5a Buku Pengelolaan Persampahan Ver2 - Laili Fitria
5a Buku Pengelolaan Persampahan Ver2 - Laili Fitria
PENULIS
Laili Fitria
EDITOR
Maswadi
PENERBIT
UNTAN PRESS
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) No. 004/KLB/03
Anggota Asosiasi Penerbitan Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI)
No. 004.099.7.08.2019
ALAMAT
Jalan Daya Nasional 78124
No Hp : 0852 4569 6999 ( Dr. Maswadi, M.Sc)
Email : untanpress@untan.ac.id
DICETAK OLEH
Pusat Ketahanan Jurnal dan Penerbitan (PKJP)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Tanjungpura
COPYRIGHT © 2020
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip dan/atau memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Penerbit sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun.
i
PRAKATA
ii
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor
Untan, Dekan Fakultas Teknik, Ketua Jurusan Teknik
Lingkungan, rekan-rekan di Kelompok Bidang Keahlian
Teknologi dan Rekayasa Lingkungan Fakultas Teknik Untan,
Dosen Prodi Teknik Lingkungan dan tentunya Mahasiswa
Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura. Buku ini juga
terwujud atas dukungan keluarga, terima kasih khususnya
bagi Abah dan Ibu, H. Mahdi dan Dra. Hj. Sufiatun, S.Pd,
MPd, serta adik-adik, Iqbal, S.Kom dan Rizqy Fachria, S.Si,
M.Si. Terima kasih juga disampaikan kepada mahasiswa
yang telah dibimbing skripsinya mengenai sampah di Kota
Pontianak, yakni Atni Asdiantri (Teknik Lingkungan 2012)
dan Fitra Mutia Khanza (Teknik Lingkungan 2014), Bella Tri
Andriastuti (Teknik Lingkungan 2015), serta mahasiswa
program studi Teknik Lingkungan yang mengambil Mata
Kuliah Pengelolaan Persampahan Kelas B tahun 2019 yang
ikut andil dalam pengambilan beberapa data mengenai
pengelolaan persampahan di Kota Pontianak (Teknik
Lingkungan angkatan 2017 dan sebagian angkatan 2016).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian buku ini.
Dengan terbitnya buku ini, diharapkan menjadi sumber
informasi dan referensi bagi mahasiswa teknik lingkungan,
iii
instansi pemerintah, instansi swasta, praktisi teknik
lingkungan, serta professional yang membutuhkan informasi
terkait dengan pengelolaan persampahan. Penulis membuka
kesempatan seluas-luasnya untuk konsultasi, bertanya, atau
sekedar berbagi informasi melalui email:
fitria.laili@gmail.com. Semoga buku ini bermanfaat bagi
pembaca.
iv
DAFTAR ISI Commented [D1]: Penulisan 1.1 pendahuluan berbeda
dari yang lain.
Prakata………………………………………………..……….ii
Daftar Isi………………………………………..…….……....v
Bab 1 Mengenal tentang Sampah.............................................. 1
1.1 Pendahuluan .................................................................... 1
1.2 Bencana Sampah ............................................................. 6
Bab 2 Jenis dan Metode Kelola Sampah................................. 11
2.1 Jenis Sampah ................................................................. 11
2.2 Komposisi Sampah ........................................................ 23
2.3 Teknik Pengolahan Sampah .......................................... 23
Bab 3 Kompleksitas Manajemen Sampah .............................. 28
3.1 Manajemen Sampah ...................................................... 28
3.2 Pengelolaan Sampah di Pontianak ................................ 42
3.3 Belajar dari Berbagai Negara ........................................ 53
Bab 4 Inovasi Pengelolaan Sampah ........................................ 66
4.1 Inovasi pengelolaan sampah di Indonesia ..................... 66
Bab 5 Ekonomi Sirkular dan Sampah ..................................... 84
5.1 Ekonomi Sirkular .......................................................... 84
5.2 Sampah ke Energi (Waste to Energy)............................ 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 94
GLOSARIUM ………………………………………….……vi
INDEKS …………………………………………….……….ix
v
Bab 1
Mengenal tentang Sampah
1.1 Pendahuluan
Berbicara tentang sampah tidak akan ada habisnya. Masalah ini
selalu ada dalam daftar isu yang digaungkan oleh para pegiat
lingkungan. Permasalahan sampah yang terjadi hingga saat ini
memiliki sejarah perjalanan yang panjang dan masif. Miller
(2010) menjelaskan bagaimana permasalahan sampah ini bisa
tumbuh menjadi masalah global. Sebelum revolusi industri 1.0
pada tahun 1750, manusia pernah memiliki kebiasaan hidup yang
berkelanjutan. Manusia yang hidup sebelum masa industrialisasi
terbiasa membuat produk berkualitas yang tahan lama. Jika
terjadi kerusakan, manusia akan memperbaiki barang ketimbang
menggantinya dengan barang baru. Sampah yang dihasilkan pun
sangat kecil dan dapat terurai (biodegradable).
1
menggunakan kemasan besar dan pembeli dapat melakukan isi
ulang. Para ibu rumah tangga pun sangat berperan dalam
mengurangi sampah. Makanan sisa di rumah akan dipanaskan
kembali dan diberikan kepada hewan peliharaan. Kebiasaan ini
tentu mengurangi jumlah sampah sisa makanan yang dibuang.
2
yang baru. Pada masa ini, manusia mulai berhenti melihat nilai
dalam barang yang rusak. Mereka mulai melihatnya hanya
sebagai sampah yang tidak perlu diperbaiki kembali. Para
produsen pun mulai beralih. Sebelumnya, perusahaan banyak
yang menggunakan material daur ulang untuk kemasan. Setelah
ditemukannya teknoogi baru, mereka lebih memilih
menggunakan pulp kayu sebagai bahan kertas bukan kain bekas,
botol plastik untuk mengemas minuman bukan botol kaca yang
dapat dikembalikan lagi. Hal ini menyebabkan jalan buntu bagi
barang bekas tersebut. Sistem lup dan berkelanjutan digantikan
oleh sistem yang linier satu arah oleh revolusi industri.
Sistem ini terus berlangsung dari tahun 1900 hingga saat ini,
tahun 2020. Akibatnya jumlah sampah yang dihasilkan
meningkat tiga kali lipat. Sampah yang dihasilkan tidak dapat
tertampung seluruhnya oleh tempat pembuangan akhir (Swaroop,
2020). Permasalahan sampah tidak hanya soal ruang, tapi juga
melebar dari permasalahan estetika hingga kesehatan manusia.
Permasalahan yang diakibatkan oleh sampah dibahas di bawah ini
(Pichtel, 2010). :
3
1. Merusak estetika
4
air sekelilingnya, terutama air tanah. Pencemaran air tanah
oleh lindi merupakan masalah terberat yang dihadapi dalam
pengelolaan sampah di Indonesia. Sebuah penelitian air lindi
di India (Mor et al., 2006) menunjukkan bahwa air tanah yang
lokasinya tidak jauh dari tempat pemrosesan akhir memiliki
konsentrasi EC, TDS, Cl−, SO2−4, NO −3
, Na+ dan Fe yang
cukup tinggi. Tapi, ada beberapa parameter lain yang tidak
melebihi standar air minum. Sayangnya dampak dari
menggunakan air ini baru terlihat dalam rentang waktu yang
cukup lama, sehingga seringkali diabaikan.
4. Menyumbat saluran
Sampah yang dibuang langsung ke sungai tentu akan
menyumbat saluran air hujan maupun sungai. Akibatnya
dapat terjadi banjir yang dapat terus berulang. Banjir yang
terjadi di Jakarta tiap tahunnya seringkali dihubungkan
dengan persoalan sampah.
5. Keracunan
Sampah plastik seperti kantong plastik, balon, botol, bentuk
kemasan lainnya dapat masuk ke dalam rantai makanan.
Plastik dibuang tidak dapat terurai secara sempurna, tetapi
dapat terdegradasi menjadi mikroplastik dan dimakan oleh
5
hewan di laut. Kemudian para ikan itu pun dimakan oleh
manusia. Mikroplastik yang masuk ke tubuh manusia
dikhawatirkan dapat menimbulkan penyakit. Tidak hanya
manusia, banyak hewan, seperti penyu dan burung yang
mengira plastik sebagai makanan mereka. Alhasil perut
mereka dipenuhi oleh sampah plastik dan berujung kematian.
6
Pada tanggal 10 Juli 2000, pukul 4:30 am, terjadi bencana longsor
sampah di TPA Payatas, Kota Quezon, Filipina. Tragedi ini telah
memakan korban jiwa sedikitnya 278 orang yang tinggal di lereng
TPA. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah tingginya
tumpukan sampah yang sudah mencapai 18 m sampai 40 m.
Kemudian, kondisi ini diperparah dengan hujan deras dan angin
topan. Berdasarkan hasil investigasi dari Jafari, Stark and Merry
(2013), longsor ini disebabkan kemiringan lereng sampah
tersebut, kandungan air lindi dalam tumpukan sampah dan gas
metan dari dekomposisi sampah organik. Peristiwa longsor
sampah ini menjadi bencana sampah paling parah di dunia.
7
di negara maju maupun berkembang. Namun, hanya di negara
berkembang yang memakan korban jiwa hingga sebanyak ini.
Bisa jadi akibat pengelolaan sampah di lapangannya yang buruk
atau pembiaran terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar TPA.
8
Tabel 1. 1 Daftar peristiwa longsor sampah di dunia, longsor
sampah di Leuwigajah menjadi nomor dua paling parah di dunia
No Lokasi Tahun Fatalitas
1 Payatas, Manila, Filipina 2000 278
2 Leuwigajah, Bandung, Indonesia 2005 147
3 Belo Horizonte, Brazil 1992 > 100
4 Istanbul, Turki 1993 39
5 Bantargebang, Bekasi, Indonesia 2006 28
6 Bogor, Jawa Barat, Indonesia 2010 4
7 Cianjur, Jawa Barat, Indonesia 2013 1
8 Tuban, Jawa Timur, Indonesia 2012 1
9 Bantargebang, Bekasi, Indonesia 2012 1
10 Atena, Yunani 1997 -
9
Fakta sampah
Kapal kargo Mobro bermuatan sampah dari New York yang mencari tempat
penampungan
Negara maju, seperti Amerika dan lainnya sering mengekspor sampah mereka ke
negara berkembang, seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, maupun negara di
Afrika. Pada tahun 1987, sebuah kapal dari kargo Mobro membawa 3200 ton
sampah dari kota Islip, New York melewati 9.656 km selama 6 bulan mencari
tempat untuk membuang sampahnya. Rencananya sampah ini akan dibawa ke
kota Morehead,Carolina. Ada oknum yang sepakat untuk menerima sampah
tersebut. Namun pemerintah setempat memutuskan untuk menolak kargo
tersebut. Kemudian Mobro mencari daerah lain yang sekiranya mau menerima
muatan sampah dari kapalnya, seperti Meksiko, Bahama, Belize. Namun, semua
pemerintah daerah setempat menolak untuk menerima muatan sampah dari New
York. Akhirnya, kapal kargo Mobro kembali ke New York dan memutuskan
untuk membakar semua sampah tersebut. Peristiwa ini juga menjadi peringatan
bagi semua negara bahwa mereka bertanggung jawab atas sampahnya masing-
masing dan membutuhkan sistem pengelolaan sampah yang baik. Sayangnya
praktek ekspor impor sampah dari negara maju ke negara berkembang ini pun
masih berlangsung hingga sekarang. Pada akhir tahun 2019 hingga awal 2020
negara Indonesia dan Malaysia memulangkan beratus kontainer berisi sampah
elektronik, rumah tangga, bahkan B3 ke negara asal. Sampah tersebut sebagian
besar berasal dari Amerika, Inggris, Jerman, Australia dan negara lainnya.
Bahkan Filipina dan Kanada sempat bersitengang perihal ekspor sampah pada
tahun 2013.
10
Bab 2
Jenis dan Metode Kelola
Sampah
11
Bahan baku Energi
sekunder
Bahan baku
primer Proses Produk Konsumsi
Limbah/sisa bahan
yang terbuang
12
Limbah produksi dapat dibagi menjadi lima kelompok
berdasarkan proses terbentuknya limbah. Pengelompokan ini
dipengaruhi oleh bahan baku primer, sekunder, energi dan proses
produksi (Damanhuri, 2016).
1. Limbah yang berasal dari bahan baku. Kelompok limbah
ini hanya mengalami transformasi fisik, seperti
pemotongan bahan baku. Namun tidak terjadi perubahan
secara kimiawi maupun biologis. Limbah kategori ini
masih dapat dimanfaatkan kembali. Misalnya, serpihan
kayu hasil gergaji yang dapat dimanfaatkan sebagai media
tanaman.
2. Limbah dari hasil samping proses produksi yang telah
mengalami perubahan fisik, kimia dan biologi. Limbah
dapat terbentuk akibat kesalahan ataupun proses
berlangsung tidak optimum, sehingga menghasilkan
senyawa sampingan. Proses transformasi limbah
menyebabkan sifat limbah berbeda dari bahan bakunya.
3. Limbah yang terbentuk akibat dari bahan baku sekunder
yang tidak ikut dalam proses pembentukan produk.
Kelompok limbah ini biasanya dihasilkan dalam jumlah
besar, misalnya air buangan dari proses pencucian.
4. Limbah yang berasal dari hasil samping proses
pengolahan limbah. Proses pengolahan limbah tidak dapat
13
mentransformasi semua limbah menjadi non limbah.
Selalu saja ada produk samping yang dihasilkan dari tiap
proses pengolahan. Contoh limbah dari kategori ini
berupa partikulat, gas, dan abu (hasil dari insenerator),
lumpur (unit pengolah limbah cair) atau limbah cair
(proses lahan uruk menghasilkan air lindi).
5. Limbah yang berasal dari bahan samping pemasaran
produk, bukan dari proses produksi. Contoh limbah dalam
kategori ini bisa berupa kemasan produk, seperti kertas,
plastik, kayu, logam, dan sebagainya. Limbah jenis ini
dapat dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya semula atau
diolah terlebih dahulu agar menjadi produk baru. Sampah
di perkotaan banyak mengandung limbah jenis ini.
3. Sampah industri
Miliaran ton limbah padat dihasilkan dari pabrik industri
manufaktur. Jumlahnya berkali-kali lipat leih besar dari
jumlah sampah domestik. Sampah industri banyak berasal
dari industri pulp dan kertas, industri besi dan kimia.
Biasanya perusahaan industri ini diwajibkan untuk
mengelola sampah buangan mereka yang dihasilkan.
4. Medis
Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan dari proses
administrasi dan pelayanan medis atau penelitian di
fasilitas kesehatan maupun lembaga medis. Lembaga
yang menghasilkan limbah medis paling banyak adalah
rumah sakit; kantor dokter, dokter gigi, dan dokter hewan;
klinik laboratorium, bank darah; dan rumah pemakaman.
Contoh limbah yang dihasilkan adalah limbah patologis
(jaringan, organ, bagian tubuh, cairan tubuh); limbah
darah manusia dan produk darah; benda tajam (jarum
hipodermik, jarum suntik, pisau pisau bedah) untuk
17
perawatan hewan atau manusia untuk pelayanan medis,
penelitian, atau laboratorium industri; limbah hewan
(karkas terkontaminasi, bagian tubuh, dan tempat tidur
hewan terkena agen menular); dan limbah isolasi (bahan
yang terkontaminasi dengan cairan dari manusia memiliki
penyakit menular. Maka, dalam pengelolaannya, semua
limbah medis yang dihasilkan dianggap menular dan
harus dilakukan pengolahan secara hati-hati.
5. Elektronik
Sampah elektronik (e-waste) akan mencakup peralatan
elektronik dari konsumen maupun perusahaan, berupa
produk utuh, bagian komponen, dan aksesori yang telah
mendekati akhir masa manfaatnya karena telah usang atau
rusak. Contoh umum dari sampah elektronik adalah
komputer pribadi (termasuk keypad dan mouse), printer,
ponsel, televisi, perekam kaset video, stereo, mesin
fotokopi, atau mesin faks. Sebelumnya sampah elektronik
tidak terlalu dipermasalahkan, hingga tahun 1990.
Pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang cepat tidak
diikuti dengan daur ulang sampah elektronik. Hal ini
dapat menimbulkan masalah. Bagian yang berbahaya dari
sampah elektronik adalah logam berat yang
18
dikandungnya, seperti kadmium, kromium, merkuri,
timah dan lainnya. Sebenarnya produk sampah elektronik
ini dapat digunakan kembali atau didaur ulang. Namun,
hanya 13,6% komputer rusak yang didaur ulang dan
sisanya hanya ditimbun di TPA. Hal ini disebabkan proses
pemisahan bagian-bagiannya yang sulit.
19
lahan seperti batang pohon, batuan dan tanah juga
termasuk sampah dari konstruksi.
7. Limbah radioaktif
Radioaktif adalah atom tertentu dengan inti yang
mengalami peluruhan, sehingga bersifat tidak stabil.
Atom tersebut melepaskan energi dari inti agar mencapai
kondisi yang stabil. Radiasi yang dipancarkan dapat
berupa partikel atau gelombang elektromagnetik yang
mirip dengan x-ray. Sifat radioaktif yang
mengkhawatirkan adalah kemampuannya untuk
menimbulkan dampak tertentu dari kejauhan dan sifatnya
yang dapat menembus jaringan makhluk hidup. Radiasi
20
yang dilepaskan berpotensi membahayakan kesehatan,
bisa menyebabkan mutasi genetik dan kanker. Limbah
radioaktif dihasilkan dari industri tertentu yang
menggunakan bahan radioaktif. Misalnya, pembangkit
listrik tenaga nuklir, fasilitas senjata nuklir, dan fasilitas
pengolahan limbah nuklir. Limbah radioaktif juga
diproduksi oleh laboratorium penelitian atau fasilitas
medis. Namun, limbah radioaktif tingkat tinggi dihasilkan
di pabrik nuklir oleh fusi inti uranium.
8. Pertambangan
Limbah yang berasal dari pertambangan bisa berupa
tanah, atau lapisan batuan dari pembukaan lapisan tanah.
Kemudian limbah dari proses peleburan maupun
pemurnian.
9. Limbah pertanian
Pertanian yang dimaksud adalah pertanian secara luas,
maka peternakan dan budidaya ikan pun masuk dalam
limbah pertanian ini. Limbah pertanian sebagian besar
berasal dari bagian hewan maupun tanaman yang tidak
dapat dimanfaatkan langsung. Selain itu, wadah kemasan
pestisida dan bahan pertanian lainnya juga menjadi bagian
21
dari limbah pertanian. Sebagian besar limbah pertanian
sebenarnya dapat didaur ulang langsung ke permukaan
tanah. Namun, jika suatu kawasan kecil memiliki berbagai
ragam bentuk pertanian dengan skala besar akan
menimbulkan masalah.
22
2.2 Komposisi Sampah
Komponen dan sifat sampah akan menggambarkan
keanekaragaman sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
Indonesia mengelompokkan sampah menjadi sembilan
komponen berdasarkan SNI 19-3964-1995, yaitu sampah
makanan, kertas dan karton, gelas kaca, plastik, logam, kayu dan
sampah taman, tekstil dan produk tekstil, karet dan kulit, lain-lain.
Tabel 2.1 menunjukkan komposisi sampah yang dihasilkan di
kota-kota besar Indonesia.
23
langsung ke lahan, kemudian cara pengomposan menjadi pilihan
kedua dengan tingkat kelola 1-6%. Terakhir adalah fermentasi
anaerobik yang dapat menghasilkan biogas. Secara singkat, tiap
metode pengolahan sampah dijelaskan di bawah ini (Thi, Kumar
and Lin, 2015) :
b) Proses anaerobik
Proses ini telah banyak diterapkan di negara Uni Eropa dan
negara maju di Asia sejak tahun 2006. Di India dan Cina
lembaga pemerintahan maupun LSM giat mengaplikasikan
proses anaerobik, baik skala rumah tangga maupun industri.
Misalnya India telah memiliki pabrik biogas yang dapat
menyuplai energi untuk berbagai lembaga. Namun, hingga
saat ini, tahun 2020, proses ini masih jarang diterapkan di
negara berkembang. Kendalanya adalah di bagian teknis,
operasi dan manajemen yang belum memadai. Namun,
negara Vietnam, Filipina dan Indonesia mulai
mengintegrasikan proses anaerobik ini dengan pengomposan
di tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Namun, gas
yang dihasikan belum dapat dimanfaatakan masyarakat,
karena terkendala oleh penyaluran dari TPST ke rumah
warga. Sementara itu, Jamaika dengan perusahaan
CaribShare Biogas dapat mengolah sampah sisa makanan
untuk memasok listrik ke masyarakat pedesaan. Thailand
25
pun telah memiliki pabrik Rayong yang menghasilkan pupuk
cair dan biogas untuk dimanfaatkan masyarakat.
c) Pengomposan
Pengomposan adalah metode yang efisien untuk mengolah
sampah organik dan dapat membantu pemenuhan pupuk
pada pertanian organik. Saat ini, India telah berhasil mendaur
ulang 5,9% limbah organiknya dan menghasilkan 4,3 juta ton
kompos tiap tahunnya.
26
e) Timbunan sampah di lahan terbuka
Metode ini menjadi cara yang paling utama dan banyak
diterapkan oleh negara berkembang. Namun, tentunya ini
adalah cara yang paling tidak diinginkan. Hampir 90% dari
total sampah yang berhasil dikumpulkan akan berakhir di
tempat pemrosesan akhir ini. Tapi dengan pembuangan
sampah yang tercampur di lahan terbuka berpotensi
menghasilkan emisi gas sebesar 8% yang sebenarnya dapat
dimanfaatkan sebagai energi. Namun, negara berkembang
belum mampu memanfaatkannya sebagai energi terbarukan.
Cara ini juga disebut-sebut sebagai tempat berkumpulnya
vektor penyakit.
27
Bab 3
Kompleksitas Manajemen
Sampah
29
1. Urbanisasi yang cepat, adanya ketidaksetaraan, dan
pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan populasi yang sangat cepat mendorong terjadinya
tata kota lahan yang tidak terencana.Pertumbuhan ini
doproyeksikan akan terjadi secara masif di kawasan perkotaan.
Namun, penyediaan fasilitas bagi masyarakat di perkotaaan
berjalan lambat. Akibatnya, masyarakat perkotaan yang tidak
mampu mendapatkan fasilitas yang sesuai didorong untuk
tinggal di daerah yang kumuh. Sehingga akses untuk membuang
sampah ke TPS pun cukup sulit. Mereka yang tinggal di kawasan
kumuh memilih untuk membuang sampah di sembarang tempat,
bisa dibuang ke sungai atau jalanan. Kondisi ini telah
melumpuhkan kapasitas pemerintah nasional dan daerah untuk
mengatur pelayanan pengelolaan sampah di kota.
30
akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan sistem.
Misalnya, ada pandangan di negara tertentu, bahwa profesi yang
berkaitan dengan pengelolaan limbah dinilai tidak terhormat.
Sehingga menyulitkan mencari sumber daya manusia yang
kompeten dalam pengolahan. Sikap membuang sampah juga
dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat. Ada sebagian
masyarakat yang membuang sampah di tempat pembuangan,
namun ada juga yang membuangnya secara ilegal di jalanan.
Ketika pembuang sampah ilegal dibiarkan, akan mengundang
masyarakat lain untuk membuang sampah secara ilegal.
31
dianggarkan oleh pemerintah. Selain itu, kurangnya komitmen
jangka panjang dari penyelenggara pemerintahan. Bisa jadi
dalam lima tahun, pemerintah di tahun itu sangat baik
pengelolaan sampahnya, namun setelah pergantian pemimpin
daerah, pengelolaan sampah kembali memburuk.
Salah urus dana juga bisa dilihat dari alokasi dana antara negara
maju dan negara berkembang. Di negara berkembang, 80 – 90%
dari anggaran pengelolaan sampah dihabiskan untuk
pengumpulan, sementara di negara maju hanya kurang dari 10%
dihabiskan untuk layanan pengumpulan. Hal ini disebabkan
harga tanah di perkotaan yang mahal dan tidak tersedianya lahan
yang luas, sehingga tempat pengelolaan sampah jauh dari
34
perkotaan. Akibatnya, biaya transportasi sampah dari perkotaan
ke tempat kelola membengkak.
35
2. Pengumpulan - Rendahnya pemilahan sampah
sampah - Tingkat pengumpulan sampah
tidak mencapai 100%
- Sampah dikumpulkan melalui
berbagai cara, ada yang melaui
sektor informal (pemulung) atau
organisasi berbasis komunitas
(bank sampah)
3. Transfer dan - Jasa ini biasanya dilakukan oleh
transportasi pemerintah daerah dan peran
sektor informal lebih berkurang
- Banyak TPS yang tidak dikelola
dengan baik
4. Proses - Sampah yang didominasi bahan
penanganan organik akan menyulitkan teknis
sampah pengolahan. Misalnya, akan
menghambat proses pembakaran
sampah. Selain itu, pembakaran
sampah sering dilakukan di lahan
terbuka, sehingga mencemari
udara sekitar.
36
- Tingkat daur ulang yang relatif
tinggi dapat tercapai karena adanya
sektor informal yang aktif dalam
proses daur ulang.
- Penerapan pengolahan fisik masih
terbatas.
5. Pembuangan Sistem open dumping banyak
diterapkan hingga saat ini, karena
keterbatasan untuk menerapkan
sanitary landfills.
6. Sektor - Sektor informal aktif di sepanjang
informal aliran pengelolaan sampah,
terutama pengumpulan dan daur
ulang
- Kondisi kerja yang diterapkan
sektor informal biasanya tidak
memenuhi standar keselamatan
kerja dan peran mereka jarang
diketahui oleh otoritas pemerintah.
37
Selama bertahun-tahun, telah disadari bahwa untuk menangani
sampah ini perlu untuk merancang sistem yang terintegrasi secara
keseluruhan. Cara ini lebih baik daripada memilih subsistem
komponen individu yang tidak dapat bekerja dengan baik.
Konsep sistem pengelolaan sampah terintegrasi telah diterima di
berbagai negara. Semua komponen yang terlibat dalam
pengolahan sampah ini harus memiliki perencanaan dan
pelaksanaan yang efektif. Sehingga meningkatkan kinerja secara
keseluruhan. Pengelolaan limbah padat terpadu juga memiliki
cara pemilihan dan penerapan teknik, teknologi, dan pendekatan
manajemen yang sesuai untuk mencapai tujuan dan sasaran
tertentu. Adapun komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut
(Shekdar, 2009) :
38
berkembang, pembuat undang-undang ditujukan untuk
menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih.
39
Tabel 3. 2 Perbandingan dari beberapa teknologi pengolahan
sampah
Proses Anaerobik Aerobik Pirolis Gasifi- Inisine Plasma
pengelolaan is kasi rasi Gasifikasi
sampah
Reduksi 30 – 50% 40 – 60% 70 – 70 – 80% 80 – 90 95 – 100%
sampah 80% %
Lahan besar sedang Kecil kecil kecil kecil
3. Manajemen operasi
Sistem operasional mencakup penanganan dan pengelolaan
sampah yang melalui proses pengumpulan, pengangkutan,
proses, dan pembuangan. Prosedur dan praktik untuk setiap
sistem komponen perlu didefinisikan secara jelas, dan harus
40
ada mekanisme terpadu untuk memantau dan mengendalikan
operasi.
4. Manajemen keuangan
Pegelolaan sampah yang terintegrasi membutuhkan sumber
daya dalam bentuk tenaga kerja manusia yang handal,
kendaraan, mesin dan tanah. Sistem harus dibiayai secara
memadai, sehingga membutuhkan modal investasi dan biaya
operasional rutin. Ini adalah masalah kritis di negara-negara
berkembang, di mana pemerintah kota sebagai
penanggungjawab kelola sampah mengalokasikan dana yang
sedikit. Prosedur penganggaran pun perlu
mempertimbangkan isu keberlanjutan, terutama dengan
memasukkan subsidi untuk pemulihan sumber daya.
Misalnya dengan memanfaatkan program jual beli karbon
juga bisa menjadi salah satu cara.
41
itu, diperlukan cara untuk menarik partisipasi dari
masyarakat. Commented [D2]: Beri jarak dengan 3.2
42
Tabel 3. 3 Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah Tiap
Kecamatan di Kota Pontianak
Jumlah
Penduduk Timbulan
No Kecamatan (jiwa) (m3/hari)
1 Kecamatan Pontianak Barat 150.150 412.913
2 Kecamatan Pontianak Selatan 93.014 255.789
3 Kecamatan Pontianak Kota 126.600 348.150
4 Kecamatan Pontianak Tenggara 49.026 134.822
5 Kecamatan Pontianak Utara 143.984 395.956
6 Kecamatan Pontianak Timur 104.279 286.767
Total 667.053 1.834.397
Sumber: DLH Kota Pontianak, 2019
Total timbulan sampah dari Kota Pontianak sebesar
1.834.397 m3/hari. Menurut laporan dari Dinas Lingkungan
Hidup, sampah yang dapat diangkut sebesar 1.619.000
m3/hari atau sekitar 88% dari total sampah. Sisa 12%- nya
bisa berakhir di jalanan, sungai, dibakar langsung oleh
warga, atau digunakan untuk pengomposan.
Pengumpulan sampah
Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat akan dikumpulkan
untuk selanjutnya dikelola. Pada umumnya, masyarakat akan
membawa sampah mereka ke tempat pembuangan sampah
43
sementara (TPS) yang tersebar di Kota Pontianak. Pontianak
memiliki 131 TPS legal yang diatur oleh Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Pontianak. Semua sampah yang terkumpul di 131
TPS tersebut dapat diangkut oleh DLH. Namun, masih banyak
TPS ilegal yang digunakan masyarakat untuk membuang
sampahnya. Sehingga sampah tersebut tidak terangkut oleh
pertugas kebersihan. Sebelum sampah dibawa ke TPA, ada
sebagian sampah yang dibawa ke tempat pengolahan sampah
terpadu (TPST) atau tempat pengepul sampah yang dimiliki oleh
swasta.
44
Gambar 3.1 TPST Edelweis Kota Pontianak
45
sampah dari bak ke 1 akan dipindahkan ke bak nomor 2. Begitu
seterusnya hingga mencapai bak ke-21. Lokasi bak yang terbuka
menyebabkan proses pembuatan kompos akan bergantung pada
cuaca. Jika terjadi hujan terus menerus, akan memperlambat
proses pengeringan kompos. Sampah yang terlah kering akan
diayak dan siap untuk dikemas. Kompos produksi TPST Edelweis
sering digunakan untuk tanaman di taman kota Pontianak atau
jika masyarakat membutuhkan, bisa langsung datang ke TPST.
46
tekanannya naik). Namun, gas yang dihasilkan belum dapat
dimanfaatkan masyarakat. Tujuan dari adanya biodigester ini
hanya digunakan untuk mereduksi sampah, Gas yang dihasilkan
akan dibuang begitu saja. Hal ini dikarenakan kapasitas
biodigester yang belum memadai dan hasil akhir biogas yang
tidak memenuhi standar untuk dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
47
Gambar 3.2 Kegiatan peresmian FPS Biodigester TPST Edelwies
oleh Walikota Pontianak tahun 2020 (Sumber : Kiwi/Suara
Pemred Kalbar)
48
didaur ulang. Di Pontianak, ada beberapa tempat pengepul
sampah yang tersebar. Namun, belum ada pendataan secara
menyeluruh mengenai tempat pengumpulan sampah ini. Tapi, ada
dua tempat yang bisa menjadi gambaran tentang usaha
pengumpulan sampah ini, yaitu tempat pengumpulan sampah
Suwignyo dan tempat pengolahan sampah Pasar Ibu. Tempat
pengumpulan sampah di Suwignyo telah beroperasi selama 10
tahun dengan lima orang pekerja, sedangkan yang Pasar Ibu telah
ada selama 21 tahun dengan delapan orang pekerja.
49
Rantai daur ulang ini, akan memengaruhi harga jual dari sampah
yang akan dibeli oleh pengepul. Jika pabrik daur ulang membeli
dengan harga yang tinggi, pengepul pun akan membeli sampah
dari masyarakat dengan harga yang baik. Jika terjadi penurunan
harga beli dari pabrik daur ulang, pengepul lebih memilih untuk
menyimpan barang hingga harga kembali normal. Tabel 3.4
mencantumkan harga yang beli sampah oleh pengepul.
Keuntungan yang diambil oleh pengepul dari hasil penjualan ke
pabrik daur ulang berkisar 500-1000 per kilogramnya, sesuai
dengan jenis sampahnya. Dari hasil penjualannya, tempat
pengepul bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 30.000.000 per
bulan dari 2750 kg sampah untuk pengepul Suwignyo dan Rp
45.000.000 per bulan dari 3200 kg sampah untuk pengepul
Suwignyo.
50
Tempat Pemrosesan Akhir Batulayang (TPA Batulayang)
Saat ini Kota Pontianak memiliki TPA dengan luas 26.6 hektar.
TPA ini mulai beroperasi pada tahun 1996 dengan masa guna 20
tahun. Sampah dari masyarakat akan diangkut ke TPA dengan
armada Fuso, Dump Truk dan Amroll Truk. Setiap kendaraan
yang masuk akan ditimbang di jembatan timbang. TPA Batu
Layang menggunakan sistem operasi open dumping, yaitu
sampah yang ada hanya ditempatkan begitu saja tidak
dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk
menjadi sampah organik. Tetapi sesekali dilakukan Controll
Landfill dengan tumpukan sampah yang ditimbun dengan tanah
pada beberapa tahun setelah sampah dibuang.
51
Gambar 3.3 UPTD TPA Batu Layang yang menggunakan
sistem open dumping
52
Namun, rencana ini masih dalam perencanaan dan
mempertimbangkan jenis tanah gambut di lahan TPA.
54
Warga sekitar pun dapat menggunakan listrik yang dihasilkan
oleh sampah ini. Untuk mendukung program ini, Kementrian
Lingkungan Hidup Korea Selatan membentuk Sudokowon
Landfill Site Management Corporation (SLC) pada tahun 2000.
SLC menjadi badan usaha milik negara yang bekerja sama
dengan pemerintah kota Seol untuk merencanakan dan
membangun, mengoperasikan, memelihara dan merawat
infrastruktur pengolahan sampah. Kontrak kerja sama dilakukan
selama 46 tahun, dari tahun 2000-2046. Perusahaan ini tergolong
sebagai pengelola TPA tingkat dunia dan menjadi percontohan
sebagai eco-friendly sanitary landfill. TPA ini memiliki luas
lahan 1600 hektar dari lahan hasil reklamasi. Luas lahan ini
diperkirakan mampu melayani 22 juta penduduk di Kota Seoul,
Incheon, dan Provinsi Gyeonggi. TPA dibagi menjadi empat unit
pengolahan sampah. Unit sampah pertama memiliki luas 409
hektar yang beroperasi dari tahun 1991 sampai tahun 2000.
Setelah kapasitas penampungan penuh, lahan ini dikonversi
menjadi taman untuk kegiatan masyarakat, seperti lapangan golf,
kolam renang, taman kota, dan taman bermain. Unit pengolahan
kedua dengan luas 381 hektar mulai dioperasikan pada tahun
2000. TPA yang kedua ini menggunakan sistem sanitary landfill
atau lahan uruk saniter. Lahan ketiga dan keempat masih dalam
perencanaan pembangunan guna mengantisipasi lahan kedua
55
yang mencapai kapasitas maksimumnya. Sampah yang masuk ke
TPA berasal dari sampah rumah tangga, kantor, konstruksi, dan
lainnya. TPA ini dilengkapi dengan fasilitas sistem sampling
otomatis dan sistem kontrol yang menggunakan CCTV.
Kemudian fasilitas utamanya adalah pengolahan gas dan lindi
untuk menjadi sumber daya. Fasilitas pengolahan ini mampu
menampung lindi sebanyak 6.700 ton/hari, menyalurkan gas
hingga sejauh 308 km. Terdapat 50 MW landfill gas power plant
yang merupakan pembangkit listrik dari gas TPA terbesar di
dunia yang menyediakan sistem bagi sekitar 440.000 rumah
tangga.
56
ulang sampah yang dilakukan. Kesadaran warganya terhadap
pengelolaan sampah sangat tinggi. Para warga membentuk
komunitas yang akan membantu sosialisasi dan mengawasi
penangan sampah dilingkungan masing-masing. Seluruh
informasi terkait pengelolaan sampah pun dipublikasikan kepada
masyarakat secara transparan, sehingga masyarakat dapat
memantau pelaksanaan kelola sampah di lingkungannya dan di
TPA. Publikasi ini mencakup data sampah yang masuk ke TPA,
parameter hasil pengolahan air lindi, dan lain-lain.
57
masyarakat, sehingga membantu pengelola memilah sampah
ketika sampai di TPA. Untuk memastikan masyarakat melakukan
sesuai peraturan ini, pemerintah memasang CCTV di lokasi yang
berpotensi menjadi tempat pembuangan sampah liar.
58
sampah berhasil didaur ulang. Melalui penerapan berbagai
kebijakan ini, Korea mampu memperlambat laju timbulan
sampah hingga 47%. Kemudian pada tahun 2012 meningkat
menjadi 84,4%
60
dipelajari dari Malaysia, yaitu privastisasi pengelolaan sampah
kepada perusahaan. Hal ini dilakukan karena pemerintah daerah
tidak mampu mengelola sampah di daerahnya. Kekurangan
sumber daya manusia yang memahami teknis dan operasional
pengolahan sampah. Pemerintah daerah membayar sejumlah
uang kepada perusahaan untuk mengolah sampah di daerah
mereka. Ada dua perusahaan yang masih menjadi penanggung
jawab pengelolaan, yaitu Alam Flora Sdn Bhd dan Southern
Waste Management Environment Sdn Bhd.
61
ton/hari) di negara bagian Perak, Pulau Langkawi (100 ton/hari)
di negara bagian Kedah, Pulau Tioman (15 ton/hari) dan Cameron
Highlands (40 ton/hari) di negara bagian Pahang, dan Labuan (50
ton/hari). Kemudian ada tiga insinerator berskala besar yang
diusulkan untuk dibangun di Taman Bering (Kuala Lumpur),
bukit payung (Johor), dan Sungai udang (Melaka). Rencana
penggunaan insinerator ini masih memiliki pertentangann dengan
komunitas masyarakat lokal. Alasannya adalah kekhawatiran atas
emisi dioxin dan polutan karsinogenik yang dapat dihasilkan oleh
gas insinerator. Misalnya penolakan dari komunitas lokal Broga
yang menentang proyek dengan dan mengajukan tuntutan hukum
selama bertahun-tahun sejak 2002 karena keprihatinan emisi
dioxin terhadap kesehatan dan lingkungan serta ketidaksesuaian
dalam biaya proyek dan latar belakang dari perusahan EBARA.
Penggunaan insinerator ini ternyata tidak berjalan efektif. Hal ini
disebabkan dari limbah yang masih tercampur dengan sampah
organik, sehingga kadar kelembabannya tinggi. Kondisi ini
menyebabkan insinerator rusak dan tidak diperbaiki akibat
terkendala keuangan (Moh and Abd Manaf, 2017).
62
Jepang, teknologi canggih untuk negara dengan lahan sempit
63
volume sampah hingga 98%. Namun metode ini membutuhkan
biaya yang sangat besar. Jepang yang memiliki lahan sempit
mendorong penggunaan teknologi tinggi.
Cina atau Tiongkok pada tahun 2004 menghasilkan 190 juta ton
sampah. Jumlah ini adalah yang tertinggi dibandingkan negara
manapun. Selama dua dekade terakhir, terjadi perkembangan
ekonomi dan pertumbuhan populasi yang pesat di Cina.
Pertumbuhan ini juga diikuti dengan banyaknya timbulan sampah
yang dihasilkan masyarakat, baik oleh domestik maupun industri.
Kondisi ini diatasi dengan sigap oleh pemerintahnya. Berbagai
upaya dilakukan untuk menurunkan produksi sampah dan
meningkatkan daur ulang sampah. Bahkan, Cina pun mengimpor
plastik dari negara lain untuk didaur ulang dan digunakan
kembali. Namun, sejak Januari 2018, pemerintah
memberhentikan impor sampah plastik, besi dan tekstil. Mereka
berfokus untuk menyelesaikan masalah sampah yang ada dalam
negeri. Sejak tahun 1950, daur ulang sampah telah diakui sebagai
kegiatan yang berkelanjutan. Saat ini, ada sekitar 5.000
perusahaan daur ulang yang mempekerjakan sekitar 1,4 juta
orang. Perusahaan memiliki 160.000 pusat pengumpulan dan
64
lebih dari 300 fasilitas pemrosesan. Cina memiliki enam kategori
material dari sampah yang dapat didaur ulang, yaitu besi dan baja,
logam non-besi, plastik, karet, kertas dan kaca. Cina telah berhasil
mendaur ulang 50 juta ton sampah dengan nilai 50 miliar RMB
(yuan). Selain itu, sekitar 400.000 kendaraan telah didaur ulang.
Tidak hanya itu, pemerintah Cina melalui Badan Perlindungan
Lingkungan Negara telah merumuskan konsep “Taman
Pemrosesan Sumberdaya Terbarukan” di mana semua fasilitas
dasar seperti listrik, air dan transportasi akan disediakan dari
sampah. Walaupun Cina memiliki banyak pabrik daur ulang,
namun harus ada upaya pengurangan sampah dari sumbernya.
Saat ini, tidak ada batasan jumlah sampah padat yang dihasilkan
di perumahan, sehingga masyarakat bebas untuk membuang
sampah. Jika pemerintah dapat memperbaiki sistem pemungutan
biaya limbah, ini dapat membantu keuangan fasilitas pengolahan
limbah yang ada dan mempromosikan insentif ekonomi bagi
masyarakat yang mengurangi timbulan sampah dan mengubah
perilaku pengelolaan limbah mereka (Zhang, Tan and Gersberg,
2010).
65
Bab 4
Inovasi Pengelolaan
Sampah
4.1 Inovasi pengelolaan sampah di Indonesia
Gejolak inovasi dalam pengelolaan sampah mulai banyak tumbuh
dari komunitas masyarakat. Bukan karena diperintah oleh siapa
pun, tapi murni karena keresahan mereka akan masalah
lingkungan yang ada di sekitar. Beberapa inovasi tersebut adalah
bank sampah yang membantu untuk tahap pengumpulan sampah,
inovasi yang membuat material baru dari limbah pertanian,
insinerator tanpa bahan bakar dan sedikit asap, hingga pembuatan
paving block dari plastik. Adapun cerita dari masing-masing Commented [D4]: Semua “Paving block” dimiringkan, bias
search lalu replace
inovasi dijabarkan pada bagian berikut ini.
66
Gambar 4. 1 Sebaran bank sampah di Indonesi yang ditunjukkan
oleh warna (Badan Pusat Statistik, 2018)
Bank sampah merupakan salah satu tempat yang betujuan untuk
edukasi persoalan sampah kepada masyarakat. Bank sampah
memiliki sistem pengelolaan sampah, khususnya sampah kering.
Di dalamnya terdapat aktivitas penampungan, pemilahan dan
penyaluran sampah yang masih dapat didaur ulang dan memiliki
nilai ekonomi. Nilai ekonomi inilah yang menjadi daya tarik bagi
masyarakat yang mendaftarkan diri sebagai nasabahnya. Namun,
tentunya bukan menjadi tujuan utama. Sampah yang akan
disetorkan oleh nasabah hanyalah sampah anorganik, sehingga
masyarakat dipaksa untuk memilah dan mengelompokkan
sampah. Setiap kota di daerah, khususnya tingkat RT didorong
oleh pemerintah untuk mendirikan bank sampah.
68
Bank Sampah Berkah Mendawai
70
Bank Sampah Rosella
71
Kerajinan ini dibuat oleh pekerja di Bank Sampah Rosella.
Produk yang dihasilkan ada kotak tisu dari kaleng susu, keset dari
kain bekas, tas dari sedotan atau bunga buatan dari kantong
kresek. Produk ini dijual melalui media sosial, maupun pameran.
Keuntungannya akan digunakan untuk biaya operasional bank
sampah.
72
Bank Sampah Palem Asri
Ketiga bank sampah ini memiliki tujuan dan peran yang berbeda
dalam pengelolaan sampah. Tapi, yang pasti ketiganya membawa
dampak positif dalam masyarakat. Masyarakat pun mulai
memahami pentingnya pemilahan sampah dan menjaga
kelestarian lingkungannya dari sampah. Namun, sosialisasi harus
terus dilakukan, karena masih banyak nasabah yang menukar
sampah yang belum dibersihkan atau belum terpilah. Selain itu,
73
keterampilan dan inovasi pengelolaan sampah juga harus terus
dikembangkan.
74
Saat ini, praktik biodesign mulai banyak dilakukan. Biodesign
adalah proses desain dan fabrikasi yang menggunakan agen
biologi atau didasari oleh biologi. Komponen dari organisme
hidup menjadi komponen dalam desain. Ini dapat terjadi ketika
seorang arsitektur atau desainer berkolaborasi dengan ilmuwan
biologi untuk mengeksplor material baru ini dan bagaimana cara
menggunakannya. Material ini dapat diperoleh dengan cara
ditumbuhkan, bukan melalui proses produksi yang seringkali
menghancurkan alam. Melalui integrasi makhluk hidup, seperti
bakteri, ganggang atau jamur dengan proses desain. Mereka dapat
mencari solusi material yang lebih berkelanjutan.
75
Gambar 4.6 Tas terbuat dari jamur tempe (Sumber :
Antara/Tempo, 2019)
78
menghambat pengolahan sampah dengan teknik pemanasan atau
pirolisis. Larva BSF dapat membuka peluang ekonomi baru yang
cocok diterapkan di masyarakat perkotaan di negara berkembang.
Larva BSF memiliki sifat yang sangat aktif memakan berbagai
bahan organik, seperti buah-buahan dan sayuran, sampah pasar,
sampah dapur, limbah ikan, bungkil kelapa sawit, dan kotoran
hewan ternak dan manusia. Kemampuannya dalam mereduksi
sampah organik sebesar 66 – 85%. Selain kemampuan larva BSF
dalam memakan sampah, fase akhir larva yang disebut prepupa
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kandungan proteinnya
yang tinggi, yaitu protein 40% dan lemak 30% bisa digunakan
sebagai pakan ikan maupun hewan ternak. Indonesia saat ini
memiliki masalah dalam pemenuhan pakan, terutama tepung ikan
dan tepung udang. Selama ini pakan ternak di Indonesia masih
bergantung pada pakan impor. Tepung ikan dan tepung udang
telah mengalami penurunan sebesar 15.56%. Di sisi lain,
kandungan lemak larva BSF sebesar 30% berpotensi untuk
menjadi bahan baku produksi diesel. Residu sampah yang
dihasilkan dalam proses pemanfaatan BSF dapat digunakan
sebagai kompos dan amandemen tanah di bidang pertanian
(Monita et al., 2017)
79
Gambar 4. 7 Komunitas Kreasi Sungai Putat (KSP) telah
mengembangkan pengolahan sampah organik dengan BSF di
Pontianak (Sumber: Syamhudi KSP, 2019)
80
organik dan anorganik yang masih tercampur menjadi salah satu
kendala dalam proses pengolahannya.
81
pembuatannya dengan pemanasan dapat menghasilkan bau
menyengat dan asap hitam pekat yang dikhawatirkan akan
mengganggu kesehatan. Namun, tidak sampai disitu, kelemahan-
kelemahan dari paving block ini mampu diperbaiki melalui uji
coba lebih lanjut. Hingga akhirnya mereka mendapatkan bantuan
pendanaan dari suatu organisasi. Saat ini, proses produksi
dilakukan di Citeureup, Jabar. Lokasinya pun berdekatan dengan
pemasok bahan baku, yaitu ibu-ibu dan para pemulung. Melalui
kerja sama dengan warga kampung Citeuruep untuk
mengumpulkan sampah. Mereka dapat menukarkan satu kilo
sampah kantong plastik dengan Rp1.300-Rp1.500. Uang ini dapat
ditukarkan untuk membeli sembako.
83
Bab 5
Ekonomi Sirkular dan
Sampah
84
pengolahan limbah yang tidak tepat, jumlah ini mewakili 5% dari
total emisi di seluruh dunia. Praktik ini sangat tidak sesuai dengan Commented [D5]: Menurut kbbi “praktik”
Saah satu cara untuk keluar dari paradigma lama adalah dengan
menerapkan konsep Circular Economy (CE) yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari konsep ini adalah
mempertahankan nilai tambah produk selama mungkin dan
meminimalkan pemborosan, menjaga sumber daya dalam
perekonomian ketika produk tidak lagi memenuhi fungsinya,
sehingga bahan dapat digunakan lagi dan menghasilkan nilai
85
tambahan. Dengan demikian, model bisnis sirkuler menciptakan
nilai lebih dari setiap unit sumber daya alam dibandingkan
dengan model tradisional yang linier (Robaina et al., 2020).
87
3. Meningkatkan kesadaran konsumsi melalui transparansi
informasi, seperti jejak lingkungan, label efisiensi energi,
ketersediaan perbaikan dan suku cadang, dan desain
perpajakan untuk memberikan insentif ekonomi yang
memadai.
4. Pengelolaan limbah untuk meningkatkan daur ulang atau
memulihkan kandungan energinya.
5. Keterkaitan sumber daya limbah, untuk memasukkan
kembali bahan mentah sekunder ke dalam loop ekonomi
dan meningkatkan daur ulang air.
88
10% dan dijadikan sebagai bahan untuk membuat pulau baru.
Singapura memiliki empat insinerator, yaitu Ulu Pandan (tahun
1979) dengan kapasitas 1.100 ton/hari, Tuas (tahun 1986) yang
berkapasitas 1.700 ton/hari, Senoko (tahun1992) dengan
kapasitas 2.400 ton/hari dan Tuas (tahun 2000) yang dapat
mengolah sampah 3.000 ton/hari.
89
Penggunaan teknologi WTE sudah diperkenalkan di Indonesia
sejak tahun 1980-an. Namun, hingga saat in belum pernah
dibangun dan dioperasikan karena belum mempunyai
pengalaman dan kemampuan sendiri untuk mengembangkan
teknologi tersebut dalam kapasitas besar. Namun, dalam lima
tahun terakhir, pemerintah giat melakukan percepatan
pembangunan fasilitas WTE. Pemerintah mengeluarkan
peraturan presiden No. 18/2016 tentang pembangunan WTE di
tujuh kota dan Peraturan Presiden No. 35/2018 tentang
percepatan pembangunan WTE untuk 12 kota di Indonesia.
Pemerintah Kota Pontianak pun memulai pembangunan ini
melalui kerja sama dengan PT Gikoko Kogyo pada 18 Januari
2007.
90
91
Salah satu metode mengonversi sampah menjadi energi adalah
melalui proses refused-derived fuel (RDF). Melalui RDF, sampah
yang telah dipilah melalui proses pembakaran pada suhu tertentu.
Kemudian dilakukan proses homogenisasi menjadi ukuran
butiran kecil atau dibentuk menjadi pelet yang dapat digunakan
sebagai pengganti bahan bakar fosil. RDF dapat diproduksi dari
berbagai jenis limbah, seperti municipal solid waste (MSW) atau
limbah padat perkotaan, limbah industri, limbah komersial,
ataupun limbah pertanian/hutan.Teknologi RDF ini dapat
mengurangi timbulan sampah dalam jumlah yang signifikan
dalam waktu relatif singkat. Kualitas kalori RDF sangat
tergantung dari jenis sampah yang dimanfaatkan. Salah satu
kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapannya di
Indonesia adalah tercampurnya sampah organik dan anorganik.
Sampah yang tercampur akan mengurangi efektifitas pembakaran
dan kualitas dari pelet yang dihasilkan.
92
memiliki caranya masing-masing dalam pengolahan sampah ini.
Intinya adalah tercipta integrasi holistik yang harmonis dari
pengelolaan limbah kota, pengemasan makanan dan limbah
makanan, sampah laut, pariwisata, pertanian lokal, dan ekonomi
lokal.
93
DAFTAR PUSTAKA
95
Engineering. Elsevier, 145(April), p. 106510. doi:
10.1016/j.cie.2020.106510.
vi
Pewadahan: kegiatan menampung sampah sementara dalam
suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber
sampah dengan mempertimbangkan jenis-jenis sampah.
Sampah Rumah Tangga: sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja
dan sampah spesifik.
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga: sampah rumah
tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasankhusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya.
Sumber Sampah: asal timbulan sampah.
Residu: sampah yang tidak dapat diolah dengan pemadatan,
pengomposan, daur ulang materi dan/atau daur ulang
energi.
Tempat Penampungan Sementara, yang selanjutnya
disingkat TPS: tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu, yang selanjutnya
disingkat TPST: tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran
ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
vii
Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA:
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke
media lingkungan.
viii
INDEKS
ix