Anda di halaman 1dari 111

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI

DEBITUR DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE

TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat S-2

Oleh :
HERRY WAHAB IRAWAN
NPM : 211663009

PROGRAM MAGISTER HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2023
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI
DEBITUR DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE

TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat S-2

Oleh :
HERRY WAHAB IRAWAN
NPM : 211663009

PROGRAM MAGISTER HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2023
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI
DEBITUR DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE

TESIS
Oleh :
HERRY WAHAB IRAWAN
NPM : 211663009

Proposal Tesis ini telah disetujui untuk diuji pada 28 Januari 2023
Oleh :

Pembimbing I

(Dr. Taufiqurrahman, S.H., M.Hum) Tanggal : 14 Januari 2023

Pembimbing II

(Dr. Andy Usmina Wijaya, S.H., M.H.) Tanggal : 14 Januari 2023

Mengetahui,

(Dr. Suwarno Abadi, S.H., M.Si.) Tanggal : 14 Januari 2023


Ketua Program Studi Magister Hukum

ii
Lembar Pengesahan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI


DEBITUR DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE

TESIS
Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan
Untuk memperoleh gelar Magister Hukum

Oleh :

HERRY WAHAB IRAWAN


NPM : 211663009

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan telah direvisi sebagaimana


disarankan oleh Tim Penguji pada bulan Febuari 2023

Susunan Tim Penguji


Ketua,

(Dr. Rihantoro Bayuaji, S.H., M.H.)

Anggota,

(Dr. Suwarno Abadi, S.H., M.Si) (Dr. Arief syahrul Alam, S.H., M.Hum.)

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sebenarnya bahwa
sepanjang dan sejauh sepengetahuan saya, di dalam penulisan TESIS ini tidak
atau belum pernah saya temukan sebuah karya ilmiah yang sama yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di sebuah perguruan
tinggi, dan tidak pula terdapat karya yang pernah dituliskan atau diterbitkan orang
lain yang secara tertulis dikutip dalam TESIS dengan mencantumkan sumber
kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam penulisan TESIS ini dapat dibuktikan adanya unsur-
unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar akademik yang
telah saya peroleh (Magister) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Surabaya, 3 Febuari 2023

Mahasiswa,

Herry Wahab Irawan / 211663009


Mahasiswa Magister Hukum UWP

iv
ABSTRAK

HERRY WAHAB IRAWAN, Pelindungan Hukum Terhadap Data Pribadi


Debitur dalam Aplikasi Pinjol. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk
aturan mengenai pelindungan data pribadi debitur dalam aplikasi pinjol yang
mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data
Pribadi . Pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang
merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi maka perlu diberikan landasan
hukum untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan pasal 28G
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
atas rasa aman dan pelindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Perkembangan teknologi informasi
dan Komunikasi dalam bidang ekomomi semakin mempermudah masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya hanya dengan jasa layanan keuangan
Fintech(Financial Technology) yang mampu menjadi solusi alternatif pembiayaan
kebutuhan yang mudah dan cepat. Melalui Aplikasi Pinjol masyarakat dapat
menerima dana yang dibutuhkan tanpa harus mengajukan ke bank. Namun akhir-
akhir ini marak kasus pinjaman online yang melakukan penagihan dengan
menyebarkan data pribadi, pengancaman, sampai pencermaran nama baik.
Pelanggaran tersebut dapat menimbulkan kerugian materiel dan nonmateriel.
Kreditur yang melakukan pelanggaran tersebut bisa dikenakan sanksi pidana
maupun sanksi administrasi.

Kata Kunci : Aplikasi Pinjol, Data Pribadi, Pelindungan Hukum.

v
ABSTRACT

HERRY WAHAB IRAWAN, Legal Protection of Debtor Personal Data in the


Pinjol Application. This study aims to analyze the form of rules regarding the
protection of debtors' personal data in loan applications which refer to Law
Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. Personal data protection
is one of human rights which is part of personal self-protection, so it is necessary
to provide a legal basis to provide security for personal data. pursuant to article
28G paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which
states that "Everyone has the right to protection of himself/herself, family, honor,
dignity and property under his control, and has the right to feel safe and protected
from threats of fear to do or not do something that is a human right”. The
development of information and communication technology in the economic field
is making it easier for people to meet their needs only with financial services
(financial technology) which are able to be an alternative solution for financing
needs that is easy and fast. Through the Pinjol application, people can receive the
funds they need without having to apply to the bank. However, lately there have
been cases of online loans that collect bills by sharing personal data, threats, and
defamation. Such violations can cause material and non-material losses. Creditors
who commit these violations can be subject to criminal sanctions and
administrative sanctions.

Keywords: Pinjol Applications, Personal Data, Legal Protection

vi
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Tesis ini sebagai tugas akhir pada Program Magister Hukum,
Program Pascasarjana Universitas Wijaya Putra dengan judul
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI DEBITUR
DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE”. Ucapan terimakasih sebesar-
besarnya disampaikan kepada :
1. Dr. Budi Endarto, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Wijaya Putra
Surabaya.
2. Dr. Suwarno Abadi, S.H., M.Si. selaku ketua Program studi magister hukum.
3. Dr. Taufiqurrahman, S.H., M.Hum. selaku dosen pebimbing I pada penulisan
tesis ini yang telah banyak meluangkan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan tepat waktu.
4. Dr. Andy Usmina Wijaya, S.H., M.H. selaku dosen pebimbing II pada
penulisan tesis ini yang telah banyak meluangkan waktunya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini dengan tepat waktu.
5. Dr. Rihantoro Bayuaji, S.H., M.H dan Dr. Arief syahrul Alam, S.H., M.Hum.
selaku dosen penguji.
6. Dan buat semua pihak yang turut serta memberikan dorongan, serta semangat
dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah mendukung penyusunan Tesis
ini.
Surabaya, 3 Febuari 2023

Herry Wahab Irawan


211663009

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
1.5 Kerangka Teori ................................................................................. 7
1.6 Metode Penelitian ............................................................................. 27
1.7 Sistematika Penulisan Tesis............................................................... 36
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI KONSUMEN
DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE
2.1 Pengertian Aplikasi Pinjaman Online................................................ 37
2.2 Keabsahan Perjanjian Pinjaman Online ............................................ 38
2.3 Transfer Data Pribadi ........................................................................ 53
2.4 Konsep Hukum Data Pribadi pada Aplikasi Pinjaman Online ......... 55
BAB III LANGKAH HUKUM DEBITUR TERHADAP APLIKASI
PINJAMAN ON LINE
3.1 Langkah Hukum Terhadap Penyalahgunaan Data Pribadi ............... 61
3.2 Upaya Hukum Non Litigasi .............................................................. 64
3.3 Upaya Hukum Litigasi ...................................................................... 85
3.4 Sanksi Terhadap Pelanggaran Data Pribadi ...................................... 88

viii
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 94
4.2 Saran .................................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR SINGKATAN

Pinjol : Pinjaman Online

Fintech : Financial Technology

UUD : Undang-Undang Dasar

OJK : Otoritas Jasa Keuangan

POJK : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

LPBBTI : Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi

BW : Bugerlijk Wetbook

PUJK : Pelaku Usaha Jasa Keuangan

UU : Undang-Undang

P2P : Peer to peer lending

DPO : Daftar Pencarian Orang

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

PHI : Perselisihan Hubungan Industrial

PBI : Peraturan Bank Indonesia

O2O : Online to Ofline

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang melaju dengan

pesat telah menimbulkan berbagai peluang dan tantangan. Teknologi informasi

memungkinkan masyarakat untuk saling terhubung tanpa mengenal batas wilayah

negara sehingga merupakan salah satu faktor pendorong globalisasi. Berbagai

sektor kehidupan telah memanfaatkan sistem teknologi informasi, seperti

penyelenggaraan electronic commerce (e-commerce) dalam sektor

perdagangan/bisnis. Electronic education education (e-education) dalam bidang

pendidikan, electronic health (e-health) dalam bidang kesehatan, electronic

government (e-government) dalam bidang pemerintahan, serta teknologi informasi

yang dimanfaatkan dalam bidang lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi

tersebut mengakibatkan Data Pribadi seseorang sangat mudah untuk dikumpulkan

dan dipindahkan dari satu pihak ke pihak lain tanpa sepengetahuan Subjek Data

Pribadi, sehingga mengancam hak konstitusional Subjek Data Pribadi.

Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mencantum secara jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus

menjadi tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah dengan

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

1
2

abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut

disusunlah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data

Pribadi. Karena Pelindungan Data Pribadi merupakan hak asasi manusia dan salah

satu unsur yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28G

ayat (1) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas pelindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,

serta berhak atas rasa aman dan pelindungan dari ancaman ketakutan untuk

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.1

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang ekonomi

merupakan salah satu bidang yang banyak mendapat pengaruh dari adanya

kemajuan perkembangan teknologi. Hal ini terjadi karena seiring perkembangan

zaman, membuat kebutuhan manusia semakin meningkat. Masyarakat yang

memiliki kondisi finansial rendah kerap menggunakan segala cara untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tidak lepas dari masalah biaya yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Permasalah dengan pembiayaan kebutuhan mendesak tidak dapat dipenuhi

melalui akses perbankan sehingga masyarakat menggunakan alternatif

pembiayaan lain yang mudah dan cepat. Perkembangan teknologi semakin

mempermudah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Jasa layanan keuangan

1
https://www.detik.com/edu/detikpedia/15des22
3

Fintech (Financial Technologi) mampu menjadi solusi alternatif pembiayaan

kebutuhan yang mudah dan cepat. Konsep ini menghadirkan transaksi keuangan

yang praktis dengan menggunakan satu Platform atau Aplikasi. 2 Salah satu

Platform Fintech yang marak digunakan adalah Fintech pinjaman dana berbasis

online dengan skema Peer-to-Peer Lending (P2P) yang dapat diunduh oleh
3
masyarakat/debitur. Melalui aplikasi pinjaman online masyarakat yang

memerlukan dana dalam jumlah tertentu akan dengan mudah mendapatkan

pinjaman tanpa perlu mengajukan kredit ke bank dan juga tanpa memerlukan

jaminan (collateral).

Berlandaskan pada ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama

Berbasis Teknologi Informasi, yang menyatakan bahwa Layanan Pendanaan

Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disingkat LPBBTI

adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi

dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan

menggunakan internet. Eksistensi layanan fintech perr-to-peer lending atau

layanan pinjaman online (pinjol) diawasi secara langsung oleh Badan Otoritas

Jasa Keuangan (OJK). OJK menerangkan fintech pinjaman online yang resmi

penyelenggaraannya harus melakukan pendaftaran ke OJK untuk memperoleh

izin.

2
U Yunus, “A Comparison Peer to Peer Lending Platforms in Singapore and Indonesia,” Journal of
Physics: Conference Series 1235, no. 8 (2019): 7–12.
3
Kornelius Benuf et . al . “Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Data Konsumen Financial
Technology Di Indonesia,” Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 2 (2019): 145–60,
https://doi.org/10.24246/jrh.2019.v3.i2.p145-160.
4

Hadirnya inovasi dari perkembangan teknologi ini, terdapat sebab akibat

yang ditimbulkan. Disatu sisi bahwa adanya pinjaman online ini memudahkan

masyarakat dalam memperoleh pinjaman dana secara cepat guna memenuhi

kebutuhan hidupnya namun disisi lain juga berpotensi merugikan pihak yang

terlibat. Akhir-akhir ini banyak kasus yang terjadi akibat maraknya aplikasi

pinjaman online, salah satunya dengan adanya pelanggaran data pribadi, dimana

pihak kreditur menggunakan seluruh kontak debitur untuk melakukan penagihan.

Selain itu, pihak kreditur juga melakukan spam pesan singkat dan melakukan

panggilan secara terus menerus yang menganggu debitur maupun kontak debitur.

Hal ini berpontensi merugikan bagi pihak debitur baik secara materill maupun

psikis.

Maraknya praktik pinjaman online (pinjol) ilegal, menurut pengamat

ekonomi, disebabkan lemahnya regulasi baik dari sistem pengawasan hingga

penegakan hukum terhadap perusahaan yang curang. Dengan revolusi digital, mau

tidak mau harus ada extraordinary action yang cepat agar masyarakat tidak jadi

korban. Faktor lain adalah karena masalah struktural berupa sulitnya akses

keuangan dari lembaga formal, seperti bank, dalam menjawab kebutuhan real di

masyarakat. Sehingga muncul pinjol ilegal yang menawarkan proses mudah,

cepat, dan dalam jumlah besar dan menjawab masyarakat, ditambah literasi

keuangan yang belum baik dengan tidak mengerti dampak ditimbulkan. Literasi

keuangan yang rendah menyebabkan individu maupun rumah tangga meminjam

secara berlebihan dan cenderung memilih kredit dengan biaya lebih tinggi.

Sehingga salah satunya caranya adalah dengan pengetatan regulasi fintech dan
5

membentuk tim khusus di Kemkominfo, OJK, dan penegak hukum yang fokus

pada pinjol online.4

Selain dari faktor regulasi, ada lima faktor sosial yang menyebabkan

masyarakat terjerat apa yang dia sebut lintah digital. Pertama adalah kebutuhan

ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan penghasilan tidak

menentu. Kedua adalah konsumsi yang berlebihan masyarakat digital. Karakter

manusia digital itu jauh lebih konsumtif akibat dorongan tampilan visual yang

menggoda. Ketiga adalah pengaruh kecanduan. Devie mencontohkan seperti

kecanduan judi online yang membuat orang membutuhkan dana segar dan cepat

sehingga melirik pinjol ilegal. Keempat adalah kelalaian pribadi dengan

menampilkan nomor induk kependudukan dan kartu keluarga secara sembarangan

di dunia maya. Kelima adalah kearifan sosial yang bergeser sehingga yang

bersangkutan memilih pinjaman online ilegal dibandingkan dengan dari keluarga

atau teman dekat.5

Seorang korban pinjol menceritakan pengalamannya yang menerima bunga

dan denda yang besar hingga ancaman saat meminjam dari pinjol ilegal. “Pinjam

Rp4 juta, terima Rp3,6 juta. Bunganya besar, dan kalau telat dendanya 10% per

hari," kata korban yang tak mau disebutkan namanya itu. Kemudian saat dia telat

bayar, ia dipermalukan dengan cara fotonya disebarkan melalui aplikasi

telekomunikasi ke keluarga hingga teman-temannya. Lalu ada di foto itu

tulisannya, tolong sampaikan ke dia, pencuri uang perusahan kami dan sedang

dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Perbuatannya sudah merugikan perusahaan


4
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi kepada BBC News Indonesia, Senin (25/10).
5
BBC NEW INDONESIA Pinjol ilegal bermunculan akibat lemahnya sistem hingga perilaku
masyarakat konsumtif sehingga terjerat 'lintah digital' https://www.bbc.com/indonesia/indonesia/15-5-2022
6

kami dan tolong info ke dia dan keluarganya untuk segera melakukan pembayaran

ke perusahan kami. Tidak berhenti diancam, diteror mau ke kantor minta alamat

rumah, bahkan dimaki, disumpahin dan dihina-hina. Terkait permasalahan yang

dialami korban ini dan banyak korban lainnya, Presiden Joko Widodo telah

memerintahkan jajarannya untuk menindak tegas pinjol illegal.6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang

relevan untuk diangkat dan dibahas di dalam penelitian hukum ini adalah sebagai

berikut :

1. Apakah konsep hukum data pribadi debitur dalam aplikasi pinjaman online

(pinjol)?

2. Apakah langkah hukum yang dapat dilakukan debitur terhadap

penyalahgunaan data pribadi dalam aplikasi pinjaman online (pinjol)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis data pribadi debitur dalam aplikasi

pinjol.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis langkah hukum yang dapat dilakukan

oleh debitur terhadap penyalahgunaan data pribadi oleh kreditur dalam jasa

pinjol.

6
https://www.bbc.com/indonesia/25okt2022
7

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara

lain :

1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat menambah pemahaman dan wawasan

kepada masyarakat mengenai perlindungan data pribadi. Khususnya dalam

penggunaan aplikasi pinjol (pinjaman online).

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak-

pihak yang mengalami permasalahan yang berkaitan dengan data pribadi

dalam aplikasi pinjol bisa melakukan proses hukum sesuai dengan peraturan

yang ada.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Teori Perlindungan Hukum

Menurut Philipus M. Hadjon, pelindungan hukum adalah pelindungan

akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang

dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.

Harjon juga mengklasifikasikan dua bentuk pelindungan hukum bagi rakyat

berdasarkan sarananya, yakni pelindungan preventif dan represif. Arti

pelindungan preventif adalah rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan

pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif untuk

mencegah terjadinya sengketa.7 Sedangkan pelindungan represif bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa. Pelindungan hukum adalah jaminan yang diberikan oleh

7
https://www.hukumonline.com/berita/a/teori-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli-Teori-Teori
Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli
8

negara kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan

hukum yang dimilikinya dalam kapasitas sebagai subjek hukum.

Teori pelindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo ini terinspirasi dari

tujuan hukum yang dikemukakan oleh Fitzgerald. Tujuan hukum menurut

Fitzgerald adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat dengan cara mengatur pelindungan dan

pembatasan terhadap berbagai kepentingan tersebut. Dari konsep itu, Rahardjo

mengartikan pelindungan hukum sebagai upaya melindungi kepentingan

seseorang dengan cara mengalokasikan suatu hak asasi manusia kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.

Teori perlindungan hukum menurut Soerjono Soekanto. Perlindungan

hukum menurut Soekanto pada dasarnya merupakan perlindungan yang diberikan

kepada subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum. Selanjutnya, Soekanto

menerangkan bahwa selain peran penegak hukum, ada lima lain yang

mempengaruhi proses penegakan hukum dan pelindungannya sebagai berikut8 :

1) Faktor undang-undang, yakni peraturan tertulis yang berlaku umum dan

dibuat oleh penguasa yang sah.

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan

hukum, baik langsung dan tidak langsung.

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, seperti

sumber daya manusia yang terampil atau alat-alat yang memadai.

8
Ibid hal 7
9

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan tempat hukum berlaku dan

diterapkan.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.

Menurut C.S.T. Kansil pelindungan hukum adalah sebagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.

Menurut Setiono, pelindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum. untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.9

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

pelindungan hukum adalah tempat berlindung, perbuatan (hal dan sebagainya)

melindungi. Pemaknaan kata pelindungan secara kebahasaan tersebut memiliki

kemiripan unsur-unsur, yaitu unsur tindakan melindungi, unsur cara-cara

melindungi. Dengan demikian kata melindungi dari pihak-pihak tertentu dengan

menggunakan cara tertentu.10

Menurut Muchsin, Pelindungan hukum merupakan suatu hal yang

melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang

9
Setiono, Supremasi Hukum, (Surakarta: UNS, 2004), hlm. 3.
10
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, Cet. 1, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 595.
10

berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Pelindungan hukum

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pelindungan Hukum Preventif, pelindungan yang diberikan oleh

pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya

pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan

dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan

rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

2) Pelindungan Hukum Represif, pelindungan akhir berupa sanksi seperti

denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.11

1.5.2 Teori Penegakan Hukum

Hukum sebagai social engineering atau social planning berarti bahwa

hukum sebagai alat yang digunakan oleh agent of change atau pelopor perubahan

yang diberi kepercayaan oleh masyarakat sebagai pemimpin untuk mengubah

masyarakat seperti yang dikehendaki atau direncanakan. Hukum sebagai tatanan

perilaku yang mengatur manusia dan merupakan tatanan pemaksa, maka agar

hukum dapat berfungsi efektif mengubah perilaku dan memaksa manusia untuk

melaksanakan nilai-nilai yang ada dalam kaedah hukum, maka hukum tersebut

harus disebarluaskan sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Di samping

pelembagaan hukum dalam masyarakat, perlu dilakukan penegakan hukum (law

11
Ibid hal 9
11

enforcement) sebagai bagian dari rangkaian proses hukum yang meliputi

pembuatan hukum, penegakan hukum, peradilan serta administrasi keadilan.12

Penegakan hukum menurut pendapat Soerjono Soekanto adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah,

pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya (mewujudkan,

melaksanakan, memanifestasikan) dalam sikap, tindak sebagai serangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup.

Satjipto Raharjo menyampaikan pendapatnya mengenai penegakan hukum

(law enforcement) adalah pelaksanaan hukum secara konkrit dalam kehidupan

masyarakat. Setelah pembuatan hukum dilakukan, maka harus dilakukan

pelaksanaan konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, hal tersebut

merupakan penegakan hukum. Namun dalam istilah lain sering disebut penerapan

hukum, atau dalam istilah bahasa asing sering disebut rechistoepassing dan

rechtshandhaving (Belanda), law enforcement dan application (Amerika).

Penegakan hukum merupakan tugas eksekutif dalam struktur kelembagaan negara

modern, dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif dimaksud, atau yang

disebut birokrasi penegakan hukum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan

bagian dari mata rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam

peraturan (hukum) sesuai dengan bidang-bidang yang ditangani (welfare state).13

Koesnadi Hardjasoemantri mengemukakan : “Perlu diperhatikan bahwa

penegakan hukum dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan berbagai

12
http://e-journal.uajy.ac.id/ tinjauan pustaka hukum 1/R Bayubroto 2009.
13
Ibid
12

sanksinya, seperti sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana”. Lebih

lanjut Koesnadi Hardjasoemantri mengatakan bahwa : “Penegakan hukum adalah

kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk ini pemahaman tentang hak dan

kewajiban menjadi syarat mutlak, masyarakat bukan penonton bagaimana hukum

ditegakkan, akan tetapi masyarakat aktif berperan dalam penegakan hukum”.

Keith Hawkins mengemukakan seperti yang dikutip Koesnadi Hardjasoemantri

bahwa : “Penegakan hukum dapat dilihat dari dua sistem atau strategi, yang

disebut compliance dengan conciliatory style sebagai karakteristiknya dan

sanctioning dengan penal style sebagai karakteristiknya”. Pendapat lain dari

Milieurecht yang juga dikutip Koesnadi Hardjasoemantri mengatakan bahwa :

”Penyidikan serta pelaksanaan sanksi administrasi atau sanksi pidana merupakan

bagian akhir (Sluit stuk) dari penegakan hukum. Yang perlu ada terlebih dahulu

adalah penegakan preventif, yaitu pengawasan atas pelaksanaan peraturan.

Pengawasan preventif ini ditujukan kepada pemberian penerangan dan saran serta

upaya meyakinkan seseorang dengan bijaksana agar beralih dari suasana

pelanggaran ke tahap pemenuhan ketentuan peraturan”.14

Andi Hamzah mengemukakan penegakan hukum disebut dalam bahasa

Inggris Law Enforcement, bahasa Belanda rechtshandhaving. Beliau mengutip

Handhaving Milieurecht, 1981, Handhaving adalah pengawasan dan penerapan

(atau dengan ancaman) penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau

keperdataan dicapailah penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku

14
Ibid hal 11
13

umum dan individual. Handhaving meliputi fase law enforcement yang berarti

penegakan hukum secara represif dan fase compliance yang berarti preventif.15

Sudikno Mertokusumo, mengatakan bahwa hukum berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia, sehingga hukum harus dilaksanakan secara

normal, damai, tetapi dapat terjadi pula pelanggaran hukum, sehingga hukum

harus ditegakkan agar hukum menjadi kenyataan. Dalam penegakan hukum

mengandung tiga unsur. Pertama kepastian hukum (rechtssicherheit), yang berarti

bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku dan tidak boleh menyimpang,

atau dalam pepatah meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan

(fiatjustitia et pereat mundus). Hukum harus dapat menciptakan kepastian hukum

karena hukum bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Kedua kemanfaatan

(zweekmassigkeit), karena hukum untuk manusia maka pelaksanaan hukum atau

penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, jangan

sampai justru karena hukumnya diterapkan menimbulkan keresahan masyarakat.

Ketiga keadilan (gerechtigheit), bahwa dalam pelaksanaan hukum atau penegakan

hukum harus adil karena hukum bersifat umum dan berlaku bagi setiap orang dan

bersifat menyamaratakan. Tetapi hukum tidak identik dengan keadilan karena

keadilan bersifat subyektif, individualistik dan tidak menyamaratakan.

Satjipto Raharjo berpandangan bahwa pada umumnya kita masih terpaku

cara penegakan hukum yang konvensional, termasuk kultur. Hukum yang

dijalankan berwatak liberal dan memiliki kultur liberal yang hanya

menguntungkan sejumlah kecil orang (privileged few) di atas “penderitaan”

15
http://e-journal.uajy.ac.id/ tinjauan pustaka hukum 1
14

banyak orang. Untuk mengatasi ketidak seimbangan dan ketidakadilan itu, kita

bisa melakukan langkah tegas (affirmative action). Langkah tegas itu dengan

menciptakan suatu kultur penegakan hukum yang beda, sebutlah kultur kolektif.

Mengubah kultur individual menjadi kolektif dalam penegakan hukum memang

bukan hal yang mudah.16

1.5.3 Teori Pinjaman Online

Financial Technology atau biasa disebut dengan Fintech adalah aplikasi

teknologi digital yang dibuat untuk mempertemukan debitur dan kreditur untuk

masalah-masalah keuangan secara online atau bisa disebut sebagai intermediasi

keuangan. Adapun dari definisi lain, fintech diartikan sebagai industri yang terdiri

dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknologi informasi agar sistem

keuangan dan penyampaian layanan keuangan lebih efisien.17

Dari definisi umum tersebut, banyak pakar yang mendefinisikan secara lebih rinci

mengenai Fintech.

Dorfleitner, Hornuf, Schmitt & Weber menyatakan bahwa Fintech

merupakan industri yang bergerak dengan sangat cepat dan dinamis dimana

terdapat banyak model bisnis yang berbeda. Pandangan ini diperkuat oleh Hsueh

yang mendefinisakan Fintech sebagai model layanan keuangan baru yang

dikembangkan melalui inovasi teknologi dalam layanan keuangan yang dapat

menghasilkan model-model bisnis, aplikasi, proses atau produk-produk dengan

efek material yang terkait dengan penyediaan layanan keuangan.

16
http://e-journal.uajy.ac.id/ tinjauan pustaka hukum 1
17
Aaron, M., Rivadeneyra, F., and Sohal, S., Fintech : Is this time different? A framework for
assessing risks and opportunities for Central Banks. Bank of Canada Staff Discussion Paper, July 10, 2017,
Canada : Bank of Canada
15

Pribadiono juga mendefinisikan mengenai Fintech, bahwa Fintech adalah

perpaduan antara teknologi dengan fitur keuangan maupun inovasi pada sektor

finansial dengan sentuhan teknologi modern.18

Definisi Fintech juga terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 10/PJOK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis

Teknologi Informasi, bahwa Fintech adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau

menyebarkan informasi di bidang layanan jasa keuangan.19

Selain terdapat dalam peraturan tersebut, definisi fintech juga terdapat

dalam Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan

Teknologi Finansial, dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa fintech adalah

penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk,

layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada

stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran,

keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.

Pinjaman online adalah jenis pinjaman yang cukup diajukan melalui aplikasi

ponsel, tanpa perlu bertatap muka. Cara ini memberikan kemudahan dan

kecepatan dalam proses pengajuan kredit. Pinjaman online tumbuh sangat cepat

di Indonesia. Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan menjadi daya tarik

utama. Pengajuan kredit yang selama ini dikenal lama dan rumit, sekarang bisa

dilakukan dengan mudah, cepat, dan tanpa tatap muka hanya melalui ponsel.

18
Financial Stability Board, Fintech Credit : Market Structure, Business Models and Financial
Stability Implications. May 2017.
19
Ibid
16

Calon peminjam hanya perlu mengunduh aplikasi pinjaman di ponsel melalui

Google Play Store.

Dalam arti luas, pinjaman online adalah semua jenis pinjaman tidak

langsung dari bank tradisional. Sejumlah pemberi pinjaman online sering disebut

sebagai pemberi pinjaman online karena merupakan alternatif dari bank

tradisional. Secara historis, istilah ini telah digunakan untuk memasukkan serikat

kredit, pinjaman pemerintah, dan kredit lain yang secara struktural mirip dengan

pinjaman bank tetapi berasal dari atau sumber yang berbeda.

Menurut Hsueh, terdapat tiga tipe financial technology yaitu 20 :

a. Sistem pembayaran melalui pihak ketiga (third-party payment systems)

contoh sistem pembayaran melalui pihak ketiga yakni online-to-offline

(O2O), cross-border EC, sistem pembayaran mobile, serta platform

pembayaran yang menyediakan jasa seperti pembayaran bank dan transfer.

b. Peer-to-Peer (P2P) Lending.

Fintech ini merupakan model platform yang mempertemukan pemberi

pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) melalui media

teknologi informasi atau internet. Pada tipe ini biasanya menyediakan

mekanisme kredit dan manajeman resiko. Peer-to-Peer Lending ini

membantu pemberi pinjaman sebagai investor dan penerima pinjaman atau

peminjaman memenuhi kebutuhan masing-masing dan menghasilkan

penggunaan uang secara efisien.

c. Crowdfunding
20
Hsiu-Wen Hsueh, "Effect of Fintech on the Productivity in the Taiwan Banking Industry",
International Journal of e-Education, e-Business, e-Management and e-Learning, Vol. 7, 4, (2017).
17

Hsueh mendefinisikan bahwa fintech dengan tipe Crowdfunding adalah tipe

financial Technology di mana sebuah konsep atau produk seperti desain,

konten, program, dan karya kreatif dipublikasikan secara umum dan untuk

masyarakat yang tertarik dan kemudian mendukung konsep tersebut dengan

cara memberikan dukungan secara financial. Model ini biasanya digunakan

untuk mengurangi kebutuhan finansial kewirausahaan, dan memprediksi

permintaan pasar.

P2P lending (Peer-to-Peer Lending) dan pinjol (pinjaman online) adalah platform

penyedia pembiayaan kredit kepada nasabahnya. Keduanya berkedudukan sebagai

marketplace yang berfungsi mempertemukan antara pihak pemberi pinjaman

(investor) dengan peminjamnya (lender). Jadi, ada tiga pihak yang terlibat dalam

P2P lending dan pinjol, antara lain :

a. Investor (pihak pemberi pinjaman/kreditur)

b. Penyelenggara P2P lending, dan

c. Lender/debitur/peminjam.

Relasi antara ketiganya saling berkaitan dengan hal-hal berikut :

a. Relasi peminjam/lender dengan penyelenggara P2P lending dan pinjol.

b. Relasi penyelenggara dengan investor.

c. Relasi peminjam dengan investor.

Namun penting untuk dicatat bahwa dana yang disampaikan oleh platform

P2P lending atau pinjol bukan dana mereka pribadi. Dana tersebut berasal dari

para investor yang kemudian dipertemukan di platform. Jadi platform hanya


18

sebagai fasilitator pertemuan dan pemberi informasi, baik kepada pihak

peminjam, apalagi kepada pihak investor.

1.5.4 Teori Perjanjian

Salah satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan

masyarakat adalah Hukum Perjanjian. Istilah perjanjian berasal dari bahasa

Belanda yaitu overeenkomst, dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah

contract/agreement. Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang

menentukan bahwa :”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu

pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain. Hukum Perjanjian dapat juga

diartikan sebagai suatu hukum yang terbentuk dari akibat seseorang yang berjanji

kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal. Hal ini, kedua belah pihak telah

menyetujui untuk melakukan suatu perjanjian tanpa adanya paksaan maupun

keputusan yang hanya bersifat satu pihak.

Definisi perjanjian oleh banyak orang tidak selalu disamakan dengan

kontrak karena dalam Pasal 1313 KUHPerdata tidak memuat kalimat “Perjanjian

harus dibuat secara tertulis”. Perjanjian dalam Hukum Belanda yaitu Bugerlijk

Wetbook (BW) disebut overeenkomst yang bila diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia berarti Perjanjian.

Menurut Subekti, definisi Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 21

21
Agus Yudha hernoko, Op.Cit., h.16.
19

Menurut M. Yahya Harahap, suatu perjanjian adalah suatu hubungan hukum

kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu

pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

melaksanakan prestasi.22

Pengertian kontrak atau perjanjian yang dikemukakan para ahli tersebut

melengkapi kekurangan definisi Pasal 1313 BW, sehingga secara lengkap

pengertian kontrak atau perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.23

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya suatu

perjanjian, yaitu :

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa Kesepakatan

adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan

pihak lainnya.

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Menurut R. Soeroso, Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat

suatu perjanjian. Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk

melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang

adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut

undang-undang dinyatakan tidak cakap.24

22
Syahmin AK , Hukum Kontrak Internasional, Rjagrafindo Persada, Jakarta, 2006,
23
Agus Yudha Hernoko, Op.,Cit., h.18.
24
R. Soeroso, Perjanjian di bawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 12
20

Orang yang cakap mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan

hukum sesuai dengan yang di tentukan oleh Undang-Undang adalah orang

yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan telah berumur 21 tahun dan atau

sudah kawin. Sehingga orang yang tidak berwenang untuk melakukan

perbuatan hukum yaitu :

(1) Orang yang belum dewasa.

(2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan

(3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-

Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang

telah melarang membuat perjanjian –perjanjian tertentu.

c. Suatu hal tertentu.

Dalam Pasal 1320 B syarat 3 yang dimaksud dengan Suatu hal atau objek

tertentu (eenbepaald onderwerp) adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak

yang bersangkutan.

Dalam berbagai literature disebutkan bahwa yang menjadi objek

perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang

menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditor (Yahya

Harahap, 1986:10 ; Mertokusumo, 1987:36).

Dalam Pasal 1234 KUH Perdata, Prestasi terdiri atas : (1) Memberikan

sesuatu, (2) Berbuat sesuatu, dan (3) Tidak berbuat sesuatu.

d. Adanya kausa yang halal.

Pada pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian Kausa yang

halal (orzaak). Dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya menyebutkan causa
21

yang terlarang. Suatu sebab bisa diartikan terlarang apabila bertentangan

dengan Undang-Undang, Kesusilaan, dan Ketertiban Umum.

Menurut Subekti, bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, dengan

demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling

dipertukarkan oleh para pihak.25

Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hukum, namun

yang dimaksud sebab yang halal adalah isi kontrak yang tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan.

1.5.5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 10 /POJK.05/2022

Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi

menyebutkan bahwa :

Bab V Kegiatan Usaha

Bagian Kesatu

Kegiatan Usaha Penyelenggara

Pasal 24

(1) Kegiatan usaha Penyelenggara terdiri atas:


a. penyediaan;
b. pengelolaan; dan
c. pengoperasian,
LPBBTI.
(2) Dalam menjalankan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Penyelenggara menjalankan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Penyelenggara yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

25
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., h.194.
22

(4) Penyelenggara yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip


Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional.

Pasal 25

(1) LPBBTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dilakukan


melalui:
a. Pendanaan produktif; dan/atau
b. Pendanaan multiguna.
(2) Penyelenggara dilarang memfasilitasi anjak piutang kecuali:
a. anjak piutang dengan pemberian jaminan dari penjual piutang; dan
b. dalam bentuk Pendanaan produktif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha Penyelenggara
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Bagian Keempat Perjanjian
LPBBTI

Pasal 30

Perjanjian pelaksanaan LPBBTI wajib paling sedikit terdiri atas:


a. perjanjian antara Penyelenggara dan Pemberi Dana; dan
b. perjanjian antara Pemberi Dana dan Penerima Dana.

Pasal 31

(1) Perjanjian antara Penyelenggara dan Pemberi Dana dituangkan dalam


Dokumen Elektronik.
(2) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
paling sedikit memuat:
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak berupa nama Pemberi Dana dan Nomor Induk
Kependudukan Pemberi Dana;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah Pendanaan;
f. manfaat ekonomi Pendanaan;
g. besarnya komisi;
h. jangka waktu;
i. rincian biaya;
j. ketentuan mengenai denda, jika ada;
k. penggunaan Data Pribadi;
l. mekanisme penagihan Pendanaan;
23

m. mitigasi risiko dalam hal terjadi Pendanaan macet;


n. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
o. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban dalam hal
Penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
(3) Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Pemberi
Dana atas penggunaan dananya.
(4) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk
informasi terkait identitas Penerima Dana di luar identitas para pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(5) Informasi penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling sedikit memuat:
a. posisi akhir Pendanaan;
b. tujuan penggunaan dana;
c. manfaat ekonomi Pendanaan; dan
d. jangka waktu Pendanaan.
(6) Dalam hal telah ada persetujuan terlebih dahulu dari Penerima Dana,
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku.
(7) Penyelenggara wajib menyampaikan perjanjian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Pemberi Dana.

Pasal 32

(1) Perjanjian Pendanaan antara Pemberi Dana dan Penerima Dana


dituangkan dalam Dokumen Elektronik.
(2) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
paling sedikit memuat:
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah Pendanaan;
f. manfaat ekonomi Pendanaan;
g. nilai angsuran;
h. jangka waktu;
i. objek jaminan, jika ada;
j. biaya terkait;
k. ketentuan mengenai denda, jika ada;
l. penggunaan Data Pribadi;
m. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
n. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan jika Penyelenggara tidak
dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
(3) Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima
Dana atas posisi Pendanaan yang diterima.
24

(4) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk
informasi terkait identitas Pemberi Dana di luar identitas para pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(5) Informasi penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling sedikit memuat:
a. posisi akhir jumlah Pendanaan;
b. manfaat ekonomi Pendanaan; dan
c. jangka waktu Pendanaan.
(6) Penyelenggara wajib menyampaikan perjanjian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Pengguna.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberi Dana dan Penerima Dana
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 33

Penyelenggara wajib memastikan Pengguna telah membaca dan


memahami isi dari perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

Pasal 34

Penyelenggara wajib mencantumkan keterangan atau informasi mengenai


jangka waktu Pendanaan, termin pembayaran, dan biaya keseluruhan
termasuk manfaat ekonomi Pendanaan secara jelas pada Sistem Elektronik
yang digunakan oleh Penyelenggara.26

1.5.6 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data

Pribadi

BAB II ASAS

Pasal 3

Undang-Undang ini berasaskan :


a. pelindungan;
b. kepastian hukum;
c. kepentingan umum;
d. kemanfaatan;
e. kehati-hatian;
f. keseimbangan;

26
https://ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/Layanan-Pendanaan-Bersama-Berbasis-Teknologi-
Informasi/POJK
25

g. pertanggungjawaban; dan
h. kerahasiaan.

BAB III

JENIS DATA PRIBADI

Pasal 4

(1) Data Pribadi terdiri atas:


a. Data Pribadi yang bersifat spesifik; dan
b. Data Pribadi yang bersifat umum.
(2) Data Pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat
(l) huruf a meliputi: .
a. data dan informasi kesehatan;
b. data biometrik;
c. data genetika;
d. catatan kejahatan;
e. data anak;
f. data ker.rangan pribadi; dan/ atau
g. data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Data Pribadi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
huruf b meliputi:
a. nama lengkap;
b. jenis kelamin;
c. kewarganegaraan;
d. agama;
e. status perkawinan; dan/ atau
f. Data Pribadi yang dikombinasikan mengidentifikasi seseorang.

BAB IV HAK SUBJEK DATA PRIBADI

Pasal 10

(1) Subjek Data Pribadi berhak untuk mengajukan keberatan atas tindakan
pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada pemrosesan secara
otomatis, termasuk pemrofilan, yang menimbulkan akibat hukum atau
berdampak signifrkan pada Subjek Data Pribadi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan keberatan atas pemrosesan
secara otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.27

27
https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176837/Salinan_UU_Nomor_27_Tahun_2022.pdf
26

1.5.7 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 368

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan.

Pasal 369

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum. dengan ancaman pencemaran baik
dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka
rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau supaya
membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena
kejahatan.

Gambar 1.1 : Bagan Alur Pinjol Legal dan Ilegal

Berikut tabel perbandingan karakteristik antara pinjol legal dan pinjol ilegal

No Perihal Pinjol Legal Pinjol Ilegal


1 Status di OJK Melakukan pendaftaran dan Tidak terdaftar dan
perijinan di OJK tidak ijin ke OJK
2 Aplikasi Aplikasi terdapat pada Playstore, Aplikasi tidak terdapat
27

ada logo OJK pada playstore, tidak


ada logo OJK.
Pengguna melakukan
installasi menggunakan
APK
3 Metode penawaran Promo iklan resmi Menggunakan
broadcast pesan
WhatsApp, SMS
4 Pengajuan kredit Memperhatikan kelengkapan Cenderung sangat
dokumen pengajuan mudah
5 Domisili Alamat dan kontak jelas Alamat dan kontak
perusahaan tidak jelas,
bahkan tidak ada

1.6 Metode Penelitian

Sebagai ilmu normatif ilmu hukum memiliki cara yang khas Sui Generis.28

Penelitian ini merupakan penelitian hukum (penelitian yuridis) yang memiliki

suatu metode yang berbeda dengan penelitian lainnya. Metode penelitian hukum

merupakan suatu cara yang sistematis dalam melakukan sebuah penelitian.29

Dalam penelitian karya ilmiah dapat menggunakan salah satu dari bagian

grand method yaitu Library Research ialah karya ilmiah yang didasarkan pada

literatur atau pustaka; Field Research yaitu penelitian lapangan dan Bibilographic

Research yaitu penelitian yang memfokuskan pada gagasan yang terkandung

dalam teori.

28
Sui Generis dalam peristilahan hukum adalah ilmu hukum adalah ilmu jenis sendiri dalam hal
cara kerja dan sistem ilmiah. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media Grup),
2005. hlm. 21
29
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004).
hlm. 57.
28

Berdasarkan pada subjek studi dan jenis masalah yang ada, maka dari tiga

jenis Grand Method yang telah disebutkan di atas, dalam penelitian ini akan

digunakan metode penelitian Library Research atau penelitian kepustakaan.

Mengenai penelitian semacam ini lazimnya juga disebut “Legal Researc”. 30

Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan (field

research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat

dikatakan library based, focusing on reading and analysis of the primary and

secondry materials.31

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian

dengan menggunakan metode penelitian hukum normative (yuridis normative).

Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum normatif mencakup

didalamnya penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik

hukum, perbandingan hukum,serta sejarah hukum.32

Penelitian Hukum Yuridis Normatif merupakan penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 33 Penelitian

hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Menurut Peter Mahmud

Marzuki, penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu

30
Soerjono Sukanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Rajawali Press, 2006). hlm. 23.
31
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media
Publishing), 2006. hlm. 46.
32
Soerjono Soekanto,Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawai Pers, Jakarta, 2013,
Halaman 14.
33
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, PT.
Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 13.
29

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.34 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali

hukum dikonsepkan sebagai apa yang ditulis dalam peraturan perundang-

undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.35

1.6.2 Pendekatan Penelitian

1.6.2.1 Penggunaan Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach).

Harmonisasi peraturan perundang-undangan merupakan keserasian antara

peraturan perundang-undangan antara yang satu dengan yang lainnya, baik yang

berbentuk vertikal (hierarki perundang-undangan) ataupun horizontal (perundang-

undangan yang sederajat). 36 Keserasian tersebut, yakni tidak ada pertentangan

antara peraturan yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi peraturan yang satu

dengan yang lainnya saling memperkuat ataupun mempertegas dan memperjelas.

Dengan demikian pembuatan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan harmonisasi peraturan perundang-undangan, dengan tidak terlepas

dari tiga landasan atau dasar pembuatan peraturan perundang-undangan, yakni;

landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis.37

Horizontal

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah suatu peraturan

perundangan-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak

34
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta,:Kencana Prenada, 2010, hal. 35
35
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hal. 118
36
L.M. Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Yang Responsif, Makalah, yang disampaikan
pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap FH-UI, 1995, hal 4-5.
37
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Persfektif perundang-undangan; Lex Specialis
Suatu Masalah, (Surabaya; JP Books, 2006), hal. 100.
30

saling bertentangan antara satu dengan lainnya apabila dilihat dari sudut vertikal

atau hierarki peraturan perundang-undangan yang ada.38 Dalam penelitian ini

maka yang ditelaah adalah peraturan perundang-undangan suatu bidang tertentu,

didalam perspektif hierarkisnya. Sudah tentu bahwa telaah ini juga harus

didasarkan pada fungsi masing-masing perundang-undangan tersebut, sehingga

taraf keserasiannya akan tampak dengan jelas. Misalnya, suatu Peraturan

Pemerintah yang setingkat lebih rendah dari undang-undang merupakan peraturan

yang diciptakan untuk menjalankan atau menyelenggarakan undang-undang.

Dengan demikian dapat pula kita tinjau sebab-sebab terjadinya kasus yang

dihadapi sepanjang mengenai hierarki peraturan perundang-undangan tersebut,

dari tingkat tertinggi sampai tingkat terendah.39

Vertikal

Jenis penelitian ini sebagaimana dikutip dari Prof. Soerjono Soekanto

bertujuan untuk menggungkap kenyataan sampai sejauh mana perundang-

undangan tertentu serasi secara horizontal, yaitu mempunyai keserasian antara

perundang-undangan yang sederajat mengenai bidang yang sama. Didalam

penelitian mengenai taraf sinkronisasi secara horizontal ini, mula-mula harus

terlebih dahulu dipilih bidang yang akan diteliti.40

Setelah bidang tersebut ditentukan, misalnya bidang pemerintahan daerah, maka

dicarilah peraturan perundang-undangan yang sederajat yang mengatur segala

aspek tentang pemerintahan daerah tersebut. Aspek-aspek tersebut merupakan

38
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Op. Cit hal 257
40
Ibid.
31

suatu kerangka untuk menyusun klasifikasi peraturan perundang-undangan yang

telah diseleksi, untuk kemudian dianalisa. Dari hasil analisa akan dapat terungkap,

sampai sejauh mana taraf sinkronisasi secara horizontal dari berbagai macam

peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang pemerintahan daerah ini.

Selain mendapatkan data tentang peraturan perundangan-undangan untuk bidang-

bidang tertentu secara menyeluruh dan lengkap, maka penelitian dengan

pendekatan ini juga dapat menemukan kelemahan-kelemahan yang ada pada

peraturan perundangan-undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu. Dengan

demikian peneliti dapat membuat rekomendasi untuk melengkapi kekurangan-

kekurangan, menghapus kelebihan-kelebihan yang saling tumpang tindih,

memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada, dan seterusnya. Hasil-hasil

penelitian ini tidak hanya berguna bagi penegak hukum, akan tetapi juga bagi

ilmuwan dan pendidikan hukum.41

1.6.2.2 Prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, maka negara

berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara

terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang

menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.42

41
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), hal 97
42
Romli Atmasasmita, Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional: Reorientasi Politik
Perundang-undangan, Makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII di Bali, 14-
18 Juli 2003
32

Berbagai faktor memengaruhi produk hukum di Indonesia dianggap lebih

bersifat represif (menindas) dibandingkan responsif. Adapun prosedur

pembentukan peraturan yang baik adalah sebagai berikut :

1. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan

perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan

perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi

hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi

muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.

4. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan

tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

5. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan

dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam

mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.

6. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus

memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau

terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga

tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.


33

7. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan

mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat

transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat

mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

proses pembuatan peraturan perundang-undangan.43

1.6.2.3 Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Merupakan jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang memberikan

sudut pandang analisa penyelesaian permasalahan dalam penelitian hukum dilihat

dari aspek konsep-konsep hukum yang melatar belakanginya, atau bahkan dapat

dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam penormaan sebuah peraturan

kaitannya dengan konsep-konsep yang digunakan.

Sebagian besar jenis pendekatan ini dipakai untuk memahami konsep-konsep

yang berkaitan dengan penormaan dalam suatu perundang-undangan apakah telah

sesuai dengan ruh yang terkandung dalam konsep-konsep hukum yang

mendasarinya. Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting

sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu

hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika

menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas

43
https://www.saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach-dalam-penelitian-
hukum/ saiful anam&partners advocates &legal konsultan
34

ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum,

maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.44

1.6.2.4 Pendekatan Penelitian dalam Jenis Penelitian Yuridis Normatif

Penelitian hukum atau “legal research” berarti penemuan kembali secara

teliti dan cermat bahan hukum atau data hukum untuk memecahkan permasalahan

hukum. Dikatakan penemuan kembali, karena sebelum melakukan penulisan tesis,

bahan-bahan hukum atau data-data hukum sudah ada di berbagai tempat baik di

perpustakaan maupun di lapangan.

Keakhasan Ilmu Hukum itu terlihat pada keberadaan norma hukum sebagai obyek

kajiannya (normologic) dan untuk penegakkan norma hukum itu diperlukan

otoritas kekuasaan (otoritatif) tersendiri seperti kepolisian, kejaksaan dan

kehakiman. Obyek penelitian hukum dengan karakter keilmuan yang normative

adalah norma hukum yang tersebar dalam peraturan hukum primer (primary

rules) dan peraturan hukum sekunder (secondary rules).45

1.6.3 Bahan Hukum dalam Jenis Penelitian Yuridis Normatif

Data dan sumber data yang digunakan dalam menyusun penelitian ini

adalah data sekunder. Adapun data sekunder tersebut diperoleh dari :

1.6.3.1 Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang terdiri dari semua dokumen peraturan yang

mengikat, dan ditetapkan oleh pihak berwenang, yaitu peraturan perundang-

44
https://www.saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach-dalam-penelitian-
hukum/saiful anam&partners advocates consultantns
45
H L A Hart; 1981, “The Concept of Law”, Clarendon Press, Oxford, Halaman 77.
35

undangan. Baik dibidang hukum perdata maupun hukum acara perdata, antara

lain:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

7) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/PJOK.05/2022 tentang Layanan

Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

1.6.3.2 Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, antara lain :

1) Rancangan Undang-undang.

2) Hasil-hasil penelitian.

3) Jurnal.

4) Modul.

5) Majalah Hukum.

1.6.3.3 Bahan Hukum Tersier


36

Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain :

1) Kamus.

2) Ensiklopedia atau sumber internet.

1.7 Sistematika Penulisan Tesis

Secara sistematis tesis ini terbagi atas empat bab yang tiap-tiap bab terdiri atas

beberapa sub bab yang saling berhubungan. Adapun sistematika penulisan tesis

ini adalah sebagai berikut :

BAB I mengenai pendahuluan, berisikan tentang gambaran umum yang berisi

latar belakang pemikiran penulis sehingga mengangkat judul proposal tesis ini,

pemasalahan yang akan dibahas dalam proposal tesis ini, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta

sistematika penulisan tesis.

BAB II mengenai perlindungan hukum data pribadi konsumen dalam aplikasi

pinjaman online. Dimana dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, menyatakan bahwa Pelindungan

Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi data pribadi dalam

rangkaian pemrosesan data pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek data

pribadi.

BAB III mengenai langkah hukum debitur terhadap penyalahgunaan data pribadi

oleh kreditur dalam aplikasi pinjaman online, perlindungan hukum hak dan

kewajiban para pihak dalam perjanjian pinjam-meminjam berbasis online.

Berdasarkan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang


37

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang

Pelindungan Data Pribadi, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

10/PJOK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi

Informasi. Perlindungan atas data pribadi merupakan hak dari setiap penduduk.

Mengenai ketentuan pelaksanaan pinjam-meminjam berbasis online, berisi

tentang pengertian pinjam meminjam secara konvensional dan berbasis online,

aturan hukum perjanjian pinjam-meminjam berbasis online serta tata cara

pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis online.

BAB IV mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran

yang diperlukan guna menyelesaikan permasalahan atau isu hukum yang diteliti.
BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI DEBITUR

DALAM APLIKASI PINJAMAN ON LINE

2.1 Pengertian Aplikasi Pinjaman online

Aplikasi berasal dari kata application yang artinya penerapan, lamaran,

penggunaan. Secara istilah aplikasi adalah program siap pakai yang dibuat untuk

melaksanakan suatu fungsi bagi pengguna atau aplikasi yang lain dan dapat

digunakan oleh sasaran yang dituju. Aplikasi bisa dikatakan suatu perangkat lunak

yang siap pakai dengan menjalankan instruksi-instruksi dari pengguna (user),

aplikasi banyak diciptakan untuk membantu berbagai keperluan, seperti contoh:

membuat laporan, percetakan dan lain-lain. Aplikasi berasal dari kata Aplication

yang menurut kamus Komputer Eksekutif, Aplication adalah masalah yang

memakai teknik pemrosesan data aplikasi biasanya mengacu pada komputasi yang

diinginkan, atau pemrosesan data. Pengertian aplikasi menurut Yan Tirtobisono

adalah istilah yang digunakan untuk pengguna komputer bagi pemecahan

masalah. Biasanya istilah aplikasi dipasangkan atau digabungkan dengan suatu

perangkat lunak misalnya Microsoft Visual Basic 6.0, akan dapat memberikan

makna atau arti baru yaitu suatu program yang ditulis atau dibuat untuk

menangani masalah tertentu.46

46
http://teknik-informatika-s1.stekom.ac.id/informasi/baca/13-Pengertian-Aplikasi-
menurut-pada-Ahli/

37
38

Pinjaman online merupakan bantuan finansial yang dikeluarkan oleh

lembaga keuangan secara dalam jaringan (daring). Biasanya, pengajuan pinjaman

dilakukan melalui aplikasi milik lembaga keuangan tersebut. Kehadiran pinjaman

online membuat proses peminjaman menjadi lebih praktis dan cepat serta tidak

memerlukan usaha banyak. Pinjaman online sendiri merupakan salah satu bukti

kemajuan financial technology (fintech). Calon nasabah cukup mengisi

formulirnya secara online sekaligus melakukan proses verifikasi, kemudian

mengajukan kredit sesuai jumlah dana yang dibutuhkan. Nasabah akan menerima

pinjaman dana setelah proses pencairan atau persetujuan.47

2.2 Keabsahan Perjanjian Pinjaman Online

Pinjaman online merupakan salah satu inovasi bisnis modern yang

memberikan berbagai kemudahan salah satunya dengan memberikan fleksibilitas

kepada debitur yaitu debitur tidak perlu hadir secara fisik untuk melakukan proses

pinjam meminjam dan hanya perlu melakukan tanda tangan secara elektonik.

Proses dalam peminjaman online sendiri merupakan proses yang tidak

mengharuskan kreditur dan debitur bertemu secara langsung melainkan para pihak

melakukannya melalui media elektronik dan jaringan internet, dimana para pihak

hanya perlu melakukan beberapa tahapan kemudia menuangkannya ke dalam

suatu bentuk perjanjian pinjaman online.

Perjanjian pinjaman online mendasar pada Pasal 1313 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kesepakatan

47
Ibid,hal37
39

yang dilakukan dalam perjanjian pinjaman online yang menggunakan media

elektronik. Perjanjian pinjaman online merupakan bentuk perwujudan dari asas

kebebasan berkontrak sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1338 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya yang artinya bahwa perjanjian

menganut kebebasan, dimana semua perjanjian yang dibuat para pihak dianggap

sah secara yuridis selama tidak melanggar secara ketertiban dan kesusilaan. 48

Aplikasi pinjaman online pada dasarnya sama dengan pinjaman konvensional

pada umumnya dimana suatu pinjaman terjadi ketika ada kesepakatan para pihak

antara kreditur dan debitur, yang membedakan hanya pada media yang digunakan.

Jika pada kredit secara konvensional para pihak harus bertemu secara langsung

disuatu tempat guna menyepakati mengenai jumlah uang yang akan dipinjam.

Sementara itu dalam pinjaman online, proses peminjaman yang terjadi

memerlukan suatu media internet sebagai media utamanya sehingga proses

peminjaman uang terjadi tanpa perlu adanya pertemuan langsung antara para

pihak.

Suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat subjektif dan syarat

objektif. Pemenuhan syarat tersebut berakibat pada perjanjian yang telah dibuat

menjadi sah. Perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan

kewajibannya, sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk

dipenuhi.

48
Mudakir Iskandar Syah, Hukum Bisnis Online Era Digital, Campustaka, Jakarta, 2018, h. 78
40

Dalam hal ini terkait syarat subjektif dan objektif dalam perjanjian

diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Kesepakatan adalah syarat penting dalam terciptanya suatu perjanjian yang

mana dalam perjanjiannya dapat dibuat dalam bentuk tertulis maupun tidak

tertulis. Pada perjanjian pinjaman secara konvensional, kesepakatan dapat

dengan mudah diketahui karena kesepakatan tersebut dapat langsung

diberikan secara tertulis dan saling bertatap muka sehingga kesepakatan

tersebut terjadi ditempat yang sama dengan waktu yang sama. Sedangkan

dalam perjanjian pinjaman online para pihak tidak saling bertemu dalam hal

penawaran dan penerimaan sehingga perjanjian tidak diberikan secara

langsung melainkan melalui media elektronik dalam hal ini adalah media

elektronik.

Dalam perjanjian pinjaman online melalui aplikasi atau dengan website

penawaran dan penerimaan tersebut dilakukan dengan tiga tahap yaitu tahap

pertama calon debitur melihat adanya penawaran atau iklan yang diberikan

oleh pihak penyelenggara jasa pinjaman online melalui media internet, tahap

ke dua calon debitur menerima penawaran atau iklan yang diberikan oleh

penyelenggara pinjaman online dan tahap ketiga dengan adanya persetujuan

dari kreditur terkait penerimaan dan penawaran yang diajukan oleh pihak

debitur melalui media atau surat elektronik dapat dikatakan sah meskipun

tidak dilakukan dengan bertatap muka maupun secara tertulis.


41

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada dasarnya semua orang adalah cakap dalam membuat kesepakatan

kecuali jika oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kecakapan dalam

melakukan perbuatan hukum dapat diartikan sebagai kemungkinan dalam

melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa

dapat diganggu gugat. Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum pada

umumnya dapat diukur dari standart :

a) Person, diukur dari standart usia kedewasaan.

Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum bagi person pada

umumnya diukur dari standart usia dewasa atau cukup umur.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata dimana standart usia

seseorang dalam melakukan perbuatan hukum adalah usia 21 tahun atau

sudah pernah kawin. Orang yang dinyatakan tidak cakap membuat

perjanjian berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata diantaranya :

1. Orang-orang yang belum dewasa,

2. Mereka yang ditaruh dibawa pengampuan,

3. Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-

undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-

undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

b) Badan hukum, diukur dari aspek kewenangan.

Dalam hal ini subjek hukum dapat berupa badan hukum dan non badan

hukum yang mana badan hukum adalah suatu organisasi atau

perkumpulan yang dibuat dengan akta otentik dan dalam hukum


42

diperlakukan selayaknya orang yang mempunyai hak dan kewajiban yang

disebut sebagai subyek hukum. Badan hukum terdiri dari badan hukum

publik yang mana adalah badan hukum yang dibuat menurut hukum

publik atau badan hukum yang mengatur keterkaitan antara negara

dan/atau aparatnya dengan warga negara yang berkaitan dengan

kepentingan umum atau publik. Contoh dari badan hukum publik adalah

lembaga negara pemerintah daerah, dll. Sedangkan badan hukum privat

adalah badan hukum yang dibuat menurut dasar hukum perdata atau

sekumpulan orang yang membuat kerja sama atau membentuk badan

usaha dan satu kesatuan yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh

hukum. Kesatuan yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh hukum.

Dalam hal ini badan hukum privat mempunyai tujuan untuk mencapai

provit atau keuntungan seperti halnya Perseroan Terbatas (PT),

Commanditaire Vennootschap (CV), Firma, Koperasi, dan Yayasan.

Dalam perjanjian peminjaman online debitur wajib memenuhi

syarat dari perusahaan jasa layanan peminjaman online, yang mana untuk

syarat dan kecakapan apabila dilihat dari usia dewasa dalam perjanjian

pinjaman online telah terpenuhi maka perjanjian tersebut menjadi sah.

Dalam mengajukan pinjaman pada aplikasi pinjaman online pihak debitur

terlebih dahulu diwajibkan memasukan data sesuai dengan Kartu Tanda

Penduduk hal tersebut dilakukan pihak kreditur agar dapat memeriksa

kebenaran dari data pihak debitur. Kecakapan tidak hanya diukur dari

dewasa, melainkan cakap dalam melakukan perbuatan hukum haruslah


43

seseorang yang telah memenuhi syarat kecakapan berdasarkan usia,

kesehatan dan undang-undang.

3) Suatu hal tertentu

Mengenai suatu hal tertentu dalam hal ini berkaitan dengan objek perjanjian

(Prestasi). Prestasi adalah kewajiban debitur dan hak kreditur, dimana prestasi

terdiri atas :

a) Memberikan sesuatu,

b) Berbuat sesuatu, dan

c) Tidak berbuat sesuatu.

Hal tertentu dalam undang-undang adalah prestasi yang menjadi pokok

perjanjian yang bersangkutan. Hal tersebut untuk memastikan sifat dan

luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak.

Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban

para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum).

Sesuatu hal tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata merupakan hak dan

kewajiban dari pihak kreditur dan debitur apabila timbul suatu perselisihan.

Objek yang menjadi pokok perjanjian adalah prestasi yang mana objek

perjanjian merupakan isi dari prestasi yang menjadi perjanjian yang

bersangkutan. Sehingga yang menjadi objek dalam perjanjian peminjaman

online adalah suatu hal yang menjadi hak kreditur yaitu dalam menyerahkan

sejumlah uang dan suatu hal yang menjadi kewajiban bagi debitur untuk

membayar sejumlah uang yang telah dipinjamkan tersebut sebagaimana hal

itu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.


44

4) Suatu sebab yang halal

Dalam hal ini suatu sebab yang halal adalah kausa yang tidak bertentangan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Atau bisa disebut sebagai

kausa terlarang, berikut beberapa ketentuan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata tentang sebab-sebab yang dilarang yaitu :

a. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian di buat

karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai

kekuatan.

b. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa pasal ini pada dasarnya

hanya mempertegas kembali mengenai salah satu syarat objektif dari

keabsahan perjanjian, yaitu mengenai sebab yang halal dimana apabila

suatu perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan

ketertiban umum, maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan

atau lazim disebut batal demi hukum.

Sebab yang halal adalah isi dari perjanjian dan bukan sebab para pihak

mengadakan perjanjian. Isi dari perjanjian tersebut haruslah berdasarkan

dengan undang-undang dan tidak berlawanan dengan kesusilaan baik dan

ketertiban umum. Dalam perjanjian pinjaman online harus diselenggarakan

oleh penyelenggaraan jasa pinjaman online yang telah terdaftar di Otoritas

Jasa Keuangan sehingga syarat sebab kausa yang halal dapat dikatakan

memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata.


45

Pasal 1320 KUHPerdata

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;


1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang

Dari adanya syarat sah tersebut menurut Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dapat dijelaskan bahwa untuk dua syarat yang

pertama yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan cakap untuk

membuat suatu perjanjian, dinamakan syarat-syarat subyektif karena hal itu

mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu mengenai suatu hal tertentu dan

suatu sebab yang halal dinamakan syarat-syarat obyektif karena hal itu

mengenai perjanjiannya sendiri atau objeknya dari perbuatan hukum yang

dilakukan itu.

Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat syarat tersebut

menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan

pembatalan. Jika terjadi pelanggaran terhadap unsur subjektif, maka

perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya bahwa salah satu pihak dapat

mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang

disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka

perjanjian tersebut dianggap sah. Dan jika terjadi pelanggaran terhadap unsur

obyektif yaitu syarat ketiga dan keempat, maka perjanjian tersebut batal demi

hukum artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.
46

Perjanjian dalam transaksi pinjaman online dengan perjanjian secara

konvensional atau pada umumnya tidaklah berbeda jauh, yang membedakan

hanya pada bentuk dan berlakunya. Media yang digunakan dalam perjanjian

biasa adalah kertas yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak. Setelah

dibuat dan disepakati maka perjanjian tersebut mengikat para pihak sejak

ditanda tangani, sedangkan dalam perjanjian kredit online menggunakan

media elektronik yang ada hanya form dan blanko klausula perjanjian yang

dibuat salah satu pihak yang ditulis dan ditampilkan dalam media elektronik

(halaman web), kemudian pihak yang lain cukup mengisi form tersebut dan

menekan tombol yang disediakan untuk mengikatkan dirinya terhadap

perjanjian tersebut.

Pada prinsipnya, perjanjian pinjaman secara online sesunguhnya

merupakan model kontrak yang sama dengan kontrak pinjaman secara

konvensional yang dilakukan masyarakat hingga saat ini baik itu berdasarkan

KUHPerdata. Mengenai perjanjian pinjaman, dianggap sudah berlangsung

antara para pihak kreditur dan debitur, apabila mereka telah menyetujui dan

bersepakat tentang jumlah uang pinjaman (1754 KUH Perdata). Dan

perjanjian pinjaman secara online merupakan persesuaian kehendak antara

kreditur dan debitur mengenai jumlah uang yang akan dipinjamkan. Tanpa

adanya uang yang dipinjamkan kepada debitur, tidak mungkin terjadi

transaksi perjanjian kredit online. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat

dipahami bahwa transaksi pinjaman secara online yang terjadi dalam lalu

lintas kehidupan masyarakat sehari-hari adalah transaksi perjanjian yang


47

dilakukan antara kreditur dan debitur serta adanya campur tangan dari pihak

yang resmi dalam hal ini adalah penyelenggara kredit online yang terdaftar

dalam otoritas jasa keuangan. Dan dilakukan tanpa adanya tatap muka secara

langsung.

Pengaturan perjanjian pinjam meminjam diatur di dalam Pasal 1754 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian pinjam meminjam menurut Pasal

1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis

karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Transaksi Elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan

Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Transaksi elektronik, pada dasarnya ialah suatu perikatan ataupun hubungan

hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan sistem

elektronik berbasis komputer dengan sistem komunikasi, yang mana difasilitasi

dengan keberadaan jaringan komputer global atau internet. Dalam lingkup

keperdataan khususnya dalam aspek perjanjian. nama domain atau website yang

digunakan sebagai alamat dan identitas di internet juga memiliki kaitan erat
48

dengan nama perusahaan, produk atau jasa (Service).49 Identitas seseorang dapat

diberikan dengan menggunakan Electrosignature (tanda tangan elektronik). Tanda

tangan elektronik harus dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah setelah melalui

prosedur dan mekanisme keamanan yang terpercaya dan dapat di pertanggung

jawabkan. Menurut UNCITRAL Model Law on Elektronik Commerce terkait

format dan keabsahan kontrak terdapat beberapa prinsip diantaranya, yaitu :

a. Segala Informasi elektronik adalah bentuk data elektronik dapat dikatakan

untuk memilliki akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan hukum.

b. Hukum mengharuskan adanya suatu informasi dalam bentuk tertulis

maka suatu data dalam bentuk tertulis maka suatu data elektronik dapat

memenuhi syarat untuk itu.

c. Dalam hal tanda tangan, suatu tanda tangan elektronik merupakan tanda

tangan sah.

d. Dalam hal kekuatan pembuktian dari data yang bersangkutan maka data

Message memilliki kekuatan pembuktian.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang perubahan

atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi

Elektronik. Pada Pasal 5 menjelaskan bahwa :

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil


cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.

49
Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, h. 29
49

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah


apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta.

Dalam Pasal 6 menjelaskan bahwa :

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4)
yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.

Dalam Pasal 7 menjelaskan bahwa :

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau
meniolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang
memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.

Dalam Pasal 8 menjelaskan bahwa :

(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi


Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim
dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik
yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem
Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem
Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu
untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat
50

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem


Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan
dalam pengiriman atau penerimaan. Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang
berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang
berada di bawah kendali Penerima.

Dalam Pasal 9 menjelaskan bahwa :

Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus


menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan.

Dalam Pasal 10 menjelaskan bahwa :


(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat
disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 11 menjelaskan bahwa :

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan
Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
51

Dalam Pasal 12 menjelaskan bahwa :

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagairnana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi:
a. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk
menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan
Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain
yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang
yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan
Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan. Tanda Tangan
Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan
risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan
Tanda Tangan Elektronik; dan
d. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda
Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan
keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik
tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat(1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum
yang timbul.

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas menyatakan bahwa informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakanya merupakan alat

bukti hukum yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai

dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2016 Tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Transaksi Elektronik memberikan pernyataan atau pengakuan

terhadap kontrak elektronik sebgaiamana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 17 yang

menyatakan bahwa kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat

melalui sistem elektronik. Selanjutnya, mengenai sistem elektronik dijelaskan


52

dalam Pasal 1 angka 5 yang mana menyatakan bahwa sistem elektronik adalah

serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirim, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

Keabsahan dari kontrak elektronik telah dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (3)

menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan

sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang telah

diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut menyebutkan bahwa informasi, dokumen

dan tanda tangan elektronik dapat sebagai bukti yang sah dalam melakukan

perjanjian kredit online. Dan perjanjian kredit online dianggap sah sepanjang

informasi yang didalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhanya, dan

dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Jadi dalam hal ini terkait dengan keabsahan dari perjanjian kredit online

sepanjang memenuhi unsur Pasal 1320 KUHPerdata terkait dengan syarat sah

perjanjian, dimana para pihak harus memenuhi keempat unsur tersebut

diantaranya kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal

(perbuatan yang tidak dilarang oleh ketentuan perundang-undangan). Maka

dianggap sah secara hukum dan berlaku mengikat bagi kedua belah pihak

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Dan untuk terkait dengan

kontrak perjanjian yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dijelaskan

dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik di mana


53

didalam ketentuan Undang-Undang tersebut diakui adanya kontrak elektronik

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka (17) dan dengan adanya informasi,

dokumen dan tanda tangan elektronik berdasarkan hal tersebut maka perjanjian

kredit yang dilakukan secara online dianggap sah secara hukum.

2.3 Transfer Data Pribadi

Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang

Pelindungan Data Pribadi, menyatakan bahwa Pemrosesan Data Pribadi meliputi

pemerolehan dan pengumpulan, pengolahan dan penganalisisan, penyimpanan,

perbaikan dan pembaruan, penampilan, pengumuman, transfer, penyebarluasan,

atau pengungkapan, dan/atau penghapusan atau pemusnahan. Hal ini

menunjukkan transfer data pribadi masuk dalam aktivitas pemrosesan data pribadi

yang dilakukan oleh pengendali data pribadi yang aktivitas penyelenggaraannya

wajib disesuaikan dengan pelindungan hak dari subjek data pribadi.

Transfer data pribadi merupakan pengiriman data subjek data pribadi dari

pengendali data ke pengedali data lainnya. Transfer data pribadi perlu dilakukan

dengan memperhatikan prinsip pengelolaan data. Pengelolaan data menurut Terry

dan Rue adalah serangkaian operasi informasi yang direncanakan guna mencapai

tujuan atau hasil yang diinginkan. Kualitas dari suatu data atau informasi

tergantung dari 3 (tiga) hal, yaitu:

1. Akurat, berarti data atau informasi harus bebas dari kesalahan dan tidak

bias atau menyesatkan. Akurat juga berarti data atau informasi harus jelas

mencerminkan maksudnya;
54

2. Tepat waktu, berarti data atau informasi yang datang pada penerima tidak

boleh terlambat. Data atau Informasi yang sudah usang tidak mempunyai

nilai lagi; dan

3. Relevan, berarti data atau informasi tersebut mempunyai manfaat untuk

pemakainya50

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan

Data Pribadi, menyatakan Data Pribadi adalah data tentang orang perseorangan

yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi

dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui

sistem elektronik atau non elektronik. Selain itu Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, menyatakan

Pelindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data

Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak

konstitusional subjek Data Pribadi. Untuk itu penggunaan setiap informasi melalui

media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas

persetujuan orang yang bersangkutan. Bila dilanggar, maka yang dirugikan dapat

mengajukan gugatan atas kerugian.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016

tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik juga mengatur terkait

perlindungan data pribadi, termasuk dalam pengiriman (transfer) data pribadi

yang dilaksanakan berdasarkan asas perlindungan data pribadi yang baik, salah

satunya yaitu berdasarkan persetujuan. Oleh karena itu, aspek penting dalam

50
Terry, George R. dan Rue, Leslie W. 2003. Dasar-Dasar Manajemen.
55

memperoleh akses terhadap pemanfaatan data pribadi adalah persetujuan dari

pemilik data pribadi. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan atas

pelaksanaan transfer data pribadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Masyarakat juga perlu mencermati dengan teliti setiap persyaratan yang diajukan

pengendali data sebelum memberikan persetujuan transfer data pribadi.

2.4 Konsep Hukum Data Pribadi pada Aplikasi Pinjaman Online

Pelindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi

data pribadi dalam rangkaian pemrosesan data pribadi guna menjamin hak

konstitusional subjek data pribadi, sesuai dengan Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

Dengan majunya perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan

segala bentuk aktifitas masyarakat terbantukan dengan teknologi dan inovasi-

inovasi khususnya didalam perkembangan lembaga keuangan yang dimana kini

mulai bergeser pada lembaga keuangan yang berbasis teknologi. Salah satu

kemajuan dalam bidang keuangan saat ini adalah terkait bentuk kredit secara

online atau biasa yang disebut dengan Financial Technology (Fintech). Menurut

pengaturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan

teknologi finansial dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Financial

Technology atau teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem

keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnis

baru serta berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau

efisiensi kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran. Di Indonesia

perjanjian pinjaman online atau peer-to-peer lending dikenal dengan istilah


56

pinjam meminjam uang secara online, yang mana menurut Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama

Berbasis Teknologi Informasi dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa :

Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya

disingkat LPBBTI adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk

mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan

pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui

sistem elektronik dengan menggunakan internet.

Munculnya layanan pinjaman secara online karena atas dasar tuntutan

masyarakat yang menginginkan pelayanan yang serba cepat, mudah dan praktis

dan adapun tiga pihak yang terlibat dalam pinjaman secara online yaitu:

a. Penyedia Jasa Internet Penyedia jasa internet merupakan pihak yang

mempunyai ruang elektornik seperti halnya aplikasi, website yang mana

nantiya akan digunakan oleh penyelenggara jasa pinjaman atau pelaku usaha

dalam menjual barang atau jasa yang akan digunakan.

b. Pelaku Usaha atau Penyelenggara Jasa Pinjaman Pelaku usaha atau

penyelenggara jasa pinjaman adalah pihak yang mempunyai kepentingan

dalam menjual barang atau jasanya kepada konsumen melalui aplikasi secara

online atau yang biasa dikenal dengan Penyelenggara jasa pinjaman online.

Yang mana penyelenggara melakukan kontak langsung kepada penyedia jasa

internet hal tersebut untuk memastikan agar barang atau jasa yang ditawarkan

kepada pihak konsumen dapat diakses dengan secara mudah.


57

c. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia di

dalam masyarakat yang mana konsumen dalam hal ini adalah masyarakat yang

mempunyai tujuan untuk menggunakan jasa pinjaman online yang nantinya

membuat perjanjian pinjaman secara online dengan menggunakan media

elektronik dan jaringan internet.

Proses dalam pengajuan pinjaman online dilaksanakan dengan cara cepat,

mudah dan praktis yang mana tiap penyelenggara jasa pinjaman mempunyai

mekanisme yang berbeda-beda dalam pengajuannya, dan secara umum proses

dalam pengajuan pinjaman secara online adalah sebagai berikut :

a. Mendownload atau Mengunduh Aplikasi Calon debitur harus mendownload

aplikasi atau mengunjungi website dari penyelenggara atau perusahaan

pinjaman online tersebut karena banyak aplikasi yang menyediakan jasa

pinjaman uang seperti halnya : 46 RupiahPlus, Kredit Pintar, Uang Teman,

Tunai Kita, Akulaku, Tunaiku, Julo, Dana Rupiah, Kredit Cepat, dll Setiap

penyelenggara jasa pinjaman mempunyai perbedaan seperti halnya dari jenis

jumlah pinjaman, tenor atau tenggang waktu pengembalian pinjaman, dan

jumlah bunga yang diberikan. Sehingga dalam hal ini dapat di manfaatkan

oleh calon debitur dalam memilih atau menggunakan jasa pinjaman uang yang

sesuai dengan kebutuhannya.

b. Membuat Akun Setelah menginstall atau mendownload aplikasi tersebut

kemudian debitur diharuskan mendaftar pada aplikasi pinjaman sehingga

debitur harus membuat akun pada aplikasi pinjaaman tersebut yang mana

nantinya debitur akan diarahkan untuk memasukan nomor handphone dan


58

alamat email yang aktif yang mana hal tersebut untuk kode verifikasi agar

dapat login atau masuk ke layanan aplikasi pinjaman tersebut.

b. Pengajuan Jumlah Pinjaman Setelah mendapatkan kode verifikasi pihak debitur

akan diarahkan untuk login dan mengisi jumlah uang yang akan di ajukan atau

dipinjam yang mana hal tersebut juga sudah tertera jatuh tempo dan jumlah uang

yang harus dikembalikan oleh pihak debitur, sehingga debitur dapat memilih

sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan.

c. Memenuhi Persyaratan Yang Diberikan Oleh Aplikasi Pinjaman Online Setelah

debitur mengajukan uang pinjaman yang akan dipinjamkan kemudian pihak

debitur akan mendapat pemberitahuan dari aplikasi tersebut untuk mengizinkan

pihak kreditur untuk mengambil informasi lokasi pihak debitur, mengizinkan

pihak kreditur untuk menggunakan kamera dalam mengambil gambar dari debitur,

setelah itu pihak kreditur diarahkan untuk mengupload foto ktp, mengisi data

sesuai dengan KTP debitur yang mana data yang harus di isi meliputi : nama,

nomor ktp, nama ibu kandung, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status

perkawianan, jumlah anak, tempat tanggal lahir, golongan darah, alamat RT/RW,

kelurahan desa, kecamatan, agama dan untuk selanjutnya pihak debitur harus

mengisi Informasi pekerjaan, pendapatan bulanan, nama perusahaan, alamat dari

perusahaan pihak debitur bekerja dan nomor telepon perusahaan setelah mengisi

semua data tersebut pihak debitur diarahkan untuk mengisi formulir rekening

dengan mengisi nomor rekening debitur, nama bank, nama pemilik rekening dan

tujuan pinjaman. Setelah semuanya selesai maka akan di verifikasi dalam waktu

yang singkat yang mana pinjaman akan cair pada saat itu juga.
59

Didalam melakukan perjanjian pinjaman secara online menggunakan

perjanjian baku atau standart kontrak dimana perjanjian tersebut hampir seluruh

klausul-klausulnya sudah di bakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada

dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan 51 . Dalam hal ini perjanjian baku dibuat secara sepihak oleh pelaku

usaha. Menurut sutan remi sjahadeini, perjanjian kredit adalah :

Perjanjian antar bank dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang

mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Berdasarkan pengertian tersebut maka perjanjian kredit online bertujuan untuk

menyediakan keuangan atau tagihan kepada debitur dimana hal tersebut

didasarkan dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.52

Bentuk dan isi perjanjian pinjaman dibuat dan ditentukan secara sepihak

oleh kreditur atau penyelenggara pinjaman online. Dimana debitur hanya dapat

menyetujui atau menolak perjanjian pinjaman tersebut. Hal ini dikarenakan

kedudukan kreditur memiliki kedudukan ekonomi lebih tinggi sehingga pihak

kreditur memiliki wewenang untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian

pinjaman. Perjanjian pinjaman yang dibuat secara sepihak cenderung kurang

51
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak
Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, h. 74
52
Ibid.,
60

mencerminkan asas keseimbangan atau asas proposionalitas yang merupakan asas

yang menghendaki kedua belah pihak untuk melaksanakan perjanjian itu.53

Sehingga di dalam pelaksanaannya pinjaman online banyak terjadi

permasalahan salah satunya dalam kasus platform RupiahPlus dimana salah satu

teman kontak pihak dari debitur dihubungi oleh pihak kreditur tanpa

sepengetahuan pihak debitur hal tersebut untuk mengingatkan pihak debitur

melalui temannya agar segera melunasi pinjamannya, dari hal tersebut sangat

menimbulkan rasa malu pada pihak debitur dan menjadi sesuatu yang tidak

menyenangkan dikarenakan pihak kreditur tidak melakukan penagihan sesuai

dalam kontrak perjanjian. berdasarkan hal tersebut maka dalam hal ini pihak

debitur perlu diberikan perlindungan hukum atas perlakuan pihak kreditur yang

malakukan penagihan tidak sesuai dengan kontrak perjanjian.

53
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata, Citra Aditya, Bandung,
2015, h. 88
BAB III

LANGKAH HUKUM DEBITUR TERHADAP PENYALAHGUNAAN

DATA PRIBADI OLEH KREDITUR DALAM APLIKASI

PINJAMAN ON LINE

3.1 Langkah Hukum Terhadap Penyalahgunaan Data Pribadi

Perkembangan teknologi informasi pada masa ini telah mampu

melaksanakan pengumpulan, penyimpanan, pembagian serta penganalisisan data.

Konsep dari pelindungan data pribadi menjelaskan bahwa setiap individu

memiliki hak untuk menentukan mengenai apakah dirinya bersedia membagikan

data pribadi atau tidak.

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 29 ayat

menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas pelindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan hak miliknya. Maka dalam pernyataan tersebut, dapat

ditarik kesimpulan mengenai pelindungan data pribadi merupakan hak (privacy

rights) yang dimiliki setiap orang yang harus dilindung oleh negara, dimana

dalam privacy rights setiap orang memiliki hak untuk menutup atau merahasiakan

hal-hal yang sifatnya pribadi.54

Pelindungan data pribadi telah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) dan

(2) yang menyatakan bahwa :

54
I Dewa Gede Adi Wiranjaya dan I Gede Putra Ariana, 2016,Perlindungan Hukum Terhadap
Pelanggaran Privasi Konsumen DalamBertransaksi Online, Kerta Semaya, Vol. 4, No. 4, Juni 2016, h. 3.

61
62

1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan


setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan
Undang-Undang ini.

Ketentuan yang diatur tersebut, telah memberikan hak kepada pemilik data

pribadi untuk tetap menjaga kerahasiaan data pribadinya, apabila data pribadinya

telah tersebar dan disalahgunakan oleh pihak lain, maka pemilik data pribadi

dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Gugatan yang dimaksud berupa

gugatan perdata yang diajukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan pasal tersebut merupakan perlindungan yang diberikan terhadap data

pribadi seseorang secara umum, artinya dalam setiap kegiatan yang menyangkut

transaksi elektronik yang menggunakan data pribadi seseorang maka wajib untuk

menjaga dan melindungi data pribadi tersebut, dengan pengaturan tersebut, maka

setiap orang memiliki hak untuk menyimpan, merawat dan menjaga kerahasiaan

datanya agar data yang dimiliki tetap bersifat pribadi. Setiap data pribadi yang

telah diberikan tersebut harus digunakan sesuai dengan persetujuan dari orang

yang memiliki dan harus dijaga kerahasiannya. Mengenai perlindungan data

pribadi dalam layanan pinjaman online, Otoritas Jasa Keuangan telah

mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022

tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

Dalam peraturan tersebut telah mengatur mengenai pelindungan data

pribadi peminjam dalam rangka menggunakan layanan pinjam-meminjam

berbasis teknologi. Pasal 44 ayat 1 huruf (a) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
63

Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis

Teknologi Informasi menyatakan bahwa penyelenggara wajib menjaga

kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan Data Pribadi, data transaksi, dan data

keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnakan.

Hal ini berarti pihak pemberi pinjaman memiliki kewajiban untuk merahasiakan

data pribadi peminjam dimulai dari proses perjanjian pinjam-meminjam dibuat

hingga selesainya perjanjian tersebut. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan

guna tercapainya pelindungan terhadap data pribadi peminjam.

Selanjutnya, Pasal 26 ayat 1 huruf (c) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis

Teknologi Informasi menyatakan bahwa penyelenggara wajib menjamin bahwa

perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan Data Pribadi, data

transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan

persetujuan pemilik Data Pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali

ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa, tanpa persetujuan dari pemilik

data pribadi (peminjam), maka pihak pemberi pinjaman tidak dapat menggunakan

data pribadi tersebut untuk kegiatan apapun, kecuali dengan persetujuan pemilik

atau ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggara pinjaman online juga dilarang untuk memberikan atau

menyebarluaskan data atau informasi mengenai pengguna kepada pihak ketiga

tanpa persetujuan dari pengguna atau diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-


64

undangan tersebut, telah menjamin adanya kepastian hukum mengenai

pelindungan terhadap data pribadi.

Pelindungan tersebut berupa pemberian hak kepada peminjam untuk

dilindungi data pribadinya dalam penyelenggaraan pinjaman online. Apabila hak

yang dimiliki tersebut dilanggar, maka peminjam dapat menyelesaikan masalah

tersebut melalui upaya hukum, yaitu upaya hukum non litigasi (di luar peradilan)

dan upaya hukum litigasi (peradilan).

3.2 Upaya Hukum Non Litigasi

Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan.

Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.

Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan

perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14

Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan ”

Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit

(arbitase) tetap diperbolehkan”. Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan ”

Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga

penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para

pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi,

mediasi, atau penilaian para ahli.”

3.2.1 Konsultasi

Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu

pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan
65

pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk

memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam

penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat

(hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya

keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh

para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan diberi kesempatan untuk

merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para

pihak yang bersengketa tersebut.

Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan

secara langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah

ada. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah

pertanyaan kepada konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat

secara hukum, artinya saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh klien,

tergantung kepentingan masing-masing pihak.

3.2.2 Negoisasi

Penyelesaian sengketa melalui musyawarah/perundingan langsung

diantara para pihak yang bertikai dengan maksud mencari dan menemukan

bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat diterima para pihak. Kesepakatan

mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk

tertulis yang disetujui oleh para pihak.55

55
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/13628/Arbitrase-Dan-
Alternatif-Penyelesaian-Sengketa.
66

Perundingan dapat terjadi dalam lingkungan keluarga, ternan, mitra bisnis,

yang telah saling mengenal, bahkan perundingan dapat pula terjadi antara orang-

orang yang sebelumnya tidak saling mengenal. Mediasi sebagai Alternatif

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan oleh Sri Mamudji, menjelaskan tidak

hanya masalah yang sifatnya sederhana, masalah yang rumit bahkan bersifat

internasional juga dapat menjadi pendorong suatu perundingan.

Perundingan dan tawar menawar tersebut dikenal dengan istilah negosiasi.

Menurut Fisher dan Ury dalam buku Getting to Yes: Negotiating an Agreement

Without Giving In, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang

untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai

kepentingan yang sarna maupun berbeda. Pihak yang melakukan negosiasi bisa

disebut negosiator atau perunding.

3.2.2.1 Tujuan Negosiasi

Selain mencapai kesepakatan, negosiasi juga memiliki tujuan lain. Dikutip

dari buku Negosiasi Itu Ada Ilmunya karya Mahardika Wirastama, tujuan

negosiasi yaitu:

1. Memperoleh kesepakatan

2. Mendapatkan solusi

3. Mendapatkan keuntungan

3.2.2.2 Teknik Negosiasi

Menurut Gerald R. William Gerald R. William dalam bukunya Legal

Negotiation and Setlement, terdapat dua teknik negosiasi yang mungkin

digunakan negosiator.
67

1. Teknik Negosiasi Kompetitif

Pada negosiasi kompetitif, negosiator akan menganggap negosiator pihak

lain sebagai musuh atau lawan. Sehingga dalam melakukan negosiasi seorang

negosiator kompetitif menggunakan ancaman, bersikap keras, mengajukan

permintaan yang tinggi, jarang memberikan konsesi dan tidak peduli pada

kepentingan pihak lain.

2. Teknik Negosiasi Kooperatif

Pada negosiasi kooperatif, seorang negosiator menganggap pihak lain

sebagai mitra kerja yang akan bekerjasama untuk mencapai kesepakatan. Bukan

musuh atau saingan seperti negosiasi kompetitif.

3.2.2.3 Tahapan Negosiasi

1. Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi

Pada tahap awal, masing-masing pihak mulai membuka kontrak dan

membina hubungan. Di sini, negosiator mulai mengutarakan masalah secara

umum dan mengembangkan posisi pembuka.

Posisi pada negosiasi ada tiga yaitu, posisi maximalist (perunding yang

meminta sesuatu melebihi yang dibutuhkan), posisi equitable (mengajukan

permintaan sesuai dengan kebutuhan), dan posisi integrative (perunding berusaha

mencapai kesepakatan demi kepentingan bersama).

2. Tahap Argumentasi

Dalam tahap ini, masing-masing pihak mulai memberikan gambaran

masalah pokok secara jelas serta kekuatan dan kelemahan yang mereka miliki.
68

Negosiator mulai saling menjajaki kesepakatan apa yang dapat diberikan dan

dikembangkan.

3. Tahap Bersikap dalam Keadaan Darurat dan Kritis

Pada tahap ini, negosiator mulai menyiapkan alternatif baru untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya deadlock atau adanya batas waktu

perundingan yang harus ditepati.

4. Tahap Merancang Kesepakatan

Jika kesepakatan telah tercapai, setiap pihak dapat merancang kesepakatan

dan akhirnya menuangkannya dalam bentuk kesepakatan formal yang

ditandatangani oleh para pihak.56

3.2.3 Mediasi

Merupakan penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan dibantu

oleh pihak luar yang tidak memihak/netral guna memperoleh penyelesaian

sengketa yang disepakati oleh para pihak. Terdapat beberapa cara penyelesaian

sengketa non-litigasi, salah satunya ialah melalui Mediasi. Ketentuan mediasi

diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan (Selanjutnya disebut dengan PERMA No.

1/2016) yang merupakan pengganti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

2008. Dalam penyelesaian sengketa, proses mediasi wajib dilakukan terlebih

dahulu. Apabila tidak menempuh prosedur mediasi, penyelesaian sengketa

56
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5987543/negosiasi-pengertiantujuan-serta-
tahapannya
69

tersebut melanggar ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang

mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Menurut PERMA No. 1/2016, mediasi merupakan cara menyelesaian

sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak

dengan dibantu oleh Mediator. Sifat dari proses mediasi pada asasnya tertutup

kecuali para pihak menghendaki lain. Hal-hal yang perlu diketahui dalam mediasi

dijelaskan sebagai berikut:

3.2.3.1 Biaya-biaya dalam Mediasi

Terdapat beberapa biaya yang ada pada penyelesaian melalui jalur

mediasi, antara lain :

1. Biaya jasa mediator

Mediator Hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya. Namun

biaya jasa mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung

bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak.

2. Biaya pemanggilan para pihak

Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi terlebih

dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya

perkara. Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya

pemanggilan ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan, biaya

pemanggilan para pihak dalam proses mediasi dibebankan kepada pihak

yang oleh hakim dihukum membayar biaya perkara.

3. Biaya lain-lain
70

Biaya lain-lain dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi

dibebankan sesuai kesepakatan para pihak.

3.2.3.2 Jenis Perkara yang Dapat Diselesaikan Dengan Proses Mediasi

Perkara atau sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan wajib terlebih

dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, terkecuali hal-hal lain

diantaranya :

a) sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu

penyelesaiannya meliputi antara lain:

1. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;

2. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan

Industrial;

3. keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

4. keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;

5. permohonan pembatalan putusan arbitrase;

6. keberatan atas putusan Komisi Informasi;

7. penyelesaian perselisihan partai politik;

8. sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan

9. sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan

tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b) sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau

tergugat yang telah dipanggil secara patut;


71

c) gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu

perkara (intervensi);

d) sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan

perkawinan;

e) sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di

luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat

yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil

berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator

bersertifikat.

3.2.3.3 Tahap Pramediasi

Sebelum memasuki proses mediasi, terlebih dahulu dilakukan tahap

pramediasi dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pada sidang pertama yang dihadiri oleh para pihak, hakim mewajibkan

para pihak untuk menempuh mediasi.

2. Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan

mediasi

3. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak,

mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses

mediasi.

4. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri

berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

5. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan

kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.


72

6. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA ini kepada

para pihak yang bersengketa.

3.2.3.4 Tahap-tahap Proses Mediasi

Proses mediasi dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk

mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan

resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

2. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal

memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume

perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.

3. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak

mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim

dan berdasarkan kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat

diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja.

4. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan

perkara.

5. Jika diperlukan dan atas kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan

secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

3.2.3.5 Keuntungan Mediasi

Ada beberapa keuntungan yang didapatkan dari pelaksanaan mediasi,

yaitu:

1. Penyelesaian bersifat informal

2. Yang menyelesaikan sengketa adalah pihak sendiri


73

3. Jangka waktu penyelesaian pendek

4. Biaya ringan

5. Aturan pembuktian tidak perlu

6. Proses penyelesaian bersifat konfidensial

7. Hubungan para pihak bersifat kooperatif

8. Komunikasi dan fokus penyelesaian

9. Hasil yang dituju sama menang

10. Bebas emosi dan dendam

3.2.3.6 Hak Para Pihak Memilih Mediator

Dalam proses mediasi, penanganan perkara dapat memilih mediator yang

akan memediasi mereka. Mediator yang dapat dipilih adalah sebagai berikut:

1. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;

2. Advokat atau akademisi hukum;

3. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau

berpengalaman dalam pokok sengketa;

4. Hakim majelis pemeriksa perkara;

5. Gabungan antara mediator.

Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator,

pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator

sendiri.

3.2.3.7 Menempuh Mediasi dengan Itikad Baik

Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Salah satu

pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan
74

menempuh mediasi dengan itikad tidak baik (vide Pasal 7 ayat (1) PERMA

No. 1/2016).

3.2.3.8 Tugas Mediator

a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk

saling memperkenalkan diri;

b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para Pihak;

c. menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak

mengambil keputusan;

d. membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para Pihak;

e. menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu

pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);

f. menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;

g. mengisi formulir jadwal mediasi.

h. memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan

PERMAsalahan dan usulan perdamaian;

i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan

berdasarkan skala proritas;

j. memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk:

1. menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak;

2. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak;

dan

3. bekerja sama mencapai penyelesaian;


75

k. membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan

Perdamaian;

3.2.3.9 Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat dalam Mediasi

Sesuai Pasal 26 PERMA No. 1/2016, dimungkinkan keterlibatan ahli dan

Tokoh Masyarakat dalam mediasi. Atas persetujuan para pihak atau kuasa

hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli, Tokoh Agama,

Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat dalam bidang tertentu untuk memberikan

penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu meyelesaikan perbedaan

pendapat di antara para pihak. Para pihak harus terlebih dahulu mencapai

kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan

dan atau penilaian seorang ahli. Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli

atau lebih dalam proses mediasi, ditanggung oleh para pihak berdasarkan

kesepakatan.

3.2.3.10 Hasil Mediasi mencapai kesepakatan

a. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan

bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang

dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

b. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para

pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang

dicapai.

c. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa

materi kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak

dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.


76

d. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang

telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.

e. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim

untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

f. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan

dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat

klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara

telah selesai.

g. Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan Mediasi Kepada

Hakim Pengawas

3.2.3.11 Mediasi Tidak Berhasil/Tidak Dapat Dilaksanakan

Dalam kondisi ini, Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak berhasil

mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim

Pemeriksa Perkara, dalam hal:

a. Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangannya atau

b. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik.

3.2.3.12 Tempat Penyelenggaraan Mediasi

Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat

Pertama (Pengadilan Negeri) atau di tempat lain yang disepakati oleh para

pihak. Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar

pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat

Pertama tidak dikenakan biaya. Jika para pihak memilih penyelenggaraan


77

mediasi di tempat lain, pembiayaaan dibebankan kepada para pihak

berdasarkan kesepakatan.

3.2.3.13 Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali

Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya

perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau

peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat

banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.

Upaya perdamaian ini berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja

sejak penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan

Tingkat Pertama.

Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan

secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.

Selanjutnya Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera

memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang

atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak untuk menempuh

perdamaian.

Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi

dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa wajib menunda pemeriksaan

perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima

pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian. Jika

berkas atau memori banding, kasasi dan peninjauan kembali belum

dikirimkan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib


78

menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi dan peninjauan

kembali untuk memberi kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.

3.2.3.14 Perdamaian Sukarela pada Tingkat Upaya Hukum Banding, Kasasi,

atau Peninjauan Kembali

Sepanjang perkara belum diputus pada tingkat upaya hukum banding,

kasasi atau peninjauan kembali, Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat

menempuh upaya perdamaian. Jika dikehendaki, Para Pihak melalui ketua

Pengadilan mengajukan Kesepakatan Perdamaian secara tertulis kepada

Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding kasasi, atau peninjauan kembali

untuk diputus dengan Akta Perdamaian. Akta Perdamaian ditandatangani oleh

Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya

Kesepakatan Perdamaian. Apabila berkas perkara banding, kasasi, atau

peninjauan kembali belum dikirimkan, berkas perkara dan Kesepakatan

Perdamaian dikirimkan bersama-sama ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah

Agung.

3.2.3.15 Kesepakatan di luar Pengadilan

Para pihak dengan bantuan mediator bersertifikat yang berhasil

menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian

tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian

dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan gugatan harus disertai atau

dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang

membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan obyek sengketa.


79

Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan

perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian

tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. sesuai kehendak para pihak;

2. tidak bertentangan dengan hukum;

3. tidak merugikan pihak ketiga;

4. dapat dieksekusi;

5. dengan itikad baik.

3.2.4 Konsiliasi (Consilliation)

Dalam bahasa Inggris berarti perdamaian , penyelesaian sengketa melalui

perundingan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral (konsisliator) untuk

membantu pihak yang berdetikai dalam menemukan bentuk penyelesaian yang

disepakati para pihak. Hasil konsilisiasi ini harus dibuat secara tertulis dan

ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa, selanjutnya

harus didaftarkan di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis ini bersifat final dan

mengikat para pihak.57

Pendapat ahli, upaya menyelesaikan sengketa dengan menunjuk ahli untuk

memberikan pendapatnya terhadap masalah yang dipersengketakan untuk

mendapat pandangan yang obyektif . Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

(non-litigasi) merupakan upaya tawar-menawar atau kompromi untuk

memperoleh jalan keluar yang saling menguntungkan. Kehadiran pihak ketiga

57
https://komisiinformasi.bantenprov.go.id/
80

yang netral bukan untuk memutuskan sengketa, melainkan para pihak sendirilah

yang mengambil keputusan akhir.58

Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih

untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Beberapa pihak

mengartikan konsiliasi adalah upaya membawa pihak-pihak yang bersengketa

untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak secara negosiasi.

Sementara itu, dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition,

konsiliasi diartikan sebagai usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak

yang bersengketa agar mencapai kesepakatan guna menyelesaikan sengketa

dengan cara kekeluargaan.

Konsiliasi biasa dilakukan untuk mendamaikan pihak yang sedang

berselisih.

3.2.4.1 Dasar Hukum Konsiliasi

Peraturan hukum konsiliasi merujuk pada undang-undang tentang

penyelesaian arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dan UU Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. Berikut penjelasannya:

1. UU RI Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa Pasal 1 ayat 10 pada undang-undang ini menyebutkan beberapa

alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi,

negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Penyelesaian masalah di luar

proses peradilan umum ini didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak

58
Ibid
81

bersengketa, dan UU ini dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai penyelesaian

sengketa menjadi berlarut-larut.

2. UU RI No 2 tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)

Dalam UU ini konsiliasi disebutkan sebagai salah satu penyelesaian perselisihan

hubungan industrial. Pasal 1 ayat (13) UU ini menjelaskan tentang definisi

konsiliasi. kemudian pada ayat (14) menjelaskan syarat-syarat seorang konsiliator

yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada

pihak yang berselisih.59

Kemudian pada pasal 17 sampai pasal 28 UU PHI ini dijelaskan mengenai

prosedur penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi. APS melalui konsiliasi bisa

ditemukan dalam beberapa peraturan di Indonesia. Salah satunya dalam UU

Nomor 2 Tahun 2004 yang secara spesifik mendefinisikan konsiliasi di ranah

hubungan industrial, yang diatur pada Pasal 1 ayat 13 yang mendefinisikan

konsiliasi hubungan industrial sebagai berikut:

"Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah


perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau konsiliator yang netral".

Selain itu, UU Nomor 2 tahun 2004 juga menjelaskan tata cara dan jangka waktu

dalam praktik menggunakan konsiliasi terutama dalam perselisihan hubungan

industrial. UU ini juga menjelaskan pengertian konsiliator dalam Pasal 1 ayat (14)

menyebutkan:

"Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah


seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan

59
Ibid
82

oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran
tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan".

Konsiliasi pada penyelesaian Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial tidak banyak berbeda dengan konsiliasi pada umumnya. Perbedaannya

hanya pada perselisihan yang ditangani. Jika konsiliasi menemui kesepakatan,

maka para pihak menandatangani perjanjian bersama yang dibuat oleh konsiliator

yang selanjutnya akan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di

Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.

3.2.4.2 Manfaat dan Tujuan Konsiliasi

Konsiliasi bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang sangat bermanfaat

bagi segala pihak. Ada berbagai macam manfaat yang bisa didapatkan melalui

proses konsiliasi ini. Beberapa manfaat konsiliasi adalah sebagai berikut:

1. Peluang Menyelesaikan Sengketa Secara Damai

Penyelesaian perselisihan lewat konsiliasi biasanya berpeluang

diselesaikan dengan cara damai atau kekeluargaan. Hal ini karena proses

penyelesaian perselisihannya tidak melalui pengadilan.

Selain itu, jika pihak yang bersangkutan mencapai perdamaian, perjanjian

perdamaian yang ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan merupakan

kontrak yang mengikat secara hukum.60

60
Ibid
83

Perdamaian dalam pertemuan konsiliasi ini bisa berupa permintaan maaf,

perubahan kebijaksanaan dan kebiasaan, memeriksa kembali prosedur kerja,

mempekerjakan kembali, ganti rugi uang, dan sebagainya.

2. Putusannya Tidak Mengikat para Pihak

Seorang konsiliator (pihak ketiga)secara aktif memberikan nasihat atau

pendapatnya untuk membantu para pihak menyelesaikan sengketa. Namun para

pihak yang bersengketa memiliki kebebasan untuk memutuskan atau menolak

syarat-syarat penyelesaian sengketa yang diusulkan.

3. Fleksibel

Pertemuan konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap yakni tahap tertulis

dan tahap lisan. Pada tahap pertama sengketa diuraikan secara tertulis dan

diserahkan kepada badan konsiliasi, kemudian badan ini akan mendengarkan

keterangan lisan dari para pihak.61

3.2.4.3 Syarat Konsiliasi Berhasil

Proses dan pengendalian konflik dengan cara konsiliasi bisa berhasil

apabila ada beberapa syarat terpenuhi. Syarat-syarat itu yakni:

1. Para pihak mempunyai tawar menawar yang sebanding.

2. Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan.

3. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.

4. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam.

5. Apabila para pihak memiliki pendukung, mereka tidak memiliki pengharapan

atau tuntutan yang banyak, tetapi bisa dikendalikan.

61
Ibid
84

6. Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tak lebih penting

dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak.

7. Jika para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan-kepentingan pelaku

lainnya, seperti pengacara dan penjamin tidak akan diperlakukan lebih baik

dibandingkan dengan mediasi.

3.2.4.4 Risiko Melakukan Konsiliasi

Salah satu tujuan konsiliasi adalah menemukan sebuah perdamaian antara

para pihak yang bersengketa. Konsiliasi terkait dengan penyelesaian perselisihan

kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat

buruh dalam suatu perusahaan melalui musyawarah mufakat yang ditengahi oleh

seorang atau lebih konsiliator yang netral.

Dalam hal ini kewenangan konsiliasi hanya terbatas pada perselisihan

kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja, dan tidak

terkait dengan perselisihan hak. Jika dalam pertemuan konsiliasi pihak yang

bersengketa tidak tercapai kesepakatan, maka konsiliator bisa mengeluarkan

anjuran tertulis.

Selain itu, sifat anjuran ini hanya rekomendasi dan bisa tidak dijalankan

kedua belah pihak. Kemudian, jika anjuran ini ditolak, salah satu pihak bisa

mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial. Namun, jika kesepakatan

tercapai akan dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan

didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan bukti

pendaftaran.62

62
Ibid
85

Itulah tadi pengertian tentang konsiliasi, yang dilengkapi dengan dasar

hukum, tujuan, manfaat, dan resikonya, yang dapat Anda pelajari jika ingin

melakukan konsiliasi.63

Upaya hukum non- litigasi dapat dilakukan dengan cara pengaduan kepada

pengawas dibidang jasa keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kemudian

OJK akan memberikan Sansksi Administrasif sesuai dengan Pasal 49 Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan

Bersama Berbasis Teknologi Informasi berupa peringatan tertulis, denda yaitu

kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha,

dan/atau pencabutan izin serta dapat dilakukan pemblokiran Sistem Elektronik

Penyelenggara. Sedangkan, upaya hukum yudisial bersifat represif artinya telah

memasuki proses penegakan hukum. Upaya hukum ini diajukan setelah

pelanggaran terjadi dengan maksud untuk mengembalikan atau memulihkan

keadaan. Upaya hukum ini dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke

pengadilan.

3.3 Upaya Hukum Litigasi

Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga

memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama

untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak

terduga. Sedangkan Jalur litigasi adalah penyelesaian masalah hukum melalui

jalur pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah

suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak

63
https://www.rumah.com/panduan-properti/konsiliasi-adalah-75820
86

yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa,

menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi

keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam

mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan

untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah

sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang

memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang

disebut sadar hukum.64

Pengajuan gugatan ke pengadilan tidak hanya untuk menggugat

penyelenggara pinjaman online yang telah menyebarluaskan data pribadi

peminjam, tetapi juga kepada pihak ketiga dan pihak yang tidak memiliki

hubungan hukum dengan pemilik data pribadi yang telah menyalahgunakan data

pribadi tersebut. Dengan diberikannya hak tersebut, maka telah adanya kepastian

hukum berupa pelindungan hukum terhadap data pribadi peminjam dalam

penggunaan layanan aplikasi pinjaman online. Pelindungan hukum yang

dimaksud yaitu pelindungan terhadap kerahasiaan data pribadi peminjam agar

data pribadinya tidak disebarluaskan atau agar tetap dijaga kerahasiannya oleh

pihak penyelenggara pinjaman online, serta berhak untuk mengajukan upaya

hukum apabila data pribadinya disebarluaskan tanpa persetujuan.

Jika kembali menilik dalam Pasal 1243 KUHPerdata kreditur telah

melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori wanprestasi, yaitu berupa

tindakan menyalahgunakan data pribadi debitur. Maka akibat hukumnya adalah

64
https://komisiinformasi.bantenprov.go.id/
87

perjanjian dapat dimintakan pembatalan melalui pengadilan dan kreditur harus

membayar ganti rugi pada debitur sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1266

jo 1267 KUHPerdata. 65 Ketentuan Pasal 1388 ayat 1 KUHPerdata menyatakan

bahwa segala bentuk perjanjian yang dibuat secara sah berlaku mengikat sebagai

Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Namun, dalam hal kreditur

melakukan perbuatan penyalahgunaan data pribadi merupakan bentuk wanprestasi

maka hal tersebut jelas melanggar aturan hukum yang berlaku. Selain itu,

tindakan kreditur menyalahgunakan data debitur dapat dikatakan pula sebagai

perbuatan melawan hukum. Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi “Tiap perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad), yang membawa kerugian kepada orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

menggantikan kerugian tersebut”, sehingga atas perbuatan kreditur tersebut

debitur dapat memperoleh ganti rugi atas akibat perbuatan kreditur yang

menyalahgunakan data pribadi debitur tersebut.

Hal ini dipertegas dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

6/POJK.07/2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa

Keuangan Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan PUJK wajib bertanggung jawab atas

kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan

yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan, yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau

pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK. Atas tindakan

kreditur tersebut mengakibatkan dapat dibatalkan perjanjian tersebut dengan


65
Achmad Busro, Hukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata (Yogyakarta: Pohon Cahaya,
2012).
88

mengajukan pembatalan perjanjian pada pengadilan disertai dengan meminta

ganti rugi.

3.4 Sanksi Terhadap Pelanggaran Data Pribadi

Pelanggaran terhadap data pribadi menyebabkan adanya akibat hukum

bagi pelanggar. Akibat hukum adalah akibat yang timbul dari perbuatan hukum

yang dilakukan oleh subyek hukum. Dengan demikian, akibat hukum dari adanya

pelanggaran data pribadi oleh pihak penyelenggara pinjaman online yaitu berupa

penjatuhan sanksi. Dalam ketentuan hukum perdata, jenis perikatan yang paling

penting adalah perikatan yang lahir dari perjanjian.66

Kegiatan pinjam-meminjam uang merupakan salah satu perikatan yang

lahir dari perjanjian. Menurut pendapat Ch. Gatot Wardoyo perjanjian

kredit/perjanjian pinjam-meminjam uang mempunyai fungsi sebagai; perjanjian

pokok, alat bukti mengenai batas-batas hak dan kewajiban para pihak dan sebagai

alat untuk melakukan monitoring.67

Dalam pembuatan perjanjian, harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam klausula

perjanjian tersebut, diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak. Dengan

adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, maka dalam hal ini, pihak

pemberi pinjaman harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah

ditentukan guna tercapainya perlindungan hukum bagi peminjam, namun

prakteknya dalam keadaan tertentu, pihak pemberi pinjaman tidak melaksanakan

66
Zaeni Asyhadie, 2006, Hukum Bisnis dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 24.
67
Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. VI,Kencana, Jakarta, h. 72.
89

kewajibannya, 68 hal tersebut tentu dapat merugikan peminjam. Secara yuridis

formal setiap orang yang merasa dirugikan dapat melakukan tuntutan ganti rugi

dan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu wajib mengganti

kerugian tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Perlindungan hukum perlu diberikan kepada peminjam dari tindakan sepihak yang

dilakukan oleh pelaku usaha (dalam hal ini yaitu pemberi pinjaman). 69 serta

peminjam memiliki hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum.70

Agar tercapainya perlindungan hukum, maka dibutuhkan sanksi dalam

pelaksanaannya. Pemberian sanksi dilatar belakangi atas adanya kebutuhan dari

masyarakat terhadap kejahatan atau pelanggaran yang terjadi di lingkungannya.

Sanksi akan menciptakan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat.

Jika dikaitkan dengan penyebarluasan data pribadi yang dilakukan oleh

pihak penyelenggara pinjaman online, dapat dikategorikan sebagai pencemaran

nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa, “Setiap

Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”,

maka sanksi yang dijatuhkan diatur dalam ketentuan pidana UU No. 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 45 yang menyatakan

bahwa, “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal

68
I Ketut Oka Setiawan, 2018, Hukum Perikatan, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, h. 19.
69
Suharnoko, 2012, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisis Kasus, Cet.VII, Prenada Media Group,
Jakarta, h. 64.
70
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen,Cet. III, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 38.
90

27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah)”.

Selain sanksi pidana, secara khusus pelanggaran data pribadi di bidang pinjaman

online juga dapat dikenakan sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam POJK

No. 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi

Informasi, dimana apabila kreditur melanggar Pasal 44 ayat 1 huruf (a) yang

menyatakan bahwa “Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan

ketersediaan Data Pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya

sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan”, maka Kreditur dapat

dikenakan Sanksi sesuai dengan Pasal 49 POJK No. 10/POJK.05/2022 Tentang

Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yang menyatakan

bahwa :

(1) Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 42, Pasal 43 ayat (1), Pasal 44, Pasal 45 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 46, Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1) dan/atau ayat (3)
dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
d. pencabutan izin.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disertai
dengan pemblokiran Sistem Elektronik Penyelenggara.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d.
(4) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan masa
berlaku masingmasing paling lama 2 (dua) bulan.
(5) Dalam hal masa berlaku sanksi administratif berupa peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan Penyelenggara tetap
tidak dapat mengatasi penyebab dikenakannya sanksi, Otoritas Jasa
91

Keuangan mengenakan sanksi administratif berupa pembatasan


kegiatan usaha.
(6) Sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diberikan secara tertulis dan berlaku sejak
ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
(7) Apabila masa berlaku sanksi administratif berupa peringatan tertulis
dan/atau pembatasan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi
administratif berupa peringatan tertulis dan/atau pembatasan kegiatan
usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya.
(8) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi administratif
berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau
pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Penyelenggara telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan mencabut sanksi administratif berupa
peringatan tertulis atau pembatasan kegiatan usaha.
(9) Dalam hal sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha
masih berlaku dan Penyelenggara tetap melakukan kegiatan usaha,
Otoritas Jasa Keuangan dapat langsung mengenakan sanksi
administratif berupa pencabutan izin usaha.
(10) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembatasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Penyelenggara
tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha Penyelenggara yang
bersangkutan.
(11) Dalam hal berdasarkan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan ditemukan
kesalahan dalam data transaksi yang telah disampaikan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1),
Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa denda administratif
sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per kesalahan isian data
transaksi dan paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari.
(12) Pembayaran atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menggugurkan kewajiban untuk menyampaikan laporan.
(13) Pembayaran atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak menggugurkan kewajiban Penyelenggara untuk menyampaikan
koreksi atas laporannya.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi

juga mengatur sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak yang melanggar aturan

yang berlaku. Dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang

Pelindungan Data Pribadi menyatakan bahwa :


92

(1) Setiap Orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau


mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan
kerugian Subjek Data Pribadi.
(2) Setiap Orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi
yang bukan miliknya.
(3) Setiap Orang dilarang secara melawan hukum menggunakan Data Pribadi
yang bukan miliknya.

Selain larangan juga terdapat sanksi pidana yang dijatuhkan bagi yang

melakukan larangan yang sudah diatur dalam UU tersebut. Dalam Pasal 67

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi

menyatakan bahwa :

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau
mengumpulkan Data Pribadi yang bukan mililoeya dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan
kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengunglapkan Data
Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan senqaja dan melawan hukum menggunakan Data
Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang

Pelindungan Data Pribadi menyatakan bahwa :

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68
dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dljatuhkan kepada pengurus,
pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/ atau Korporasi.
(2) Pidana yang dapat d[jatuhkan terhadap Korporasi hanya pidana denda.
(3) Pidana denda yang dijatuhkan kepada Korporasi paling banyak 10 (sepuluh)
kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.
(4) Selain dijatuhi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Korporasi
dapat dijatuhi pidana ' tambahan berupa:
a. perampasan keuntungan dan/ atau harta kekayaan yang diperoleh atau
hasil dari tindak pidana;
93

b. pembekuan seluruh atau sebagian usaha Korporasi;


c. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
d. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan
Korporasi;
e. melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan;
f. pembayaran ganti kerugian;
g. pencabutan izin; dan/atau
h. pembubaran Korporasi.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Dalam Aplikasi Pinjol terdapat sebuah perjanjian untuk melakukan pinjaman.

Klausa-klausa dalam perjanjian dan pelaku perjanjian sudah diatur dalam

KUHPerdata. Apabila perjanjian pinjaman online tersebut tidak terpenuhi

sesuai dengan yang di tentukan dalam KUHPerdata perjanjian tersebut bisa

batal menurut hukum. Namun dalam melakukan pinjol, debitur harus

melakukan alur peminjaman yang sudah ditentukan salah satunya melakukan

pengisian data diri/data pribadi. Dimana data diri/ data pribadi sekarang sudah

mendapat pelindungan hukum dan sudah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Namun masih saja

ada oknum pinjol yang menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan

penagihan dengan cara yang tidak sesuai perjanjian atau melanggar peraturan

yang ada di dalam UU. Ada oknum pinjol yang melakukan penagihan dengan

cara menyebarkan informasi data pribadi debitur, menghubungi seluruh

kontak debitur, meneror debitur atau pun kontak debitur dengan dahlil agar

segera dibayar. Namun hal tersebut malah membuat debitur menjadi

terganggu dan mengalami kerugian materiil maupun non materiil. Karena hal

tersebut debitur dapat melakukan tindakan hukum sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Agar memberikan efek jera terhadap

94
95

2. oknum-oknum yang melanggar peraturan perundang-undangan dan

merugikan orang lain.

3. Pelindungan hukum data pribadi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 10/PJOK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama

Berbasis Teknologi Informasi. Dalam peraturan perundang-undangan

tersebut, terlihat secara jelas dan tegas memberikan sanksi administrasi

maupun sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan pelanggaran atas data

pribadi. Dasar pelindungan data pribadi ini terdapat pada Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan juga di

jelaskan dalam Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas

perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda

yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan pelindungan

dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi”.

4.2 Saran

1. Untuk Masyarakat diharap lebih berhati-hati untuk menggunakan data

Pribadi dalam melakukan transaksi elektronik. Masyarakat juga harus melek

hukum agar tidak mudah tergiur dengan layanan pinjaman online yang

menjanjikan kemudahan untuk mendapatkan Uang.


96

2. Bagi Penyelenggara Pinjaman Online, agar melaksanakan Usaha Jasa

Keuangan sebagai mana mestinya yang sudah diatur dengan Undang-

Undang yang berlaku. Dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk

manfaatkan data pribadi Debitur.


DAFTAR PUSTAKA

Aaron, M., Rivadeneyra, F., and Sohal, S., Fintech : Is this time different? A
framework for assessing risks and opportunities for Central Banks. Bank of
Canada Staff Discussion Paper, Canada : Bank of Canada,2017.

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian hukum, Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti, 2004.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,


Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Achmad Busro, Hukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata,Yogyakarta:


Pohon Cahaya, 2012.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen,Cet. III, Sinar


Grafika, Jakarta, 2011.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. VI,Kencana, Jakarta,


2011.

I Dewa Gede Adi Wiranjaya dan I Gede Putra Ariana, Perlindungan Hukum
Terhadap Pelanggaran Privasi Konsumen DalamBertransaksi Online,
Kerta Semaya, Vol. 4, No. 4, 2016.

I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, 2018.

Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisis Kasus, Cet.VII, Prenada Media
Group, Jakarta, 2012.

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu
Media Publishing, 2006.

Munir Fuady, Arbitrase Nasional; Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis,


Cetakan Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Grup, 2005.

Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta,:Kencana Prenada, 2010.

Mudakir Iskandar Syah, Hukum Bisnis Online Era Digital, Campustaka, Jakarta,
2018.

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata, Citra


Aditya, Bandung, 2015.
R. Soeroso, Perjanjian di bawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014.

Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang


Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Pustaka
Utama Grafiti, Jakarta, 2009.

Syahmin AK , Hukum Kontrak Internasional, Rajagrafindo Persada, Jakarta,


2006.

Soerjono Sukanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan


Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 2006.

Soerjono Soekanto,Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers,


Jakarta, 2013.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2003.

Setiono, Supremasi Hukum, Surakarta: UNS, 2004.

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Arsito Ari Kuncoro, jurnal Universitas stekom universitas sains & teknologi
komputer,13 pengertian aplikasi menurut para ahli,20 april 2022.

Hsiu-Wen Hsueh, "Effect of Fintech on the Productivity in the Taiwan Banking


Industry", International Journal of e-Education, e-Business, e-Management
and e-Learning, Vol. 7, 4, (2017).

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, Cet. 1, Jakarta: Balai
Pustaka.

Kornelius Benuf, Siti Mahmudah, and Ery Agus Priyono, Perlindungan Hukum
Terhadap Keamanan Data Konsumen Financial Technology Di Indonesia,
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 3, 2019.

R Bayubroto e-journal ,tinjauan pustaka penegakan hukum 1 2009.

Hukum online.com,artikel,teori-teori perlindungan hukum menurut para ahli 30


september 2022.

Komisi informasi banten arsip artikel perbedaan litigasi dan non litigasi 20 juli
2016.
Rumah.com by property Guru artikel konsiliasi : pengertian, dasar hukum, Tujuan
dan resiko melakukannya. 29 nov 2022.

Nikita Rosa Damayanti, detik edu artikel negosiasi : pengertian serta tahapannya,
17 maret 2022.

Saiful Anam & patner, advocates & legal Consultants, artikel, pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dalam penelitian hukum
18/12/2017.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3886).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5475).

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 196, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6820).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/PJOK.05/2022 tentang Layanan


Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 2).

Anda mungkin juga menyukai