Anda di halaman 1dari 62

PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN THYPUS


ABDOMINALIS
DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran
pengcernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985).
Thypus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke
mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah.
(Markum, 1991)

B. ETIOLOGI
Disebabkan oleh salmonella thiposa, basil gram -, bergerak dengan rambut getar, otot tak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 antigen, yaitu antigen O (somatic terdoro
dari zat kompleks lipopolosakarida), antigen H (flagella), dan antigen VI. Dalam serum
pasien terdapat zat anti (aglutimin) terdapat ke tiga macam antigen. (FKUI, 1985).

C. PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella masuk ke dalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman,
sebagian besar akan mati oleh asam lambung HCl dan sebagian akan lolos (hidup)
kemudian kuman masuk ke dalam usus (plag peyer) dan mengeluarkan endotoxin
sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan peradangan setempat.
Kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama
pada organ hati dan limfa. Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosit dan sebagian
yang tidak difagosit akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga
akan menyebar ke organ lain, terutama usus halus, sehingga menyebabkan peradangan
yang mengakibatkan melabsorbsi nutrient dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi
diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang menyebabkan demam
remitten leleh. Selain itu endotown yang masuk ke pembuluh darah kapiler menyebabkan
roseola pada kulit dan lidar hiperemi. Pada hati dan limfa akan terjadi
hepatosplenomegali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal
(perdarahan usus, perforasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pneumonia, meningitis,
kolesistitis, neuropsikiatrik)

D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan :
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi :
a. Pantau suhu klien
R/ suhu 38º C sampai 40º C menunjukkan proses penyakit infeksi akut
b. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
c. Berikan kompres mandi hangat
R/ dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian anti septic
R/ untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrient
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
a. Dorong tirah baring
R/ menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
R/ menenangkan peristaltic dan meningkatkan energy untuk makan
c. Berikan kebersihan oral
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik. Lingkungan menyenangkan
R/ lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk
makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ nutrisi yang adekuat akan membantu proses penyembuhan
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
R/ program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan
nutrisi penting
3. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan-kehilangan
sekunder terhadap diare
Tujuan :
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan criteria membrane mukosa lembab,
tanda vital baik, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, keseimbangan masukan dan
keluaran urin normal
Intervensi :
a. Awasi pemasukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
R/ memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan control penyakit usus
juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan menbran mukosa, turgoe kulit dan
pengisian kapiler
R/ menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
R/ demam menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
R/ mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan :
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ menyediakan energy yang digunakan untukpenyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan yang baik
R/ meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat
d. Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti nonton TV, dengar radio, dll
R/ meningkatkan relaksasi dan menghemat energy
E. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J., 2001, Diagnosa Keperawatan, ed 8, EGC, Jakarta
Ganong Voilliam F., 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Hadi Suyono, 1995, Gastroenterologi, ed 6, PT. Alumni, Bandung
Nur, Syaifullah, et.al, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed 3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Kim Mi Ja, Mc. Fairland Gerhaude K, Mc. Lane Audrey M., 1995, Diagnosa
Keperawatan, ed 5, EGC, Jakarta
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Gastritis adalah suatu peradangan pada dinding gester terutama pada lapisan mukosa
gester. (Sujono Hadi, 1999 : 181).

B. ETIOLOGI
1. Stress
2. Zat kimia
a. Alcohol
b. Obat, terutama golongan NSAID misalnya aspirin
3. Makanan yang merangsang, panas pedas, asam
4. Helicobacter pylori (pada gastritis kronis)

C. PATOFISIOLOGI
1. Gastritis akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh stress, zat kimia obat-obatan dan alcohol,
makanan yang panas, pedas, maupun asam. Pada orang yang mengalami stress akan
terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus) yang akan meningkatkan
produksi asam klorida (HCl) di dalam lambungan. Adanya HCl yang berada didalam
lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makanan yang merangsang akan menyebabkan zat epitel kolumner yang berfungsi
untuk mucus, mengurangi produksinya, sedangkan mucus itu fungsinya untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung
karena penurunan sekresi mucus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa
gester. Lapisan muksa gester terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah
fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gester akan menyebabkan
produksi HCl meningkat. Peningkatan HCl ini disamping dapat menyebabkan mual,
muntah dan anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan
oleh karena kontak HCl dengan mukosa. Respon mukosa lambung akibat penurunan
sekresi mucus dapat berupa eksfalasi (pengelupasan). Eksfalasi sel mukosa gester
akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi
memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup
penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
2. Gastritis kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negative. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon
radang kronis pada gaster yaitu destruksi kelnjar dan metaplasia. Metaplasia adalah
salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel
mukosa gaster misalnya dengan sel squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa
lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan,
lambung melakukan gerakan peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak elastic
maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia
ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh
darah ini akan menimbulkan perdarahan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa gester
Intervensi :
a. Kaji lokasi lama dan intensitas nyeri
R/ membandingkan dengan gejala nyeri sebelumnya dan menentukan
pengambilan tindakan keperawatan
b. Ajarkan teknik distraksi
R/ mengalihkan perhatian klien untuk mengurangi nyeri
c. Berikan analgetik terutama golongan narkotik
R/ mengurangi rasa nyeri dan mengurangi aktivitas peristaltik
d. Kaji keefektifan analgetika
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan
Intervensi :
a. Beri makanan sedikit tetapi sering, misalnya biscuit
R/ makanan mempunyai efek penetralisir asam HCl
b. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yang merangsang
R/ makanan yang merangsang akan meningkatkan produksi HCl
c. Ukur berat badan secara teratur
R/ mengetahui jumlah peningkatan/penurunan berat badan secara tepat
d. Kolaborasi dokter untuk pemberian vit B komplek dan B12
R/ meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan absorbs nitrisi
3. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
sekunder
Intervensi :
a. Catat banyaknya perdarahan
R/ dapat dijadikan pedoman untuk mengganti jumlah darah yang keluar
b. Monitor tanda vital (tensi dan nadi)
R/ mengetahui keadekuatan sirkulasi, tensi dan nadi dapat digunakan untuk
perkiraan kasar kehilangan darah
c. Kaji perubahan tingkat kesadaran
R/ perubahan tingkat kesadaran menunjukkan suplai darah ke otak kurang
d. Kolaborasi dokter untuk pemberian cairan intravena
R/ mangganti kehilangan cairan dan memperbaiki kehilangan cairan

E. DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, Moorhouse, Mary France dan Gellsler, Alice C, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan, edisi 3, Penerbit EGC, Jakarta
Hadi Sujono, 1999, Gastroenterologi, Penerbit Alumni, Jakartaa
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta
Underwood, J.C.E, 1996, Patologi Umun dan Sistemik, edisi 2, EGC, Jakarta
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ASMA


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Asma merupakan suatu penyakit dengan karakteristik meningkatkan reaksi trakea
bronchus terhadap rangsang yang manifestasinya berupa kesukaran, karena penyempitan
luas saluran nafas bagian bawah.

B. ETIOLOGI
Penyebab asma masih belum jelas, diduga yang memegang peranan utama reaksi
berlebihan dari trakea dan bronchus (hiperaktivitas bronchus). Menurut Edidjono (1985),
etiologi asma dibedakan antara faktor dasar dan faktor pencetus serangan yaitu :
1. Faktor Dasar
Yaitu faktor yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya asma antara lain :
a. Faktor genetik
b. Hiperaktivitas bronchus
c. Alergi
2. Faktor Pencetus
Yaitu faktor yang dapat timbulkan serangan asma akut antara lain :
a. Allergen : sering berhubungan dengan isi dari debu rumah misal terigu, serpih
atau bulu binatang, jamur, juga karena makanan. Sensitasi tergantung pada lama
dan intensitas hubungan dengan bahan alergik
b. Infeksi : virus seperti respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluensa.
Bakteri seperti streptococcus beta hemiliticus, jamur : askaris
c. Iritan : hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu, bau tajam dari cat
d. Cuaca : dingin dan lembab, atau perubahan tekanan udara, angin dan kelembaban
dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma
e. Kegiatan jasmani : berlari dan naik sepeda
f. Infeksi saluran nafas bagian atas : sinusitis akut dan kronik, rhinitis
g. Refluks gastroesofagus : latasi trahkeobronchial karena isi lambung dapat
memberatkan asma
h. Polusi udara : hidrokarbon, salisilat
i. Obat-obatan : propanolol, isoproterenol, dll
j. Psikis : rasa takut, khawatir

C. PATOGENESIS
Sampai saat ini pathogenesis asma belum diketahui secara pasti, berdasarkan
kesepakatan para ahli pathogenesis asma berdasarkan atas gangguan saraf otonom dan
system imun
1. Gangguan saraf otonom meliputi :
a. Saraf parasimpatik (hiperaktivitas saraf kolinergik)
b. Saraf simpatis (blockade receptor adregenik beta)
c. Hiperaktivitas adregenik alfa dan kolinergik menyebabkan bronchokontriksi
2. Gangguan system imun :
Kelainan imun dimulai dari masuknya allergen ke dalam saluran nafas. Allergen
tersebut merangsang system imun dari tubuh membentuk antibody jenis lg E yang
menempel pada permukaan sel mast sepanjang saluran nafas. Ikatan antara allergen
yang masuk lagi ke dalam tubuh dengan lg E pada permukaan sel mast akan
menimbulkan reaksi dan menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti : eosinofil,
chemotactic faktor anafilafis (ECFA), histamine, prostaglandin, dll. Mediator-
mediator kimia menyebabkan bronchokonstriksi, edema, hiperresaksi kelenjar-
kelenjar sub mukosa dan infiltrasi sel-sel radang di saluran nafas

D. GAMBARAN KLINIS
1. Bronchospasme dan penyempitan jalan nafas menyebabkan wheezing rasa dada
tertekan, sesak nafas, batuk. Terutama terjadi pada malam hari.
2. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
3. Produksi sputum berlebihan
4. Cemas.
5. Sianosis.
6. Frekuensi nadi meningkat.
7. Diaphoresis biasanya terjadi karena pemakaian tenaga.
8. Kelelahan terjadi setelah suatu serangan.

PENGGOLONGAN DERAJAT ASMA


Parameter klinis Asma episedik Asma episodic Asma resisten
kebutuhan obat dan jarang sering ( asma berat )
faal paru ( asma ringan ) (asma sedang )
Frekuensi serangan < 1 x / bulan >1 x / bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang
tahun ada remisi
Intensitas serangan Ringan Lebih berat Berat
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik Tanpa gejala Mungkin terganggu Tidak pernah
diluar serangan normal
Obat pengendali Tidak perlu Perlu nonsteroid Perlu steroid
( anti inflamasi )

Faal paru diluar PEE/PEVI>80% PEF/FEVI 60% PEF/FEVI<60%


serangan Variabilitas 20-30%

Faal paru pada saat Variabilita >15% Variabilitas >30% Variabilitas > 50%
ada gejala/serangan

E. PENGELOLAAN
Pengelolaan asma ditujukan pada bermacam – macam aspek antara lain :
1. Kausa yaitu usahakan menghindari kontak dengan factor pencetus dengan cara antara
lain :
 Membersihkan / mencuci peralatan rumah.
 Hindari asap ( rokok, pabrik )
 Binatang piaraan jangan masuk rumah.
 Anggota keluarga yang sering menderita flu tidak boleh mendekati pasien yang
sedang asma atau kalau dekat lebih – lebih pada saat bicara, batuk atau bersing
perlu menutup mulut dan hidungnya.
 Hindari perubahan cuaca dan udara yang mendadak, terutama perubahan kearah
angin.
 Hindari stress.
2. Penggunaan obat.
a. Saat terjadi serangan asma misalnya :
 Bronchodilator ( adrenalin, efedrin, terbutaline, dll )
 Kortikosteroid ( predneson, hidrocortison, dll )
 Mukolitik ( OBP, bisolvon, banyak minum, dll )
b. Obat pencegah asma
 Bronchodilator.
 Kortikosteroid
 DSCG
 Mukolitik.
3. Imunoterapi yaitu dengan desensitasi bahan-bahan yang menyebabkan timbulnya
serangan asma seperti jamur, debu, tepung sari dll.
4. Fisioterapi dianjurkan latihan nafas yang sesuai yang berfungsi mencegah
perkembangan asma dengan melakukan latihan pada tanda pertama dari suatu
serangan yang mengancam.
5. Psikoterapi.
6. Pendidikan pada pasien dan keluarga tujuanpendidikan pada keluarga itu untuk
mencegah apa itu asma, bagaimana prognosisnya, dengan demikian keluarga dapat
berperan serta dalam penanggulangannya.

F. DATA PENUNJANG
 Uji faal paru
 Analisa darah dapat menggambarkan derajat serangan asma.
 Uji provokasi bronchus untuk mengetahui hiperaktifitas bronchus.
 Spironometri untuk mengetahui obstruksi jalan reversible.
 Pemeriksaan radiologi ( Ro thoraks ).
 Pemeriksaan eosinofil dalam darah, secret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma.
 Pemeriksaan sputum.
 Pemeriksaan kadar lg E total dan lg E spesifik dalam serum untuk memperkuat
diagnosis dan menentukan pengeloaannya.
 Uji allergi kulit bersama untuk menunjukan allergen potensial sebagai pencetus.
 Apakah suka olah raga.
 Apakah pasien terasa porsure dengan zat-zat kimia, bau-bauan, debu dll.

Pengkajian fisik : TTV


 Tensi : kecemderungan.
 Nadi : tachikardi.
 Suhu : kecenderungan.
 RR : tachypneu.
Pernafasan :
 Kualitas pernafasan : tachypneu.
 Menggunakan obat pernafasan tambahan.
 Bunyi nafas : wheezing / fremitus vocal menurun dan berdesis, ronchi.
 Batuk.
 Sputum kental.
Sirkulasi
 Denyut jantung : tachikardi.
 Sianosis
Keadaan nutrisi
 Bagaimana pola makan.
 Adakah makanan yang dipantang.
 Bagaimana nafsu makan.
 Adakah allergi terhadap makanan.
Data penunjang
 Uji faal paru.
 Analisa gas darah.
 Uji produksi bronchus.
 Spironometri.
 Pemeriksaan eosinofil dalam darah, dahak dll.
 Pemeriksaan sputum.
 Pemeriksaan kadar lg E.
 Uji allergi kulit.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamese.
 Biodata pasien.
 Keluhan utama : sesak nafas.
 Riwayat penyakit sekarang :
- Tanyakan mengapa terjadi sesak
- Apakah kemungkinan disebabkan oleh allrgi, infeksi saluran nafas,
aktifitas jasmani, stress dll.
- Apakah yang biasanya menimbulkan serangan.
- Apakah sesak nafas membaik pada keadaan tertentu.
- Obat apakah yang dipakai pada saat serangan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
 Apakah pernah sakit seperti ini.
 Adakah riwayat allergi.
 Apakah sudah memperoleh imunisasi.
c. Keadaan kesehatan keluarga.
 Bagaimana keadaan kesehatan orang tua, saudara kandung, atau keluarga lain.
 Apakah ada anggota keluarga yang sakit : asma, allergi.
 Adakah anggota keluarga yang merokok.
d. Data psikososial
 Stress, bagaimana keadaan emosi.
 Kondisi normal.
 Binatang piaraan.
 Hobby.
 Hubungang dengan keluarga , saudara, atau orang lain.
e. Aktifitas sehari-hari.
 Apakah suka bermain.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria :
 Suara nafas bersih (tidak ada wheezing, ronchi dan krekels)
 Pasien dapat batuk efektif dan sputum dapat dikeluarkan
 Pasien tidak mengeluh sesak nafas
 RR : 16-24 X/menit
Intervensi :
 Auskultasi suara nafas
 Catat adanya wheezing, ronchi, crackles
b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplay oksigen (obstruksi jalan nafas akibat
sekresi, bronkhopsasme, udara yang tertahan dalam paru)
 Kaji observasi adanya dispneu, kelelahan, gelisah, cemas, kesulitan bernafas dan
penggunaan otot bantu pernafasan
 Bantu pasien mengatur posisi nyaman seperti posisis fowler
 Kurangi polusi lingkungan seperti debu, asap rokok, dll
 Dorong pasien untuk melatih pernafasan perut atau pernafasan mulut
 Observasi karakteristik batuk atau adanya sputum
 Berikan intake cairan 2000-3000 cc per hari selama tidak ada kontraindikasi
Tujuan : gangguan pertukaran gas dapat diatasi
Kriteria :
 Pasien tidak sesak
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Sputum hilang
Intervensi :
 Observasi tanda-tanda vital
 Kaji kecepatan, kedalaman, dan penggunaan otot bantu pernafasan
 Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk meningkatkan ekspansi paru
 Anjurkan pasien nafas dalam dan lambat
 Kaji warna kulit dan perubahan membrane mukosa
 Dorong pasien untuk batuk efektif untuk mengeluarkan sputum, lakukan section
bila perlu
 Auskultasi suara nafas, dengarkan adanya ronchi, wheezing dan suara nafas
abnormal lainnya
 Kaji penurunan tingkat kesadaran
 Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
 Batasi aktivitas
 Kolaborasi untuk pemberian : obat bronchodilator, pemberian O2, pemberian
obat berotec inhalasi, pemeriksaan gas darah
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dispneu,
anoreksia, muntah dan kelemahan
Tujuan : gangguan nutrisi dapat diatasi
Kriteria :
 Pasien menghabiskan porsi makan yang disediakan
 Pasien tampak lebih segar
Intervensi :
 Kaji kebiasaan diet dan jenis makanan yang dikonsumsi selama ini
 Evaluasi berat badan
 Auskultasi bising usus
 Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut
 Bersihkan secret dan sediakan tempat membuang secret atau tissue
 Berikan porsi makan kecil tapi sering
 Kurangi pemberian makanan dan minuman yang menimbulkan gas
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan b.d kurangnya
informasi
Tujuan : pengetahuan pasien tentang proses penyakit dan pengobatannya meningkat
Kriteria :
 Pasien menyatakan memahami proses penyakit dan pengobatannya meningkat
 Pasien menyatakan akan berobat secara teratur
 Pasien kooperatif dalam program pengobatan
Intervensi :
 Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
 Berikan penjelasan tentang proses penyakit dan pengobatannya
 Diskusikan tentang pengobatan yang diberikan, efek samping serta kerja obat
tersebut
 Anjurkan pasien untuk menuliskan obat yang biasa digunakan
 Diskusikan tentang faktor pencetus timbulnya gejala sesak nafas
 Anjurkan pasien menghindari individu yang sedang mengalami infeksi saluran
nafas lainnya
 Anjurkan pasien untuk mencegah terkontaminasi dengan zat-zat penyebab
tersebut di rumah
 Berikan informasi untuk membatasi aktivitas guna mencegah kelelahan
 Diskusikan pentingnya berobat secara teratur, rongent dada secara teratur dan
pemeriksaan sputum
 Anjurkan pasien untuk mempunyai persediaan obat dan oksigen di rumah bila
mampu

I. DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah, jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung
Kapita Selekta Kedokteran, 1997, edisi II, EGC, Jakarta
Depkes, 1996, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal,
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta
Smeltzer C, Suzanne, Brunner&Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
EGC, Jakarta
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DHF


(Dangue Haemoragi Fiver)
DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
DHF (Dangue Haemoragi Fiver) adalah suatu penyakit infeksi virus yang menimbulkan
demam akut disertai dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
renjatan yang menyebabkan kematian.

B. POTOFIOLOGI
Virus dangue yang masuk ke dalam tubuh akan mengakibatkan/terjadi hal-hal sebagai
berikut :
1. Extra vasasi
Adanya peningkatan permiobilitas kapiler sehingga terjadi :
a. DDF yang ringan yang keluar air dan elektro intra vaskuler yang ditandai dengan
hemotokrit yang meningkat, bila berlangsung lama bisa menyebabkan gangguan
sirkulasi sampai syok. Kenaikan HMT biasanya terjadi pada hari ke empat.
b. DHF yang lebih berat biasanya diikuti dengan keluarnya protein plasma bila
protein plasma menurun maka tekanan onkotik plasma akan menurun sehingga
memperberat keluarnya cairan dari kapiler hingga hipovolemia darah menjadi
lebih berat. Penurunan kadar protein plasma biasanya mulai terlihat pada panas
hari ke lima.
2. Trombositopania
Pada DHF terjadi trombositopeni yang bisa menyebabkan terjadinya perdarahan
spontan meskipun trombositopeni tidak selalu menyebabkan perdarahan bila terjadi
perdarahan yang banyak dapat menyebabkan syok trombositopeni mulai terjadi pada
hari ke empat.
3. Defisiensi faktor pembekuan
Pada DHF terjadi penurunan faktor pembekuan I, II, III, IV, V, VII, IX dan X. selain
itu terjadi kerusakan kapiler hingga menyebabkan perdarahan yang terjadi menjadi
sulit berhenti. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan : clotting time yang
memenjang.
a. Gejala-gejala pada penyakit DHF sebagai berikut :
 Badan panas mendadak terus menerus hari ke-2 sampai ke-7
 Wajah merah (gejal flused)
 Badan lemah
 Uji RL positif (+)
 Hepatomegali
 Nyeri kepala
 Epitaxis
 Timbul bintik merah
 Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan laboratorium darah : leocopeni,
limpositosis, hematokrit naik turun, protein plasma turun, trombositopeni
b. Komplikasi yang harus diwaspadai adalah :
 Sepsis
 Encepalopati
 Gagal jantung
 Gagal paru
 DIC
 Gagal ginjal
c. Penatalaksanaan :
 Penggantian cairan
 Pemberian obat-obatan
 Observasi perdarahan
 Dirawat terpisah
 Kamar anti nyamuk
 Banyak minum, makanan lunak
 Kompres dingin bila panas tinggi
 Menghindari decubetus
 Jaga kebersihan
d. Asuhan keperawatan :
1. Pengkajian
a. Data dasar
 Identitas pasien
- Nama : - Pendidikan :
- Umur : - Diagnosa masuk :
- BB : - Tanggal masuk :
- Alamat : - Nomor regester :
 Identitas penanggung jawab
- Nama : - Pendidikan :
- Umur : - Pekerjaan :
- Agama : - Hubungan dg pasien :
- Alamat :
b. Riwayat keperawatan/kesehatan
 Keluhan utama :
- Badan panas dan lemah
 Riwayat keperawatan sekarang :
- Mendadak badan panas
- Lemah
- Pusing
- Epitaksis
- Muncul bintik merah
 Riwayat keperawatan keluarga :
2. Masalah keperawatan
Diagnosa keperawatan I
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan efek toksin
Kriteria hasil/evaluasi :
 Suhu 36-37º C
 RR : 16-24 X/menit
 Nadi : 80-100 X/menit
 Kulit tidak kemerahan
Rencana tindakan :
 Kaji suhu tubuh dan dengarkan keluhan pasien
 Anjurkan banyak minum
 Berikan kompres dingin
 Batasi aktivitas
 Ganti pakaian yang menyerap keringat
 Ciptakan sirkulasi udara
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian akat anti piretik dan
antibiotik
Diagnosa keperawatan II
Resiko tinggi perdarahn berhubungan dengan haemo konsentrasi yang
ditandai dengan trombositopenia
Kriteria hasil/evaluasi :
 Tidak ditemukan tanda perdarahan
 Trombosit meningkat 200-350 ribu
Rencana tindakan :
 Kaji manivestasi perdarahan
 Kaji tanda vital dan trombosit
 Dengarkan keluhan
 Jelaskan pada keluarganya tentang keadaan darahnya
 Batasi aktivitas
 Hindarkan trauma
 Bila perlu kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian trombosit
Diagnosa keperawatan III
Nyeri akut berhubungan dengan infeksi toksin dengue ke otak
Kriteria hasil/evaluasi :
 Nyeri hilang/berkurang
 Pasien merasa nyaman
 Pasien/keluarga mampu mendemonstrasikan kiat-kiat mengurangi,
mencegah dan mengatasi nyeri
Rencana tindakan :
 Kaji skala, intensitas dan lamanya nyeri
 Monitor/kaji tanda vital
 Dengarkan keluhan
 Jelaskan mengapa terjadi nyeri
 Ajarkan teknik destraksi dan relaksasi
 Ciptakan suasana yang tenang dan nyaman
 Bila perlu kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
Diagnosa keperawatan IV
Resiko tinggi cairan intravaskuler kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kebutuhan permebialitas kapiler yang meningkat
Kriteria hasil/evaluasi :
 Cairan intravaskuler normal
 Tanda vital :
Tensi : 60-90/100-120 mmHg
Nadi : 80-100 X/menit
RR : 16-24 X/menit
Suhu : 36º C
 Pasien tenang
Rencana tindakan :
 Monitor tanda vital dan dengarkan keluhan
 Monitor/kaji HT & PP
 Anjurkan banyak minum
 Monitor asupan baik oral maupun enteral
 Monitor output

C. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J., 2001, Diagnosa Keperawatan, ed 8, EGC, Jakarta
Ganong Voilliam F, 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Hadi Suyono, 1995, Gastroenterologi, ed 6, PT. Alumni, Bandung
Nur, Syaifullah…(at.al), 1996, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed 3, Balai Penerbit FKUI
Kim Mi Ja, Mc. Fairland Gerhaude K, Mc. Lane Audrey M., 1995, Diagnosa
Keperawatan, ed 5, EGC, Jakarta
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KEJANG DEMAM


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu tubuh lebih dari 38º C), yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah 1997). Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi
pada umur 3 bulan & 5 tahun, berhubungan dengan demam tapi tidak pernah terbukti
infeksi intrakranium atau penyebab tertentu (Consensus statement of Febrile Scizure, Cit
Kapita Selekta Kedokteran, 2000).

B. PATOFISIOLOGI
Sumber energy otak adalah glukosa dalam proses oksidasi dipecah menjadi
(O2) air sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid &
permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit
klorida.
Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi & konsentrasi natrium
rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena perbedaan jenis &
konsentrasi ion didalam dan diluar sel maka terdapat potensial membrane yang disebut
potensial membrane dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energy dan bantuan enzim Na,K ATP ase yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu IC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 – 15%. Pada usia 3 th sirkulasi otak mencapai 65% disbanding
dewasa 15%. Karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan &
membrane sel neuron & terjadi difusi ion kalium maupun natrium melalui membrane
akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik begitu besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun neurotrasnsmitter mengakibatkan kejang.
( Ngastiyah, 1997 )

C. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik sering ditemukan pada kejang demam anak ( Ngastiyah, 1997 ) antara
lain :
1. Terjadi bangkitan kejang pada bayi & anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu yang tinggi & cepat yang dikarenakan infeksi diluar susunan syaraf pusat.
2. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, ionic-
klonik, fokal atau akinetik.
3. Umumnya kejang berhenti sendiri.
4. Setelah kejang berhenti anak tidak member reaksi sejenak tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf.

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada 3 hal yang perlu untuk penatalaksanaan kejang demam ( kapita selekta kedokteran,
2000 ) yaitu :
Pengobatan fase akut.
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi, jalan nafas harus bebas
agar oksigenisasi terjamin.
a. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, & fungsi
jantung.
b. Suhu tubuh yang tinggi dan diturunkan dengan kompres air dingin & pemberian
antiseptic.
c. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam, yang diberikan intra
vena.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Meningkatnya suhu tubuh sehubungan dengan bakteremia.
Tujuan : menurunkan kenaikan suhu tubuh ke normal ( 36 ºc - 37ºc ).
Kriteria hasil : suhu tubuh antara 36ºc - 37ºc.

Rencana tindakan :
a. Ukur tanda – tanda vital :
- Ajarkan keluarga untuk mengukur suhu.
- Tingkatka intake cairan.
- Berikan terapi untuk menurunkan kenaikan suhu :
 Berikan kompres hangat.
 Anjurkan minum banyak.
 Anjurkan memakai pakaian yang tipis.
2. Pola nafas tidak efektip berhubungan dengan tidak adekuatnya pemenuhan oksigen.
Tujuan :
- Mengendalikan kejang.
- Melindungi pasien dari cidera.
- Mempertahankan jalan nafas.
Kriteria hasil :
- pasien tidak kejang.
- Tidak terjadi cidera.
- Tidak terjadi sumbatan / aspirasi jalan nafas.
Rencana tindakan :
- Berikan posisi yang nyaman ( semi fowler ).
- Berikan terapi oksigen.
- Ukur tanda – tanda vital.
- Pasang sudip lidah.
- Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuron otak.
Tujuan : tidak terjadi gangguan mobilitas fisik.
Kriteria hasil : pasien dapat melakukan mobilitas fisik.
Rencana tindakan :
- Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
- Ubah posisi secara teratur.
- Berikan latihan tentang gerak.
- Kaji derajat mobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel otak.


Tujuan : tidak terjadi gangguan perfuse jaringan.
Kriteria hasil : tidak terlihat adanya gangguan jaringan perfusi.
Rencana tindakan :
- Pantau frekuensi / irama jantung.
- Pertahankan tirah baring.
- Pantau tanda – tanda vital.

F. DAFTAR PUSTAKA
M.Arif,1999 “Kapita Selekta “ Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Doengoes “ Rencana Asuhan Keperawatan “ EGI Jakarta, 2000.
Hudak & Gallo, 1976 “ Keperawatan Kritis “ edisi VI : egi, 1996
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TALASEMIA


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan talasemia
beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan talasemia minor.

B. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada talasemia bersifat promer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoiesis yang tidak efektif disertai dengan
penghancuran sel-sel eritrosit intrameuler. Sedangkan yang sekunder adalah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit eloh system retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa dan beta dari haemoglobin berkurang. Terjadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfuse berulang, peningkatan absorbsi besi dalam
usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

C. MANIVESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak enemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan
pada kasus berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak
ditangani dengan baik, tumbuh berkembang masa kehidupan anak akan terlambat. Anak
tidak ada nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang
akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali ikterik ringan mungkin ada, terjadi perubahan
pada tulang yang menetap yaitu bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang
hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur
patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan yang pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng
pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septikimia yang
dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul akibat pansotemia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menars dan
gangguan perkembangan sifat sex sekunder). Pankreas (diabetes), otot jantung (aritmia,
gangguan hantaran jantung) dan pericardium (pericarditis).

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Mengatasi anemia dengan trasfusi PRC (Packed Red Cell). Transfusi hanya
diberikan bila saat diagnosis ditegakkan kadar Hb < 8 g/dl. Selanjutnya sekali diputuskan
untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan diatas 12 g/dl dan tidak
melebihi 15,5 g/dl, bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi
diatas 5 g/dl, diberikan 10-15 mg/kgBB persatu kali pemberien selama 2 jam atau 20
ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat gagal jantung, pernah ada kelainan jantung
atau Hb dibawah 5 g/dl dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB
dengan kecepatan tidak boleh lebih dari 2 mg/kgBB/jam. Pasien gagal jantung harus
dirawat diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 l/menit, transfuse darah dan diuretika,
kemudian bila masih diberi digitalis setelah Hb 8 g/dl bersama-sama dengan transfusi
darah secara perlahan-lahan sampai kadar Hb> 12 g/dl setiap selesai pemberian satu seri
transfusin, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian transfuse
terakhir.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi yaitu
desferal secara i.m atau i.v. Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau
limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan
intraabdominal yang mengganggu nafas dan beresiko rupture. Hipersplenisme dini
ditandai dengan jumlah transfuse melebihi 250 ml/kgBB dalam satu tahun terakhir dan
adanya penurunan Hb drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai dengan adanya pansotemia,
splenektomi sebaiknya dilakukan umur 5 tahun ke atas saat fungsi limpa dalam system
imun tubuh telah diambil oleh organ limfoid lain.
Imunisasi terhadap virus hepatitis B atau C perlu dilakukan untuk mencegah
adanya infeksi virus tersebut melalui transfusi darah.
Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru
dengan talasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam
dosis kecil (100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan
pada saat pemberian kelasi selesai (vitamin C dapat meningkatkan efek desferioksamin).
Diberikan asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada
pasien talasemia, khususnya pada jarang terdapat transfusi darah.

E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
 Biodata
 Kapan gejala mulai timbul (pucat, ikterik)
 Riwayat kehamilan dan persalinan
 Riwayat imunisasi
 Riwayat tumbuh kembang
 Nafsu makan
 Pola eliminasi : adakah diare
 Adakah kehilangan lemak tubuh
 Demam
 Riwayat pucat, lemah, sesak nafas, hipoksia kronik, nyeri tulang dan dada,
menurunnya aktivitas, epistaksis berulang
b. Pemeriksaan fisik
Gejala awal pucat, keadaan yang berlanjut dapat mengakibatkan
hepatosplenomegali, bentuk muka mongoloid, pembesaran jantung epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pasa tungkai dan batu empedu.
c. Pemeriksaan anak
Anak : usia, perkembangan psikososial (erikson : kemampuan beradaptasi
dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan).
Keluarga : respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga terhadap
stress.

d. Pemeriksaan penunjang
Anemia biasanya berat dengan kadar haemoglobin (Hb) berkisar antara 3-4 g/dl.
Eritrosit memperhatikan anisositas, poikilositosis dan hipokromia berat. Sering
dijumpai sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak
dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperhatikan
eritropoeisis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitive
ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis haemoglobin. Petunjuk adanya
talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH. Pada talasemia beta
kadar HbF bervariasi antara 10-90 % sedangkan dalam keadaan normal kadarnya
tidak melebihi 1 %.
2. Diagnose keperawatan
Kemungkinan diagnose keperawatan yang mungkin timbul pada talasemia adalah
sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemi
b. Intoleransinya aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai O2
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kurangnya selera makan
d. Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan penyakit anak terhadap
fungsi keluarga
3. Perencanaan
a. Anak dapat menunjukkan tanda-tanda jaringan yang adekuat
b. Anak toleran terhadap aktivitas
c. Anak akan menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi
d. Keluarga akan dapat mengatasi dan mengendalikan stress
4. Implementasi
a. Perfusi jaringan adekuat
 Monitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membrane mukosa.
 Meninggikan posisi kepala dari tempat tidur
 Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri
 Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan atau gelisah
 Observasi adanya rasa dingin
 Beri oksigen sesuai kebutuhan

b. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas


 Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi
fisik dan tugas perkembangan anak
 Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas dan
mencatat adanyan respon visiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut
jantung, peningkatan tekanan darah atau nafas terhenti)
 Memberitahukan pada pasien dan keluarga untuk menghentikan aktivitas jika
terjadi gejala-gejala peningkatan tekanan darah, nafas terhenti, pusing atau
kelelahan
 Memberikan dukungan pada anak untuk tetap melakukan kegiatan sehari-hari
sesuai dengan kemampuan anak
c. Memenuhi kebutuhan nutrisi
 Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki gizi pada saat selera makan meningkat
 Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi
 Mengevaluasi berat badan secara teratur
d. Keluarga mengatasi dan dapat mengendalikan stress yng terjadi pada keluarga
dengan :
 Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak dengan
realita yang ada
 Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan
penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak
 Member dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan realita
terhadap anak
 Menganalisa system pendukung dan penggunaan sumber-sumber di
masyarakat (pengobatan keuangan sosial) untuk membantu proses penyesuaian
keluarga terhadap penyakit

F. DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah, jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung
Kapita Selekta Kedokteran, 1997, edisi 2, EGC, Jakarta
Rosa M, Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik (Principle of Paediatric
Nursing), edisi 2, Alih Bahasa dr. R. F. Maulany, Msc, Jakarta
Smeltzer C, Suzanne, Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, EGC, Jakarta
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PNEUMONIA


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru dimana asinus rerisi dengan cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan
rongga interstitium.

B. PATOFISIOLOGI
Basil masuk bersama secret bronchus dalam alveoli menyebabkan peradangan dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh akudat. Pertukaran
gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang megalami konsolidasi dan darha dialirkan
disekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hiporsimia dapat terjadi tergantung seberapar
banyak jaringan paru yang sakit emfisema, effuse pleura sering terjadi pada pneumonia.
Pneumonia adalah penyakit menular cara penularannya tergantung pada organism
penginfeksi. Pneumonia lebih digolongkan penyebab daripada menurut lokasinya,

C. GAMBARAN KLINIK
 Biasanya didahului ispa
 Menggigil
 Batuk-batuk berdahak berwarna merah kadang hijau dan purulan
 Nyeri dada saat inspirasi dalam
 Mialgia terutama pada lengan dan tungkai
 Takhipneu dan takhikardi
 Nafas bronchial
 RBH +
 Kadang terjadi distensi abdomen
 Kadang terdengar bising gesek pleurg

D. GAMBARAN LABORATORIUM DAN RONGENT


 Leukosit meningkat
 LED naik
 Spektrum banyak sel PMN dan bakteri gram positif
 Bilirubin D/1 naik karena pecahan sel darah merah yang terkumpul dalam alveoli dan
disfungsi hepar hypoxia
 Rongent terdapat bayangan kesuraman yang homogeny pada satu lobus atau lebih

E. KOMPLIKASI
 Empiema
 Efusi pleurci
 Super infeksi
 Peri karditil
 Obsess paru ateleksia
 Resolusi yang terlambat
 Endokarditis
 Meningitis
 Gangrene
 Arthritis
 Nefritis
F. PENATALAKSANAAN
 Antibiotic
 Bronkodilator
 Asuhan nutrisi yang cukup
 Istirahat
 Kalau perlu isolasi
 Bantu/jaga oksigenasi
 Pengkajian

1. Biodata
 Identitas pasien
- Nama : - Agama :
- Umur : - Status imunisasi :
- Berat badan : - Tanggal masuk :
- Alamat : - Diagnose medis :
- Pendidikan : - Nomor registrasi :
 Identitas penanggung jawab
- Nama : - Agama :
- Umur : - Pendidikan :
- Alamat : - Hubungan dg pasien :
- Pekerjaan :
2. Riwayat keperawatan
 Keluhan utama batuk panas
 RPS : badan panas, batuk sesak, nafsu makan berkurang, nyeri dada
 RPD :
 RPK :
Masalah keperawatan yang muncul
Diagnose keperawatan I
Gangguan rasa nyaman (batuk) berhubungan dengan peraduk secret yang patologis.
Kriteria hasil/evaluasi :
 Batuk berkurang/hilang
 Suara nafas versi kuler
 RR : 16-24 X/menit
 Pasien merasa nyaman
Rencana tindakan :
 Kaji keluhan pasien, monitor tanda-tanda vital
 Jelaskan proses terjadinya batuk
 Anjurkan minum hangat
 Ciptakan sirkulasi ruangan yang baik
 Kolaborasi dengan tim medic untuk pemberian obat batuk

Diagnose keperawatan II
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses peradangan/infeksi
Kriteria hasil/evaluasi :
 Suhu 36-37º C
 RR : 16-24 X/menit
 Nadi : 80-100 X/menit
 Kulit tidak kemerahan
Rencana tindakan :
 Kaji suhu tubuh dan dengarkan keluhan pasien
 Anjurkan banyak minum
 Berikan kompres dingin
 Batasi aktivitas
 Ganti pakaian yang menyerap keringat
 Ciptakan sirkulasi udara
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian akat anti piretik dan antibiotik
Diagnose keperawatan III
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret yang purulen
Kriteria hasil/evaluasi :
 Suara nafas bersih
 Pasien dapat batuk efektif serta mengeluarkan lendir
 Tidak dijumpai adanya reaksi alat-alat bantu nafas
 RR : 16-24 X/menit
Rencana tindakan :
 Atur posisi semi fowler
 Bebaskan jalan nafas kalau perlu lakukan hisap lendir
 Monitor bunyi dan jumlah pernafasan
 Beri minum hangat
 Ajarkan batuk efektif
 Kalau perlu lakukan khas fisioterapi
 Suplai oksigen secara adekuat
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat (bronkodilator, muhalitik,
steroid)

Diagnose keperawatan IV
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak nafsu makan (anoreksia)
Kriteria hasil/evaluasi :
 Nafsu makan meningkat/baik
 Asuhan nutrisi adekuat
 Tidak ada mual dan muntah
 Klien
 Berat badan meningkat 0,5 kg dalam 1 minggu
 Tangan, kulit baik
 Mukosa lembut
Rencana tindakan :
 Jelaskan pentingnya nutrisi untuk penyembuhan pasien
 Campurkan kebutuhan makan porsi kecil tapi sering
 Campurkan untuk melakukan teknik relaksasi
 Cegah untuk minum disela-sela makan
 Kaji yang dihabiskan
 Timbang berat badan
 Temani dan bantu pasien makan
 Lakukan perawatan mulut
 Kolaborasi dengan tim
- Gizi untuk pemberian diet yang sesuai kondisi
- Medis untuk pemberian emutik
G. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J., 2001, Diagnosa Keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta
Ganong Voilliam F, 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Hadi Suyono, 1995, Gastroenterologi, edisi 6, PT. Alumni, Bandung
Nur, Syaifullah, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Kim Mi Ja, Mc. Fairland Gerhaude k, Mc. Lanc Audrey M., 1995, Diagnosa
Keperawatan, edisi 5, EGC, Jakarta
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN INFEKSI SALURAN


PERNAFASAN AKUT
DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Ispa adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa/disertai radang parenkim paru.

B. PATOGENESIS
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga dibutuhkan
suatu system pertahanan yang efektif dan efisien dari system saluran pernafasan ini.
Ketahanan terhadap saluran pernafasan maupun partikel dan gas yang ada di udara
sangat tergantung pada 3 unsur alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu :
1. Utuhnya epitel mukossa dan gerak mukosilia
2. Makrofag alveoli
3. Antibody setempat
Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa terjadinya infeksi bacterial mudah terjadi
pada saluran nafas yang telah rusak sel-sel epitelnya yang disebabkan infeksi-infeksi
terdahulu. Makrofag biasanya terdapat di alveoli dan baru akan dimobilisasi ke tempat-
tempat dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan kemampuan makrofag
membunuh bakteri sedang alcohol menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibody setempat
pada saluran nafas adalah lg A yang banyak terdapat di mukosa kurangnya antibody ini
akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas seperti pada keadaan defisiensi lg A
pada anak. Mereka dengan keadaan-keadaan immune defisiensi juga akan mengalami
hal-hal yang serupa seperti halnya penderita yang mendapat terapi setitoststika, radiasi,
penderita dengan neoplasma ganas dan lain-lain. Gambaran klinik radang oleh karena
infeksi sangat tergantung pada :
1. Karakteristik inokulum
2. Daya tahan tubuh
3. Umur seseorang
Pada infeksi virus, transmisi di alveoli dengan penyebaran virus, terutama melalui bahan
sekresi hidung. Virus ispa terdapat 10-100 kali lebih banyak dalam mukosa di hidung
daripada mukosa faring.

C. GAMBARAN KLINIK
1. Secara umum sering didapatkan gambaran sebagai berikut :
 Rhinitis ringan
 Batuk-batuk dengan dahak kuning/putih kental
 Nyeri retro starnal dan konyuaktivitas
 Suhu meningkat antara 4-7 hari lamanya
 Malaise
 Mialgia
 Nyeri kepala
 Anoreksia, nausea, maupun tumpah-tumpah
 Insomnia, kadang diare
2. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan gambaran yang spesifik
3. Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu
4. Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan :
 Biakan virus
 Reaksi serologis
 Diagnostic virus secara langsung dimana fluoresensi RIA. ELISA untukvirus
infeksi

D. PENGKAJIAN
1. Biodata meliputi
 Identitas pasien :
- Nama : - Agama :
- Umur : - Status imunisasi :
- Berat badan : - Nomor register :
- Alamat : - Tanggal masuk :
- Pekerjaan : - Diagnose medis :
 Identitas yang bertanggung jawab :
- Nama : - Agama :
- Umur : - Hubungan :
- Alamat :
- Pendidikan :
- Pejerjaan :
2. Riwayat keperawatan
- Keluhan utama : badan panas dan batuk
- Riwayat penyakit sekarang :
- Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit keluarga :
Masalah keperawatan yang sering muncul :
Diagnose keperawatan I
Nyeri berhubungan dengan peradangan saluran nafas
Hasil yang diharapkan/evaluasi :
 Nyeri berkurang/hilang
 Pasien dapat mendemonstrasikan mengurangi nyeri (melakukan teknik
distraksi & relaksasi)
Rencana tindakan :
 Kaji keluhan pasien, ukur skala intensitas nyeri
 Observasi tanda peradangan
 Anjurkan selalu memelihara kebersihan mulut (oral hygiene)
 Ajarkan dan anjurkan teknik distraksi dan relaksasi
 Bila perlu kolaborasi untuk pemberian analgetis
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Diagnose keperawatan II
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi saluran pernafasan
Hasil yang diharapkan/evaluasi :
 Suhu tubuh normal 36º C
 Pasien/keluarga mampu mengimplementasikan kiat menurunkan suhu tubuh
Rencana tindakan :
 Kaji keluhan pasien, monitor tanda vital
 Terangkan proses terjadinya peningkatan suhu tubuh
 Anjurkan banyak minum
 Ajarkan/lakukan kompres dingin
 Ciptakan lingkungan yang tenang, nyaman dan sirkulasi ruangan yang adekuat
 Kalau perlu kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat anti piretik
Diagnose keperawatan III
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering batuk
Hasil yang diharapkan/evaluasi :
 Pasien tidak tidur cukup
 Batuk berkurang/hilang
 Mata tidak sayu, wajah tampak ekspresif
Rencana tindakan :
 Jelaskan perlunya/pentingnya istirahat tidur
 Anjurkan minum susu hangat sebelum tidur
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat anti tusif
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Diagnose keperawatan IV
Nutrisi kurang dari kebutuhan dengan intake yang kurang yang ditandai dengan adanya
nausea dan fomitus
Hasil yang diharapkan/evaluasi :
 Kaji asupan, dengarkan keluhan pasien/keluarga
 Jelaskan perlunya asupan nutrisi yang cukup
 Diksusikan jenis makanan/minuman porsi kecil tapi sering
 Ciptakan suasana yang nyaman
 Kalau perlu kolaborasi dengan ahli gizi
Diagnose keperawatan V
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret yang purulen
Hasil yang diharapkan/evaluasi :
 Jalan nafas bersih
 Suara nafas versi kuler
 RR : 16-24 X/menit
Rencana tindakan :
 Dengarkan keluhan, kaji suara dan frekuensi serta pola nafas pasien
 Anjurkan minum hangat
 Ajarkan batuk efektif
 Atur posisi tidur
 Kalau perlu lakukan hisap lendir
 Bila perlu kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian obat ekspektoran
& bronkodilator
 Ciptakan sirkulasi ruangan yang adekuat

E. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J., 2001, Diagnosa Keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta
Ganong Voilliam F., 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Hadi Suyono, 1995, Gastroenterologi, edisi 6, PT. Alumni, Bandung
Nur, Syaifullah, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Kim Mi Ja, Mc. Fairland Gerhaude K, Mc. Lane Audrey M., 1995, Diagnosa
Keperawatan, edisi 5, EGC, Jakarta
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIARE


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Setiap perubahan konsistensi dan frekuensi buang air besar yang terjadi secara mendadak
dan berlangsung kurang dari 2 minggu (untuk neonates : buang air besar lebih dari 4 X
sehari)

B. PATOFISIOLOGI
Diare terjadi dari beberapa hal sebagai berikut :
1. Toksin yang tejadi meningkatkan reaksi usus akan membentuk ikatan pada vili-vili
usus yang mempengaruhi stimulasi aktivitas adenilat siklose, sehingga terjadi
akumulasi adenosan monofosfat pada epitel usus kemudian epitel mensekresi cairan
dan elektrolit. (Na + K + Cl) yang berlebihan hingga terjadi diare
2. Hiper motilitas usus
- Epitel mukosa usus rusak
- Sel-sel permukaan usus berkurang yang berlanjut terjadi (gangguan absorbsi
cairan dan elektrolit) sehingga banyak cairan yang terbuang maka terjadilah diare

C. GEJALA
1. Secara umum diare mempunyai gejala sebagai berikut :
- Adanya buang air besar yang cair dapat disertai muntah
- Badan panas
- Kadang perut kembung dan sakit
- Badan lemas
- Gelisah
2. Pemeriksaan/data penunjang:
- Tinja mikroskopis dan makroskopis
- Darah tepi
- Urin
- Biakan tinja kalau ada indikasi
- Biopsy usus kalau perlu
- Pemeriksaan penyakit
3. Komplikasi diare antara lain :
- Dehidrasi (ringan, sedang atau berat)
- Hipokalergia
- Hiponatrenia
- Hipogliremia
- Asidosis
- Gagal ginjal akut
- Ensepolopathi
- Malnutrisi
- Malabsorbsi
- Hipokalsemia
- Bakterinemia disertai panas tinggi dan renjatan

D. PENATALAKSANAAN
Pada diare penatalaksaan pada prinsipnya ada 4 hal :
1. Pemberian cairan baik peroral maupun intravena sesuai dengan derajat dehidrasinya
- Dehidrasi ringan : oralit 3% X BB dalam 3 jam
- Dehidrasi sedang : cairan oralit 7% dari BB dalam 3 jam
- Dehidrasi berat : In RL 30 ml/kg BB/1 jam, diteruskan 70 ml/kg BB/7 jam
2. Diet tidak ada kecuali atas indikasi misal : alergi susu sapi jangan diberi susu sapi
3. Tidak diberikan antibiotic kecuali ada indikasi
4. Penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua : masalah kuratif dan preventif
diare

E. PENGKAJIAN PADA PENDERITA DENGAN DIARE


1. Pengkajian data dasar
a. Identitas pasien
- Nama : - Tanggal masuk :
- Umur : - Nomor registrasi :
- BB : - DX Medis :
- Alamat : - Status imunisasi :
- Agama :
b. Identitas penanggung jawab
- Nama : - Pendidikan :
- Umur : - Hubungan :
- Agama : - Alamat :
- Pekerjaan :
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama : berak cair
- Riwayat penyakit sekarang : BAB cair berkali-kali, badan lemas, muntah
- Riwayat penyakit dahulu : anak rewel, turgor kurang, kembung, badan panas
- Riwayat penyakit kaluarga :
3. Masalah keperawatan
Diagnose keperawatan I
Gangguan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan b/d output yang berlebihan
Kriteria hasil/evaluasi :
 Intake cairan cukup
 Tidak tampak lemas dan dehidrasi
 Klien/keluarga dapat mendemonstrasikan pemberian asupan cairan yang
adekuat
 Klien/keluarga dapat menjelaskan tanda kekurangan cairan dalam tubuh
Rencana tindakan :
 Kaji BAB pasien : frekuensi, konsistensi, banyak dan lamanya
 Kaji tanda vital. asupan dan keluhan pasien/keluarga
 Kaji derajat kekurangan cairan
 Jelaskan fisiologi diare dan perlunya keseimbangan cairan tubuh
 Anjurkan minum yang cukup bila muntah berikan porsi kecil tapi sering
 Ajarkan menjaga kebersihan diri (makan, minum dan daerahn sekitar anus)
 Bila perlu kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan peroral

Diagnose keperawatan II
Resiko tinggi iritasi jaringan sekitar anus b/d frekuensi diare yang berlebihan
Kriteria hasil/evaluasi :
 Jaringan kulit sekitar anus normal (tidak lecet dan tidak berubah warna)
 Tidak terjadi iritasi jaringan disekitar anus
 Pasien/keluarga mampu mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan dan
kekeringan kulit sekitar anus
 BAB pasien normal (konsistensi lembek)
Rencana tindakan :
 Kaji BAB pasien dan keadaan kulit sekitar anus
 Kaji kebersihan diri pasien
 Dengarkan keluhan pasien & keluarga
 Ajarkan dan anjurkan untuk menjaga kebersihan dan menjaga kekeringan
jaringan kulit sekitar anus
- Ganti celana/popok bila BAB/BAK
- Kekeringan dengan lamp/waslap
- Berikan talk
- Jaga kebersihan perlak, sprei dan kasur
Diagnose keperawatan III
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake yang kurang yang ditandai dengan mual,
muntah , makan sulit
Kriteria hasil/evaluasi :
 Asuhan nutrisi meningkat
 Berat badan tidak turun
 Tampak segar/tidak lemas
 Pasien/keluarga mampu mendemonstrasikan cara-cara memberikan makan
yang efektif
Rencana tindakan :
 Kaji status nutrisi sebelum dan selama sakit.
 Kaji tanda vital dan dengarkan keluhan pasien/keluarga.
 Jelaskan perlunya kebutuhan nutrisi bagi tubuh dan kesembuhan penyakitnya.
 Anjurkan untuk memberikan makan porsi kecil tapi sering.
 Hindarkan minum di sela-sela saat makan.
 Ciptakan lingkungan yang yaman.
 Monitor asupan dan timbang BB tiap hari.
 Bila perlu kolaborasi dengan tim gizi.
Diagnose keperawatan IV
Nyeri akut hiper motilitas usus yang ditandai dengan peristaltic usus meningkat,
pasien mengeluh nyeri, tampak meringis/gelisah
Kriteria hasil/evaluasi :
 Nyeri berkurang/hilang
 Pasien merasa nyaman
 Pasien/keluarga mampu mendemonstrasikan teknik destraksi dan relaksasi
Rencana tindakan :
 Kaji skala intensitas nyeri
 Kaji tanda vital, dengarkan keluhan
 Terangkan mengapa/proses terjadinya nyeri
 Ajarkan/anjurkan cara mengalihkan perhatian dan relaksasi untuk
mengurangi/menghilangkan nyeri
 Anjurkan untuk bed rest
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik bila perlu, serta ahli
gizi
Diagnose keperawatan V
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses peradangan/infeksi
Kriteria hasil/evaluasi :
 Suhu 36-37º C
 RR : 16-24 X/menit
 Kulit tidak kemerahan
 Nadi 80-100 X/menit
Rencana tindakan :
 Kaji suhu tubuh dan dengarkan keluhan pasien
 Anjurkan banyak minum
 Berikan kompres dingin
 Batasi aktivitas
 Ganti pakaian yang menyerap keringat
 Ciptakan sirkulasi udara
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat anti piretik dan antibiotic

F. DAFTAR PUSTAKA
M. Arif, 1999, Kapita Selekta, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGI, Jakarta
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis, edisi VI, EGI, Jakarta
PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN MORBILI


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. PENGERTIAN
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut pada anak sangat menular yang ditandai
dengan 3 stadium yaitu
1. Stadium kataral
2. Stadium erupsi
3. Stadium konvalensi
B. POTOGENESIS/POTOLOGI
Sebagai infeksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terdapat
pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva

C. GEJALA KLINIS
1. DS : anak mengatakan badan terasa panas dan lemah nyeri tenggorokan
2. DO : batuk, pilek, suhu tubuh meningkat
: mata merah, tahi mata, fotobobi
: dapat disertai diare dan muntah
: kadang disertai perdarahan : epitaksis, ekimosis dan ptekie
: komflik’s spor pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral)
Pada stadium erubsi timbul ruam (rash) yang khas, munculnya mulai dari
belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut, dahi, muka dan kemudian
saluran tubuh

D. TANDA LABORATIK
Tidak khas seperti umumnya infeksi virus (giant call) pada mukosa pipi dapat membantu
menegakkan diagnose

E. KOMPLIKASI
Bila ada berupa komplikasi antara lain :
1. Traceobronkitis dan laringotrakeitis
2. Otitis media
3. Bronchopneumonia/bronchitis, tromboflebitis, SGB, dan lain-lain

F. PENGKAJIAN
1. Biodata meliputi
 Identitas pasien
Nama : Agama :
Umur : Status imunisasi :
Berat badan : Nomor register :
Alamat : Tanggal masuk :
Pekerjaan : Diagnose medis :
 Identitas yang bertanggung jawab
Nama : Agama :
Umur : Hubungan :
Alamat : Pekerjaan :
Pendidikan :
2. Riwayat keperatawan
a. Keluhan utama : badan panas dan batuk timbul bintik merah dan gatal
b. Riwayat penyakit sekarang : ± 3 hari badan terasa panas, nafsu makan berkurang,
batuk
c. Riwayat penyakit dahulu :
d. Riwayat penyakit keluarga :

G. MASALAH KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan I
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan toxin virus morbili
Kriteria hasil/evaluasi :
 Suhu tubuh normal 36º C
 Pasien merasa nyaman/tidak mengeluh panas
Rencana tindakan :
 Kaji tanda vital dari keluhan pasien/keluarga
 Terangkan mengapa badannya panas
 Kompres dingin : libatkan keluarga
 Anjurkan banyak minum
 Masukkan ruang instalasi
 Ciptakan ketenangan dan kenyamanan pasien
 Kalau perlu kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian anti piretik
Diagnose keperawatan II
Gangguan rasa nyaman (batuk) berhubungan dengan reaksi bronkus/paru terhadap
peningkatan secret pada jalan nafas
Kriteria hasil/evaluasi :
 Batuk bekurang/hilang
 Produksi secret pada jalan nafas normal/bersih
 Pasien merasa nyaman
 RR : 16-24 X/menit
Rencana tindakan :
 Dengarkan keluhan pasien, kaji batuk dan tanda vital
 Ciptakan ruangan yang tenang dan nyaman serta sirkulasi yang baik
 Anjurkan minum hangat
 Ajarkan batuk efektif
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat batuk
Diagnose keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (gatal) berhubungan dengan proliferasi sel mononukleus dan
polimorfonukleus di sekitar kapiler sekunder terhadap toxin virus morbili
Kriteria hasil/evaluasi :
 Gatal berkurang/hilang
 Pasien merasa nyaman
Rencana tindakan :
 Kaji rasa gatal, dengarkan keluhan pasien
 Monitor tanda vital
 Jelaskan fisiologi gatal
 Anjurkan menjaga kebersihan badan dan pakaian
 Berikan talk, libatkan keluarga
 Ajarkan teknik destraksi dan relaksasi
 Bila perlu kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik dan penenang
Diagnose keperawatan IV
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat sekunder terhadap eksudat yang abnormal ditandai dengan nausea dan vomitus
Kriteria hasil/evaluasi :
 Kaji asupan dan haluaran
 Monitor tanda vital dan dengarkan keluhan
 Jelaskan keseimbangan intake (nutrisi) dan output
 Anjurkan makan/minum porsi kecil tapi sering
 Hindarkan makanan yang tidak disenangi
 Ukur berat badan tiap hari

H. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J., 2001, Diagnosa Keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta
Ganong Voilliam F., 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Hadi Suyono, 1995, Gastroenterologi, edisi 6, PT. Alumni, Bandung
Nur, Syaifullah, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Kim Mi Ja, Mc. Fairland Gerhaude K, Mc. Lane Audrey M., 1995, Diagnosa
Keperawatan, edisi 5, EGC, Jakarta
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

PEMERINYAH KABUPATEN BOYOLALI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUDONO
Jalan Raya Solo – Boyolali KM.10,Kuwiran Kec. Banyudono Boyolali

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TONSILITIS


DI RUANG PENYAKIT ANAK

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tonsillitis adalah peradangan pada tonsil
2. Patofisiologi
Tonsil merupakan suatu jaringan limfoid. Pada keadaan tonsillitis, jaringan
limfoid mengalami peradangan sehingga menyebabkan pembesaran palatin tonsil.
Kedua tonsil dapat bertemu pada garis tengah (kissing tonsil) sehingga
menyumbat aliran udara dan makanan. Jaringan tonsil yang membengkak tampak
kemerahan, kadang terdapat bercak kuning keabu-abuan (eksudat) yang
membentuk membrane. Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan lekosit, sel
epitel dan kuman pathogen. Sering kali pembesaran pelatin tonsil diikuti dengan
pambesaran adenoid yang letaknya diatas pelatin, dibelakang faringeal/nesofaring.
Pembesaran adenoid dapat menghambat lewatnya udara dari hidung ke
tenggorokan sehingga penderita harus bernafas melalui mulut. Bila bernafas
melalui mulut secara terus-menerus maka mukosa membrane orofaring menjadi
kering & teriritasi, mulut bau, udara yang kotor tidaktersaring seperti bila
melewati hidung sehingga menyebabkan batuk. Adenoid letaknya dekat tuba
estakhius, maka apabila adenoid membesar dapat menyumbat saluran estakhius
sehingga dapat menimbulkan otitis media dan kesulitan mendengar. Tonsillitis ada
2 macam yaitu akut dan kronis. Tonsillitis akut banyak terjadi pada anak-anak,
tonsillitis kronis dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Tonsillitis dapat
disebabkan oleh : beta streptokokus, streptokokus hemolitikus, streptokokus non
hemolitikus atau streptokokus viridians.
B. PENGKAJIAN
Data subjektif
1. Nyeri menelan
2. Nyeri tenggorokan
3. Mulut bau
4. Meriang
5. Rasa mengganjal
6. Nyeri telinga
7. Sukar bernafas
8. Keluar cairan dari telinga
9. Panas hilang timbul
10. Sering mengantuk
11. Tidak konsentrasi
12. Rasa membesar daerah leher
Data objektif
1. Tonsil hiperemi
2. Tonsil membesar T2 – T4
3. Mulut bau
4. Suhu tubuh tinggi
5. Tidur mendengkur
6. Kelenjar sub mandibula membesar
7. Terdapat eksudat kuning, abu – abu
8. Sukar bernafas
9. Pendengaran berkurang
10. Pada pemeriksaan telinga terdapat otitis media purulenta dan serosa
Data laboratorium
1. Darah
2. Likositosis diatas 10.000/ul
3. Bisa terjadi peningkatan pada hitung jenis local
4. Hapusan tonsil terdapat lekosit, sel epitel mati dan kuman pathogen
Potensial komplikasi
1. Komplikasi paru : Pnemonia
2. Komplikasi ginjal : Nefritis
3. Komplikasi tulang : osteomielitis
4. Komplikasi telinga : OMA, penurunan kemampuan mendengar
5. Komplikasi hidung : Rinitis akut
6. Komplikasi sinus : sinusitis akut
7. Komplikasi pada telinga & leher : abses pertonsiler & abses dalam pada leher
8. Demam rematik

C. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tonsillitis akut :
a. Biasanya tidak diberikan antibiotic.
b. Antipiretik ( hindari aspirin karena dapat merusak platelet ).
c. Analgesic.
d. Istirahat baring selama 48 jam sampai suhu tubuh normal.
e. Berikan istirahat baring.
f. Berikan kompres es.
g. Beri obat anti piretik sesuai denga program medic.
h. Beri dukungan untuk minum 2 – 3 ltr/24 jam.
Diagnose keperawatan I
Nyeri berhubungan dengan peradangan pada tonsil.
Hasil yang diharapkan :
- Rasa nyeri berkurang
- Pasien mendemonstrasikan ketrampilan untuk menguragi nyeri.
Rencana tindakan :
- Kaji keluhan pasien, tentukan skala intensitas nyeri.
- Observasi tanda – tanda peradangan.
- Anjurkan pemeliharaan kebersihan mulut tiap sesudah makan dengan
kumur – kumur air garam atau obat nyeri yang telah ditetapkan.
- Bila perlu analgetik sesuai program medic.
- Anjurkan untuk melakukan tindakan mengurangi rasa nyeri dengan tahnik
relaksasi atau pengalihan.
- Anjurkan untuk melakukan aktifitas untuk mengurangi rasa tidak nyaman
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Diagnose keperawatan II
Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.

Hasil yang diharapkan :


- Kecemasan berkurang sampai hilang yang ditandai dengan perilaku verbal
& non verbal tampak rileks.
Rencana tindakan :
- Kaji sejauh mana kecemasan pasien, jelaskan hal-hal yang akan terjadi
dan yang akan dialami setelah operasi.
- Bina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat.
- Ajarkan tehnik relaksasi.
- Ciptakan lingkungan yang tenang.
- Anjurkan pasien mengungkapkan masalahnya.
- Dengarkan keluhan pasien.
- Rencanakan tindakan bersama pasien untuk mengatasi kecemasan.
- Diskusikan rencana tindakan yang di sepakati.
- Kolaborasi dengan “pastoral care, psikologi, psikiater, bila di perlukan.
Diagnose keperawatan III
Kurang pengetahuan tentang persiapan operasai, hal-hal yang mungkin dialami
setelah operasi serta perawatannya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Pasien dapat menyebutkan prosedur persiapan operasi, hal-hal yang dapat
dialami setelah operasi serta perawatannya
Rencana tindakan :
- Kaji pemahaman pasien tentang persiapan operasi, hal-hal yang dapat
dialami setelah operasi dan perawatannya
- Berikan informasi kepada pasien sesui kebutuhan
Meliputi :
Tindakan keperawatan/prosedur sebagai persiapan operasi
- Pengambilan darah vena
- Glycerin spuit/pemberian microlax jelly
- Puasa
- Pemberian premedikasi
Hal-hal yang dapat dialami setelah operasi dan perawatannya
- Anjurkan pasien untuk bekerjasama dengan petugas kesehatan (perawat
dan dokter) selama perawatan
- Jelaskan kepada pasien agar bertanya kepada perawat/dokter bila ada hal-
hal yang dirasakan tidak/kurang jelas
- Evaluasi pemahaman tentang informasi yang diberikan
- Berikan pujian dan dukungan kepada pasien bila ada kemajuan atau
keterlibatan pasien

D. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J., 2001, Diagnosa Keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta
Ganong Voilliam F., 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Hadi Suyono, 1995, Gastroenterologi, edisi 6, PT. Alumni, Bandung
Nur, Syaifullah, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Kim Mi Ja, Mc. Fairland Gerhaude K, Mc. Lane Audrey M., 1995, Diagnosa
Keperawatan, edisi 5, EGC, Jakarta
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
PENDAHULUAN

Dalam rangka meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang sesuia dengan standar
profesi, maka diperlukan suatu bentuk acuan bagi perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien, keluarga, dan kelompok.
Mutu asuhan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan dan
bahkan sering menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan keperawatan. Untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, diperlukan alat ukur yaitu
standar asuhan keperawatan (SAK) yang baku dan disyahkan melalui kesepakatan oleh
tenaga perawatan. SAK berfungsi sebagi pedoman maupun tolak ukur dalam pelaksanaan
praktek keperawatan, agar dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai professional, etika,
dan tanggung jawab profesi.
Kebutuhan adanya SAK sebagai pedoman dan dasar evaluasi pelaksanaan asuhan
keperawatan, telah dipenuhi oleh pemerintah dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
660/MENKES/SK/IX/1987, yang dilengkapi dengan Surat Edaran Direktur Jendral
Pelayanan Medik No. 105/YANMED/RS Umdik/RAW/I/1988 tentang penerapan standar
praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
Berdasarkan kedua surat tersebut, dinyatakan bahwa semua tenaga kesehatan perlu
memperhatikan dan menerapkan standar raktek keperawatan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan, sehingga mutu asuhan keperawatan dapat dipertanggung jawabkan dan dapat
dilaksanakan secara professional bagi perawat khususNya di Rumah Sakit Umum Daerah
Banyudono.

Boyolali, Juni 2009


TIM PENYUSUN

POKJA KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan ini disetujui


Untuk dijadikan pedoman oleh semua perawat
Dalam penerapan Asuhan Keperawatan
Di RSUD Banyudono
DIREKTUR KASUBID KEPERAWATAN
RSUD BANYUDONO RSUD BANYUDONO

Dr. ENDANG SRIWIDATI SUNARNO, SKM

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………....…………………………………….i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR…………………….…………………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………….…...…………………………….iii
KATA PENGANTAR…………………………………….………………………...……….iv
DAFTAR TIM PENYUSUN…………………………….
…………………………………...v
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THYPUS ABDOMINALIS…………1
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DHF…………………………………..5
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRO ENTRITIS…….…….…10
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SINDROMA DESENTRI…………18
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRITIS………………………..22
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HYPERTENSI…………………….28
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROK HAEMORAGIC…………33
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA………………………………37
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PPOM……………………………….46
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEMONIA…………………….…51
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABITUS MILITUS………….….55
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DM HYPOGLIKEMI….…………..62
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ULKUS DM……………………......68
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHF…………………………………72
( CONGESTIVE HEART FAILURE )
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DECOMPENSASI CORDIS..........78
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK...........84

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………....…………………………………….i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR…………………….…………………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………….…...…………………………….iii
KATA PENGANTAR…………………………………….………………………...……….iv
DAFTAR TIM PENYUSUN…………………………….
…………………………………...v
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIARE…………………………….….1
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM……………….…7
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DHF………………………………….11
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THYPUS ABDUMINALIS…….…..16
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA……………………………….20
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DANGAN ISPA…………………………………29
( INFEKSI SALURAN PERNAFASA AKUT )
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEMONIA……………….…….….34
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MORBILI………………………...…39
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRITIS………………….…..…43
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TONSILITIS…………………….….46
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TALASEMIA……………………….51

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………....…………………………………….i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR…………………….…………………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………….…...…………………………….iii
KATA PENGANTAR…………………………………….………………………...……….iv
DAFTAR TIM PENYUSUN…………………………….
…………………………………...v
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ABSES……………………………….1
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HAEMOROID……………….………4
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAE………………………8
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APPENDIKSITIS….……….………18
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HERNIA…………………………….36
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HYPERTROPI PROSTAT….…….39
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CA MAMAE………………….….…57
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA…………..….…75
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN FRAKYUR………………………….91
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KATARAK…………….……….…104
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TONSILITIS……………...……….107

Anda mungkin juga menyukai