Anda di halaman 1dari 11

Nama : Jeany Oktavia Kusuma Wati ( 2191000510360) PJKR F 2019

7. Efektifitas pegelolahan filantropi II

Kehidupan sosial belum sungguh - sungguh mencerminkan kesejahteraan sebagaimana yang diamanatkan
konstitusi dan ajaran agama. Padahal potensi dana filantropi sangat besar untuk mengatasi problematika
tersebut. Ajaran Islam juga sering menyinggung tentang anjuran berfilantropi, agar tidak terjadi
kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Demikian juga, kedermawanan umat Islam menyimpan
potensi yang sangat besar dalam pengembangan filantropi Islam. Fenomena inilah yang menjadikan kajian
tentang filantropi Islam yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi umat menjadi penting. Dana
Filantropi atau yang dikenal dengna istilah ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqah dan Wakaf)
merupakan kajian menarik akhir akhir ini, khususnya jika dikaitkan dengan masalah kemiskinan
di Indonesia. Filantropi Islam memiliki peran penting dalam perekonomian, menurut Wibisono,
instrumen ZISWAF adalah mekanisme transfer dari kelompok kaya kepada kelompok miskin yang
tepat sasaran. Pada saat yang sama, instrumen ZISWAF Islam berperan sebagai jejaring
pengaman sosial yang efektif. Dengan adanya transfer pendapatan dari kelompok kaya ke kelompok
miskin, akan terjadi peningkatan permintaan barang dan jasa dari kelompok miskin, yang umumnya
kebutuhan dasar. Salah satu jenis dana sosial Islam yang yang sedang mendapat perhatian dari
kalayak umum adalah wakaf. Wakaf merupakan salah satu dana sosial yang dapat berperan dalam
pemberdayaan ekonomi untuk kemaslahatan umat. Dalam lintas sejarah Islam, wakaf telah
berperan besar dalam pembangunan sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya masyarakat Islam
kala itu.Maka bisa dikatakan bahwa perputaran ekonomi harta wakaf pada masa lalu diberbagai
pemerintahan Islam telah berperan besar dalam kesejahteraan umat.Oleh karenanya, sangat wajar
apabila para cendekia dan ulama’ pada masa kini mencoba untuk mengkajidan meneliti sejauh
mana prospek ekonomi harta wakafuntuk membangun kembali peradaban Islam seperti dahulu
yang pernah berjaya di dunia.Dalam buku pedoman zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas
Islam dan Urusan Haji Departemen Agama, untuk mendayagunaan dana zakat, bentuk
inovasi distribusi dikategorikan dalam empat bentuk: pertama, distribusi bersifat ‘konsumtif
tradisional’, Kedua, distribusi bersifat ‘konsumtif kreatif’. Ketiga, distribusi bersifat ‘produktif
tradisional’.Keempat, distribusi dalam bentuk ‘produktif kreatif.3 Dari hal ini dapat
ditegaskan bahwa zakat, dan juga dana ZISWAF lainnya, tidak hanya berfungsi untuk memenuhi
kewajiban manusia terhadap Allah S.W.T semata, namun juga dapat berfungsi sebagai dana
masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan.

Melihat potensi serta banyaknya manfaat dari pendayagunaan dana filantropi, pemerintah juga
berupaya untuk memaksimalkan pengumpulan dan pendistribusian dana filantropi tersebut, seperti
membuat peraturan perundang-undangan dan pembentukan badan khusus. Misalkan lahirnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran
BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam
UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Pengelolaan
danaZISWAF secara profesional, perlu dilakukan dengan saling keterkaitan antara
berbagai aktivitas yang terkait dengan ZISWAF. Dalam hal ini, keterkaitan antara
sosialisasi, pengumpulan, pendistribusian atau pendayagunaan serta pengawasan.Semua
aktivitas tersebut harus menjadi satu kegiatan yang utuh, tidak dilaksanakan secara parsial
(sendiri-sendiri).Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang RI No. 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, dimana pengelolaan ZISWAF meliputikegiatan perencanaan,
pengumpulan, pendistribusiandan pendayagunaan.

Penyaluran dana filantropi Islam yang terkumpul di lembaga pengelola dana filantropi pada
umumnya terbagi atas dua postur program dengan tetap mengedepankan keberadaan delapan
asnafdalam postur penerima zakat. Bentuk program tersebut terdari dari pendistribusian dan
pentasyarufan. Pendistribusian diproyeksikan untuk penyaluran dana yang bersifat konsumtif,
dimana dalam penyalurannya diharuskan untuk memenuhi kriteria penerima, misalnya adalah
kartu tanda penduduk (KTP)atau surat keterangan tidak mampu atau dan sebagainya. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa bentuk penyaluran yang bersifat charity inidapat berjalan
secara maksimal.Sedangkan pentasyarufan untuk kegiatan yang berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat atau sektor produktif. Dimana penerima program dapat mengajukan diri dengan
dibuktikan/ dilampiri bussiness plan atau bantuan pengembangan usaha yang ditujukan langsung
kepada lembaga pengelola filantropi.

Atau dapat mengukan skema lain. Misalnya diadakan pola jemput bola yakni pengelola dana
filantropi melakukan assessment lapangan mengenai daerah atau lembaga yang berhak menerima
program pemberdayaan ini. Ada pun realisasi program penyaluran dana filantropi Islam yang
bersifat konsumtif dan produktif, tergantung dari kebutuhan peneriman manfaat.Penyaluran
dana yang bersifat produktif inilah yang dijadikan program pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh lembaga pengelola dana filantropi.

Dimana dalam realiasasi program pemberdayaan yang dilaksanakan lembaga pengelola


dana filantropi. Dapat dengan dengan memberikan dana tunai dalam bentuk pemberian
modal usaha setelah dilaksanakan pelatihan sebagaimana terjadi pada masyarakat penerima
program pebuatan kerajinan tas yang bersifat home industry. Bentuk lainnya diwujudkan
dalam pemberian barang seperti pengadaan hewan ternak berdasarkan kebutuhan
penerima manfaat.Bentuk program pemberdayaan masyarakat dilakukan monitoring secara
berkala untuk mengukur efektifitas terhadap program, sekalipun masih terkendala dengan
kontinuitas pendampingan lembaga.
8. Optimalisasi peran dan fungsi tempat ibadah untuk kesejahteraan umat manusia I

Masjid berasal dari kata sajada yang berarti tempat sujud. Sementara itu, masjidan merupakan kata benda
yang memiliki arti tempat bersujud. Sehingga dapat dimaknai bahwa masjid adalah sebuah tempat untuk
bersujud umat muslim kepada Allah SWT. Masjid yang pertama kali di bangun di dunia ialah masjid
Quba. Saat itu Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah dari Mekkah menuju Madinah, kemudian Nabi
mendirikan masjid untuk pertama kalinya di perkampungan Quba. Masjid yang dibangun pada 8 Rabiul
Awwal atau 23 September 622 Masehi ini memiliki sejarah penting bagi perkembangan umat muslim.
Hingga kini, masjid tersebut masih menjadi tujuan ziarah bagi para jamaah haji. Selain memiliki sejarah
penting, bahkan ada sebuah riwayat Nabi yang menyatakan apabila seorang muslim mengunjungi Masjid
Quba untuk melakukan ibadah shalat maka pahala yang didapatkan sama dengan melakukan umrah. Tak
heran, Masjid Quba selalu dipadati oleh para pengunjung. Masjid sebagai Baitullah atau rumah Allah,
memiliki fungsi dan peranan penting bagi umat muslim di dunia. Fungsi masjid yang paling utama ialah
sebagai tempat bersujud atau beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimana dalam salah satu surah
Alquran, Allah SWT berfirman yang artinya:

“Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut
nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan,
dan tidak (pula) oleh jual-beli, atau aktivitas apapun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat,
membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
guncang.” (QS An-Nur: 36-37). Selain fungsi utamanya tersebut, masjid memiliki fungsi lainnya yang
berperan penting dalam perkembangan umat muslim.

Secara makro peran Masjid adalah sebagai sarana tempat berkumpul (musya- warah, diskusi,
dauroh/seminar), menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da’wah, kegiatan social, pembinaan ummat,
pusat da’wah dan kebudayaan Islam, pusat kaderisasi ummat, sbagai pusat kebangkitan ummat dan lain
sebagainya. Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor,
Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat dalam berbagai asfek
kehidupan, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Pencipta-Nya. Tunduk dan
patuh mengabdi kepada Allah SWT maupun kebutuhan material/lahiriyah laninya. Masjid menjadi
tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat. Dewasa ini banyak masjid
yang sudah dikelola secara profesional. Masyarakat pun sudah merasakan langsung
manfaatnya.Sebenarnya, inti dari peran Masjid adalah menegakkan shalat berjama’ah, yang merupakan
salah satu syi’ar Islam terbesar. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama keberhasilan Masjid itu
sendiri. Jadi keberhasilan dan kekurang peran dan fungsi Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh
antusias umat dalam menegakkan shalat berjama’ah. Secara mikro peran Masjid dalam kehidupan umat
Islam, sebagai tempat beribadah. Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, berzikir, beri’tikaf
dan ibadah sunnat lainnya maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat dan beribadah baik
khusus maupun umum sesuai dengan ajaran Islam.

Mengoptimalkan peran masjid dalam mendidik anak artinya memanajemen organisasi yang ada di dalam
lembaga tersebut dengan baik sehingga menghasilkan output yang baik pula. Masyarakat berperan aktif
untuk menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan terutama pendidikan anak, agar peran dan fungsinya
kembali seperti masa Rasulullah SAW. Optimalisasi peran masjid, secara tidak langsung akan mendukung
gerakan pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, terutama anak-anak sebagai generasi
penerus. Optimalisasi peran masjid bertujuan agar masjid dapat membantu program-program
pembangunan bagi umat Islam secara universal. Pendidikan memiliki peran yang besar dalam
pembangunan suatu bangsa, antara lain dalam pembentukan wawasan kebangsaan, pertumbuhan ekonomi,
pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK), penyiapan tenaga kerja, dan peningkatan etika
dan moralitas (Sonhadji, 2018: 92-93). Sesuai dengan visi pendidikan dan kebudayaan tahun 2025 adalah
untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif (insan Kamil/insan paripurna).

Menelisik fungsi masjid sangatlah luas. Fungsi masjid pada zaman Rasulullah bukan sekedar sebagai
tempat untuk melaksanakan sholat semata. Masjid pada masa itu juga dipergunakan sebagai madrasah
bagi umat muslim untuk menerima pengajaran islam. Masjid juga menjadi balai pertemuan untuk
mempersatukan berbagai unsur kekabilahan. Masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk bermusyawarah
dan menjalankan roda pemerintahan. Keberadaan masjid pada era rasulullah lebih tepat dikatakan sebagai
institusi yang membangun peradaban umat islam yang modern.

Peran strategis sebagai wadah pemberdayaan ummat terdapat empat fungsi dan peran masjid antar lain,
satu; sebagai Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan merupakan peran strategis
yang saat ini telah banyak dilakukan di masjid. Proses ini ditandai dengan adanya kegiatan pendidikan dan
pemberian pelatihan-pelatihan diantaranya dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Taman
Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya. Dalam konteks
ini masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan
fardlu ‘ain bagi umat Islam. Dua; Pusat Penjaringan Potensi Umat. Masjid dengan jamaah yang selalu
hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Allah bisa saja mencapai puluhan, ratusan,
bahkan ribuan orang jumlahnya. Ini bisa bermanfaat bagi berbagai macam usia, beraneka profesi dan
tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi
budaya secara santun apabila dilakukan penjaringan pada petensi-potensi yang mereka miliki. Tiga;
Sebagai tempat pembinaan jama’ah. Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan
potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir
Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis
umat Islam yang kokoh. Empat; Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam. Masjid merupakan jantung
kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah Islamiyah dan budaya
Islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan
kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra
aktivitas da’wah dan kebudayaan. Lima; Sebagai Pusat Pengembangan Budaya dan Tradisi Islami. Masjid
sebagai tempat melestarikan dan mengembangkan beragam tradisi dan seni yang telah dilembagakan
masyarakat muslim melalui program pembinaan qira’atul Qur’an bit taghanni (membaca Al-Quran dengan
lagu), latihan seni hadrah, pembacaan sholawat Nabi , penyelenggaraan Peringatan Hari-Hari Besar Islam
dan lain-lain. Dan yang keenam; Sebagai Pusat Pemberdayaan Sosial dan Ekonomi. Masjid sebagai
tempat pemberdayaan kaum dhuafa dan mustad’afin (terutama fakir, miskin dan anak yatim) melalui
program pembentukan lembaga Zakat, Infak dan Shadaqah, lembaga ekonomi umat, pemberian santunan
kepada dhuafa dan pelatihan kewirausahaan.

9. Optimalisasi peran dan fungsi tempat ibadah untuk kesejahteraan umat manusia II

Secara makro peran Masjid adalah sebagai sarana tempat berkumpul (musya- warah, diskusi,
dauroh/seminar), menuntut ilmu/pendidikan, bertukar pengalaman, kegiatan sosial, pembinaan ummat,
pusat da’wah dan kebudayaan Islam, pusat kaderisasi ummat, pusat kebangkitan ummat dan lain
sebagainya. Dewasa ini banyak masjid yang sudah dikelola secara profesional. Masyarakat pun sudah
merasakan langsung manfaatnya. Secara mikro peran Masjid dalam kehidupan umat Islam adalah sebagai
tempat beribadah. Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, berzikir, beri’tikaf dan ibadah
sunnat lainnya maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat dan beribadah baik khusus
maupun umum sesuai dengan ajaran Islam.

Pada masa Nabi, masjid selalu difungsikan sebagai pusat peradaban masyarakat. Masjid tidak hanya
sebagai tempat ibadah shalat dan itikaf, namun juga bisa dijadikan sebagai tempat untuk membicarakan
masalah dan menyelesaikan permasalahan yang bersifat duniawi, masjid adalah tempat untuk belajar apa
saja bahkan, masjid juga bisa digunakan tempat untuk berlatih dan membicarakan strategi perang. Dalam
beberapa cerita sejarah juga disebutkan, ketika bergrilya dan mengobarkan perlawanan rakyat terhadap
penjajahan belanda, pangeran dipenogooro selalu membangun masjid di berbagai pelosok tanah air
sebagai landasan membangun basis-basis perlawanan. Kalau belanda memakai bentengbstelsel dengan
membangun benteng dan stansi prajurit di seluruh pelosok negeri, pangeran dipeniogoro menhgimbangi
stretegi perang itu dengan membangun masjid Dari masjid-masjid yang dibangun dipenogoro itulah
semangat rakyat terus dipompa untuk melakukan perlawanan. Mereka yang bdatang ke masjid bukan
hanya diajari tata cara ibadah mahdhah saja tetapi juga untuk belajar ibadah yang lain. Parajama’ah juga
diajari pencak silat dan ilmu-ilmu pemerintahan serta ilmu peperangan. Rakyat menjadi melek politik
sehingga sadar dan mampu untuk melawan Negara yang dzalim Potensi masjid sebagai basis perlawanan
terhadap bangsa dzalim itu tentu masih diingat oleh para juru dakwah pada awal masa orde baru. Dimana
kaki tangan komkamtib (komando keamana dan ketertiban) selalu memantau dan mengawasi setiap
masjid yang ada, terutama di daerah basis masyarakat yang oleh Negara (saat itu) dianggap sebgai basis
kaum ektrem kanan, atau di suatu tempat yang yang partai pemerintahnya tidak dapat menang secara
mutlak.Oleh karena masjid merupakan pusat peradaban masyarakat muslim, fungsi pelayanan social yang
harus dimainkan oleh setiap masjidtentu saja juga harus senantiasa berkembang sesuai dengan gliran
zaman. Menyesuaikan diri dengan tantangan zaman yang mengalami mengalami perubahan bentuk dan
coraknya. Pada masa revolusi fisik, masjid dan pesantren yang dipimpin oleh kiai yang sangat mumpuni
dalam ilmu lanuragan yang mampu mendidik masyarakat menjadi para ahli ilmu kanuragan yang
snantiasa siap berperang dan melakukan perlawanan fisik terhadap pasukan penjajah, adalah masjid yang
dikatakan paling ideal, karena memang tantangan zaman membutuhkan hal demikain.

Kehidupan sehari-hari umat islam terkait erat dengan masjid yang didirikan atas dasar iman. Penampilan
dan manajemen masjid dapat member gambaran tentang hubungan masjid dengan sumber daya manusia
di sekelilingnya. Manajemen masjid harus dilaksanakan sebagai pengamalan dan hubungan manusia
dengan Allah SWT. Dan hubungan manusia dengan manisia lain yang dalam Al-qur’an srat ali imron ayat
122 sebagai berikut: “mereka akan di timpa kehinaandimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka
tetap menjaga hubungannya dengan Allah dan menjaga hubungannya dengan manusia”. Kualitas sumber
daya manusia yang merupakan pengamalan ilmu dapat tergambar dalam bentuk bangunan (arsitektur) dan
manajemen dari sebuah masjid sebagaimana telah diketahui bahwa arsitektur sebuah bangunan masjid
mempunyai dengan perkembangan budaya. Sedangkan budaya itu sendiri merupakan hasil dari rekayasa
akal manusia. Dalam arti kata bahwa kebudayaan itu adalah hasil upaya (rekayasa) dalam keseluruhan
ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh menusia. Perkembangan ilmu pengetahuan itu terkait erat dengan
materi\uang dan waktu tertentu. Oleh karena itulah maka kebudayaan itu merupakan gambaran dari
perkembangan intelektual manusia yang sangat dipengaruhi oleh nalar dalam ruang dan waktu tertentu,
sebagai ilustrasi antara iman (agama) dengan lingkungan. Membahas kaitannya masjid dengan umat islam
laksana membahas keterkaitan ikan dengan air. Tapi kalau melihat kenyataannya dalam kehidupan sehari-
hari keterkaitan umat islam dengan masjid, bermacam-macam situasi dan kondisinya. Seperti kita melihat
melihat sebuah kolam bagus dengan ikannya banyak, ada juga kolam yang tidak terawat tetapi ikannya
banyak, pokoknya berbagai macam kondisi dan situasinya. ada masjid yang megah tapi angker karena
sepi, tidak ada aktivitas apapun. Sebaliknya ada masjid yang sedang - sedang saja, bahkan sangat
sederhana bangunannya tetapi aktivitasnya padat, terutama digerakan oleh generasi mudanya.
Pembangunan masjid haruslah merupakan manifestasi iman dan takwa serta dalam rangka mencari ridha
Allah sermata. Ungkapan iman dan takwa inidapat terjadi dengan memilih bahan yang baik dan kuat,
kebersihan, keindahan, kenyamanan dan lain sebagainya, sesuai dengan tingkat pendidikan dan tingkat
kemakmuran atau lingkungan masyarakat.

Saat ini orang mendirikan masjid dimana-manatampa ada suatu perencanaan yang baik sebagai tempat
pembinaan umat lahir batin ataupun dari segi arsitekturnya. Jangankan mempersiapkan perencanaan atau
tantang pembinaan umatnya. Bahkan tidak jarang dengan berdirinya masjid umat islam menjadi terpecah
belah menjadi bebrapa kelompok yang satu sama lain berkonfrontasi atau bisa saja terjadi masjid tersebut
didirikan untuk memecah belah di antara umat islam. Masjid-masjid yang fungsinya tidak sesuai dengan
syariat islamiyah dan tidak berfungsi sebagai tempat untuk umat bersatu dan bersama-sama meningkatkan
keimanan, kesejahteraan dan kebahagian umat lahir dan batin, maka umat islam dilarang ikut
memakmurkan masjid tersebut sesuai dengan firman Allah swt. ”Janganlah kamju shalat dalam masjid itu
(yang didirikan oleh orang munafik) selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar
takwa (masjid quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan dirinya. Dan Allah menyukai orang-orang
yangbersih” (Q.S AtTaubah: 108).

10. Islam menghadapi tantangan modernitas & posmodernitas I

Kata ilmu diambil dari bahasa Arab, alima-ya”lamu-ilman artinya mengetahui,pengetahuan. Secara
etimologis, ilmun artinya jelas, terang, baik proses perolehannya maupin kajiannya. Kata ilmun dalam Al-
Quran di ungkap sebanyak 854 kali. Kata ini digunakan untuk mengetahui objek pengetahuan dan proses
untuk mendapatkannya sehingga diperoleh suatu kejelasan. Pengetahuan diperoleh manusia dengan cara
memperdayakan panca indra terhadap segala objek. Dengan demikian, pengetahuan adalah sesuatu yang
diketahui manusian melalui

tangkapan pancaindra dan hati (al-qalb). Adapun llmu dalam arti sains atau ilmu pengetahuan atau disebut
juga pengetahuan ilmiah adalah suatu sistem pengetahuan yang menyangkut suatu bidang pengalaman
tertentu dan disusun sedemikian rupa dengan metodologi tertentusehingga menjadi satu kesatuan. Masing-
masing sistem diperoleh sebagai hasil penyelidikan dan pengkajian yang dilakukan secara teliti dengan
menggunakan metode- metode tertentu. Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan disiplin
ilmu lainnya. Semua disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi Allah. Demikian juga, mulialah
orang yang mempelajari, menguasai, dan mengembangkannya. Orang yang menguasai disiplin ilmu
disebut ‘alim (jamak: ‘ulama).orang yang berilmu oleh Allah SWT akan dianugerahi kedudukan istimewa.
Perhatikan firman Allah berikut:
Ar
tinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:”berlapanglapanglah kamu dalam
majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah, 58:11) Dalam pandangan islam, ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) sangat urgen bagi kehidupan uamat manusia. Tanpa menguasai IPTEK manusia akan
tetap dalam lumpur kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap IPTEK
dapat mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai abdullah menjadi khalifatullah.
Oleh karena itu islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
wajib. Tanpa menguasai iptek umat manusia akan mengalami banyak hambatan dan kesuliatan dalam
menjalani kehidupan di jagat ini.

Pada zaman modern seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru diukur dari
penguasaan bangsa itu terhadap iptek. Jika suatu bangsa itu menguasai iptek, maka bangsa tersebut
dikategorikan sebagai bangsa yang maju. Sebaliknya, jika suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan
iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa disebut bangsa tertinggal
atau disebut bangsa berkembang. Supaya bangsa Indonesia masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju,
maka kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk menguasai iptek dan mengejawantahkan iptek untuk
kemaslahatan umat manusia.

1. Bidang Seni Seni merupakan ekspresi kesucian hati. Hati yang bening melahirkan karya seni yang
beradap, sedangkan hati yang kotor tentu melahirkan karya seni yang tidak beradap. Hidup dengan seni
menjadikan hidup menjadi indah, damai, dan nyaman. Adapun hidup tanpa seni, menyebabkan hidup
menjadi kering, gersang, dan tidak nyaman. Seni itu indah dan keindahan adalah sifat Tuhan. Cinta
kepada keindahan berarti cinta kepada Tuhan ini disebabkan Tuhan mencintai keindahan. Dengan
cintanya kepada Tuhan, Manusia dapat mewujudkan keindahan dalam kehidupannya. Dalam dunia
modern, seni menjadi bagian penting dari modernitas. Dengan

dukungan perangkat canggih, refleksi dan produk kesenian merambah ruang- ruang keluarga dan
masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan tinggi dengan membawa berbagai nilai baru. Seni dapat
menjadi pisau bermata dua bila di satu sisi dapat menjadi pencerah jiwa manusia dalam kehidupan dan di
satu sisi lagi dapat mengancamnilai- nilai hakiki kemanusiaan.

2. Bidang Pendidikan Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku,
dan Tuhanku memberikan pendidikan dengan cara yang amat baik kepadaku”. Sehingga tujuan
pendidikan dalam Islam adalah merealisasikan ubudiah kepada Allah baik secara individu maupun
masyarakat dan mengimplementasikan khilafah dalam kehidupan untuk kemajuan umat manusia. Untuk
mewujudkan tujuan luhur tersebut, menurut An-Nahlawi, Islam mengemukakan tiga metode yaitu:
a. Paedagogis psikologis yang lahir dalam dirinya. Pendorongnya adalah rasa khauf dan cinta kepada
Allah, serta ketaatan untuk melaksanakan syariat-Nya karena ingin menghindarkan kemurkaan dan azab-
Nya serta mendapat pahala-Nya.

b. Saling menasihati antar-individu dan masyarakat agar menepati kebenaran dan menetapi kesabaran.
Masyarakat, yang cinta kepada syariat Allah dan segala kehormatannya, tidak akan pernah membiarkan
kemungkran dan tidak akan pernah membenarkan pengabaian salah satu pokok-pokok ajaran Islam seperti
salat, zakat, puasa, haji dan jihad.

c. Menggunakan jalur kekuasaan untuk mengamankan hukum bagi masyarakat muslim sehingga
keamanan berjalan stabil dan masyarakat menikmati keadilan hukum. Ketiga metode tersebut saling
mendukung dalam merealisasikan nilai-nilai Islami di dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Kehidupan serupa ini, oleh An-Nahlawi dinyatakan akan lebih mungkin mencapai kesempurnaan,
kemajuan budaya, kesenangan, kegotong-royongan, ketentraman, dan istikamah. Kata manusia dalam Al-
Quran menggunakan tiga kata yang mempunyai makna tersendiri yaitu:

a. Basyar

Menunjuk bahwa manusia sebagai makhluk biologis. Sebagai makhluk biologis manusia memerlukan
sandang, pangan, papan, perlu menikah, berkeluarga dan keperluan lainnya serta berbagai kebutuhan
materi. Nabi Muhammad sendiri dinyatakan dalam Al- Quran sebagai manusia biasa (basyar) yang
mempunyai kebutuhan seperti manusia lainnya yaitu butuh sandang, pangan, papan, keluarga dan lain-
lain. Hanya saja Nabi Muhammad saw. dipilih Tuhan sebagai utusan (Rasulullah) untuk menyampaikan
risalah Tuhan. Itulah sebabnya, nabi digelari al-Musthafa yang artinya manusia suci pilihan Tuhan.

a. Insān

Kata insān menunjuk manusia sebagai makhluk spiritual, makhluk rohani. Kebutuhan rohani manusia
hanya akan terpenuhi dengan agama karena agama adalah fitrah manusia dan jati diri manusia. Dengan
agama, manusia hidup sesuai dengan fitrahnya sekaligus terpenuhi kebutuhan rohaninya. Sebaliknya,
tanpa agama kehidupan manusia menjadi kering kerontang, gersang dan hampa karena tidak terpenuhi
kebutuhan rohaninya. Tanpa terpenuhi kebutuhan rohani, hidup manusia tak ada ubahnya laksana
binatang yang tak mempunyai akal. Yang diperjuangkannya hanyalah untuk bisa makan, minum, tidur dan
menikah.

b. An-nās

An-nās menunjuk manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial artinya bahwa manusia tidak akan
mampu mencapai tujuan hidupnya tanpa keterlibatan orang lain. Tujuan pendidikan dikatakan berhasil
manakala proses pendidikan dilakukan dengan cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga ranah
yang ada dalam diri manusia yaitu akal, hati, dan jasmani. Menurut Ibnu Sina manusia terdiri dari dua
unsur. Pertama, al-jism artinya jasmani manusia. Dalam bahasan sebelumnya disebut manusia sebagai
makhluk biologis atau dapat disebut makhluk jasmani. Kedua an-nafs. An-nafs mempunyai dua daya,
yaitu daya untuk berpikir namanya al -‟aql, berpusat di kepala, dan daya untuk merasa namanya al-Qalb,
berpusat di hati. Pendidikan yang benar harus menyentuh ketiga aspek tersebut sehingga muncullah istilah
at-Tarbiyah al-„Aqliyyah melahirkan kecerdasan intelektual, at-Tarbiyyah al - Qalbiyyah (pendidikan
hati) melahirkan kecerdasan spiritual dan emosional, dan at - Tarbiyah al-Jasmaniyah artinya pendidikan
jasmani melahirkan kesehatan jasmani. Dalam pribahasa bahasa Arab disebutkan bahwa “Akal yang sehat
terdapat dalam jasmani yang sehat”. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa ketiga aspek tersebut saling
mendukung dan saling melengkapi, tidak bisabekerja sendiri-sendiri. Pendidikan harus menyentuh tiga
ranah tersebut yakni akal, hati dan fisik. Jika akal saja yang didik dan hati diabaikan, maka akan lahir
manusia cerdas secara intelektual, tetapi tidak mempunya hati, alias tidak memiliki moral religius.
Sebaliknya, jika hatinya saja yang dididik, tentu akan lahir manusia berkarakter dan bermoral, tetapi
miskin secara intelektual. Demikian juga, kalau hanya jasmani yang didik, maka akan lahir manusia
superman secara fisik, tetapi miskin secara intelektual dan spiritual. Jika ketiga ranah yang didik, maka
akan lahir insan kamil (manusia paripurna). Harus Anda pahami bahwa pendidikan Qurani pasti benar
secara ilmiah. Sebaliknya, jika hatinya saja yang dididik, tentu akan lahir manusia berkarakter dan
bermoral, tetapi miskin secara intelektual. Demikian juga, kalau hanya jasmani yang didik, maka akan
lahir manusia superman secara fisik, tetapi miskin secara intelektual dan spiritual. Jika ketiga ranah yang
didik, maka akan lahir insan kamil (manusia paripurna). Harus Anda pahami bahwa pendidikan Qurani
pasti benar secara ilmiah. Sebaliknya, pendidikan yang benar secara ilmiah, akan benar pula secara
Qurani. Antara keduanya tidak boleh bertentangan.

11. Islam menghadapi tantangan modernitas & posmodernitas II

Dalam masalah politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang
bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun demikian, negara menjamin
penduduknya untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-
hari. NKRI adalah negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusionalnya. Sistem demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedaulatan di tangan rakyat dan demokrasi merupakan sarana untuk kedaulatan yang diamanahkan
kepada wakil-wakil rakyat di parlemen. Demikian juga kedaulatan rakyat diamanahkan kepada para para
eksekutif untuk menjalankan roda pemerintahan. Untuk meraih kepercayaan rakyat, partai politik
seyogyanya menjalankan fungsinya dengan baik dan tidak melanggar norma-norma Ilahi dan aturan main
yang ditentukan. Kekuasaan harus diraih dengan berbagai cara, tetapi tidak menghalalkan segala cara
yang diharamkan. Kehidupan demokrasi akan terasa menjadi berkah dan mendatangkan kemaslahatan
bagi segenap rakyat jika dibingkai dengan nilai-nilai keilahian. Demokrasi akan menjadi bencana
manakala para pelakunya menjauhkan diri dari nilai-nilai Ilahi. Contohnya yang terjadi di beberapa negara
Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur, Asia Selatan dan lain-lainnya. Nilai-nilai Ilahiah yang terkandung
dalam fikih siyāsah (disebut prinsip-prinsip siyāsah) sepertinya tidak lagi dijadikan etika dalam
perpolitikan mereka.

Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan politik, ekonomi, dan
budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam unggul dalam Iptek. Pada masa
keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas dengan ekspansinya ke berbagai wilayah dan
penguasaan dalam politik ini membawa kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu.
Kesejahteraan yang merata juga mendorong kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya,
dunia Islam menjadi sangat kuat secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek
secara sempurna pada saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah
yang berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di Spanyol) serta zaman kekuasaan
Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, Irak. Akar-akar kemajuan yang dicapai umat Islam
memang telah diletakan dasardasarnya oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa
menguasai ilmu itu adalah wajib. Kewajiban yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Kalau
perlu, menurut Nabi Muhammad, kita belajar untuk dapat menguasai ilmu, meskipun harus pergi ke
negeri Cina. Secara teologis, Allah telah menetapkan bahwa yang akan mendapat kemajuan pada masa
depan adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman. Dalam sejarah, kita
dapat menyaksikan kemajuan Iptek umat Islam membawa kemajuan bagi umat Islam dalam bisang
ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Umat Islam makmur secara materi dan rohani, juga makmur
dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. seseorang diukur dari seberapa cepat ia menerima informasi
yang belum diketahui orang lain. Semakin cepat ia menerima informasi itu semakin besar peluang yang
akan ia dapatkan untuk kemajuan dirinya. Jelas sebaliknya, orang yang tertinggal dalam mendapatkan
informasi, maka tertinggal pula kesempatan yang dapat ia raih untuk kemajuan dirinya. Secara riil Islam
harus menjadi solusi dalam menghadapi dampak kemajuan industrialisasi dan derasnya gelombang
komunikasi dan informasi. Islam memang agama yang secara potensial memiliki kemampuan menghadapi
semua itu. Islam yang kafah memiliki doktrin yang jelas dalam teologis dan dalam waktu yang bersamaan
Islam memiliki fleksibilitas hukum dalam mengembangkan dan memahami persoalan - persoalan masa
kini. Peristiwa hukum, misalnya, harus dilihat secara kontekstual dan tidak secara tekstual. Islam
dipahami secara rasional tidak sekedar dogma. Islam sebagai agama rasional adalah agama masa depan,
yaitu agama yang membawa perubahan untuk kemajuan seiring dengan kemajuan kehidupan modern.
Sebaliknya, Islam yang dipahami secara tekstual dan dogmatis akan sulit eksis dan sulit beradaptasi
dengan lingkungan kemajuan yang semakin cepat perubahannya. Islam kontekstual akan menjadi solusi
dan pemandu dalam memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia. Islam yang dipahami
secara tekstual akan menjadi penghambat kemajuan, padahal Islam merupakan ajaran yang berkarakter
rasional, fleksibel, adaptable, dan berwawasan ke masa depan. Menurut Kuntowijoyo, ada lima program
reinterpretasi untuk memerankan kembali misi rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini
dalam rangka menghadapi modernisasi.

1. Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran
individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam Al-Quran.

2. Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan dilakukannya
reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif.
Kuntowijoyo memberikan contoh ketentuan zakat. Secara subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk
pembersihan jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan sosial.

3. Program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini, kita cenderung
lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan kurang memperhatikan adanya
kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu menjadi kerangka teori ilmu. Secara normatif, kita
mungkin hanya dapat mengembangkan tafsiran moral ketika memahami konsep tentang fuqarā` dan
masākīn. Kaum fakir dan miskin paling-paling hanya akan kita lihat sebagai orangorang yang perlu
dikasihani sehingga kita wajib memberikan sedekah, infaq, atau zakat kepada mereka. Dengan pendekatan
teoretis, kita mungkin akan dapat lebih memahami konsep tentang kaum fakir dan miskin pada
koteksyang lebih riil dan lebih faktual sesuai dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan kultural.
Dengan cara itu, kita dapat mengembangkan konsep yang lebih tepat tentang fuqarā` dan masākīn itu pada
kelas sosial dan sebagainya. Dengan demikian, kalau kita berhasil memformulasikan Islam secara teoretis,
banyak disiplin ilmu yang secara orisinal dapat dikembangkan menurut konsep-konsep Al-Quran.

4. Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Selama ini
pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran cenderung sangat bersifat ahistoris,
padahal maksud Al-Quran menceritakan kisahkisah itu adalah justru agar kita berpikir historis.

5. Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum menjadi
formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris.

Dengan demikian, kaum Muslim klasik telah dengan bebasmenggunakan bahanbahan yang datang dari
dunia Hellenis tanpa mengalami Hellenisasi,kaum Muslim saat sekarang juga sebenarnya dapat
menggunakan bahan-bahan modernyang datang dari Barat tanpa mengalami pembaratan
(Westernisasi).Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi esensial dan sejalan dengan ajaranagama
Islam adalah rasionalisasi yakni usaha untuk menundukkan segala tingkah laku. kepada kalkulasi dan
pertimbangan akal. Rasionalisasi pada selanjutnya akan mendorongummat Islam untuk bisa bersikap kritis
dan meninggalkan taqlid yang dikecam dalamIslam.Dengan demikian, pada dasarnya modernisasi
bukanlah sebuah esensi yangbertentangan dengan ajaran dasar agama Islam.

12. Kontribusi agama dalam pengembangan peradaban dunia


Perkembangan agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah peradaban dunia. Bahkan
pesatnya perkembangan Islam ke Barat dan Timur membuat peradaban Islam dianggap sebagai peradaban
yang paling besar pengaruhnya di dunia. Menurut Harun Nasution, islam terbagi menjadi tiga periode,
yaitu periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern (1800 M-
sekarang). Pada masingmasing periode terdapat perbedaan dimensi yang khas yang tampil dalam setiap
perkembangannya. Periode Klasik terbagi menjadi 2, yaitu masa kemajuan Islam I (650-1000M) dan masa
disintegasi (1000-1250M). Masa ini bisa disebut sebagai awal dari masa keemasan Islam.Sebelum Nabi
Muhammad SAW wafat, ekspansi Islam telah berhasil menguasai semenanjung Arabia (Arabian
Peninsula). Ekspansi ke luar wilayah Arab baru dimulai pada masa Khalifah pertama Abu Bakar Ash
Shiddiq. Masa kemajuan Islam I (bagian dari periode klasik) ini ditandai oleh adanya sejarah empat
sahabat Nabi Muhammad yang dalam kajian Islam akrab disebut sebagai Khulafā`ur Rāsyidīn, yaitu Abu
Bakar (menjabat sebagai amīr al-mu‟minīn tahun 632-634 M), Umar bin Khattab (634-644 M), Utsman
bin Affan (644- 656 M), dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M). Pada masa ini Islam mulai tersebar di luar
wilayah Semenanjung Arab. Terjadi penaklukan-penaklukan Islam terhadap beberapa wilayah, seperti
Damaskus, Mesir, Irak, Palestina, Syiria, dan Persia. Pergerakan dari ‘kerajaan’ Kulafa’ur Rasyidin
selanjutnya diteruskan oleh Dinasti Umayyah (661750M). Pada zaman ini penyebaran Islam semakin luas.
Daerah yang dikuasai pada zaman ini. Yaitu Syiria, palestina, Afrika Utara, Irak, Semenanjung Arabia,
Persia, Afganistan, dan Asia Tengah (Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan). Pada masa ini
ditandai dengan berkembangnya kebudayaan Arab.

Dinamika peradaban Islam dipengaruhi oleh konteks social, politik, budaya, dan agama yang melekat di
dalamnya. Peradban islam pada masa awal/klasik, pertengahan, sampai modern memiliki nuansa atau
dimensi peradaban yang berbeda satu sama lain. Masa kejayaan Bani Abbasiyah terjadi pada masa
Khalifah Harun Al-Rasyid dan anaknya Al – Ma’mun. Pada masanya ilmu pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan umun berkembang peast. Perkembangan ilmu agama meliputi pembukaan sejumlah bidang
agama yaitu, fikih, tafsir, hadis, kalam dan tasawuf. Adapun bidang ilmu pengetahuan umum antara lain
filsafat, ilmu kedoktern, ilmu astronomi, farmasi, geografi, sejarah, dan bahasa. Kemajuan ini disebabkan
pada orientasi peradaban yang diarahkan pada kemajuan ilmu pengetahuan, dan bukan pada ekspansi
perluasan wilayah.kemajuan islam pada masa ini ditentukan oleh 2 faktor, yaitu terjadinya asimilasi antara
bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang telah mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan
adanya gerakan penerjemahan bukubuku kebudayaan Yunani ke dalam bahasa Arab. Keterbukaan islam
terhadap peradaban bangsa lain membuat Islam semakin maju dan tinggi dalam hal peradaban.

Optimalisasi potensi akal merupakan salah satu kunci yang memungkinkan Islam memberikan
kontribusinya bagi peradaban dunia.Tuhan telah menganugerahi manusia dengan potensi akal dan
hati/kalbu.Kedua potensi itu bisa dimiliki oleh seseorang dalam kadar yang seimbang,namun dapat pula
salah satu potensi dalam kadar yang seimbang, namun dapat pula salah satu potensi lebih
berkembangdaripada lainnya.

Orang yang sangat berkembang potensi akalnya,sangat senang menggunakan akalnya itu untuk
memecahkan sesuatu.Orang demikian ini lebih senang melakukan olah rasio daripada olah rasa dalam
pencarian kebenaran sejati dan sangat berbakat menjadi pemikir atau filosof.Sementara itu orang yg
sangat berkembang potensi hati atau kalbunya, sangat senang mengeksplorasi perasaannya untuk
memecahkan suatu masalah.Orang demikian ini amat suka melakukan olah rasa daripada olah rasio, untuk
menemukan kebenaran sejati dan sangat berbakat menjadi seniman atau ahli tasawuf. Bila kita
menekankan pada sebab normatif, maka kesimpulan yang akan ditarik adalah bahwa kemampuan
komunitas islam klasik kala itu tidak lain diilhami oleh ajaran-ajaran profetik islam yang dibawa itu
adalah Muhammad.Dengan kata lain, progresivitas komunitas islam klasik adalah inheren dalam ajaran
islam yang paling autentik, yakni Al-Quran dan As-Sunnah.Namun akan menjadi timpang jika kita tidak
menelisik sebab-sebab historisnya.Karena bagaimana pun, komunitas islam klasik kala itu, yang tidak bisa
disebut sedikit menerima ilham dari Al-Quran dan As-Sunnah, hanyalah satu pihak dari berbagai pihak
yang bekerja sama dalam mengembangkan peradaban yang maju.Dipihak lain, kita tidak bisa menutup
mata dari adanya ilham-ilham lain berupa khazanah-khazanah ilmu yang datang dari luar komunitas
islam.Inilah yang disebut ‘ulum al-awa’il (ilmu-ilmu orang terdahulu), yang tercakup didalamnya
warisan-warisan berharga dari Yunani, Romawi, China ,Persia dan India.

Jika kita bicara tentang peradaban, apalagi peradaban dalam konteks yang amat modern, maka kita sedang
berhadapan dengan “binatang” yang amat besar dan kompleks. Untuk itu, kita memeras dan mrngambil
sari dari peradaban itu, yang darinya kita akan selidiki, peran islam sebagai komunitas dan ajaran mampu
berkontribusi untuk mengembangkannya.Para tokoh dan cendekiawan Islam yang telah berhasil
mempelajari ilmu-ilmu Yunani dan

Sansekerta, telah memberikan pengembangan yang signifikan pada bidangnya masing-masing, jauh
sebelum para ilmuwan Barat menemukan teori-teori tentang ilmu pengetahuan. Dengan demikian telah
memberikan bukti bahwa Islam dan peradaban yang telah dibangunnya pada masa lalu, telah memberikan
investasi besar pada pencapaian peradaban dan perdamaian dunia modern saat ini untuk itu dituntut
adanya sikap saling menerima dan menghargai perbedaan masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai