Pengetahuan petani tentang praktik PHT berbasis AESA terhadap hama
dan penyakit kapas
Pengetahuan petani tentang praktik PHT terhadap hama dan penyakit mulai dari kegiatan sebelum tanam menunjukkan bahwa 73,33% petani sadar untuk melakukan rotasi tanaman semusim dalam upaya meminimalkan serangan hama dan penyakit tanaman kapas. Petani juga melakukan pembajakan di musim panas untuk mengeksplor dan merombak mikroorganisme pengganggu dalam tanah seperti larva serangga, patogen dan nematoda. Namun disisi lain petani tidak mengetahui tentang tanaman inang alternatif hama dan penyakit yang harus dibuang dari lahan budidaya, dan kondisi cuaca, tingkat nitrogen tanah, serta tingkat ketahanan tanaman budidaya terhadap serangan hama dan penyakit. Terkait langkah-langkah Pengendalian Hama Terpadu untuk penyakit tular tanah pada masa semai benih menunjukkan bahwa seluruh petani mengetahui penggunaan benih bersertifikat, varietas toleran dan tahan. Petani juga melakukan upaya perendaman benih menggunakan antibiotik (Strepto Cycline) dan fungisida. Sebanyak 93,33 persen petani juga mengetahui penanaman tanaman di awal. musim untuk pengendalian hama pengisap seperti lalat putih dan Amrasca biguttula , diikuti dengan pengaturan jarak tanam serta manajemen pemupukan yang sesuai. Para petani juga melaporkan manfaat melakukan penanaman tepat waktu atau di awal musim memiliki hasil panen yang lebih tinggi karena kerusakan hama serangga yang lebih sedikit. Selanjutnya, terkait pengetahuan petani tentang praktik PHT untuk pengendalian gulma pada tahap pertumbuhan vegetatif menunjukkan bahwa semua petani memiliki pengetahuan tentang pengendalian gulma melalui penyiangan secara manual dan diikuti dengan pengisian celah dan penjarangan sebanyak 80,00 persen. Untuk tindakan pengendalian hama penghisap, petani tidak memiliki pengetahuan yang tepat tentang pengelolaan tanaman perangkap serta tindakan biologis, sementara 43,33 persen petani memiliki pengetahuan tentang semprotan dengan pestisida daun Mimba. Petani juga tidak ada yang mengetahui tindakan pengendalian mekanis untuk pengendalian penggerek pucuk (Earias sp.) dan hanya 10 persen petani yang mengetahui penggunaan perangkap Feromon untuk pemantauan bollworm maupun penggunaan perangkap yellow trap untuk pemantauan populasi lalat putih di lahan. Pengetahuan tentang pengendalian hama pengisap dan bollworm pada tahap awal berbuah menunjukkan bahwa, sebagian besar petani tidak memiliki pengetahuan untuk praktik hama melalui pengendalian biologi seperti pengelolaan tanaman perangkap, pelepasan belatung Chrysoperla dan pengaturan habitat burung. Hanya 26,67 persen petani yang mengetahui bahwa yellow trap dapat digunakan untuk memantau bollworm. Namun, untuk pengendalian secara kimia 20 persen petani memiliki pengetahuan tentang tindakan kimia yang tepat untuk pengendalian bollworms. Untuk pengendalian lalat putih dengan praktek PHT menunjukkan bahwa pengetahuan petani dalam penyemprotan insektisida kimia yang dianjurkan sebanyak 100,00 persen, diikuti semprot penggunaan daun mimba 43,33 persen dan penggunaan yellow trap untuk pemantauan 16,67 persen. Semua petani mengetahui tentang penyemprotan bahan kimia yang direkomendasikan untuk pengendalian Penyakit cotton leaf crumple virus (CLCV), tetapi tidak mengetahui tentang pemusnahan tanaman yang terserang CLCV. Penerapan praktik PHT terhadap pengendalian kutu kebul pada tahap pembungaan dan pembuahan menunjukkan bahwa semua petani memiliki pengetahuan tentang tindakan kimia diikuti dengan 43,33% petani yang mengetahui pengendalian melalui penyemprotan pestisida dari daun Mimba dan penggunaan yellow trap untuk pemantauan sebanyak 16,67%. Demikian pula, untuk pengendalian bollworms pada tahap pembungaan dan pembuahan melalui tindakan PHT menunjukkan bahwa 43,33 persen petani mengakui menggunakan bahan kimia untuk disemprotkan, 16,67 persen menggunakan pestisida daun Mimba. sedangkan mereka tidak mengetahui tentang penggunaan NPV(Nuclear Polyhedrosis Virus). Penerapan praktik PHT terhadap Spodoptera diketahui bahwa semua petani memiliki pengetahuan tentang langkah-langkah pengendalian kimia diikuti dengan tindakan mekanis seperti pemantauan melalui perangkap feromon. Namun disisi lain seluruh petani tidak mengetahui pengendalian tentang pengumpulan tangan dan penghancuran massa telur dan larva instar awal. Seluruh petani memiliki pengetahuan tentang penggunaan bahan kimia yang direkomendasikan untuk pengendalian Penyakit CLCV namun mereka tidak memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan pemusnahan tanaman yang terkena dampak.
Pengetahuan keseluruhan tentang praktik PHT berbasis AESA terhadap
hama serangga untuk melindungi lingkungan Data yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pengetahuan petani kapas secara keseluruhan tentang praktik pengendalian hama terpadu terhadap serangga hama adalah sedang dengan persentase 60,00 persen. Sementara 33,33 persen petani dalam kategori pengetahuan yang tinggi dan hanya 6,67 persen yang memiliki pengetahuan rendah tentang praktik pengendalian hama terpadu terhadap serangga hama kapas. Dapat disimpulkan bahwa bagi petani, pengetahuan keseluruhan tentang praktik PHT adalah sedang hingga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PHT telah membantu petani untuk meningkatkan pendapatan mereka, meningkatkan mata pencaharian mereka serta kesehatan dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Berdasarkan permasalahan pada budidaya padi sawah di sertifdesa tersebut inilah kelompok PHP2D kami berusaha mengembangkan paket teknologi Ecofarming yang nantinya dapat diterapkan di desa yaitu sistem tanam dg non genangan