Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MATA KULIAH PERPAJAKAN II

PPh PASAL 15

Disusun Oleh:
1. Meiske Loka Carolina (SA1/2110165758)
2. Fitri Rahma Safira (SA1/2110165760)
3. Ahmad Naufal Satyo Budianto (SA1/2110165765)
4. Agya Aghaya Apriliani (SA1/2110165787)

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH: MEGA ARISIA DEWI, S. E., M. S. A.


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA SURABAYA
PROGRAM STRATA I STUDI AKUNTANSI
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................ 2
BAB I ........................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG .......................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH ...................................... 3
C. TUJUAN ............................................................... 3
BAB II .......................................................................... 4
A. PEMBAHASAN ................................................... 4
BAB III ......................................................................... 8
A. KESIMPULAN..................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 10
BAB I
A. Latar Belakang
Latar belakang makalah mengenai PPh pasal 15 adalah pentingnya
pemahaman mengenai PPh pasal 15. PPh pasal 15 merupakan salah satu jenis
pajak yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia atas penghasilan yang diterima
oleh orang pribadi atau badan yang berada di Indonesia yang berbentuk
pembayaran sewa, honorarium, imbalan, atau pembayaran lainnya yang serupa.
PPh pasal 15 juga berkaitan erat dengan perhitungan perpajakan PPh pasal 21 dan
PPh pasal 23.
Dalam prakteknya, PPh pasal 15 sering dikenakan pada berbagai jenis
transaksi bisnis internasional, seperti jasa konsultan, royalti, bunga, dan dividen
yang diterima oleh investor asing di Indonesia. Dalam banyak kasus, pajak ini
menjadi sumber konflik antara pengusaha asing dan pemerintah Indonesia,
terutama dalam hal tarif dan prosedur perhitungan dan pembayaran pajak. Oleh
karena itu, pemahaman yang baik tentang PPh pasal 15 adalah hal yang sangat
penting bagi para pengusaha dan investor yang berada di Indonesia.
Makalah ini akan membaahas secara mendalam mengenai PPh pasal 15,
termasuk definisi, jenis – jenis penghasilan yang terkena pajak, tarif pajak,
prosedur perhitungan dan pembayaran pajak, serta isu – isu hukum dan
perpajakan. Dalam konteks bisnis internasional, PPh pasal 15 seringkali menjadi
faktor yang memengaruhi keputusan bisnis bagi para investor asing, sehingga
pemahaman yang baik tentang PPh pasal 15 dapat meningkatkan kepercayaan
investor asing terhadap pasar Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum dari PPh pasal 15?
2. Bagaimana cara menghitung besaran pajak yang harus dibayar
berdasarkan PPh pasal 15?
3. Siapa yang terkena kewajiban PPh pasal 15 dan apa saja jenis penghasilan
yang dikenakan pajak melalui pasal ini?
4. Apa saja ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan kewajiban PPh pasal 15?
C. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah mengenai PPh pasal 15 ini adalah untuk
memberika pemahaman yang komprehensif tentang pajak ini kepada para
pembaca. Melalui makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami secara
mendalam mengenai PPh pasal 15, mulai dari definisi, jenis – jenis penghasilan
yang terkena pajak, tarif pajak, prosedur perhitungan dan pembayaran pajak, serta
isu – isu hukum dan perpajakan terkait PPh pasal 15 ini.
BAB II
A. Pembahasan
PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut
dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan
internasional, dan perusahaan asuransi asing. Bisnis lain yang juga terkena PPh
pasal 15 adalah perusahaan pengeboran minyak dan perusahaan yang berinvestasi
dalam bentuk bangun, guna, serah (build, operate, transfer) yang biasanya terkait
dengan proyek – proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, kereta bawah
tanah, dan sebagainya.
PPh pasal 15 memiliki regulasi atau peraturan yang berlaku. Regulasi atau
peraturan tentang PPh pasal 15 berisi ketentuan mengenai pajak yang digunakan
sebagai dasar wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
kewajiban atas PPh pasal 15 yang terutang. Dasar hukum atau regulasi yang
mengatur tentang PPh pasal 15 adalah sebagai berikut:
1. Undang – Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
Undang – undang pajak penghasilan sebagai dasar hukum tentang
pengenaan PPh pasal 15 bagi wajib pajak tertentu. Berikut beberapa
perubahan pengaturan terkait PPh pasal 15 dalam undang – undang pajak
penghasilan:
1) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Awalnya, ketentuan pengenaan PPh pasal 15 diatur dalam
Pasal 15 UU No 7/1983 yang menyebutkan bahwa Menteri
Keuangan dapat mengeluarkan Norma Penghitungan Khusus guna
menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak
dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Berikut bunyi Pasal 16 UU No
7 Tahun 1983 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ini:
• Penghasilan kena pajak, sebagai dasar penerapan tarif bagi
Wajib Paajak dalam negeri dalam suatu tahun pajak,
dihitung dengan cara mengurangkan penghasillan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dengan
pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1), Pasal 7 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf c,
dan huruf d.
• Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
• Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak luar negeri adalah
jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh.
Artinya, wajib pajak yang memenuhi kriteria dalam PPh
pasal 15 dikenakan pajak penghasilan dengan perhitungan terseniri
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai peraturan
pelaksana undang – undang PPh.
2) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas
UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh Sebagaimana Telah Diubah
dengan UU nomor 7 Tahun 1991
Dalam pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan bahwa
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto
dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan
ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) yang ditetapkan Menteri
Keuangan.
Artinya, beleid ini menegaskan bahwa Menteri Keuangan
akan menetapkan kembali pengenaan PPh pasal 15 bagi wajib
pajak tertentu.
3) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Peruabahan
Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 ini, yang memenuhi
kriteria dalam UU PPh pasal 15 merupakan objek pajak. Jadi, objek
pajak yang sesuai dengan UU PPh pasal 15 adalah tidak termasuk
yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Seperti diketahui, dalam pasal 4 ayat (3) UU Nomor 36
Tahun 2008 disebutkan ada beberapa yang dikecualikan dari objek
pajak, salah satunya adalah objek pajak yang memenuhi kriteria
UU PPh pasal 15. Hal ini tertuang dalam pasal 4 ayat (3) huruf d
UU Nomor 36 Tahun 2008 yang berbunyi bahwa penggantian atau
imbalam dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
2. Keputusan Menteri Keuangan (KMK)
Keputusan Menteri Keuangan atau KMK adalah sebagai peraturan
pelaksana dari ketentuan yang sudah diundangkan dalam UU PPh.
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang mengatur tentang PPh
15 beberapa kali diterbitkan dan diubah seperti berikut:
1) Keputusn Menteri Keuangan No. 982/KMK.04/1983 (sudah tidak
berlaku).
2) KMK No. 433/KMK.04/1994 tentang Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Kena Pajak atas Penghasilan dari Pekerjaan
yang Diterima Tenaga Asing yang bekerja pada WP Badan di
Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Indonesia.
3) KMK No. 632/KMK.04/1994 tentang Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto bagi WP Luar Negeri yang Bergerak di
Bidang Usaha Pelayaran atau Penerbangan dalam Jalur
Internasional (sudah tidak berlaku).
4) KMK No. 181/ KMK.04/1995 tentang Norma Perhitungan Khusus
Penghasilan Neto bagi WP yang Bergerak di Bidang Usaha
Peelayaran atau Penerbangan (sudah tidak berlaku).
5) KMK No. 248/KMK.04/1995 tentang perlakuan PPh Terhadap
Pihak – Pihak yang Melakukan Kerjasama dalam Bentuk
Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) atau
BOT.
6) KMK No. 416/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto bagi WP Perusahaan Pelayaran Dalam
Negeri (sudah tidak berlaku).
7) KMK No. 475/KMK.04/1996 tentang Norma Perhitungan
Penghasilan Neto bagi WP Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
(masih berlaku).
8) KMK No. 453/KMK.03/2001 tentang Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto dan Cara Pembayaran Pajak Penghasilan
bagi WP yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract
Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak –
Anak.
Masih berlakunya beberapa KMK tersebut seiring diterbitkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.03/2018 tentang
Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri
Keuangan di Bidang Pajak Penghasilan.
Dari penjelasan yang tertuang dalam peraturan perundang – undangan
perpajakan tentang Pajak Penghasilan di atas, dapat diartikan bahwa yang
dimaksud dengan PPh pasal 15 adalah metode penghitungan atau cara untuk
menghitung pajak penghasian yang dikenakan pada wajib pajak tertentu. Jadi, PPh
Pasal 15 adalah cara penghitungan pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima oleh wajib pajak tertentu. Dasar pengenaan pajak
penghasilan pasal 15 adalah dari peredaran bruto. Peredaran bruto pajak
penghasilan 15 adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai
yang diterima atau diperoleh wajib pajak atau perusahaan terntentu.
Secara lebih rinci, berikut ini objek pajak PPh pasal 15 berdasarkan masing
– masing subjek PPh pasal 15 adalah:
1. Objek PPh Pasal 15 atas Charter Penerbangan Dalam Negeri, semua
imbalan atau nilai penggantian berupa uang atau nilai uang yang diterima
dari charter penerbangan dalam negeri.
2. Objek PPh Pasal 15 atas Pelayaran Dalam Negeri, penghasilan yang
diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan
kapal, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri untuk usaha pelayaran.
3. Objek PPh Pasal 15 atas Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri,
semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nlai uang dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia maupun luar negeri untuk usaha pelayaran
dan/atau penerbangan luar negeri.
4. Objek PPh Pasal 15 atas Kantor Pewakilan Dagang Asing (representative
office) di Indonesia, nilai ekspor bruto, yaitu semua nilai pengganti atau
imbalan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri yang
memiliki kantor perwakilan di Indonesia dari pernyerahan barang pada
orang pribadi atau badan di Indonesia.
5. Objek PPh Pasal 15 atas Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa
maklon internasional di bidang produksi mainan anak – anak, jumlah
seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk pemakaian
bahan baku.
Sedangkan subjek PPh Pasal 15 diantaranya:
1. WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri/Luar Negeri/Internasional.
2. WP Perusahaan Asuransi Luar Negeri.
3. WP Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri/Luar Negeri/Internasional.
4. WP Pekerja asing di perusahaan pengeboran migas di Indonesia.
5. WP yang melakukan investasi dalam bentuk BOT.
6. WP Perusahaan dagang asing yang memiliki kantor perwakilan.
7. WP Perusahaan jasa maklon internasional bidang produksi mainan anak
8. WP Perusahaan Pengeboran migas dan panas bumi.
Pada dasarnya, besar tarif pengenaan Pajak Penghasilan pasal 15 berbeda –
beda tergantung jenis industri bisnis yang dijalankan. Dasar penghitungan pajak
penghasilan pasal 15 ini adalah:
PPh Terutang = 30% × Norma Penghitungan Penghasilan Neto
• Norma Penghitungan Penghasilan Neto = Tarif PPh × Peredaran Bruto.
• NPPN merupakan laba bersih.
Berikut rincian tarif PPh pasal 15 dari masing – masing objek dan subjek
pajaknya:
1. Perusahaan Charter Penerbangan Dalam Negeri
PPh terutang = 30% × NPPN atau Laba Bersih
Laba bersih atau NPPN = 6% × Peredaran Bruto
Maka, pajak penghasilan pasal 15 terutang adalah:
= 30% × 6% × Peredaran Bruto
= 1,8% × Peredaran Bruto
2. Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
PPh Terutang = 30% × NPPN atau Laba Bersih
Laba Bersih atau NPPN = 4% × Peredaran Bruto
Maka, pajak penghasilan pasal 15 terutang adalah:
= 30% × 4% × Peredaran Bruto
= 1,2% × Peredaran Bruto
3. Perusahaan Pelayaran Asing atau Penerbangan Luar Negeri
Laba Bersih = 6% dari Peredaran Bruto
Pajak Penghasilan Pasal 15 = 2,64% dari Peredaran Bruto dan bersifat final
4. Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di
Indonesia
Laba Bersih atau Penghasilan Neto = 1% dari Nilai Ekspor Bruto
Pajak Penghasilan Pasal 15 Terutang = 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto dan
bersifat final
Khusus untuk kantor perwakilan dagang dari negara mitra tax treaty
atau P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda), besar tarif pajak
terutang disesuaikan dengan tarif BPT (Branch Profit Tax) dari suatu BUT
(Bentuk Usaha Tetap) tersebut.
5. Pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk Perjanjian Bangun Guna
Serah (Build Operate and Transfer)
Pajak Penghasilan = 5% × Jumlah Bruto Nilai Tertinggi Nilai Pasar dengan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
6. Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di
bidang produksi mainan anak – anak
Laba Bersih atau Penghasilan Neto = 7% dari jumlah seluruh biaya
pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan
baku (direct materials). Perlu diingat, tarif NPPN sebesar 7% tersebut
berlaku sepanjang WP tidak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga
Transfer (advance pricing agreement) dengan DJP. Pajak Penghasilan
Terutang Pasal 15 = 2,1% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau
perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku.
BAB III
A. Kesimpulan
PPh pasal 15 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang tidak memiliki kewajiban
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). PPh pasal 15 umumnya
dikenakan pada Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari
usaha atau pekerjaan bebas, dan Wajib Pajak badan yang memperoleh
penghasilan dari usaha atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia.
Makalah mengenai PPh pasal 15 ini membahas tentang pengertian, objek,
subjek, tarif, kewajiban, dan ketentuan lain terkait dengan pajak ini. Makalah ini
juga memberikan cara perhitungan PPh pasal 15 untuk Wajib Pajak.
Dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 15 merupakan salah satu jenis pajak
penghasilan yang penting bagi pemerintah dalam memperoleh pendapatan negara.
Pajak ini memiliki objek dan subjek yang jelas, serta tarif yang telah diatur dalam
peraturan perundang – undangan. Kewajiban dan ketentuan terkait dengan PPh
pasal 15 juga diatur dengan jelas, sehingga Wajib Pajak harus memahami dan
memenuhi kewajibannya untuk menghindari sanksi ataupun denda. Dengan
memahami PPh pasal 15 dengan baik, Wajib Pajak dapat mengoptimalkan
pengelolaan keuangannya dan memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak.
DAFTAR PUSTAKA
klikpajak.id. (2022, 4 Juli). PPh Pasal 15: Tarif dan Contoh Perhitungan Sesuai
UU PPh 15. Diakses pada 2 April 2023, dari https://klikpajak.id/blog/cara-
menghitung-pph-pasal-15-sesuai-uu-pajak-penghasilan/
online-pajak.com (2016, 5 Desember). Pajak Penghasilan Pasal 15 (PPh Pasal 15).
Diakses pada 2 April 2023, dari https://www.online-pajak.com/tentang-
efiling/pph-pajak-penghasilan-pasal-15

Anda mungkin juga menyukai