Anda di halaman 1dari 15

MATERI I

PRODUKSI GAS
PEMBAHASAN
Polyethilene adalah salah satu plastik yang paling
umum digunakan terutama di industri. Plastik mudah dibentuk
serta tahan bahan kimia, bening dan mudah dilaminasi.
Polyethilene juga banyak digunakan sebagai media untuk
mengemas buah-buahan segar dan sayuran, roti, produk
makanan beku, tekstil, dan sebagainya. Rincian sifat PE antara
lain: 1) Berpenampilan bervariasi, mulai dari transparan
sampai keruh, 2) mudah dibentuk, lemah dan mudah
diregangkan; 3) memiliki kekuatan tarik tinggi, tanpa robek,
4) tahan bahan kimia, baik asam, basa, alkohol dan deterjen,
5) kedap air dan uap air. Dengan mempertimbangkan Sifat
Polyethilene, Polyethilene dipilih sebagai digester yang
mudah, murah, aman dan ramah lingkungan sistem pembuatan
biogas yang ramah (Koesmantoro and Karno, 2018).
Menurut jurnal wahyuni et al, (2019) yang menyatakan
bahwa peralatan yang penggunaannya dalam pengembangan
biogas antara lain bak pengisi dan bak penampung, digester,
pipa PVC dengan diameter 4 inchi, tabung plastik berdiameter
¾ inchi, ember, pengaduk kayu, gayung, keran gas, lutut
(draft ½ inch dan L), paralon klem, klem tabung plastik, lem
paralon, pengontrol serat gelas, dan semen, pasir dan batu
bata. Biogas yang dihasilkan dapat disimpan menggunakan
wadah biogas berkapasitas 1 m³ yang terbuat dari plastik
runcing. Selain itu, kompor LPG, kompor biogas dan kompor
minyak tanah digunakan dalam pengujian bahan bakar biogas.
Alat lain yang bisa digunakan selain alat diatas adalah panci,
gelas ukur, stopwatch, kamera, dan alat tulis.
Menurut Shirzad et al (2019) yang menyatakan bahwa
unit CHP membutuhkan biogas dengan H²S konsentrasi lebih
rendah dari 500 ppm serta tidak ada kadar air dibandingkan
keberadaan CO₂ tidak bermasalah untuk mesin stasioner.
Dalam kontrast, biogas yang diinginkan untuk bahan bakar
kendaraan dan jaringan gas alam harus benar-benar bebas dari
H₂S, CO₂, dan H₂O.
Untuk produktivitas sistem produksi gasbio untuk bahan
bakar sebagai kebutuhan rumah tangga. Bahan yang
digunakan dalam pengabdian ini adalah limbah rumah tangga
dan limbah industri yang dikonversikan menjadi gasbio
melalui proses fermentasi anaerobik. Gasbio tersebut
kemudian ditampung dalam digester. Perlakuan dalam
penabdian untuk pembuatan diegister ini. Berat gasbio yang
diperoleh yang kemudian masukkan kedalam tangki gas
dengan tekanan 5,5 bar pada volume 40 liter adalah 0,3 kg
atau berat jenisnya 0,0075 kg/liter. Produktivitas gasbio pada
gas konsentrasi 5 cm, 7,5 cm, 10 cm, dan 12,5 cm masing-
masing 0,189 bar/menit, 0,213 bar/menit, 0,163 bar/menit, dan
0,072 bar/menit. Selain itu kebutuhan energi listrik untuk
pengambilan gasbio pada kosentrasi gas yang besar adalah
makin kecil (Amrullah dan Akhiruddin, 2019).
Dalam pembuatan biogas, diperlukan suatu rangkaian
alat yang disebut digester atau reaktor biogas. Di Indonesia
dikenal dua jenis model digester, yaitu model India (Floating
Cover) serta model China (Fixed Done). Masing-masing
model digester mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada
model India, tutup atas yang terbuat dari plat besi sehingga
sangat mudah dibuka untuk membersihkan kotoran/kerak di
dalam reaktor. Namun kelemahan dari model ini adalah biaya
lebih mahal karena tutup mudah berkarat sehingga harus
sering diganti (Saputro dkk, 2014).
PENUTUP
Kesimpulan
1. Polyethilene dipilih sebagai digester yang mudah, murah,
aman dan ramah lingkungan sistem pembuatan biogas
yang ramah.
2. Penggunaan kompor LPG, kompor biogas dan kompor
minyak tanah digunakan dalam pengujian bahan bakar
biogas.
3. Biogas membutuhkan H₂S dengan konsentrasi lebih
rendah dari 500 ppm serta tidak ada kadar air
dibandingkan keberadaan CO₂.
4. Untuk produktivitas sistem produksi gasbio untuk bahan
bakar sebagai kebutuhan rumah tangga.
5. Pembuatan gas bio memerlukan suatu rangkaian alat yang
disebut digester atau reaktor biogas.
Saran
Disarankan praktikum menggunakan aplikasi Zoom
atau sejenisnya agar interaksi antara praktikan dengan asisten
bisa komunikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, & Akhiruddin. (2019). Pembuatan Diegister Biogas
dan Lampu Gas dari Kotoran Ternak Sapi. Teknologi,
20(1), 7-12.
Koesmantoro, H., & Karno. (2018). Guide to Making Biogas
from Livestock Manure using Digester made from
Polyethylene Plastic (An Environmentally Friendly
Technology). Aloha International Journal of Health
Advancement, 1(1), 1-3.
Saputro, D. D., Wijaya, B. R., & Wijayanti, Y. (2014).
Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Untuk
Meningkatkan Kapasitas Produksi Pada Kelompok Ternak
Patra Sutera. Rekayasa, 12(2), 91-98.
Shirzad, M., Panahi, H. K., Dashti, B. B., Rajaeifar, M. A.,
Aghbashlo, M., & Tabatabaei, M. (2019). A
Comprehensive Review On Electricity Generation And
GHG Emission Reduction Potentials Through Anaerobic
Digestion of Agricultural And Livestock/slaughterhouse
Wastes In Iran. Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 11(1), 571-594.
Wahyuni, S., Sutjahjo, S. H., Purwanto, Y. A., Fuah, A. M., &
Kurniawan, R. (2019). The Model of Biogas Utilization
from Livestock Manure Using Farmer Group Approach to
Meet Alternative Energy at Household Scale.
International Journal of Sciences: Basic and Applied
Research, 43(1), 57-66.
MATERI II
PENGELOLAAN ANAEROB
PEMBAHASAN
Pakan dari unit eksperimental dan penarikan dapat
dilakukan sekali per hari. Karakteristik lumpur influen dan
limbah diukur sebanyak dua kali seminggu dan produksi
biogas setiap hari. Pada awal Tahap 1, semua sistem
diinokulasi dengan lumpur tercerna mesofilik dari PWTP.
Digester awalnya diisi dengan 3 L lumpur benih dan mulai
pemberian pakan pada hari berikutnya berlangsung sekali
sehari. Sepanjang periode percobaan 6 sistem eksperimental
alternatif dioperasikan. Satu sistem (C) diberi makan setiap
hari dengan lumpur limbah (SS) dari PWTP yang berfungsi
sebagai sistem kontrol, sementara operasinya dibandingkan
dengan unit eksperimental lainnya (Noutsopoulos et al.,
2013).
Dalam banyak kasus, proyek co-digestion dibutuhkan
dengan biaya tinggi untuk trans Pelabuhan bahan baku yang
menjadikan pengoptimalan logistik menjadi penting
menentukan kelayakan proyek. Dalam hal ini, densifikasi
biomassa telah diperiksa di masa lalu untuk mengatasi
masalah biaya logistik yang ekstra tinggi. Selain itu, CW dan
OMW diproduksi secara musiman, jadi ada kebutuhan akan
fasilitas penyimpanan selama perancangan proyek.
Permasalahan desain serupa akan muncul untuk FW di resor
liburan, dimana populasi dapat meningkat dengan urutan
besarnya. Pengeringan bahan-bahan ini akan memberikan
hasil yang signifikan pengurangan volume bahan baku
mengurangi transportasi secara signifikan dan biaya
penyimpanan. Namun, masih belum diketahui efek keringnya
pada proses hilir, khususnya produksi biogas dari pencernaan
anaerobik (Maragkaki et al., 2017).
Cara kerja dalam pembuatan pakan tersebut dengan cara
pengeringan padatan lumpur organik yang telah dinilai dengan
pupuk cair (Pupuk cair). Setelah dikeringkan padatan
gabungan dengan EM-4 yang sesuai pada label aturan pabrik
kemudian dilakukan proses fermentasi, dikeringkan dan
kemudian dilakukan uji proksimat untuk menghindari
kandungan protein pada bahan. Waktu lamanya fermentasi
padatan kering lumpur organik yang siap EM-4 dan
pengaruhnya pada kandungan protein tidak diketahui secara
pasti (Fajarudin dkk, 2013).
Lumpur Organik (LO) Unit Gas Bio (UGB) atau
LOUGB adalah Lumpur Kandang Ternak (LKT = slurry)
yang berasal dari hasil pembersihan lantai kandang terhadap
kotoran ternak agar tidak mencemari kandang atau lingkungan
baik berupa bau, parasit dan penyakit dimasukkan dalam
tangki pencerna unit gas bio untuk diproses menjadi gas bio
dan Lumpur Organik Unit Gas Bio (LOUGB). Gas bio dapat
digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan LOUGB yang
sering disebut sludge dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak/ikan dan pupuk tanaman (Mochammad Junus, 2015).
Mengacu penjelasan diatas maka sinergi ternak Sampah
dengan komoditas pertanian, pertanian, perikanan,
perkebunan, bahkan kehutanan akan meningkat. Limbah
ternak yang dijadikan pakan ternak yang mengandung 11,95%
protein akan rentan tercampur dengan ransum pakan ternak.
Ternak yang telah mengkonsumsi pakan yang terbuat dari
kotoran hewan sebagian besar adalah ternak pada umumnya
dan juga ternak yang baru diternakkan seperti cacing, ulat
bulu, semut penenun, ulat sutera, lalat, dan lain-lain. Tanaman
pertanian yang dapat diintegrasikan dengan limbah ternak
adalah tanaman darat dan air. Perkebunan dapat
memanfaatkan kotoran hewan merupakan semua jenis
peternakan milik swasta dan perusahaan. Kawasan hutan yang
dapat diintegrasikan dengan limbah ternak adalah hutan
tanaman dan pembibitan, tumbuhan dan ikan di kolam atau
danau di dalam hutan serta satwa liar dan ternak (Junus and
Irina, 2020).
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pakan dari unit eksperimental dan penarikan dapat
dilakukan sekali per hari.
2. Dalam pembuatan digestion perlu membutuhkan
densifikasi biomassa telah diperiksa di masa lalu untuk
mengatasi masalah biaya logistik yang ekstra tinggi.
3. Proses fermentasi dilakukan setelah dikeringkan padatan
gabungan dengan EM-4 yang sesuai pada label aturan
pabrik.
4. Lumpur Kandang Ternak (LKT = slurry) yang berasal dari
hasil pembersihan lantai kandang terhadap kotoran ternak
agar tidak mencemari kandang.
5. Limbah ternak yang dijadikan pakan ternak yang
mengandung 11,95% protein akan rentan tercampur
dengan ransum pakan ternak.
Saran
Disarankan praktikum menggunakan aplikasi Zoom
atau sejenisnya agar interaksi antara praktikan dengan asisten
bisa komunikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Fajarudin, M. W., Junus, M., & Setyowati, E. (2013). Pengaruh
Lama Fermentasi EM-4 Terhadap Kandungan Protein
Kasar Padatan Kering Lumpur Organik Unit Gas Bio.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 23(2), 14-18.
Junus, M. (2015). Pengaruh Cairan Lumpur Organik Unit Gas
Bio Terhadap Persentase Kandungan Bahan Organik Dan
Protein Kasar Padatan Lumpur Organik Unit Gas Bio.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 25(1), 35-41.
Junus, M., & Novianti, I. (2020). Accelerating Animal
Husbandry Development Through A Biogas Unit.
EurAsian Journal of Bio Sciences, 14(1), 7705-7711.
Maragkaki, A. E., Vasileiadis, I., Fountoulakis, M., Kyriakou,
A., Lasaridi, K., & Manios, T. (2017). Improving Biogas
Production From Anaerobic Co-digestion of Sewage
Sludge With A Thermal Dried Mixture of Food Waste,
Cheese Whey And Olive Mill Wastewater. Waste
Management, 1(1), 1-8.
Noutsopoulos, C., Mamais, D., Antoniou, K., Avramides, C.,
Oikonomopoulos, P., & Fountoulakis, I. (2013).
Anaerobic Co-digestion of Grease Sludge And Sewage
Sludge: The Effect of Organic Loading And Grease
Sludge Content. Bioresource Technology, 131(1), 452-
459.
MATERI III
PENGOMPOSAN
PEMBAHASAN
Sekitar 1 kg kotoran ternak dan bulking agent (beras
sekam dan serbuk kayu pinus) diperoleh dari stasiun
percobaan ternak. Sampel dikeringkan menggunakan freeze
dryer untuk menghilangkan air sambil meminimalkan
kehilangan senyawa volatil. Sampel feses digiling dengan
mortar dan melewati saringan dengan ukuran 2-mm untuk
mendapatkan homogen sampel yang banyak. Sampel sekam
padi dan serbuk gergaji dilewati saringan 4-mm untuk meniru
ukuran partikel yang lebih kasar dari bulking agent pupuk
kandang dalam kondisi pengomposan lapangan. Satu porsi
(sekitar 20 g) dari sampel tersebut selanjutnya digiling
menjadi bubuk halus dengan bola mill dan digunakan untuk
bahan kimia analisis kal; pH pada 1-to-10 sampel dengan
rasio air, total C dan N menggunakan metode pembakaran
dengan sebuah penganalisis elemen, total P dengan metode
kolorimetri asam vanadomolybdo-fosfat setelah penggalian
reaksi dengan asam perklorat, dan kapasitas pertukaran kation
(CEC) menggunakan metode amonium asetat (Lim et al.,
2017).
Kompos diterapkan sebagai ukuran untuk memperbaiki
tanah kualitas dan kesuburan; meski kehadirannya berat
logam dapat membatasi penggunaannya karena alasan
kesehatan atau lingkungan mental kekhawatiran. Logam berat
di tanah bisa terbagi menjadi dua pecahan (i) pecahan inert,
diasumsikan sebagai fraksi nontoxic, dan (ii) fraksi labil,
diasumsikan menjadi relatif lebih beracun. Untuk menilai
ketersediaan alat berat logam, hanya fraksi labil tanah yang
perlu dipertimbangkan akun karena pecahan ini biasanya
disebut bio tersedia fraksi. Penentuan berat total konsentrasi
logam tidak dapat memberikan informasi yang berguna
tentang masalah ketersediaan hayati, toksisitas, kapasitas
untuk remobilisasi logam berat di lingkungan sekitar dan
bentuk kimiawi dari logam di mana mereka berada proses
pengomposan (Gul et al., 2015).
Dengan penggunaan bio aktivator kotoran sapi lebih
cepat dibandingkan dengan perlakuan tanpa bio aktivator
pengomposan feses. Pengomposan bioaktivator feses sapi
umur tua berkisar antara 20-53 hari, sedangkan tanpa bio
aktivator pengomposan feses ternak berkisar antara 40-56
hari. Tidak adanya penambahan bio-aktivator kompos pada
bahan akan memperlambat proses pengomposan. Hal ini
disebabkan semakin sedikit jumlah mikroba pengurai, hanya
mikroba dari udara dan bahan kompos. Dalam sumber lain
menyatakan proses pengomposan membutuhkan waktu lama
jika tidak menggunakan aktivator (Sondang et al., 2014).
Pembuatan pupuk kandang dari kotoran kambing
dengan cara fermentasi pengunaan EM4 menyebabkan
penurunan rasio C/N. Hal ini disebabkan karena proses
fermentasi telah terjadi reaksi C menjadi CO₂ dan CH₄ yang
berupa gas. Selain itu, C-organik dalam bahan organik juga
digunakan mikroorganisme sebagai sumber makanan sehingga
menyebabkan jumlahnya berkurang. Sedangan, nilai N total
dalam bahan organik mengalami peningkatan karena proses
dekomposisi bahan kompos oleh mikroorganisme yang
menghasilkan ammonia dan nitrogen, sehingga kadar N total
kompos meningkat. Dengan menurunnya kandungan C-
organik dan meningkatnya kandungan N total maka rasio C/N
mengalami penurunan. Bahan organik sudah menjadi
kompos/pupuk dan dapat digunakan untuk tanaman apabila
rasio C/N < 20 (Trivana dkk, 2017).
Penambahan bioaktivator menimbulkan meningkatkan
jumlah populasi bakteri pada tumpukan sampah sehingga
lama proses dekomposisi bahan organik berjalan cepat dan
panas yang dihasilkan juga semakin tinggi. Adanya
penambahan zat bioaktivator dengan konsentrasi terbesar
menyebabkan proses dekomposisi bahan organik berjalan
dengan cepat sehingga terjadi penurunan kadar karbon pada
setiap reaktor (Mohamad Mirwan, 2015).
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dengan saringan dengan ukuran 2-mm untuk
mendapatkan homogen sampel yang banyak.
2. Untuk menilai ketersediaan alat berat logam, hanya fraksi
labil tanah yang perlu dipertimbangkan akun karena
pecahan ini biasanya disebut bio tersedia fraksi.
3. Pengomposan bioaktivator feses sapi umur tua berkisar
antara 20-53 hari, sedangkan tanpa bio aktivator
pengomposan feses ternak berkisar antara 40-56 hari.
4. Penurunan rasio C/N dikarenakan proses fermentasi telah
terjadi reaksi C menjadi CO₂ dan CH₄ yang berupa gas.
5. Adanya penambahan zat bioaktivator dengan konsentrasi
terbesar menyebabkan proses dekomposisi bahan organik.
Saran
Disarankan praktikum menggunakan aplikasi Zoom
atau sejenisnya agar interaksi antara praktikan dengan asisten
bisa komunikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Gul, S., Naz, A., Fareed, I., Khan, A., & Irshad, M. (2015).
Speciation of Heavy Metals During Co-composting of
Livestock Manure. Polish Journal of Chemical
Technology, 17(3), 19-23.
Lim, S.-S., Park, H.-J., Hao, X., Lee, S.-I., Jeon, B.-J., Kwak, J.-
H., & Choi, W.-J. (2017). Nitrogen, Carbon, And Dry
Matter Losses During Composting of Livestock Manure
With Two Bulking Agents As Affected By Co-
amendments of Phosphogypsum And Zeolite. Ecological
Engineering, 102(1), 280-290.
Mirwan, M. (2015). Optimasi Pengomposan Sampah Kebun
Dengan Variasi Aerasi Dan Penambahan Kotoran Sapi
Sebagai Bioaktivator. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan,
4(1), 61-66.
Sondang, Y., Anty, K., & Alfina, R. (2014). The Influence of
Bioactivator Cattle Feces Against The Length of
Composting and C/N Ratio from Three Kind of Organic
Material. Internasional Journal of Science Engineering
Information Technology, 4(4), 74-77.
Trivana, L., Pradhana, A. Y., & Manambangtua, A. P. (2017).
Optimalisasi Waktu Pengomposan Pupuk Kandang Dari
Kotoran Kambing Dan Debu Sabut Kelapa Dengan
Bioaktivator EM4. Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan, 9(1), 16-24.

Anda mungkin juga menyukai