Anda di halaman 1dari 77

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MITIGASI BENCANA

PADA WILAYAH RAWAN BENCANA DI DESA KUNJIR KECAMATAN


RAJABASA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Dakwah

Oleh:

Rida Sulistiani
NPM : 1741020101

Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1443 H/ 2022 M
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MITIGASI BENCANA
PADA WILAYAH RAWAN BENCANA DI DESA KUNJIR
KECAMATAN RAJABASA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Dakwah

Oleh:

Rida Sulistiani
NPM : 1741020101

Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam

Pembimbing I : Dr. M. Syaifuddin, M.Pd

Pembimbing II : Drs. Mansur Hidayat, M.Sos.I

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1443 H/2022 M
ABSTRAK

Pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana merupakan


upaya fasilitasi proses individu, keluarga dan masyarakat untuk
mengambil tanggung jawab atas diri, keluarga dan masyarakat dalam
pengurangan risiko bencana serta mengembangkan kemampuan untuk
berperan dalam upaya pengurangan risiko bencana bagi diri sendiri dan
masyaraat sehingga termotivasi untuk mengenali ancaman bencana dan
risikonya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
membangun kesadaran masyarakat dalam mitigasi bencana di Desa
Kunjir dan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakatm dalam
mitigasi bencana di Desa Kunjir. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan bagaimana membangun kesadaran masyarakat dalam
mitigasi bencana di Desa Kunjir serta untuk mendeskripsikan bagaimana
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mitigasi bencana di Desa
Kunjir. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif yaitu menggambarkan beberapa penemuan data yang
dirumuskan dalam bentuk kata-kata. Pengumpulan data diperoleh dari
wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk menentukan subjek
penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Adapun
partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 Orang yang berasal dari 5
orang masyarakat yang aktif dalam kegiatan mitigasi bencana dan 5 orang
anggota kelompok tanggap bencana di desa Kunjir. Hasil penelitian ini ini
menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana
dilakukan melalui : membangun kesadaran masyarakat dalam mitigasi
bencana yaitu upaya yang menekankan pada kegiatan sosialisasi untuk
memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai risiko bencana
dan penanggulannya. Dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
mitigasi bencana yaitu proses pemberian kapasitas kepada masyarakat
agar menjadi masyarakat yang berkualitas, mandiri serta memiliki
kemampuan dengan cara membentuk kelompom tanggap bencana
kemudian memberikan pelatihan pengelolaan kebencanan dan simulasi
bencana agar kemampuan dan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi
semakin tinggi. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa rendahnya
pengetahuan, kemampuan maupun kapasitas masyarakat desa kunjir
dalam mengelola bencana, menjadikan minimnya kesadaran serta
kemandirian masyarakat dalam meminimalisir dampak bencana tsunami.
Maka dari itu pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana sangat
penting bagi masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana
khususnya masyarakat desa Kunjir sebagai upaya berkelanjutan untuk
meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat dalam mitigasi
bencana sehingga tercipta masyarakat yang tangguh, siap siaga dalam
menghadapi bencana.
Kata Kunci : Pemberdayaan Masyarakata, Mitigasi Bencana

ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Rida Sulistiani

Npm : 1741020101

Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam

Fakultas : Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul


Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana pada
Wilayah Rawan Bencana di Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa
Kabupaten Lampung Selatan” adalah murni hasil pribadi tidak
mengandung plagiarisme dan tidak berisi materi yang
dipublikasikan atau tulis oleh orang lain. Kecuali bagian-bagian
tertentu yang penulis ambil sebagai acuan dan tata cara yang
benar secara ilmiah.

Dengan pernyataan ini saya buat, apabila kemudian hari


terdapat plagiarism, maka saya bersedia menerima yang benar
secara ilmiah.

Bandar Lampung, Maret 2022


Penulis,

Rida Sulistiani
1741020101

iii
MOTTO

َّ َ‫ص َٰلَ ِحهَا َو ۡٱد ُعىهُ َخ ۡى ٗفا َوطَ َمع ًۚا إِ َّن َر ۡح َمت‬
ِ‫ٱَّلل‬ ۡ
ِ ‫وا فِي ٱۡلَ ۡر‬
ۡ ِ‫ض بَ ۡع َد إ‬ ْ ‫َو ََل ت ُ ۡف ِس ُد‬
٦٥ َ‫يب ِّمهَ ۡٱل ُم ۡح ِسنِيه‬ ٞ ‫قَ ِر‬

Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,


sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan
rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik. “ (QS. Al-A’raf :56)

vi
PERSEMBAHAN

Dengan mengucap lafadz

ّ َٰ ‫بِس ِْم‬
ِ ‫ّللاِ الرَّحْ مَٰ ِه الر‬
‫َّحي ِْم‬
Berkat rahmat dan karunia Allah SWT, skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dengan rasa syukur dan bangga, saya
persembahkan karya ini kepada :

1. Ayahanda Ahmad Romli dan Ibunda Maria Ulfa yang


penulis sangat cintai dan banggakan, yang tiada hentinya
dalam berdoa dan tiada lelah dalam berusaha mendidik,
membesarkan dan mendukung penulis dengan penuh
kesabaran. Semoga Allah SWT membalasnya dengan
kebaikan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
2. Ketiga kakak penulis, Fatullah, Saefullah (alm) dan
Fahromi yang sangat penulis sayangi, terimakasih atas
semangat, motivasi dan dukungan moril yang telah
diberikan, semoga Allah SWT memberikan kemudahan
disetiap langkah mu.
3. Sahabat seperjuangan dan sepenanggungan Shinta Nuriya,
Puji Astuti, dan Umi Alviyah yang telah banyak
membantu, memotivasi dan mendoakan hingga skripsi ini
selesai.
4. Teman-teman jrusan PMI angkatan 2017, terkhusus Kelas
D yang saling berjuang dan menyemangati demi
menyelesaikan pendidikan, serta selalu berbagi informasi
terkait semua kegiatan perkuliahan.
5. Almamaterku tercinta Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung.

vii
RIWAYAT HIDUP

ّ َٰ ‫ِبس ِْم‬
ِ ‫ّللاِ الرَّحْ مَٰ ِه الر‬
‫َّحي ِْم‬
Rida Sulistiani, di lahirkan di Waymuli pada 12 Februari
1999, anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak
Ahmad Romli dan Ibu Maria Ulfa. Penulis tinggal di Desa
waymuli, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung.
Riwayat pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Negeri
SDN 1 Negeri Waymuli Kec. Rajabasa Kabupaten Lampung
Selatan lulus pada tahun 2011, kemudian melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Madrasah
Tsanawiyah Al-khairiyah Waymuli Kec. Rajabasa kab..
Lampung Selatan lulus pada tahun 2014, Setelah lulus
kemudian melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di
SMA N 1 Rajabasa mengambil jurusan IPS Dan lulus pada
tahun 2017.
Hingga sampai saat ini, penulis bersyukur kepada Allah
SWT dan berterima kasih kepada orang tua, sehingga
melanjutkan Pendidikan Strata (S1) Program Studi
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Raden intan Lampung .
Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar,
berusaha dan berdo’a untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1
(S1), penulis berhasil menyelesaikan program studi yang
ditekuni pada tahun 2022, dengan judul skripsi “Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana pada Wilayah Rawan
Bencana di Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa Kabupaten
Lampung Selatan”.
Semoga dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu
memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan dan
menambah khazanah ilmu pengetahuan serta bermanfaat dan
berguna bagi sesama.

viii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, puji syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpah taufik serta hidayah-Nya berupa ilmu pengetahuan,
petunjuk, kesehatan, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana
pada Wilayah Rawan Bencana di Desa Kunjir Kecamatan
Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan”.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW dan juga keluarga, sahabat, serta para
umat yang senantiasa istiqomah berada dijalan-Nya.
Skripsi ini merupakan bagian dan persyaratan untuk
menyelesaikan studi pendidikan program Strata Satu (S1) di
Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Islam UIN Raden Intan
Lampung guna memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos). atas
terselesaikannya skripsi ini tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang turut
berperan dalam proses penyelesaiannya. Secara rinci penulis
ungkapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Abdul Syukur, M.Ag Dekan Fakultas Dakwah
Dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung beserta
jajarannya.
2. Bapak Drs. Mansur Hidayat, M.Sos.I Selaku Ketua Program
Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) serta
Bapak H. Zamhariri, S.Ag, M.Sos.I, Selaku Sekretaris
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas
Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung.
3. Bapak Dr. M. Syaifuddin, M.Pd, dan Bapak Drs. Mansur
Hidayat, M.Sos.I, Sebagai pembimbing I dan pembimbing II
yang telah membimbing serta mengarahkan dalam
penyelesaiian skripsi ini.
4. Selaku Pegawai Akademik Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Raden Intan Lampung.

ix
5. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada para dosen
yang telah membantu dalam melakukan pencerahan,
mentransfer serta mentransformasi ilmu pengetahuannya.
Pegawai perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Raden Intan Lampung yang telah
memberikan data, referensi, dan lain-lain.
6. Pihak perpustakaan pusat UIN Raden Intan Lampung dan
perpustakaan Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi yang
telah menyediakan referensi buku untuk menyelesaikan
skripsi ini.
7. Bapak Kepala Desa dan Bapak Sekretaris Desa Kunjir
beserta jajarannya yang telah memberikan informasi, data,
dan lain-lain.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril,
materil maupun spiritual sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga bantuan dan jerih payah
semua pihak menjadi satu catatan amal baik disisi Allah
SWT, Aamiin ya robbal’ alamin.

Penulis menyadari bahwa bahwa skripsi ini belum


sempurna, karna tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang
sempurna. Begitu juga dengan penulis hanya manusia biasa, dan
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis. Aamiin yarobal’alamin.

Bandar Lampung, Maret 2022

Rida Sulistiani
17410201

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................ i


ABSTRAK ........................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... iv
KEASLIAN SKRIPSI ...................................................................... v
MOTTO ............................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ............................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiv

BAB I : PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul .................................................................... 1
B. Latar Belakang Masalah ......................................................... 3
C. Fokus Penelitian ..................................................................... 15
D. Rumusan Masalah .................................................................. 15
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 16
F. Manfaat Penelitian .................................................................. 16
G. Metode Penelitian ................................................................... 16
H. Tinjuan Pustaka ...................................................................... 26

BAB II PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


MITIGASI BENCANA
A. Pemberdayaan Masyarakat
1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat.................................. 29
2. Tujuan Pemberdayaan ...................................................... 32
3. Tahapan Pemberdayaan ................................................... 34
4. Pemberdayaan sebagai Proses Bina Masyarakat .............. 36
B. Mitigasi Bencana
1. Definisi Mitigasi Bencana ................................................ 38
2. Unsur-unsur Mitigasi Bencana ......................................... 42
3. Urgensi Mitigasi Bencana ................................................ 43
4. Mitigasi Bencana Tsunami ............................................... 46
5. Peran Modal Sosial dalam Mitigasi Bencana ................... 50
C. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana....... 54

xi
BAB III GAMBARAN UMUM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DALAM MITIGASI BENCANA DI
DESA KUNJIR
A. Gambaran Umum Desa Kunjir
1. Sejarah Desa Kunjir ......................................................... 59
2. Monografi Desa Kunjir .................................................... 61
a. Letak dan Luas Wilayah ............................................ 61
b. Kondisi Demografis................................................... 62
c. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ......................... 64
d. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ........................... 66
e. Kondisi Sosial Agama Masyarakat ............................ 68

B. Pemberdayaan Masyarakat Pada Mitigasi Bencana di


Desa Kunjir
1. Membangun Kesadaran Masyarakat dalam Mitigasi
bencana ........................................................................... 70
2. Peningkatan Kapasitas Masyarakat untuk Mitigasi
Bencana .......................................................................... 81
a. Pembentukan Kelompok Masyarakat Tanggap
Bencana .................................................................... 81
b. Pelaksanaan Pelatihan ............................................... 84
c. Simulasi Bencana ..................................................... 89

BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


MITIGASI BENCANA DI DESA KUNJIR
A. Membangun Kesadaran Masyarakat dalam
Mitigasi Bencana ......................................................... 93
B. Peningkatan Kapasitas Masyarakat untuk
Mitigasi Bencana di Desa Kunjir................................ 99

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 105
B. Saran ..................................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

1.Aparatur Pemerintahan Desa Kunjir dan BPD ................................. 61


2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ............................................... 62
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................ 63
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .......................... 64
5. Data Kepemilikan Hewan................................................................ 66
6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku ............................................... 68
7. Sarana dan Prasarana Desa Kunjir ................................................... 69
8. Rekapitulasi Korban Akibat Bencana Tsunami Selat Sunda 2018
di Kab. Lampung Selatan ................................................................ 71

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Pedoman wawancara ................................................. 117


2. Lampiran 2 Transkripsi Wawancara ............................................ 120
3. Lampiran 3 Surat Izin /Keterangan Telah Melakukan
Penelitian ..................................................................................... 128
4. Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian ............................................. 129

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul
Sebagai langkah awal penulisan judul agar tidak terjadi
kesalahan yang menyebabkan kurang terarahnya suatu penelitian,
maka terlebih dahulu perlu diadakan penegasan judul. Adapun
judul yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah :
Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana pada Wilayah
Rawan Bencana di Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa Kabupaten
Lampung Selatan. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
Secara etimologi, pemberdayaan berasal dari kata
„berdaya‟ yang mengandung makna “berkemampuan, bertenaga,
berkekuatan”, kata „daya‟ sendiri bermakna “kesanggupan untuk
berbuat, kesanggupan untuk melakukan kegiatan.”1
Secara koseptual, pemberdayaan masyarakat
(empowerment) berasala dari kata power (kekuasaan atau
keberdayaan). Berupa sebuah proses dimana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan
mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian sera lembaga-lembaga
yang mempengaruhi kehidupannya, agar masyarakat (individu
atau kelompok) dapat memperoleh ketrampilan,pengetahuan,dan
kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain. 2 Pemberdayaan masyarakat diartikan
sebagai suatu proses pembangunan manusia atau masyarakat
melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan
perilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat. 3
Berdasarkan beberapa definisi diatas, pemberdayaan bisa
dipahami sebagai proses memampukan masyarakat baik secara
fisik dan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat
itu sendiri, melalui peningkatan potensi yang dimiliki masyarakat.

1
Sabirin, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal, Ed:I, Cet1
(Banda Aceh: Arraniry Press dan Lembaga Naskah Aceh, 2012),h. 19.
2
Edi Suharto, Membangun Kesadaran Masyarakat Memberdayakan Rakyat,
(Bandung : PT.Refika Aditama. 2009) h. 57-60
3
M. Jakfar Puteh, dkk., Islam dan Pemberdayaan (Jakarta:PT. Reneka
Cipta,2000), 73.

1
2

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan


suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa
tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya.
Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang
mereka tidak menyadari atau daya tersebut masih belum diketahui
secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali dan kemudian
dikembangkan. Jika asumsi ini berkembang maka pemberdayaan
adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong,
memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Di samping
itu hendaknya pemberdayaan jangan menjebak masyarakat dalam
perangkap ketergantungan (charity), pemberdayaan sebaliknya
harus mengantarkan pada proses kemandirian. 4
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik,
sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran, dan peningkatan
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. 5
Menurut UU No 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 6 PP
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 6
Berdasarkan pengertian di atas, definisi operasional dari
mitigasi bencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
risiko dan dampak dari bencana baik sebelum maupun setelah
bencana memalui pemberian pengetahuan, penyadaran dan
kemandirian kepada masyarakat agar siap dan mampu
menghadapi bencana.
Wilayah rawan bencana adalah suatu daerah yang
memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan

4
Ibid, h. 76
5
Ari Sandhyavitri, Mitigasi Bencana Banjir dan Kebakaran, (Riau: UR
Press, 2015), h. 1
6
UU No 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 6 PP Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
3

teknologi yang untuk jangka waktu tertentu tidak dapat atau tidak
mampu mencegah, meredam, mencapai kesiapan, sehingga
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.7
Secara operasional wilayah rawan bencana merupakan
suatu daerah, ruang yang secara geografis memiliki potensi
terjadinya bencana karena terletak di daerah yang terindikasi
bencana.
Dari urain pendapat di atas, maksud dari pemberdayaan
masyarakat dalam mitigasi bencana dalam skripsi ini adalah upaya
yang dilakukan untuk untuk meminimalisir dampak bencana di
wilayah rawan bencaa melalui kegiatan membangun kesadaran
masarakat dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi
bencana.
Desa Kunjir merupakan desa yang berada di Kecamatan
Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan yang merupakan desa yang
terdampak parah bencana tsunami selat sunda 2018 lalu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka judul
penelitian ini ”Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi
Bencana pada Wilayah Rawan Bencana” adalah proses
memandirikan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana
melalui kegiatan penyadaran dan pengkatan kapasitas masyarakat
tentang mitigasi bencana hingga ketrampilan agar siap
menghadapi ancaman bencana.

B. Latar Belakang Masalah


Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah
rawan bencana. Posisinya yang terletak di garis Katulistiwa dan
berbentuk K epulauan menimbulkan potensi tinggi untuk berbagai
jenis bencana terkait hidrometeorologi. Pulau-pulau di Indonesia
terletak pada tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Australia,
lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia yang menyebabkan potensi

7
Linda Tondobala, Pemahaman Tentang Kawasan Rawan Bencana Dan
Tinjauan Terhadap Kebijakan Dan Peraturan Terkait, Jurnal Sabua Vol.3, No.1: 58-
63, Mei 2011, tersedia di http://www.sulutiptek.com/ diakses pada tanggal 4 Maret
2021 Pukul 20.15
4

tinggi terhadap terjadinya bencana gempabumi, tsunami, letusan


gunungapi dan gerakan tanah (tanah longsor). 8
Dalam kurun satu dekade terakhir, Indonesia juga telah
dilanda beberapa kali bencana tsunami dengan kerusakan dan
jumlah korban yang begitu banyak seperti peristiwa tsunami tahun
1992 di Flores, 1994 di Banyuwangi, 2004 di Aceh dan Nias,
tsunami di Pangandaran 2006, dan tsunami di Kepulauan
Mentawai 2010.9
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam, dan/atau
faktor non alam, maupun faktor manusia; sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Sedangkan Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
resiko (kemungkinan kejadian yang merugikan) akibat bencana
yang terjadi.10
Pengalaman menunjukkan, pada saat bencana melanda,
tata kehidupan yang sebelumnya normal, tenang, baik dan
harmonis, berubah mendadak menjadi tidak menentu dan tidak
lagi normal, karena terdampak oleh kerusakan fisik maupun non
fisik serta kemungkinan adanya sebagian dari masyarakat yang
harus pergi dan atau terpaksa pergi meninggalkan daerah asalnya
untuk menjadi pengungsi. Kondisi perubahan akibat bencana akan
menciptakan dan membuat tata kehidupan normal menjadi tidak
normal dan memunculkan kerentanan komunitas dalam berbagai
hal. Ketidak normalan dalam tata kehidupan masyarakat antara
lain dapat terjadi dalam berbagai aspek ; sosial, budaya, ekonomi,
keamanan dan mental phisikologis yang rentan, khususnya pada
masa darurat, saat transisi darurat dan pada masa pasca bencana.
Kehidupan tidak normal akibat dampak bencana tidak saja

8
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi, tersedia di
https://vsi.esdm.go.id/
diakses pada tanggal 4 Maret 2021 Pukul 20.15
9
Pusat Data, Informasi dan Humas BPBP 2019
10
Dwi Kristianto, Mitigasi Bencana (Debris) Dalam Perspektif Dinamika
Sosial Dan Budaya, ada di https://simantu.pu.go.id/, diakses pada tanggal 31 Januari
2021
5

melanda masyarakat terpapar secara perorangan, tetapi juga


melanda masyarakat secara komunal, fisik maupun non-fisik serta
merusak tata kelembagaan yang ada, baik lembaga publik maupun
ekonomi, seperti sarana prasarana layanan publik milik
pemerintah, pengusaha dan atau milik masyarakat serta pasar
sebagai lembaga ekonomi di daerah rawan bencana. 11
Jika kondisi ini terus berlanjut, tidak menutup
kemungkinan akan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin,
munculnya pengangguran, kegiatan pendidikan terganggu, tingkat
kesehatan masyarakat menurun, dan tingkat pendapatan menjadi
rendah. Jika kondisi di atas terus berlangsung dalam jangka
panjang, diduga akan menciptakan multiplier effect terhadap tata
kehidupan dan perekonomian masyarakat secara luas, yang
akhirnya akan mengganggu perekonomian dan pertumbuhan
ekonomi daerah, ekonomi wilayah dan perekonomian regional.
Melihat dari dampak bencana yang begitu berpengaruh
terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, masyarakat yang
berada diwilayah rawan bencana seharusnya sudah memiliki sikap
siap menghadapi bencana. Pada kenyataannya masyarakat banyak
yang menjadi korban, hal itu dikarenakan kurangnya ilmu tentang
mitigasi bencana yang dipahami masyarakat.
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, mengatakan bahwa
pengertian mitigasi dapat didefinisikan serangkaian upaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Secara Umum pengertian mitigasi adalah usaha
untuk mengurangi dan atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap
sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan
penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi.
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis
bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural
disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia
(man-made disaster).

11
Terdapat di epositori.uin-alauddin.ac.id diakses pada tanggal 4 Maret 2021
Pukul 20.17
6

Mitigasi merupakan berbagai tindakan aktif untuk


mencegah/ memperlambat terjadinya bencana sehingga risiko
bencana menjadi berkuruang. Sedangkan dalam UUD No. 24
tahun 2007 Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadpi
ancaman bencana. Tujuannya adalah Mengurangi risiko bencana
bagi penduduk dalam bentuk korban jiwa, kerugian ekonomi, dan
kerusakan sumber daya alam, Menjadi landasan perencanaan
bangunan, dan meningkatkan kepedulian masyarakat. 12
Kegiatan mitigasi bencana harus dilakukan pada saat 4
waktu: Sebelum terjadi bencana: mitigasi dan kesiapsiagaan Saat
terjadi bencana: perlindungan dan evakuasi korban ke tempat
yang lebih aman. Selain itu, pada saat terjadi bencana, harus
melakukan tanggap darurat bencana. Tepat setelah terjadi
bencana: pencarian dan penyelamatan korban Pasca bencana :
merupakan fase pemulihan dan rehabilitasi, baik secara fisik,
psikologis, dan sarana.
Selama ini penanganan bencana lebih banyak diutamakan
pada kegiatan tanggap darurat dan kegiatan pascabencana,
sedangkan kegiatan prabencana yang merupakan langkah untuk
mengantisipasi risiko bencana terjadinya bencana terkadang
dikesampingkan.
Beberapa kegiatan mitigasi bencana antara lain:
Pengenalan dan pemantauan risiko bencana, Perencanaan
penanggulangan bencana, Penerapan upaya fisik, non disik, dan
pengaturan penanggulangan bencana, Pemantauan pengelolaan
sumber daya. Masalah yang sering muncul dalam proses mitigasi
bencana adalah perencanaan penanggulan bencana yang belum
direalisasikan oleh Pemerintah secara luas bagi masyarakat yang
tinggal di wilayah rawan bencana.
Pemerintah Pusat selama ini hanya sebagai berperan
dalam mengatasi pasca bencana dengan memberikan rehabilitasi
dan pemulihan yang hal itu menjadikan masyarakat ketika
ternyata bencana benar-benar bergantung dari bantuan Pemerintah

12
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Kebencanaan, Pasal 1.
7

dan pihak-pihak lainnya. Padahal mitigasi bencana sebagai upaya


untuk mengurangi risiko akibat bencana harus di ketahui oleh
seluruh masyarakat baik yang berada di wilayah rawan bencana
atau tidak, karena Indonesia rawan bencana.
Pada daerah rawan bencana, diantaranya daerah-daerah
pinggir pantai yang rawan terjadi Tsunami masyarakatnya harus
memiliki kemampuan mitigasi bencana. Idealnya mereka punya
kesiapan menghadapi bencana itu dikemudian hari. Namun, pada
kenyataannya masyarakat tidak siap menghadapi bencana. Bukti
nyatanya adalah banyak korban yang meninggal, harta benda serta
fasilitas-fasilitas lainnya menjadi korban bencana, serta fenomena-
fenomena lain yang menandakan masyarakat tidak siap
menghadapi bencana.
Selama ini sudah biasa sesudah terjadi bencana, banyak
LSM, parpol atau yayasan sosial serta pihak pemerintah
berdatangan untuk membantu. Kalau ibarat penyakit, ini bersifat
kuratif (mengobati). Setahu saya selama ini belum ada yang
melakukan tindakan preventif (mencegah). LSM, parpol, yayasan
sosial serta pemerintah seharusnya bisa melakukan tindakan
preventif, misalnya : penduduk diarahkan untuk mengungsi
sebelum bencana datang, Mengajak penduduk untuk
menghijaukan lingkungan sekitar terkait bencana yang
diakibatkan penggundulan hutan..
Selama ini penanganan bencana juga lebih banyak
diutamakan pada kegiatan tanggap darurat dan kegiatan
pascabencana, sedangkan kegiatan prabencana yang merupakan
langkah untuk mengantisipasi risiko bencana terjadinya bencana
terkadang dikesampingkan. Lampung Selatan sebagai salah satu
daerah yang rawan terhadap bencana, mulai tahun 2011 sampai
saat ini telah berfokus pada kegiatan prabencana. Manajemen
prabencana yang sedang ditingkatkan di Lampung Selatan adalah
melibatkan masyarakat tidak sebatas subjek melainkan menjadi
objek dengan langkah pemberdayaan masyarakat yang juga
melibatkan komunitas di Lampung Selatan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam
kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari
8

perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain,


pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat
masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program
pemberian (charity). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun
kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih
baik secara berkesinambungan. Yang terpenting disini adalah
peningkatan partisipasi komunitas dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. 13
Pihak yang paling dirugikan dari masalah bencana adalah
masyarakat sehingga diperlukan keikutsertaan masyarakat untuk
mengatasinya. Pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana
merupakan strategi, upaya dan pendekatan untuk memandirikan
serta memampukan masyarakat agar memiliki kesadaran dan
pengetahuan mengenai mitigasi bencana melalui penguatan
kapasitas individu dan kelembagaan masyarakat.
Pemberdayaan ini adalah agar masyarakat dapat
memahami, mengetahui dan bersedia mengerjakan apa yang
seharusnya dapat dilaksanakan sendiri. Untuk kepentingan diri,
keluarga dan masyarakat pada situasi
darurat/bencana/pengungsian. Sehingga dapat menurunkan resiko
atau dampak situasi darurat, bencana dan pengungsuan melalui
penyiapan dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pada
tahap kesiapsiagaan.
Komunitas-komunitas memiliki pandangan bersama
bahwa pengelolaan risiko bencana harusnya menjadi perspektif
dasar dan salah satu penekanan utama dalam proses
pembangunan. Pandangan ini didasari pada falsafah dasar, bahwa
menciptakan keselarasan hidup manusia dengan lingkungan alam
merupakan suatu tanggung jawab dan keharusan untuk menjamin
keberlanjutan kehidupan. Selain itu mereka sudah sering
mengalami sejarah panjang dimana selalu menerima dampak

13
Hendro Wardhono, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Untuk
Ketangguhan Komunitas Pesisir,5 tersedia di http://repository.unitomo.ac.id/,
diakses pada tanggal 4 Maret 2021 Pukul 20.15
9

buruk dari eksploitasi lingkungan alam (SDA) yang ekstraktif-


destruktif.
Bencana merupakan hasil dari eksplotasi sumber daya
alam secara besar-besaran. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)
di Indonesia secara berlebihan berpotensi menimbulkan kerusakan
lingkungan yang lebih luas. Masyarakat sudah mengalami dampak
eksploitasi SDA sejak dahulu dikarenakan sikap rakus manusia
terhadap pemanfaatan hutan atau alam. Eksploitasi SDA itu bisa
dilakukan secara ekstraktif dan desdruktif. Usaha ekstraktif
adalah kegiatan yang berkaitan langsung dengan sumber daya
alam. Lebih tepatnya usaha ekstraktif ini adalah aktivitas yang
bertujuan untuk mengelola sumber daya alam yang ada di sekitar.
Dari kegiatan usaha ini diharapkan hasil yang diperoleh bisa
membuat produk yang nanti berguna untuk kehidupan sehari-hari
manusia. Sedangkan desdruktif lebih banyak ke pemusnahan
sumberdaya alam seperti pertambangan yang keduanya jika
dilakukan secara berlebihan bisa mengakibatkan bencana alam
yang berkepanjangan.
Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap bencana masih
rendah. Kejadian bencana yang berulang-ulang seharusnya
mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
kebencanaan.
Di Indonesia sebuah bencana lebih dianggap sebagai
takdir Tuhan, sehingga mereka akan pasrah dalam menghadapi
bencana. Pada kenyataanya, bencana bisa dicegah dan
kemunculannya bisa dideteksi melalui tanda-tanda. Perilaku untuk
mau belajar dan mampu mengenali tanda-tanda sebelum
terjadinya bencana, pencegahan dan tahu apa yang harus
dilakukan, serta bagaimana mengurangi resiko bencana yang
dimaksud dengan perilaku tanggap bencana. Apabila setiap orang
sudah menyadari akan resiko bencana dan berperilaku tanggap
bencana tentunya resiko sebuah bencana akan berkurang.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengurangan risiko
bencana bukan merupakan gerakan masyarakat yang bersifat aksi
kasuistik, temporer, reaktif dan fokus pada penanganan dampak
saja. Tetapi mendorong agar pengurangan risiko bencana
dijadikan sebagai kebijakan dasar dan strategi pembangunan,
10

artinya terintegrasi dalam setiap kebijakan dan perencanaan,


termasuk anggaran pembangunan pada semua level.14
Pemnberdayaan menjadi solusi alternatif dalam menangani
masalah kebencanaan untuk meningkatkan keberdayaan,
kemandirian dan kemampuan masyarakat dalam menangani
bencana, dan untuk bisa menolong diri sendiri dan orang lain
sehingga tidak selama bergantung pada uluran tangan Pemertintah
dan Relawan.
Desa kunjir adalah salah satu desa yang ada di berada di
kaki gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan. Karena
terletak di pinggir laut, desa Kunjir sangat rawan akan bencana.
Pada tanggal 22 Desember 2018, desa Kunjir terkena bencana
Tsunami yang menelan banyak korban sebanyak 24 korban jiwa.
Selain banyaknya korban yang meninggal, tsunami menyebabkan
rumah-rumah warga, sekolah dan tempat-tempat umum hancur.
Sebelum terjadinya bencana, desa Kunjir merupakan
salah satu desa dengan penuh pesona yang menarik wisatawan
untuk berkunjung menikmati keindahan pantai di sepanjang jalan.
Saat bencana datang masyarakat lupa bahwa bencana akan terus
mengancam kehidupan mereka. Maka dari itu pasca bencana,
masyarakat desa Kunjir berupaya bangkit kembali
mengembalikan kehidupan seperti sebelum bencana terjadi.
Menurut Bapak RioImanda Kepala Desa Kunjir,
bencana Tsunami yang terjadi dua tahun lalu adalah bencana yang
paling dahsyat dan tidak pernah dibayangkan oleh masyarakat
setempat. Bencana tsunami itu diakibatkan oleh longsornya anak
Gunung Krakatau. 15 Berdasarkan hasil penelitian, korban jiwa
akibat tsunami selat sunda tersebut merupakan masyarakat desa
Kunjir yang tinggal di sekitar pinggir pantai, masyarakat desa
Kunjir mengakui ketika terjadinya tsunami mereka belum siap
menghadapi bencana, sehingga banyak kehilangan benda-benda
berharga.16

14
Tersedia di https://mamujupos.com/pemberdayaan-masyarakat-dalam-
penanggulangan-bencana, diakses pada tanggal 4 Maret 2021 Pukul 21.00
15
Rio Imanda Kepala Desa Kunjir, Interview 22 Desember 2020
16
Hasil Interview 22 Desember 2020
11

Pasca terjadinya tsunami, kegiatan-kegiatan penyuluhan


mengenai kebencanaan sering dilakukan oleh para relawan
bencana. Untuk saat ini, masyarakat Kunjir pasca tsunami masih
dalam pengawasan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Lampung Selatan, yang aktif dalam
menanggulangi bencana BPBD melakukan kegiatan mitigasi
bencana baik berupa kegiatan mitigasi dalam bentuk struktural
dan non struktural. Kegiatan Mitigasi Bencana Non Struktural
yang sudah dilakukan seperti pelatihan tanggap bencana, ,
sosialisasi di setiap desa khususnya di desa Kunjir, pembentukan
peta lokasi daerah rawan bencana sampai pelatihan tim evakuasi
bencana, pembekalan dasar dalam upaya menyadarkan mereka
tinggal di daerah yang rawan bencana, pembentukan tim PRB
(Pengurangan Resiko Bencana) di masing-masing desa dan
pembentukan desa tangguh bencana yang merupakan salah satu
program Pemerintah dan BNPB. Sedangkan kegiatan mitigasi
struktural yang telah dilakukan merliputi pembangunan tanggul-
tanggul di daerah rawan longsor, penanaman pohon keras,
relokasi dan lainnya. 17
Pemerintah memberikan bantuan hunian sementara dan
memberi peringatan kepada masyarakat untuk tidak mendirikan
hunian dipinggir pantai. Namun masih banyak masyarakat yang
masih bersikeras mendirikan kembali rumahnya dan kurang
bersedia tinggal di penghunian sementara. Ketidaksiapan
masyarakat Kunjir menghadapi bencana dapat dilihat dari sulitnya
masyarakat mengambil keputusan untuk tinggal di rumah hunian
sementara dan bersikeras mendirikan kembali rumah di pinggir-
pinggir laut, dikarenakan pola pikir masyarakat yang menganggap
bahwa bencana adalah takdir dan harus dihadapi pada saat itu
juga. Hal itu merupakan salah satu bukti kurangnya perilaku
tanggap bencana. Padahal jika setiap individu mengetahui tanda-
tanda bencana, kerusakan dan resiko bencana berkurang, sehingga
hidup mereka lebih tenang. 18

17
Interview dan Observasi pra Penelitian, 22 Desember 2020
18
Interview dan Observasi pra Penelitian, 22 Desember 2020
12

Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau


mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Berdasarkan
batasan ini maka mitigasi bencana dimaksudkan bersifat
pencegahan sebelum terjadi. Mitigasi bencana terbagi menjadi 4
upaya dan pendekatan antara lain : 19
1. Pendekatan Teknis, untuk mengurangi bencana contoh : 1.
Membuat rancangan/desain yang kokoh dari bangunan shg
tahan trhadap gempa 2. Membuat material yang tahan trhadap
bencana 3. Membuat rancangan teknis pengaman (tanggul
banjir, tanggul lumpur, tanggul tangki)
2. Pendekatan Manusia, untuk membentuk manusia paham dan
sadar tentang bahaya bencana. Perilaku dan cara hidup manusia
harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan potensi bencana.
3. Pendekatan Administratif, melalui :Penyusunan tata ruang&tata
lahan yg memprhitungkan aspek risiko bencana, Sistem
perijinan dg memasukkan aspek analisa risiko bencana,
Mengembangkan program pembinaan dan pelatihan bencana di
seluruh tingkat masyarakat dan lembaga pendidikan,
Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap
darurat di setiap organisasi (pemerintah, industri berisiko
tinggi)
4. Pendekatan Kultural, ada anggapan bencana adalah takdir
sehingga harus diterima apa adanya. Serta Pemerintah
mengembangkan budaya dan tradisi lokal untuk membangun
kesadaran akan bencana.
Keberhasilan penanganan bencana alam tidak akan dapat
terwujud apabila masyarakat memiliki kemampuan dalam
mengelola bencana secara optimal. Artinya, masyarakat merupakan
pelaku utama dalam penanganan bencana bukan semata menjadi
kewajiban dan tugas pihak luar. Masyarakat dipandang sebagai
subjek atau aktor yang dapat berperan serta dalam penanganan
bencana dengan memanfaatkan segala kapasitas yang

19
Nurjannah, dkk. Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 25
13

dimilikinya.20 Maka dari itu, pendekatan mitigasi bencana dalam


penelitian ini lebih berfokus pada pendekatan manusia, karna
masyarakat adalah objek utama dalam penanggulangan bencana.
Berbagai upaya mitigasi kebencanaan sudah pernah
dilakukan pemerintah untuk mengurangi resiko terjadinya banjir.
Baik yang dilakukan Pada pra-bencana banjir, saat bencana
maupun pasca bencana banjir, didalam rangka mencegah warga
terkena dampak bencana. Secara teknis, penanggulangan
kebencanaan ini, turut dibantu oleh kelompok sosial, kelompok
sosial.
Oleh karena itu, maka dibutuhkan suatu upaya sosialisasi
yang lain didalam masyarakat (society) melalui proses dielektika
dalam masyarakat setempat, melalui habitus (kebiasaan dan proses
sejarah) yang nantinya dapat terbangun alternatif sistem nilai
budaya (cultural-value system) dan ranah yang membentuk modal
sosial (social capital) yang berupa pemahaman dan kesiapsiagaan
mereka (masyarakat setempat) terhadap suatu fenomena (tsunami)
secara komprehensif.
Kehadiran modal sosial mampu menghasilkan manfaat
produktif bagi kehidupan. Modal sosial memberikan manfaat
ekonomi dan sosial baik terhadap individu-individu yang terlibat
maupun terhadap pihak lain seperti tumbuh solidaritas, kemudahan
akses informasi, difusi informasi, terbentuk masyarakat sivil, dan
kebersamaan dalam menyelesaikan tugas sosial. 21
Woolcock memberikan pemisahan yang berguna mengenai
bagaimana modal sosial berfungsi dalam kehidupan. Menurutnya,
modal sosial memiliki tiga fungsi, yaitu: (a) bonding, yaitu ikatan
antarindividu dalam situasi yang sama seperti keluarga dekat,
teman akrab, dan tetangga, (b) bridging meliputi ikatan yang lebih
longgar dari beberapa orang seperti teman jauh dan rekan sekerja,
dan (c) linking, yang berfungsi menjangkau orang-orang yang

20
Takeuchi, Y., Mulyasari, F., & Shaw, R. (2011). Roles of family and
community in disaster. In R. Shaw, K. Shiwaku, & Y. Takeuchi (Eds.), Disaster
education: Community, environment, and disaster management (Vol. 7, pp. 77-94).
Bingley: Emerald Group Publishing Limited.
21
Adler, P. S., & Kwon, S. (2000). Social capital: The good, the bad, and the
ugly. In E. Lesser (Ed.), Knowledge and social capital: Foundations and applications
(pp. 89-115). Boston, MA: ButterworthHeineman.
14

berbeda pada situasi yang berbeda seperti individu-individu di luar


komunitas yang dapat mendorong anggota komunitas
memanfaatkan banyak sumber daya dari luar komunitasnya. 22
Ironisnya adalah pemahaman terhadap peran strategis modal
sosial dalam upaya mengembangkan masyarakat sadar bencana
belum berkembang dalam kehidupan masyarakat. Beberapa faktor
penyebabnya yaitu pertama, potensi-potensi masyarakat
sebenarnya banyak tersimpan namun karena pendekatan
pengembangan masyarakat “top down” yang lebih memposisikan
pihak pemberi intervensi memiliki kewenangan lebih besar
dibanding ihak penerima intervensi yang dipandang kurang mampu
mengatasi masalah secara mandiri sehingga akhirnya mereka
dipandang perlu diberdayakan. Kedua, dalam tataran teknis
pengembangan masyarakat sadar bencana sudah banyak dilakukan
oleh berbagai pihak namun masih belum terbangun sinergitasnya
sehingga apa yang disebut dengan jaringan pemberdayaan belum
terbangun. 23Dan ketiga, secara empiric ditemukan kegiatan
pendidikan dalam rangka menciptakan manusia yang tanggap
bencana dominan difokuskan pada peningkatan kompetensi human
capital dalam kebencanaan seperti pelatihan penanganan korban
bencana, pelatihan trauma healing, diteksi awal bencana, pelatihan
evaluasi korban, dan dsb. dibanding dengan penguasaan atau
pengembangan kompetensi modal sosial. 24 Oleh karenanya,
diperlukan pengembangan kompetensi modal sosial bagi
masyarakat rawan bencana.
Modal sosial diperlukan bagi masyarakat desa Kunjir
dimana terbangunnya rasa komunikasi, kepercayaan yang tinggi
satu sama lain sebagai pendukung keberhasilan masyarakat dalam
menghadapi bencana alam. Sehingga menciptakan solidaritas,

22
Field, J. (2005). Social capital and life long learning. Brisboll: The Policy
Press.
23
Glichrist, A. (2009). The well-connected community: A networking
approach to community development. Bristol: The Policy Press.
24
Widodo, E., Widowati, A., & Suyoso, S. (2014). Model revitalisasi
sekolah terdampak erupsi merapi melalui pembuatan perangkat pembelajaran
inovatif berbahan dasar limbah anorganik. Cakrawala Pendidikan, 33(2), h. 277-285.
doi:10.21831/ cp.v2i2.2167.
15

gotomng royong dan pasrtispasi masyarakat dalam meminimalisir


dampak bencana tsunami.
Penelitian ini mengkhususkan proses membangun
kesadaran masyarakat yang dilihat yaitu dari segi pengetahuan,
sikap, dan perilaku masyarakat yang sesuai dengan lingkungan
dan potensi bencana. Serta pada peningkatan kapasitas
masyarakat agar menjadi masyarakat mandiri dalam menghadapi
bencana. Salah satu ketertarikan penulis mengangkat masalah
penelitian ini karena desa Kunjir menjadi salah satu desa korban
tsunami yang berkembang pesat secara ekonomi, dan perubahan
prilaku masyarakat yang lebih peduli dan saling gotong royong
membangun desa dan mencegah dampak bencana di kemudian
hari.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam mengenai pemberdayaan masyarakat
dalam mitigasi bencana di Desa Kunjir pasca Tsunami dengan
melakukan penelitian yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat
dalam Mitigasi Bencana pada Wilayah Rawan Bencana.

C. Fokus dan Sub Fokus Penelitian


Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis hasil
penelitian, maka penelitian ini difokuskan pada strategi
pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana. Sub fokus
dalam penelitian ini adalah :
1. Proses pemberian pengetahuan masyarakat dalam mitigasi
bencana
2. Peningkatakan kemampuan masyarakat dalam mitigasi bencana
D. Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang di atas, yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana membangun kesadaran masyarakat dalam mitigasi
bencana di Desa Kunjir?
2. Bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
mitigasi bencana di Desa Kunjir?
16

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana membangun kesadaran
masyarakat dalam mitigasi bencana di Desa Kunjir
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam mitigasi bencana di Desa Kunjir
F. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian
di atas, maka manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat berkontribusi
memberikan sumbangan pemikiran, pijakan dan referensi
pada penelitian-penelitian selanjutnya mengenai
pemberdayaan masyarakat pada mitigasi bencana.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini sebagai masukan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana
mengikuti rangkain kegiatan mitigasi bencana di wilayahnya
masing-masing.
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu
dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai
tujuan. Sedangkan penelitian adalah pemikiran yang sistematis
mengenai berbagai jenis masalah yang pemahamannya
memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta. Untuk
mendapatkan data yang diinginkan, agar dapat mendukung
kesempurnaan penelitian ini, penulis menggunakan metode
sebagai berikut :
1. Pendekatan dan Desain Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan perspektif
pendekatan kualitatif. Secara teminologis, penelitian
kualitatif menurut Bogdan dan Taylor merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
17

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan


pelaku yang dapat diamati. 25.
Dalam metode penelitian kualitatif ini sebagai
peneliti kita perlu mendengar pandangan partisipan dalam
studi, kita perlu menanyakan pertanyaan terbuka dan
umum dan mengumpulkan data di tempat partisipan
tinggal atau bekerja, penelitian memiliki peranan dalam
perubahan sosial yang lebih baik. Jadi dalam penelitian
menggunakan metode kualitatif ini lebih banyak
menggunakan data karena metode kualitatif ini adalah
metode yang modelnya menggumpulkan data, berbeda
dengan kuantitatif jika kuantitatif menggunakan angka
dalam model penelitiannya 26
Berdasarkan pengertian di atas, dalam
penelitian ini penulis menggunakan penelitian dalam
mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan
mitigasi bencana di Desa Kunjir.
b. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan desain
penelitian lapangan (field research), yaitu suatu penelitian
yang dilakukan dalam kancah yang sebenarnya.
Menurut Hadari Nawawi penelitian lapangan
(field research) adalah kegiatan penelitian yang dilakukan
di lingkungan masyarakat tertentu, baik di lembaga-
lembaga dan orgaisasi kemasyarakatan maupun lembaga-
lembaga Pemerintahan.Dengan kejelasan seluruh
penelitian lapangan diantara salah satunya adalah (field
research) atau penelitian lapangan yaitu suatu cara yang
dilakukan secara sistematis dan mendalam.27

25
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 4.
26
Ibid. h. 241
27
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 1998),h. 31
18

2. Waktu dan Tempat Penelitian


Pada penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian
di desa Kunjir Kecamatan Rabaja Kabupaten Lampung
Selatan yang merupakan salah satu desa yang terkena bencana
Tsunami tahun 2018 di Provinsi Lampung.
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2021.
3. Sumber Data
Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan
mengumpulkan berbagai sumber data yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat
data utama (primer) dan data pendukung (skunder).
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan
oleh peneliti dari sumber pertanyaan.28 Data skunder adalah
data yang sudah tersusun dan sudah dijadikan dalam bentuk
dokumen-dokumen.29 Data primer penulis dapatkan melalui
interasksi langsung dengan subjek penelitian yang telah
penulis tentukan. Sedangkan data sekunder penulis dapatkan
dari berbagai sumber baik via internet, dokumentasi kegiatan
pemberdayaan dan lainnya yang berhubungan dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini.
4. Partisipan Penelitian
Partisipan adalah semua orang atau manusia yang
berpatisipasi atau ikut serta dalam suatu kegiatan. Menurut
pandangan dari Sumarto partisipan yaitu : 30
“Pengambilan bagian atau keterlibatan orang atau
masyarakat dengan cara memberikan dukungan
(tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung
jawabnya terhadap setiap keputusan yang telah
diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan
bersama”.

28
Suryosubroto,Manajemen Pendidikan Sekolah,( Jakarta :PN Rineka
Cipta,2003),h.39
29
Ibid., h. 40
30
Sumarto dan Hetifah, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance 20
Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003), h. 17
19

Dapat disimpulkan bahwa partisipan adalah subjek


yang dilibatkan di didalam kegiatan mental dan emosi secara
fisik sebagai peserta dalam memberikan respon terhadap
kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar
serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab
atas keterlibatannya.
Ritchie dan Lewis menjelaskan bahwa dalam
penelitian kualitatif, peneliti menggunakan sampel yang
bersifat Non-probabilitas sampling, yaitu satuan-satuan atau
subjek terteliti dipilih secara cermat yang mencerminkan hal-
hal yang sangat penting terkait dengan karakteristiknya.
Individu atau subjek yang lebih dikenal dengan pasrtisipan
atau informan lebih di tentukan secara purposif.31
Maka dari itu, partisipan dalam penelitian ini adalah
masyarakat desa Kunjir yang kemudian penulis memilih
beberapa kriteria yang bisa dijadikan sampel penelitian.
Teknik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah
Purposive sampling.
Purposive sampling adalah tekhnik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. 32
Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan
peneliti menjelajahi objek / situasi sosial yang diteliti. Sampel
yang dipilih itu sesuatu dengan maksud penelitian yang
dilakukan.
Dalam penelitian ini peneliti melibatkan beberapa
pastisipan yaitu :
1. Masyarakat asli desa Kunjir
2. Masyarakat yang faham kondisi desa Kunjir
3. Masyarakat yang mengikuti kegiatan mitigasi bencana

31
Punaji Setyosari, Metodologi Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan(Jakarta : Prenadamedia Group, 2016) Cet Ke-5 , h. 71
32
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (bandung :Alfabeta Bandung,
2015), h. 298.
20

4. Anggota kelompok masyarakat yang terlibat dalam


kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi
bencana.
5. Anggota BPBD ( Badan Penanggulangan Bencana
Daerah) Lampung Selatan
Berdasarkan kriteria di atas, partisipan dalam
penelitian ini berjumlah 10 Orang yang berasal dari 5 orang
masyarakat yang aktif dalam kegiatan mitigasi bencana dan 5
orang anggota kelompok tanggap bencana di desa Kunjir.

5. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan
sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data
yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas
tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh
salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan
ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada
materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan
dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni
berupa data yang tidak credible, sehingga hasil penelitiannya
tidak bisa dipertanggung jawabkan. Hasil penelitian demikian
sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai dasar
pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik.
Maka dari itu, untuk mendapatkan data valid dan
akurat yang penulis butuhkan, teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan adalah :
1) Interview
Interview atau wawancara merupakan
percakapan yang diarahkan pada masalah tertentu.
Kegiatan ini merupakan proses tanya jawab secara lisan
dari dua orang atau lebih saling berhadapan secara fisik
(langsung). Oleh karena itu kualitas hasil wawancara
ditentukan oleh pewawancara, responden, pertanyaan dan
situasi wawancara.33

33
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset (Bandung: Mundur Maju,
1996), h. 32.
21

Dalam wawancara kualitatif, peneliti dapat


melakukan face to face interview (wawancara berhadap-
hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka
dengan telepon atau terlibat dalam focus group interview
(interview dalam kelompok tertentu) yang terdiri dari
enam sampai delapan partisipan per kelompok.
Adapun jenis wawancara yang peneliti gunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin,
yaitu kombinasi antara wawancara tak terpimpin dan
terpimpin. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi
yaitu pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah
yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara
berlangsung mengikuti situasi pewawancara harus pandai
mengarahkan yang diwawancarai apabila ternyata ia
menyimpang.34
Dalam wawancara, alat pengumpulan datanya
disebut pedoman wawancara. Suatu pedoman wawancara,
tentu saja harus benar-benar dapat dimengerti oleh
pengumpul data, sebab dialah yang akan menanyakan dan
menjelaskan kepada responden. Dengan wawancara ini
peneliti dapat mengetahui lebih lanjut mengenai informasi
yang sesungguhnya tidak tampak jika hanya dilakukan
observasi semata, dalam penelitian ini peneliti akan
mewawancarai yang ikut berperan didalamnya.
Teknik wawancara penulis gunakan untuk
mendapat data mengenai pemberdayaan masyarakat
dalam mitigasi bencana, metode dan pendekatan
pemberdayaan dalam mitigasi bencana di desa Kunjir.
Dimana penulis melakukan wawancara ke beberapa
masyarakat desa Kunjir yang menjadi korban bencana
Tsunami untuk mengetahui seberapa besar pengatahuan
masyarakat tentang mitigasi bencana dan beberapa
anggota kelompok masyarakat yang terlibat dalam

34
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1997), h. 85
22

kegiatan pemberdayaan dalam mitigasi bencana di Desa


Kunjir.
2) Observasi
Menurut Ahsannudin Mudi dalam Metode
observasi adalah proses pengumpulan informasi dengan
cara mengamati orang atau tempat di lokasi riset,
observasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
langsung dari objek penelitian, tidak hanya terbatas pada
pengamatan saja melainkan juga pencatatan guna
memperoeh data-data yang lebih konkret dan jelas.35
Metode pengumpulan data observasi yang
peneliti gunakan adalah observasi non partisipatif yakni
peneliti tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan
sehari–hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian, sambil
melakukan pengamatan peneliti ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh sumber data, dalam observasi partisipatif
data yang diperoleh akan lebih lengkap. 36
Teknik obeservasi peneliti gunakan sebagai
pendukung dari interview untuk mendapatkan data-data
hasil pengamatan penulis terkait kondisi masyarakat pasca
bencana, dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam mitigasi bencana di desa Kunjir.
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen tertulis, laporan dan
surat-surat resmi.37Data yang didapatkan bersumber dari
dokumentasi tertulis yang resmi sesuai dengan keperluan
penelitian agar data yang didapatkan valid, konkrit dan
obyektif.

35
Ahsannudin Mudi, Profesional Sosiologi, (Jakarta: Mendiatama, 2004),
h. 44.
36
Suharsimi arikunto, Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktek
(Jakarta : Rineka Cipta 1989) h. 80.
37
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metode Penelitian Sosial,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2001). H. 73
23

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang


sudah berlalu. Dokumen itu bisa berupa gambar, tulisan
atau karya-karya dari seseorang. Dokumen berupa gambar
bisa dalam bentuk foto-foto kegiatan, sketsa, dan lainnya.
Dokumen berupa tulisan bisa dalam bentuk sejarah, profil,
catatan harian, dan lainnya.
Sedangkan dokumen berupa karya dalam
bentuk kerya seni, buku-buku dan lain sebagainya yang
peneliti butuhkan sebagai penunjang data pelengkap
penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
teknik dokumentasi untuk data dokumenter kegiatan
pemberdayaan dalam mitigasi bencana berupa kondisi
desa Kunjir sebelum dan pasca bencana, kegiatan-
kegiatan mitigasi bencana serta dokumentasi lainnya yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Analisis secara kualitatif bersifat memaparkan secara
mendalam hasil riset melalui pendekatan bukan angka atau
nonstatistik.38 Data analisis kualitatif berarti menarik sebuah
makna, dari dimana interprestasi tersebut dapat di
pertanggung jawabkan ke ilmiahannya.39
Menurut Miles dan Huberman mengemukakan bahwa
aktivitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung terus-menerus sampai tuntas,
hingga datanya jenuh. Aktivitas tersebut adalah reduksi data
(data reduction), penyajian data (data display), dan
conclusion drawing/verification.40
a) Melakukan Reduksi Data
Reduksi Data adalah analisis data yang dilakukan
dengan memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Data yang

38
Istijanto, Aplikasi Praktis Riset Pemasaran (Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2005), h. 91.
39
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus groups sebagai
instrument penggalian data kualitatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2013), h.
336.
40
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,2007), h. 9
24

diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau


laporan yang terperinci.
Melakukan reduksi atau pemilihan pemangkasan
dan penyeleksian data, yang terkait dengan tujuan
penelitian dan pertanyaan penelitian. Data mentah yang
terkait dengan guidline, dipisahkan dengan data yang
tidak terkait dengan guideline.
b) Mendisplay Data
Setelah kumpulan data mentah yang terkait
dengan guideline sudah terkumpul, pada tahap selanjutnya
kembali melakukan pemilihan dari tema yang sudah ada,
melalui proses tahapan ini nantinya akan terlihat irisan
atau benang merah diri tema melalui sub tema.
c) Menarik Kesimpulan
Pada tahapan yang terakhir ini. Data yang sudah
di iris atau di tarik benang merahnya, yang perlu
disimpulkan adalah alasan mengapa benang merah
tersebut muncul, apa yang mendasari pemikiran pada
responden, sudut pandang apa yang mendasari pemikiran
tersebut dan lain sebagainya disesuaikan dengan tujuan
penelitian dan pertanyaan penelitian. Adapun data yang
dimaksud adalah peneliti lapangan telah mengumpulkan
informasi dalam bentuk catatan yang ditulis maupun
hanya sebagai memory atau bahkan rekaman audio
tentang peristiwa yang sedang penulis teliti.
Dalam menarik kesimpulan akhir penulis
menggunakan metode berfikir induktif. Penalaran induktif
(prosesnya disebut induksi) merupakan proses penalaran
untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku
untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat
umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus. 41
Metode ini penulis maksudkan untuk melihat
kondisinya atau fakta sejauh mana proses pemberdayaan

41
Afdhal Arman , Penalaran Ilmiah, Berfikir Deduktif, Berfikir Induktif,
2016, ada di https://afdhalarman.wordpress.com/
25

masyarakat dalam mitigasi bencana di desa Kunjir


Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
7. Verifikasi Data/ Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data,
penulis menggunakan tiga cara, yakni:
1. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. 42Hal ini dilakukan dengan cara
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara, membandingkan keadaan dan perspektif
seseorang dengan berbagai pendapat dan pendangan
orang lain dan membandingkan hasil wawancara
dengan isi dokumen yang berkaitan.
2. Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan
kredibilitas/ kepercayaan data. Dengan perpanjangan
pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan
sumber data yang ditemui maupun sumber data yang
lebih baru. Perpanjangan pengamatan berarti
hubungan antara peneliti dengan sumber akan
semakin terjalin, semakin akrab, semakin terbuka,
saling timbul kepercayaan, sehingga informasi yang
diperoleh semakin banyak dan lengkap. Perpanjangan
pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian
difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah
diperoleh. Data yang diperoleh setelah dicek kembali
ke lapangan benar atau tidak, ada perubahan atau
masih tetap. Setelah dicek kembali ke lapangan data
yang telah diperoleh sudah dapat
dipertanggungjawabkan/benar berarti kredibel, maka
perpanjangan pengamatan perlu diakhiri.
3. Diskusi dengan teman. Teknik ini dilakukan dengan
cara mendiskusikan dengan teman-teman dalam
bentuk diskusi analitik sehingga kekurangan dari

42
Lexy J. Moleong, Op.Cit. h.330
26

penelitian dapat segera disingkap dan diketahui agar


pengertian mendalam dapat segera ditelaah.
H. Kajian Pustaka
Sebagai bahan komparasi, peneliti akan melakukan
kajian terhadap beberapa hasil penelitian yang relevan dengan
judul skripsi yang peneliti buat, diantaranya secara ringkas
dalam tabel di bawah ini :
1. Penelitian Adi Sucipto tahun 2018 dengan judul
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana
Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd)
Kota Bandar Lampung Di Kelurahan Kota Karang
Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung,
dengan hasil penelitian pemberdayaan masyarakat dalam
mitigasi bencana yaitu melalui penyadaran dalam bentuk
sosialisasi, penguatan yaitu simulasi bencana, dan
pendayaan yang berupa desa tangguh bencana (destana)
guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang
kebencanaan masyarakat setempat. 43
Metode penelitian di atas sama dengan penelitian penulis,
namun tempat lokasi penelitian berbeda dan fokus
penelitian penulis adalah pada proses pemberdayaan pada
mitigasi bencana oleh masyarakat desa Kunjir Kecamatan
Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
2. Fitri Oknaini (2013) Pengurangan Risiko Bencana
Melalui Pengembangan Masyarakat Tangguh Bencana di
Desa Kepuharjo, dengan hasil penelitian bahwa
Program-program yang tepat untuk kawasan lereng
Merapi untuk membentuk masyarakat tangguh bencana.
44
Jika pada penelitian ini tujuannya untuk menganalisa

43
Adi Sucipto Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana
Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Kota Bandar Lampung Di
Kelurahan Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung,
skripsi 2018 tersedia di http://repository.radenintan.ac.id/ , diakses pada tanggal 18
Maret 2021 pukul 10.20
44
Fitri Oknaini, Pengurangan Risiko Bencana Melalui Pengembangan
Masyarakat Tangguh Bencana di Desa Kepuharjo, dengan hasil penelitian bahwa
Program-program yang tepat untuk kawasan lereng Merapi untuk membentuk
27

tingkat kerentanan risiko bencana dengan


mengembangkan desa tangguh, penulis mendeskripsikan
proses dari pemberdayaan masyarakt pada mitigasi
bencana.
3. Galih Sukmana Putra 2014, Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Mitigasi Bencana Alam Di Kabupaten Klaten,
dengan hasil penelitian bahwa pemberdayaan masyarakat
dalam penelitian ini menggunakan lima pendekatan (5P)
dari Suharto yaitu Pemungkinan, Penguatan,
Penyokongan, Plindungan, dan Pemeliharaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Pencapaian tujuan
pendekatan 5P melalui kegiatan pemberdayaan
masyarakat guna membentuk masyarakat siaga bencana
yang dilakukan di Klaten. 45
Perbedaannya penulis dalam mengumpulkan data hanya
menggunakan purposive sampling, sedangkan penelitian
Gali Sukmana mengkombinasikan purposive sampling
dan snowball sampling.

masyarakat tangguh bencana. 2013, skripsi 2018 tersedia skripsi 2018 tersedia di
http://eprints.ums.ac.id/ , diakses pada tanggal 18 Maret 2021 pukul 10.20
45
Galih Sukmana Putra 2014, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi
Bencana Alam Di Kabupaten Klaten tersedia di https://digilib.uns.ac.id/, diakses
pada tanggal 18 Maret 2021 pukul 10.20
28
29

BAB II
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MITIGASI
BENCANA

A. Pemberdayaan Masyarakat
1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Istilah Pemberdayaan sudah tidak asing lagi di telinga


kita, karena saat ini hal tersebut sudah banyak diwujudkan
dalam bentuk program atau kegiatan secara institusional
maupun oleh lembaga-lembaga non pemerintah dengan
objek yaitu masyarakat dan merupakan elemen penting
dalam proses pembangunan dan penyadaran pembangunan
terhadap kesadaran dan keberdayaan masyarakat. Adapun
beragam pengertian tentang pemberdayaan, diantaranya
menurut Wuradji yang dikutip oleh Azis Muslim
menyatakan bahwa : 46

Pemberdayaan adalah sebuah proses penyadaran


masyarakat yang dilakukan secara transformatif,
partisipatif, dan berkesinambungan melalui
peningkatan kemampuan dalam menangani persoalan
dasar yang dihadapi dan meningkatkan kondidi hidup
sesuai dengan harapan.

Kemudian, menurut Edi Suharto, “Pemberdayaan


adalah proses dan tujuan”. Dimana sebagai proses
pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuatan dan keberdayaan kelompok yang
lemah di dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. 47 Sedangkan sebagai
tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil

46
Azis Muslim, Metodologi Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta :
LPM IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2009), h. 3
47
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayaakan Rakyat: Kajian
Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerja Sosial, (Bandung: PT.
Reflika Aditama, 2009) cet-ke 2, h. 60
30

yang ingin dicapai dalam sebuah perubahan sosial yaitu


masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kehidupannya.
Sejalan dengan kutipan di atas, Djohani dalam Anwas
menyatakan bahwa “Pemberdayaan adalah suatu proses
untuk memberikan daya/kekuasaan kepada pihak yang
lemah dan mengurangi kekuasaan kepada pihak yang
berkuasa sehingga terjadi keseimbangan”. 48 Sehubungan
dengan hal tersebut, menyatakan bahwa “Pemberdayaan
merupakan konsep yang saling berkaitan dengan
kekuasaan”. Istilah kekuasaan identik dengan kemampuan
individu untuk mengatur dirinya dan orang lain, sehingga
konteks dari keterkaitan antara pemberdayaan dengan
kekuasaan adalah terletak pada pengelolaan atau manajemen
dari segala hal yang dilakukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.49
Menurut Ife dalam Zubaedi, pemberdayaan
merupakan upaya untuk meningkatkan kekuasaan dan
kemampuan kelompok yang rentan dan lemah. Konsep
dalam pemberdayaan masyarakat adalah untuk mengimbau
suatu kelompok masyarakat supaya mampu melakukan
tindakan terbaik bagi kepentingan bersama. 50 Konsep dari
pemberdayaan masyarakat mencerminkan paradigma
pembangunan yang bersifat people-centered, participatory,
empowering, dan sustainable. 51
Hakikatnya pemberdayaan tidak boleh menciptakan
ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong semakin
terciptanya kreativitas dan kemandirian
masyarakat.Pemberdayaan harus menempatkan kekuatan
masyarakat sebagai modal utama serta menghindari rekayasa

48
Oos, M Anwas,. Pemberdayaan Masyarakat Di Era Global, (Bandung:
Alfabeta, 2014), h. 49
49
Ibid, h. 48-49
50
Zubaedi, Op.Cit. h. 15
51
Ibid, h. 16
31

pihak luar yang seringkali mematikan kemandirian


masyarakat setempat.
Pada dasarnya pemberdayaan menyatakan bahwa
setiap manusia dan masyarakat memiliki otensi yang dapat
dikembangkan. Sehingga pemberdayaan merupakan upaya
untuk membangun potensi, memberikan motivasi,
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikiserta
berupaya untuk mengembangkannya.
Dalam pemberdayaan masyarakat terdapat beberapa
model, salah satunya Yoo, membagi model pemberdayaan
masyarakat kedalam enam langkah dalam teorinya yaitu
“The 6-Step Model for Community Empowerment” yaitu:
masuk ke masyarakat, identifikasi permasalahan, prioritasi
masalah, pengembangan strategi, implementasi, dan
transisi.52
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat menunjuk
pada hasil dari perubahan sosial yakni maksyarakat yang
berdaya, mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,
ekonomi, maupun sosial. Pelaksanaan proses untuk
pencapaian tersebut membutuhkan pendekatan dalam
pelaksanaannya. Suharto merangkum strategi pemberdayaan
dalam 5P, yakni :53
a. Pemungkinan : menciptakan keadaan yang
memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang
secara maksimal
b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah
dan memenuhi kebutuhannya.
c. Perlindungan : melindungi masyarakat dari adanya segala
jenis diskriminasi dan dominasi yang merugikan mereka.

52
Yoo, Seunghyun et,al “The 6-Step Model For Community
Empowerment: Revisited in Public Housing Communities for Low- Income Senior
Citizens”. Health Promotion Promotion Practice, Vol.10 No.2, Tahun 2009, 262-
275, online
53
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayaakan Rakyat: Kajian
Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerja Sosial, (Bandung: PT.
Reflika Aditama, 2009) cet-ke 2 h. 58
32

d. Penyokongan : memberikan bimbingan (transfer of


knowledge) dan dukungan kepada masyarakat agar
mereka mampu menjalankan peranan kehidupannya.
e. Pemeliharaan : pemeliharaan dilakukan untuk menjaga
kondisi agar tetap kondusif untuk memberdayakan
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai
pemberdayaan masyarakat, dapat kita pahami bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah proses kolaboratif untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakt guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri.
Pemberdayaan masyarakat bersifat Bottom Up, dimana
semua program yang direncanakan dan dilakukan harus
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi real
masyarakat sehingga program tersebut berlanjut tidak
stagnan meskipun masyarakat itu sendiri sudah mampu.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan
strategi perubahan sosial secara terencana yang ditujukan
untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebu-tuhan
masyarakat. Dalam proses pember-dayaan, masyarakat
mendapatkan pembel-ajaran agar dapat secara mandiri
melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupan-nya.
Dengan demikian, proses tersebut harus dilaksanakan
dengan adanya keterlibatan penuh masyarakat itu sendiri
secara berta-hap, terus-menerus, dan berkelanjutan.54
2. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah meningkatkan
kemandirian masyarakat, khususnya kelompok lemah yang
memiliki ketidak berdayaan, baik kondisi internal (misalnya
persepsi meraka sendiri), maupun karena kondisi eksternal
(misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil),
sebagai tujuan, maka pemberdayaan menuju pada keadaan
atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial;
yaitu meraka yang berdaya,mempunyai pengetahuan dan

54
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Volume 2 – Nomor 2,
November 2015,h. 226 - 238
33

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik


yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencarian, berpartisipasi dalam kegiatan
sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupan.55
Pemberdayaan masyarakat sesungguhnya ditujukan
untuk membentuk masyarakat yang mandiri tidak saja secara
ekonomi tetapi juga menyangkut aspek lainnya seperti
politik , pendidikan, sosial atau berbagai hal yang
menyangkut kehidupan masyarakat dan lain sebagainya.
Dengan pemberdayaan diharapkan masyarakat mampu
berlaku mandiri, memiliki posisi yang kuat bagi dirinya
ketika situasi tidak berpihak manakala sebuah kebijakan
hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan
masyarakat menurut Sulistiyani adalah untuk membentuk
individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian
tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk
mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah
proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap
masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari
waktu ke waktu.56
Tidak dapat dipungkiri pemerintah memang telah
melakukan beberapa program yang diperuntukan bagi
pemberdayaan masyarakat, namun hingga saat ini hasilnya
tidak diketahui apakah telah mencapai tujuan dan sasaran
yang tepat menjawab masalah tersebut oleh karenanya
dibutuhkan suatu cara yang tepat untuk mengatasinya, tidak
saja peran pemerintah yang lebih efektif dalam merancang
programnya tetapi juga kepedulian atau lebih tepatnya
sebagian masyarakat yang telah memiliki daya untuk turut

55
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayaakan Rakyat, (
Bandung: PT. Reflika Aditama, 2006), h. 60
56
Sulistiyani, Ambar Tegu2004.Kemitraan dan Model-Model
Pemberdayaan. (Gava Medika;Yogyakarta, 2017), h. 80
34

serta memberikan pemikiran dan tenaganya. Oleh karena itu,


melalui kegiatan pemberdayaan, diharapkan bisa menjadikan
masyarakat dapat mandiri dan tidak bergantung kepada
Pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Pada intinya tujuan pemberdayaan dilakukan melalui
berbagai proses untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
yang dianggap kurang berdaya dengan memanfaatkan
berbagai peluang melalui kemandirian, agar mereka mampu
mempertahankan dan memperjuangkan apa yang menjadi
hak-haknya sebagai warga masyarakat yang berdaulat,
sehingga sampai pada kehidupan sejahtera.
3. Tahapan Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on-going
process). Pemberdayaan sebagai suatu on-going process,
seperti yang dikemukakan oleh Hogan, yang dikutip oleh
Isbandi, yang melihat proses pemberdayaan individu sebagai
suatu proses yang relatife terus berjalan sepanjang usia
manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut
dan bukan suatu proses yang berhenti pada suatau masa saja.
Hal ini juga berlaku pada suatu masyarakat, dimana dalam
satu komunitas proses pemberdayaan tidak akan berakhir
dengan selesainya suatu program, baik program yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga non
pemerintah.57
Selanjutnya menurut Eko Darmawan Ada beberapa
prinsip dasar pemberdayaan untuk mewujudkan masyarakat
yang berdaya atau mandiri yaitu : 58
1. Penyadaran
Masyarakat yang sadar menjadi semakin tajam
dalam mengetahui apa yang sedang terjadi baik di dalam
maupun diluar masyarakatnya. Masyarakat menjadi

57
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan
sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2002),
h. 172
58
Ibid, h. 173
35

mampu merumuskan kebutuhan-kebutuhan dan


aspirasinya.
2. Pelatihan
Pendidikan disini bukan hanya belajar
membaca,menulis dan berhitung, tetapi juga
meningkatkan ketrampilanketrampilan bertani,
kerumahtanggaan, industri dan cara menggunakan pupuk.
Melalui pendidikan, kesadaran masyarakat akan
terus berkembang. Perlu ditekankan bahwa setiap orang
dalam masyarakat harus mendapatkan pendidikan,
termasuk orangtua dan kaum wanita. Ide besar yang
terkandung dibalik pendidikan kaum miskin adalah
bahwa pengetahuan menganggarkan kekuatan
3. Pengorganisasian
Agar menjadi kuat dan dapat menentukan nasibnya
sendiri, suatu masyarakat tidak cukup hanya disadarkan
dan dilatih ketrampilan, tapi juga harus diorganisir.
Organisasi berarti bahwa segala hal dikerjakan dengan
cara yang teratur, ada pembagian tugas diantara individu-
individu yang akan bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan tugas masing-masing dan ada kepemimpinan
yang tidak hanya terdiri dari beberapa gelintir orang tapi
kepemimpinan diberbagai tingkatan
4. Pengembangan Kekuatan
Bila masyarakat mempunyai kekuatan, setengah
perjuangan untuk pembangunan sudah dimenangkan.
Tetapi perlu ditekankan kekuatan itu benar-benar dari
masyarakat bukan dari satu atau dua orang pemimpin
saja. Kekuatan masyarakat harus mengontrol kekuasaan
para pemimpin.
5. Membangun Dinamika
Dinamika orang miskin berarti bahwa masyarakat
itu sendiri yang memutuskan dan melaksanakan program-
programnya sesuai dengan rencana yang sudah
digariskan dan diputuskan sendiri. Dalam konteks ini
keputusan-keputusan sedapat mungkin harus diambil di
36

dalam masyarakat sendiri, bukan diluar masyarakat


tersebut.
4. Pemberdayaan sebagai Proses Bina Masyarakat
Upaya pertama yang harus diperhatikan dalam
pemberdayaan adalah bina manusia, hal ini dilandasi oleh
pemahaman bahwa tujuan pembangunan adalah untuk
perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan masyarakat. Salah
satu untuk proses bina masyarakat yaitu dengan cara
pembentukan kelompok. Kelompok adalah individu yang
hidup bersama dalam suatu ikatan dan terdapat suatu
interaksi sosial.
Menurut Mardikanto, bina masyarakat merupakan
upaya yang dilakukan untuk penguatan atau pengembangan
kapasitas sebagai berikut: 1) Pengembangan kapasitas
individu yang meliputi kapasitas kepribadian, kapasitas di
dunia kerja, dan pengembangan keprofesionalan. 2)
Pengembangan kapasitas kelembagaan 3) Pengembangan
kapasitas sistem.59
Peran yang dimainkan oleh pemberdayaan pada
hakikatnya adalah untuk memperkuat daya (kemampuan dan
posisi) agar masyarakat semakin mandiri. Karena itu,
pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses penguatan
kapasitas (capacity building). Penguatan kapasitas adalah
proses peningkatan kemampuan individu, kelompok,
organisasi, dan kelembagaan yang lain untuk memahami
dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara
berkelanjutan.
Oleh sebab itu, tidak salah apabila dalam
pengembangan kapasitas masyarakat terkandung makna
pengembangan kapasitas manusianya sebagai aktor yang
membentuk masyarakat. Dalam penjabarannya,
pengembangan kapasitas manusia ini dapat berupa
pengembangan wawasan dan tingkat pengetahuan,
peningkatan kemampuan untuk merespons dinamika
lingkungannya, peningkatan skill, peningkatan akses

59
Totok Mardikanto, dan Soebiato Poerwoko, Op.Cit, h. 114
37

terhadap informasi, peningkatan akses dalam proses


pengambilan keputusan. Sebagai perubahan yang terencana,
yang direncanakan, adalah bagaimana memberikan
rangsangan dan dorongan agar masyarakat terbangun dan
berkembang kapasitasnya. Dengan demikian, walaupun
energi eksternal ikut bekerja, yang lebih penting adalah
membangun kapasitas internal masyarakat agar lebih mampu
berkembang secara berkelanjutan. Apabila dalam perubahan
yang terencana tersebut terkandung induksi atau masuknya
energi eksternal, fungsinya tidak lebih sebagai sarana untuk
merangsang kapasitas internal.
Faktor eksternal yang diinduksikan dijaga agar tidak
menimbulkan ketergantungan. Apabila kondisi
ketergantungan yang terjadi maka dapat dikatakan induksi
perubahan telah gagal karena tidak mampu membangun
kapasitas internal. Dengan perkataan lain, kapasitas
mayarakat telah terbangun apabila induksi mampu
mendorong kemandirian serta proses dinamika internal yang
berkelanjutan. 60
Dalam konteks kesejahteraan sosial, upaya
pemberdayaan yang dikemukakan oleh Hogan di atas
tentunya juga terkait dengan upaya meningkatkan taraf
hidup masyarakat dari satu tingkatan ke tingkat yang lebih
baik. Tentunya dengan mengkaji faktor-faktor yang
menyebabkan suatu komunitas menjadi kurang berdaya
(depowerment). Peran yang dimainkan oleh pemberdayaan
pada hakikatnya adalah untuk memperkuat daya
(kemampuan dan posisi) agar masyarakat semakin mandiri.
Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses
penguatan kapasitas (capacity building).
Apabila dalam perubahan yang terencana tersebut
terkandung induksi atau masuknya energi eksternal,
fungsinya tidak lebih sebagai sarana untuk merangsang
kapasitas internal. Faktor eksternal yang diinduksikan dijaga

60
Soetomo, Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 252
38

agar tidak menimbulkan ketergantungan. Apabila kondisi


ketergantungan yang terjadi maka dapat dikatakan induksi
perubahan telah gagal karena tidak mampu membangun
kapasitas internal. Dengan perkataan lain, kapasitas
mayarakat telah terbangun apabila induksi mampu
mendorong kemandirian serta proses dinamika internal yang
berkelanjutan. Menurut praktisi mitigasi Surono (mbah
Rono) teknologi tidak akan berarti manakala masyarakat
tidak tahu apa yang akan dia kerjakan.61
B. Mitigasi Bencana
1. Definisi Mitigasi Bencana
Sebagai daerah yang rawan bencana, maka
penanggulangan bencana sudah dimulai dari tahap pra bencana
atau yang lebih dikenal dengan mitigasi bencana. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008, mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Menurut King, mitigasi juga didefinisikan sebagai
tindakan yang diambil sebelum bencana terjadi, dengan tujuan
untuk mengurangi atau menghilangkan dampak bencana
terhadap masyarakat dan lingkungan. Sedangkan menurut
Copollo, menjelaskan bahwa mitigasi dapat dilihat sebagai
upaya berkelanjutan yang dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana melalui pengurangan kemungkinan dan komponen
konsekuensi risiko bencana. 62
Mitigasi bencana menfokuskan pada pengenalan daerah
rawan ancaman bencana dan pola perilaku
individu/masyarakat yang rentan terhadap bencana.
tujuan utama mitigasi terjadap ancaman bencana
dilakukan melalui antara lain melalui pembuatan
bangunan, sedangkan pola mitigasi terhadap perilaku
yang rentan dilakukan antara lain melalui relokasi

61
MetroTV News.com, di akses pada 20 Januari 2021, pukul 20:11 WIB
62
Bevaola Kumusari, Manajemen Bencana dan Kapasitas Pemerintah
Lokal, (Yogyakarta : Gaya Media, 2014),h. 22
39

pemukiman, peraturan-peraturan bangunan, dan penataan


ruangan.63

Resiko (risk) bencana adalah potensi kerugian yang


ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun
waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Kegiatan mitigasi
dapat dilakukan melalui sosialisasi bagaimana menghadapi
bencana, simulasi evakuasi bencana, rambu-rambu rawan
bencana, membuat jalur evakuasi, pendidikan dan pelatihan
menghadapi dan mengurangi dampak bencana, dan lain
sebagainya.
Definisi mitigasi secara operasional yaitu upaya
pencegahan dampak bencana secara dini yang seharusnya
dilakukan secara berkelnajutan untuk menumbuhkan kesadaran
dan kemampuan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan
bencana dalam menghadapi bencana. Baik kegiatan prabencana
maupun pasca bencana, mitigasi sangat penting sehingga
adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan bencana dari
yang bersifat responsif ke arah preventif, dari sentralisasi ke
arah desentralisasi, dari pendekatan sektoral ke arah multi
sektoral, dari kewenangan pemerintah ke arah pengorganisasian
penggerakan dan pemberdayaan masyarakat, dan dari
penanganan konvensional ke arah pelayanan yang holistik,
sehingga untuk itu perlu adanya suatu model pelayanan bencana
khusus
Ada dua jenis mitigasi, yaitu struktural dan nonstruktural.
Mitigasi struktural didefinisikan sebagai usaha pengurangan
risiko yang dilakukan melalui pembangunan fisik melalui solusi
yang dirancang. Sedangkan mitigasi nonstruktural dikenal
sebagai upaya pengurangan kemungkinan atau konsekuensi
risiko melalui modifikasi proses-proses perilaku manusia atau
alam, tanpa membutuhkan penggunaan struktur yang dirancang.

63
Nurjanah, dkk,. Manajemen Bencana , (Bandung : Alafabeta, 2011), h.
40
40

Teknik ini dianggap sebagai cara manusia menyesuaikan diri


dengan alam. Di dalam teknik ini terdapat langkah-langkah
regulasi, program pendidikan, dan kesadaran masyarakat. 64
Mitigasi bencana dilakukan khususnya di wilayah yang
rawan bencana. Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 juga
dijelaskan bahwa rawan bencana adalah kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis,
geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.65
Mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi risiko dan
dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat
yang berada pada kawasan rawan bencana, baik bencana alam,
bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam
suatu negara atau masyarakat. Dalam konteks bencana, dikenal
dua macam yaitu (1) bencana alam yang merupakan suatu
serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor
alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan tanah longsor, dan lain-lain. (2)
bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh
manusia, seperti konflik sosial, penyakit masyarakat dan teror.66
Hal itu merupakan mitigasi bencana secara preventif, dimana
mitigasi dilakukan untuk mencegah terjadinya korban dan
kerugian yang sangat besar dari dampak bencana.
Menurut Nirmalawati bencana dapat terjadi karena
ditimbulkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) kurangnya
pemahaman tentang karakteristik bencana; (2) sikap atau
perilaku yang mengakibatkan kualitas sumber daya alam; (3)
kurangnya informasi peringatan dini; dan (4) ketidak berdayaan
atau ketidak mampuan dalam menghadapi bahaya. 67 Karena

64
Kumusari, h. 23
65
Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Mitigasi Bencana, Tahun
2007
66
(PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)
67
Nurjanah, Op.Cit, 41
41

bencana merupakan suatu proses keja-dian, maka diperlukan


suatu penanganannya dalam manajemen bencana, yaitu dimana
seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan
penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah
terjadi bencana dimana dikenal dengan ”Siklus Manajemen
Bencana”.
Siklus manajemen bencana dibagi dalam tiga kegiatan
utama, yaitu: (1) kegiatan pra bencana (pencegahan, mitigasi,
kesiap siagaan, serta peringatan dini); (2) kegiatan saat terjadi
bencana (tanggap darurat, seperti SAR, bantuan darurat dan
pengungsian); dan (3) kegiatan pasca bencana (pemulihan,
rehabilitasi dan rekonstruksi). Kegiatan pra bencana inilah yang
sering dilupakan, padahal justru kegiatan pada pra bencana ini
sangat penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap
ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca
bencana. Menurut Agus Rahmat dalam artikel Manajemen dan
Mitigasi Bencana secara umum kegiatan manajemen bencana
dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu :
1) Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiap siagaan, serta peringatan dini;
2) Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan
tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara,
seperti kegiatan Search and Rescue (SAR), bantuan darurat
dan pengungsian;
3) Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan
pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan pada
tahap pra bencana selama ini masih kurang menjadi
perhatian, padahal kegiatan ini sangat penting karena
merupakan modal sebagai persiapan dalam menghadapi
bencana dan pasca bencana.
Bencana memberikan trauma yang begitu besar bagi
korban bencana. Kegiatan pasca bencana bukan hanya berfokus
pada kegiatan rekontruksi secara fisik, namun kondisi kesehatan
fisik dan mental korban bencana perlu diperhatikan. Upaya
kuratif dengan memberikan kualitas pengobatan dan
penyembuhan yang baik kepada korban bencana adalah usaha
yang paling penting untuk mengurangi jumlah korban
42

meninggal. Setelah itu kegiatan traumatic healing harus


dilakukan untuk mengembalikan kondisi jiwa korban
masyarakat. Jika kegiatan pemulihan dan rehabilitas korban
bencana berhasil, kemungkinan besar menjadikan masyarakt
korban bencana lebih siap dalam menghadapi bencana. Yang
paling penting dalam mitigasi bencana adalah pencegahan
risiko bencana. Upaya preventif bisa dilakukan melalui
pendidikan dan ketrampilan masyarakt untuk mengetahui ciri-
ciri bencana datang, dan dapat menyelamatkan diri saat bencana
datang. Mengajak masyarakt yang tinggal di wilayah rawan
bencana untuk menjaga lingkungan, menanam pohon, tidak
mebuang sampah dilaut merupakan upaya preventif dalam
risiko bencana.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang perlu
dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen
bencana. Kegiatan mitigasi bencana diantaranya :
1) Pengenalan dan pemantauan resiko bencana
2) Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana
3) Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana.
4) Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam.
5) Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan
pengelolaan lingkungan hidup
2. Unsur-unsur Mitigasi Bencana
Menurut Rahman mitigasi bencana yang efektif harus
memiliki tiga unsur utama, antara lain:68
1) Penilaian Bahaya (Hazard Asesisment)
Merupakan cara mengidentifikasi populasi dan asset
terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan
pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana,
probalitas sumber bencana, serta data kejadian bencana di
masalalu. Tahapan ini menghasilkan peta potensi bencana

68
M. Chazienal Ulum, Manajemen Bencana Suatu Pengantar Pendekatan
Proaktif, ( Malang : UB Press, 2014), h. 16
43

yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi


lainnya.
2) Peringatan (Warning)
Pemberian peringatan kepada masyarakat tentang
bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami
yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat
letusan gunung berapai, dan lain sebagainya). Sitem
peringatan di dasarkan pada data bencana yang terjadi
sebagai peringatan dini serta menggunakan sebagai saluran
komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang
berwenang ataupun masyarakat. Peringatan bencana yang
akan mengancam harus bisa dilakukan secara cepat, tepat
dan dipercaya.
3) Persiapan (Preparedness)
Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur
mitigasi sebelumnya, yang mebutuhkan pengetahuan tentang
sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan
evaluasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah
aman. Tingkat keperdulian masyarakat dan pemerintah
daerah dalam pemahamannya sangat penting pada tahapan
ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. selain
itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang
yang menepatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial
pada zona bahaya bencana (mitigasi non struktural), serta
usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang
aman terhadap bencana, dan melindungi struktur akan
bencana (mitigasi struktur).
3. Urgensi Mitigasi Bencana
Sebagai Negara yang rentan akan bencana,
masyarakat Indonesia harus siap dengan situasi tersebut. Di
sini, mitigasi bencana sangatlah penting. Direktur Eksekutif
Yayasan Mercy Corps Indonesia Ade Soekadis mengatakan,
mitigasi bencana tidak hanya penting saat bencana itu
terjadi, namun juga ketika pemulihan taraf hidup masyarakat
dilakukan. Kuncinya sebenarnya adalah membangun
44

ketangguhan masyarakat terhadap bencana.69 Masyarakat


perlu memahami pentingnya mitigasi atau upaya
mengurangi risiko bencana, agar lebih trampil, cekatan dan
terlatih dalam menonolong dirinya sendiri saat terjadi
bencana.
Menurut Desfandi pentingnya meningkatkan
pengetahuan tentang bencana itu harus disosialisasikan
terutama anak di usia sekolah dasar yang masih belum
memaham itentang yang harus mereka lakukan jika bencana
datang. Oleh karena itu pemerintah bersama dengan sekolah
mengadakan penerapan pendidikan pencegahan di sekolah. 70
Menurut Suharwoto, penerapan pendidikan mitigasi bencana
ini memang perlu di tanamkan kepada masyarakat sedini
mungkin dan juga dapat di terapkan melalui pendidikan
formal di sekolah sejak di sekolah dasar. Sehingga dapat
meminimalisir adanya korban jiwa yang terkadang masih
terolong anak-anak karena mereka belum mengerti. Maka
dari itu mitigasi bencana adalah suatu kegiatan yang
dilakukan sebelum terjadi bencana dan yang berfokus pada
pengurangan dampak, serta kesiapan dan upaya mengurangi
dampak bencana jangka panjang .71
Menurut Noor kegiatan mitigasi bertujuan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dan pengurangan risiko
bencana untuk jangka waktu yang panjang, mengurangi
jumlah korban, dan diterapkan semaksimal mungkin untuk
meminimalisir dampak. Jika sudah ada wacana tentang
mitigasi ini perlu adanya pendidikan kebencanaan yang
dapat dilakukan di sekolah-sekolah. Sekali lagi, pentingnya
penerapan pendidikan mitigasi bencana di sekolah perlu

69
Giovani Dio, Pentingnya Mitigasi dalam Pemulihan Hidup Masyarakat
Usai Bencana, terdapat di https://www.liputan6.com/
70
Mirza Desfandi, Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan Berbasis
Kearifan Lokal di Indonesia, 2014, terdapat di https://core.ac.uk/, diakses pada
tanggal 27 Januari 2021
71
Maryani, E. (2002), Model Pembelajaran Mitigasi Bencana Dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial Di Sekolah Menengah Pertama. GEA : Jurnal Pendidikan
Geografi, Vol.10. Diakses di https://ejournal.upi.edu/index.php/g
ea/article/view/1664
45

dilakukan sejak dini, guna memberikan pendalaman


pengetahuan serta kesiapan terhadap tindakan-tindakan yang
perlu dilakukan sebelum/pada saat terjadinya bencana alam
yang tidak terduga untuk meminimalisir segala dampak yang
akan terjadi.72 Dengan demikian dapat menimbulkan
kemampuan berpikir dan bertindak efektif saat terjadi
bencana. Sehingga menurut Desfandi dengan adanya
pendidikan juga diharapkan berkembangnya karakter empati
dan kerelaan membantu orang lain secara hati-hati.73
Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, Mitigasi bencana
sangat penting untuk meningkatkan self assistance dalam
menghadapi bencana. Pasalnya, kepastian tidak ada. Karena
memang bukti dan data belum cukup lengkap untuk pastikan
bencana akan terjadi. pentingnya mitigasi bencana bagi
masyarakat dapat dilihat dari saat terjadi bencana gempa
yang besar di Kobe, Jepang, pada 1995, yang tercatat jumlah
penduduk yang selamat mencapai 95%. Dari total jumlah
itu, sebanyak 35% penduduk yang selamat atas pertolongan
diri sendiri, 34% karena ditolong keluarga, dan sebanyak
24% karena ditolong oleh tetangga. 74
Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat
penting dalam penanggulangan bencana karena kegiatan ini
merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana yang di
maksudkan untuk mengantisipasi agar korban jiwa dan
kerugian materi yang ditimbulkan dapat dikurangi.
masyarakat yang berada diwilayah rawan bencana maupun
diluar sangat besar perannya, sehingga perlu ditingkatkan
kesadarannya, kepeduliannya dan kecintaannya terhadap
alam dan lingkungan hidup serta kedisiplinan terhadap
peraturan dan norma-norma yang ada.
Jadi, mitigasi bencana sangat penting bagi masyarakat
karena selain ilmu pengetahuan, masyarakat juga bisa

72
Noor, D., Pengantar Mitigasi Bencana Geologi (Deepublish :
Yogyakarta, 2014), h.16
73
Mirza Desfandi,.. Op.Cit..
74
https://kabar24.bisnis.com/
46

langsung untuk membantu dari segi materi maupun non


materi, sehingga dapat meminimalisir dampak yang terjadi
ketika mengalami suatu bencana.
4. Mitigasi Bencana Tsunami
Tsunami adalah perpindahan badan air yang
disebakan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal
dengan tiba-tiba. Berbeda dengan gelombang laut biasa,
tsunami memiliki panjang gelombang antar puncaknya lebih
dari 100km di laut lepas dan selisih waktu antar puncak-
puncak gelombangnya berkisar antara 10 menit hingga 1
jam. Saat mencapai pantai yang dangkal, teluk atau muara
sungai gelombang ini menurun kecepatannya, namun tinggi
gelombangnya meningkat puluhan meter dan bersifat
merusak. Perubahan permukaan laut tersebut bisa
disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut,
letusan gunung berapi (yang berada di lautan), longsoan,
atau hantaman meteor di laut. Dari beberapa penyebab
tersebut, gempa bumi yang terjadi di dasar laut lah yang
paling sering menjadi penyebab terjadinya gelombang
tsunami. Walau pun erupsi vulkanik juga dapat
menimbulkan tsunami dasyat, seperti letusan Gunung
Krakatau pada tahun 1883. Berikut ini tanda-tanda akan
terjadinya Tsunami :
1) Diawali dengan adanya gempa bumi.
2) Adanya suara-suara gemuruh
3) Perhatikan penurunan air laut.
4) Selalu waspada pada gelombang pertama.
5) Tanda alam seperti gerakan angin yang tidak biasa,
tekanan udara atau cuaca yang ekstrem dan perilaku
hewan yang berubah
Strategi mitigasi apapun cenderung memasukkan
serangkaian tindakan-tindakan. Serangkaian tindakan yang
mencakup kadar ekonomi,beberapa tindakan-tindakan teknik
sipil, perencanaan tata ruang, input-input sosial dan
manajemen akan diperlukan untuk menghasilkan mitigasi
yang efektif. Program mitigasi yang mengkonsentrasikan
hanya pada satu di atara lima aspek ini akan menjadi tidak
47

seimbang dan kemungkinan tidak bisa mencapai tujuan-


tujuannya.
Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan
bencana dapat dibagi 4 kategori:
1) Kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)
2) Kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan
evakuasi)
3) Kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan
penyelamatan)
4) Kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan
perbaikan/rehabilitasi)
Mitigasi bencana tsunami adalah sistem untuk
mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk
mencegah jatuhnya korban. Ada dua jenis sistem peringatan
dini tsunami, yaitu: Sistem peringatan tsunami internasional
dan Sistem peringatan tsunami regional.75
Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah
awal yang harus dilakukan adalah melakukan kajian resiko
bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko
bencana suatu daerah, harus mengetahui tingkat bahaya
(hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity)
suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi
fisik dan wilayahnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum
bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran
bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan
bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap
bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan
penanggulangan bencana (disaster management policies).
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini
banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra
bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam

75
https://www.merdeka.com/jabar/memahami-apa-itu-mitigasi-beserta-
tujuan-dan-contohnya-kln.html?page=4
48

menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali


pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan
tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang
perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau
bagaimana memperkecil dampak bencana.
Pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah
mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan
pelaksanaan tindakan- tindakan untuk mengurangi resiko-
resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum
bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang.
Tindakan mitigasi bencana tsunami dapat dilakukan
melalui beberapa hal yang melibatkan pemerintah dan
masyarakat. Jika dilihat dari sifatnya, tindakan mitigasi
bencana digolongkan menjadi dua bagian, yaitu mitigasi
bencana pasif dan mitigasi bencana aktif, hal ini tercantum
pada Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.
Berikut ini angkah-langkah yang perlu dipersiapkan
dalam menghadapi bencana Tsunami agar kita bisa siap
siaga, diantaranya :76
1) Mengetahui pusat informasi bencana, seperti BPBD,
BMKG, PVMBG dan instansi lainnya.
2) Kenali area rumah, sekolah, tempat kerja atau tempat lain
yang beresiko dan mengetahui wilayah dataran tinggi dan
dataran rendah yang beresiko terkena tsunami.
3) Jika anda sedang melakukan perjalanan ke wilayah
pesisir pantai, kenali hotel, motel dan pusat pengungsian
yang ada. Sangat penting mengetahui rute evakuasi yang
telah di buat ketika peringatan dikeluarkan.
4) Siapkan persediaan pengungsian dalam suatu tempat
yang mudah di bawa (tas siaga bencana) dan tempatkan
di area yang mudah terjangkau.

76
http://bpbd.jogjaprov.go.id/berita/mitigasi-bencana-tsunami
49

Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak


akan datang setiap saat, jadi jangan lah ancaman bencana ini
mengurangi kenyamanan dalam menikmati wisata pantai
dan lautan. Upaya penyelamatan diri saat Tsunami adalah :
a) Jika anda berada di sekitar pantai dan terasa guncangan
gempa bumi dan di susul air laut surut secara tiba-tiba
sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke
tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi).
Anda juga bisa mengikuti rute evakuasi yang sudah di
tetapkan oleh pihak yang berwenang.
b) Jika anda sedang berada di perahu atau kapal di tengah
laut, kemudian anda mendengar berita dari pantai telah
terjadi tsunami, jangan arahkan perahu atau kapal
mendekat ke pesisir pantai.
c) Jika gelombang pertama yang datang telah surut, jangan
segera turun ke tempat yang rendah, karena gelombang
tsunami bisa jadi tidak datang sekali, bisa jadi gelombang
yang datang kemudian justru lebih tinggi dan berbahaya.
d) Jika tsunami terjadi pada saat anda sedang menyetir
kendaraan, segera keluar dan cari tempat yang tinggi dan
aman. Segera mengungsi setelah ada pemberitahuan dari
pihak yang berwenang atas penyebaran informasi tentang
tsunami.
e) Penting untuk tidak mempercayai berita dengan sumber
yang tidak jelas kebenarannya.
f) Utamakan keselamatan terlebih dahulu, tinggalkan
barang yang tidak perlu dan menghambat anda dalam
melakukan evakuasi diri.
g) Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada
saat pergi ke tempat evakuasi, jika bisa ajaklah tetangga
atau kerabat anda untuk menyelamatkan diri bersama.
Upaya mitigasi bencana bisa menjadi faktor
pendukung untuk mewaspadai dan menurunkan risiko
jumlah korban akibat suatu bencana. Terlepas dari itu yang
bisa kita lakukan langkah mitigasi persiapan bencana, dan
yang perlu diketahui gempa tidak bisa diprediksi, untuk
mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya,
50

sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam


yang terancam, merancang dan menerapkan teknik
peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang
terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya
tersebut.
Selain itu, unsur kunci lainnya yang tidak terlibat
langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung adalah
penelitian yang terkait (tsunami-related research). Langkah-
langkah mitigasinya:
a) Menerbitkan peta wilayah rawan bencana
b) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan
di wilayah rawan bencana
c) Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana;
d) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada
masyarakat di wilayah rawan bencana
e) Mengadakan penyuluhan atas upaya peningkatan
kewaspadaan masyarakat di wilayah rawan bencana,"
imbuhnya.
f) Menyiapkan tempat penampungan sementara di jalur-
jalur evakuasi jika terjadi bencana
g) Memindahkan masyarakat yang berada di wilayah rawan
bencana ke tempat yang aman
h) Membuat bangunan untuk mengurangi dampak bencana.
i) Membentuk pos-pos siaga bencana. 77

5. Peran Modal Sosial dalam Mitigasi Bencana


Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 nomor 9 mendefinisikan
mitigasi bencana sebagai upaya untuk mengurangi risiko
bencana melalui pembangunan fisik, penyadaran dan
peningkatan kemampuan masyarakat. Mitigasi berperan
penting untuk menciptakan zero victim bagi komunitas yang
rawan bencana. Mitigasi atau pengurangan risiko bencana
selain bertujuan untuk mengurangi adanya korban jiwa dan

77
Nidya Marfis H, Berikut, Upaya Mitigasi Bencana Prediksi Tsunami di
Pulau Jawa,2020, ada di http://bloktuban.com/
51

kerusakan fisik juga sebagai alat untuk mengembangkan


“budaya keamanan” bencana dimana masyarakat sadar
secara penuh terhadap ancaman bahaya yang mereka hadapi,
melindungi diri sendiri dan secara penuh mendukung upaya
yang dibuat untuk perlindungan bagi diri mereka. 78
Kesadaran tersebut dapat dibangun misalnya dengan
menandai peristiwa bencana yang pernah mereka alami
lewat tugu atau monument, penandaan tiang listrik dan atau
pohon untuk mengukur kedalaman banjir atau tsunami,
latihan-latihan atau praktik mitigasi bencana, atau bisa juga
melalui pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari melalui
informasi yang terkandung dalam televisi, sosial media,
radio, koran, majalah, syair, dongeng, legenda dan
sebagainya (Harris, 2012, para. 34)79
Mitigasi bencana yang bersifat Top-Down biasanya
tidak cukup komprehensif untuk mengatasi ancaman
bencana karena biasanya disusun berdasarkan gejala-gejala
yang terjadi bukan kepada penyebab yang riil di lapangan.
Untuk mengetahui penyebab ancaman maka diperlukan
keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan mitigasi
bencana. Keterlibatan tersebut tidak akan berjalan apabila
komunitas tidak memiliki modal sosial yang mendasarinya
Modal sosial merupakan suatu potensi yang perlu
dipahami, dikembangkan, dan dijaga agar memberikan
manfaat positif dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak
penelitian yang mengatakan bahwa modal sosial sangat
berpengaruh terhadap kesuksesan mitigasi bencana.Namun
seperti yang diketahui bahwa tidak semua modal sosial bisa
berdampak positif bagi komunitas itu sendiri. Seperti yang
sudah dijelaskan di awal, modal sosial bisa saja
memperlambat atau menghambat proses mitigasi bencana.
Pada praktik yang ditemukan di lapangan modal sosial yang

78
Coburn, A.W. dkk, “Mitigasi Bencana” ed.2. The Oast House, Cambridge,
United Kingdom,2011), h. 8
79
Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen, (Yogyakarta: Graha
Ilmu,2008), h. 34
52

dimiliki oleh masyarakat Kepuharjo bisa berpengaruh positif


dan negatif.
Lebih detail, urgensi modal sosial dalam penanganan
bencana dicirikan dengan manfaat yang dihasilkannya
sebagaimana dikemukakan Wood, Boruff & Smith bahwa
modal sosial dapat mengurangi isolasi sosial, mendukung
tindakan bersama dan solidaritas, mengembangkan
kesejahteraan psikologis, dan menciptakan kohesivitas dan
kebersamaan masyarakat. 80
Pengaruh positif modal sosial terhadap mitigasi
bencana diantaranya adalah Pertama, terjalinnya kerjasama
antara pemerintah desa dengan organisasi eksternal untuk
melaksanakan sosialisasi dan praktik mitigasi bencana. Salah
satu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh komunitas adalah
dengan menjalin kerja sama dengan organisasi luar untuk
mengadakan pelatihan mitigasi bencana secara menyeluruh.
Pelatihan-pelatihan ini dapat memperkaya pengetahuan
tentang kebencanaan kaitannya dengan mitigasi. Jaringan
komunitas yang dibangun dengan pihak eksternal
diharapkan dapat mengedukasi masyarakat agar secara
mandiri siap menghadapi bencana, dan ketika tiap individu
dapat menyelamatkan dirinya maka korban jiwa dapat di
minimalisir.
Kedua yaitu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap
warga terhadap pemimpinnya membuat mitigasi bencana di
komunitas tersebut berjalan lancar .Kepercayaan merupakan
syarat keharusan dari terbangunnya modal social. Lin dan
Luarn dalam Ferrinadewi 81 juga menambahkan bahwa
kepercayaan terkait dengan sikap menjaga kesepakatan,
kejujuran, konsisten, dan motivasi untuk bertindak sesuai
dengan apa yang dipercayai. Karena kepercayaan yang
tinggi terhadap pemimpin mereka, maka apapun yang

80
Wood, L. J., Boruff, B. J., & Smith, M. (2013). When disaster strikes…
How community cope and adapt: A social capital perspective. In C. D. Johnson
(Ed.), Social capital: Theory, measurement and outcomes (pp. 143-169). New York,
NY: Nova Science Publishers, Inc
81
Erna Ferrinadewi, 35
53

disampaikan oleh pemimpin desa adalah sebuah kewajiban


yang harus dilaksanakan.
Ketiga adanya partisipasi yang kuat dari masyarakat
juga mampu memperlancar proses mitigasi bencana.
Masyarakat yang memiliki hubungan yang baik dan rasa
percaya yang tinggi pasti memiliki komitmen yang kuat
untuk berpartisipasi guna mencapai tujuan komunitas
tersebut. Salah satu partisipasi nyata kaitannya dengan
mitigasi yaitu banyak pemuda yang berpartisipasi menjadi
relawan saat proses evakuasi berlangsung.
Modal sosial yang dimiliki komunitas juga bisa
berdampak negatif terhadap proses mitigasi bilamana
kepercayaan yang dimiliki anggota komunitas dianggap
berlebihan terhadap satu hal atau satu orang. Misalnya saja
kepercayaan masyarakat lereng merapi yang tinggi terhadap
„juru kunci‟ Mbah Maridjan bisa memposisikan masyarakat
tersebut dalam bahaya karena mereka mengabaikan
himbauan dari pihak eksternal dimana dalam posisinya pihak
tersebut lebih tahu secara ilmiah bahwa dampak dari erupsi
2010 ini sangatlah berbahaya. Masyarakat mempercayai
bahwa Mbah Maridjan mengetahui Gunung Merapi lebih
dari siapa pun, sehingga ketika sang „juru kunci‟
memutuskan untuk tidak mau dievakuasi maka anggota
masyarakat pun menganggap bahwa Merapi masih aman
untuk ditinggali.
Oleh karenanya untuk mengupayakan modal sosial
agar dapat menghasilkan dampak yang positif maka yang
perlu dilakukan adalah meningkatkan ikatan sosial dan
memperluasjangkauan kepercayaan. Bila ikatan sosial yang
dibangun sudah kuat, selanjutnya memperluas jangkauan
kepercayaan yang dimiliki komunitas kepada pihak eksternal
seperti pemerintah, komunitas relawan, dan bahkan
komunitas non penyintas menjadi poin penting agar
komunitas tidak bersifat ekslusif dan hubungan yang
dibangun pun semakin terbuka karena adanya rasa saling
percaya bukan hanya pada sesama anggota komunitas itu
sendiri. Kepercayaan yang dibangun itu bisa membawa
54

modal sosial menjadi lebih sehat dan positif karena


masyarakat percaya bahwa pemerintah akan mengusahakan
untuk menolong warganya dan sebaliknya pemerintah juga
percaya bahwa warganya bisa diandalkan dalam hal apapun
ketika sedang terjadi bencana.
Jadi peran modal sosial secara garis besar adalah
sebagai penggerak, penghubung dan pendukung dari
terciptanya resiliensi yang ada di komunitas Desa rawan
bencana. Pendukung maksudnya ketika masyarakat
samasama tertimpa bencana, maka adanya modal sosial
dalam bentuk hubungan sosial dapat membantu mereka
untuk bisa sama-sama bangkit dari keterpurukan. Kedua
yaitu penghubung, tidak semua anggota komunitas memiliki
jaringan yang luas misalnya dalam hal pengadaan bantuan.
Adanya peran pemimpin yang aktif mencari bantuan untuk
anggota komunitasnya dapat dikatakan sebagai penghubung
antara masyarakat dengan pemberi bantuan. Terakhir yaitu
sebagai penggerak dari terjadinya resiliensi yang dibuktikan
oleh partisipasi dan gotong royong masyarakat dan hal
tersebut merupakan kunci keberhasilan dari proses
keberfungsian sistem pasca bencana.

C. Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana


Pemberdayaan masyarakat merupakan proses dimana
masyarakat menjadi aktor dan penentu dalam kegiatan ini
sedangkan instansi Pemeritahan menjadi fasilitator, yang mana
menfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan kemampuan
untuk berperan dalam upaya pengurangan risiko bencana banjir
bagi diri sendiri dan masyarakat. Sehingga termotivasi untuk
mengenal masalah, merencanakan, dan memecahkan masalah
sesuai dengan potensi yang dimiliki. Hal ini dapat mengurangi
ketergantungan masyarakat kepada instansi pemerintahan yang
terkait dalam kebencanaan. 82

82
Putera, R. E. (2007). Analisis terhadap Program-program
Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia. Jurnal
Demokrasi, 6(1).
55

Pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana


merupakan upaya fasilitasi proses individu, keluarga dan
masyarakat untuk :83
1. Mengambil tanggung jawab atas diri, keluarga dan
masyarakat dalam pengurangan risiko bencana.
2. Mengembangkan kemampuan untuk berperan dalam upaya
pengurangan risiko bencana bagi diri sendiri dan masyaraat
sehingga termotivasi untuk mengenali ancaman bencana dan
risikonya.
3. Menjadikan pelaku/perintis dalam upaya pengurangan risiko
dan menjadi pemimpin pergerakan masyarakat yang
dilandasi semangat gotong royong, kebersamaan dan
kemandirian.
Sedangkan tujuan dari pemberdayaan masyarakat dalam
mitigasi bencana yaitu : 1) Terwujudnya komitmen masyarakat
dalam menghadapi bencana. 2) Terlaksananya kesiap dan
kemampuan masyarakat dalam upaya penanggulanga bencana.
3) Terwujudnya kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam
melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana 4)
Terwujudnya masyarakat sadar dan akrab bencana. 84
Berdasarkan UU No.24 Tahun 2007 spektrum bencana
cukup luas. Maka diperlukan kerjasama yang intens antara
institusi kebencanaan baik di pusat atau di daerah. Mereka
harus mampu bekerjasama dalam semua (empat) lini tahapan
dengan masyarakat. Empat tahapan tersebut yakni tahap
pertama kesiapsiagaan (perencanaan siaga, peringatan dini),
tahap kedua tanggap darurat (kajian darurat, rencana
operasional, bantuan darurat), tahap 2 ketiga pasca darurat
(pemulihan, rehabilitasi, penuntasan, pembangunan kembali),
tahap keempat pencegahan dan mitigasi atau penjinakan dapat
secara simultan dilaksanakan dengan peran aktif masyarakat.
Dari empat tahap tersebut, yang paling mungkin
melibatkan masyarakat adalah tahapan langkah-langkah
pencegahan dan mitigasi. Penanganan bencana berbasis
83
Nasfyzal Carlo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi
Bencana,slide ke 13, ada di Https://kkn.bunghatta.ac.id
84
Ibid, slide ke 14
56

masyarakat (community based disaster management) ini, bakal


jauh lebih efektif dibandingkan badan-badan formal bentukan
negara. Namun juga tidak berarti lembaga formal itu tidak
penting. Institusi tersebut tetap memiliki peran sebagai
manifestasi kehadiran negara ketika rakyat berada pada situasi
kritis. Bahwa setiap bencana membawa korban baik manusia
maupun harta benda adalah fakta. Tetapi apapun jenis bencana,
sebelum ia datang selalu ada pertanda. Disinilah urgensinya
memahami secara benar dan akurat setiap pertanda yang datang.
Maka tentu yang diperlukan adalah pengetahuan, kecakapan
dan ketrampilan bagaimana masyarakat terutama di wilayah
rawan bencana tersebut mempersiapkan langkah-langkah
antisipatif kedatangan bencana itu.
Ada tiga tahapan program pengurangan resiko bencana
yaitu prabencana, pada saaat bencana dan pasca bencana dan
rehabilitasi. Untuk mengurangi resiko bencana dilakukan
berbagai kegiatan yang disebut dengan mitigasi bencana.
Mitigasi adalah tindakan yang diambil sebelum bencana terjadi
dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan dampak
bencana terhadap masyarakat dan lingkungan. Mitigasi sering
disebut pencegahan atau pengurangan resiko dan dianggap
sebagai landasan manajemen bencana.
Proses pemberdayaan masyarakat yang akan bertujuan
mewujudkan perubahan adalah terwujudnya proses belajar yang
mandiri untuk terus menerus melakukan perubahan. Tujuan
utama pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana
adalah menjadikan masyarakat mandiri pasca bencana dan siap
menghadapi bencana yang akan datang. Berikut proses
pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan dalam mitigasi
bencana :
1. Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat
Menumbuhkan kesadaran masyarakat dilakukan
bertujuan untuk menyiapkan masyarakat untuk memiliki
perilaku siaga dan dan mampu menyikapi bencana yang
akan terjadi.
Kegiatan menumbuhkan kesadaran terkait bencana bagi
masyarakat dapat dilakukan dengan cara sosialisasi kepada
57

masyarakat. Sosialisasi tersebut dilakukan bertujuan untuk


menyadarkan masyarakat bahwa dampak dari bencana
tsunami yang terjadi dapat di minimalisir.
2. Peningkatan Pengetahuan Masyarakat
Menurut Notoatmodjo dalam Astuti, pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan suatu kejadian tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. 85
Pengetahuan mengenai kebencanaan akan dibutuhkan
masyarakat yang tinggal didaerah rawan bencana, karena
berbagai informasi mengenai jenis bencana yang dapat
mengancam mereka, gejalan-gejala bencana, perkiraan
daerah jangkauan bencana, prosedur penyelamatan diri,
tempat yang disarankan untuk mengungsi, dan informasi lain
yang mungkin dibutuhkan masyarakat pada sebelum, saat,
dan pasca bencana itu dapat meminimalkan resiko bencana.
Bentuk dari pemberdayaan yang dilakukan adalah pelatihan
yang diberikan kepada masyarakat.
Proses pemberdayaan dalam mitigasi bencana juga
dapat dilakukan melalui langkah berikut ini : 86
1. Menyiapkan sumber daya. Pada tahap awal perlu
disiapkan sumberdaya manusia, logistik, alat, media dan
informasi yang diperlukan
2. Melakukan pendekatan (advokasi ke tomas, toga, toda,
pemerintah nagari/jorong) untuk memperoleh dukungan
dari berbagai
3. Membentuk kelompok kerja (pokja/ksb) di dimasyarakat
pokja ini sebagai wadah untuk (komunikasi dan

85
Astuti, Sumiyati. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkolosis di RW 04
Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN., h. 12
86
Nasfyzal Carlo, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana, ada
di Https://kkn.bunghatta.ac.id, diakses pada tanggal 26 Juni 2021
58

informasi) membahas berbagai keperluan berkaitan


dengan pemberdayaan.
4. Mengidentifikasi anggota masyarakat yang akan
dilatih/diberdayakan (sebagai kader)
5. Melakukan pelatihan dengan memberi pengetahuan
tentang ancaman/potensi dan risiko bencana pada daerah
masing-masing.
6. Melakukan pembinaan untuk keberlangsungan kegiatan.
113

DAFTAR RUJUKAN

Buku

Adi, Isbandi Rukminto,2008, Pengembangan Masyarakat


Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, ( Jakarta :
Raja Grafindo Persada)

Adi, Isbandi Rukminto, 2012,Pemikiran-Pemikiran dalam


Pembangunan sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia)

Adi, Isbandi Rukminto, 2014, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan


Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIP UI Press)

Ari Sandhyavitri, 2015, Mitigasi Bencana Banjir Dan


Kebakaran, (Riau:UR Press Pekanbaru)

Bungin,Burhan,2011, Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana


Predana Media Group)

Darmadi,Hamid, 2013, Metode Penelitian Pendidikan dan


Sosial. (Bandung: Alfabeta)

Djam‟an Satori dan Aan Komariah, 2011, Metode Penelitian


Kualitatif, (Bandung, Alfabeta)

Deddy, Mulyana, 2005,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,(


Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Eriyanto, 2004, Framing. (Yogyakarta : LkiS)

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metode Penelitian


Sosial, (Jakarta : Bumi Aksara, 200)

J.S. Poerwadarminta, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(Jakarta : Balai Pustaka)
114

Kartono,Kartini , 1997, Metodologi Research Social, ( Alumni


Bandung, Bandung)

Kartono,Kartini , 1996, Pengantar Metodologi Riset (Bandung:


Mundur Maju)

Jusuf Soerdji,1970,Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta;


Mita Wacana)

Moleong,Lexy J, 2013, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:


PT Remaja Rosdakarya)

Moeljarto, Politik Pembangunan Sebuah Analisis, Konsep,


Arah, dan Strategi (Yogyakarta:TiaraWacana, 1993),

Muslim, Azis, Metodologi Pengembangan Masyarakat,


(Yogyakarta : LPM IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Nyoman Sumaryadi, 2005,Perencanaan Pembangunan Daerah


Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Citra
Utama)

Oos, M Anwas,. 2014, Pemberdayaan Masyarakat Di Era


Global, (Bandung: Alfabeta)

Puteh, M.Jakfar, dkk., 2000,Islamdan Pemberdayaan


(Jakarta:PT.RenekaCipta)

Repositori.uin-alauddin.ac.id

Sedarmayanti, Hidayat Syarifudin, 2011, Metodologi Penelitian,


(Bandung : CV.Mandar Maju)

Soehartono, Irawan, 2008, “Metode Penelitian Sosial”,


(Bandung : PT.Remaja Rosdakarya)

Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta:


UNS)
115

Suharto,Edi, 2009, Membangun Masyarakat Memberdayaakan


Rakyat: Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan
Sosial Dan Pekerja Sosial, (Bandung: PT. Reflika
Aditama) cet-ke 2

Suharto,Edi, 2006, Membangun Masyarakat Memberdayaakan


Rakyat, ( Bandung: PT. Reflika Aditama)

Suhartini, Dkk, 2011, Model Pemberdayaan Masyarakat:


(yogyakarta:Pustaka Pesantren)

Soetomo, 2009, Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah


Kerangka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Totok Mardikanto, dan Soebiato Poerwoko, 2015,


Pemberdayaan Masyarakat. (Bandung: Alfabeta)

Yoo, Seunghyun et,al. (2009). “The 6-Step Model For


Community Empowerment: Revisited in Public Housing
Communities for Low- Income Senior Citizens”. Health
Promotion Promotion Practice, Vol.0 No.2

Winarni Tri, 1998, Memahami Pemberdyaan Masyarakat Desa


Partisipatif dalam Orientasi Pembangunan Masyarakat
Desa menyongsong abad 2: menuju Pemberdayaan
Pelayanan Masyaraka, (Yogyakarta. Aditya Media)

Zubaedi, 2013, Pengembangan Masyarakat (Wacana &


Praktik), ( Jakarta : Kencana)

Jurnal dan skripsi


Sandhyavitri, Ari, 2015, Mitigasi Bencana Banjir dan
Kebakaran, (Riau: UR Press)

Sabirin,2012,Pemberdayaan Masyarakat BerbasisKearifan


Lokal, Ed:I,Cet(BandaAceh: Arraniry Pressdan
Lembaga Naskah Aceh(NASA)
116

Hadi, Sutrisno, Metodelogi Research jilid III, (Fakultas


Psikologi UGM, Yogyakarta

Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Volume 2 –


Nomor 2, November 205, (226 - 238)

Tondobala, Linda, Pemahaman Tentang Kawasan Rawan


Bencana Dan Tinjauan Terhadap Kebijakan Dan
Peraturan Terkait, Jurnal Sabua Vol.3, No.: 58-63, Mei
2001, http://www.sulutiptek.com/

Yoo, Seunghyun et,al. (2009). “The 6-Step Model For


Community Empowerment: Revisited in Public Housing
Communities for Low- Income Senior Citizens”. Health
Promotion Promotion Practice, Vol.0 No.2

Online

Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Mitigasi Bencana,


Tahun 2007

Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Mitigasi Bencana,


Tahun 2007

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Kebencanaan,


Pasal 1

Https://kkn.bunghatta.ac.id/files/pembekalan%20mhs%20kkn%
20208-carlo.pdf
http://repository.radenintan.ac.id/
http://eprints.ums.ac.id/
https://digilib.uns.ac.id/

https://bnpb.go.id/berita/peraturan-daerah-nomor-5-th-200-kota-
bandar-lampung

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi,


https://vsi.esdm.go.id/

Anda mungkin juga menyukai