Oleh:
Rizqi Anfanni Fahmi (14913021)
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER STUDI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia dengan jumlah penduduk
207.176.162 jiwa pada tahun 2010 atau sebesar 87,18% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa.1 Di dunia, Indonesia merupakan
negara dengan populasi muslim terbesar di atas India dengan penduduk
muslim berjumlah 138,188,240 jiwa.2 Besarnya populasi muslim di Indonesia
tentu berbarengan pula dengan besarnya jumlah masjid. Menurut data
Kementerian Agama tahun 2013, jumlah masjid di Indonesia adalah 731.096
bangunan, meningkat dari tahun 2012 yang berjumlah 720.292 bangunan.3
Masjid bukan hanya sarana untuk beribadah, tetapi juga merupakan pusat
peradaban dan kegiatan umat. Benar adanya, jika masjid merupakan pusat
pengembangan umat di masa Rasulullah SAW. Nyaris di hampir seluruh
bidang strategis: ekonomi, sosial politik, budaya, dan pendidikan semuanya
tergarap dengan baik. Bahkan, ketika awal-awal hijrah ke Madinah, masjidlah
yang pertama-tama beliau berdirikan.4
Pembangunan masjid pertama sangat sederhana baik konstruksi maupun
bahannya. Bentuknya sampai sekarang masih terlihat walaupun bahannya
diganti dengan yang lebih bagus. Rasulullah Saw memberikan contoh kepada
1 Badan Pusat Statistik (BPS), dikutip dari http://www.bps.go.id/ pada hari Senin, 12
Januari 2015 pukul 20.50 WIB.
kita bahwa setiap membangun dengan bahan bangunan yang mudah diperoleh
di sekitar itu. Karena penekanannya bukan pada bentuk bangunan fisiknya,
melainkan agar dapat segera berfungsi sebagai sentral pembangunan dan
pembinaan umat di sekitarnya.5 Inilah tujuan masjid sebenarnya, yakni
bagaimana
masjid
dapat
berfungsi
maksimal
untuk
meningkatkan
6 Nina Dwiantika, Potensi Zakat di Indonesia Mencapai Rp 217 Triliun, dikutip dari
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/29/potensi-zakat-di-indonesia-mencapai-rp217-triliun pada hari Sabtu, 6 Juni 2015 pukul 11.30.
wakaf sendiri tidak kalah besar, yakni bisa mencapai Rp 20 triliun pertahun. 7
Untuk infaq sendiri, sebagai contoh di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
dana infaq masjid yang menganggur (Idle fund) diperkirakan berjumlah US$
30 juta atau sekitar Rp 300 Milyar saat penelitian itu dilakukan.8
Dari data tersebut nampak bahwa potensi dana filantropi di Indonesia
sangat tinggi. Di sisi lain, jumlah masjid di Indonesia juga banyak namun
belum teroptimalkan. Untuk itulah, penulis ingin memaparkan bagaimana
peran masjid dapat dioptimalkan agar dana tersebut dapat maksimal dihimpun
dan diproduktifkan melalui pemberdayaan ekonomi umat.
B. PERAN DAN FUNGSI MASJID
Dari segi bahasa, kata tersebut diambil dari akar kata sajada-sujudan,
yang
berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. 9 Untuk
menunjukkan suatu tempat, kata sajada diubah menjadi masjidun (Isim
Makan) artinya tempat sujud menyembah Allah SWT. Secara teminologis,
masjid mengandung makna sebagai pusat dari segala kebajikan kepada Allah
SWT. Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan, yaitu kebajikan yang
dikemas dalam bentuk ibadah khusus, yaitu shalat fardhu, dan kebajikan yang
dikemas dalam bentuk amaliyah sehari-hari untuk berkomunikasi dan
bersilaturahmi dengan sesama jamaah.10
Kata masjid terulang sebanyak 28 kali dalam Al-Quran. Dalam ilmu
tafsir, kata-kata atau kalimat yang diulang-ulang dalam Al-Quran
7 Kementerian Agama, Potensi Wakaf Tunai Mencapai Rp 20 Triliun, dikutip dari
http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=85129 pada hari Sabtu, 6 Juni 2015 pukul
11.33 WIB.
5)
6)
7)
8)
c. Sedekah
Sedekah mempunyai arti yang lebih lus dibanding infaq, tidak hanya
berasal dari harta, tetapi berbagai kebaikan yang dilakukan seseorang juga
bisa dikatakan sedekah.21
d. Wakaf
Wakaf berarti menghalangi atau menahan tasarruf
(berbuat) terhdap
EKONOMI
UMAT
SEBAGAI
SOLUSI
PENGENTASAN KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya. Ada yang disebut kemiskinan absolut, yakni
jika pendapatan atau pengeluarannya berada di bawah atau tepat berada di
bawah garis kemiskinan tertentu yang telah ditetapkan pemerintah. Ada pula
yang disebut kemiskinan relatif, yakni jika pengeluaran atau pendapatannya
lebih rendah dengan pendapatan atau pengeluaran kelompok lain. 23
Menurut Yusuf Qardhawi, Islam memiliki dua jalur dalam mengatasi
kemiskinan, yaitu mendorong orang miskin untuk bekerja keras, dan
mendorong orang kaya untuk membantu orang-orang miskin. 24 Salah satu cara
agar membuat orang miskin terdorong untuk bekerja adalah dengan
melakukan pemberdayaan. Sedangkan orang kaya dapat membantu orang
21
Ibid.
22
Ibid.
23
Muhammad Soekarni, Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dalam Islam, dalam
Jusmaliani dan Soekarni (ed.) Kebijakan Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2005), hlm 124-125.
24
Ibid.
25
Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pemberdayaan,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007), hlm. 1-6.
Keberdayaan
masyarakat
adlaah
unsur-unsru
yang
peningkatan
pengetahuan,
keterampilan,
pemberian
berbagai
kemudahan serta peluang untuk mencapai akses sitem sumber daya dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.29 Pemberdayaan menitkberatkan
pada peran dan partisipasi masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan hingga
pemeliharaan.30
26
Ibid., hlm. 177-178.
27
Ibid, hlm. 74-75.
28
Ibid, hlm. 76.
29
Ibid, hlm. 117.
10
1)
2)
3)
4)
30
Moh. Ali Aziz, Pendekatan Sosio-Kultural dalam Pemberdayaan Masyarakat, dalam
Suhartini, dkk (ed.), Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (YogyakartaL Pustaka
Pesantren, 2005), hlm.134.
31
Ibid., hlm 124.
32
Yahya S. Basamalah, Persoalan Umat Islam Sekarang, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hlm. 13.
33
Eman Suherman, Manajemen, hlm. 72.
11
kelembagaan lokal; (4) penguatan dan pembangunan kemitraan usaha; dan (5)
fasilitasi dari pendamping eksitu.34
Pemberdayaan ekonomi umat berarti mendayagunakan segala potensi yang
dimiliki oleh umat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat sehingga
tercapai tujuan hidup yang sejahtera di dunia dan di akhirat. Pemberdayaan
umat dalam bidang ekonomi sangat potensial dilakukan oleh masjid-masjid
karena dana masjid yang rata-rata surplus per bulannya. Masjid tidak boleh
hanya sekadar menjadi simbol ritual umat Islam, namun lebih dari itu, masjid
dapat dijadikan salah satu komponen penting dalam pemberdayaan
masyarakat, salah satunya di bidang ekonomi. Ketika umat sejahtera berarti
mereka telah keluar dari kemiskinan secara bertahap.
D. PERAN JEJARING MASJID DALAM PEMBERDAYAAN UMAT
Masjid merupakan institusi yang paling dekat dengan masyarakat grass
root. Jika ini bisa dioptimalkan maka seharusnya penghimpunan dana zakat,
wakaf, dan infaq bisa lebih banyak lagi terkumpul. Pola jejaring antar masjid
yang kuat serta bersinergi dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada, akan
menghasilkan sebuah alur penghimpunan, distribusi, dan pemanfaatan dana
zakat. Masjid selaku sebuah lembaga, memiliki beberapa peran yang dapat
dilakukan, antara lain:
1. Membuat database jamaah yang dapat memetakan tingkat kesejahteraan
dan kemiskinan jamaah. Dari database ini dapat dijadikan acuan yang
valid bagi LAZ untuk kepentingan pengembangan sistem informasi
pengumpulan dan penyaluran dana zakat.
2. Mengedukasi jamaah terkait pentingnya zakat dmelalui berbagai kegiatan.
Yang paling tradisional adalah melalui pengajian-pengajian yang sering
dilakukan. Bisa juga dengan kegiatan variatif lain. Dengan kata lain,
masjid dapat menjadi corong atau pengeras suara untuk sosialisasi
permasalahan zakat maupun wakaf.
34
Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi: Tinjauan
Teoritik dan Implementasi, makalah disampaikan pada Seminar Sehari Pemberdayaan
Masyarakat yang diselenggarakan Bappenas, tanggal 6 Maret 2000 di Jakarta, hlm. 7.
12
3. Melakukan
pengumpulan
dana
melalui
berbagai
kegiatan
untuk
13
B
M
A
Z
S
/
J
IL
A
D
Z
I
N
D
U
K
Dalam berpikir jaraingan sangat penting untuk memperhatikan kajian
sistem informasi yang berkaitan dengan transfer knowledge dalam sebuah
jaringan
organisasi.
Efektivitas
keja
BAZ/LAZ
dapat
dikendalikan
38
M. Arif Mufraini, Akuntansi, hlm. 139.
14
tersebut. Bila dana yang terkumpul masih suplus barulah dialihkan kepada
daerah yang lain, baik kecamatan, kota/kabupaten, maupun provinsi yang lain.
Setelah sistem penghimpunan dan distribusi sudah terancang baik, maka
selanjutnya kita akan berbicara bagaimana pemberdayaan dilakukan. Masjidmasjid yang telah terkoordinasi melalui sistem jejaring masjid. Artinya,
pelaksana lapangan harus ditentukan terlebih dahulu. Siapa menangani apa
dan siapa menangani apa harus jelas. Baru kemudia pendistribusian dana
dilakukan.
Dana zakat yang terkumpul dapat didistribusikan dalam empat bentuk,
yaitu:39
1. Distrubusi bersifat konsumtif tradisional, yakni dana zakat dimanfaatkan
secara langsung.
2. Distribusi bersifat konsumtif kreatif, yakni dana zakat diwujudkan
dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti beasiswa.
3. Distribusi produktif tradisional, yaitu zakat diberikan dalam bentuk
barang produktif, seperti kambing, sapi, dan peralatan modal usaha
lainnya.
4. Distribusi produktif kreatif, zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan
baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang
pengusaha kecil.
Pemberdayaan merupakan bagian dari bentuk dana produktif. Dana zakat
yang terkumpul kemudian dibagikan kepada mustahiq dalam bentuk bantuan
modal. Namun, pemberdayaan harus dilakukan secara bertahap. Jika mustahiq
masih membutuhkan dana langsung untuk kebutuhan pokok, maka itu harus
dipenuhi terlebih dahulu. Selain mendapat dana konsumtif, diusahakan
pmustahiq perlahan diberi bantuan dana produktif untuk dapat meningkatkan
taraf hidupnya. Di sinilah proses pemberdayaan dimulai, dengan terlebih
dahulu melakukan penyadaran
Dalam suatu area yang dibawahi masjid induk, perlu menetapkan sebuah
basis model pemberdayaan yang disesuaikan dengan kondisi sosiokultur
39
Ibid, hlm 147.
15
daya
jamaah
masjid.
Kunci
keberhasilan
40
Azis Muslim, dkk., A Mosque-Based Economic Empowerment Model for Urban Poor
Community, International Journal of Social Science Research, Vol. 2, No. 2, 2014, hlm.
80-93.
16
41
Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), hlm. 16.
17
dalam
18
Repubilka,
DMI
Bentuk
Tim
Survei
Masjid,
dalam
http://www.republika.co.id/berita/koran/khazanahkoran/14/10/01/ncrd
0i33-dmi-bentuk-tim-survei-masjid diakses pada hari Senin, 12
Januari 2015 pukul 21.10 WIB.
Sudewo, Eri. 2004. Manajemen Zakat. Jakarta: Institut Manajemen Zakat.
Suherman, Eman. 2012. Manajemen Masjid: Kiat Sukses Meningkatkan
Kualitas SDM Melalui Optimalisasi Kegiatan Umat Berbasis
Pendidikan Berkualitas Unggul. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Supardi, Amiruddin, Teuku. 2001. Konsep Manajemen Masjid: Optimalisasi
Peran Masjid. Yogyakarta: UII Press.
The