Ethnography
Minahasa
Name : Odrine
Class : MC 11-1B
NIM : 2007110270
Lecture : Pak Boy Ferdin Boer
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat bantuanNya lah saya dapat berhasil dengan baik dan tepat waktu
menyelesaikan karya tulis ini. Tidak lupa juga untuk dosen Antropologi
saya Pak Boy Ferdin, yang telah sangat banyak membantu saya selama
ini, memberikan banyak informasi dan pengetahuan yang sangat
bermanfaat dalam proses pengerjaan karya tulis ini. Saya sangat
berbahagia, karena saya bisa dengan sangat mudah menemukan tempat-
tempat penting, seperti Perpustakaan Nasional RI yang berada di Salemba
dan juga Monas, karena dari perpustakaan tersebutlah saya menjadi tidak
terlalu menemukan hambatan berarti saat proses pengerjaan. Di
Perpustakaan tersebut terdapat koleksi lengkap dari buku-buku yang saya
cari dan butuhkan.
Saya sangat berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak orang
yang membacanya, dan kerja keras saya selama ini tidak akan menjadi
sia-sia. Dan semoga para pembaca tidak akan menemukan kesulitan
dalam memahami isi dari karya tulis saya ini. Akhir kata, selamat
menikmati karya tulis ini.
2
Jakarta, 2009
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Latar Belakang 3
Isi 4
Demografi 4
Sistem Teknologi 13
Sistem Religi 17
Sistem Bahasa 25
Sistem Pengetahuan 33
Sistem Kesenian 36
Daftar Pustaka 47
Biografi Penulis 48
3
Latar Belakang
4
Demografi
Minahasa, salah satu kabupaten di Proponsi Sulawesi Utara, yang terletak
di jazirah utara Pulau Sulawesi. Luas wilayahnya 4.619,6 kilometer
persegi, terbagi atas 30 kecamatan, 534 desa. Jumlah penduduknya pada
tahun 1987 adalah 831.409 jiwa. Tingkat kepadatan penduduknya 180
jiwa per kilometer persegi.
5
SONDER 18.114 319
ERIS 12.843 320
LEMBEAN TIMUR 8.855 131
KOMBI 11.133 92
PINELENG 34.822 250
TOMBULU 14.147 164
JUMLAH 301.857 273
Batas-batas Geografis & Keadaan Alam
6
Kakas. Permukaan yang sangat curam dengan kemiringan 40-45 persen
adalah yang terluas dari seluruh permukaan, yaitu 227.000 hektar.
Sejarah
Minahasa berasal dari kata "MINAESA" yang berarti persatuan, yang mana
zaman dahulu Minahasa dikenal dengan nama "MALESUNG".
7
• Makarua Siow : para pengatur Ibadah dan Adat
• Makatelu Pitu : yang mengatur pemerintahan
• Pasiowan Telu : Rakyat
Pada saat itu belum semua daratan minahasa ditempati, baru sampai di
garisan Sungai Ranoyapo, Gunung Soputan, Gunung Kawatak, Sungai
Rumbia. nanti setelah permulaan abad XV dengan semakin
berkembangnya keturunan Toar Lumimuut, dan terjadinya perang dengan
Bolaang Mongondow, maka penyebaran penduduk makin meluas
keseluruh daerah minahasa. hal ini sejalan dengan perkembangan anak
suku sepert anak suku Tonsea, Tombulu, Toulour, Tountemboan,
Tonsawang, Ponosakan dan bantik.
8
tahun 1617 bangsa Portugis berlabuh di Manado Tua. Inggris mendarat
tanggal 10 September 1810.
Dalam rangka untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam
rentang kendali penyelenggaraan tugas pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan serta pembinaan dan pelayanan masyarakat usulan
pembentukan kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon diproses
bersama-sama dengan 25 calon Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia, dan
setelah melalui proses persetujuan DPR-RI, maka Kabupaten Minahasa
9
Selatan dan Kota Tomohon ditetapkan menjadi Kabupaten dan Kota
Otonom di Indonesia melalui UU Nomor 10 tahun 2003 tertanggal 25
Pebruari 2003. Pada tanggal 21 Nopember 2003 dengan UU Nomor 33
Tahun 2003 , Kabupaten Minahasa Utara ditetapkan menjadi daerah
otonom yang baru.
10
Karena kalian terbentuk dari batu berkeringat maka kepadamu
kuberikan nama “Lumimuut” (Limuut = keringat ; Lumimuut =
berkeringat). Nama saya “Tareniema” dan saya adalah pemimpin
agama di dunia ini. Sekali kelak, akan ditentukan waktunya nanti
bahwa kalian akan kawin dengan seorang Walian ‘Wangko’ dan dari
perkawinan ini akan diturunkan manusia-manusia yang hanya akan
hidup terus dan berkembangbiak bagaikan semut, apabila mereka
mau bekerja keras dan memeras keringat. Doa seorang putri tadi yang
saat ini bernama Lumimuut terkabul, ia mendapat seorang teman
yang bernama Tereniema, seorang Walian, yang kemudian berubah
menjadi Karema.
Toar dipelihara dan dididik dengan penuh kasih saying, terutama oleh
Karema yang bermaksud supaya Toar kelak bias menjadi Tonaas
Wangko’. Setelah Toar dewasa timbullah sebuah masalah baru,
siapakah yang akan menjadi pasangannya untuk meneruskan
keturunan??
11
Tapi jika berbeda, Lumimuut dan Toar diwajibkan untuk berkeluarga
dan berkembangbiak. Agar keturunan mereka memenuhi bumi dan
tak terbataskan lautan dan gunung.
12
pun memutuskan untuk pindah ke timur di sekitar mata air besar yang
kini namanya “Wailian” sekat dengan negeri Wailian sekarang, yakni
di kaki gunung Lokon sebelah tenggara. Ternyata di tempat baru pun
mereka kurang betah, mereka pun kembali beralih ke kaki gunung
Mahawu dekat mata air. Di sana mereka menebas hutan,
mengusahakan perkebunan, dan ternyata tanahnya subur. Hal ini
menarik minat mereka untuk menetap, tapi Karema harus bertanya
dulu pada Empung Wailan Wangko, yaitu “Allah yang Maha Kaya dan
Besar”. Dan Karema pun mendapat jawaban ketidaksetujuan yang
diterjemahkannya dari suara burung. Ratu Sumilang dan yang lainnya
tidak mau mendengarkan dan memutuskan untuk tetap menetap,
terpaksa Karema dan Lumimuut pergi dari tempat itu kembali ke
dekat mata air lagi.
13
menikah dan menetap di bawah pohon Kinilow. Dan keturunan
merekalah yang selanjutnya menjadi para orang-orang Minahasa.
Dari cerita tentang batu Pinabetengan kita dapat mengetahui letak dari
pusat kebudayaan di Minahasa. Batu ini terdapat di daerah Tompaso,
Minahasa Tengah, kira-kira 10 km masuk dari jalan raya Tomposo, dan
terletak di lereng Gunung Tonderukan, dekat Gunung Soputan. Batu
Pinabetengan merupakan suatu bukti bahwa Minahasa Tengahlah dulu
menjadi pusat kebudayaan nenek moyang. Cerita Lumimuut dan Toar,
sangat erat hunungannya dengan serita batuPinabetengan atau Batu
Pembagian wilayah untuk para subetnik. Setiap suku atau subsuku yang
dating kemudian seperti Tonsawang, Pasan, Ratahan, Pasan dan Batik,
harus mengakui ikrar yang dilakukan di Batu Pinabetengan, yaitu mereka
adalah suku keturunan yaitu dari Lumimuut dan Toar, akibatnya versi
mitos Lumimuut dan Toar menjadi banyak, mencapai lebih dari 90 versi
tetapi terdapat versi yang sama di setiap cerita, yaitu terdapatnya tanah,
air dan batu.
14
Sistem Teknologi
Masyarakat melakukan banyak usaha dan pemanfaatan sumber daya
yang ada, guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Cara atau tekhnik
dan metode mereka dapat memperlihatkan bahwa tingkat pemahaman
mereka mengenai teknologi sudah sangat maju. Berikut adalah beberapa
contoh pemanfaatan teknologi yang dapat membantu kehidupan :
15
Mengganti sistem sambungan takik dengan menggunakan
konektor, guna menghemat pembuangan kayu
Kayu dibutuhkan untuk dijadikan bahan bangunan, dan dari sisi yang lain
kayu dalam bentuk pohon berfungsi menjaga keseimbangan alam.
Kelangkaan kayu di pasaran sebagai bahan bangunan semakin dirasakan
oleh para pelaku rancang bangun beberapa tahun terakhir ini.
16
Saguer dan Cap Tikus
Cap Tikus adalah jenis cairan berkadar alkohol rata-rata 40 persen yang
dihasilkan melalui penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari
mayang pohon enau atau seho dalam bahasa daerah Minahasa). Tinggi
rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada kualitas
penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula
kadar alkoholnya.
Saguer sejak keluar dari mayang pohon enau sudah mengandung alkohol.
Menurut kalangan petani, kadar alkohol yang dikandung saguer juga
tergantung pada cara menuai dan peralatan bambu tempat menampung
saguer saat menetes keluar dari mayang pohon enau.
Cap Tikus sudah dikenal sejak lama di Tanah Minahasa. Memang tidak
ada catatan pasti kapan Cap Tikus mulai hadir dalam khazanah budaya
Minahasa. Namun, setiap warga Minahasa ketika berbicara tentang Cap
Tikus akan menunjuk bahwa minuman itu mulai dikenal sejak nenek
moyang mereka.
17
dalam bahasa sehari-hari di Manado-disebut pohon saguer karena pohon
ini menghasilkan saguer, atau cairan putih yang rasanya manis keasam-
asaman serta mengandung alkohol sekitar lima persen.
Selain bisa diminum langsung, Cap Tikus juga menjadi bahan baku utama
sejumlah pabrik anggur di Manado dan Minahasa. Dengan predikat
anggur, Cap Tikus masuk ke kota dan bahkan di antarpulaukan secara
gelap.
18
Sistem Religi
Agama yang pertama kali masuk ke Minahasa adalah Islam atau religi
Pribumi Minahasa. Agama ini dibawa pada tahun 1525 melalui Belang
oleh orang Bolaang Mongondow. Agama ini berkembang bersama
tawanan Belanda yang dibuang ke Minahasa, seperti Imam Bonjol,
Pangeran Dipenogoro, Kiai Maja dan para pengikut mereka. Jumlah
penduduk yang memeluk agama Islam ialah 75.731 orang. Tempat ibadah
umat Islam yang tercatat, ada tujuh buah di Minahasa.
19
Kata opo’ sendiri berarti tetua. Banyak opo’ perempuan atau laki-
laki, tapi yang dominan adalah perempuan. Hal ini terwujud dalam
Lumimuut atau Karema. Lumimuut ditafsirkan sebagai Si-Apo’-
ni’mema’ in tana’, yang kemudian digambarkan sebagai dukun
tertinggi.
Religi pribumi percaya bahwa ada tiga tingkatan dunia, yang harus
dijalani manusia dari awal kehidupan hingga mencapai suatu
kehidupan yang lebih abadi. Tingkatan dunia itu adalah, pertama
Dunia-bawah adalah dunia gelap dan dikuasai oleh opo’-opo’ yang
sifatnya lewo’-se sakit (penyebab penyakit), atau pembawa
malapetaka. Penguasa dunia bawah sering mengganggu kehidupan
manusia dan bila mereka marah maka harus diberikan berbagai
persembahan. Kedua adalah Dunia-tengah, tempat hidup manusia
secara jasmani. Dan ketiga adalah Dunia-atas, tempat hidup para
arwah dan si pencipta.
20
Agama Kristen masuk pada tahun 1563 melalui Pater Diego Magelhaenis.
Agama Protestan masuk melalui kompeni Belanda dan kemudian
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kini jumlah pemeluknya
628.373 orang. Tempat ibadahnya ada 1.260 buah. Sedang
perkembangan agama Katolik tidak sepesat itu. Pemeluknya ada 56.684
jiwa, dengan 159 tempat ibadah.
21
kesenangan duniawi. Mereka memandang dunia sebagai lembah
yang penuh dosa dna berusaha mengikuti jejak juru slamat dan
ajarannya secara menyeluruh. (b) Perfect atau sempurna. Jalan
menuju pertobatan semua tindakan mengendaki dilakukan
sesempurnah mungkin, yaitu harus sesuai aturan. Mengaku salah
dan menyatakan bertobat, ibarat pindah dari kerajaan setan ke
kerajaan Allah, proses pertobatan ini harus terlihat dari prilaku dan
sikap. Setelah semua tindakan dalam hidup dilakukan dengan
sempurna sesuai yang dikehendaki Yesusu Kristus, maka terwujud
sikap hidup yang mengikuti sikap Juru Selamat. Dalam proses
selanjutnya seorang Peitis dapat mengertikan dan melakukan Kasih
dan Karunia Allah. (c) Entire (segenap) Pertobatan menyeluruh
diperoleh bila telah ada penghayatan tentang arti pertobatan itu,
sehingga dengan segenap hati menuruti Kristus. Jadi segenap
(entire) adalah sikap dari pengikut Kristus, yang memperlihatkan
tata nilai adalah susunan dan urutan pentingnya nilai Kristiani yang
didapat setelah melakukan tindakan-tindakan pertobatan.
Pada masa kini, sebagian besar (90 persen) orang Minahasa memeluk
agama Kristen, diantaranya 7 persen katolik. Pemeluk agama Islam
berjumlah hamper 10 persen, dan selebihnya pemeluk agama Hindu dan
Buddha. Namun, unsur-unsur kepercayaan asli mereka belum mereka
tinggalkan sepenuhnya terutama dalam rangka upacara daur hidup,
aktivitas pertanian, dll.
Ritual-ritual kepercayaan :
Kelahiran
22
berbelok-belok, maka anak tersebut adalah perempuan. Setelah hati
ayam dibaca, yaitu masa depan anak dan ibu dibaca melalui hati ayam,
dan diceritakan tentang kelahiran yang akan terjadi. Semua lambing
tersebut ditutup dengan kain merah atau putih, dan diberikan pada orang
tua dari bayi yang akan lahir.
23
dari para penyerang. Jika persediaan batang tu’is telah habis, maka
semua keluarga dan penyerang-penyerang tadi, mengantarkan si ayah
dan bayi ke rumah sambil mengeluh-eluhkan mereka. Si bayi dianggap
sebagai bakal pembela desa yang gagah berani, dan semua yang hadir
menangis sebagai tanda menyambut anggota baru yang dianggap
pendatang kecerahan. Tiba di rumah si ayah melepaskan 3 anak panah
dan mendoakan putranya agar memperoleh keberuntungan dan
keselamatan. Upacara ini diikuti oleh penyembelian seekor babi,
kemudian hati babi dibaca dan walian pun meramal tentang cara
melindungi si anak.
Perkawinan
24
Penentuan perkawinan biasanya menunggu tanda-tanda kedewasaan
biologis pada pasangan, yang sekitar 12 – 12 tahun. Persiapan menjelang
perkawinan dimulai jauh sebelumnya, yaitu pada waktu kedua keluarga
mengadakan upacara pesendeen itu. Keluarga dari si gadis telah mulai
diberikan berbagai hadiah secara berturut-turut, misalnya binatang,
makanan dan sebagainya, sampai si gadis dianggap dewasa dan dapat
memberikan keturunan.
Upacra perkawinan dilakukan pada hari yang telah ditentukan oleh kedua
belah pihak keluarga para walian. Walian yang memimpin upacara
perkawinan, biasanya memotong beberapa butir pinang, disuguhkan
dengan sirih dan sedikit kapur, kepada kedua mempelai walian itu
mengunyah campuran pianang, sirih, dan kapur. Hasil kunyahan tersebut
selanjutnya dimasukkan ke dalam mulut mempelai pria dan wanita.
Setelah itu walian menghambur-hamburkan beras ke empat sudut meja,
dan membagi sisa beras kepada kedua mempelai. Upacara ini dilanjutkan
dengan memotong babi gemuk dan menuangkan arak. Dengan demikian
perkawinan dianggag sah, mempelai didoakan untuk kebahagiaannya.
Kematian
25
tanah, dalam dunia maut. Penduduk percaya bahwa tingkat keteraturan
dalam dunia kematian ini berhubungan dengan status roh itu ketika masih
utuh dalam bentuk individu dalam Dunia-tengah. Bila Ia seorang walian
maka dalam alam yang baru, setelah melalui proses yang diwajibkan
melalui tahapan, maka ia akan mendapatkan tempat yang serupa.
Sedangkan di Dunia-tengah, keluarga harus pula melakukan serangkaian
pesta atau upacara balas jasa. Dalam pesta balas jasa kematian, biasanya
berbagai walian diikutsertakan untuk mengadakan bermacam upacara.
Pada zaman dahulu, bila yang meninggal adalah seorang kepala walak,
maka perlu diadakan semacam upacara mauri (upacara pengayauan
khusus). Upacara ini adalah penting dan memikul biaya besar. Fungsinya
adalah mencari beberapa kepala orang yang akan menerima si kepala
walak yang meninggal itu. Ada yang mencap walian pemimpin upacara
pengayuan sebagai “panglima perang” di mana bagian arti religi
pengayauan dilupakan. Tak diragukan bahwa pekerjaannya yang
terpenting adalah untuk mencari orang yang akan menemani atau
mengawali orang yang berpengaruh meninggal dunia. Pada zaman VOC
telah diusahakan agar kebiasaan mengayau dan pembalasan dengan cara
membunuh dilarang.
Ketentuan ini lebih diperkeras lagi, yaitu diancam dengan hukuman sejak
pendudukan Inggris di Minahasa yaitu tahun 1810 – 1816. Waktu itu
diadakan semacam operasi pemberantasan untuk cara-cara itu. Sebagai
gantinya pemerintah mengganti dengan penyembelian babi.
Pemberantasan telah ditingkatkan lagi ketika Belanda kembali menguasai
Minahasa pada tahun 1817.
26
religi, telah masuk pada dunia symbol. Dari symbol-simbol itu kita dapat
memahami system nilai yang berlaku pada masa lampau (Zeitgeist)
Orang Minahasa.
1. Simbol = tanda
27
Dari seluruh cerita batu Pinabetengan dapat disimpulkan bahwa di situ
adalah pusat dari religi pribumi. Kemudian batu ini menjadi symbol dari
keseimbangan dari para subetnik yang dating kemudian. Jadi
percampuran etnik untuk Orang Minahasa bukanlah sesuatu yang baru.
Menerima stink lain adalah suatu yang lumrah. Symbol yang terpenting
yang berguna sampai saat ini, adalah symbol pertama dan symbol kedua,
yaitu symbol air dan symbol energy sebagai symbol kekuatan dan
keseimbangan.
Sistem Bahasa
28
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat di daerah Minahasa terbagi atas
beberapa dialek, seperti dialek Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Toulour,
Tonsawang, yang semuanya merupakan dialek dari bahasa Minahasa.
Dialek Ratahan dan dialek Bantik banyak persamaannya dengan bahasa
Sangir, sedangkan dialek Ponosakan menunjukan banyak persamaan
dengan bahasa Bolaang Mongondow. Namun ketiga pemakai bahasa ini
mengaku dirinya adalah orang Minahasa.
29
Bahasa Tondano dipergunakan orang di wilayah keliling Danau Tondano
di bagian Barat, bagian Selatan dan bagian Timur sampai di pantai Timur.
Dialek yang terbesar dalam wilayah dan jumlah penutur terdapat di
bagian Utara, yakni kota Tondano dan sekitarnya atau disebut kecamatan
Tondano, selanjutnya di kecamatan-kecamatan Eris dan Kombi. Terdapat
juga di Minahasa Selatan di kecamatan Tompaso Baru dan Modoinding,
yakni penutur dialek induk Tondano terdapat di desa-desa sebagai
berikut, Pinaesaan, Kinalawiraan, Kinaweruan, Liningaan, Bojonegoro, dan
dialek Kakas di desa Temboan dan Polimaan, dialek Remboken di desa
Kinamang.
30
Bahasa Tonsawang dipergunakan oleh penduduk yang menempati
wilayah administrasi Kecamatan Tombatu, dengan pusatnya Tombatu.
Moyang dari puak yang menggunakan bahasa ini, datangnya dari pulau
kecil Mayu dan Tafure di selat Maluku. Dari sana mereka mendarat di
Minahasa dekat desa Atep (pantai Tondano), kemudian ke Tompasa dan
akhirnya di tempat pemukiman mereka sekarang di sebelah selatan
Gunung Soputan.
Contoh bahasa:
31
Kata Benda
Waha : bara
Lulumbo : bibit
Kahu : emas
Laasa : hadiah
Talinga : darah
Dani’na : daun
Kata Kerja
Asar : ceritakan
Doringin : menari
Gogar : bongkar
Tumion : pegang
Kalalo : lihat
32
Lalo : langgar
Udung : menyelam
Hubu : menyalak
Giup : meniup
Sogot : mengikat
Kata Sifat
Arui : senang
Worang : kurus
Tirayo: sombong
Rende : dekat
Engkol : bengkok
Elur : damai
Goni : cerdik
Kulo : putih
Kundes : lemah
Ena’ : tenang
Bara : panas
Kures : dungu
33
Beng : kacau
Informasi Dasar
34
Sangat sedikit diketahui tentang sistem tulis Minahasa. Hanya dua
halaman dapat dipublikasi (gambar atas) dari manuscript Minahasa.
35
Sistem Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat Minahasa hidup dari bercocok tanam di
ladang (uma atau kobong kering). Di lokasi tertentu, misalnya di sekitar
Danau Tondano, Pineleng, Tumpaan, dan Dimembe, penduduk bercocok
tanam di sawah. Tanaman pokok di ladang adalah jagung, yang sekaligus
merupakan makanan pokok mereka. Tanah Minahasa terkenal pula
dengan hasil Kopranya. Di samping itu, banyak juga petani yang
menanam pala, cengkeh, dan lada.
Ada pula penduduk yang berjualan di pasar sebagai pedagang kecil (tibo-
tibo). Mereka menjual bumbu dapur, sayur-mayur, buah-buahan dan ikan.
Pekerjaan berdagang (batibo) biasanya dilakukan oleh kaum wanita,
sedangkan kaum prianya ada yang bekerja sebagai tukang (bas),
misalnya tukanag kayu (bas kayu), tukang batu (bas mesel), buruh tani,
sopir, kusir bendi, dll. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir dan sekitar
Danau Tondano bermata pencaharian menangkap ikan.
36
hasil tangkapan 14.441 ton. Hasil dari danau 2776 ton, waduk 24 ton,
sungai 266 ton, dan budi daya kolam 1.205 ton, sawah 1.782 ton dan
tambak 7 ton.
Jenis industry yang ada antara lain adalah industry pakaian dan kulit,
industry pangan, industry kimia dan serat (10 unit); indusrti logam, alat
angkutan dan jasa (315 unit); industry bahan bangunan umum (1.345
buah), secara keseluruhan jumlah perusahaan 3.805 unit dengan tenaga
kerja 8.306 orang (th 1988).
Komoditi ekspor daerah ini terdiri dari kopra, minyak kelapa, bungkil
kopra, arang tempurung, palang, fulu, karet olahan, minyak daun
cengkeh, ikan, biji jarak, rotan, kayu gergajian, kaolin, tepung pala, kopi,
teripang laut, minyak fuli, dll.
37
Sistem Pengetahuan
Mereka memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan lahan dari tinggi dan
letak lahan tersebut. Daerah pada ketinggian 0-100 meter di atas laut
dengan lereng yang datar melandai, digunakan warga sebagai
persawahan, ladang, perkebunan, perumputan. Daerah ketinggian 100-
500 meter dengan lereng datar dan landai miring, digunakan warga
sebagai sawah, ladang, hutan produksi, perkebunan, dan perumputan.
Daerah yang sangat miring dijadikan hutan lindung dengan produksi
terbatas, dan perkebunan tanaman keras. Daerah ketinggian 500-1000
meter digunakan sebagai perkebunan tanaman keras dengan teknik
terasering, sedang yang sangat miring dan curam dijadikan hutan lindung
mutlak.
38
Masyarakat Minahasa telah memiliki pengetahuan tentang simbol-simbol
dari dahulu kala. Terbukti dari semua bukti-bukti yang berhasil ditemukan,
kebanyakan tergambar simbol yang mempunyai banyak arti.
Kelompok kerabat lain adalah patuari atau family, yang dalam istilah
antropologi biasa disebut kindred. Patuari adalah kesatuan kerabat yang
timbul karena hubungan perkawinan. Unsur-unsur kerabat yang tercakup
dalam kelompok karena hubungan perkawinan bisa menjadi cukup luas.
Dalam masyarakat Minahasa, kelompok ini meliputi saudara sekandung
patuari karengan, saudara-saudara sepupu dari pihak ayah atau pihak ibu
(anak ne matuari), saudara sepupu derajat kedua dari pihak ayah dan
39
pihak ibu (puyun ne matuari), saudara istri (ipar). Kerabat lainnya yang
termasuk kelompok patuari ini adalah orang tua sendiri (ina, ama),
saudara orang tua dari pihak ayah dan pihak ibu (atau ito; tanta atau mui)
dan kemenakan (pahanaken). Dalam pencarian jodoh, mereka berpegang
pada adat eksogami family atau patuari, artinya mereka harus mencari
jodoh di luar lingkup keanggotaan kindred.
Sistem Pemerintahan
40
Sistem Kesenian
Di Minahasa, terdapat banyak jenis-jenis kesenian yang berbuah dari hasil
kreativitas dan pemikiran mereka. Mereka banyak menuangkan perasaan
dan suasana hati mereka dengan tari-tarian, musik dan lain-lain. Biasanya
hasil-hasil dari kesenian tersebut erat hubungannya dengan berbagai
ritual, tradisi dan makna-makna tertentu.
(From: C.G.C.
Reinwardt: “Reis naar
het oostelijke gedeelte
van den Indischen
Archipel, in het jaar
41
1821” – “A journey to the eastern part of the Indonesian Archipelago, in
the year of 1821”).
Detail of a mat
Cotton weaving
42
Djakarta Meseum, Indonesia, Cat. no. 2766.
43
Wooden statue, “teteles”, (this word is derived from “teles” – to
buy).
44
The board is of dark wood, contours of the figures are cut of and filled up
with lime.
The board is of dark wood, the contours of the figures are and is probably
in the Museum for Ethnology in Rotterdam.
Bagian atas
Bagian bawah
Tari Kabasaran
45
Tari Kabasaran
garang, diiringi tambur sambil membawa pedang dan tombak tajam,
membuat tarian kabasaran amat berbeda dengan tarian lainnya di
Indonesia yang umumnya mengumbar senyum dengan gerakan yang
lemah gemulai.
Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik
pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan
para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru
gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.
Pada jaman dahulu para penari Kabasaran, hanya menjadi penari pada
upacara-upacara adat. Namun, dalam kehidupan sehari-harinya mereka
adalah petani. Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka
para penari kabasaran menjadi Waranei (prajurit perang). Bentuk dasar
dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus
tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua
langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan.
46
Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata
tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya
yang terdahulu, karena penari kabasaran
adalah penari yang turun temurun. Tarian ini
umumnya terdiri dari tiga babak (sebenarnya
ada lebih dari tiga, hanya saja, sekarang ini Tari Kabasaran
sudah sangat jarang dilakukan). Babak – babak
tersebut terdiri dari :
1. Cakalele, yang berasal dari kata “saka” yang artinya berlaga, dan
“lele” artinya berkejaran melompat – lompat. Babak ini dulunya
ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang atau
sekembalinya dari perang. Atau, babak ini menunjukkan keganasan
berperang pada tamu agung, untuk memberikan rasa aman pada
tamu agung yang datang berkunjung bahwa setan-pun takut
mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.
2. Babak kedua ini disebut Kumoyak, yang berasal dari kata “koyak”
artinya, mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun
naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari rasa amarah
ketika berperang. Kata “koyak” sendiri, bisa berarti membujuk roh
dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam
peperangan.
3. Lalaya’an. Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira
melepaskan diri dari rasa berang seperti menari “Lionda” dengan
tangan dipinggang dan tarian riang gembira lainnya. Keseluruhan
tarian ini berdasarkan aba-aba atau komando pemimpin tari yang
disebut “Tumu-tuzuk” (Tombulu) atau “Sarian” (Tonsea). Aba-aba
diberikan dalam bahasa sub–etnik tombulu, Tonsea, Tondano,
Totemboan, Ratahan, Tombatu dan Bantik. Pada tarian ini, seluruh
penari harus berekspresi Garang tanpa boleh tersenyum, kecuali
pada babak lalayaan, dimana para penari diperbolehkan
mengumbar senyum riang.
47
Busana yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa
asli dan kain “Patola”, yaitu kain tenun merah dari Tombulu dan tidak
terdapat di wilayah lainnya di Minahasa, seperti tertulis dalam buku
Alfoersche Legenden yang di tulis oleh PN. Wilken tahun 1830, dimana
kabasaran Minahasa telah memakai pakaian dasar celana dan kemeja
merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis
Minahasa punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus
Kabasaran dari Remboken dan Pareipei, mereka lebih menyukai busana
perang dan bukannya busana upacara adat, yakni dengan memakai
lumut-lumut pohon sebagai penyamaran berperang.
Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an, kain tenun asli mulai
menghilang sehingga kabasaran Minahasa akhirnya memakai kain tenun
Kalimantan dan kain Timor karena bentuk, warna dan motifnya mirip kain
tenun Minahasa seperti : Kokerah, Tinonton, Pasolongan, Bentenen. Topi
Kabasaran asli terbuat dari kain ikat kepala yag diberi hiasan bulu ayam
jantan, bulu burung Taong dan burung Cendrawasih. Ada juga hiasan
tangkai bunga kano-kano atau tiwoho. Hiasan ornamen lainnya yang
digunakan adalah “lei-lei” atau kalung-kalung leher, “wongkur” penutup
betis kaki, “rerenge’en” atau giring-giring lonceng (bel yang terbuat dari
kuningan).
48
Kabasaran yang telah ditetapkan sebagai polisi desa dalam Staatsblad
tersebut diatas, akhirnya dengan terpaksa oleh pihak belanda harus
ditiadakan pada tahun 1901 karena saat itu ada 28 orang tawanan yang
melarikan diri dari penjara Manado. Untuk menangkap kembali seluruh
tawanan yang melarikan diri tersebut, pihak Belanda memerintahkan
polisi desa, dalam hal ini Kabasaran, untuk menangkap para tawanan
tersebut. Namun malang nasibnya para tawanan tersebut, karena mereka
tidak ditangkap hidup-hidup melainkan semuanya tewas dicincang oleh
Kabasaran. Para Kabasaran pada saat itu berada dalam organisasi desa
dipimpin Hukum Tua. Tiap negeri atau kampung memiliki sepuluh orang
Kabasaran salah satunya adalah pemimpin dari regu tersebut yang
disebut “Pa’impulu’an ne Kabasaran”. Dengan status sebagai pegawai
desa, mereka mendapat tunjangan berupa beras, gula putih, dan kain.
Sungguh mengerikan para Kabasaran pada waktu itu, karena meski hanya
digaji dengan beras, gula putih, dan kain, mereka sanggup membantai 28
orang yang seluruhnya tewas dengan luka-luka yang mengerikan.
Para penari memulai tarian dengan lincah serta wajah-wajah ceria. Para
penari terlihat begitu dinamis dan tetap semangat, seiring irama
bernuansa musik country yang mengiringi tarian ini. Tarian tradisional
suku Minahasa ini disebut tari katrili.
49
Tarian yang menggambarkan tentang pergaulan remaja dan muda-mudi
suku Minahasa ini, merupakan tarian yang diwarisi dari bangsa Portugis
dan Spanyol, yang pada abad 16 silam sempat menjajah negeri kita.
Lihat saja kostum yang dikenakan para penari ini. Gaun dan stelan jas
penari wanita dan prianya terlihat jelas bercirikan budaya Eropa.
Alat musik kolintang termasuk jenis instrument perkusi yang berasal dari
Minahasa Sulawesi Utara. Alat musik itu disebut kolintang karena apabila
di pukul berbunyi : Tong-Ting –Tang. Pada mulanya kolintang hanya terdiri
dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki
pemain yang duduk selonjor di lantai.dan dipukul pukul. Fungsi kaki
sebagai tumpuan bilah bilah kayu(wilahan/tuts) kemudian diganti dua
50
potong batang pisang atau dua utas tali. Konon penggunaan peti
resonator sebagai pengganti batang pisang mulai di gunakan sesudah
Pangeran Diponegoro di buang ke Menado (tahun 1830) yang membawa
serta “gambang” gamelannya.
Sebuah prestasi yang luar biasa jika pada tahun 1954, Petrus Kaseke yang
kala itu masih terbilang bocah mampu membuat kolintang dua setengah
oktaf nada diatonis dengan peti resonator.Kemampuannya terus terasah
dan berkembang, terbukti pada tahun 1960 berhasil meningkatkan
rentang nada menjadi tiga setengah oktaf yang dimainkan oleh dua orang
pada satu alat.
51
Bersamaan dengan bea siswa dari Bupati Minahasa untuk meneruskan
kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 1962, suami dari
Endang soetjiowati terus mengembangkan alat musik kolintang dengan
mengganti jenis jenis kayu wilahan yang ada di Minahasa seperti kayu
Telur, Bandaran, Wenang, Kakinik dengan kayu yang ada di pulau Jawa
yang menghasilkan kwalitas nada yang sama yaitu kayu Waru. Kolintang
mulai diproduksi untuk di jual pada tahun 1964,sambil dipopulerkan
melalui pentas pentas kolintang keliling Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Jawa Barat, dengan membentuk kelompok musik
Waktu terus berlalu, usaha dari bapak dua anak Leufrand Kaseke dan
Adelina Kaseke semakin berkembang. Kelompok musik yang dibentuknya
sudah pentas melanglang ke berbagai negara di dunia. Mulai tahun 1972
hingga sekarang, ia tinggal Salatiga Jawa Tengah dan membangun
usahanya, dimana bahan baku kolintang berupa kayu Waru mudah di
dapatkan di sekitar Rawa Pening Salatiga. Pemesanan dari luar negeri
terus mengalir, antara lain dari Australia, China, Jepang, Korea, Hongkong,
Swiss, Kanada, Jerman, Belanda, Amerika bahkan Negara Negara di Timur
Tengah. Hampir semua kedutaan besar Indonesia di dunia mengkoleksi
alat musik kolintang buatan Petrus Kaseke.
Inovasi terus menerus dari Petrus Kaseke dan pengrajin kolintang lainnya
sudah menempatkan kolintang setara dengan instrument musik moderen
popular seperti gitar, biola, piano, xylophone dan marimba. Sehingga agar
dapat dikategorikan alat musik etnis tradisional, kolektor dan distributor
alat musik etnis Asia dari Korea, harus memesan kolintang dengan desain
yang khusus, yang lebih mengesankan kuno. Jaman sekarang kolintang
sudah merupakan alat musik yang tidak asing lagi bagi penduduk
Indonesia pada umumnya,dengan penyebarannya di sekolah sekolah,
gereja dan perkumpulan lainnya, instansi-instansi pemerintah juga
seringnya festival festival dan lomba kolintang baik tingkat daerah
maupun tingkat nasional ditambah pula era globalisasi dan internet
membantu mempopulerkan kolintang keseluruh dunia.
52
Daftar Pustaka
Palm, Hetty. (1958). Ancient Art of The Minahasa. Jilid XXXVI. Cetakan
lepas dari majdalah untuk ilmu bahasa, ilmu bumi dan kebudajaan
Indonesia, Jakarta
53
Ensiklopedi Nasional Indonesia. (1997). PT Delata Pamungkas, Jakarta
http://www.minahasa.go.id/portal
http://www.minahasa.net/id/about-map.html
http://daunews.files.wordpress.com
http://www.theminahasa.net/social/tradition/food/indexid.html
http://www.theminahasa.net/social/language/writingid.html
http://digilib.stiefesatuan.ac.id/gdl.php
http://minsel.go.id/sda/html
http://kolintang.co.id
Biografi
54
Nama saya Odrine, biasa dipanggil Ine. Perempuan. Alamat saya di Poris
Indah blok D/238 Tangerang. Saya lahir di Jakarta, 2 Oktober 1989. Hobi
saya adalah menulis banyak hal, membaca, dan olah raga.
Saya saat ini berkuliah di Tho London School of Public Relations Jakarta,
jurusan Mass Communication, batch 11. Saya lulus dari SMP dan SMA san
Marino Jakarta Barat.
55