Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah umat manusia terkait penyediaan pangan adalah adaptasi
terhadap perubahan iklim global dan upaya mengurangi sektor pertanian sebagai
kontribusi utama emisi GRK. Perubahan iklim global (global warning)
merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dan berdampak serius terhadap
produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional. Sektor pertanian yang terdiri
dari kegiatan produksi tanaman dan peternakan memberikan kontribusi 14%
terhadap total emisi global GRK. Pertanian memberi kontribusi terhadap emisi
tiga jenis gas rumah kaca yang utama, yaitu CO2, N2O dan CH4.
Tantangan sektor pertanian dalam konteks menghadapi perubahan iklim global
adalah mengurangi emisi GRK dengan cara melakukan upaya strategi mitigasi.
Sektor pertanian berperan positif dalam membantu mengurangi CO2 di atmosfer,
dengan cara menambatkan atau menyiman carbon dalam vegetasi tanaman, dan
dengan meningkatkan kandungan Karbon dalam tanah dalam bahan organik tanah.
Sektor pertanian menawarkan potensi sebagai mitigator dampak perubahan iklim.
Salah satu alternatif teknologi pertanian yang dapat dilakukan adalah adalah
sistem pertanian terpadu biocyclofarming (BCF). Sistem ini memadukan tanaman
dan ternak diatur bersinergi sehingga terjadi siklus biologis. Sistem pertanian
terpadu biocyclofarming (BCF) merupakan sistem yang memadukan tanaman-ternak
diatur bersinergis hingga terjadi siklus biologis. Karakteristik sistem BCF terkait
dengan mitigasi dampak perubahan iklim adalah : adanya pengembalian limbah
organik ke lahan, daur ulang yang memanfaatkan limbah,sistem pertanian tanpa
limbah dengan menginstalasi biodigester yang menghasilkan biogas.

B. Tujuan
1. Mengetahui konsep yang diterapkan pada sistem pertanian terpadu
Biocyclofarming berbasis tanaman jagung-ternak.
2. Mengetahui pengaruh aplikasinya terhadap penambatan C dalam tanah dan
tanaman serta terhadap penurunan emisi gas CH4.
C. Manfaat
1. Mengetahui konsep perdu yang ramah lingkungan. Konsep perdu yang digunakan
yaitu sistem pertanian terpadu BioCyclo Farming. Sistem pertanian terpadu
BioCyclo Farming merupakan sistem memadukan unsur tanaman dengan unsur
ternak sedemikian rupa sehingga dua unsur ini menjadi bersinergi satu dengan
yang lainnya dan terjadi siklus biologis.
2. Manfaat secara keseluruhan konsep perdu ini yaitu dapat meningkatkan
pendapatan petani dan mengurangi sumber emisi gas rumah kaca (GRK) yang
menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim global.

II. PEMBAHASAN
A. Teknologi yang diterapkan
Sistem pertanian terpadu biocyclofarming (BCF) merupakan sistem yang
memadukan tanaman-ternak diatur bersinergi sehingga terjadi siklus biologis. System
ini memadukan tanaman dan ternak diatur bersinergi sehingga terjadi siklus biologis.
Karakteristik sistem BCF terkait dengan teknologi mitigasi GRK adalah: sinergi daur
ulang yang memanfaatkan limbah, pengembalian limbah ke lahan pertanian, sistem
pertanian yang tanpa limbah dengan menginstalasi fasilitas biodigester yang
menghasilkan biogas (Mae Won Ho, 2006). Sistem pertanian BCF berbasis tanaman
jagung-ternak yang ramah iklim, dampak aplikasinya BCF terhadap penambatan
emisi gas rumah kaca CO2 oleh tanah dan tanaman serta terhadap penurunan gas
gasCH4.
Pada instalasi pertanian terpadu BCF skala petani 2,25 hektar, lahan ditata
untuk rumah petani, lahan sekitar pekarangan digunakan untuk kandang sapi
menampung 8 ekor, kandang unggas 200 ekor, instalasi budidaya jamur dan cacing,
instalasi biogas, tempat pengolahan silase dan pupuk organik. Instalasi biogas terdiri
dari tabung biodigester (2 m3) terbuat dari bahan fiber yang ditimbun dalam tanah
yang menampung kotoran sapi yang telah diencerkan dengan cara dicampur dengan
air. Gas methan yang dihasilkan dari biodigester dialirkan dengan pipa paralon ke
tabung plastic (1 m3), yang terhubung dengan kompor untuk masak.

Jagung dipanen bijinya dan limbahnya berupa jerami, deduk dan


janggel/tongkol jagung. Biji/buah dipanen dan di olah menjaadi bahan pakan ternak,
ikan dan industri pangan. Limbah biomasa jerami dapat dikeringkan menjadi hay atau
difermentasi terlebih dahulu menjadi jerami fermentasi (silase) untuk pakan sapi, dan
media budidaya jamur merang. Deduk jagung (bagian halus limbah proses pemipilan
jenggel jagung) secara langsung atau difermentasi terlebih dahulu dapat digunakan
untuk ransum sapi dan unggas, dicampur dengan serbuk gergaji dimanfaatkan
menjadi media budidaya jamur tiram, guna menhasilkan jamur untuk konsumsi dan
sisa log jamur untuk bahan pupuk organic Janggel tonggol jagung setelah di haluskan
(di chruser) dan difermentasi dapat diberikan sebagai ransum sapi. Selanjutnya,
ternak sapi dan unggas menghasilkan daging, susu dan telur yang dapat dikonsumsi
atau dijual ke pasar.
Ternak sapi dan unggas juga menghasilkan limbah kotoran. Selanjutnya limbah
kotoran ternak sapi dan ungas dapat dibuat kompos, bahan biogas dan vermikompos
(budidaya cacing). Limbah kotoran sapi dan unggas dimanfaatkan menjadi media
budidaya cacing, menjadi pakan ikan, dan dimasukan kedalam instalasi biodigester .
Kotoran ternak sapi yang ditampung dalam biodigester guna menghasilkan biogas
(gas CH4 dan CO2) untuk bi, oenergi, memasak dan penerangan. Setiap hari satu
biodisgester menghasilkan biogas yang cukup untuk memasak selama 4 jam. Kotoran
ternak yang dimanfaatkan untuk budidaya cacing menghasilkan cacing untuk obat
dan pakan serta limbah vermikompos. Limbah kotoran ternak, log bekas budidaya
jamur, limbah cair buangan biodisgester dan vermikompos selanjutnya diolah
menjadi pupuk organic. Limbah bahan organik pupuk kandang, ngbuangan biogas,
media jamur dan vermikompos dibuat pupuk organik dan dikembalikan ke lahan
sebagai pupuk pengganti pupuk kimia pada budidaya tanaman jagung dan sayuran.
Rantai kegiatan proses produksi yang diuraikan pada sistem pertanian terpadu
BCF menunjukkan bahwa sistem produksi ini merupakan system pertanian ramah
lingkungan biocyclofarming terkait dengan strategi mitigasi GRK adalah:
1. Teknologi BCF menambatkan CO2 dalam bentuk carbon bahan organic tanah
Pengembalian bahan organik dalam bentuk pupuk organik kotoran ternak ke
lahan. Pupuk organik kotoran ternak mengandung 40-60% carbon, pemberian
pupuk orgaik kotoran ternak ke lahan akan meningkatkan penambatan carbon
organik dalam tanah.
2. Teknologi BCF memacu penambatan CO2 atmosfer oleh tanaman melalui
peningkatan proses pertumbuhan, produksi biji dan biomass tanaman
Peningkatan kandungan carbon organik dan kesuburan tanah berdampak
pada proses penyerapan dan penambatan CO2 atmosfer tanaman. Penambatan
CO2 dari atmosfer oleh tanaman jagung melalui proses fotosintesis menghasilkan
berbagai biomolekul yang kemudian ditimbun menjadi biji, tongkol buah dan
biomass brangkasan/jerami. Produksi jagung meningkat dari 2,1 t/ha pada tahun
pertama saat pertamakali lahan datanami, menjadi 3,18 t/ha tahun ke 2, 3,5 t/ha
tahun ke 3, 5,2 t/ha tahun ke 4, 5,8 t/hatahun 2007 dan 5,9 t/ha pada tahun ke
5(Tabel 3). Total biomasanya meningkat dari 6 t/ha menjadi 16,8 (ton/ha). Total
produksi biomassa tanaman dan serapan CO2 meningkat setiap tahunnya sejak
mulai diaplikasikan teknologi BCF masing- masing sebsar 2,16 dan 7,92 ton/ha.
Kajian ini menunjukkan fakta bahwa tanah yang mengandung banyak bahan
organic lebih produktif dibanding tanah yang sama yang kandungan bahan
organiknya sedikit.
3. Teknologi BCF menambat carbon melalui penyimpanan CO2 dalam berbagai
produk organic dan memperlambat transformasi carbon menjadi gas CO2
Kegiatan siklus pemanfaatan limbah biomass pada sistem BCF guna
menghasilkan product yang menyimpan lain merupakan kegiatan menambatkan
CO2 atau meyimpan carbon yang cukup lama dalam produk bahan organik dan
proses yang dapat memperlambat konversi carbon menjadi gas CO2 yang akan
lepas ke atmosfer, serta merupakan kegiatan yang memacu transformasi carbon
menjadi bahan organik tanah.
4. Teknologi BCF mengurangi emisi gas CH4 dari limbah kotoran ternak dengan
menginstal biodigster menghasilkan biogas
Pada sistem BCF yang memproses secara biologi limbah organik yang akan
menghasilkan biogas. Biogas adalah campuran dari beberapa gas, (60% CH4 dan
40% CO2) yg dihasilkan dari proses penguraian bahan- bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi tanpa oksigen (anaerob). Biogas dapat menyalakan
bunga api, dgn energi 6400-6600 kkal/m3, sehingga dapat dijadikan sumber energi
alternatif yg ramah lingkungan dan terb arukan, digunakan digunakan sbg bahan
bakar gas (BBG) utk memasak, pemanas, penerangan dan penggerak generator
pembangkit energi listrik.

5. Teknologi BCF Mengurangi emisi gas CH4 dari ternak sapi dengan memodifikasi
komposisi pakan
Volume gas metana yang terkandung dalam feces ternak sapi dengan
memperhitungkan jumlah feses dari ternak perlakuan, maka perlakuan A 100%
rumput) akan berpotensi menghasilkan volume gas metana paling tinggi yaitu
1367,4 ml sedangkan potensi volume gas metana paling rendah ditemukan pada
perlakuan D (60% konsentrat) yaitu 943.4 ml.
B. Keterpaduan Sistem Pertanian Terpadu
Keterpaduan dengan sistem ini memadukan antara tanaman dan ternak untuk
mengurangi adanya GRK karena pada umumnya di sebabkan oleh aktivitas
manusia itu sendiri. Salah satu aspek yang mempengaruhi besar kecilnya emisi gas
adalah budidaya ternak, antara lain mencakup tatalaksana perkandangan,
pemberian pakan, sanitasi dan pemanfaatan kotoran. Pemilihan jenis pakan sangat
menentukan besar kecilnya gas metana yang dihasilkan ternak. Peningkatan
efisiensi pakan pada sapi signifikan berpengaruh pada pengurangan emisi gas
rumah kaca dan meningkatkan produktivitas.
Kegiatan ini dilakukan pada suatu hamparan lahan dengan menanam jenis
tanaman pertanian dan memanfaatkan lahan untuk kegiatan peternakan seperti sapi
atau hewan ternak lainnya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pada umumnya
peternak memelihara ternak sapi atau hewan lainnya dengan cara dikandangkan
yang letaknya tidak jauh dari rumah. Ukuran kandang ada yang sesuai dengan
standar kebutuhan ruang ternak, tetapi ada juga yang kurang, dengan model
kandang floor. Dengan mengandangkan ternak, kotoran bisa terkumpul di satu
tempat, sehingga memudahkan untuk mengelolanya. Sebaliknya jika
digembalakan, maka kotoran akan terpencar dan sulit untuk mengelolanya. Sistem
ini yang menambah tingginya emisi gas metana, sesuai dengan pernyataan Husna
(2014), bahwa produksi metana dari ternak ruminansia umumnya lebih tinggi
pada sistem pemeliharaan ekstensif dibandingkan dengan yang dikandangkan dan
pemberian pakan yang lebih berkualitas.
Pada umumnya, peternak telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk
kandang, untuk digunakan sendiri di lahan tanaman pangan maupun untuk dijual.
Peternak juga ada yang menumpukkan kotoran ternaknya di sembarang tempat di
sekitarnya atau membuangnya ke sungai. Perilaku peternak ini akan mencemari
sungai dan sekaligus mengganggu pengguna sungai, karena di beberapa tempat
sungai masih digunakan sebagai sumber air untuk keperluan rumah tangga.
Kesadaran akan perlunya pembuangan ke tempat khusus perlu disosialisasikan
berkenaan dengan adanya global warming dari emisi GRK yang dikeluarkan dari
kotoran ternak tersebut.
Maka dari itu memanfaatkan kotoran ternaknya untuk keperluan pupuk, ada
yang langsung diberikan tanpa pengomposan dan ada juga yang dikomposkan
terlebih dahulu. Pupuk yang dihasilkan diberikan pada tanaman pertanian untuk
menunjang pertumbuhan tanaman, menyuburkan tanah dan meningkatkan
produksi. Ketika tanaman sudah mendapatkan hasil produksi akan menambah
pendapatan petani dan sisanya dapat diberikan untuk hewan ternaknya jadi dengan
keterpaduan ini menguntungkan bagi petani karena hasil yang didapatkan, hewan
ternak yang disuplai makanan dari tanaman hijaunya, tanaman yang subur dan
pertumbuhannya cepat karena adanya bahan organic dari pupuk atau kotoran
hewan ternak yang menyuburkan tanah, tanah yang mengandung bahan organic
banyak akan menjadi subur dan mengurangi gas rumah kaca (GRK) karena adanya
gas metana dari hasil perombakan kotoran hewan ternak. Keterpaduan sistem ini
akan saling berkaitan secara terus menerus seperti siklus biologi. Hasil yang
didapatkan juga tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani karena
petani dapat mendapatkan hasil berupa hewan ternaknya dan jenis tanaman
pertanian yang dibudidayakan dan ramah lingkungan.
C. Komentar Sistem dan daerah yang cocok
Pertanian terpadu ini menggunakan sistem pertanian berbasis
biocyclofarming dengan perpaduan antara unsur tanaman dengan unsur ternak
sedemikian rupa sehingga dua unsur tersebut yang memiliki karakteristik dapat
meningkatkan CO2 dalam tanah dalam bentuk bahan organik dan biomasa tanaman
sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik. Sistem pertanian ini sangat
memiliki keuntungan terhadap dua unsur tersebut dimana tanaman jagung yang
digunakan tumbuh sangat baik dengan menggunakan pupuk kompos yang
dihasilkan dari limbah kotoran ternak sapi dan unggas. Pupuk organik yang berasal
dari kotoran sapi dan unggas juga dimanfaatkan menjadi media budidaya cacing
yang dijadikan untuk obat. Sedangkan kotoran sapi yang ditampung didalam
biodisgester menghasilkan biogas yang cukup untuk memasak selama 4 jam, hal
ini dapat menghemat penggunaan gas LPG yang berdampak pada anggaran
pengeluaran rumah tangga setiap bulannya. Sistem pertanian biocyclofarming ini
juga menguntungkan karena menggunakan system pertanian ramah lingkungan
sehingga tidak merusak lingkungan dan tidak berlebihan dalam menggunakan
sumberdaya alam. Petani dapat menerapkan system pertanian tersebut dengan
biaya produksi yang tidak terlalu besar tetapi hasil yang didapatkan dapat
memnuhi kebutuhan petani sehari-hari.
System pertanian biocyclofarming ini sangat cocok digunakan didaerah yang
terdapat lahan marginal seperti lahan berpasir dimana diketahui lahan berpasir
merupakan lahan marginal yang memiliki kandungan bahan organik dan kalsium
yang sangat rendah, kesuburan rendah, mudah diolah, dan daya memegang air
rendah (Rajiman, 2008). Tanah pasir pantai memiliki KPK sangat rendah, bahan
organik sangat rendah, C-organik sangat rendah, N dan K rendah, P-tersedia
sedang, dan P total sangat tinggi (Rajiman, 2008) dan daya hantar listrik sangat
rendah (Kertonegoro, 2001). Lahan pasir merupakan salah satu asset yang
diharapkan dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian yang produktif dan dapat
memenuhi kebutuhan pangan untuk masyarakat banyak.

III. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Konsep pertanian terpadu BCF yaitu sistem yang memadukan tanaman-ternak
diatur bersinergi sehingga terjadi siklus biologis. System ini memadukan tanaman
dan ternak diatur bersinergi sehingga terjadi siklus biologis. Karakteristik sistem
BCF terkait dengan teknologi mitigasi GRK adalah sinergi daur ulang yang
memanfaatkan limbah, pengembalian limbah ke lahan pertanian, sistem pertanian
yang tanpa limbah dengan menginstalasi fasilitas biodigester yang menghasilkan
biogas.
2. Adapun pengaruh dari penggunaan pertanian terpadu BCF yaitu selain menambah
pendapatan petani juga ramah lingkungan diantaranya mampu menambatkan CO2
dalam bentuk carbon bahan organic tanah, memacu penambatan CO2 atmosfer
melalui penyimpanan CO2 oleh tanaman melalui peningkatan proses
pertumbuhan, produksi biji dan biomass tanaman, mengurangi emisi gas CH4 dari
limbah kotoran ternak dengan menginstal biodigster menghasilkan biogas dan
melalui ternak sapi dengan memodifikasi komposisi pakan.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Husna, N. 2014. Pengelolaan Bahan Organik Di Tanah Sulfat Masam. Prosiding


Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Universitas IBA.

Mae Won Ho. 2006. How to beat climate Change and be food ang energy Rich-
Dream Farm 2. Word Magazine, May-June 2006. Vol. 19(3). Institute in
Science on Society.

Kertonegoro. 2001. Potensi dan Pemanfaatannya untuk Pertanian Berkelanjutan.


Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Universitas Wangsa Manggala.
Yogyakarta.

Rajiman. 2008. Pengaruh Pembenah Tanah Terhadap Sifat Fisika Dan Hasil Bawang
Merah Pada Lahan Pasir Pantai Bugel. Jurnal Agrin 12 (1).
TUGAS TERSTRUKTUR

PERTANIAN TERPADU

SISTEM PERTANIAN TERPADU BIOCYCLOFARMING UNTUK


MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DAN SEBAGAI ALTERNATIF
TEKNOLOGI BUDIDAYA PERTANIAN RENDAH EMISI GAS RUMAH
KACA UNTUK MITIGASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

DISUSUN OLEH:
Fery Kurniawan A1L013012
Dita Arlintiasari Hidayat A1L013015
Haryanti A1L013016
Muhammad Fikri Bariklana A1L013017
Dianati Maulidya R A1L013019

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENIDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016

Anda mungkin juga menyukai