terbagi tiga tingkatan yaitu
banua ginjang (dunia atas atau surga dengan simbol putih ), banua tonga ( dunia tengah,
yaitu bumi tempat manusia tinggal, dengan simbol warna merah) , dan banua toru
( dunia bawah, atau neraka dengan simbol warna hitam).Dalam kepercayaan Batak lama
meyakini adanya tiga dewa yaitu Batara Guru, Mangabulan, Soripada. Kepercayaan
13
inilah yang membangun filosofi batak Dalihan Natolu , yang berarti tungku berkaki tiga
, yang mempunyai makna bahwa adanya tiga unsur hubungan kekerabatan dalam adat
batak.
a. Pengertian Ornamen.
Ditinjau dari pengertian secara estimologi , kata ornamen berasal dari bahasa
Latin ornare yang berarti menghias, sesuatu yang mulanya kosong menjadi terisi hiasan
sehingga menjadi tidak kosong. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
ornamen mempunyai arti hiasan yang dikenakan pada arsitektur , karya seni dan
kerajinan tangan.
Gorga Batak terdiri dari puluhan motif yang dibagi atas 6 jenis, yaitu Motif
geometris, flora, fauna, kosmos, manusia, dan khayal atau raksasa.Ornamen yang
terkenal adalah simataniari, simarogung-ogung, singa-singa, gaja dompak dan lain-lain.
Musik tradisional Batak Toba dikenal dengan nama Gondang. Ada dua jenis
gondang yaitu : gondang hasapi dan gondang sabangunan. Pada dasarnya alat musik
yang digunakan sama ,tapi komposisi agak berbeda. Biasanya godang dimainkan untuk
mengiringi tor-tor di upacara adat.
Pada zaman dahulu gondang dan tor-tor dimainkan pada upacara ritual
penyembahan dewa, penyembahan nenek moyang dan ritual lainnya. Tapi seiring
berjalannya waktu dan masuknya agama ketanah batak fungsinya beralih menjadi
pengiring upacara adat keagamaan atau pesta adat besar.
Gondang sendiri terdiri dari lima taganing, satu gordang, tiga atau empat ogung dan
satu hesek. Sedangkan gondang hasapi adalah Ansambel yang terdiri dari sarune etek ,
hasapi ende, hasapi doal, garantung, dan hesek. Gondang hasapi ini sering dimainkan
14
pada upacara-upacara yang diselenggarakan dalam ruangan. Jenis gondang ini juga
sekaligus menjadi jenis tor-tor yang dibawakan , anatara lain :
a. Tumba yaitu suatu tarian bagi anak remaja , biasanya dilakukan malam hari
didalam hari di halaman desa, peristiwanya terlepas dari konteks upacara.
Gerakannya didominasi gerekan tortor, tetapi ada kombinasi gerakan hentakan
kaki dan mengayun disertai menepuk lutut dengan kedua tangan dilanjutkan
dengan bertepuk tangan.
15
b. Tortor , yaitu yang dilakukan dalam setiap upacara dengan iringan gondang
sabangunan, secara umum terlihat seperti hiburan , akan tetapi
dalamcmasyarakat Batak Toba kedudukan tortor bukan sebagai hiburan
melainkan suatu sembahan yang bersifat sakral.
Tor –tor bagi masyarakat Batak Toba memiliki tiga fungsi yaitu :
1. Upacara adat.
2. Hiburan.
3. Pertunjukan.
Dalam masyarakat Batak toba juga ada tor-tor tradisional kuno yang bersangkut
paut dengan ritual dan jarang dipertontokan yaitu :
a. Tor-tor bius, tor-tor ini sendiri hanya dilakukan saat ada horja bius. Dikatakan
tor-tor bius dikarenakan seluruh masyarakat bius harus ikut serta manortor.
b. Tor-tor tunggal panaluan, tortor ini dinilai sakral dalam masyarakat batak toba
dan hanya bisa dilakukan oleh satu datu yang sudah dipilih terlebih dahulu.
Disebut panaluan karena sang datu akan memakai tongkat tunggal panaluan
seakan-akan sedang menari, tor-tor ini juga memerlukan sesajen dalam
pelsanaannya.
c. Pajonjong Borotan.
Pajonjong borotan adalah mendirikan borotan atau sebuah tempat menyembelih
kerbau yang nantinya akan menjadi tempat untuk mengikat horbo atau sebutan
untuk kerbau lahatan. Tortor ini dilakukan dengan mengelilingi tiang tiga kali
sambil menortor.
d. Manghalat Horbo.
Manghalat horbo adalah memotong kerbau untuk persembahan. Saat kerbau
hendak disembeli masyarakat yang hadir atau ikut serta akan manortor
mengelilingi kerbau.
16
F. Kuliner
Indonesia yang kaya akan berbagai macam jenis kuliner membuat negara ini
menjadi cermin keberagaman tradisi dan budaya , didasari oleh banyaknya bahan-bahan
dasar dan cita rasa yang berbeda . salah satunya kuliner nusantara yang memiliki makna
disetiap hidangannya adalah kuliner dari suku batak toba, sumatera utara. Berikut
adalah kuliner suku batak yang membuat banyak wisatawan jatuh hati .
17
b. Air Terjun Sampuren Pollung
c. Air Terjun Simolap
d. Geosite Sipinsur
e. Bukit Bakkara
3. Kabupaten Toba
a. Pantai Bul-bul
b. Bukit Pahoda
c. Museum TB Silalahi
4. Kabupaten Samosir
a. Kuburan Sidabutar
b. Sigalegale
c. Kursi batu
d. Pusuk Buhit
18
BAB III
Pada buku yang telah penulis laporkan, amat sangat banyak materi, mengenai
kebudayaan dan kepariwisataan Sumatera Utara. Materi yang di sediakan cukup luas
dan terdapat berbagai etnis Sumatera Utara. Buku ini juga mengupas tuntas semuanya
dan juga membahas semuanya satu persatu sehingga pembaca dapat memilah-milah satu
persatu dari materi tersebut. Sampul /cover yang di gunakan pada buku ini kelihatan
simple tetapi tetap menarik dan sederhana. Buku ini cocok di gunakan untuk para
mahasiswa sebagai panduan dan pedoman untuk menambah pengetahuan yang lebih
baik lagi tentang budaya dan pariwisataan yang ada di Sumatera Utara. Pada saat
melaporkan isi dari buku ini sangat detail dalam membahas materi bab sehingga enak
untuk dibaca dan mudah untuk dipahami. Buku ini sangat cocok untuk dijadikan
pedoman, dan sumber referensi yang lengkap untuk menunjang dan menambah
wawasan anda bagi yang sedang menempuh penelitian tentang budaya Sumatera Utara.
Menurut penulis buku ini sudah sangat bagus, mungkin kurangnya di tiap akhir
bab tidak dibuat ringkasan atau kesimpulan yang bisa memudahkan pembacad alam
memahami isi bab tersebut.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang kami dapatkan dari ringkasan buku, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa etnis Batak Toba merupakan sebagai salah satu suku di Indonesia,
mengagungkan kesadaran dan kebanggaan akan budaya Batak Toba. Maka penggalian,
pemeliharaan dan pengembangan budaya Batak Toba sangat mutlak diperlukan untuk
tetap menjadi salah satu akar kuat dari pohon besar budaya nasional. Dalam budaya
Batak Toba yang dimaksud dengan kebudayaan adalah ‘Ugari’. Terdapat pepatah yang
dipegang teguh masyarakat Batak Toba, yaitu : Adat do ugari, Sinihathon ni Mulajadi.
Siradotan manipat ari, Silaon di siulubalang ari. (Maksudnya : Adat itu yang diilhamkan
oleh Tuhan pencipta alam untuk dipelihara selama hidup), sehingga masyarakat Batak
Toba sangat memegang teguh adat-istiadatnya. Tidak hanya adat istiadatnya yang
sangat menarik tetapi juga destinasi wisatanya dengan wilayah yang sangat luas
membuat suku Batak Toba menjadi suku yang lebih estetika.
4.2 Saran
Saran kami kepada mahasiswa khusunya yang sedang melakukan penetian tentang
budaya diharuskan memahami berbagai etnis budaya dapat menggunakan buku ini
untuk menambah referensi. Selain itu, alangkah lebih baik lagi jika penulis buku
memberikan kesimpulan diakhir materi.
20
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Ansari Khairil, dkk. 2021. Budaya Dan Kepariwisataan Sumatera Utara. Medan. FBS
Unimed press
21