Anda di halaman 1dari 8

Fitria Putri Dwi P.

(2312132015)
S1-Teknik Kimia Ekstensi
PRODUKSI BIOGAS BERKELANJUTAN
Biogas merupakan campuran gas mudah terbakar yang diproduksi dengan cara
fermentasi alami dari biomassa basah. Komponen utama yang mudah terbakar yaitu
metana dengan kandungan sekitar 50-75%-volume. Kandungan lain dalam biogas yaitu
karbon dioksida, sulfida, oksigen dan uap air. Pembentukan biogas terjadi secara alami
pada tanah yang basah ketika bahan organik terdekomposisi oleh mikroba anaerobik.
Tabel 1. Komposisi dari biogas
Komponen

Konsentrasi

Metana (CH4)

50-75%-vol

Karbon Dioksida (CO2)

25-45%-vol

Uap Air (H2O)

2-7%-vol

Sulfida (H2S)

0.002-2%-vol

Nitrogen (N2)

< 2%-vol

Amoniak (NH3)

< 1%-vol

Hidrogen (H2)

< 1%-vol

Gas Buangan

< 2%-vol

Penggunaan biogas dalam siklus pertanian menghasilkan keuntungan pada nilai


pemupukan dan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi. Pada pandangan yang lebih luas,
juga dapat memungkinkan seluruh sektor pertanian organik untuk menjadi lebih mandiri
dalam nutrisi tanaman dan lebih meningkatkan keseimbangan gas rumah kaca.

Gambar 1. Hubungan antara produksi biogas dengan pertanian organik

Produksi

biogas

ini

memiliki

beberapa

keuntungan

sehingga

dapat

dipertimbangkan untuk produksi berkelanjutan. Berikut keuntungan dari produksi biogas:


1. Merupakan energi terbarukan
2. Perlindungan iklim
3. Tidak perlu bersaing dengan produksi pangan sebagai sumber biomasa
4. Meningkatkan hasil panen dan kualitasnya
5. Penyedia energi bebas
6. Sumber pemasukan alternatif, dll.
Produksi pangan dan tanaman energi bersaing untuk lahan produktif dan sumber
daya lainnya seperti air. Pilihan untuk mengurangi kompetisi tersebut meliputi
penggunaan lahan yang tidak terpakai, peningkatan produktivitas lahan (yield) dan
menggunakan residu. Biogas di pertanian organik untuk sebagian besar sumber-sumber
bahan input dari residu dan produk. Dimana tanaman energi yang digunakan,
kebutuhannya untuk area tanaman yang seluruhnya atau sebagian diimbangi oleh
kenaikan yield di rotasi tanaman difasilitasi oleh sistem biogas.
Tabel 2. Potensial efek pada produksi pangan dari penggunaan bahan sebagai substrat biogas

Energy crops (Tanaman energi) : Mengubah lahan dari produksi pangan ke produksi
substrat menyebabkan penurunan tingkat produksi pangan. Dibandingkan dengan
produksi biogas konvensional, proporsi tanaman energi biasanya lebih rendah pada
tanaman biogas organik. Salah satu alasannya adalah harga premium untuk produk
organik di pasar. Jika digunakan sebagai substrat untuk biogas, di pasar energi tidak
ada harga premium untuk produk organik. Jadi, dengan menggunakan tanaman energi
untuk menghasilkan biogas hanya pilihan kedua. Juga, beberapa asosiasi organik

membatasi proporsi tanaman energi yang akan digunakan dalam pembangkit biogas
organik.

Catch crops : contoh dari tanaman ini yaitu seperti rumput semanggi. Tanaman ini
tidak memiliki kompetisi untuk produksi pangan tetapi panennya dapat meningkatkan
ketersediaan hara dalam rotasi tanaman, penggunaannya untuk produksi biogas dapat
membantu meningkatkan produksi pangan, terutama pada peternakan dimana dapat
digunakan sebagai pakan ternak alternatif. Meskipun tanaman ini lebih umum pada
pertanian organik daripada pertanian konvensional, penggunaannya dapat sangat
meningkat dari titik agronomi dan ekonomi.

Animal excrements : penggunaan kotoran pada proses biogas memberikan efek positif
pada produksi pangan karena ketersediaan nutrisi untuk tanaman meningkat setelah
proses biogas.

Organic waste : hasil sampingan dari produksi pangan yang tidak dapat dipasarkan
dapat digunakan pada plant biogas yang berkontribusi sebagai penyedia nutrisi dari
tanaman dengan menggunakan digestat sebagai pupuk.
Pada umumnya, banyak jenis dari biomassa yang dapat digunakan untuk produksi

biogas. Substrat (input material) yang digunakan terdiri dari :

Ekresi dari hewan (seperti slurry atau pupuk)

Residu dari produksi makanan atau agrikultural (seperti jermai, gliserin, sekam padi,
dll)

Jagung, rumput, bit, semanggi


Pemilihan substrat dipengaruhi oleh teknologi dan kapasitas mikrobiologi dari

plant, ketersediaan substrat, kondisi yang diizinkan dan strategi operasi. Pembentukan
bioagas untuk setiap mikroba memiliki kebutuhan lingkungan yang berbeda pula. Berkut
secara berurutan 4 tahapan pembentukan biogas :

Hidrolisis : mikroorganisme mengeluarkan enzim, untuk mematahkan bahan organik


seperti karbohidrat, lipid dan asam nukleat menjadi unit-unit yang lebih kecil
(glukosa, gliserol, purin dan piridin)

Acidogenesis : bakteri fermentasi memproses produk dari hidrolisis menjadi asetat,


karbon dioksida, hidrogen dan asam lemak volatil.

Acetogenesis : asam lemak volatil dan alkohol dioksida menjadi asetat, hidrogen dan
karbon dioksida sebelum dikonversi menjadi metana. Proses ini saling berkaitan
dengan metanogenesis.

Metanogenesis : khusus untuk mikroorganisme sel tunggal yang memproduksi


metana dari asetat, hidrogen dan karbon dioksida. Tahap ini merupakan tahapan
paling lambat dan dipengaruhi oleh kondisi operasi seperti laju alir umpan, suhu dan
pH.
Biomassa diumpankan ke plant dengan memompakan bahan cairan / viskos

dan/atau dengan memasukkannya menggunakan feeder. Di dalam fermenter atau


digester, substrat dipanaskan dan diaduk pada suhu 37 oC atau lebih tergantung kebutuhan
aktivitas mikroba untuk produksi biogas.
Biogas yang dikembangkan selama proses fermentasi naik ke permukaan substrat
difasilitasi oleh pengadukan biasa dan / atau pencampuran. Biogas ini disimpan di dalam
penyimpanan gas tekanan rendah di bagian atas fermenter atau di penyimpanan gas di
bagian luar.
Setelah waktu tinggal beberapa minggu (kurang dari 20 hari untuk plant slurry
khusus sampai lebih dari 100 hari untuk bahan kaya lignoselulosa), biomassa yang telah
berubah menjadi digestat dicampurkan dengan bakonten bahan kering yang lebih rendah
dari bahan asli. Digestat dipompakan ke tangki penympanan sampai akan digunakan
sebagai fertilizer. Digestat mengandung hapir semua nutrisi dari input material. Hanya
sebagian kecil dari sulfur atau nitrogen yang hilang sebagai komponen biogas atau
sebagai emisi. Biogas dibersihkan, biasanya dilakukan penghilangan sulfide dan
kelembaban dan selanjutnya biogas dialirkan sesuai kebutuhan.

Gambar 2. Prinsip dari sistem biogas

Biogas organik secara jelas meningkatkan ekonomi dari pertanian organik, jika
penerapannya pada kondisi yang sesuai. Faktor utama yang mempengarugi profitabilitas
yaitu biaya untuk biomasa dan penghasilan dari energi yang diproduksi.
Penerapan biogas pada pertanian meningkatkan kultur yang umumnya
membutuhkan penyediaan nutrisi yang tinggi. Produksi jagung meningkat sekitar 29%
dan rumput sekitar 24% setelah digunakan pupuk organik. Gandum yang memiliki
keuntungan lebih tinggi juga, mengalami peningkatan yield sekitar 22%. Untuk kultur
dengan kebutuhan nutrisi yang lebih rendah seperti rye atau kentang, mengalami
peningkatan rentang yield dibawah 15%.
Tidak hanya kenaikan yield, tetapi kualitas produk yang dihasilkan juga terjadi
peningkatan karena digestat biogas ini merupakan pupuk yang fleksiel dan bernilai tinggi.
Peningkatan kualitas yang utama yaitu pada peningkatan kandungan protein gandum,
yang membuat harga di pasar menjadi tinggi.

Gambar 3. Peningkatan yield pada pertanian organik. (A) Persentase peningkatan yield rata-rata setelah
penggunaan pupuk dengan digestat. (B) Persentase peningkatan yield rata-rata setelah penggunaan pupuk
dengan digestat, untuk kelompok tanaman.

Peraturan mengenai biogas pada pertanian organik


Dasar peraturan untuk pertanian organik di Uni Eropa yaitu EU Regulation on
Organic Agriculture, yang memberikan kriteria tidak langsung untuk produksi biogas
dengan kewajiban untuk meminimalisasi penggunaan sumber tidak terbarukan dan
substansi apa saja yang diperbolehkan digunakan sebagai pupuk di pertanian organik.

Berikut standard yang ditetapkan the International Federation of Organic Agriulture


Movements (IFOAM) untuk produksi biogas berkelanjutan pada pertanian organik :

Objektif : produksi biogas harus menghasilkan peluang pendapatan dan cocok


dengan konteks sosial-ekonomi bagi petani. Produksi biogas harus berkontribusi
untuk keselurah secara berkelanjutan dan terhadap prinsip keadilan, kesehatan.
ekologi dan perawatan. Produksi ini harus meningkatkan daur ulang nutrisi dan
mengurangi efek emisi gas rumah kaca. Produksi ini tidak boleh menyebabkan efek
negative terhadap alam dan keaneka-ragaman hayati.

Sumber biomassa : sumber biomassa yang menyebabkan kompetisi penggunaannya


untuk produksi pangan harus dihindari; sumber utama yaitu residu pertanian dan
tumbuhan dari kawasan konservasi. Penggunaan biomassa dari pertanian non-organik
harus dibatasi dan secara bertahap dikurangi.

Digestat sebagai pupuk : kesuburan tanah yang berkelanjutan merupakan focus pada
pertanian oranik. Sehingga penggunaan digestat harus dijadikan yang utama.

Efisiensi energi dan gas efek rumah kaca : emisi metana harus dihindari (dijaga
kurang dari 5%) melalui gas tank ketat dan penyimpanan tertutup. Efisiensi energi
harus dioptimalkan, misalnya dengan menggunakan waste heat.

Perencanaan dan konstruksi : pada tahap perencanaan, kinerja lingkungan harus


dipertimbangkan secara sistematis. Jarak transportasi harus diminimalkan sesuai
dengan keperluan, efiensi energy dan emisi gas efek rumah kaca harus dihindari.

Konsep Biogas pada Pertanian Organik

Intensifikasi Organik
Beberapa peternakan memiliki masalah menggunakan biomassa dari tanaman
seperti semanggi rumput secara ekonomis. Akibatnya, bakteri rhizobia pada akar
tanaman, yang bertanggung jawab untuk memperbaiki nitrogen dari udara, akan
menggunakan nitrogen tersedia dari pembusukan daun. Hal ini menurunkan efisiensi
fiksasi nitrogen. Ketika bahan dipanen untuk biogas, kinerja bakteri dan karena
nitrogen fiksasi meningkat. Pada saat yang sama, kehilangan nitrogen dikurangi
sebagai digestate yang dihasilkan dari produksi biogas dapat menyebar pada bidang
produktif pada saat-saat tanaman membutuhkannya.

Gambar 3. Efek biogas pada sistem pertanian organik

Energi dari kotoran


Peternakan (konvensional serta organik) meningkatkan gas efek rumah kaca
dengan menggunakan kotoran hewan untuk produksi biogas. Metana gas rumah kaca
yang dipancarkan oleh kotoran dan lumpur sekarang digunakan untuk menghasilkan
energi dan tidak lagi dipancarkan ke udara. Selain itu, pembangkit energi
menyebabkan penghasilan tambahan tanpa mengurangi kemampuan pemupukan
kotoran itu.

Anda mungkin juga menyukai