Anda di halaman 1dari 3

Nama : Jeany Oktavia Kusuma Wati

NPM : 2191000510360
Kelas : F PJKR 2019
1. Agama Menjamin Kebahagiaan serta penerapannya dalam kehidupan modern
Di antara kebahagiaan duniawi adalah memiliki keluarga, anak- anak yang saleh, dan
istri yang salihah pula. Istri yang salihah bagaikan kebun yang dapat mengikat
pemiliknya, yaitu suami untuk tidak terjerumus pada hal - hal yang diharamkan Allah azza
wajalla Nabi Muhammad menyatakan, “Sebaik-baik penolong untuk keutuhan beragama
adalah istri yang salihah.” Menyangkut keutamaan anak, Nabi Muhammad saw. bersabda,
“Jika anak Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara;
sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.”
(HR Thabrani).
Kemuliaan keluarga atau kemuliaan leluhur, boleh jadi, menjadi tidak baik bagi kita
sebab „harga‟ seseorang itu tergantung pada dirinya sendiri. Manusia adalah anak
kebaikannya. Nilai setiap orang adalah tergantung kepada banyak / sedikit kebaikannya kepada
orang lain. Jika leluhur mulia, tetapi orang yang bersangkutan tidak baik, maka ia tetap
dalam kondisi hina.
Namun, jika keduanya berhimpun -leluhur mulia dan orang itu mulia-, maka tidak
ada seo rang pun yang mengingkari keutaman orang itu. Kemuliaan leluhur itu penting.
Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Fitrah itu sesuatu yang melekat dalam
diri manusia dan telah menjadi karakter (tabiat) manusia. Kata “fitrah” secara kebahasaan
memang asal maknanya adalah suci'. Yang dimaksud suci adalah suci dari dosa dan suci
secara genetis. Meminjam term Prof. Udin Winataputra, fitrah adalah lahir dengan membawa
iman. Berbeda dengan konsep teologi Islam, teologi tertentu berpendapat sebaliknya yaitu
bahwa setiap manusia lahir telah membawa dosa yakni dosa warisan. Di dunia, menurut
teologi ini, manusia dibebani tugas yaitu harus membebaskan diri dari dosa itu. Adapun
dalam teologi Islam, seperti telah dijelaskan, bahwa setiap manusia lahir dalam kesucian
yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama Islam. Tugas manusia adalah
berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada
Allah.
Dengan adanya keseimbangan hubungan, secara horizontal dengan sesama manusia,
dan secara vertikal dengan Pencipta maka manusia akan mendapatkan keba hagiaan.
Kebahagiaan diperoleh manakala manusia diterima, dan dihargai oleh lingkungannya
dan secara vertikal bisa mendekatkan diri kepada Tuhannya secara baik dan benar. Mendekatkan
diri kepada Allah untuk menggapai mardatillah itulah tujuan hidup manusia sebagai makhluk
sosial. Karena manusia berusaha mendekatkan diri kepada Allah, maka disebutlah manusia
sebagai „ abdullāh. Karena manusia berusaha menjalin hubungan secara produktif dengan
sesama manusia dan lingkungannya, dengan cara membangun peradaban yang
memajukan martabat manusia, maka disebutlah manusia sebagai khalīfatullāh. Dengan
memposisikan diri sebagai abdullāh dan khalīfatullāh secara integral dan seimbang, maka
manusia meraih dan me ndapatkan kebahagiaan lahir dan batin, rohani dan jasmani.
Tujuan hidup manusia adalah sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Dengan kata
lain, dapat disebutkan bahag ia di dunia dan bahagia di akhirat. Kebahagiaan yang diimpikan
adalah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Untuk menggapai kebahagiaan termaksud
mustahil tanpa landasan agama. Agama dimaksud adalah agama tauḫīdullāh. Mengapa
kebahagiaan tidak mungkin digapai tanpa tauḫīdullāh? Sebab kebahagiaan hakiki itu milik
Allah, kita tak dapat meraihnya kalau tidak diberikan Allah. Untuk meraih kebahagiaan itu, maka
ikutilah cara-cara yang telah ditetapkan Allah dalam agamanya. Jalan mencapai kebahagiaan
selain yang telah digariskan Allah adalah kesesatan dan penyimpangan. Jalan sesat itu tidak
dapat mengantar Anda ke tujuan akhir yaitu kebahagiaan. Mengapa jalan selain yang telah
ditetapkan Allah sebagai jalan sesat? Karena di dalamnya ada unsur syirik dan syirik adalah
landasan teologis yang sangat keliru dan tidak diampuni. Jika landasannya salah, maka bangunan
yang ada di atasnya juga salah dan tidak mempunyai kekuatan alias rapuh. Oleh karena itu,
hindarilah kemusyrikan supaya pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat! Landasan itu akan
kokoh dan kuat kalau berdiri dia atas tauḫīdullāh.

2. Membumikan nilai-nilai agama di Indonesia dan strategi membumikan nilai-nilai agama yang
humanis
Dengan cara kembali melakukan aktualisasi nilai - nilai pancasila di berbagai aspek
moral bangsa Indonesia sehingga dapat kembali menuju jati dirinya, nilai pancasila
tersebut akan terimplementasi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik bangsa.
Perlu diketahui kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata - mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis saja, tetapi lebih oleh pengetahuan mengelola diri dan orang lain, hal ini
membuktikan bahwa kesuksesan seseoarang lebih ditentukan oleh kemampuan manage self
daripada kemampuan knowledge.
Dengan demikian, sebagai karakter bangsa Indonesia aktualisasi nilai - nilai
pancasila merupakan sebuah konsekuensi logis guna semakin terciptanya sumber daya
manusia yang cerdas holistik sebagaimana tertera dalam tujuan pendidikan nasional dalam UU
No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Membumikan nilai-nilai pancasila merupakan aspek yang penting untuk
menangkal radikalisme dan membangunkarakter generasi bangsa, dinamika dalam
mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan pada
fungsinya memberikan acuan dasar bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan
masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara supaya loyalitas warga
masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi sehingga apatisme,
resistensi terhadap pancasila bisa diminimalisir dan persatuan indonesia tetap
terjaga. untuk mensukseskan itu perlu upaya sosialisasi dari berbagai
lingkungan pendidikan, baik itu di keluarga sebagai pendidikan informal, sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal, maupun dalam masyarakat sebagai lembaga
pendidikan non formal. Di semua lingkungan pendidikan tersebut harus dibumikan
dengan nilai-nilai Pancasila serta perlunya upaya perubahan dan pembaharuan
dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila sehingga akseptabilitas dan kredibilitas
pancasila dapat terjaga dalam meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab
terhadap masa depan generasi bangsa yang berkualitas, cerdas dan berkarakter.
Penguatan paradigma sosial humanis dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam
dengan pendekatan kultural artinya pendidikan yang dilakukan tanpa label Islam, tetapi
menekankan pengalaman nilai-nilai universal yang menjadi kebutuhan manusia yang berlaku di
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan tradisi masyarakat yang
sudah berkembang di dalamnya nilai-nilai universal yang sesuai dengan ajaran Islam dan
membudayakan nilai-nilai universal, kemanusiaan, dan keutuhan dalam institusi-institusi Islam.
Dengan pendekatan kultural di lingkungan institusi Islam akan tumbuh berkembang nilai-
nilai yang dimaksud di atas, maka otomatis akan menjadi wahana pendidikan nilai dan moral,
tidak hanya bagi generasi muda Islam tetapi juga bagi masyarakat (Achmadi, 2005: 1993).
Dengan demikian, berangkat dari pendekatan seperti itulah proses pembelajaran
pendidikan Agama Islam yang benar-benar memanusiakan manusia akan terwujud.
Sehingga segala bentuk proses transmisi ilmu pengetahuan, tradisi, watak, atau kebudayaan
dalam pengertian mentalitas manusia oleh satu generasi ke generasi juga akan terwujud, karena
proses transfer of knowledge ini tidak dibatasi dalam satu lembaga, tetapi terjadi di mana-mana
dengan asumsi bahwa kebesaran dunia Islam di masa lampau bukan ditentukan oleh lembaga,
melainkan oleh individu-individu yang mengesankan dalam berbagai disiplin ilmu. Secara umum
mereka adalah produk zamannya dan berada di luar pagar institusi pendidikan formal.
Upaya untuk membumikan nilai-nilai pendidikan sosial-humasis yang dapat digali dengan
melakukan interaksi yang mengacu pada nilai-nilai sosial humanis sepertis sikap tolong
menolong, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, solidaritas sosial,
persaudaraan. Relevansinya dalam pendidikan sosial adalah adanya usaha kemanusiaan untuk
memilki sikap empati, saling menjaga, melindungi, sehingga memiliki rasa tenggang rasa
dan kepedulian, toleransi dan solidaritas sosial yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai