Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Urin merupakan hasil output makhluk hidup yang biasanya sudah tidak
dimanfaatkan oleh siapapun. Termasuk urin yang dihasilkan dari hewan-
hewan ternak. Urin yang dibiarkan begitu saja akan dapat membawa dampak
yang kurang baik bagi lingkungan. Seperti halnya, hal tersebut memicu
beberapa permasalahan, timbulnya bau yang kurang sedap, tempat
berkembangbiaknya hewan atau serangga yang dapat menimbulkan penyakit
pada manusia, dan lingkungan menjadi kumuh.
Sapi merupakan rata-rata hewan ternak yang dimiliki oleh masyarakat,
yang dibuktikan dari data (BPS 2021) jumlah sapi di Magetan pada tahun
2018 mencapai 120677 ekor, tahun 2019 mencapai 122.028 ekor, dan tahun
2020 mencapai 117469 ekor. Tentunya hal ini merupakan suatu hal yang
sangat fantastis, karena jumlah sapi potong di masyarakat sangat banyak dan
pastinya diikuti dengan produksi urin tiap harinya. Selain sapi, di Kabupaten
Magetan masyarakat tak jarang juga memelihara, bahkan beternak Kelinci.
Menurut dari (Timur 2022) jumlah kelinci di Provinsi Jawa Timur sangat
banyak, 375.967 ekor di Tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 384.961
ekor di Tahun 2019, dan menjadi 339.382 ekor di Tahun 2020. Kabupaten
Magetan sendiri memiliki jumlah populasi Kelinci yang cukup banyak pula.
Menurut (Badan Pusat Statistik kabupaten Magetan 2019) jumlah populasi
kelinci di Kabupaten Magetan pada Tahun 2018 mencapai 52.414 ekor, yang
artinya terdapat 13.62% populasi Kelinci di Jawa Timur ada di Magetan. Oleh
karena itu, total urin yang dihasilkannya tiap hari akan sangat banyak.
Penelitian yang dilakukan oleh (Rosniawaty, Sudirja, dan Afrianto 2015)
mengenai Pemanfaatan Urin Kelinci Dan Urin Sapi Sebagai Alternatif Pupuk
Organik Cair Pada Pembibitan Kakao (Theobroma Cacao L.) . Kandungan
unsur hara makro yang terkandung di dalam urin Sapi akan lebih banyak
menghasilkan urin apabila dibandingkan dengan kelinci. Namun demikian
urin kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan urin sapi. Hasil

1
penelitian Rinekso dkk (2011) yang dikutip dari penelitian (Rosniawaty,
Sudirja, dan Afrianto 2015), urin sapi asal Jatibarang yang telah difermentasi
selama 15 hari mengadung C organik 4,49 %, N 0,7 %, P 0,16 %, K 0,62 %
serta C/N 6,41. Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian Ternak
(Balitnak) tahun 2005 dikutip Setyanto, dkk (2014), kotoran urine kelinci
memiliki kandungan unsur N, P, K yang lebih tinggi (2,72 %, 1,1 %, dan 0,5
%) dibandingkan dengan kotoran dan urine ternak lainnya seperti kuda,
kerbau, sapi, domba, babi dan ayam. Penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya,
Damanik, dan Fauzi 2017) mengenai Aplikasi Pupuk Organik Cair dari Sabut
Kelapa dan Pupuk Kandang Ayam terhadap Ketersediaan dan Serapan
Kalium serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala
Bekala. mengkaji kualitas pupuk organik cair dari sabut kelapa dan pupuk
kendang ayam terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Berdasarkan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Siti Mariyah Ulfa, Lukman Hakim
2018), membahas tentang Pembuatan Pupuk Organik Cair Berbasis Limbah
Padat Biogas Pada Peternak Sapi Perah Sekar Sari "Setia Kawan" Desa Tutur
Kabupaten Pasuruan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan
limbah padat biogas yang sudah tidak terpakai menjadi sebuah pupuk organik
cair kaya akan unsur Nitrogen. Hal ini dapat ditelusuri dari unsur-unsur yang
terdapat dalam bahan baku yang digunakan. Bahan baku biogas, dalam hal ini
adalah kotoran ternak sapi, merupakan bahan organik yang mempunyai
kandungan Nitrogen (N) yang tinggi, sedangkan dalam pengolahannya
menjadi biogas hanya unsur-unsur C, H, dan O saja yang akan diubah
menjadi CH4 dan CO2. Unsur N yang ada dalam bahan dasar masih tetap
bertahan dalam limbahnya. Pada Analisa kadar (N), Phosphat (P), dan
Kalium (K) yang merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman
dilakukan di Unit Analisis, Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya. Hasil
analisis menunjukkan kadar N, P, dan K limbah padat biogas memiliki nilai N
sebesar 0,77%, P sebesar 2,75%, dan K 0,05%. Limbah padat biogas
mempunyai kadar N dan P total yang sesuai dengan standar SNI sebagai
pupuk padat. Sedangkan kadar K masih rendah, sehingga apabila digunakan
sebagai pupuk kurang efektif. Unsur Kalium berfungsi untuk sintesis asam

2
amino dan protein serta memelihara tugor tanaman. Konversi pupuk padat
biogas menjadi pupuk cair perlu dilakukan untuk meningkatkan kadar kalium.
Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan MOL/EM4 sebagai biokativator
dalam proses pembuatan pupuk cair.
Alternatif solusi permasalahan ini adalah memberdayakan potensi
sumber daya lokal yang tersedia di kalangan masyarakat, yaitu keberadaan
hewan ternak sapi dan kelinci yang jumlahnya di Kabupaten Magetan cukup
melimpah. Ketersedian Kelinci yang cukup banyak menjadi sebuah potensi
yang dapat dimanfaatkan. Dengan begitu banyaknya hewan tersebut, kita
dapat memanfaatkan urinnya. Untuk menekan pencemaran lingkungan, akan
lebih baik jika urin dapat dikelola menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.
Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dikaji diatas maka
penulis akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Pengaruh Variasi
Urin Sapi, Urin Kelinci, Dan Effluent Biogas Serta Sabut Kelapa Sebagai
Pupuk Organik Cair (POC) Untuk Meningkatkan Unsur Hara Makro (N +
P2O5 + K2O)”.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Kebutuhan pupuk yang semakin meningkat karena berkurangnya kuota
pupuk bersubsidi dari Pemerintah.
b. Pemanfaatan yang belum maksimal akan potensi yang dihasilkan dari
urin sapi dan urin kelinci.
c. Penumpukan sampah sabut kelapa yang cukup banyak di Pasar Sayur
Magetan.
d. Keberadaan instalasi biogas yang manghasilkan effluent padat yang
masih bisa digunakan.
2. Pembatasan Masalah
Supaya permasalahan tidak terlalu luas maka penulis perlu membatasi
permasalahan. Dalam Penilitian ini penulis hanya membatasi penelitian
tentang pemanfaatan urin sapi, urin kelinci, dan efluent biogas dengan
penambahan sabut kelapa sebagai pupuk organik cair (POC) dengan

3
indikator unsur hara makro nitrogen, fosfor, kalium dan C-Organik serta
tidak dilakukan aplikasi ke tanaman.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas dapat dirumuskan
permasalahannya : Berapakah kandungan unsur hara makro (N + P2O5 + K2O)
yang dihasilkan dari POC yang berbahan dasar urin sapi, urin kelinci, dan
effluent biogas dengan penambahan sabut kelapa ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui kandungan unsur hara makro (N + P2O5 + K2O) yang
dihasilkan dari POC berbahan dasar urin sapi, urin kelinci, dan effluent
biogas dengan penambahan sabut kelapa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur kandungan unsur hara makro (N + P2O5 + K2O) dan C-
Organik dari POC pada hari ke-28 dengan bahan baku effluent biogas,
biogas : urin sapi : urin kelinci dengan perbandingan formula (1: 1:2)
setelah melalui proses spay aerator dan fermentasi.
b. Mengukur kandungan unsur hara makro (N + P2O5 + K2O) dan C-
Organik dari POC pada hari ke-28 dengan bahan baku effluent biogas,
biogas : urin sapi : urin kelinci dengan perbandingan formula (1:1:1)
setelah melalui proses spay aerator dan fermentasi.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Dapat digunakan sebagai pedoman dalam aplikasi di kehidupan sehari-hari
dalam pemanfaatan urin sapi, urin kelinci, effluent biogas dan sabut kelapa
sebagai POC yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pertaniannya.
2. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan dan kajian dalam pemanfaatan potensi
yang ada di sekitar kita menjadi sebuah produk yang dapat
diimplementasikan di masyarakat.
3. Bagi Pembaca dan Peneliti Lain

4
Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian
selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Pembahasan Terdahulu


1. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh (Rosniawaty, Sudirja, dan
Afrianto 2015) dari Departemen Ilmu Tanaman, Universitas
Diponegoro pada tahun 2015, ditulis jurnal mengenai
PEMANFAATAN URIN KELINCI DAN URIN SAPI SEBAGAI
ALTERNATIF PUPUK ORGANIK CAIR PADA PEMBIBITAN
KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui efisiensi penggunaan pupuk organik dari urin sapi dan
urin kelinci, kemudian mengetahui komposisi terbaik pembuatan
pupuk berdasarkan analisa kandungan bahan dan juga berdasarkan
hasil aplikasi pada pembibitan Kakao (Theobroma cacao l) Dari
tujuan diatas dapat kita ketahui akan kandungan yang ada pada bahan-
bahan dasar yang dicampurkan.
2. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh (Nursida dan Yulianti 2021)
dari Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri, pada tahun 2021,
ditulis jurnal mengenai MEMINIMALISIR PENGGUNAAN PUPUK
KCL DENGAN SUBTITUSI PUPUK ORGANIK CAIR (POC)
SABUT KELAPA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN
PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN PADABUDIDAYA
JAGUNG MANIS. Tujuannya adalah Teknologi pembuatan pupuk
organik dari berbagai limbah saat ini semakin meningkat. Salah
satunya pembuatan pupuk organik cair dengan menggunakan sabut
kelapa. Sabut kelapa merupakan hasil sampingan dari penjualan
kelapa yang banyak mengandung kalium. Tingginya kalium yang
dikandung sabut kelapa ini membuat sabut kelapa berpotensi untuk

5
dijadikan bahan alternatif pengganti KCl. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak kelompok non faktorial dengan 5 perlakuan
diantaranya 100 Kg/ha KCl (dosis rekomendasi tanaman jagung),
100 kg/ha KCl + 30 ml/l POC sabut kelapa, 75 kg/ha KCl + 30 ml/l
POC sabut kelapa, 50 kg/ha KCl + 30 ml/l POC sabut kelapa, 25
kg/ha KCl + 30 ml/l POC sabut kelapa, 0 kg KCl + 30 ml/l POC
Sabut kelapa.
3. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Siti Mariyah
Ulfa, Lukman Hakim 2018) dari Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,
Universitas Brawijaya, Malang pada tahun 2018, ditulis pada jurnal
yang berjudul PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR BERBASIS
LIMBAH PADAT BIOGAS PADA PETERNAK SAPI PERAH
SEKAR SARI "SETIA KAWAN" DESA TUTUR KABUPATEN
PASURUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan
limbah padat biogas yang sudah tidak terpakai menjadi sebuah pupuk
organik cair kaya akan unsur Nitrogen. Hal ini dapat ditelusuri dari
unsur-unsur yang terdapat dalam bahan baku yang digunakan. Bahan
baku biogas, dalam hal ini adalah kotoran ternak sapi, merupakan
bahan organik yang mempunyai kandungan Nitrogen (N) yang tinggi,
sedangkan dalam pengolahannya menjadi biogas hanya unsur-unsur
C, H, dan O saja yang akan diubah menjadi CH4 dan CO2. Unsur N
yang ada dalam bahan dasar masih tetap bertahan dalam limbahnya.
Pada Analisa kadar (N), Phosphat (P), dan Kalium (K) yang
merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman dilakukan di Unit
Analisis, Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya. Hasil analisis
menunjukkan kadar N, P, dan K . Hasil analisis menunjukkan kadar N,
P, dan K limbah padat biogas memiliki nilai N sebesar 0,77%, P
sebesar 2,75%, dan K 0,05%. Limbah padat biogas mempunyai kadar
N dan P total yang sesuai dengan standar SNI sebagai pupuk padat.
Sedangkan kadar K masih rendah, sehingga apabila digunakan sebagai
pupuk kurang efektif. Unsur Kalium berfungsi untuk sintesis asam
amino dan protein serta memelihara tugor tanaman. Konversi pupuk

6
padat biogas menjadi pupuk cair perlu dilakukan untuk meningkatkan
kadar kalium. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan EM4
sebagai biokativator dalam proses pembuatan pupuk cair.

7
Tabel II.1
Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang

No Judul Penelitian, Jenis Populasi Variabel Hasil Penelitian Perbedaan


Nama Peneliti, Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian
dan Tahun dan Desain
Penelitian Penelitian

1 2 3 4 5 6 7

1. “Pemanfaatan Urin Quasy Urin sapi, Variabel bebas Terdapat pengaruh Penelitian
Kelinci Dan Urin eksperiment urin kelinci : urin sapi dan penggunaan urin sekarang
Sapi Sebagai dengan urin kelinci. kelinci dan urin sapi dengan
Alternatif Pupuk desain post yang telah menggunakan
Variabel
Organik Cair Pada test only difermentasi. effluent biogas
terikat :
Pembibitan Kakao Penggunaan urin sapi dan tambahan
pertumbuhan
(Theobroma Cacao dengan konsentrasi 25 sabut kelapa.
pembibitan
L.)” % dapat menyamai
Kakao
Rosniawaty, 2015 penggunaan pupuk
(Theobroma
anorganik pada
Cacao L.)
pembibitan kakao.

7
2. “Meminimalisir Quasy Pupuk KCL, Variabel bebas Perlakuan POC sabut Penelitian
Penggunaan Pupuk eksperiment sabut kelapa, : Pupuk KCL kelapa tanpa sekarang
KCL dengan dengan jagung manis dan POC sabut penggunaan KCl menggunakan
Subtitusi Pupuk Rancangan kelapa terlihat memberikan urin sapi, urin
Organik Cair Acak Variabel pertumbuhan dan kelinci dan
(POC) Sabut Kelompok terikat : produksi yang lebih effluent
Kelapa dalam (RAK) non Jagung manis baik dibandingkan biogas.
Upaya factorial. dengan pemberian KCl
Menciptakan 100% dosis
Pertanian Ramah rekomendasi maupun
Lingkungan pada pemberian KCl 100%
Budidaya Jagung dosis rekomendasi
Manis” (Nursida dengan aplikasi
dan Yulianti 2021) POC sabut kelapa..

3. “Pembuatan Pupuk Jenis Limbah Variabel bebas Proses pembuatan Penelitian


Organik Cair penelitian : padat biogas, : Limbah pupuk cair dilakukan sekarang
Berbasis Limbah Quasy sapi perah padat biogas dengan menggunakan menggunakan
Padat Biogas Pada eksperiment komposter portable urin sapi, urin
Variabel
Peternak Sapi Desain melalui proses kelinci dan
Perah Sekar Sari penelitian : fermentasi selama 30
8
"Setia Kawan" Post test terikat : hari dan menghasilkan sabut kelapa.
Desa Tutur only pupuk organik cair
Kabupaten yang dengan kadar
Pasuruan” Nitrogen antara 0,47-
Siti Mariyah Ulfa, 1,67%.
Lukman Hakim
(2018)

9
B. Telaah Pustaka Yang Lain
1. Pengertian Pupuk Organik
Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati,
kotoran hewan dan/atau bagian hewan, dan/atau limbah organik
lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair
dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba yang
bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik
tanah, serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan/atau biologi tanah.
2. Pupuk Organik Cair (POC)
Tabel II.2 Standart Baku Mutu Pupuk Organik Cair

Sumber : (Kepmentan 261/ 2019)


Pupuk organik cair adalah pupuk yang tersedia dalam bentuk cair,
POC dapat diartikan sebagai pupuk yang dibuat secara alami melalui
proses fermentasi sehingga menghasilkan larutan hasil pembusukan
dari sisa tanaman, maupun kotoran hewan atau manusia. Bagi sebagian
orang pupuk organik cair lebih baik untuk digunakan karena terhindar
dari bahan-bahan kimia/sintetis serta dampak yang baik bagi

10
kesehatan. Pupuk organik cair terdiri dari mikroorganisme yang
berperan penting dalam membantu pertumbuhan tanaman.
Kelebihan POC adalah dapat secara cepat mengatasi defisiensi
hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan
hara secara cepat. POC ini tidak merusak tanah walaupun digunakan
sesering mungkin. Larutan ini juga memiliki bahan pengikat sehingga
dapat langsung diberikan ke permukaan tanah dan digunakan oleh
tanaman.
a. Manfaat POC diantaranya adalah :
1) Untuk menyuburkan tanaman.
2) Untuk menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah.
3) Untuk mengurangi dampak sampah organik di lingkungan
sekitar
b. Keunggulan POC adalah :
1) Mudah, murah.
2) Tidak ada efek samping.
3) Modal yang dibutuhkan relatif lebih kecil.
4) Peralatan dan mesin yang dibutuhkan relatif lebih sederhana
dan murah.
5) Proses pembuatan lebih mudah.
6) Skala produksi bisa kecil atau sampai besar.
c. Kekurangan POC adalah :
1) Perlu ketekunan dan kesabaran tinggi.
2) Hasilnya kurang banyak.
3. Sumber Pupuk Organik Cair (POC)
Sumber Pupuk Organik Cair (POC) yang diteliti merupakan
konversi dari beberapa bahan, diantaranya yaitu :
a. Urin
Urine merupakan salah satu limbah cair yang dapat ditemukan
di tempat pemeliharaan hewan. Urine dibentuk di daerah ginjal
setelah dieliminasi dari tubuh melalui saluran kencing dan berasal

11
dari metabolisme nitrogen dalam tubuh (urea, asam urat, dan
keratin) serta 90% urine terdiri dari air. Urine yang dihasilkan
ternak dipengaruhi oleh makanan, aktivitas ternak, suhu eksternal,
konsumsi air, musim dan lain sebagainya (Rinekso dkk, 2011).
Pupuk organik cair urin sapi merupakan salah satu pupuk organik
potensial sebagai sumber hara bagi tanaman seperti N, P dan K.
Cairan urin sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kotoran padatnya (Hani & Geraldine, 2016).
Urin sapi diketahui memiliki kandungan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman antara lain N, P, K, Ca, Hg, Na, Fe, Mn,
Za, Cu, dan Cr. Kandungan unsur-unsur tersebut, dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Marlina dan Wulandari
2019). Disisni peneliti mengambil 2 bahan baku urin yang
digunaka sebagai pembuatan pupuk organik cair.:
1) Urine Sapi
Limbah dari peternakan sapi di Indonesia belum banyak
dimanfaatkan. Sebagian peternak memanfaatkan limbah ini
sebagai bahan biogas dan sebagian membuangnya langsung ke
sungai, sehingga menjadi salah satu penyebab polusi
lingkungan. Dalam sehari satu ekor sapi dapat menghasilkan
urine sebanyak ± 20 l. Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk untuk tanaman karena memiliki unsur hara makro dan
mikro serta memiliki hormon alami. Urine sapi merupakan
kotoran ternak yang berbentuk cair. Selama ini urine sapi
dibuang karena dianggap kotor juga bau, dan ternyata urine
memiliki manfaat menjadi pupuk cair bagi tanaman (Aisyah
dkk., 2011) yang dikutip dari jurnal (Karamina et al. 2020).
Pupuk organik cair urine sapi selain dapat bekerja cepat, juga
mengandung hormon tertentu yang ternyata dapat merangsang
perkembangan tanaman (Sutedjo, 2008) yang dikutip dari
jurnal (Harahap, Gusmeizal, dan Pane 2020). Menurut Lingga

12
dan Marsono (2008), yang dikutip dari jurnal (Kusuma
Pramushinta 2018) kandungan zat hara pada urine sapi adalah
nitrogen 1,00%, fosfor 0,50%, kalium 1,50%, dan air sebanyak
92%. Setelah difermentasi hara makro meningkat yaitu
nitrogen 2,7%, fosfor 2,4%, Kalium 3,8% dan karbon menjadi
3,8%.

Tabel II. 3 Kandungan Unsur Hara Makro Urin Sapi


Bahan N (%) P2O5 (%) K2O (%)
Cair 2,7 2,4 3,8
Sumber : Lingga dan Marsono, 2008

Urine sapi juga mengandung hormon tertentu yang dapat


merangsang perkembangan tanaman. Kandungan N yang
tinggi pada urine sapi, menjadikan urine sapi cocok digunakan
sebagai pupuk cair yang dapat menyediakan unsur hara
nitrogen bagi tanaman. Di dalam urine sapi juga tergandung
unsur hara P yang berguna untuk pembentukan bunga dan
buah, serta unsur hara K yang berfungsi untuk meningkatkan
proses fotosintesis, aktivator bermacam sistem enzim,
memperkuat perakaran, dan meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap penyakit (Sutedjo, 2010). Peningkatan kandungan
hara pada urine sapi dapat ditingkatkan dengan dilakukan
fermentasi. Urine sapi yang difermentasi memiliki kadar
nitrogen, fosfor, dan kalium lebih tinggi dibanding dengan
sebelum difermentasi, sedangkan kadar C-organik pada urine
sapi yang telah difermentasi menurun (Kurniawan, 2017) di
dalam penelitian (Sungkawa, Dukat, dan Arnadi 2014).
Menurut Rinekso, dkk (2014) yang dikutip dari penelitian
(Rosniawaty, Sudirja, dan Afrianto 2015), menyatakan bahwa
urine sapi yang difermentasi selama 15 hari memiliki
kandungan N, P dan K yang lebih tinggi dibanding urine sapi

13
yang difermentasi selama 3, 6, 9 dan 12 hari maupun urine sapi
yang tidak difermentasi.

2) Urine kelinci
Kandungan yang ada dalam urine kelinci yaitu 2,2%
nitrogen, 8,7% fosfor, 2,3% potasium, 3,6 sulfur, 1,26%
kalsium dan 4,0% magnesium. Urin kelinci dapat dijadikan
sebagai pupuk cair organik yang sangat bermanfaat untuk
tanaman. Pupuk cair lebih mudah dimanfaatkan tanaman
karena unsur-unsur didalamnya mudah terurai sehingga
manfaatnya lebih cepat terasa (Nugraheni, 2010) yang dikutip
dari penelitian (Rosniawaty, Sudirja, dan Afrianto 2015)
Tabel II. 4. Kandungan Unsur Hara Makro Urin Kelinci

Bahan N (%) P2O5 (%) K2O (%)


Cair 2,2 2,3 4,0
Sumber : Nugraheni, 2010
Selain dapat memperbaiki struktur tanah, pupuk organik
cair urin kelinci bermanfaat juga untuk pertumbuhan tanaman,
herbisida pra-tumbuh dan dapat mengendalikan hama
penyakit, mengusir hama tikus, walang sangit dan serangga
kecil pengganggu lainnya (Nugraheni, 2010) yang dikutip dari
penelitian (Rosniawaty, Sudirja, dan Afrianto 2015)
b. Effluent Biogas
Effluent biogas merupakan limbah padat yang dihasilkan
dari instalasi biogas. Limbah padat ini hanya ditimbun di area
peternakan, tidak dapat dijadikan pupuk karena kandungan unsur
Nitrogen (N) yang rendah. Jumlah limbah padat yang terus
meningkat menyebabkan permasalahan penyimpanan. Saat ini,
limbah sisa biogas hanya menjadi masalah bagi lingkungan jika
tidak termanfaatkan dengan baik.

14
Menurut  Junus  (1998),  di dalam penelitian (Nurjannah,
Arfah, dan Fitriani 2018) effluent  biogas  yang  keluar dari tangki
pencerna (digester) terdiri dari dua komponen yaitu bagian padat
dan cair. Limbah cair lebih banyak mengandung unsur N dan K,
sedangkan padatannya lebih banyak mengandung unsur P.
Tabel II.5 Kandungan Unsur Hara Makro Effluent Biogas

Bahan N (%) P2O5 (%) K2O (%)


Padat 0,64 0,22 0,24
Cair 1,00 0,02 1,08
Sumber : Junus (1998)
c. Sabut Kelapa
Hara K memiliki tingkat kemudahan pencucian hampir
sama dengan unsur N, tetapi pergerakannya dalam larutan tanah
hampir sama dengan unsur P. Oleh karenanya, sangat penting
untuk mengetahui perilaku K agar dalam pengelolaannya dapat
mendukung kesinambungan usaha tani. Sistem pengelolaan hara K
saat ini cenderung menyebabkan neraca hara negatif karena jumlah
K yang diangkut melalui panen jauh lebih besar dibandingkan
dengan K yang diberikan melalui pupuk (Subiksa dan Subiham,
2009) di dalam penelitian (Wijaya, Damanik, dan Fauzi 2017).
Di dalam sabut kelapa terkandung unsur-unsur hara dari
alam yang sangat dibutuhkan tanaman yaitu kalium(K), selain itu
juga terdapat kandungan unsur-unsur lain seperti kalsium(Ca),
magnesium(Mg), natrium (Na) dan fosfor(P). Sabut kelapa apabila
direndam, kalium dalam sabut tersebut dapat larut dalam air
sehingga menghasilkan air rendaman yang mengandung unsur K.
Air hasil rendaman yang mengandung unsur K tersebut sangat baik
jika diberikan sebagai pupuk serta pengganti pupuk KCl anorganik
untuk tanaman (Sari, 2015).
Tabel II.6 Kandungan Unsur Hara Makro Sabut Kelapa

15
Bahan N (%) P2O5 (%) K2O (%)
Cair 2,7 2,4 3,8
Sumber : Jamilah dan Marni, 2013

Komposisi kandungan unsur hara makro dan mikro yang


terdapat pada limbah sabut kelapa, yaitu: air 53,83%, N 0,28%, P
0,1%, K 6,726% , Ca 140%, dan Mg 170% (Jamilah & Marni,
2013) yang dikutip dari (Novianto, Effendy, dan Aminurohman
2020). Penambahan sabut kelapa yang terbaik pupuk cair terdapat
pada penambahan sabut kelapa sabanyak 100 ml dengan
kandungan unsur hara makro C-organik, Nitrogen, Fospor dan
Kalium masing-masing 11,69%, 2,251%, 0,71%, dan 0,029% pada
hari ke 14 dan kandungan unsur hara makro pada hari ke 28 C-
organik, Nitrogen, Fosfor dan Kalium masing-masing 11,28%,
2,366%, 0,70% dan 0,041% (Anik Waryanti 2013).
d. Tetes (Molase)
Molase tebu merupakan hasil samping pada proses
pembuatan gula. Molase berwujud cairan kental yang diperoleh
dari tahap pemisahan kristal gula. Molase mengandung sebagian
besar gula, asam amino dan mineral. Sukrosa yang terdapat dalam
tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksinya 12 –
35 %. Tebu yang belum masak biasanya memiliki kadar gula
reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak.
Komposisi yang penting dalam molase adalah TSAI (Total Sugar
as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Molase
memiliki kadar TSAI antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat
penting bagi industri fermentasi karena semakin besar TSAI akan
semakin menguntungkan.

4. Kandungan Unsur Hara Makro dan Fungsinya


Secara garis besar, tanaman atau tumbuhan memerlukan 2 (dua)
jenis unsur hara untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan

16
yang optimal. Dua jenis unsur hara terseut disebut unsur hara makro
dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur-unsur hara yang
dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah yang relatif besar.
a. Nitrogen (N)
Unsur nitrogen sangat berperan dalam pembentukan sel
tanaman, jaringan, dan organ tanaman. Nitrogen memiliki fungsi
utama sebagai bahan sintetis klorofil, protein, dan asam amino.
Oleh karena itu unsur nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup besar, terutama pada saat pertumbuhan memasuki fase
vegetatif. Bersama dengan unsur fosfor (P), Nitrogen ini digunakan
dalam mengatur pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
Terdapat dua bentuk Nitrogen, yaitu ammonium (NH4) dan nitrat
(NO3). Berdasarkan sejumlah penelitian para ahli, membuktikan
ammonium sebaiknya tidak lebih dari 25% dari total konsentrasi
nitrogen. Jika berlebihan, sosok tanaman menjadi besar tetapi
rentan terhadap serangan penyakit. Nitrogen yang berasal dari
amonium akan memperlambat pertumbuhan karena mengikat
karbohidrat sehingga pasokan sedikit. Dengan demikian cadangan
makanan sebagai modal untuk berbunga juga akan minimal.
Akibatnya tanaman tidak mampu berbunga. Seandainya yang
dominan adalah nitrogen bentuk nitrat , maka sel-sel tanaman akan
kompak dan kuat sehingga lebih tahan penyakit. Untuk mengetahui
kandungan N dan bentuk nitrogen dari pupuk bisa dilihat dari
kemasan.
b. Fosfor atau Phosphor (P)
Unsur Fosfor (P) merupakan komponen penyusun dari
beberapa enzim, protein, ATP, RNA, dan DNA. ATP penting untuk
proses transfer energi, sedangkan RNA dan DNA menentukan sifat
genetik dari tanaman. Unsur P juga berperan pada pertumbuhan
benih, akar, bunga, dan buah. Pengaruh terhadap akar adalah
dengan membaiknya struktur perakaran sehingga daya serap
17
tanaman terhadap nutrisi pun menjadi lebih baik. Bersama dengan
unsur Kalium, Fosfor dipakai untuk merangsang proses
pembungaan. Hal itu wajar sebab kebutuhan tanaman terhadap
fosfor meningkat tinggi ketika tanaman akan berbunga.

c. Kalium (K)
Unsur Kalium berperan sebagai pengatur proses fisiologi
tanaman seperti fotosintetis, akumulasi, translokasi, transportasi
karbohidrat, membuka menutupnya stomata, atau mengatur
distribusi air dalam jaringan dan sel. Kekurangan unsur ini
menyebabkan daun seperti terbakardan akhirnya gugur. Unsur
kalium berhubungan erat dengan kalsium dan magnesium. Ada
sifat antagonisme antara kalium dan kalsium. Dan juga antara
kalium dan magnesium. Sifat antagonisme ini menyebabkan
kekalahan salah satu unsur untuk diserap tanaman jika
komposisinya tidak seimbang. Unsur kalium diserap lebih cepat
oleh tanaman dibandingkan kalsium dan magnesium. Jika unsur
kalium berlebih gejalanya sama dengan kekurangan magnesium.
Sebab , sifat antagonisme antara kalium dan magnesium lebih
besar daripada sifat antagonisme antara kalium dan kalsium.
Kendati demkian , pada beberapa kasus, kelebihan kalium
gejalanya mirip tanaman kekurangan kalsium.
d. C-Organik
C-Organik merupakan zat esensial yang ada di dalam tanah,
karena zat tersebut dibutuhkan oleh tanaman. C-Organik (Bahan
Organik) merupakan presentase kesuburan dalam tanah yang
terdiri dari berbagai ikatan C (karbon). C-Organik (Bahan organik)
merupakan bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau
binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor

18
biologi, fisika, dan kimia. C-Organik (Bahan Organik) merupakan
bahan organik yang terkandung di dalam maupun pada permukaan
tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam. C-Organik
(Bahan organik) merupakan semua jenis senyawa organik yang
terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik
ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam
air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
C. Kerangka Teori

Pupuk

organik Kompos dan Pupuk organik


kimia
Granul

Urin Sapi, Urin Kelinci, Effluent


Biogas, dan Sabut Kelapa
, Sabut Kela

Proses aerasi dan


fermentasi POC EM 50 ml

Proses Pengukuran dan Pemeriksaan


C-Organik
Hara makro
(N + P2O5 + K2O)
pH Kimia

Suhu
Fisik

Hasil Kepmentan No . 261/2019

19
D. Kerangka Konsep

Persiapan alat dan bahan

Pupuk organik Cair (POC)

Sabut Kelapa Urin Sapi, Urin Kelinci, dan


Effluent Biogas

Bahan POC (2 formula) EM 50 ml

Proses aerasi dan


fermentasi POC

Proses Pengukuran
dan Pemeriksaan

Waktu
Mutu Unsur Hara
Pematangan
Makro (N + P2O5 + Suhu dan pH
14; 21; 28
hari K2O
C-Organik

Hasil

20
Kepmentan Memenuhi Tidak Memenuhi
No. 261/2019 Syarat Syarat
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini meggunakan metode eksperimen yang bertujuan
untuk meneliti kemungkinan sebab akibat dengan menggunakan satu
atau lebih kondisi perlakuan kepada siswa. Menurut Sugiyono (2018)
bahwa “Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan” (Purnama
2019). Terdapat banyak jenis metode penelitian dimana proses
pemilihannya disesuikan dengan tujuan yang akan dicapai dari
penelitian itu sendiri, dalam penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode Posttest Control Group Design.
Sejalan dengan hal tersebut, Latipun (2002) mengemukakan
bahwa penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan
dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat
manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati. Penelitian
eksperimen pada prisipnya dapat didefinisikan sebagai metode
sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena
sebab akibat (causal-effect relationship) (Sukardi 2011:179).

21
2. Design Penelitian
Bentuk desain penelitian yang dipilih adalah Post-test Only
Control Group Design. Dalam desain ini kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Dalam desain
ini baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
dibandingkan. Kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan
sedangkan kelas kontrol tidak mendapatkan perlakuan.

Tabel III. 1 Skema Post-test Only Control Group Design


Kelompok Perlakuan Pasca tes
Eksperimen O X
Kontrol - X

B. Kerangka Operasional

Kajian Pustaka

Desain

Urin sapi Uji Alat Aerator


(blower pump) 72 jam/ 3 hari
Urin Kelinci
Effluent Biogas
Formulasi Uji Alat
Urin sapi, urin Fermentasi 28
kelinci, effluent Hari
biogas (1:1:2) dan
Unsur Hara Makro
(1:1:1)
(N + P2O5 + K2O)
Sabut kelapa C-Organik
pH
EM4 50 ml Suhu
Tetes
22
Kepmentan No. 261 Tahun 2019

Tidak Memenuhi Memenuhi


Syarat Syarat
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Laboratorium Lapangan Prodi
Sanitasi Program D-III Kampus Magetan dan laboratorium SMKN 3
Madiun. Dengan pengambilan bahan dasar dari beberapa tempat. Urin
sapi di Kelurahan Sukowinagun, Kecamatan Magetan. Urin kelinci di
Desa Balegondo, Kecamatan Ngariboyo. Sabut kelapa di Pasar Sayur
Magetan, serta effluent biogas di Desa Puntukdoro, Kecamatan
Plaosan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada April – Mei 2022 di
Laboratorium Lapangan Prodi Sanitasi Program D-III Kampus
Magetan.
D. Objek dan Subjek Penelitian
1. Objek Penelitian
Menurut Sugiyono (2017: 38), objek penelitian adalah suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Objek penelitian dari Dalam penyusunan penelitian ini yang dikatakan
dengan populasi penelitian adalah jumlah sapi, kelinci di Kabupaten
Magetan yang nantinya dapat diketahui volume urin yang dapat
dihasilkan tiap hari. Jumlah instalasi biogas yang ada di Magetan
untuk mengetahui effluent yang dihasilkan. Selain itu juga keberadaan

23
limbah sabut kelapa yang sudah tidak terpakai di Pasar Sayur
Magetan.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikonto tahun (2016: 26)
memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang
tempat data untuk variable penelitian melekat, dan yang di
permasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subjek penelitian
mempunyai peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian,
itulah data tentang variabel yang penelitian amati.
Dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan total sampling
dengan menggunakan data sekunder dari BPS Kabupaten Magetan
dan pengamatan yang ada di lapangan.

E. Populasi Dan Sampel Penelitian


Populasi dan Sampel Penelitian atau Subyek dan Obyek Penelitian
(bila Populasi tidak bisa diidentifikasi individunya).
1. Populasi
Populasi penelitian ini menggunakan metode random sampling,
yaitu pengambilan sampel dari berbagai tempat. Antara lain, peternak
kelinci di Desa Tanjumgsari, Kecamatan Panekan dan Desa Balegondo
Kecamatan Ngariboyo. Peternak sapi di Kelurahan Sukowinangun,
Kecamatan Magetan. Efluent biogas di Desa Puntukdoro, Kecamatan
Plaosan. Serta sabut kelapa di Pasar Sayur Magetan.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam pembuatan pupuk oraganik cair
yaitu urin sapi, urin kelinci, effluent biogas dan sabut kelapa, sampel
tersebut di ambil dari beberapa tempat diantaranya yaitu:
a) Urin Sapi
Urin sapi yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
pupuk organik cair diperoleh dari peternak sapi di Kelurahan

24
Sukowinagun, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan. Sapi
yang berjumlah 2 ekor, yang mana mampu menghasilkan urin
sebanyak 30 liter/hari.
b) Urin Kelinci
Urin kelinci yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
pupuk organik cair, diproleh dari hasil peternakan kelinci di Desa
Balegondo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan.
c) Effluent Biogas
Effluent biogas berasal dari kotoran sapi yang telah melewati
proses anaerob di dalam digester, sehingga kandungan gas metana
(CH4) di dalamnya sudah tidak ada. Diambil dari instalasi biogas
milik warga di Desa Puntukdoro, Kecamatan Plaosan, Kabupaten
Magetan.

d) Sabut Kelapa
Sampah sabut kelapa berasal dari TPS di Pasar Sayur
Magetan. Karena pedagang disana cukup banyak khususnya sabut
kelapa sehingga belum maksimal termanfaatkan dengan dibuktikan
melimpahnya sampah sabut kelapa di TPS. Sabut kelapa dalamnya
diambil bagian dalamnya direndam dengan air.
F. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan: Kegiatan persiapan ini meliputi penjelasan penelitian


kepadapemilik biogas, proses ijin dan perjanjian kerja sama,
persiapan treatment aerasi dan fermentasi.
2. Pengembangan model alat
a. Rancangan alat arator (aerasi)
1

3
25
4

Keterangan :
1) Blower pump : Elactromagnetic Compression
a) Power : 45 W
b) Volt/Freq : 220V/50Hz
c) Output : 70 L/min
d) Pressure : > 0.025 Mpa
2) Inlet bahan baku (urin sapi, urin kelinci & effluent biogas)
3) Selang aerasi
4) Tangki :
a) Tinggi : 44 cm
b) Volume : 43 cm
c) Diameter : 13,4 cm
b. Rancangan alat fermentasi

1
2
3

Keterangan :
1. Tabung fermentasi yang terbuat dari paralon berukuran 4
dim, dengan tinggi 62 cm.
2. Botol air mineral tanggung yang berisi air sebanyak ¾
botol. Sebagai tempat pertukaran O2 (Oksigen).
3. Selang sebagai penghubung antara tabung fermentasi
dengan botol air mineral.
26
4. Tutup tabung dari penutup paralon 4 dim, dengan diberi
lubang pada tutup bagian atas sebagai jalur masuknya
selang.
5. Kran dari plastik sebagai alat pengambil POC yang sudah
jadi.
6. Tangki :
a) Tinggi : 62 cm
b) Volume : 6 cm
c) Diameter : 10,5 cm
7. Outlet

3. Prosedur penelitian
a. Alat dan Bahan
1) Alat
a) Bak/drum
b) Injection aerator pump
c) Alat fermentor (paralon 4 inci)
d) Fitting set pipe/slang
e) Botol
f) Gelas ukur
2) Bahan
a) Urin sapi
b) Urin kelinci
c) Effluent biogas
d) Sabut kelapa
e) Bioinokulant
f) Tetes (molase)
b. Prosedur kerja
1) Membuat Model injection aerator skala labolatorium
2) Menyiapkan bahan dan alat injection aerator (telah teruji)
sebagai berikut:
a) Memasukan larutan dengan bahan baku : 1 lt effluent
27
biogas, 1 lt urin sapi, dan 2 lt urin kelinci ke alat
injection aerator.
b) Menghidupkan injection aerator dengan cara menombol
stop kontak posisi On dan mengamati proses aerator :
blower pump akan mensuplai udara kedalam larutan
selama operasional 24 jam
c) Melakukan kegiatan tersebut di atas dengan replikasi
sebanyak 3 kali.
d) Bahan baku POC tersebut kemudian diproses fermentasi,
melakukan proses fermentasi minimal 30 hari dengan
cara bahan baku POC dimasukan dalam derigen dan
menambahkan bakteri fermentor 1 %. Bahan tersebut
diaduk hingga merata. Langkah berikutnya adalah
memasang selang pada jerigen pada botol yang terisi air
sebagai tempat pembuangan gas selama proses
fermentasi. Setiap 2 hari sekali digoyang-goyang hingga
endapan di bawah tercampur dengan bagian atas.
Melakukan fermentasi tersebut dengan replikasi
sebanyak 3 kali.
e) Melakukan prosedur dengan konsentrasi bahan
POC dengan formula:
(1) 1 lt effluent biogas : 1 lt urin sapi : 2 lt urin kelinci
(formula 1).
(2) 1 lt effluent biogas : 1 lt urin sapi : 1 lt urin kelinci
(formula 2).
f) Dari perlakuan tersebut di atas dilakukan pengamatan
dengan parameter sebagai berikut :
(1) Pengukuran Kimia POC : Untuk mengetahui
besarnya kandungan C-Organik dan unsur hara
makro (N + P2O5 + K2O) diukur di Laboraturium
SMKN 3 Madiun. Hasil uji labolatorium akan dikaji
berdasarkan Kepmentan No 261 Tahun 2019.
28
G. Variable Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel yang akan mempengaruhi adanya variabel terikat. Pada
penelitian ini variabel bebasnya yaitu urin sapi, urin kelinci, effluent
biogas dan sabut kelapa.
2. Variabel Terikat
Variabel yang memperoleh pengaruh dari variabel bebas. Pada
penelitian ini variabel terikatnya yaitu kandungan unsur hara makro
(N + P2O5 + K2O) dalam POC.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu merupakan variabel yang mempengaruhi
variabel bebas dan terikat, variabel pengganggu dalam penelitian ini
antara lain :
a. pH
Sesuai dengan syarat (Kepmentan 261/ 2019) standart pH adalah 4-
9. Selama perubahan pH belum stabil menunjukan bahwa selama
proses fermentasi anaerob berlangsung, masih tersedia nutrisi dari
bakteri fermentor untuk menjadi POC. Artinya, selama selama ada
proses anaerob dalam fermentasi berlangsung dan masih
tersedianya bahan yang akan dirombak bakteri fermentor maka
perubahan pH akan selalu ada (Muhammad Khoirul Huda, 2013).
b. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan pupuk,
karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat.
Suhu optimum yang biasa digunakan untuk pembuatan pupuk
organik adalah 40-60°C. Suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan kematian pada mikroorganisme, sedangkan suhu
yang relatif rendah akan menyebabkan mikroorganisme tidak
dapat bekerja atau dalam keadaan keadaan dorman (Jalaluddin et
al., 2017).
c. Kelembaban

29
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan
kelembapan sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar
mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang
lebih rendah atau tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme
tidak berkembang atau mati.
d. Bau
Perubahan bau menjadi penunjuk apakah telah terjadi proses
fermentasi atau belum. Dengan catatan amati gelembung gas pada
botol yang menunjukan proses fermentasi sedang berlangsung.
Jika bau berubah menjadi seperti bau tape, maka POC sudah
terjadi proses fermentasi. Semakin lama proses fermentasi, bau
khas POC akan semakin berkurang .
e. Tekstur
Tekstur awal yang cairn anti akan terjadi endapan di dasar alat
yang menunjukan telah terjadinya proses fermentasi.
f. Warna
Warna dapat menunjukan tanda telah terjadinya proses fermentasi
atau belum. Warna dasar awal urin, larutan sabut kelapa dan
effluent biogas kuning kecoklatan, akan berubah menjadi coklat
kehitaman dan berjamur.
g. Aerasi
Aerasi merupakan penambahan oksigen ke dalam air dengan
memancarkan air atau melewatkan gelembung udara ke dalam air
(KBBI). Proses aerasi pada dasarnya adalah untuk memberikan
oksigen atau gelembung ke dalam air untuk meningkatkan
kandungan oksigen terlarut dalam air. Limbah cair dari digester
biogas yang disaring diaerasi selama 24 jam, 48 jam, 72 jam atau
2-3 hari yang bertujuan untuk membuang bahan yang sifatnya
menguap.
Aerator juga berfungsi sebagai penambah oksigen pada
mikroorganisme yang terkandung didalamnya dan meninggikan

30
unsur anaerob. Aerator dapat digunakan dengan beberapa type,
diantaranya yaitu spray aerator, Cascade aerator, multy tray
aerator, Cone Aerator , Packed Columns dan injector aerator.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aerasi:
1) Karakteristik zat yang mudah menguap.
2) Temperatur air dan temperatur udara sekitarnya.
3) Resistansi perpindahan gas.
4) Tekanan parsial gas pada lingkungan aerator.
5) Turbelensi (pergerakan) pada fese gas dan cair.
6) Perbandingan luas permukaan kontak dengan volume aerator
dan waktu kontak.
4. Definisi Operasional
Tabel III.2 Definisi Operasional
No Jenis Variabel Definisi Kategori Skala
Variabel Operasional
1. Variabel urin sapi, Variasi jumlah Variasi Interval
Bebas urin penambahan urin perbandingan
kelinci, sapi, urin kelinci, 1:1:2
effluent effluent biogas 1:1:1
biogas dan dan sabut kelapa
sabut untuk
kelapa meningkatkan
unsur hara makro
(N + P2O5 + K2O)
2. Variabel Kandunga Peningkatan Jumlah Rasio
Terikat n unsur unsur hara makro peningkatan
hara (N + P2O5 + K2) unsur hara
makro (N dalam POC. makro (N +
+ P2O5 + P2O5 + K2O).
K2O)
dalam
POC.

H. Jenis Data
a. Data Primer

31
Data primer adalah data yang didapatkan dari hasil survey di lapangan
yang dilakukan di beberapa tempat, yaitu di Kelurahan Sukowingan,
Kecamatan Magetan, Desa Balegondo, Kecamatan Ngariboyo, Desa
Puntukdoro, Kecamatan Plaosan, dan Pasar Sayur Magetan, adapun
data meliputi :
1) Data volume urin sapi dan urin kelinci tiap hari.
2) Data timbulan sampah sabut kelapa di Pasar Sayur Magetan.
3) Data jumlah effluent biogas.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah suatu data yang didapatkan dari rekapan suatu
data-data yang terdapat di instansi-instansi yang berkaitan dengan
penelitian ini, yang meliputi :
1) Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Magetan :
a) Jumlah populasi Sapi di Kabupaten Magetan.
b) Jumlah populasi Kelinci di Kabupaten Magetan.
Jenis data atau skala data dari penelitiaan ini yaitu skala rasio.
Skala raiso adalah skala pengukuran data dalam penelitian yang lebih
sering digunakan untuk membedakan, mengurutkan dan membandingkan
data. Skala rasio dari penelitiaan ini yaitu membedakan atau
membandingkan pengaruh kandungan unsur hara makro (N + P 2O5 + K2O)
pupuk organik cair dari urin sapi, urin kelinci, dan effluent biogas dengan
penambahan larutan sabut kelapa.
I. Pengumpulan Data
Dalam pengolahan data agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan
diperlukan adanya input data yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
demi tercapainya tujuan penelitian, supaya data yang diperoleh dapat
dianalisis dengan prediksi yang benar, kemudian dapat membuahkan
informasi sekaligus hasil pemecahan yang tepat dan akurat. Informasi yang
didapatkan dari instansi yang terkait dalam peyusunan ini adalah Badan

32
Pusat Statistik Kabupaten Magetan. Adapun keterangan yang dibutuhkan
dalam penyusunan penelitian ini meliputi :
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu :
a. Jurigen
b. Botol sampel pemeriksaan kimia
c. Kertas label
d. Sampel bahan POC
e. ATK
f. Komputer
2. Prosedur Pengumpulan Data
a. Mencari data sekunder diperoleh melalui penelusuran
kepustakaan, berupa buku-buku, referensi dari internet serta
literatur-literatur yang ada hubungannya dengan objek penelitian.
b. Observasi dengan melakukan pengamatan bahan yang akan
digunakan untuk membuat POC.
c. Mengumpulkan seluruh bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan POC.
J. Pengolahan Data
1. Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:
a) Editing (Pemeriksaan Data)
Editing adalahlangkah pertama yang dilakukan peneliti untuk
pemeriksaan data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan
pengecekan kembali apabila ada kata yang kurang baik dilakukan
pengubahan kata yang kurang baku menjadi kata yang
baku, ,merubah susunan penulisan supaya data dapat disajikan
dengan baik sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan (Kiser,
2006)
b) Rekapitulasi
Rekapitulasi yaitu pengumpulan data dari berbagai sumber
untuk dikumpuklan menjadi satu dan kemudian dilakukan

33
rekapitulasi. Rekapitulasi dalam penelitian ini yaitu hasil uji
laboraturium.
c) Tabulating
Tabulating yaitu tahap lanjutan setelah editing dan rekapitulasi
data dan kemudian dilakukan proses tabulasi. Pada proses ini data
dapat dirangkai dengan bentuk tabel dengan tujuan untuk
mempermudah dalam menganalisis data.
d) Kompilasi
Kompilasi yaitu proses penggabungan dan menafsirakan
sesuatu dalam bentuk yang lainnya.
2. Analisis Deskriptif
Kualitas kimia POC berdasarkan Kepmentan No 261 Tahun 2019.
Data Sekunder : data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang
berkaitan dengan penelitian. Analisis Data : Data hasil penelitian
disajikan dalam tabel dan pengolahan data dengan uji statistic
ANOVA perangkat lunak SPSS.
a. Uji statistik
1) Uji Statistik yang digunakan ANOVA
2) Dasar digunakan Uji statistik
Data hasil penelitian disajikan dalam tabel dan
pengolahan data dengan uji statistik Anova dengan SPSS.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum

34
Bahan pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) adalah variasi antara urin
sapi, urin kelinci, dan effluent biogas, serta dengan penambahan larutan sabut
kelapa. Urin sapi berasal dari salah satu peternak di Kelurahan
Sukowinangun, Kabupaten Magetan. Urin kelinci berasal dari salah satu
peternak di Desa Balegondo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan.
effluent biogas berasal dari salah satu instalasi biogas yang ada di Desa
Puntukdoro, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan. Sabut kelapa berasal
dari tempat pembuangan sampah di Pasar Sayur Magetan.
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel IV. 1 Hasil Pengukuran Kandungan NPK dan C-Organik Pupuk
Organik Cair

Rep Hasil Pemeriksaan


Perbandi lika
Form
No ngan si
ula C-
Formula Ke- N P2O5 K2O Total
Organik

a b c d e f g h i

B:S:K = 18,59 0,14 0,02204 0,2161 0,37814


R1
1:1:2

B:S:K = 16,84 0,35 0,03024 0,2250 0,60524


1 A R2
1:1:2

B:S:K = 17,76 0,35 0,02727 0,2146 0,59187


R3
1:1:2

B:S:K = 14,23 0,56 0,03291 0,2854 0,87831


R1
1:1:1

B:S:K = 14,29 0,39 0,0275 0,2888 0,7063


2 B R2
1:1:1

B:S:K = 11,74 0,46 0,0259 0,3001 0,786


R3
1:1:1

Sumber : Data Primer Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah


Malang (UMM)

Keterangan :

35
R1 : Replikasi Pertama
R2 : Replikasi Kedua
R3 : Replikasi Ketiga
Total = Hasil N + Hasil P2O5 + Hasil K2O
Kandungan N+P2O5+K2O dari POC tersebut belum ada yang memenuhi
persyaratan Standart Kepmentan No 261/KPTS/SR.310/M/4/2019 yaitu 2-6 (%)
nilainya. Tetapi di parameter kimia lain yaitu C-Organik telah memenuhi
standart. Dengan minimal standart yang ditentukan adalah 10.
2. Hasil Pemeriksaan Fisik
Tabel IV. 2 Hasil Pengukuran Fisik Pupuk Organik Cair Hari ke-7

Hasil Pemeriksaan
Perbandingan Replikasi
No Formula
Formula Ke-
pH Suhu
a b c d e f
B:S:K = 1:1:2 R1 6,82 29
1 A B:S:K = 1:1:2 R2 6,79 29
B:S:K = 1:1:2 R3 6,81 29
B:S:K = 1:1:1 R1 6,73 30
2 B B:S:K = 1:1:1 R2 6,70 30
B:S:K = 1:1:1 R3 6,69 30
Hari, tanggal pemeriksaan : Minggu, 8 Mei 2022
Waktu pemeriksaan : Pukul 15:27 WIB

Nilai pH antara kedua formula hampir sama, yaitu 6 dengan selisih yang
sangat kecil. Sedangkan untuk hasil pengukuran suhu hanya berbeda 1
angka. 29o C untuk formula A dan 30o C untuk formula B.
Tabel IV. 3 Hasil Pengukuran Fisik Pupuk Organik Cair Hari ke-14
Hasil Pemeriksaan
Perbandingan Replikasi
No Formula
Formula Ke- pH Suhu
a b c d E f
B:S:K = 1:1:2 R1 6,80 27
1 A B:S:K = 1:1:2 R2 6,82 27
B:S:K = 1:1:2 R3 6,91 27
2 B B:S:K = 1:1:1 R1 6,72 29

36
B:S:K = 1:1:1 R2 6,72 28
B:S:K = 1:1:1 R3 6,68 28
Hari, tanggal pemeriksaan : Minggu, 15 Mei 2022
Waktu pemeriksaan : Pukul 10:30 WIB
Nilai pH antara kedua formula hampir sama, yaitu 6 dengan selisih
yang sangat kecil. Sedangkan untuk hasil pengukuran suhu hanya berbeda
1 angka. 27o C untuk formula A dan 28o C untuk formula B, tetapi pada
replikasi pertama formula B mencapai suhu 29o C.
Tabel IV. 4 Hasil Pengukuran Fisik Pupuk Organik Cair Hari ke-21

Perbandingan Replikasi Hasil Pemeriksaan


No Formula
Formula Ke- pH Suhu
a b C d E f
B:S:K = 1:1:2 R1 6,83 27
1 A B:S:K = 1:1:2 R2 6,85 27
B:S:K = 1:1:2 R3 6,94 26
B:S:K = 1:1:1 R1 6,74 28
2 B B:S:K = 1:1:1 R2 6,75 27
B:S:K = 1:1:1 R3 6,80 27
Hari, tanggal pemeriksaan : Minggu, 22 Mei 2022
Waktu pemeriksaan : Pukul 13:15 WIB
Nilai pH antara kedua formula hampir sama, yaitu 6 dengan selisih
yang sangat kecil. Sedangkan untuk hasil pengukuran suhu tidak ada
selisih yang terlalu besar. 27o C dan 26o C untuk formula A. Sedangkan
untuk formula B 28o C dan 27o C.

Tabel IV. 5 Hasil Pengukuran Fisik Pupuk Organik Cair Hari ke-28

Hasil Pemeriksaan
Perbandingan Replikasi
No Formula
Formula Ke-
pH Suhu
a b C d e F
B:S:K = 1:1:2 R1 6,87 27
1 A B:S:K = 1:1:2 R2 6,87 27
B:S:K = 1:1:2 R3 6,95 28
2 B B:S:K = 1:1:1 R1 6,80 28

37
B:S:K = 1:1:1 R2 6,82 28
B:S:K = 1:1:1 R3 6,91 28
Hari, tanggal pemeriksaan : Minggu, 29 Mei 2022
Waktu pemeriksaan : Pukul 13:37 WIB
Nilai pH antara kedua formula hampir sama, yaitu 6 dengan selisih
yang sangat kecil. Sedangkan untuk hasil pengukuran suhu hanya berbeda
1 angka. 27o C untuk formula A, dan 28o C untuk formula B.

38
pH Suhu

Replikasi Rata-
No Formula Perbandingan Minggu ke- Rata- Minggu ke-
ke- rata
rata
I II III IV ∑ I II III IV ∑

1 B:S:K=1:1:2 1 6,82 6,80 6,83 6,87 6,83 29 27 27 27 27,5

2 A B:S:K=1:1:2 2 6,79 6,82 6,85 6,87 6,84 6,85 29 27 27 27 27,5 27,5

3 B:S:K=1:1:2 3 6,81 6,91 6,94 6,95 6,90 29 27 26 28 27,5

4 B:S:K=1:1:1 1 6,73 6,72 6,74 6,80 6,74 30 29 28 28 28,8

5 B B:S:K=1:1:1 2 6,70 6,72 6,75 6,82 6,75 6,83 30 28 27 28 28,3 28,4

6 B:S:K=1:1:1 3 6,69 6,68 6,80 6,91 6,99 30 28 27 28 28,3

3. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Fisik


Tabel IV.6 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Fisik (pH dan Suhu) Selama 1 Bulan

39
Berdasarkan hasil rekapitulasi pengukuran pH dan suhu selama 1
bulan, terdapat hasil akhir seperti pada tabel diatas. Nilai pH cenderung
mengalami peningkatan tiap minggu. Dengan nilai tertinggi dihasilkan
dari formula B replikasi ketiga yaitu 6,99 sedangkan nilai terendah dari
replikasi pertama yaitu 6,74. Untuk hasil rata-rata diperoleh formula A
6,85 dan formula B 6,83. Namun secara umum, nilai pH telah memenuhi
persyaratan.

Untuk hasil pengukuran suhu, menunjukan hasil yang relatif stabil.


Terjadi kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan tiap
minggunya. Hasil tertinggi pada formula B replikasi pertama 28,8 o C, dan
hasil terendah pada formula A yaitu 28,8o C.

Tabel IV.7 Grafik Nilai pH Selama 1 Bulan

Grafik Rekapitulasi Nilai pH


6.94 6.95
6.91 6.91
6.87
6.85
6.82 6.82 6.83 6.82
6.81 6.8 6.8 6.8
6.79
6.75
6.74
6.73 6.72
6.7
6.69 6.68

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

A1 A2 A3 B1 B2 B3

Nilai pH selama satu bulan cenderung mengalami peningkatan. Baik untuk


formula A maupun formula B. Dengan hasil terendah pada minggu pertama
adalah formula B replikasi 3 yaitu 6,69 sedangkan yang tertinggi adalah formula
A replikasi 1 yaitu 6,82. Namun semua sampel mengalami relatif kenaikan sampai
pada minggu ke-4 dengan hasil yang terendah adalah formula B replikasi 1 yaitu

40
sebesar 6,8 dan yang tertinggi mencapai 6,95 untuk sampel dari replikasi 3
formula A.

Tabel IV.8 Grafik Nilai Suhu Selama 1 Bulan

Grafik Rekapitulasi Nilai Suhu

30

29 29

28 28 28

27 27 27

26

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

A1 A2 A3 B1 B2 B3

Nilai suhu selama satu bulan cenderung stabil, namun tetap terjadi
kenaikan dan penurunan namun tidak terlalu signifikan. Baik untuk kedua
formula tersebut.

41
42
C. Analisis Hasil Penelitian
Tabel IV.9 Hasil Pengukuran Kimia (N+P2O5+K2O dan C-Organik) dan Pengukuran Fisik

Formula

A B Standart
Kepmentan No
Parameter
261/KPTS/SR.
310/M/4/2019
I II III Rata-rata I II III Rata-rata

N+P2O5+K2O (%) 0,37814 0,60524 0,59187 0,525 0,87831 0,7063 0,786 0,79 2 – 6 (%)

C-Organik 18,59 16,84 17,76 17,7 14,23 14,29 11,74 13,42 > 10

pH 6,83 6,84 6,90 6,85 6,74 6,75 6,99 6,82 4–9

Suhu 27,5 27,5 27,5 27,5 28,8 28,3 28,3 28,4

43
1. Kandungan Nitrogen + Fosfor + Kalium (N+P2O5+K2O) Pupuk
Organik Cair (POC)
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan nitrogen + fosfor +
kalium pupuk organik cair yang telah difermentasi selama 28 hari,
kandungannya belum ada yang memenuhi syarat Kepmentan No
261/KPTS/SR.310/M/4/2019 yakni 2-6 %. Jika dibandingkan antara
kedua formula, A dan B hasil yang lebih baik kandungan kimia
tersebut adalah formula B dengan variasinya adalah effluent biogas 1
liter, urin sapi 1 liter, dan urin kelinci 2 liter. Terdapat 3 replikasi tiap
formulanya, dengan hasil terbaik adalah replikasi pertama.
2. Kandungan C-Organik Pupuk Organik Cair (POC)
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan C-Organik pupuk
organik cair yang telah difermentasi selama 28 hari, kandungannya
sudah memenuhi syarat Kepmentan No 261/KPTS/SR.310/M/4/2019
yakni > 10. Jika dibandingkan antara kedua formula, A dan B hasil
yang lebih baik kandungan kimia tersebut adalah formula A dengan
variasinya adalah effluent biogas 1 liter, urin sapi 1 liter, dan urin
kelinci 1 liter. Terdapat 3 replikasi tiap formulanya, dengan hasil
terbaik dari replikasi pertama.
3. Kandungan pH Pupuk Organik Cair (POC)
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan pH pupuk organik
cair yang telah difermentasi selama 28 hari, kandungannya sudah
memenuhi syarat Kepmentan No 261/KPTS/SR.310/M/4/2019 yakni
4-9. Jika dibandingkan antara kedua formula, A dan B hasil yang lebih
baik kandungan kimia tersebut adalah formula A dengan variasinya
adalah effluent biogas 1 liter, urin sapi 1 liter, dan urin kelinci 1 liter.
Terdapat 3 replikasi tiap formulanya, dengan hasil terbaik dari
replikasi pertama. Sedangkan secara umum, kandungan pH seluruh
sampel mengalami kenaikan berbanding lurus dengan luruh dengan
lama proses fermentasi.

44
4. Kandungan Suhu Pupuk Organik Cair (POC)
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan suhu pupuk organik
cair yang telah difermentasi selama 28 hari menunjukan hasil yang
tidak stabil. Ada yang mengalami penurunan, kenaikan, bahkan stabil.
Sehingga sudah bisa dipastikan bahwa hasil pengukuran suhu
tergantung dengan kondisi lingkungan tempat sampel berada, yang itu
artinya waktu pengecekan sampel mempengaruhi hasil sampel
terutama suhu.

45
BAB V
HASIL PEMBAHASAN

A. Hasil Pengukuran Kimia


1. Kandungan N+P2O5+K2O
Kandungan N+P2O5+K2O untuk semua sampel belum memenuhi
persyaratan Kepmentan RI No261/KP/TS/SR.310/M/4/2019 (Kepmentan
261/ 2019). Berdasarkan Tabel IV.9 kandungan parameter hara makro ini
masih di angka < 1%. Padahal standart normalnya adalah rentangan 2% -
6%. Pengujian dilakukan di Laboratorium Sentral Universitas
Muhammadiyah Malang. Untuk pengujian nilai N menggunakan metode
semi micro kjeldahl dengan mengacu pada AOAC 2016, 2.4.10 892.01.
Untuk pengujian fosfor dengan menggunakan metode specktofotometri
dengan mengacu pada pengembangan lab. Sedangkan untuk unsur
kalium dengan menggunakan metode specktofotometri dengan mengacu
pada pengembangan lab.
Padahal jika kita melihat kepada kandungan dari semua bahan,
seluruh bahan sudah memenuhi standart peraturan. Mulai dari urin sapi
yang mengandung N 2 %. P2O5 2,4 %. dan K2O 3,8 %. Sehingga totalnya
adalah 8,2 %. Lalu urin kelinci mengandung N 2,2 %. P 2O5 2,3 %. dan
K2O 4 %. Sehingga totalnya adalah 8 %. Lalu effluent biogas
mengandung N 1 %. P2O5 0,02 %. dan K2O 1,08 %. Sehingga totalnya
adalah 2,1 %. Lalu untuk rendaman sabut kelapa mengandung N 2,7 %.
P2O5 2,4 %. dan K2O 3,8 %. Sehingga totalnya adalah 8,9 %. Tentunya
hal ini menjadi suatu hal yang harus dipecahkan. Justru ketika semua
bahan tersebut digabungkan, menjadikan nilai kandungan hara makro
POC menjadi semakin rendah. Karena kandungan hara makro dibutuhkan
oleh tanaman. Berikut beberapa kandungan dari tiap unsur menurut
(Simanungkalit 2006), antara lain :
a. Nitrogen
1) Merupakan unsur hara makro, dan mutlak dibutuhkan oleh
tanaman.

46
2) Merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman secara keseluruhan,
khususnya pertumbuhan akar, batang dan daun.
3) Berperan dalam pembentukan zat hijau daun (klorofil) yang
sangat penting untuk melakukan proses fotosintesis.
4) Berperan dalam pembentukan protein, lemak dan berbagai
persenyawaan organik lainnya.
b. Fosfor
1) Berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar
benih dan tanaman muda.
2) Merupakan bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein
tertentu.
3) Membantu proses asimilasi dan pernapasan tanaman.
4) Mempercepat pembungaan dan pemasakan biji dan buah.
c. Kalium
1) Berfungsi membantu pembentukan protein dan karbohidrat
2) Memperkuat tanaman sehingga daun, bunga dan buah tidak
mudah rontok/gugur.
3) Salah satu sumber daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan
penyakit.
2. Kandungan C-Organik
Kandungan C-Organik merupakan salah satu unsur yang
terkandung di dalam POC dan unsur tersebut dibutuhkan oleh tanah.
Menurut Miftakhul (2017) di dalam penelitian (Darma et al. 2020), C-
organik merupakan salah satu indikator penting bagi kualitas tanah
karena dapat memperbaiki sifat-sifat tanah. Menurut (Arisanti 2021)
dengan kondisi tanah yang kandungan C-oganik rendah maka pemberian
pupuk yang mempunyai C-Organik yang tinggi sebagai bentuk perbaikan
pada kondisi tanah yang miskin hara. Menurut (Siregar 2017) Kadar C-
Organik merupakan faktor penting penentu kualitas tanah mineral.
Semakin tinggi kadar C-Organik total maka kualitas tanah mineral
semakin baik. Bahan organik tanah sangat berperan dalam hal
memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologis tanah,

47
serta untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Bahan organik
itu sendiri merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan
tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi tanah.
B. Hasil Pengukuran dan Pengamatan Fisik
1. Derajat Keasaman (pH)
Berdasarkan tabel IV. 6, diketahui bahwa formula A yang terdiri
dari 3 replikasi dengan masing-masing bernilai replikasi 1 = 6.83,
replikasi 2= 6.84, dan replikasi 3=6.90. Jika dirata-rata dari ketiga
replikasi tersebut, nilai pH dari formula A mencapai 6.85. Sedangkan
untuk formula B nilai pH pada tiap replikasinya antara lain, replikasi
1=6.74, replikasi 2=6.75, dan replikasi 3=6.99. Dengan nilai rata-rata pH
untuk formula B adalah 6.82. Jika dibandingkan antara kedua formula
yaitu A dan B, lebih tinggi nilai pH formula A, hanya berselisih 0,03. Hal
tersebut tentunya tidak menjadi suatu permasalahan, karena kedua
formula telah memenuhi persyaratan Kepmentan RI
No261/KP/TS/SR.310/M/4/2019 (Kepmentan 261/ 2019), dengan
rentangan kandungan standart pH adalah 4-9.
Bahkan nilai pH sejak minggu pertama sampai dengan minggu
keempat nilainya relatif stabil dengan cenderung meningkat, serta sudah
memenuhi persyaratan undang-undang. Nilai pH pada pengomposan
pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Kenaikan karena terjadinya
penguraian protein menjadi ammonia (NH3). Perubahan pH kompos
berawal dari pH agak asam karena terbentuknya asam-asam organik
sederhana, kemudian pH meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibat
terurainya protein dan terjadinya pelepasan ammonia (Supadma, 2008) di
dalam penelitian (Budi Nining Widarti, Wardah Kusuma Wardhini 2015).
pH pada masing-masing komposter disebabkan Kondisi asam
tersebut dikarenakan terjadi pembentukan asam-asam organik (STP, 2015
dalam Nurdini et al, 2016)). Kondisi asam menyebabkan pertumbuhan
jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan pupuk.
(Isroi et al, 2009 dalam Nurdini et al, 2016). pH merupakan faktor
penting karena berpengaruh terhadap ketersediaan mineral yang

48
dibutuhkan oleh tumbuhan dan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme didalam media penguraian bahan organik
(Campbell & Reece, 2008 dalam Siregar et al, 2016). Peningkatan dan
penurunan pH menandakan adanya aktivitas penguraian bahan organik
oleh mikroorganisme. pH asam cocok untuk pertumbuhan mikroba
pengurai dalam mendegradasi bahan-bahan organik (Firdaus, 2011 dalam
Prahesti & Dwipayanti, 2011). Menurut Suriawiria et al (2003) dalam
Siregar et al (2016) bahwa penguraian bahan organik karena adanya
aktivitas bakteri asam laktat yang menghasilkan asam seperti asam laktat
dan asetat. Asam-asam organik diperoleh dari penguraian karbohidrat,
protein, dan lemak.
2. Suhu
Berdasarkan Tabel IV.6 hasil pengukuran suhu relatif stabil,
terkadang turun dan juga sebaliknya. Semua sampel nilainya hampir
sama dan tidak ada perubahan yang terlalu signifikan. Suhu juga tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor internal yang ada di dalam tabung
fermentasi, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu
kondisi lingkungan disekitar tabung fermentasi. Telebih lagi,
Laboratorium Lapangan Prodi Sanitasi Kampus Magetan bermodel
outdoor, sehingga terjadi kontak secara langsung dengan sinar matahari,
angin, dan hujan.
C. Proses Fermentasi
Proses fermentasi pupuk oragnik cair yang diteliti ini berlangsung
selama 28 hari dengan metode anaerob. Fermentasi anaerob merupakan
proses fermentasi yang dalam masa inkubasinya tidak memerlukan oksigen.
Fermentasi telah banyak digunakan oleh manusia sejak dulu, mulai dari
bidang industri hingga pertanian. Salah satu kemajuan yang dihasilkan dari
proses fermentasi anaerob adalah degredasi anaerob limbah yang dapat
sekaligus mendotoksifikasi cemaran berbahaya bagi lingkungan (Haroh et al.
2021).

49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kandungan N+P2O5+K2O pada pupuk organik cair formula A dengan
variasi effluent biogas, urin sapi, dan urin kelinci 1:1:2 yaitu replikasi 1
sebesar 0,37814 %, replikasi 2 sebesar 0,60524 %, dan replikasi 3
sebesar 0,59187 %. Sehingga rata-rata kandungan formula ini adalah
0,525 %. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan parameter kimia
tersebut belum memenuhi syarat berdasarkan Standart Kepmentan No
261/KPTS/SR.310/M/4/2019 yaitu 2 % - 6 %.
2. Kandungan N+P2O5+K2O pada pupuk organik cair formula B dengan
variasi effluent biogas, urin sapi, dan urin kelinci 1:1:1 yaitu replikasi 1
sebesar 0,87831 %, replikasi 2 sebesar 0,7063 %, dan replikasi 3 sebesar
0,786 %. Sehingga rata-rata kandungan formula ini adalah 0,79 %. Hal
ini menunjukkan bahwa kandungan parameter kimia tersebut belum
memenuhi syarat berdasarkan Standart Kepmentan No
261/KPTS/SR.310/M/4/2019 2 % - 6 %.
3. Kandungan C-Organik pada Pupuk Organik Cair (POC) formula A
dengan variasi effluent biogas, urin sapi, dan urin kelinci 1:1:2 yaitu
replikasi 1 sebesar 18,59 replikasi 2 sebesar 16,84 dan replikasi 3 sebesar
17,76. Sehingga rata-rata kandungan formula ini adalah 17,7. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan parameter kimia tersebut telah
memenuhi syarat berdasarkan Standart Kepmentan No
261/KPTS/SR.310/M/4/2019 yaitu >10.
4. Kandungan C-Organik pada Pupuk Organik Cair (POC) formula B
dengan variasi effluent biogas, urin sapi, dan urin kelinci 1:1:1 yaitu
replikasi 1 sebesar 14,23 replikasi 2 sebesar 14,29 dan replikasi 3 sebesar

50
11,74. Sehingga rata-rata kandungan formula ini adalah 13,42. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan parameter kimia tersebut telah
memenuhi syarat berdasarkan Standart Kepmentan No 261 / KPTS /
SR .310 / M /4/2019 yaitu >10.
5. Kandungan N+P2O5+K2O antara formula A dan B memiliki perbedaan
yang tidak terlalu signifikan. Lebih besar kandungan yang ada pada
formula B, yaitu 0,79 % dan sebesar 0,525 % untuk formula A, hanya
selisih 0,265. Hal ini menunjukkan urin kelinci mempengaruhi
kandungan yang ada pada POC variasi ini. Semakin banyak kuantitasnya
justru menurunkan kandungan parameter ini.
6. Kandungan C-Organik antara formula A dan B sudah memenuhi
persyaratan sesuai standart, hanya saja memiliki perbedaan yang cukup
jauh antara kedua kandungan ini. Hasil lebih besar formula A yaitu
sebesar 17,76 sedangkan formula B sebesar 13,42. Sehingga terjadi
selisih angka sebesar 4,34. Hal ini menunjukkan kandungan urin kelinci
yang lebih banyak menjadikan hasil C-Organik yang cukup besar.
B. Saran
1. Perlu diteliti lebih lanjut terkait dengan beberapa varian antara effluent
biogas, urin sapi, dan urin kelinci dengan tambahan rendaman sabut
kelapa. Dengan lebih banyak ragam variasi antara bahan-bahan tersebut.
2. Perlu diteliti lebih lanjut terkait dengan bahan selain effluent biogas, urin
sapi, urin kelinci dan sabut kelapa untuk meningkatkan kandungan
N+P2O5+K2O.
3. Perlu diteliti lebih lanjut untuk lebih dalam mengkaji lama proses
fermentasi untuk mendapatkan kandungan N+P2O5+K2O yang lebih
optimal.

51
DAFTAR PUSTAKA

Anik Waryanti, Sudarno dan Endro Sutrisno. 2013. “PUPUK CAIR DARI
LIMBAH AIR CUCIAN IKAN TERHADAP KUALITAS UNSUR HARA
MAKRO ( CNPK ) Studies on the effect of addition of Coconut Fiber on the
Making Of Liquid Fertilizer The wastewater derived from cleaning fishes
Against Quality Nutrients Macro ( CNPK ).” Jurnal Teknik Lingkungan 2(4):
1–7.
Arisanti, D. 2021. “Ketersediaan Nistrogen dan C-Organik Pupuk Kompos Asal
Kulit Pisang Goroho Melalui Optimalisasi Uji Kerja Kultur Bal.” Jurnal
Vokasi Sains dan Teknologi 1(1): 1–3.
Badan Pusat Statistik kabupaten Magetan. 2019. “Populasi Ternak Unggas dan
Kelinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Magetan, 2018.”
BPS. 2021. “Populasi Ternak Menurut Kecamatan dan Jenis Ternak di Kabupaten
Magetan.” Badan Pusat Statistik.
https://magetankab.bps.go.id/statictable/2021/10/22/968/populasi-ternak-
menurut-kecamatan-dan-jenis-ternak-di-kabupaten-magetan-ekor-2019-dan-
2020.html.
Budi Nining Widarti, Wardah Kusuma Wardhini, Edhi Sarwono. 2015. “Pengaruh
Rasio C/N Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis dan Kulit
Pisang.” Jurnal Integrasi Proses 5(2): 75–80.
Darma, Suria, Syamad Ramayana, Sadaruddin, dan Bambang Supriatno. 2020.
“Investigasi Kandungan C Organik, N, P, K dan C/N ratio Daun Tanaman
Buah Untuk Bahan Pupuk Organik.” Jurnal Agroekoteknologi Tropika
Lembab 3(1): 12–18.
Harahap, Rismayanti, Gusmeizal, dan Erwin Pane. 2020. “Effectivity of Cabbage
Compost – banana weevil liquid organic fertilizer Combination For Long
Bean Production.” Jurnal lmiah Pertanian (JIPERTA) 2(2): 135–43.
Haroh, Istik et al. 2021. “Dengan Metode Fermentasi Anaerob.”
Karamina, Hidayati, Edyson Indawan, Ariani Trisna Murti, dan Tri Mujoko. 2020.
“Respons pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun terhadap aplikasi pupuk
NPK dan pupuk organik cair kaya fosfat.” Kultivasi 19(2): 1150–55.
Kepmentan 261/. 2019. “Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik, Pupuk
Hayati, dan Pembenah Tanah.” Keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia No 261: 1–18.
52
http://psp.pertanian.go.id/index.php/page/publikasi/418.
Kusuma Pramushinta, Intan Ayu. 2018. “Pembuatan Pupuk Organik Cair Limbah
Kulit Nanas Dengan Enceng Gondok Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon
Esculentum L.) Dan Tanaman Cabai (Capsicum Annuum L.)Aureus.”
Journal of Pharmacy and Science 3(2): 37–40.
Marlina, dan Putri Wulandari. 2019. “Teknik Pemanfaatan Limbah Pucuk Daun
Tebu (Saccharum officinarum L.) untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair.”
Seminar Nasional Lahan Suboptimal: 430–35.
Novianto, Novianto, Iqbal Effendy, dan Aminurohman Aminurohman. 2020.
“Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica junceea L.)
Terhadap Pupuk Organik Cair Hasil Fermentasi Sabut Kelapa.” Agroteknika
3(1): 35–41.
Nurjannah, Nurjannah, Nurfajriani Arfah, dan Nur Fitriani. 2018. “Pembuatan
Pupuk Organik Cair Dari Limbah Biogas.” Journal Of Chemical Process
Engineering 3(1): 38.
Nursida, dan Yulianti. 2021. “Meminimalisir Penggunaan Pupuk Kcl Dengan
Subtitusi Pupuk Organik Cair (Poc) Sabut Kelapa Dalam Upaya
Menciptakan Pertanian Ramah Lingkungan Padabudidaya Jagung Manis.”
Jurnal Inovasi Penelitian 1(3): 1059–64.
Purnama, Asep. 2019. “PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN
PENDEKATAN TEKNIS DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN
SEPAK BOLA : Study Eksperimen pada siswa kelas V SDN 150 GATOT
SUBROTO.” : 23–31. http://repository.upi.edu/id/eprint/34894.
Rosniawaty, Santi, Rija Sudirja, dan H. Afrianto. 2015. “Pemanfaatan urin kelinci
dan urin sapi sebagai alternatif pupuk organik cairpada pembibitan kakao
(Theobroma cacao L.).” Kultivasi 14(1): 32–36.
Simanungkalit, Dkk. 2006. 7. Mikroorganisme Pelarut Fosfat.
Siregar, Budiman. 2017. “Analisa Kadar C-Organik dan Perbandingan C/N Tanah
di Lahan Tambak Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan.” Jurnal
Warta Edisi 53(1): 1–14.
Siti Mariyah Ulfa, Lukman Hakim, Sutrisno. 2018. “http://jiat.ub.ac.id.” : 708–12.
Sungkawa, Iman, Dukat, dan Arnadi. 2014. “Pengaruh Kombinasi Jenis dan
Kosentaris Pupuk Organik Cair (POC) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Jagung Manis (Zea mays Var saccharata Sturt).” Jurnal Agroswagati 2(2):
199–209.
Timur, Dinas Peternakan Provinsi Jawa. 2022. “// Dinas Peternakan Provinsi Jawa
Timur - Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur //.” Dinas Peternakan Jawa
Timur: 823. http://disnak.jatimprov.go.id/web/layananpublik/datastatistik.
Wijaya, Ray, M Damanik, dan Fauzi Fauzi. 2017. “Aplikasi Pupuk Organik Cair
53
Dari Sabut Kelapa Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan Dan
Serapan Kalium Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol
Kwala Bekala.” Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara 5(2):
249–55.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik_cair

Diakses pada Jam 09.30, Hari Senin, 25 April 2022

https://web.archive.org/web/20200201041303/https://
bbppbatu.bppsdmp.pertanian.go.id/pupuk-organik-cair/

Diakses pada Jam 09.45, Hari Senin, 25 April 2022

https://blog.ub.ac.id/yurike/2011/05/01/c-organik/

Diakses pada Jam 09.55, Hari Selasa, 26 April 2022

https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/52-unsur-hara-kebutuhan-
tanaman.html
Diakses pada Jam 09.00, Hari Kamis, 30 Juni 2022

https://hidroponiq.com/2014/10/dampak-dan-pengaruh-ph-terhadap-tanaman-dan-
nutrisi/
Diakses pada Jam 09.15, Hari Kamis, 30 Juni 2022

54
LAMPIRAN

Lampiran 1

Plan of Action (POA) Penelitian


No Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Konsultasi
Bab I
2. Konsultasi
Bab II
3. Konsultasi
Bab III
(Proposal)
4. Seminar
Proposal
5. Praktek
Kerja
Puskesmas
6. Praktek
Kerja
Industri
7. Revisi
Proposal

55
7. IPE

8. Penelitian

9. Mengirimka
n ke Lab
10 Konsultasi
Bab IV dan
V
11. Seminar
Hasil
12. Revisi
Seminar
Hasil
13. Pendaftaran
Uji
Kompetensi
13. Yudisium

14. Wisuda

56
Lampiran 2

Rencana Anggaran Biaya (RAB)

No Material Justifikasi Kuantitas Harga Biaya


Pemakaian Satuan
1. Print Proposal Seminar Proposal 700 Rp. 500 Rp. 350.000,00
dan sidang tugas lembar
akhir
2. Transport Pengambilan 15 liter Rp. 10.000 Rp. 150.000,00
Bahan Baku POC

3. Paket Data Penyusunan 20 gb Rp. 4.000 Rp. 80.000,00


Proposal
4. Biaya Lab 6 sampel Rp. Rp. 1.500.000,00
Pemeriksaan
250.000
Kandungan N, P,
dan K
5. Paralon 4 dim 2 biji Rp 75.000 Rp 150.000
Tabung
fermentasi
6. Kran 6 buah Rp. 5000 Rp. 30.000
Saluran
Pengambilan
POC
7. Bahan-Bahan Pembelian Bahan 1 paket Rp. Rp. 150.000,00
Baku Pembuatan 150.000
8. Lain-lain Rp. 150.000,00
Total Anggaran Rp. 2.560.000,00

57
Lampiran 3

Hasil Lab. Pengukuran NPK dan C-Organik

56
Lampiran 4

Dokumentasi kegiatan

Gambar 1. Gambar 2. Pembagian Gambar 3. Tabung


Penimbangan terasi terasi Fermentasi

Gambar 4. Botol bekas Gambar 5. Tetes Gambar 6. Pemasangan


label

Gambar 7. Penambahan Gambar 8. Gelas ukur Gambar 9. Tabung


air kelapa fermentasi

57
Gambar 10. Gambar 11. Mesin Gambar 12. Memasukkan
Penimbangan sabut aerator bahan
kelapa

Gambar 13. Proses Gambar 14. Gambar 15. Bak aerasi dan
aerasi Penimbangan bekatul aerator

Gambar 16. Urin Gambar 17. Urin sapi, Gambar 18. Sabut kelapa
kelinci urin kelinci

58
Gambar 19. Instalasi Gambar 20. Gambar 21. Pengecekan
biogas di Desa Pengecekan pH tiap suhu tiap minggu
Puntukdoro minggu

Gambar 23. Sampel sampai di laboratorium dengan


Gambar 22. Pengiriman aman
sampel ke laboratorium

Gambar 24. Pengambilan effluent biogas di Desa Puntukdoro

59

Anda mungkin juga menyukai