net/publication/334696441
CITATIONS READS
0 1,948
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Composting of Rumen Content Waste Using Anaerobic-anoxic-oxic (A2/o) System View project
All content following this page was uploaded by Rhenny Ratnawati on 26 July 2019.
ABSTRAK
Kegiatan Rumah Potong Hewan (RPH) setiap harinya akan menghasilkan limbah berupa
feses, urine, isi rumen atau isi lambung, ceceran darah, air cucian, dan sisa pakan. Penelitian ini
bertujuan untuk: 1) Mengkaji pengaruh komposisi bahan baku limbah padat RPH pada kualitas
produk pupuk organik, 2) Mengkaji kualitas produk pupuk organik yang dibandingkan dengan baku
mutu sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 70 tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk
Hayati, dan Pembenahan Tanah. Proses pengomposan dilakukan selama 50 hari. Variabel
komposisi bahan baku rumen sapi dan jerami adalah: RK1 (100% rumen sapi), R1 (60% rumen
sapi:40% jerami), R2 (50% rumen sapi:50% jerami), dan R3 (40% rumen sapi:60% jerami).
Penelitian dilakukan secara duplo, sehingga dibutuhkan 8 buah reaktor standing drum dengan
volume 120 L. Berat bahan baku yang digunakan pada masing-masing reaktor yaitu sebesar 20 kg.
Sampel pupuk organik diambil setiap 10 hari sekali, dengan parameter yang diuji adalah rasio C/N,
hara makro P, K, nilai pH, dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi komposisi bahan
baku berpengaruh pada kualitas pupuk organik yang dihasilkan. Variasi terbaik adalah reaktor R3
(40% rumen sapi:60% jerami) dengan hasil rasio C/N= 15,00; P= 8,35%; K= 9,72%, pH= 6,79; dan
suhu= 33,70oC, memenuhi baku mutu sebagai pupuk organik.
Kata kunci: Jerami, Komposting, Limbah Padat Rumah Potong Hewan, Pupuk Organik, Rumen
ABSTRACT
Slaughterhouse (SH) activities is produced waste in the form of feces, urine, rumen contents
or gastric contents, spilled blood, washing water, and leftover feed everyday. This study aims to: 1)
Assess the effect of RPH solid waste composition on the quality of organic fertilizer products, 2)
Assess organic fertilizer products quality compared to quality standards according to Minister of
Agriculture Regulation No. 70 year 2011 concerning Organic Fertilizers, Biofertilizers, and Soil
Improvement. The composting process is carried out for 50 days. Variable composition of raw
materials for cattle rumen and straw are: RK1 (100% cattle rumen), R1 (60% cattle rumen:40% rice
straw), R2 (50% cattle rumen:50% rice straw), and R3 (40% cattle rumen:60% rice straw). The
research was conducted in duplicate, so that 7 standing drum reactors were needed with a volume
of 120 L. The weight of the raw material used in each reactor was 20 kg. Organic fertilizer samples
are taken once every 10 days, with the parameters tested being the C/N ratio, macro nutrients P, K,
pH value, and temperature. The results showed that variations in the composition of raw materials
had an effect on the quality of the organic fertilizer produced. The best variation is R3 reactor (40%
cattle rumen:60% rice straw) with a C/N ratio= 15.00 ratio; P = 8.35%; K = 9.72%, pH = 6.79; and
temperature = 33.70oC, meet quality standards as organic fertilizer according to the Minister of
Agriculture RegulationNo. 70 year 2011.
Keyword: Cattle Rumen, Composting, Rice Straw, Slaughterhouse Solid Waste, Organic Fertilizer
satu kebutuhan pangan yang ikut protease, xilanase dan lain-lain [2].
meningkat adalah ketersediaan daging Cairan rumen memiliki kandungan
sapi sebagai kebutuhan yang akan bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri
dikonsumsi setiap harinya. Rumah sekitar 109/cc isi rumen, sedangkan
Potong Hewan (RPH) Gempol Sidoarjo, protozoa bervariasi sekitar 105-106/cc isi
setiap hari mendistribusikan daging sapi rumen [3]. Fitriana dkk. [4] menyatakan
segar untuk kebutuhan konsumen. bahwa jumlah bakteri di dalam rumen
Selain menghasilkan daging sapi segar, mencapai 1-10 milyar/mL cairan rumen.
kegiatan RPH juga menghasilkan produk Cairan isi rumen dan kotoran sapi masih
samping yang berupa feses, urine, isi mengandung bahan organik yang tinggi
rumen atau isi lambung, ceceran darah, [3]. Kandungan bahan organik yang
air cucian, dan sisa pakan [1]. Limbah tinggi pada isi rumen sapi tersebut
padat RPH ini biasanya hanya ditumpuk mempunyai potensi besar untuk
di lahan RPH dan dibuang ke Tempat dimanfaatkan sebagai kompos atau
Pemrosesan Akhir. Limbah RPH yang pupuk organik [4].
tidak dilakukan pengolahan dapat RPH juga menghasilkan sisa
menjadi media pertumbuhan dan pakan berupa jerami. Jerami merupakan
perkembangan mikroba sehingga limbah salah satu limbah dari pertanian yang
mengalami pembusukan. Hal ini yang berupa tangkai dan batang tanaman
dapat mengakibatkan adanya serealia yang kering, setelah biji-
penyebaran vektor penyakit, bijiannya dipisahkan. Jerami tersebut
pencemaran lingkungan, baik pada dimanfaatkan sebagai pakan ternak di
tanah, badan air penerima, ataupun RPH. Sisa pakan ternak tersebut, dapat
udara. dimanfaatkan kembali sebagai bahan
Rumen adalah bagian penting baku pembuatan pupuk organik. Proses
sebagai ruang pra-pencernaan untuk penguraian pada jerami sangat lambat,
simbiosis mikroorganisme hidup, yang sehingga membutuhkan bahan baku
memiliki fungsi membantu pemecahan tambahan yang banyak mengandung
dan melunakkan dengan cepat pada mikroorganisme untuk mempercepat
makanan hewan ternak [2]. Dalam isi penguraian.
rumen atau isi lambung sapi dibagi Proses pembuatan pupuk organik
menjadi 2 yaitu material padat dan cair. dengan bantuan oksigen (aerobik)
Rumen sapi padat merupakan bagian dilakukan dengan pengomposan yaitu
kasaran dari rerumputan yang belum dimana bahan organik akan mengalami
dicerna sempurna oleh sapi di dalam penguraian secara biologis, khususnya
lambung. Rumen sapi cair merupakan oleh mikroba dengan memanfaatkan
saringan dari rumen yang telah dibuang bahan organik sebagai sumber energi.
pada proses kegiatan pemotongan. Teknik pengomposan dipengaruhi oleh
Cairan rumen sapi kaya akan berbagai kandungan rasio C/N yang merupakan
enzim seperti enzim selulase, amilase, perbandingan karbon dan nitrogen yang
berat variasi komposisi yang telah dan Total Kjeldahl Nitrogen [8].
ditentukan. Pengujian hara makro P dan K sesuai
Pengambilan sampel dilakukan dengan SNI [9] tentang Pupuk NPK
setiap 10 hari sekali selama 50 hari. Padat. Parameter nilai pH dan suhu
Parameter yang diuji yaitu rasio C/N, metode analisis menggunakan pH meter
hara makro P dan K, nilai pH, dan suhu. dan termometer [8].
Metode analisis untuk parameter kadar
C-organik dan N-total dengan gravimetri
13,53; dan 15,00. Dapat diamati pada kematangan kompos yang dihasilkan
Gambar 2 bahwa semakin besar jumlah dan memprediksi laju mineralisasi suatu
penambahan jerami dalam pembuatan bahan organik didalamnya. Rasio C/N
pupuk organik dapat menghasilkan rasio dalam penelitian ini semakin lama
C/N tinggi pada produk pupuk organik. semakin menurun, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati
Proses pembuatan pupuk organik
dkk. [5] dimana penurunan rasio C/N
merupakan proses penguraian bahan-
pada pengomposan (isi rumen sapi)
bahan organik yang berpengaruh pada
secara aerobik selama 50 hari dari 14,76
penurunan rasio C/N. Hal ini disebabkan
menjadi 13,71. Produk pupuk organik
karena pada saat proses pengomposan
yang dihasilkan pada reaktor R3 (40%
berlangsung terjadi upaya pengaktifan
rumen:60% jerami) yaitu 15, memenuhi
kegiatan mikroba perombak atau
baku mutu sesuai dengan standar
pendekompuser (bakteri, fungi, dan
Peraturan Menteri Pertanian No. 70 [6]
actinomicetes) sehingga berpengaruh
(15-25). Rendahnya rasio C/N yang
pada kandungan C yang semakin
dihasilkan pertanda bahwa produk yang
menurun dan kandungan N yang
dihasilkan adalah pupuk organik bukan
semakin meningkat. Nilai rasio C/N
kompos biasa [1].
digunakan untuk mengetahui tingkat
RK1, R1, R2, dan R3 berturut-turut (minimal 4%) dengan rentang nilai 4,02-
adalah 2,49%; 3,22%; 4,63%; dan 6,79% 8,09%. Di akhir proses pengomposan,
(Gambar 4). Pada hari ke-40 proses hara makro P pada masing-masing
pengomposan, hara makro K memenuhi reaktor RK1, R1, R2, dan R3 adalah
baku mutu pupuk organik berdasarkan 4,19%; 5,03%; 8,21%; dan 9,72%.
Peraturan Menteri Pertanian No. 70 [6]