Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Antibiotik merupakan zat yang dibutuhkan saat terserang infeksi

mikroorganisme. Dwi (2011) mengungkapkan bahwa antibiotik sintetis golongan

penisilin dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum. Aktif terutama pada

bakteri gram (+) dan beberapa gram (-).Obat golongan ini digunakan untuk

mengobati infeksi pada saluran napas bagian atas (hidung dan tenggorokan)

seperti sakit tenggorokan, infeksi telinga, bronchitis kronik, pneumonia, saluran

kemih (kandung kemih dan ginjal).Contoh obat yang termasuk dalam golongan

ini antara lain : Ampisilin dan Amoksisilin. Efek samping yang ditimbulkan yaitu

reaksi alergi, syok anafilaksis, kematian, gangguan lambung & usus. Pada dosis

amat tinggi dapat menimbulkan reaksi nefrotoksik dan neurotoksik.Amoksisilin

banyak digunakan antara lain untuk terapi infeksi saluran pernafasan bawah,

infeksi telinga-hidung-tenggorokan, saluran kemih, gonorhea, peradangan

lambung akibat infeksi bakteri H.pylori, infeksi kulit dan organ pendukungnya,

antraks, klamidia, dan penyakit Lyme (Hafidz, 2014).

Ada berbagai macam jenis antibiotik yang biasa diperjual-belikan di apotek

ataupun di warung-warung terdekat, akan tetapi biasanya obat-obatan kimia dapat

menimbulkan efek negatif lainnya. Pengobatan dengan menggunakan obat sintesis

atau obat kimia ini memiliki beberapa sifat tertentu yakni lebih diarahkan untuk

menghilangkan gejala-gejala yang timbul, bersifat sympthomatis yang hanya

untuk mengurangi penderitaannya saja, bersifat paliatif artinya penyembuhan

yang bersifat spekulatif, lebih diutamakan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya


akut, reaksi cepat namun bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain,

efek samping yang bisa ditimbulkan adalah iritasi lambung dan hati, kerusakan

ginjal. Disamping adanya beberapa bahan kimia yang memang bersifat merusak,

memberatkan kerja organ ginjal dan akhirnya membuat kerusakan pada ginjal itu

sendiri. Selain daripada itu bahaya obat kimia yang lainnya yaitu dapat

mimbulkan efek samping berupa komplikasi penyakit (Yuniarti, 2013).

Gaya hidup kembali ke alam (back to nature) menjadi tren saat ini sehingga

masyarakat kembali memanfaatkan berbagai bahan alam, termasuk pengobatan

dengan tumbuhan obat (herbal).Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan

suatu penyakit didasarkan pada pengalaman yang secara turun-temurun

diwariskan oleh generasi terdahulu ke generasi berikutnya.Tanaman obat

merupakan suatu komponen penting dalam pengobatan tradisional.Pengobatan

tradisional dipilih sebagai suatu alternatif jika pengobatan medis tidak

membuahkan hasil. Pemilihan bahan-bahan alami untuk pengobatan didasarkan

pada bukti penelitian yang menyatakan bahwa di dalam setiap tumbuhan

terkandung reseptor, struktur kimia, dan hormon yang sama dengan manusia.

Keunggulan pengobatan herba terletak pada bahan dasarnya yang bersifat alami

sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal mungkin.Tidak dapat

dipungkiri bahwa obat-obatan medis, berdasarkan pengalaman, sering

menimbulkan efek samping yang menyebabkan munculnya berbagai penyakit

lainnya.Obat-obatan kimia yang bersifat antibiotik, selain menimbulkan resistensi

pada tubuh, dapat juga membunuh bakteri yang berguna dalam usus besar

sehingga pada penggunaan jangka panjang dapat merusak sistem pencernaan

(Utami, 2008:1). Oleh sebab itu, diperlukan antibiotik yang bersifat alami,
sehingga mampu menekan efek yang ditimbulkan dari penggunaan antibiotik

yang berupa obat-obatan kimia.

Penggunaan bahan alami dengan tujuan untuk penyembuhan beragam jenis

penyakit yang digunakan secara tepat tidak menimbulkan efek samping

dibandingkan dengan penggunaan obat-obat yang berbahan dasar sintesis.

Pemanfaatan tanaman obat ini tergolong murah dan mudah didapatkan. Hal ini

berbanding terbalik dengan obat yang terbuat dari bahan sintetis yang memiliki

harga mahal disisi dan juga memiliki efek samping yang harus diwaspadai

(Duryatmo, 2003). Tanaman obat digunakan selama berabad-abad sebagai obat

untuk penyakit manusia karena mengandung komponen nilai terapi, ada

peningkatan minat dalam Fitokimia sebagai sumber baru antioksidan alami dan

agen antimikroba [1]. Fitokimia adalah senyawa alami dari tumbuhan, seperti

tanaman obat, sayuran, buah-buahan, yang bekerja dengan nutrisi dan serat untuk

bertindak melawan penyakit atau lebih khusus, memberikan perlindungan

terhadap penyakit [2]. Infeksi mikroba telah menjadi salah satu masalah utama

kesehatan masyarakat di dunia dan perkembangan resistensi terhadap antibiotik

yang tersedia telah memimpin peneliti untuk menyelidiki aktivitas antimikroba

dari tanaman obat [3]. Minyak atsiri telah mendapat perhatian besar sebagai

sumber produk alami. Mereka telah disaring untuk potensi penggunaannya

sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan banyak penyakit menular [4].

Rosmarinus officinalis L. milik keluarga Lamiaceae. Tanaman ini mengandung

minyak atsiri, yang memiliki banyak potensi dalam pengobatan tradisional,

kosmetik dan zat penyedap dalam makanan. Aktivitas antangonistik minyak atsiri

rosemary sebagai efek antibakteri untuk bakteri Gram negatif dan positif, juga
antijamur, antioksidan, antimutagenik dan menunjukkan aktivitas sitotoksik] 5.

[Minyak esensial rosemary juga memiliki sifat analgesik, antiinflamasi,

antioksidan, anti tumor, anti ulcerogenik dan hepatoprotektif [6] dan sebagai anti

cyanobacterial [7]. Tanaman yang diduga memiliki aktivitas sebagai antibakteri

adalah tanaman Rosemary (Rosmarinus officinalis) asli wilayah Mediterania. Pada

obat tradisional, rosemary telah digunakan sebagai stimulan dan analgesik ringan

dan telah dianggap sebagai salah satu herbal yang paling efektif untuk mengobati

sakit kepala, masalah sirkulasi menstruasi, penyakit inflamasi (Aleksandar

Raskovic, dkk., 2014). Rosmarinus officinalis. banyak digunakan sebagai

aromatik dan tanaman obat di seluruh dunia (Rozman & Jersek., 2009). Penelitian

terbaru terkait dengan tanaman rosemary telah difokuskan pada anti bakteri, anti

jamur, insektisida, anti kanker dan anti oksidan (Jiang, dkk., 2011).

Sampai saat ini belum ada cara penyembuhan yang tuntas terhadap jerawat,

meskipun ada beberapa cara yang sangat menolong. Salah satunya penggunaan

antibiotik sebagai solusi untuk jerawat yang beberapa dekade ini masih banyak

diresepkan (Yang, dkk., 2009). Akan tetapi penggunaan antibiotik sebagai pilihan

pertama penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk membatasi

perkembangan resistensi antibiotik (Swanson., 2003). Salah satu bakteri penyebab

jerawat adalah Propionibacterium acnes. Bakteri ini termasuk tipe bakteri anaerob

gram positif yang toleran terhadap udara (Brook, dkk., 2005).

Dari latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul Daya

Hambat Ekstrak Tanaman Rosemary (Rosmarinus officinalis) Pada Pertumbuhan

Propionibacterium acnes Dengan Media Mueller Hinton Broth (MHB).


B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan asalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kandungan senyawa fitokimia ekstrak tanaman rosemary

(Rosmarinus officinalis)

2. Bagaimana pengaruh kandungan senyawa fitokimia tanaman rosemary

(Rosmarinus Officinalis) pada pertumbuhan propionibacterium acnes

dengan media Mueller-Hinton Broth (MHB).

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis kandungan fitokimia tanaman rosemary (Rosmarinus

officinalis)

2. Untuk menentukan pengaruh senyawa fitokimia tanaman rosemary pada

pertumbuhan propionibacterium acnes dengan media Mueller-Hinton

Broth (MHB).

D. Hipotesis

Adapun perumusan hipotesis sebagi berikut : Terdapat penghambatan

pertumbuhan Propionibacterium acnes menggunakan tanaman Rosemary

(Rosmarius officinalis).
E. Manfaat

Manfaat penelitian ini diantaranya adalah :

1. Sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri

mengenai kandungan fitokimia dan potensi daun Rosemary.

2. Merupakan informasi ilmiah mengenai khasiat daun Rosemary sebagai

tumbuhan yang mengandung antimikroba yang dapat diaplikasikan di

bidang pengobatan tradisional.

3. Mengetahui konsentrasi minimum aktivitas antibakteri tanaman

rosemary terhadap Propionibacterium acnes.

F. Alur Berpikir

Rosemary merupakan tanaman yang bersifat cosmopolitan dan mudah

tumbuh dimana saja. Sebagai sangat mudah untuk dijadikan tanaman hias. Dan

juga dapat dijadikan teh minuman atau juga bumbu masakan. Tumbuhannya

relatif tahan kering, serta memiliki khasiat pengobatan serta pengusir serangga

serta hama lainnya. Teh rosmarin dapat membantu mengatasi masalah reumatik

dan gejala flu. Tanaman ini biasanya cocok digunakan sebagai teh maupun bahan

makanan. Tanaman ini banyak mengandung kalsium, zat besi, dan Vitamin B6.

Dalam perbanyakan tanaman ini biasanya melalui pencangkokan.

Tanaman Rosemary mengandung zat zat aktif yang diperkirakan memiliki

kandungan yang bisa berpotensi sebagai anti mikroba dan juga anti oksidan.

Sebagai tanaman Obat Rosemary juga memiliki potensi sebagai antioksidan.

Potensi lainnya sebagi anti bakteri terdapat pada bagian daunnya karena

mengandung metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid dan polifenol. Oleh


karena itu perlu di teliti tentang potensi anti mikroba dari daun Rosemary ini dan

dicari kandungan optimum yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes. Seperti yang diungkapkan oleh Pelczar dan Chan

(2012) apabila konsentrasi zat antimikroba lebih tinggi (sampai suatu batas

tertentu) maka bakteri akan lebih cepat terbunuh. Pelczar dan Chan (2012)

mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas zat

antimikroba adalah konsentrasi zat antimikroba. Peluang untuk mengenai suatu

sasaran sebanding tidak hanya dengan jumlah sasaran yang ada tetapi juga

terhadap jumlah peluru yang ditembakkan, yaitu konsentrasi bahan kimia. Apabila

peluru itu adalah molekul suatu zat kimia maka sel – sel akan terbunuh lebih cepat

jika konsentrasi zat tersebut lebih tinggi (tentunya sampai suatu batas tertentu).

Semakin besar konsentrasi zat antimikroba yang digunakan maka akan semakin

cepat bakteri tersebut terbunuh dan semakin besar pula ukuran zona hambat,

karena intensitas flavonoid, saponin, tanin sebagai zat antimikroba menjadi lebih

banyak sehingga peluang untuk membunuh bakteri menjadi lebih banyak pula,

maka dengan begitu ukuran zona hambat (daerah bening) menjadi semakin besar.

Harmita dan Radji (2008:4) menyatakan bahwa aturan dalam penentuan dosis

kedokteran diperlukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yaitu konsentrasi

terendah atau terkecil dari zat antibakteri yang masih dapat menghambat

pertmbuhan bakteri. Hal ini dianggap efektif digunakan karena jika penggunaan

zat yang tinggi dikhawatirkan akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan

tubuh.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Rosemary (Rosmarinus officinalis)

1. Karakteristik

Tanaman rosemary (Rosmarinus officinalis L.) merupakan salah satu

tanaman penghasil minyak atsisri. Tidak hanya dapat dijadikan tanaman hias

akan tetapi dapat digunakan secara modern yaitu untuk fungsi estetika dan

fungsional. Rosemary memiliki fungsi lain yaitu sebagai rempah dan herba.

Tanaman yang berasal dari Eropa ini dapat hidup dengan baik dalam kondisi

yang kering dan sejuk di daerahnya. Jika dilihat tanaman ini hampir

menyerupai anak cemara, namun bila diteliti lebih cermat tanaman ini

memiliki aroma khas seperti minyak kayu putih, dan memiliki bunga yang

berwarna ungu. Kandungan minyak atsiri dalam rosemary banyak

dimanfaatkan dalam dunia kesehatan. Sealain itu tanaman rosemary biasanya

digunakan sebagai aromaterapi karena terdapat kandungan minyak atsisri

didalamnya. Perbungaan tanaman rosemary membutuhkan waktu yang lama

sehingga memerlukan waktu yang lama pula untuk mengahsilkan biji.

Perbanyakan generatif yang membutuhkan waktu yang lama dapat diatasi

dengan perbanyakan secara vegetatif. Salah satu alternatif perbanyakan

dengan cara stek. Adaptasi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan stek

batang biasanya cukup lambat bahkan menyebabkan kematian karena hara

yang dimiliki tanaman stek semakin berkurang. Agar tetap mendapatkan

asupan hara setelah tanaman distek maka dengan memberikan media yang

dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman. Akan tetapi tidak semua tanaman
dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungannya dalam keadaan setalah

distek. Karakteristik Rosemary merupakan salah satu tanaman yang termasuk

kedalam tanaman aromatik karena mempunyai aroma yang khas. Bunga

Rosemary aromanya menyerupai minyak telon sehingga dapat berfungsi

sebagai anti nyamuk. Bunga rosemary berwarna ungu berukuran kecil, dan

berbentuk jarum berwama hijau tua dengan panjang 2 -2,5 cm. Tanaman ini

dapat tumbuh dengan baik meskipun ditempatkan di dalam ruangan.

Rosemary dapat diperbanyak dengan cangkok dan stek batang (Palupi, 2015).

2. Klasifikasi

Rosemary merupakan herba dari family Lamiaceae yang berasal

dari daerah Mediterania. Berikut klasifikasi rosemary (Anggraeni, 2015) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Class : Magnolipsida

Subclass : Astiridae

Order : Lamiales

Family : Lamiaceae

Genus : Rosmarinus L.

Species : Rosmarinus officinalis

Binominal name : Rosmarinus officinalis L.


B. Bahan Aktif Rosemary

Minyak atsiri dari bagian daun tanaman Rosmarinus officinalis didapat

melalui metode hidro destilasi. Total senyawa dari minyak atsiri yang dapat

teridentifikasi sebanyak 25 campuran senyawa, dengan komponen mayor antara

lain a-pinene(22,85 %), 1,8-cineole(19,50%), dan verbenone(13,51%). Senyawa

α-pinenedan β-pineneadalah salah satu monoterpen didistribusikan paling banyak

di kelompok tumbuhan dan merupakan konstituen utama dari berbagai minyak

atsiri. Sedangkan menurut Kherissat 2009 dalam Perdani 2015 Flavonoid;

Rosmarinic acid, Chlorogenic acid, Caffeic acid 2-(3,4-dihydroxyphenyl) ethenyl

ester (terdapat pada bunga), Flavonoid; Hypolaetin, Scutellarein, Salvigenin,

Malvidin, Xanthomicrol, Delphinidine (terdapat pada daun), dan Terpenoi; Linalil

asetat, Linalol, 1,8-Cineole, Camphor, Ursolic acid, Oleanolic acid yang juga

terdapat dalam tanman lavender. Rosmarinus officinalis L. adalah tanaman obat

milik keluarga Lamiaceae dan umumnya dikenal sebagai rosemary . Selain

digunakan dalam kuliner karena aromanya yang khas, tanaman ini juga banyak

digunakan oleh masyarakat tradisional, di mana ia tumbuh liar .Ekstrak yang

diperoleh dari rosemary digunakan sebagai antioksidan alami, meningkatkan

umur simpan yang mudah rusak makanan . Faktanya, UE telah menyetujui ekstrak

rosemary (E392) sebagai antioksidan alami yang aman dan efektif pengawetan

makanan. Karena minat yang meningkat pada sifat obat R. officinalis L., sangat

penting untuk ditinjau studi sebelumnya, menjalin hubungan profesional antara

perusahaan, pemerintah, perusahaan farmasi besar dan institusi akademik.


C. Antioksidan

Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron

(electron donors) dan secara biologis antioksidan merupakan senyawa yang

mampu mengatasi dampak negatif oksidan dalam tubuh seperti kerusakan

elemen vital sel tubuh. Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat

penting karena berkaitan dengan kerja fungsi sistem imunitas tubuh, terutama

untuk menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel, dan

asam nukleat, serta mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel

imun.

Produksi antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk

mengimbangi produksi radikal bebas. Antioksidan tersebut kemudian berfungsi

sebagai sistem pertahanan terhadap radikal bebas, namun peningkatan produksi

radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress, radiasi UV, polusi udara dan

lingkungan mengakibatkan sistem pertahanan tersebut kurang memadai,

sehingga diperlukan tambahan antioksidan dari luar.

Antioksidan di luar tubuh dapat diperoleh dalam bentuk sintesis dan

alami. Antioksidan sintetis seperti buthylatedhydroxytoluene (BHT),

buthylated hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone (TBHQ) secara

efektif dapat menghambat oksidasi. Namun, penggunaan antioksidan sintetik

dibatasi oleh aturan pemerintah karena, jika penggunaannya melebihi batas

justru dapat menyebabkan racun dalam tubuh dan bersifat karsiogenik,

sehingga dibutuhkan antioksidan alami yang aman. Salah satu sumber potensial

antioksidan alami adalah tanaman karena mengandung senyawa flavonoid,

klorofil dan tanin.


Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi

radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan

dalam tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak

memiliki sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi

paparan radikal berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen

(berasal dari luar).

Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses oksidasi

dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam

makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,

meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta

mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi.

Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga

macam, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier

1. Antioksidan Primer

Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat

menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan

hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau sintetis. Contoh

antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT).

Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang

sangat reaktif, kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau tidak reaktif.

Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hidrogen atau CB-D (Chain

breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor elektron atau CB-A

(Chain breaking acceptor).


2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non

enzimatis. Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa oksigen

reatif dengan cara pengelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Prinsip

kerja sistem antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi

oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal

tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen

seluler. Antioksidan sekunder di antaranya adalah vitamin E, vitamin C,

beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin dan

sebagainya.

3. Antioksidan Tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan

metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan

biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA

yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan

Double strand baik gugus non-basa maupun basa.

D. Bakteri Propionibacterium acnes

Bakteri Propionibacterium acnes merupakan bakteri penyebeb infeksi.

Bakteri ini merupakan penyebab terjadinya jerawat. Jerawat (acne vulgaris)

merupakan penyakit kulit yang menyerang pilosebasea kulit yaitu bagian kelenjar

sebasea dan folikel rambut. Pembentukan jerawat terjadi karena adanya

penyumbatan folikel oleh sel-sel mati, sebum, dan peradangan yang disebabkan

oleh Propionibacterium acnes pada folikel sebasea (West et al., 2005).


Pengobatan jerawat dilakukan dengan cara memperbaiki abnormalitas folikel,

menurunkan produksi sebum, menurunkan jumlah koloni Propionibacterium

acnes, dan menurunkan inflamasi pada kulit. Populasi bakteri Propionibacterium

acnes dapat diturunkan dengan memberikan suatu zat anti bakteri seperti

eritromisin, klindamisin, dan benzoil peroksida (Wyatt et al., 2001).

Propionibacterium acne termasuk dalam kelompok bakteri Corynebacteria.

Propionibacterium acne merupakan difteroid anaerob yang biasanya menetap

pada kulit normal. Bakteri ini ikut serta dalam patogenesis jerawat dengan

menghasilkan lipase, yang memecahkan asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam

lemak ini dapat menimbulkan radang jaringan dan ikut menyebabkan jerawat

(Pramasanti, 2008). Propionibacterium acne merupakan bagian flora kulit normal,

kadang-kadang bakteri ini muncul dalam biakan darah dan harus dibedakan

sebagai suatu pencemarbiakan atau penyebab sebenarnya dari penyakit.

Propionibacterium acne kadang-kadang menyebabkan infeksi katup jantung

prostetik dan pintas cairan serebrospinal (Jawetzbet al., 1996). Adapun klasifikasi

dari Propionibacterium acne adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Species : Propionibacterium acne

(Brannan, 2007).

Ciri penting dari Propionibacterium acne adalah berbentuk batang tak

teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di
udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filamen

bercabang atau campuran antara bentuk batang atau filamen dengan bentuk

kokoid. Propionibacterium acne memerlukan oksigen mulai dari aerob atau

anaerob fakultatif sampai ke mikrofilik atau anaerob. Beberapa bersifat patogen

untuk hewan dan tanaman. Obat yang digunakan secara topikal kebanyakan

mengandung unsur sulfur dan astringent lainnya. Benzoil Peroksida 2,5-10%

sangat aktif melawan Propionibacterium acne. Obat terapi sistemik yang

digunakan adalah tetrasiklin dan eritromisin (Pramasanti, 2008).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2020 yang berlokasi di

Laboratorium Program Studi Pendidikan Biologi Univeristas Kuningan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah dalam bentuk tanaman rosemary yang

didapatkan di Kebun Percobaan Manoko, sedangkan sampel dalam penelitian ini

adalah ekstrak dari tanaman rosemary yang akan dilihat aktivitas daya hambat

terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes. Isolat bakteri Propionibacterium

acne dari Laboratorium Mikrobiologi Farmasi ITB dan sampelnya adalah biakan

bakteri Propionibacterium acne yang berasal dari isolat Propionibacterium acne

tersebut.

C. Metode dan Desain Penelitian

a. Metode Penelitian

1. Skrining Fitokimia

Untuk skrining fitokimia, sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol

daun rosemary. Skrining fitokimia dilakukan pada komponen-komponen yang

diperkirakan terkandung dalam daun rosemary, yaitu minyak atsiri, flavonoid,

dan polifenol.
 Uji Minyak Atsiri

Sampel yang digunakan adalah sebanyak 100 gr daun rosemary yg telah

dibersihkan, kemudian dimasukkan dalam labu destilasi dan diisi dengan

air. Mantel pemanas dinyalakan dan destilasi dilakukan selama 7 jam

dihitung setelah destilasi pertama turun. Kemudian hasill destilasi

dilakukan penentuan komposisi senyawa minyak atsiri dengan Gas

Kromatografi.

 Uji Polifenol

Uji polifenol dilakukan dengan mereaksikan ekstrak etanol daun rosemary

dengan larutan FeCl3 1%. Hasil ditunjukkan dengan terbentuknya warna

hijau, merah, ungu, biru tua, biru, biru kehitaman, atau hijau kehitaman

(Harborne, 1987).

 Uji Flavonoid

Uji flavonoid dilakukan dengan memanaskan ekstrak etanol daun

rosemary selama lima menit, kemudian ditambah beberapa tetes HCl pekat

dan bubuk Mg. Hasil ditunjukkan dengan munculnya warna merah tua

(Robertson, 1995) atau merah, kuning atau jingga (Harborne, 1987).

 Uji Antioksidan

Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Tahap awal

metode ini adalah membuat larutan DPPH standar, kemudian membuat

sampel untuk dianalisis. Larutan sampel diinkubasi selama 30 menit pada

suhu 25 °C dalam keadaan gelap. Larutan sampel diukur absorbansinya

dengan larutan etanol sebagai blanko. Aktivitas antioksidan dihitung


berdasarkan persentase peredaman radikal bebas DPPH oleh senyawa

antioksidan.

2. Analisis Pengaruh Daun Rosemary terhadap Bakteri

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode difusi (cup-plate

technique) yaitu metode dengan membuat sumur pada media agar yang telah

ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen

antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008:189). Ekstrak daun Rosemary

yang diberikan pada setiap lubang sumur dengan konsentrasi yang berbeda-

beda akan berdifusi pada media agar untuk mengetahui zona hambat

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes. Area jernih mengindikasikan

daerah yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme karena terdapat zat

antibakteri pada daun Rosemary.

b. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

terdiri dari 5 perlakuan, yaitu :

Perlakuan A : Konsentrasi ekstrak daun Rosemary

0% Perlakuan B : Konsentrasi ekstrak daun Rosemary

1% Perlakuan C : Konsentrasi ekstrak daun Rosemary

2% Perlakuan D : Konsentrasi ekstrak daun

Rosemary 3% Perlakuan E : Konsentrasi ekstrak daun

Rosemary 4%

Konsentrasi tersebut ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya tentang

uji ekstrak daun Rosemary sebagai anti bakteri (Rosalia, tt). Gomez (2010:8)
menyatakan bahwa rumus untuk menentukan db galat sesuai dengan rancangan

yang digunakan adalah t (r - 1) ≥ 15. Sehingga untuk menentukan jumlah ulangan

pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut :

Diketahui :t=5

Ditanyakan : r = ?

Jawab : t (r - 1) ≥ 15

5 (r - 1) ≥ 15
5r - 5) ≥ 15

5r ≥15+5

5r ≥ 20

r≥4

Jadi, tiap perlakuan minimal yang digunakan sebanyak 4 kali ulangan.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan

acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 kali pengulangan sehingga

diperoleh 20 data. Penyimpanan penelitian disimpan di dalam lemari inkubator

dan dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan banyaknya ulangan,

kemudian diletakkan secara random. Adapun tata letak pada penelitian ini,

yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tata Letak Percobaan

I II III IV V

B4 D1 E2 A3 C4

A2 E3 D4 C1 B3

E4 C3 A1 B2 D2

D3 B1 C2 E1 A4
Keterangan :
A = Menunjukan perlakuan
A1 1 = Menunjukan pengulangan

D. Variabel dan Parameter

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini ialah perbedaan konsentrasi ekstrak daun

Rosemary

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu bakteri Propionibacterium acnes.

c. Parameter

Parameter yang diukur pada penelitian ini yaitu diameter zona hambat

yang ditunjukkan oleh daerah bening (daerah yang tidak ditumbuhi bakteri)

dalam satuan milimeter.

E. Alat dan Bahan

a. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Alat yang Digunakan dalam Penelitian

No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah


1 2 3 4
1. Blender - 1 buah
2. Tabung Reaksi - 10 buah
3. Gelas Ukur 100 ml 2 buah
4. Jarum Oase - 2 buah
5. Pipet Tetes - 2 buah
6. Cawan Petri - 25 buah
7. Kompor Gas - 1 buah
8. Inkubator - 1 buah
9. Pengaduk - 2 buah
10. Gunting - 1 buah
11. Kertas Label - 1 lembar
12. Jangka Sorong - 1 buah
13. Lampu Spirtus - 1 buah
14. Korek Api - 1 buah
15. Pinset - 1 buah
16. Kertas Buram - 100 lembar
No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1 2 3 4
17. Pulpen - 1 buah
18. Timbangan Ohaus - 1 buah
19. Alat Pelubang - 1 buah
20. Lemari Es - 1 buah
21. Cotton Bud - 2 buah
22. Gelas Kimia 1000 ml 1 buah
23. Kaki Tiga - 1 buah
24. Autoklaf - 1 buah
25. Sendok Kimia - 2 buah
26. Kassa Asbes - 1 buah
27. Penjepit - 2 buah
28. Suntikan - 2 buah
29. Gelas Ukur 10 ml 2 buah
30. Gelas Kimia 500 ml 1 buah
31. Gelas Kimia 100 ml 2 buah
32. Kertas Saring - 1 lembar
33. Ayakan - 1 buah

b. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No. Nama Bahan Spesifikasi Jumlah


1. Daun Kersen Hijau 1/2 kg
2. Etanol 96% Cair 100 ml
3. Aquades Cair 5 Liter
4. Isolat Propionibacterium acnes Padatan 1 Tabung Reaksi
5. NaCl Cair 1 Tabung Reaksi
6. Muller Hinton Agar Serbuk -
7. Mac. Farlan Cair 1 Tabung Reaksi

F. Prosedur Pengumpulan Data

a. Membuat Ekstrak Daun Rosemary untuk Screening Fitokimia


Daun Rosemary yang digunakan adalah daun rosemary segar berwarna ungu,

dikeringkan selama 7 hari, kemudian diblender. Sebanyak 100 gram serbuk

daun rosemary diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut air

dan etanol. Perbandingan serbuk dan pelarut adalah 1 : 3. Setelah 48 jam

sampel disaring, dan ditaruh dalam erlenmeyer, dievaporasi pada suhu 40 °C,

sampai diperoleh ekstrak larutan pekat. Selanjutnya, larutan tersebut

digunakan untuk uji minyak atsiri, uji polifenol, dan uji flavonoid. Khusus

untuk uji antioksidan diikuti tahapan sebagai berikut:

1) Pengujian Antioksidan

Menyiapkan 5 sampel ekstrak daun tanjung yang memiliki variasi waktu

ekstraksi yaitu 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit.

Kemudian membuat larutan induk masing-masing sampel sebesar 100

ppm dengan melarutkan 10 mg ekstrak pada 100 ml metanol PA.

Selanjutnya melakukan pengenceran menggunakan pelarut metanol PA

dengan membuat variasi konsentrasi yaitu 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, 8 ppm

dan 9 ppm pada tiap masing-masing sampel. Menyiapkan larutan stock

DPPH 50 ppm.Larutan stock DPPH dibuat dengan melarutkan 5 mg

padatan DPPH ke dalam 100 ml metanol PA. Kemudian disiapkan

larutanperbandingan, yaitu larutan kontrol yang berisi 2 ml metanol PA

dan 1 ml larutan DPPH 50 ppm. Untuk sampel uji, disiapkan masing-

masing 2 ml larutan sampel dan 2 ml larutan DPPH.Kemudian, di

inkubasi selama 30 menit pada suhu 27℃hingga terjadi perubahan

warna dari aktivitas DPPH. Semua sampel dibuat triplo. Semua sampel

yaitu sampel ekstrak yang telah di inkubasi di uji nilai absorbansinya


menggunakan spektrofotometer Uv-vis pada panjang gelombang 517

nm.

2) Penentuan nilai IC50

Analisis pengujian antioksidan metode DPPH dilakukan dengan melihat

perubahan warna masing-masing sampel setelah di inkubasi bersama

DPPH. Jika semua elektron DPPH berpasangan dengan elektron pada

sampel ekstrak maka akan terjadi perubahan warna sampel dimulai dari

ungu tua hingga kuning terang. Kemudian sampel diukur nilai

absorbansinya menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang

gelombang 517 nm.

b. Membuat Ekstrak Daun Rosemary, untuk Uji Bakteri (Hidayat, 2013)

1) Daun Rosemary segar sebanyak 250 gram dirajang, kemudian dicuci

dan dikering anginkan selama kurang lebih 7 hari. Daun kersen yang

telah dikering anginkan tersebut dihaluskan dengan cara diblender,

kemudian diayak sehingga dihasilkan serbuk daun kersen.

2) Serbuk daun Rosemary sebanyak 50 gram direndam dalam gelas kimia

dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan aquades, dengan

perbandingan antara bahan dan pelarut 1 : 3 (Damayanti dan Fitriana,

2012:3), jadi etanol yang digunakan yaitu sebanyak 75 ml dan aquades

sebanyak 75 ml, kemudian tutup rapat. Perendaman dilakukan selama

3 x 24 jam (Kurnia, 2011:2-8).


3) Setelah 3 x 24 jam perendaman serbuk daun Rosemary, kemudian

saring dengan menggunakan kertas saring, sampai didapat ekstrak cair

dari serbuk daun kersen.

4) Ekstrak yang telah disaring diuapkan dengan cara dipanaskan diatas

lampu spirtus. Pertama, didihkan air menggunakan gelas kimia diatas

lampu spirtus, kemudian masukkan tabung reaksi yang telah diisi

dengan ekstrak daun Rosemary yang telah disaring ke dalam didihan

air tersebut. Setelah tidak tercium bau etanol dan sudah tidak

mengeluarkan uap lagi, angkat tabung rekasi yang berisi ekstrak daun

kersen tersebut, sehingga kemudian diperoleh ekstrak kental daun

kersen sebanyak 40 ml.

5) Membuat konsentrasi induk (Watson 2009:21) sebanyak 10 % v/v

maka ekstrak kental yang digunakan adalah 10 ml. Kemudian ekstrak

kental tersebut diencerkan dengan menambah aquades sebanyak 99

ml, sehingga volume konsentrasi induk menjadi 100 ml (10 % b/v =

100 mg/ml).

6) Membuat konsentrasi ekstrak yang diubah dari persen ke dalam mg/ml

(1% b/v = 10 mg/ml), yaitu: 10 mg/ml, 20 mg/ml, 30 mg/ml, 40

mg/ml, dengan melakukan pengenceran menggunakan aquades.

7) Perhitungan pembuatan konsentrasi esktrak daun Rosemary

menggunakan rumus sebagai berikut :

V1 X C1 = V2 x C2

Keterangan :

V1 = Volume larutan ekstrak yang diambil (ml)


C1 = Konsentrasi ekstrak yang diambil (mg/ml)

V2 = Volume larutan yang akan dibuat (ml)

C2 = Konsentrasi larutan yang akan dibuat (mg/ml)

Perhitungan konsentrasi:

1. 0 mg/ ml sebagai kontrol, artinya tidak menambahkan ekstrak

daun kersen, dan hanya menggunakan aquades.

2. 10 mg/ml

V1 x C1 = V 2 x C2

V1 x 100 mg/ml = 10 ml x 10 mg/ml

V1 x 100 mg/ml = 100 mg/ml2

V1 = 1 ml

Jadi, untuk membuat konsentrasi 10 mg/ml diambil ekstrak

daun Rosemary sebanyak 1 ml dari larutan induk berkonsentrasi

10 % kemudian ditambahkan aquades sampai mencapai 10 ml (1

ml ekstrak daun Rosemary ditambah 9 ml aquades).

3. 20 mg/ml

V1 x C1 = V 2 x C2

V1 x 100 mg/ml = 10 ml x 20 mg/ml

V1 x 100 mg/ml = 200 mg/ml2

V1 = 2 ml

Jadi, untuk membuat konsentrasi 20 mg/ml diambil

ekstrak daun Rosemary sebanyak 2 ml dari larutan induk


berkonsentrasi 10 % kemudian ditambahkan aquades sampai

mencapai 10 ml ( 2 ml ekstrak daun kersen ditambah 8 ml

aquades).

4. 30 mg/ml

V1 x C1 = V 2 x C2

V1 x 100 mg/ml = 10 ml x 30

mg/ml V1 x 100 mg/ml = 300 mg/ml2

V1 = 3 ml

Jadi, untuk membuat konsentrasi 30 mg/ml diambil ekstrak

daun Rosemary sebanyak 3 ml dari larutan induk berkonsentrasi

10 % kemudian ditambahkan aquades sampai mencapai 10 ml (3

ml ekstrak daun kersen ditambah 7 ml aquades).

5. 40mg/l

V1 x C1 = V 2 x C2

V1 x 100 mg/ml = 10 ml x 40

mg/ml V1 x 100 mg/ml = 400 mg/ml2

V1 = 4 ml

Jadi, untuk membuat konsentrasi 40 mg/ml diambil ekstrak

daun Rosemary sebanyak 4 ml dari larutan induk berkonsentrasi

10 % kemudian ditambahkan aquades sampai mencapai 10 ml ( 4

ml ekstrak daun kersen ditambah 6 ml aquades).

c. Peremajaan Bakteri
1) Siapkan 1 ml NaCl dalam tabung reaksi, jarum oase, cotton bud, gelas

ukur 100 ml dan dibungkus dengan menggunakan kertas buram untuk

disterilisasi.

2) Menimbang agar muller hinton sebanyak 2,5 gr menggunakan neraca

ohaus dengan perbandingan agar : aquades adalah 50 gr : 1000 ml.

3) Agar-agar yang telah dicampur aquades sebanyak 50 ml direbus dalam

gelas kimia sampai kira-kira mendidih.

4) Kemudian agar-agar yang telah mendidih disterilisasi bersama NaCl dan

bahan lainnya yang telah disiapkan dengan menggunakan autoklaf, ±

selama 2 jam.

5) Menuangkan agar-agar yang telah disterilisasi ke dalam cawan petri

sebanyak 20 ml, kemudian goyangkan dan diamkan sampai dingin.

6) Membuat suspensi bakteri dengan memasukkan bakteri ke dalam NaCl

yang telah disterilisasi dengan menggunakan jarum oase, sampai kira-kira

tingkat kekeruhannya sama dengan Mac. Farlan.

7) Setelah agar dingin, oleskan suspensi bakteri pada agar-agar yang telah

dingin dengan menggunakan cotton bud.

8) Kemudian cawan petri diinkubasi pada inkubator dengan suhu ± 37oC .

d. Penanaman Bakteri

1) Menimbang 22 gram agar-agar Mueller hinton menggunakan neraca

ohaus.

2) Masukkan 800 ml aquades ke dalam gelas kimia.

3) Campurkan agar-agar Mueller Hinton ke dalam aquades tersebut.


4) Campuran agar-agar Mueller Hinton dan aquades dipanaskan hingga

mendidih sambil diaduk terus-menerus.

5) Agar-agar Mueller Hinton yang telah mendidih kemudian disterilisasi

pada autoklaf bersama dengan 20 cawan petri, 5 buah tabung reaksi, 2

tabung reaksi yang berisi NaCl, pipet tetes, jarum oase, 1 buah gelas

ukur 100 ml, gelas kimia 500 ml yang diisi dengan aquades, 2 buah

gelas ukur 10 ml, alat pelubang, 2 buah suntikan dan ekstrak kental

daun kersen yang telah diuapkan. Semua bahan yang akan disterilisasi

dibungkus dengan kertas buram.

6) Sterilisasi dilakukan selama ± 2 jam.

7) Setelah sterilisasi selesai, masukkan bakteri yang telah diremajakan ke

dalam tabung reaksi yang berisi NaCl dengan menggunakan jarum oase,

sampai tingkat kekeruhannya sama dengan Mac. Farlan.

8) Tuangkan agar-agar yang telah disterilisasi ke dalam cawan petri

dengan ketebalan yang sama rata, ± 4 mm atau dengan takaran

sebanyak 30 ml agar-agar, ketika suhu agar kira-kira 40-50oC.

9) Semprotkan suspensi bakteri ke dalam cawan petri yang telah berisi

agar-agar dengan menggunakan jarum suntik, sebanyak 1 ml.

10) Goyangkan cawan petri supaya suspensi bakteri dengan agar-agar

bersifat homogen.

11) Tutup cawan petri tersebut ketika agar-agar dingin dan mengeras serta

tidak mengeluarkan uap.

12) Membuat konsentrasi induk sebanyak 10% dari ekstrak kental daun

kersen yang telah disterilisasi dan diencerkan dengan menambahkan

aquades sampai volume konsentrasi induk mencapai 100 ml.


13) Membuat konsentrasi ekstrak yang akan digunakan yang diambil dari

larutan induk berkonsentrasi 10%. Konsentrasi ekstrak diubah dari

persen ke dalam mg/ml (1% b/v = 10 mg/ml). Misalnya untuk membuat

konsentrasi 2% (20 mg/ml), maka ekstrak kental yang diambil dari

larutan induk berkonsentrasi 10% adalah 2 ml, kemudian ditambahkan

aquades sampai mencapai 10 ml. Jadi aquades yang digunakan adalah

sebanyak 8 ml.

14) Buatlah 4 buah sumur pada media agar yang telah padat dalam cawan

petri dengan alat pelubang berdiameter 7 mm.

15) Masukkan ekstrak daun kersen untuk setiap konsentrasi sebanyak 0,2

ml pada masing-masing sumur dengan menggunakan pipet tetes atau

jarum suntik.

16) Bahan uji diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 - 24 jam di dalam

inkubator.

17) Zona hambat diamati dengan cara mengukur daerah bening di sekitar

sumur dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan milimiter dan

data hasil pengukuran dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.

Tabel 3.3 Pengamatan Zona Hambat

Diameter Zona Hambat


Perlakuan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4
A
B
C
D
E

G. Teknik Analisis Data


a. Analisis Data Skrining Fitokimia

Analisis data skrining fitokimia dilakukan dengan cara tabulasi dan deskripsi.

Hal ini dilakukan untuk memudahkan pembahasan unsur-unsur fitokimia

secara detail.

b. Teknik Analisis Data Daun Rosemary terhadap Bakteri

Setelah data diperoleh dari penelitian ini, kemudian dilakukan Analisis

Varian (ANAVA) satu faktor.Analisis Varian (ANAVA) satu faktor ini

digunakan untuk mengetahui adanya potensi antibiotik melalui pemberian

ekstrak daun kersen terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Menurut

Gomez dan Gomez (2010) Analisis Varian (ANAVA) satu faktor untuk

desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagi berikut:

a. Mencari Rata-rata

b. Tes Analisis Varian Satu Faktor

1) Menentukan derajat kebebasan (db)

a. db umum = (r) (t) – 1

b. db perlakuan = t - 1

c. db galat = t (r - 1)

2) Menghitung Faktor Koreksi (FK)

FK = 𝐺2
𝑛

3) Menghitung Jumlah Kuadrat (JK)

a) Menghitung Jumlah Kuadrat Umum (JKU)


𝑛
𝐽𝐾𝑈 = ∑ 𝑋𝑖2 − 𝐹𝐾
𝑖=1

b) Menghitung Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)


∑𝑡𝑖=1 𝑇𝑖2
JKP = – FK
𝑟

c) Menghitung Jumlah Kuadrat Galat

JKG = JKU - JKP

4) Menghitung Kuadrat Tengah (KT)

a) Kuadrat Tengah Perlakuan


𝐽𝐾 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛
KT Perlakuan =
𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛

b) Kuadrat Tengah Galat


𝐽𝐾 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
KT Galat =
𝑑𝑏 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡

5) Menghitung Nilai F

𝐾𝑇𝑃
F = 𝐾𝑇𝐺

6) Menghitung Ftabel pada taraf nyata α = 5% dan α = 1%

Tabel 3.4 Ringkasan Analisis Varian (ANAVA) Menurut Rancangan Acak


Lengkap (RAL)
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat FHitung Ftabel
Keragaman Kebebasan Tengah (KT) 5% 1%
(SK) (db)
∑ 𝑡 𝑇2
Perlakuan t-1 JK = 𝑖=1 𝑖 – FK 𝐽𝐾 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 F =
P
𝑟
t−1
𝐾𝑇𝑃
𝐾𝑇𝐺
Galat t (r - 1) JKG = JKU - JKP 𝐽𝐾 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
t (r − 1)

Umum (r) (t) – 1 𝐽𝐾𝑈


𝑛
=∑ 𝑋2𝑖
𝑖=1

− 𝐹𝐾
Keterangan :

t = Treatment (perlakuan)

r = replikasi (ulangan)

FK = Faktor Koreksi

FK = 𝐺2
𝑛

G = Jumlah Umum

N = Jumlah Seluruh Pengamatan

Kesimpulan :

1. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel pada taraf nyata

1%, maka perbedaan perlakuan dikatakan berbeda sangat nyata dan

ditunjukkan dengan menempatkan tanda dua bintang pada nilai F hitung

dalam sidik ragam.

2. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel pada taraf nyata

5% tetapi lebih kecil daripada atau sama dengan nilai F tabel pada taraf

nyata 1%, maka perbedaan perlakuan dikatakan berbeda nyata dan

ditunjukkan dengan menempatkan tanda satu bintang pada nilai F hitung.

3. Apabila nilai F hitung lebih kecil daripada atau sama dengan nilai F tabel

pada taraf nyata 5%, maka perbedaan perlakuan dikatakan tidak berbeda

nyata dan ditunjukkan dengan menempatkan tanda tn pada nilai F hitung.

Jika perlakuan signifikan (F hitung > F tabel) kemudian dilanjutkan dengan

uji lanjutan dengan menggunakan uji Duncan.

1) Uji beda dua rata-rata dengan uji Duncan

√𝐾𝑇𝑔
Sx =
𝑟
2) Menghitung nilai LSR dengan SSR dari tabel 1% dan 5% LSR = SSR.

X. Sx

3) Membuat tabel beda nyata rata-rata dengan uji Duncan

4) Menentukan urutan efektifitas.


DAFTAR PUSTAKA

Aleksandar Raskovic, Isidora Milanovic, Nebojsa Pavlovic, Tatjana Ćebovic,

Sasa Vukmirovic and Momir Mikov., 2014., Antioxidant Activity Of

Rosemary (Rosmarinus Officinalis L.) Essential Oil And Its

Hepatoprotectivepotential.

Brook, G.F, J.S.Bulet, S.A.Morse., 2012., Mikrobiologi Kedokteran edisi 25.,

Jakarta., EGC.

Cushine, T.P.T. and A.J. Lamb.(2005). Antimicrobial activity of flavonoids.Int.

J. Antimicrobial. 26(5): 343-356.

Damayanti, A. dan Fitriana, E.A (2012). “Pemungutan minyak atsiri mawar

(Rose oil) dengan Metode Maserasi”.Jurnal Bahan Alam Terbarukan.

1(2):1-8. Departemen Kesehatan RI., 1995., Materia Medika Indonesia.

Jilid VI., Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Duryatmo, Sardhi., 2003., Aneka Ramuan Berkhasiat dari Temu-Temuan.

Jakarta : Puspa Sehat.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007., Kimia Farmasi Analisis,

pustaka pelajar, Yogyakarta

Gomez, K.A dan Gomez A. A. (2010). Prosedur Statistik Untuk Penelitian

Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Hafidz.(2014). Macam-macam Antibiotik dan Fungsinya.[Online].Tersedia

:http://www.konsultasisyariah.com/macam-macam-obat-antibiotik-dan-

fungsinya/. [15 Juni 2014].

Jawetz, E. Melnick, J.L dan Adelberg, E.A. (1996). Mikrobiologi Kedokteran

(Edisi 20) Jakarta : EGC.


Jiang, Y., Wu, N., Fu, Y. J., Wang, W., Luo, M., Zhao, C., et al., 2011., Chemical

composition and antimicrobial activity of the essential oil of rosemary.

Environmental Toxicology and Pharmacology.

Pelczar, J.M. dan E.C.S. Chan. (2005). Dasar-dasar

Mikrobiologi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Swanson, J. K., 2003., Antibiotic Resistance of Propionibacterium acnes in Acne

Vulgaris, Dermatology Nursing 15(4): 359-362.

Yang, D., Pornpattananangkul, D., Nakatsuji, T., Chan, M., Carson, D., Huang,

C.M., and Zhang, L., 2009., The Antimicrobial Activity of Liposomal

Lauric Acids Against Propionibacterium acnes, Biomaterials.,30: 6035-

6040.

Anda mungkin juga menyukai