Anda di halaman 1dari 19

Makalah

OPTIMALISASI PERANAN MASJID DALAM


PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: Drs. H. Syafaruddin Alwi, MS.

Oleh:
Rizqi Anfanni Fahmi (14913021)

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER STUDI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015

A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia dengan jumlah penduduk
207.176.162 jiwa pada tahun 2010 atau sebesar 87,18% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa.1 Di dunia, Indonesia merupakan
negara dengan populasi muslim terbesar di atas India dengan penduduk
muslim berjumlah 138,188,240 jiwa.2 Besarnya populasi muslim di Indonesia
tentu berbarengan pula dengan besarnya jumlah masjid. Menurut data
Kementerian Agama tahun 2013, jumlah masjid di Indonesia adalah 731.096
bangunan, meningkat dari tahun 2012 yang berjumlah 720.292 bangunan.3
Masjid bukan hanya sarana untuk beribadah, tetapi juga merupakan pusat
peradaban dan kegiatan umat. Benar adanya, jika masjid merupakan pusat
pengembangan umat di masa Rasulullah SAW. Nyaris di hampir seluruh
bidang strategis: ekonomi, sosial politik, budaya, dan pendidikan semuanya
tergarap dengan baik. Bahkan, ketika awal-awal hijrah ke Madinah, masjidlah
yang pertama-tama beliau berdirikan.4
Pembangunan masjid pertama sangat sederhana baik konstruksi maupun
bahannya. Bentuknya sampai sekarang masih terlihat walaupun bahannya
diganti dengan yang lebih bagus. Rasulullah Saw memberikan contoh kepada
1 Badan Pusat Statistik (BPS), dikutip dari http://www.bps.go.id/ pada hari Senin, 12
Januari 2015 pukul 20.50 WIB.

2 The Registrar General & Census Commissioner India, dikutip dari


http://censusindia.gov.in/ Census_And_You/religion.aspx pada hari Selasa, 5 Mei 2015
pukul 13.20.

3 Repubilka, DMI Baentuk Tim Survei Masjid, dikutip dari http://www.republika.co.id/


berita/koran/khazanah-koran/14/10/01/ncrd0i33-dmi-bentuk-tim-survei-masjid pada hari
Senin, 12 Januari 2015 pukul 21.10 WIB.

4 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep Manajemen Masjid: Optimalisasi Peran


Masjid, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 8.

kita bahwa setiap membangun dengan bahan bangunan yang mudah diperoleh
di sekitar itu. Karena penekanannya bukan pada bentuk bangunan fisiknya,
melainkan agar dapat segera berfungsi sebagai sentral pembangunan dan
pembinaan umat di sekitarnya.5 Inilah tujuan masjid sebenarnya, yakni
bagaimana

masjid

dapat

berfungsi

maksimal

untuk

meningkatkan

kesejahteraan dan kualitas umat sekitarnya.


Masjid, seharusnya memang memiliki kontribusi nyata untuk masyarakat
sekitar. Tidak hanya dalam pembinaan rohani saja,melainkan juga bagaimana
pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. Jangan sampai masjid makmur
dengan jamaah dan gelimangan infaq, sementara masyarakat di sekitarnya
banyak yang masih bekerja keras mendapatkan beras.
Peran dan masjid selama ini masih minimalis karena kurangnya
pemahaman para pengurus terkait dengan substansi kehadiran masjid.
Termasuk juga bagaimana peran dalam hal menghimpun dana-dana filantropi
sepeti, zakat, infaq, dan wakaf. Padahal, tidak sedikit potensi dana filantropi
yang dapat dapat dikumpulkan untuk berbagai kepentingan umat, salah
satunya adalah untuk pengentasan kemiskinan.
Salah satu cara untuk dalam rangka mengentaskan kemiskinan adalah
dengan pemberdayaan ekonomi. Melalui pemberdayaan ekonomi, diharapkan
masyarakat yang belum berdaya dapat didampingi untuk keluar dari
kemiskinan. Salah sumber dana dan instrumen yang potensial digunakan
adalah dana zakat, wakaf, dan infaq.
Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 217 triliun per tahun, atau sekitar
3,4% terhadap produk domestik bruto (PDB). Sementara, penyerapan zakat
baru sekitar Rp 2,7 triliun per tahun pada tahun 2014. 6 Sedangkan potensi

5 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 3.

6 Nina Dwiantika, Potensi Zakat di Indonesia Mencapai Rp 217 Triliun, dikutip dari
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/29/potensi-zakat-di-indonesia-mencapai-rp217-triliun pada hari Sabtu, 6 Juni 2015 pukul 11.30.

wakaf sendiri tidak kalah besar, yakni bisa mencapai Rp 20 triliun pertahun. 7
Untuk infaq sendiri, sebagai contoh di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
dana infaq masjid yang menganggur (Idle fund) diperkirakan berjumlah US$
30 juta atau sekitar Rp 300 Milyar saat penelitian itu dilakukan.8
Dari data tersebut nampak bahwa potensi dana filantropi di Indonesia
sangat tinggi. Di sisi lain, jumlah masjid di Indonesia juga banyak namun
belum teroptimalkan. Untuk itulah, penulis ingin memaparkan bagaimana
peran masjid dapat dioptimalkan agar dana tersebut dapat maksimal dihimpun
dan diproduktifkan melalui pemberdayaan ekonomi umat.
B. PERAN DAN FUNGSI MASJID
Dari segi bahasa, kata tersebut diambil dari akar kata sajada-sujudan,

yang

berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. 9 Untuk
menunjukkan suatu tempat, kata sajada diubah menjadi masjidun (Isim
Makan) artinya tempat sujud menyembah Allah SWT. Secara teminologis,
masjid mengandung makna sebagai pusat dari segala kebajikan kepada Allah
SWT. Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan, yaitu kebajikan yang
dikemas dalam bentuk ibadah khusus, yaitu shalat fardhu, dan kebajikan yang
dikemas dalam bentuk amaliyah sehari-hari untuk berkomunikasi dan
bersilaturahmi dengan sesama jamaah.10
Kata masjid terulang sebanyak 28 kali dalam Al-Quran. Dalam ilmu
tafsir, kata-kata atau kalimat yang diulang-ulang dalam Al-Quran
7 Kementerian Agama, Potensi Wakaf Tunai Mencapai Rp 20 Triliun, dikutip dari
http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=85129 pada hari Sabtu, 6 Juni 2015 pukul
11.33 WIB.

8 M. A. Adnan, An Investigation of the Financial Management Practices of the


Mosques In
The Special Region of Yogyakarta Province, Indonesia, makalah disampaikan pada
Sharia Economics Conference 2013, diselenggarakan di Hannover, Jerman, 9 Februari
2013, hlm 129.
9
Budiman Mustofa, Manajemen Masjid, (Surakarta: Ziyad Visi Media, 2007), hlm. 16.

menunjukkan bahwa kalimat tersebut mengandung makna yang amat penting.


Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dan fungsi masjid dalam
ajaran Islam. 11
Ketika Rasulullah saw berhijrah ke Madinah, langkah pertama yang
beliau lakukan adalah membangun masjid kecil yang berlantaikan tanah, dan
beratapkan pelepah kurma. Dari sana beliau membangun masjid yang besar,
membangun dunia ini sehingga kota tempat beliau membangun benar-benar
menjadi Madinah, seperti namanya yang arti harfiahnya adalah tempat
peradaban, atau paling tidak dari tempat tersebut lahir benih peradaban baru
umat manusia.12
Di masa Nabi SAW ataupun setelahnya, masjid menjadi pusat atau
sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan punmencakup politik, ekonomi, sosial, militer,- dibahas dan dipecahkan di
masjid.13
Masjid mempunyai kaitan erat dengan keimanan dan pembinaan umat
umat bagi kaum muslimin agar dapat memberikan peranan yang dominan
dalam pembangunan negara. Kekuatan iman inilah yang menentukan
persatuan umat yang akan memberikan kekuatan lahir batin dalam
memperjuangkan nasib masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid.14
Memasuki zaman keemasan Islam, masjid mengalami penyesuaian dan
penyempurnaan. Corak penyesuaian dengan tuntutan zaman yang terjadi itu
10
Eman Suherman, Manajemen Masjid: Kiat Sukses Meningkatkan Kualitas SDM Melalui
Optimalisasi Kegiatan Umat Berbasis Pendidikan Berkualitas Unggul, (Bandung:
Penerbit Alfabeta, 2012), hlm. 61.
11
Ibid
12
Ibid., hlm. 62-63.
13
Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus,
(Yogyakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 2.

tidak kalah fungsionalnya dibanding optimalisasi nilai dan makna masjid di


zaman Rasulullah SAW. Dalam perkembangan terakhir, masjid mulai
memperhatikan kiprah operasionalnya menuju keragaman dan kesempurnaan
kegiatan. Dikenalah manajemen masjid.
Menurut Ayub (1996) Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepad
Allah SWT, tempat shalat, dan tempat beribadah kepadaNya. Selain itu,
masjid memiliki fungsi antara lain:15
1) Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan dir
kepada Allah SWT.
2) Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memcahkan
persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat.
3) Masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan
kesulitan-kesulitan, meminta bantuan, dan pertolongan.
4) Masjidadalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotongroyongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
5) Masjid dengan majelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan
kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin.
6) Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader
pemimpin umat.
7) Masjid tempat mengumpulkan dana, menyimpan, dan mendistibusikannya.
8) Masjid tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial.
Tidak jauh berbeda dengan Ayub, Mustofa (2007) mengemukakan
beberapa fungsi masjid:16
1) Sebagai wahana konsultasi keagamaan, masalah keluarga, dan masalah
sosial.
2) Sebagai wahana pengembangan pendidikan masyarakat.
3) Sebagai wahana pengembangan bakat dan keterampilan.
4) Sebagai wahana pengentasan kemiskinan.
14
Ibid., hlm 21-22.
15
Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 8.
16
Budiman Mustofa, Manajemen Masjid, (Surakarta: Ziyad Visi Media, 2007), hlm. 178179.

5)
6)
7)
8)

Sebagai wahana meringankan beban orang kurang mampu.


Sebagai wahana pembinaan generasi muda.
Sebagai wahana mitra pengembangan perekonomian masyarakat.
Sebagai wahana menyehatkan masyarakat.
Untuk menjalankan peran dan fungsi tersebut, dibutuhkan dana yang

tidak sedikit. Mengurus masjid, memelihara, dan melaksanakan kegiatan


masjid hanya mungkin terealisasi jika tersedia dana yang mencukupi. Tanpa
ketersediaan dana, hampir semua gagasan memakmurkan masjid tidak dapat
dilaksanakan.17
Secara tradisional, aliran dana ke masjid didapatkan dari hasil tromol
Jumat atau dari sedekah jamaah. Namun, mengandalkan income hanya dari
kedua pos itu niscaya jauh dari memadai. Jumlah yang dihasilkan relatif
sedikit, sedangkan anggaran pengeluaran masjid cukup besar. Mau tidak mau,
pengurus masjid perlu menggiatkan usaha-usaha lain yang menjamin adanya
sumber pendapatan masjid.18
Secara umum, sumber dana masjid berasal dari:
a. Zakat
Zakat adalah kadar (jumlah) harta yang tertentu, dalam waktu
tertentu, diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariatnya atau sesuai dengan ketentuan syariat.19
b. Infaq
Infaq adalah sebagian harta yang dikeluarkan seseorang untuk
dipergunakan di jalan kebaikan yang besarnya tidak ditentukan
sebagaimana zakat.20
17
Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 57.
18
Ibid.
19
Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 52.
20
Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk
Organisasi Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2001), hlm. 12.

c. Sedekah
Sedekah mempunyai arti yang lebih lus dibanding infaq, tidak hanya
berasal dari harta, tetapi berbagai kebaikan yang dilakukan seseorang juga
bisa dikatakan sedekah.21
d. Wakaf
Wakaf berarti menghalangi atau menahan tasarruf
(berbuat) terhdap

sesuatu yang manfaatnya diberikan kepada pihak-pihak tertentu dengan


tujuan berbuat kebaikan.22
C. PEMBERDAYAAN

EKONOMI

UMAT

SEBAGAI

SOLUSI

PENGENTASAN KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya. Ada yang disebut kemiskinan absolut, yakni
jika pendapatan atau pengeluarannya berada di bawah atau tepat berada di
bawah garis kemiskinan tertentu yang telah ditetapkan pemerintah. Ada pula
yang disebut kemiskinan relatif, yakni jika pengeluaran atau pendapatannya
lebih rendah dengan pendapatan atau pengeluaran kelompok lain. 23
Menurut Yusuf Qardhawi, Islam memiliki dua jalur dalam mengatasi
kemiskinan, yaitu mendorong orang miskin untuk bekerja keras, dan
mendorong orang kaya untuk membantu orang-orang miskin. 24 Salah satu cara
agar membuat orang miskin terdorong untuk bekerja adalah dengan
melakukan pemberdayaan. Sedangkan orang kaya dapat membantu orang
21
Ibid.
22
Ibid.
23
Muhammad Soekarni, Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dalam Islam, dalam
Jusmaliani dan Soekarni (ed.) Kebijakan Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2005), hlm 124-125.
24
Ibid.

miskin dengan menyalurkan dananya tidak hanya untuk keperluan konsumtif,


namun harus dalam bentuk yang produktif.
Pemberdayaan berasal dari penerjemahan bahasa Inggris empowerment
yang juga dapat bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan
sekadar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja
bermakna mampu, tetapi juga mempunyai kuasa. Pemberdayaan
merupakan sebuah proses menjadi:, bukan sebuah proses instan. Sebagai
sebuah proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan, yaitu:25
1) Penyadaran
Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan
dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk
mempunyai sesuatu. Mereka harus sadar bahwa proses pemberdayaan
itu dimulai dari dalam diri mereka.
2) Pengkapasitasan (capacity buliding)
Untuk diberikan daya atau kuasa, target yang diberdayakan harus mampu
terlebih dahulu. Proses ini terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia, organisasi,
dan sistem nilai. Pengkapasitasan manusia dalam arti memampukan
manusia, baik dalam konteks individu maupun kelompok. Pengkapasitasan
organisasi dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi yang hendak
menerima daya atau kapasitas tersebut. Sedangkan pengkapasitasan sistem
nilai dilakukan dengan membantu target dan aturan main di antara mereka
sendiri.
3) Pendayaan
Pada tahap ini, target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.
Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecapakan yang telah dimiliki.
Pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme, dalam hal
ini individu, organisasi, dan masyarakatnya menjadi ahli akan masalah yang
mereka hadapi.Teori pemberdayaan mengasumsikan bahwa: 1) Pemberdayaan
akan berbeda bentuk untuk orang yang berbeda; 2) Pemberdayaan akan

25
Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pemberdayaan,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007), hlm. 1-6.

berbeda bentuk untuk konteks yang berbeda; 3) Pemberdayaan akan


berfluktuasi atau berubah sejalan dengan waktu.26
Konsep pemberdayaan masyarakat, mencakup pengertian community
development (pembangunan masyarakat) dan community-based development
(pembangunan yang bertumpu pada masyarakat), dan tahap selanjutnya
memunculkan istilah community-driven develpoment yang diterjemahkan
sebagai pembangunan yang

diarahkan masyarakat atau diistilahkan

pembangunan yang digerakkan masyarakat.27


Kita harus membedakan makna keberdayaan dan pemberdayaan
masyarakat.

Keberdayaan

masyarakat

adlaah

unsur-unsru

yang

memungkinkan masyarakat untuk bertahan dan dalam pengertian dinamis


mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Sedangkan memberdayakan
masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang belum mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
dan keterbelakangan.28
Pemberdayaan adalah proses menyeluruh: suatu proses aktif antara
motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan
melalui

peningkatan

pengetahuan,

keterampilan,

pemberian

berbagai

kemudahan serta peluang untuk mencapai akses sitem sumber daya dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.29 Pemberdayaan menitkberatkan
pada peran dan partisipasi masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan hingga
pemeliharaan.30
26
Ibid., hlm. 177-178.
27
Ibid, hlm. 74-75.
28
Ibid, hlm. 76.
29
Ibid, hlm. 117.

10

1)
2)
3)
4)

Ada empat dimensi dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu:31


Dimensi masyarakat sebagai subjek pembangunan
Dimensi penguatan kelembagaan masyarakat
Dimensi kapasitas dan dukungan aparat pemerintah
Dimensi upaya penanggulangan kemiskinan.
Umat merupakan bagian dari masyarakat. Secara spesifik umat

terdefinisikan sebagai segolongan manusia yang mempunyai kesamaan dalam


hal akidah dan tujuan hidupnya dan terikat oleh konvensi keimanan yang
sama.32 Pemberdayaan umat berarti pemberdayaan masyarakat, namun lebih
spesifik pada lingkup umat Islam.
Tujuan dari pemberdayaan umat adalah kesejahteraan. Kesejahteraan
berarti suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan seseorang atau komunitas
tertentu oleh sumber yang mampu didapat oleh bersangkutan. Jadi, pribadi
atau masyarakat yang sejahtera dapatlah diartikan semua kebutuhannya dapat
dipenuhi oleh berbagai sumber yang ada di lingkungannya. Dengan demikian,
kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan umat mengandung arti adanya
kebutuhan umat yang dapat dipenuhi melalui kegiatan yang diselanggarakan
oleh pengurus masjid tertentu.33
Praktik pemberdayaan bidang ekonomi saat ini antara lain: (1) bantuan
modal bergulir; (2) bantuan pembangunan prasarana; (3) pengembangan

30
Moh. Ali Aziz, Pendekatan Sosio-Kultural dalam Pemberdayaan Masyarakat, dalam
Suhartini, dkk (ed.), Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (YogyakartaL Pustaka
Pesantren, 2005), hlm.134.
31
Ibid., hlm 124.
32
Yahya S. Basamalah, Persoalan Umat Islam Sekarang, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hlm. 13.
33
Eman Suherman, Manajemen, hlm. 72.

11

kelembagaan lokal; (4) penguatan dan pembangunan kemitraan usaha; dan (5)
fasilitasi dari pendamping eksitu.34
Pemberdayaan ekonomi umat berarti mendayagunakan segala potensi yang
dimiliki oleh umat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat sehingga
tercapai tujuan hidup yang sejahtera di dunia dan di akhirat. Pemberdayaan
umat dalam bidang ekonomi sangat potensial dilakukan oleh masjid-masjid
karena dana masjid yang rata-rata surplus per bulannya. Masjid tidak boleh
hanya sekadar menjadi simbol ritual umat Islam, namun lebih dari itu, masjid
dapat dijadikan salah satu komponen penting dalam pemberdayaan
masyarakat, salah satunya di bidang ekonomi. Ketika umat sejahtera berarti
mereka telah keluar dari kemiskinan secara bertahap.
D. PERAN JEJARING MASJID DALAM PEMBERDAYAAN UMAT
Masjid merupakan institusi yang paling dekat dengan masyarakat grass
root. Jika ini bisa dioptimalkan maka seharusnya penghimpunan dana zakat,
wakaf, dan infaq bisa lebih banyak lagi terkumpul. Pola jejaring antar masjid
yang kuat serta bersinergi dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada, akan
menghasilkan sebuah alur penghimpunan, distribusi, dan pemanfaatan dana
zakat. Masjid selaku sebuah lembaga, memiliki beberapa peran yang dapat
dilakukan, antara lain:
1. Membuat database jamaah yang dapat memetakan tingkat kesejahteraan
dan kemiskinan jamaah. Dari database ini dapat dijadikan acuan yang
valid bagi LAZ untuk kepentingan pengembangan sistem informasi
pengumpulan dan penyaluran dana zakat.
2. Mengedukasi jamaah terkait pentingnya zakat dmelalui berbagai kegiatan.
Yang paling tradisional adalah melalui pengajian-pengajian yang sering
dilakukan. Bisa juga dengan kegiatan variatif lain. Dengan kata lain,
masjid dapat menjadi corong atau pengeras suara untuk sosialisasi
permasalahan zakat maupun wakaf.
34
Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi: Tinjauan
Teoritik dan Implementasi, makalah disampaikan pada Seminar Sehari Pemberdayaan
Masyarakat yang diselenggarakan Bappenas, tanggal 6 Maret 2000 di Jakarta, hlm. 7.

12

3. Melakukan

pengumpulan

dana

melalui

berbagai

kegiatan

untuk

mengingatkan masyarakat terkait waktu pembayaran zakat.


Sementara itu, manajemen jejaring antar masjid atau masjid to masjid
network management bagaimana antara satu masjid dengan masjid lainnya
dapat berkoordinasi dalam suatu area tertentu. Dalam pengelolaan database,
upaya pengumpulan dan penyaluran dana zakat seharusnya dibuat aturan
khusus antar masjid agar tidak saling tumpang tindih dalam database jamaah.
Koordinasi akan lebih elegan lagi jika beberapa masjid yang ada pada suatu
daerah tertentu ditunjuk satu masjid yang berlaku sebagai masjid induk yang
bertugas mengkoordinasi masjid-masjid di sekitarnya.35
Jejaring antar organisasi masjid atau networks organizations merupakan
usaha kooperatif antara dua atau lebih organisasi dalam pencapaian penyatuan
kelengkapan sumber daya, meningkatkan daya saing, meningkatkan
produktivitas dan pembelajaran sebuah organisasi dari sebuah organisasi
lainnya yang sudah terlebih dahulu maju.36
Sinergi antara masjid dan LAZ/BAZ akan dapat maksimal jika memiliki
manajemen jejaring yang kuat, mulai dari perencanaan hingga evaluasinya.
Alur kerja dan peran yang jelas juga mutlak diperlukan dalam sinergi ini.
Sinergi adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal
yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku
kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. 37
Jika dijelaskan dalam bentuk diagram, maka berikut ini adalah bentuk sinergi
jejaring masjid:
35
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikaskan Kesadaran dan
Membangun Jaringan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 134-138.
36
Ibid, hlm 140.
37
https://prezi.com/omztodlpnnqj/pengertian-sinergi-adalah-membangun-dan-memastikanhubungan/

13

B
M
A
Z
S
/
J
IL
A
D
Z

I
N
D
U
K
Dalam berpikir jaraingan sangat penting untuk memperhatikan kajian
sistem informasi yang berkaitan dengan transfer knowledge dalam sebuah
jaringan

organisasi.

Efektivitas

keja

BAZ/LAZ

dapat

dikendalikan

optimalisasinya jika bisa bertumpu pada jaringa yang mapan untuk


pengelolaan informasi. Pemetaan antara garis pemisah muslim surplus dan
muslim defisit dapat menjadi objek yang ditransfer antarlembaga amil zakat
sehingga pola pendistrbusian akan bisa mengindahkan strategi yang
mencanangkan prioritas, baik berkenaan dengan asumsi pembagian porsi dana
untuk delapan asnaf maupun daerah mana yang harus terlebih dahulu
disalurkan pendanaannya.38
Pendataan surplus dan defisit dari BAZ atau LAZ dapat dipermudah
dengan sistem jaringan untuk saling berkomunikasi dan menukar informasi
dengan baik. Apalagi di era digital saat ini, maka sistem informasi berbasis
internet akan semakin mempermudah proses tersebut. Apapun medianya,
distribusi dana zakat menganut pemberdayaan lokal sebagai prioritasnya.
Artinya, bagaiman apihak surplus yang ada di suatu daerah dapat
meredistribusikan pendapatannya kepada pihak defisit yang ada di daerah

38
M. Arif Mufraini, Akuntansi, hlm. 139.

14

tersebut. Bila dana yang terkumpul masih suplus barulah dialihkan kepada
daerah yang lain, baik kecamatan, kota/kabupaten, maupun provinsi yang lain.
Setelah sistem penghimpunan dan distribusi sudah terancang baik, maka
selanjutnya kita akan berbicara bagaimana pemberdayaan dilakukan. Masjidmasjid yang telah terkoordinasi melalui sistem jejaring masjid. Artinya,
pelaksana lapangan harus ditentukan terlebih dahulu. Siapa menangani apa
dan siapa menangani apa harus jelas. Baru kemudia pendistribusian dana
dilakukan.
Dana zakat yang terkumpul dapat didistribusikan dalam empat bentuk,
yaitu:39
1. Distrubusi bersifat konsumtif tradisional, yakni dana zakat dimanfaatkan
secara langsung.
2. Distribusi bersifat konsumtif kreatif, yakni dana zakat diwujudkan
dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti beasiswa.
3. Distribusi produktif tradisional, yaitu zakat diberikan dalam bentuk
barang produktif, seperti kambing, sapi, dan peralatan modal usaha
lainnya.
4. Distribusi produktif kreatif, zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan
baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang
pengusaha kecil.
Pemberdayaan merupakan bagian dari bentuk dana produktif. Dana zakat
yang terkumpul kemudian dibagikan kepada mustahiq dalam bentuk bantuan
modal. Namun, pemberdayaan harus dilakukan secara bertahap. Jika mustahiq
masih membutuhkan dana langsung untuk kebutuhan pokok, maka itu harus
dipenuhi terlebih dahulu. Selain mendapat dana konsumtif, diusahakan
pmustahiq perlahan diberi bantuan dana produktif untuk dapat meningkatkan
taraf hidupnya. Di sinilah proses pemberdayaan dimulai, dengan terlebih
dahulu melakukan penyadaran
Dalam suatu area yang dibawahi masjid induk, perlu menetapkan sebuah
basis model pemberdayaan yang disesuaikan dengan kondisi sosiokultur
39
Ibid, hlm 147.

15

masyarakat sekitar. Misalnya, masjid yang ada di wilayah perkotaan, dapat


menggunakan model pemberdayaan seperti yang disampaikan oleh Azis
Muslim yang meliputi empat komponen, yaitu:40
1. Komponen input pemberdayaan, meliputi : lembaga keuangan berbasis
masjid, tata kelola masjid, sarana pemberdayaan dan kerjasama.
2. Komponen proses pemberdayaan, meliputi: membangun spiritualitas,
membangun kesadaran wirausaha, pemberian kapasitas, dan pemberian
daya.
3. Komponen output pemberdayaan, meliputi: penguatan karakter, penguatan
ekonomi, penguatan ikatan emosional dan penguatan kelembagaan.
4. Komponen outcome pemberdayaan, yaitu keberdayaan ekonomi jamaah.
Selain berperan dalam proses penguatan jejaring, masjid juga memiliki
peran langsung dalam proses pemberdayaan. Konkritnya, peran masjid dalam
memberdayakan masyarakat dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pengurus masjid dapat membentuk Baitul Maal tersendiri yang di
dalamnya berisi orang-orang yang dianggap mampu atau yang akan dilatih
dalam mengelola dana umat melalui bentuk pemberdayaan.
2. Pengurus masjid dan LAZ/BAZ bekerja sama dengan mitra strategis yang
dapat membantu dalam proses pemberdayaan yang meliputi penyadaran,
pengkapasitasan, dan pendayaan. Mitra ini bisa membantu kekurangan
sumber daya LAZ maupun masjid yang mungkin masih minim
pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat. Bentuk bantuannya dapat
bentuk pelatihan langsung kepada sasaran pemberdayaan, maupun kepada
personel LAZ maupun jamaah masjid yang ingin menjadi pendamping
dalam pemberdayaan.
3. Optimaslisasi sumber

daya

jamaah

masjid.

Kunci

keberhasilan

pemberdayaan adalah kualitas sumber daya manusia yang kompeten dalam


upaya memberdayakan masyarakat. Salah satu kekurangan yang selama ini
terasa selain kualitas, juga kuantitas sumber daya yang tergerak untuk mau

40
Azis Muslim, dkk., A Mosque-Based Economic Empowerment Model for Urban Poor
Community, International Journal of Social Science Research, Vol. 2, No. 2, 2014, hlm.
80-93.

16

membantu masyarakat sekitarnya.41 Jika manajemen jejaring masjid


berjalan baik, maka bisa di setiap masjid induk, ada beberapa orang yang
didik dan dilatih dalam proses pemberdayaan dan pendampingan
masyarakat sasaran. Dengan begitu, LAZ dapat melakukan efisiensi.
4. Menjadi evaluator atas program pemberdayaan yang telah dilakukan. Jika
terdapat kekurangan maka pengurus masjid dapat memberikan masukan
kepada BAZ/LAZ atau kepada masjid induk selaku koordinator wilayah.
Itulah beberapa peran yang dapat dilakukan masjid dalam pemberdayaan
ekonomi umat. Jika setiap wilayah di Indonesia dapat mengoptimalkan fungsi
masjid yang seperti itu, maka akan semakin nyata kontribusi masjid dalam
membantu mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat.
E. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Masjid memiliki peran dan fungsi yang sentral di dalam pembangunan
umat.
2. Pemberdayaan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat. Proses
pemberdayaan meliputi penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.
Dana zakat merupakan salah satu sumber dana yang potensial untuk
digunakan dalam pemberdayaan ekonomi umat.
3. Masjid memiliki berbagai peran dalam pemberdayaan ekonomi umat,
antara lain:
a. Membuat jejaring masjid yang bersinergi dengan BAZ/LAZ untuk
membuat sebuat sistem koordinasi, penghimpunan, pengelolaan, dan
distribusi dana zakat.
b. Memaksimalkan peran jamaah masjid untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang berkompeten dalam proses pemberdayaan.
F. REFERENSI
Adnan M. A. 2013., An Investigation of the Financial Management Practices
of the Mosques In The Special Region of Yogyakarta Province,

41
Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), hlm. 16.

17

Indonesia, (online), dalam www.jistecs.org diakses pada tanggal 12


Januari 2015.
Anoname,

dalam

https://prezi.com/omztodlpnnqj/pengertian-sinergi-adalahmembangun-dan-memastikan-hubungan/ diakses pada hari Rabu, 19 Juni


2015 pukul 16.00.

Ayub, Mohammad E. 1996. Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para


Pengurus, Yogyakarta: Gema Insani Press.
Aziz, Moh. Ali. 2005. Pendekatan Sosio-Kultural dalam Pemberdayaan
Masyarakat, dalam Suhartini, dkk (ed.), Model-model Pemberdayaan
Masyarakat. YogyakartaL Pustaka Pesantren.
Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id/ pada hari
Senin, 12 Januari 2015 pukul 20.50 WIB.
Basamalah, Yahya S. 1996. Persoalan Umat Islam Sekarang. Jakarta: Gema
Insani Press.
Dwiantika, Nina. 2015. Potensi Zakat di Indonesia Mencapai Rp 217
Triliun, dalam
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/29/
potensi-zakat-diindonesia-mencapai-rp-217-triliun diakses pada hari
Sabtu, 6 Juni 2015 pukul 11.30.
Hutomo, Mardi Yatmo. 2000. Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang
Ekonomi: Tinjauan Teoritik dan Implementasi, makalah disampaikan
pada
Seminar Sehari Pemberdayaan Masyarakat yang
diselenggarakan Bappenas, tanggal 6 Maret 2000 di Jakarta.
Kementerian Agama, Potensi Wakaf Tunai Mencapai Rp 20 Triliun, dalam
http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=85129 diakses pada hari
Sabtu, 6 Juni 2015 pukul 11.33 WIB.
Mufraini, M. Arif. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat:
Mengkomunikaskan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta:
Kencana.
Muslim, Azis., Karsidi, Ravik., dkk. 2014. A Mosque-Based Economic
Empowerment Model for Urban Poor Community, (online), dalam
http://ijssr.macrothink.org diakses pada tanggal 12 Januari 2015.
Mustofa, Budiman. 2007. Manajemen Masjid. Surakarta: Ziyad Visi Media.

18

Repubilka,
DMI
Bentuk
Tim
Survei
Masjid,
dalam
http://www.republika.co.id/berita/koran/khazanahkoran/14/10/01/ncrd
0i33-dmi-bentuk-tim-survei-masjid diakses pada hari Senin, 12
Januari 2015 pukul 21.10 WIB.
Sudewo, Eri. 2004. Manajemen Zakat. Jakarta: Institut Manajemen Zakat.
Suherman, Eman. 2012. Manajemen Masjid: Kiat Sukses Meningkatkan
Kualitas SDM Melalui Optimalisasi Kegiatan Umat Berbasis
Pendidikan Berkualitas Unggul. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Supardi, Amiruddin, Teuku. 2001. Konsep Manajemen Masjid: Optimalisasi
Peran Masjid. Yogyakarta: UII Press.
The

Registrar General & Census Commissioner India, dalam


http://censusindia.gov.in/ Census_And_You/religion.aspx daiksespada
hari Selasa, 5 Mei 2015 pukul 13.20.

Widodo, Hertanto., Kustiawan, Teten Kustiawan. 2001. Akuntansi dan


Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelolaan Zakat. Jakarta:
Institut Manajemen Zakat.

Anda mungkin juga menyukai