Anda di halaman 1dari 3

KONTRIBUSI ZAKAT

Amal dalam Islam berasal dari konsep zakat, tindakan ibadah wajib tahunan untuk
mendistribusikan kekayaan di antara orang miskin dan fakir. Dengan demikian, zakat adalah
sarana untuk mensucikan kekayaan umat Islam. Ini dibagi menjadi dua kategori besar: zakat
maal dan al-fitr . Zakat maal menyumbang 2,5% dari kekayaan seorang Muslim dan dapat
dibayarkan kapan saja; sedangkan zakat fitrah hanya dilakukan di akhir bulan Ramadhan,
yaitu sebelum Idul Fitri (hari raya di akhir bulan Ramadhan), dengan memberikan makanan
kepada fakir miskin dan fakir miskin. Dalam Al-Qur'an, istilah zakat tumpang tindih
dengan sadaqa atau sedekah (Al-Qur'an 9:60). Ini mengacu pada kebajikan dan
kejujuran. Namun, perbedaan utama di antara keduanya adalah zakat itu wajib bagi umat
Islam, sedangkan sedekah adalah tindakan sukarela. Selain itu, jika zakat bermakna ibadah
melalui distribusi kekayaan, sedekah memiliki konotasi yang lebih luas, yang mengacu tidak
hanya materi tetapi juga nonmateri cara memberi, termasuk kata-kata ramah, senyum ramah
dan menularkan ilmu. Selain zakat dan sedekah, wakaf juga merupakan bagian dari zakat
Islam.

Berbagai upaya untuk mengkonseptualisasikan zakat sebagai instrumen kesejahteraan sosial


dan keadilan sosial, ada juga inisiatif untuk menerjemahkan ide-ide tersebut ke dalam
praktik. Pelopor dalam hal ini adalah Yayasan Dompet Dhuafa yang didirikan pada tahun
1993 oleh wartawan surat kabar Islam Republika. Dompet Dhuafa adalah organisasi filantropi
swasta yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dari umat Islam Indonesia dan
menyalurkannya kepada yang membutuhkan dan kurang mampu. Berbeda dengan model
distribusi zakat tradisional, Dompet Dhuafa menggunakan donasi untuk kegiatan tertentu
seperti mendirikan klinik kesehatan bagi masyarakat miskin dan program pengembangan
ekonomi masyarakat. Amal Islam model Dompet Dhuafa telah berkontribusi pada booming
kegiatan amal Islam di era pasca-Suharto.
Selain itu, seperti yang dikemukakan Latief, pengumpulan zakat oleh pihak swasta disertai
dengan pengenalan teknik manajemen yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan
strategis. Misalnya, yayasan zakat da'i Aa Gym menginvestasikan dana dalam program
pelatihan pengasuhan anak bagi perempuan muda pedesaan dengan latar belakang kelas
bawah. Pelatihan tersebut tidak hanya terdiri dari mata pelajaran pengasuhan anak itu sendiri,
tetapi juga pelajaran kesalehan Islami, yang menunjukkan bahwa para pekerja pengasuhan
anak ini juga dapat berkontribusi pada pendidikan Islami bagi anak-anak yang mereka
asuh. Menanamkan.dana zakat pada.kegiatan.semacam.itu.berarti.mengubah zakat menjadi 
dakwah (proselitisasi) di kalangan perempuan pedesaan kelas bawah dengan mengubah
mereka menjadi tenaga kerja Islami terampil yang sesuai dengan harapan majikan kelas
menengah Muslim mereka. Ini merupakan salah satu contoh betapa luasnya bidang amal
Islam di dalam negeri, menghasilkan 'tingkat aktivitas sosial yang belum pernah terjadi
sebelumnya dalam komunitas Muslim di Indonesia'. Saat ini, kegiatan ini tidak terbatas pada
dana zakat tetapi juga dapat mencakup sumber lain seperti koperasi simpan pinjam Islam
yang berupaya memberikan modal kepada pengusaha skala kecil, dan dengan demikian
berkontribusi pada pembentukan ekonomi yang lebih berkeadilan sosial di Indonesia. 

Sedekah Sukarela

Selain interpretasi baru tentang zakat dan cara-cara baru dalam menggunakan dana zakat,


wacana amal Islam di Indonesia pasca-Suharto dilambangkan dengan penekanan yang berat
pada kebajikan sedekah (sedekah sukarela). Tokoh penting di balik beredarnya teologi
ekonomi sedekah sukarela di kalangan umat Islam Indonesia adalah Yusuf Mansur. Pesan
utama Yusuf Mansur tentang sedekah adalah bahwa sedekah bukan hanya sarana untuk
mendistribusikan kekayaan kepada yang membutuhkan, tetapi juga merupakan metode yang
dapat digunakan para donatur untuk mencari kekayaan spiritual dan materi bagi diri mereka
sendiri. Yusuf Mansur menggunakan berbagai saluran untuk mempromosikan teologi
ekonominya, termasuk program televisi religi dan media sosial, untuk menjangkau khalayak
yang lebih luas. Misalnya, ia menyebarkan dakwahnya melalui program televisi biasa yang
disebut Keajaiban sedekah (keajaiban sedekah sukarela) yang kemudian berganti nama

menjadi Nikmatnya Sedekah (nikmat sedekah sukarela).


Pergaulan sedekah yang kuat dengan jarak waktu yang sangat singkat antara memberi dan
menerima ini merupakan fenomena yang dapat diamati di kalangan umat Islam di negara-
negara selain Indonesia. Misalnya, Filippo Osella, menemukan di kalangan umat Islam di Sri
Lanka bahwa 'Sadaqa ... dianggap mirip dengan investasi yang mengarah pada pengembalian
segera: apa yang diberikan akan kembali berlipat ganda’. Dan inilah yang membuat sedekah
begitu menarik: itu tidak hanya mempercepat proliferasi kekayaan, tetapi juga sesuai dengan
logika temporal media sosial sebagai media kesegeraan.

Anda mungkin juga menyukai