Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334696441

Pemanfaatan Rumen Sapi dan Jerami sebagai Pupuk Organik

Conference Paper · December 2018

CITATIONS READS

0 1,948

4 authors, including:

Rhenny Ratnawati Sugito Sugito


PGRI University of Adi Buana PT Infineon Technologies, Indonesia
35 PUBLICATIONS   83 CITATIONS    60 PUBLICATIONS   32 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Composting of Rumen Content Waste Using Anaerobic-anoxic-oxic (A2/o) System View project

Composting of Slaughterhouse Solid Waste View project

All content following this page was uploaded by Rhenny Ratnawati on 26 July 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

Artikel Ilmiah Hasil Riset


PEMANFAATAN RUMEN SAPI DAN JERAMI SEBAGAI PUPUK ORGANIK
Rhenny Ratnawati1, Sugito2, Nidya Permatasari3, dan Muhammad Fikri Arrijal4
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas PGRI Adi Buana1,2,3,4
ratnawati@unipasby.ac.id

ABSTRAK
Kegiatan Rumah Potong Hewan (RPH) setiap harinya akan menghasilkan limbah berupa
feses, urine, isi rumen atau isi lambung, ceceran darah, air cucian, dan sisa pakan. Penelitian ini
bertujuan untuk: 1) Mengkaji pengaruh komposisi bahan baku limbah padat RPH pada kualitas
produk pupuk organik, 2) Mengkaji kualitas produk pupuk organik yang dibandingkan dengan baku
mutu sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 70 tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk
Hayati, dan Pembenahan Tanah. Proses pengomposan dilakukan selama 50 hari. Variabel
komposisi bahan baku rumen sapi dan jerami adalah: RK1 (100% rumen sapi), R1 (60% rumen
sapi:40% jerami), R2 (50% rumen sapi:50% jerami), dan R3 (40% rumen sapi:60% jerami).
Penelitian dilakukan secara duplo, sehingga dibutuhkan 8 buah reaktor standing drum dengan
volume 120 L. Berat bahan baku yang digunakan pada masing-masing reaktor yaitu sebesar 20 kg.
Sampel pupuk organik diambil setiap 10 hari sekali, dengan parameter yang diuji adalah rasio C/N,
hara makro P, K, nilai pH, dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi komposisi bahan
baku berpengaruh pada kualitas pupuk organik yang dihasilkan. Variasi terbaik adalah reaktor R3
(40% rumen sapi:60% jerami) dengan hasil rasio C/N= 15,00; P= 8,35%; K= 9,72%, pH= 6,79; dan
suhu= 33,70oC, memenuhi baku mutu sebagai pupuk organik.
Kata kunci: Jerami, Komposting, Limbah Padat Rumah Potong Hewan, Pupuk Organik, Rumen

ABSTRACT
Slaughterhouse (SH) activities is produced waste in the form of feces, urine, rumen contents
or gastric contents, spilled blood, washing water, and leftover feed everyday. This study aims to: 1)
Assess the effect of RPH solid waste composition on the quality of organic fertilizer products, 2)
Assess organic fertilizer products quality compared to quality standards according to Minister of
Agriculture Regulation No. 70 year 2011 concerning Organic Fertilizers, Biofertilizers, and Soil
Improvement. The composting process is carried out for 50 days. Variable composition of raw
materials for cattle rumen and straw are: RK1 (100% cattle rumen), R1 (60% cattle rumen:40% rice
straw), R2 (50% cattle rumen:50% rice straw), and R3 (40% cattle rumen:60% rice straw). The
research was conducted in duplicate, so that 7 standing drum reactors were needed with a volume
of 120 L. The weight of the raw material used in each reactor was 20 kg. Organic fertilizer samples
are taken once every 10 days, with the parameters tested being the C/N ratio, macro nutrients P, K,
pH value, and temperature. The results showed that variations in the composition of raw materials
had an effect on the quality of the organic fertilizer produced. The best variation is R3 reactor (40%
cattle rumen:60% rice straw) with a C/N ratio= 15.00 ratio; P = 8.35%; K = 9.72%, pH = 6.79; and
temperature = 33.70oC, meet quality standards as organic fertilizer according to the Minister of
Agriculture RegulationNo. 70 year 2011.
Keyword: Cattle Rumen, Composting, Rice Straw, Slaughterhouse Solid Waste, Organic Fertilizer

PENDAHULUAN setiap hari. Kebutuhan pangan juga


Tingkat kepadatan penduduk mengalami peningkatan seiring dengan
berpengaruh pada kebutuhan manusia peningkatan jumlah penduduk. Salah

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 457


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

satu kebutuhan pangan yang ikut protease, xilanase dan lain-lain [2].
meningkat adalah ketersediaan daging Cairan rumen memiliki kandungan
sapi sebagai kebutuhan yang akan bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri
dikonsumsi setiap harinya. Rumah sekitar 109/cc isi rumen, sedangkan
Potong Hewan (RPH) Gempol Sidoarjo, protozoa bervariasi sekitar 105-106/cc isi
setiap hari mendistribusikan daging sapi rumen [3]. Fitriana dkk. [4] menyatakan
segar untuk kebutuhan konsumen. bahwa jumlah bakteri di dalam rumen
Selain menghasilkan daging sapi segar, mencapai 1-10 milyar/mL cairan rumen.
kegiatan RPH juga menghasilkan produk Cairan isi rumen dan kotoran sapi masih
samping yang berupa feses, urine, isi mengandung bahan organik yang tinggi
rumen atau isi lambung, ceceran darah, [3]. Kandungan bahan organik yang
air cucian, dan sisa pakan [1]. Limbah tinggi pada isi rumen sapi tersebut
padat RPH ini biasanya hanya ditumpuk mempunyai potensi besar untuk
di lahan RPH dan dibuang ke Tempat dimanfaatkan sebagai kompos atau
Pemrosesan Akhir. Limbah RPH yang pupuk organik [4].
tidak dilakukan pengolahan dapat RPH juga menghasilkan sisa
menjadi media pertumbuhan dan pakan berupa jerami. Jerami merupakan
perkembangan mikroba sehingga limbah salah satu limbah dari pertanian yang
mengalami pembusukan. Hal ini yang berupa tangkai dan batang tanaman
dapat mengakibatkan adanya serealia yang kering, setelah biji-
penyebaran vektor penyakit, bijiannya dipisahkan. Jerami tersebut
pencemaran lingkungan, baik pada dimanfaatkan sebagai pakan ternak di
tanah, badan air penerima, ataupun RPH. Sisa pakan ternak tersebut, dapat
udara. dimanfaatkan kembali sebagai bahan
Rumen adalah bagian penting baku pembuatan pupuk organik. Proses
sebagai ruang pra-pencernaan untuk penguraian pada jerami sangat lambat,
simbiosis mikroorganisme hidup, yang sehingga membutuhkan bahan baku
memiliki fungsi membantu pemecahan tambahan yang banyak mengandung
dan melunakkan dengan cepat pada mikroorganisme untuk mempercepat
makanan hewan ternak [2]. Dalam isi penguraian.
rumen atau isi lambung sapi dibagi Proses pembuatan pupuk organik
menjadi 2 yaitu material padat dan cair. dengan bantuan oksigen (aerobik)
Rumen sapi padat merupakan bagian dilakukan dengan pengomposan yaitu
kasaran dari rerumputan yang belum dimana bahan organik akan mengalami
dicerna sempurna oleh sapi di dalam penguraian secara biologis, khususnya
lambung. Rumen sapi cair merupakan oleh mikroba dengan memanfaatkan
saringan dari rumen yang telah dibuang bahan organik sebagai sumber energi.
pada proses kegiatan pemotongan. Teknik pengomposan dipengaruhi oleh
Cairan rumen sapi kaya akan berbagai kandungan rasio C/N yang merupakan
enzim seperti enzim selulase, amilase, perbandingan karbon dan nitrogen yang

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 458


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

ada dalam bahan organik [5]. Penelitian dilakukan di Laboratorium


Berdasarkan Peraturan Menteri Persampahan Universitas PGRI Adi
Pertanian No. 70 [6], pupuk organik Buana Surabaya selama 50 hari. Proses
adalah pupuk yang berasal dari komposting dilakukan secara aerobik.
tumbuhan mati, kotoran hewan, dan/ Suplai udara yang digunakan mengacu
atau bagian hewan dan/ atau limbah pada penelitian yang dilakukan oleh
organik lainnya yang telah melalui proses Ratnawati dkk. [5] yaitu menggunakan
rekayasa, berbentuk padat atau cair, blower dengan kecepatan 4,74
dapat diperkaya dengan bahan mineral L/kg/menit. Reaktor yang digunakan
dan/ atau mikroba, yang bermanfaat berupa standing drum dengan volume
untuk meningkatkan kandungan hara 120 L (Gambar 1). Reaktor
dan bahan organik tanah serta pengomposan dilengkapi dengan pipa
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan saluran untuk keluarnya gas NH3 yang
biologi. Menurut Wahyono dkk. [7] pupuk terletak dari dalam reaktor hingga bagian
adalah zat hara yang ditambahkan pada atas reaktor dan memasang alat
tumbuhan agar bekembang dengan baik penangkap gas NH3, pipa blower pada
sesuai genetis dan potensi produksinya. bagian 0,3 m dari dasar reaktor, pipa
Pupuk organik memiliki komposisi pada dasar reaktor sebagai saluran
bahan-bahan organik dan mineral keluarnya lindi dan penampungnya, pipa
penyusun pupuk organik. Penggolongan sebagai titik pengambilan sampel pada
pupuk umumnya berdasarkan bahan bagian 0,4 m dari dasar reaktor.
baku yang digunakan, cara aplikasi, Bahan baku berupa rumen sapi
bentuk, dan kandungan unsur haranya. Brahman Cross (BX) dan jerami diambil
Bentuk dari pupuk organik dibedakan dari RPH Gempol yang berlokasi di
menjadi 2, yaitu pupuk organik padat dan Kecamatan Gempol, Sidoarjo. Variasi
pupuk organik cair. Penggunaan pupuk komposisi rumen dan jerami yang
organik secara terus-menerus dalam digunakan adalah60%:40% (R1),
rentan waktu yang lama akan 50%:50% (R2), dan 40%:60% (R3).
menjadikan kualitas tanah lebih baik. Reaktor kontrol berisi 100% rumen
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) (RK1). Penelitian dilakukan secara duplo,
Mengkaji pengaruh komposisi bahan sehingga total reaktor yang digunakan
baku limbah padat RPH pada kualitas berjumlah 8 buah. Berat bahan baku
produk pupuk organik, 2) Mengkaji pada setiap reaktor adalah 20 kg.
produk pupuk organik yang dibandingkan Persiapan bahan baku yang dilakukan
dengan baku mutu sesuai Permentan adalah: penjemuran bahan baku agar
No. 70 tahun 2011 tentang Pupuk memenuhi kondisi optimum komposting
Organik, Pupuk Hayati, dan dengan kadar air mencapai 50-60% [5].
Pembenahan Tanah. Pencacahan bahan baku dilakukan
dengan ukuran 1-2 cm, dan
METODE penimbangan bahan baku sesuai dengan

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 459


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

berat variasi komposisi yang telah dan Total Kjeldahl Nitrogen [8].
ditentukan. Pengujian hara makro P dan K sesuai
Pengambilan sampel dilakukan dengan SNI [9] tentang Pupuk NPK
setiap 10 hari sekali selama 50 hari. Padat. Parameter nilai pH dan suhu
Parameter yang diuji yaitu rasio C/N, metode analisis menggunakan pH meter
hara makro P dan K, nilai pH, dan suhu. dan termometer [8].
Metode analisis untuk parameter kadar
C-organik dan N-total dengan gravimetri

Gambar 1. Reaktor Pengomposan Pupuk Organik Padat [5]

Rasio C/N isi rumen berada pada kisaran


HASIL
nilai 10,54-12,33 [15].
Karakteristik bahan baku
Hasil analisis karakteristik awal
bahan baku berupa isi rumen sapi dan Rasio C/N
jerami yang telah dilakukan Rasio C/N merupakan salah satu
pengkondisian kadar air 50-60% sebagai cara menentukan kematangan kompos,
kondisi optimum proses pengomposan
dimana hasil akhir C/N rasio sebesar 20
disajikan pada Tabel 1. atau kurang telah mengindikasikan
kematangan kompos. Hasil penelitian
Tabel 1. Karakteristik Bahan Baku menunjukkan bahwa rasio C/N bahan
Parameter Rumen Jerami
baku berpengaruh terhadap rasio C/N
Kadar air (%) 54,00 58,00
pupuk organik yang dihasilkan. Rasio
Nilai pH 8,40 7,49
C/N pada RK1, R1, R2, dan R3 pada hari
C-organik (%) 31,31 22,37
N-total (%) 3,31 1,05 ke-10 proses pengomposan mempunyai
Rasio C/N 9,46 21,30 nilai berturut-turut 7,46; 12,46; 16,32;
Hara makro P (%) 0,15 0,02 dan 18,14. Rasio C/N perlahan-lahan
Hara makro K (%) 0,11 1,4 menurun sampai dengan akhir proses
pengomposan (Gambar 2). Pada hari
Rasio C/N awal isi rumen dan jerami ke-50, rasio C/N pada RK1, R1, R2, dan
masing-masing bernilai 9,46 dan 21,30. RK3 masing-masing adalah 6,77; 8,38;

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 460


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

13,53; dan 15,00. Dapat diamati pada kematangan kompos yang dihasilkan
Gambar 2 bahwa semakin besar jumlah dan memprediksi laju mineralisasi suatu
penambahan jerami dalam pembuatan bahan organik didalamnya. Rasio C/N
pupuk organik dapat menghasilkan rasio dalam penelitian ini semakin lama
C/N tinggi pada produk pupuk organik. semakin menurun, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati
Proses pembuatan pupuk organik
dkk. [5] dimana penurunan rasio C/N
merupakan proses penguraian bahan-
pada pengomposan (isi rumen sapi)
bahan organik yang berpengaruh pada
secara aerobik selama 50 hari dari 14,76
penurunan rasio C/N. Hal ini disebabkan
menjadi 13,71. Produk pupuk organik
karena pada saat proses pengomposan
yang dihasilkan pada reaktor R3 (40%
berlangsung terjadi upaya pengaktifan
rumen:60% jerami) yaitu 15, memenuhi
kegiatan mikroba perombak atau
baku mutu sesuai dengan standar
pendekompuser (bakteri, fungi, dan
Peraturan Menteri Pertanian No. 70 [6]
actinomicetes) sehingga berpengaruh
(15-25). Rendahnya rasio C/N yang
pada kandungan C yang semakin
dihasilkan pertanda bahwa produk yang
menurun dan kandungan N yang
dihasilkan adalah pupuk organik bukan
semakin meningkat. Nilai rasio C/N
kompos biasa [1].
digunakan untuk mengetahui tingkat

Gambar 2. Rasio C/N pada Proses Pengomposan

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 461


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

Gambar 3. Unsur Hara P pada Proses Pengomposan

proses pengomposan berhubungan


Hara Makro P (Phosfor)
dengan pertumbuhan mikroorganisme.
Unsur hara makro P banyak Pada fase ini mikroorganisme mengalami
terkandung pada senyawa organik (asam pertumbuhan yang sangat signifikan dan
nukleat, lecithin, dan fitin). Unsur hara apabila pengomposan dilanjutkan,
makro P hari ke-10 pada RK1, R1, R2, mikroorganisme akan mengalami
R3 mempunyai nilai berturut-turut adalah kematian dan didapat hasil hara makro P
1,5%; 3,06%; 3,75%; dan 4,85%. Unsur yang lebih sedikit dibandingkan
hara makro P meningkat sampai akhir sebelumnya. Bila dibandingkan dengan
proses pengomposan (Gambar 3). Pada penelitian Wulandari dan Trihadiningrum
hari ke-50, hara makro P akhir pada (2014) dimana peningkatan kadar P
reaktor RK1, R1, R2 dan R3 bernilai pada pengomposan (isi rumen sapi dan
1,94%; 4,41%; 6,26%; dan 8,35%. dolomit) secara aerobik selama 50 hari
Semakin banyak jerami yang sebesar 2,8%, maka peningkatan kadar
ditambahkan pada bahan baku P pada penelitian ini lebih baik yaitu
pembuatan pupuk organik (R2 dan R3), sebesar 6,12% selama 50 hari.
maka menghasilkan pupuk organik
Hara Makro Kalium (K)
memenuhi baku mutu Peraturan Menteri
Pertanian No. 70 [6] (minimal 4%). Proses perombakan senyawa
organik oleh mikroorganisme pada pakan
Hara makro P pada bahan baku
baku mengakibatkan kandungan N dan P
akan dimanfaatkan oleh sebagian besar
mengalami peningkatan selama proses
mikroorganisme untuk membentuk sel-
tersebut berlangsung. Peningkatan
sel didalamnya [10]. Waktu proses
tersebut juga mempengaruhi
pembuatan pupuk organik
peningkatan kandungan K di dalam
mempengaruhi unsur hara makro P,
pupuk organik. Hara makro K pada hari
namun tidak berbanding lurus karena
ke-10 proses pengomposan pada reaktor
Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 462
Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

RK1, R1, R2, dan R3 berturut-turut (minimal 4%) dengan rentang nilai 4,02-
adalah 2,49%; 3,22%; 4,63%; dan 6,79% 8,09%. Di akhir proses pengomposan,
(Gambar 4). Pada hari ke-40 proses hara makro P pada masing-masing
pengomposan, hara makro K memenuhi reaktor RK1, R1, R2, dan R3 adalah
baku mutu pupuk organik berdasarkan 4,19%; 5,03%; 8,21%; dan 9,72%.
Peraturan Menteri Pertanian No. 70 [6]

Gambar 4. Unsur Hara K pada Proses Pengomposan

Kandungan hara makro K pada Kalium diserap dalam bentuk K+


hasil penelitian presentase setiap reaktor (terutama pada tanaman muda).
mengalami kenaikan. Hal ini sesuai Kadar K dalam penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh semakin lama semakin meningkat. Bila
Nur dkk. [12] yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan penelitian
unsur K akan dimanfaatkan oleh Suhardjadinata dan Pangesti [14] dimana
mikroorganisme dalam proses nilai peningkatan kadar K pada
pengomposan sehingga peran rumen pengomposan (isi rumen sapi, kotoran,
sebagai bahan pupuk banyak sisa pakan, dan sampah organik) secara
pemanfaatan K oleh mikroorganisme. Di aerobik selama 35 hari sebesar 0,25%,
samping itu, unsur hara K juga berfungsi maka peningkatan kadar K pada
dalam mekanisme fotosintesis, penelitian ini lebih baik yaitu sebesar
trsanslokasi karbohidrat, sehingga 7,55% selama 50 hari.
mempercepat penebalan dinding-dinding
Nilai pH
sel dan ketegaran tangkai bunga-bunga,
buah dan cabang [13]. Kalium juga Nilai pH merupakan salah satu yang
berfungsi membantu pembentukan harus diperhatikan dalam proses
protein dan karbohidrat, meningkatkan pengomposan berlangsung. Tingkat
resistensi terhadap penyakit dan keasaman suatu bahan atau larutan
meningkatkan kualitas biji atau buah. dapat mempengaruhi kelangsungan

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 463


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

hidup mikroorganisme pengurai yang menyatakan bahwa aktifitas mikroba


ada di dalam reaktor. Nilai pH pada hari berlangsung baik pada kondisi
ke-10 proses pengomposan bernilai lingkungan 6,70-9,00; dimana kondisi
6,38-6,89. Nilai pH selama proses optimum nilai pH adalah 5,50-8,00. Di
pengomposan berlangsung cenderung akhir proses pengomposan, nilai pH
stabil (Gambar 5), dengan rentang nilai pada keempat reaktor bernilai 6,73-7,35.
6,98-7,00. Nilai ini berada pada kondisi Nilai pH akhir memenuhi standar baku
dimana aktifitas mikroba berlangsung mutu Peraturan Menteri Pertanian No. 70
optimum. Ratnawati dkk. [15] [6] yaitu 4-9.

Gambar 5.Nilai pH pada Proses Pengomposan

Nilai Suhu Kenaikan suhu membuktikan bahwa


mikroorganisme melakukan aktivitas
Peningkatan nilai suhu merupakan
selama proses pengomposan
salah satu indikator selama proses
berlangsung. Hasil penelitian ini berbeda
pengomposan. Peningkatan nilai suhu
dengan penelitian yang dilakukan oleh
menandakan terjadinya peningkatan
Ratnawati dkk. (2016) yang menyatakan
aktifitas mikroba yang menguraikan
bahwa di akhir proses pengomposan,
substrat. Pada hari ke-10 proses
nilai suhu perlahan-lahan menurun
pengomposan nilai suhu berkisar antara
menuju tahap pematangan. Penurunan
28,70-29,80oC. Nilai suhu mengalami
nilai suhu ini dikarenakan bahan organik
peningkatan sampai dengan akhir proses
yang habis terdegradasi, maka pupuk
pengomposan (Gambar 6). Nilai suhu
organik memasuki tahap pematangan
akhir mempunyai rentang 31,50-33,70oC.
[15].

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 464


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

Gambar 6. Nilai Suhu pada Proses Pengomposan

Kualitas produk akhir Tabel 2. Kualitas Produk Akhir


Baku R3
Hasil pengamatan secara fisik Parameter
mutu (40R:60J)
produk pupuk organik terlihat berwarna
Nilai suhu (oC) - 33,70
cokelat tua agak kehitaman. Produk akhir
Nilai pH 4-9 6,79
berupa remah-remah yang agak lembab, Rasio C/N 15-25 15,00
masih ditemukan jamur yang tumbuh, Hara makro P (%) Minimal 4 8,35
dan tercium bau yang pengap. Produk Hara makro K (%) Minimal 4 9,72
akhir mempunyai nilai suhu dan pH
berturut-turut adalah 33,70oC dan 6,79. Secara umum walaupun
Rasio C/N, hara makro P, dan K masing- keseluruhan parameter sudah memenuhi
masing adalah 15,00; 8,35%, dan 9,72%. baku mutu, tetapi apabila dilihat dari nilai
Jika diamati kualitas produk yang suhu yang masih belum stabil maka
dibandingkan dengan baku mutu pupuk dapat diindikasikan produk akhir masih
organik berdasarkan Peraturan Menteri berada pada proses menuju tahap
Pertanian No. 70 [6] terlihat bahwa pemantangan. Nilai suhu dapat
hampir semua parameter memenuhi dikatakan stabil apabila berada pada
baku mutu yang dipersyaratkan, hanya kisaran 26-27oC [11]. Nilai hara makro P
saja rasio C/N yang perlu dinaikkan dan K yang cukup tinggi, serta
karena berada pada batas minimal nilai rendahnya rasio C/N menjadikan produk
(Tabel 2). Peningkatan rasio C/N pada akhir berupa pupuk organik.
produk akhir dapat diatasi dengan
menambahkan bahan tambahan berupa SIMPULAN
jerami padi, rumput sisa pakan (Rini dkk., Variasi komposisi bahan baku
2015) dengan komposisi tertentu. berpengaruh pada kualitas pupuk
organik yang dihasilkan. Variasi terbaik
adalah reaktor R3 (40% rumen sapi:60%
Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 465
Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

jerami) dengan hasil rasio C/N= 15,00; Jurnal Internasional Teknik


P= 8,35%; K= 9,72%, pH= 6,79; dan Lingkungan, Vol. 5, No. 4, 2016.
suhu= 33,70oC, memenuhi baku mutu [5] R. Ratnawati, R.A. Wulandari, N.
sebagai pupuk organik. Matin, Pengolahan Limbah Padat
Rumah Potong Hewan dengan
Metode Pengomposan Aerobik dan
UCAPAN TERIMA KASIH
Anaerobik, Prosiding Seminar
Penelitian ini didanai oleh Lembaga Tahunan Lingkungan Hidup,
Penelitian dan Pengabdian kepada Universitas Brawijaya Malang, 277-
Masyarakat Universitas Adi Buana 287, 2016a.
Surabaya melalui Hibah Penelitian [6] Peraturan Menteri Pertanian Nomor
Unggulan Adi Buana Tahun Anggaran 70 Tahun 2011Tentang Pupuk
2018, kontrak No. Organik, Pupuk Hayati dan
072.1.2/LPPM/IV/2018. Pembenahan Tanah.
[7] S. Wahyono, I. Firman, Sahwan, dan
DAFTAR RUJUKAN F. Suryanto, Membuat Pupuk
Organik Granul dari Aneka Limbah.
[1] R. Ratnawati, Y. Trihadiningrum,
Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.
Slaughterhouse Solid Waste
Ed-1, 2011.
Management in Indonesia, J. of Bio.
[8] APHA, AWWA, dan WEF. (1998),
Researches 19: 69-73, 2014.
Standard Methods for the
[2] N. F. Sari, Mengenal Keragaman
Examination of Water and
Mikroba Rumen pada Perut Sapi
Wastewater: 20 Edition. Maryland:
th
secara Molekuler, Bio Trends, Vol. 8,
United Book Press, Inc.
No. 1, Hal. 5-9, 2017.
[9] SNI 2803:2010 tentang Pupuk NPK
[3] R. Manendar, Pengolahan Limbah
Padat.
Cair RPH dengan Metode Fotokalitik
[10] I.D.W.S. Rini, R. Ratnawati, Y.
TiO2: Pengaruh Waktu Kontak
Trihadiningrum, Changing Patterns
Terhadap Kualitas BOD5, COD,
of N-inorganic Content in the
dan pH Efluen. (Tesis). Bogor:
Composting Process of
Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Slaughterhouse Solid Waste with
Pascasarjana Institut Pertanian
Aerobic System, Proceeding
Bogor, 2010.
National Seminar Manajemen
[4] G. C. Fitriana, H. H. Setiyo, dan W.
Teknologi XXII, hal. A-49-1 s/d A-49,
Oktavian, Analisis Pengaruh
2015.
Penambahan Molase dan Urin Sapi
[11] R. A. Wulandari dan Y.
dalam Pembuatan Pupuk Cair Isi
Trihadiningrum, Proses Komposting
Rumen Limbah Rumah Pemotongan
Limbah Padat Rumah Potong Hewan
Hewan Terhadap Timbulan gas
dengan Metode Aerobik dan A2O,
Rumah Kaca (CO2, CH4 dan N2O).
Prosiding Seminar Nasional 2014-

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 466


Tema: (Inovasi, Teknologi dan Pendidikan Guna Mewujudkan
Indonesia Sejahtera di Era Industrialisasi 4.0), 21 Desember 2018
ISBN: 978-602-5793-40-0

Waste Management II, hal. 42-51,


2014.
[12] T. Nur, R. Ahmad Rizali, E. Muthia,
Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari
Sampah Organik Rumah Tangga
Dengan Penambahan Bioaktivator
EM4 (Effective Microorganisms).
Jurnal Konversi Vol 5 No 2 .
Lampung: Program Studi Kimia
Fakultas Teknik, Universitas
Lambung Mangkurat, 2014.
[13] Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo
Persada,
[14] Suhardjadinata dan D. Pangesti,
Proses Produksi Pupuk Organik
Limbah Rumah Potong Hewan dan
Sampah Organik. Vol. 2 No.2 hal
101, 2016.
[15] R. Ratnawati, Y. Trihadiningrum,
S.R. Juliastuti, Composting of
Rumen Content Waste Using
Anaerobic-Anoxic-Oxic (A2O)
Methods, J. of Solid Waste Tech.
and Management 42 (2): 98-106
(2016b).

Subtema: Tekonologi Ramah Lingkungan 467

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai