Anda di halaman 1dari 5

NAMA : NOVI DWI PUTRI

NIM : 92221025 (A EKSEKUITF)

MATA KULIAH : MANAJEMEN SDM MADYA

DOSEN : DR. H. M. IDRIS, S.E., M.SI.

DR. TRISNIARTY ADJENG MOELYATIE, S.E., M.M.

DR. HJ. ZUNAIDAH, S.E., M.SI.

JURNAL NASIONAL

1. JUDUL: PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA


TERHADAP KINERJA
PENELITI : KETUT EDY WIRAWAN, I WAYAN BAGIA, GEDE PUTU AGUS
JANA SUSILA

LATAR BELAKANG : PT Mandiri Tri Makmur Cabang Singaraja merupakan salah


satu perusahaan swasta yang mendistribusikan produk makanan dan minuman atau
produk- produk (manufacturer) ke berbagai outlet dan pengecer yang tersebar di wilayah
Provinsi Bali.Berdasarkan observasi awal, penelitian ini menemukan kinerja karyawan
yang rendah, hal tersebut dapat dilihat dari data kinerja karyawan yang diambil sampel
sebanyak 10 karyawan yaitu pada bagian penjualan dan pengiriman.Kinerja karyawan
bagian penjualan dan pengirimanpada bulan Desember 2014 belum dapat terealisasi
secara optimal. Dari 10 karyawan yang dinilai hanya 2 orang karyawan yang mampu
mencapai target yang ditetapkan perusahaan dengan kategori kinerja tinggi, sisanya 8
orang karyawan masih belum dapat mencapai target yang ditetapkan perusahaan dengan
kategori kinerjarendah.Rendahnya kinerja karyawan tersebut, diduga karena rendahnya
Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja karyawan pada perusahaan.Rendahnya tingkat
pendidikan karyawan dapat dibuktikan dengan pendidikan formal terakhir yang pernah
ditempuh karyawan.
Selain dari pada faktor tingkat pendidikan, hal lain yang diduga menyebabkan terjadinya
penurunan kinerja karyawan yaitu rendahnya pengalaman kerja karyawan pada
perusahaan tersebut. Kurangnya pengalaman kerja yang dimiliki akan berpengaruh pada
kinerja karyawan. Hal ini tentu akan mengakibatkan rendahnya kinerja karyawan pada
PT Mandiri Tri Makmur dalam mencapai tujuan perusahaan. Padahal Husaini Usman
(2011: 489) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman kerja
karyawan maka akan semakin tinggi kinerja yang ditampilkan. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian emperik yang dilakukan oleh Zakso (2010) bahwa tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.Berdasarkan permasalahan pada latar belakang penelitian tersebut, maka dapat
diangkat sebuah judul “Pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman kerja Terhadap
Kinerja karyawan pada PT Mandiri Tri Makmur Cabang Singaraja Tahun 2014”.
METODE : Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif kausal. Subjek
dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Mandiri Tri Makmur dan objek dalam
penelitian ini adalah tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kinerja karyawan.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 48 orang. Penelitian ini termasuk penelitian
populasi karena seluruh populasi dijadikan subjek penelitian. Jenis data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu berupa data tingkat pendidikan, pengalaman kerja
dan kinerja karyawan yang bersumber dari PT Mandiri Tri Makmur. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu (1) kuesioner, dan (2) pencatatan dokumen,
selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan analisis jalur.
HASIL PENELITIAN : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh tingkat
pendidikan dan pengalaman kerja karena p-value, < α 0.05 dengan hubungan pengaruh
bersama sebesar 56,20% dengan sumbangan pengaruh 31,60%. Sisanya 49,20% di
pengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yaitu lingkungan
kerja, pelatihan, motivasi, kepemimpinan, kemampuan kerja, dan semangat kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja
karyawan karena p-value< α 0.005 dengan hubungan pengaruh bersama sebesar 25,40%
dan sumbangan pengaruh langsung tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan sebesar
6,5%.
Hasil penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa ada pengaruh pengalaman kerja terhadap
kinerja karyawan karena p-value, < α 0.005 dengan hubungan pengaruh bersama sebesar
59,8%, sedangkan besar sumbangan pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja
karyawan adalah 35,8%.

2. JUDUL: PENGARUH PENGALAMAN KERJA, KOMPETENSI, MOTIVASI


TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI PADA PT. HASHRAT ABADI
TENDEAN MANADO)
PENELITI: RISCY S. RATULANGI, AGUS SUPANDI SOEGOTO

LATAR BELAKANG : Dalam upaya meningkatkan kinerja, pengalaman Kerja sangat


diperlukan karena pengalaman kerja karyawan mencerminkan tingkat atau penguasaan
serta keterampilan yang dapat diukur dari masa kerja dan jenis pekerjaan yang pernah
dilakukan
Kompetensi sendiri merupakan landasan dasar karakteristik orang mengindikasikan cara
berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi dan mendukung untuk periode waktu yang
cukup lama. Faktor yang dapat mempengaruhi Kompetensi seseorang ialah keyakinan
dan nilai-nilai, keterampilan, karakteristik pribadi, motivasi, isu emosional, kemampuan
intelektual dan budaya organisasi
Tidak kalah pentingnya dengan Kompetensi, Motivasi pun memiliki peranan penting
dalam meningkatkan Kinerja Karyawan disuatu Perusahaan. Tanpa adanya Motivasi
Kinerja Karyawan tak akan optimal dan memberikan kontribusi pada perusahaan. PT.
Hasjrat Abadi sangat memperhatikan Kinerja dari Masing-masing karyawannya, sangat
dituntut akan disiplin dan kerja sama yang baik dalam bekerja agar target tahun 2016
dapat tercapai.
METODE : Jenis penelitian adalah Penelitian Asosiatif. Penelitian asosiatif (Sugiyono
2012) adalah penelitian yang berusaha mencari hubungan antara satu varibal dengan
varibal lain. Hubungannya bisa simetris, kausal, atau interaktif. Hubungan simetris adalah
hubungan anatara dua variabel yang bersifat sejajar, sama.
HASIL PENELITIAN : Hasil pengujian model regresi untuk keseluruhan variabel
menunjukkan nilai F hitung = 8,376 dengan signifikansi 0,000. Dengan menggunakan
nilai signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Hasil tersebut diperoleh bahwa nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk uji hipotesis uji t dtemukan:
Hubungan antara variabel pengalaman kerja dengan variabel kinerja karyawan. Pada
variabel pengalaman kerja, t hitung 2,554> T tabel 1,662, dengan demikian Ho ditolak,
dan menerima Ha yang menyatakan ada pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja
karyawan. Selain dari nilai t dapat dilihat dari nilai signifikansi (Sig.) dimana nilai
signifikansi harus kurang dari 0,05 (<5%). Berdasarkan nilai signifikansi ditemukan
bahwa nilai signifikansi dari variabel pengalaman kerja sebesar 0,012 < 0,05.Berdasarkan
kedua uji tadi yaitu uji t dan nilai signifikansi disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang
menyatakan ada pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja karyawandinyatakan
diterima atau terbukti.
Hubungan antara variabel kompetensi dengan variabel kinerja karyawan. Pada variabel
komptensi, t hitung 3,882> T tabel 1,662, dengan demikian Ho ditolak, dan menerima Ha
yang menyatakan ada pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. Selain dari
nilai t dapat dilihat dari nilai signifikansi (Sig.) dimana nilai signifikansi harus kurang
dari 0,05 (<5%). Berdasarkan nilai signifikansi ditemukan bahwa nilai signifikansi dari
variabel kompetensi sebesar 0,000 < 0,05.Berdasarkan kedua uji tadi yaitu uji t dan nilai
signifikansi disimpulkan bahwa hipotesis 2 yang menyatakan ada pengaruh pengalaman
kerja terhadap kinerja karyawandinyatakan diterima atau terbukti.
Hubungan antara variabel motivasi dengan variabel kinerja karyawan. Pada variabel
motivasi, t hitung 2,093> T tabel 1,662, dengan demikian Ho ditolak, dan menerima Ha
yang menyatakan ada pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan. Selain dari nilai t
dapat dilihat dari nilai signifikansi (Sig.) dimana nilai signifikansi harus kurang dari 0,05
(<5%). Berdasarkan nilai signifikansi ditemukan bahwa nilai signifikansi dari variabel
motivasi sebesar 0,039 < 0,05.Berdasarkan kedua uji tadi yaitu uji t dan nilai signifikansi
disimpulkan bahwa hipotesis 3 yang menyatakan ada pengaruh motivasi terhadap kinerja
karyawandinyatakan diterima atau terbukti.
JURNAL INTERNASIONAL

1. JUDUL: Pengaruh soft skill dan metodologi pelatihan terhadap kinerja karyawan
PENELITI: Rosli Ibrahim and Ali Boerhannoeddin
JURNAL: European Journal of Training and Developmen

LATAR BELAKANG : Untuk bertahan dalam dunia bisnis yang kompetitif dan dinamis
saat ini, karyawan perlu memiliki soft skill dan hard skill. Oleh karena itu, sebagian besar
pengusaha saat ini mengharapkan pekerja untuk menunjukkan dan unggul dalam banyak
keterampilan "lebih lembut" seperti kerja tim dan pengembangan kelompok (Rothwell
dan Arnold, 2007). Pengusaha tertarik untuk memanfaatkan softskill vital yang diperoleh
karyawan selama studi dan periode pengalaman kerja, daripada hanya pengetahuan
khusus gelar (Raybould dan Sheedy, 2005). Maniscalco (2010), merujuk soft skills ke
“kelompok kualitas, kebiasaan, ciri kepribadian , sikap dan rahmat sosial”, yang
cenderung dimiliki setiap orang dalam derajat yang berbeda-beda, dan dibutuhkan untuk
kehidupan sehari-hari seperti halnya dibutuhkan untuk bekerja. Demikian pula, Lorenz
(2009) mengacu pada soft skill sebagai "sekelompok kualitas pribadi, kebiasaan, sikap
dan rahmat sosial yang membuat seseorang menjadi karyawan yang baik dan rekan kerja
yang kompatibel". Gibbons dan Lange (2000) mempertahankan bahwa istilah "soft skill"
identik dengan keterampilan inti, kompetensi utama, dan keterampilan pribadi. Studi
empiris telah dilakukan di beberapa daerah di Asia, khususnya Malaysia. Misalnya,
sebuah studi oleh Shariffah (2013) mengungkapkan bahwa soft skill dalam pendidikan
tinggi Malaysia menjadi perhatian utama sekolah tinggi Malaysia pembelajaran.
Selanjutnya, studi Staffan (2010) tentang peningkatan kemampuan kerja individu
menemukan bahwa keterampilan kejuruan formal dan teknis yang sulit dianggap semakin
berkurang. Umumnya, keterampilan keras ini dianggap kurang penting dalam kaitannya
dengan kemampuan kerja dan kinerja individu dibandingkan dengan berbagai bentuk
keterampilan lunak. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara soft skill karyawan
dengan kinerja. Sebuah studi tentang pentingnya soft skill di tempat kerja, menemukan
bahwa kesenjangan softskill menyebabkan tingginya statistik pengangguran lulusan
Seetha (2014). Soft skill memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan suatu
proyek atau kinerja, dan mereka diperlukan untuk keberhasilan organisasi. Untuk
mencapai budaya kinerja yang tinggi, organisasi harus menyediakan program pelatihan
dan pengembangan karyawan yang dirancang khusus untuk menanamkan, membangun
dan mengubah sikap dan/atau perilaku mereka terhadap beberapa fungsi organisasi.
Seperti yang dikemukakan oleh Heathfield (2008), pelatihan merupakan elemen penting
dalam menciptakan budaya kinerja tinggi. Fakta bahwa pelatihan merupakan salah satu
solusi yang memungkinkan organisasi untuk mencapai budaya kinerja tinggi, penting
untuk mengetahui jenis program pelatihan dan pengembangan yang perlu organisasi
digunakan untuk mengubah budaya, yaitu sikap dan/atau perilaku semua karyawan dalam
organisasi. Sikap ini akan menggambarkan nilai-nilai dan praktik para pekerja dan
meningkatkan prestasi kerja mereka. Dalam dunia bisnis saat ini, pelatihan keterampilan
bagi karyawan secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori utama: keterampilan
keras dan keterampilan lunak. Istilah "keterampilan keras" biasanya mengacu pada
prosedur teknis atau administratif yang terkait dengan bisnis organisasi (Maniscalco,
2010). Di sisi lain, istilah "soft skill" mengacu pada kualitas pribadi, kebiasaan, sikap dan
rahmat sosial yang membuat seseorang menjadi karyawan yang baik dan rekan kerja
yang kompatibel (Lorenz, 2009). Untuk dapat bersaing di dunia bisnis saat ini, diperlukan
soft skill disamping hard skill. Sering dikatakan bahwa hard skill membuat seseorang
mendapatkan pekerjaan tetapi soft skill membuat seseorang tetap dalam pekerjaan.
Menurut Gibbons dan Lange (2000), istilah “soft skill” identik dengan core skill,
keycompetencies dan personal skill. Keterampilan keras biasanya lebih mudah untuk
diamati, diukur, dan diukur. Mereka juga lebih mudah untuk dilatih, diperoleh, dan
ditangani karena, sebagian besar waktu, rangkaian keterampilan bukanlah hal baru bagi
pelajar dan tidak ada penghentian pembelajaran atau perubahan perilaku yang terlibat. Di
sisi lain, soft skill biasanya sulit untuk diamati, diukur, diukur, dan ditangani (Yenet al.,
2001). Misalnya, keterampilan seperti berkomunikasi, mendengarkan, berurusan dengan
orang, mengelola orang, dll memainkan peran besar dalam berhubungan dengan orang.
Beberapa orang mendapatkan teman dengan mudah, misalnya, yang akan dianggap
sebagai keterampilan yang berharga dalam dunia penjualan. Bahkan, soft skill mencakup
kompetensi yang mencakup berbagai: kesadaran diri, sikap seseorang terhadap
pengelolaan karir seseorang, menangani kritik dan tidak mengambil kritik secara pribadi,
mengambil risiko, bergaul dengan orang, dll (Alboher dan Marci, 2008). Sebagian besar
pengusaha saat ini mengharapkan pekerja untuk menunjukkan dan unggul dalam banyak
keterampilan "lebih lembut", seperti kerja tim dan pengembangan kelompok (Rothwell,
1998).
METODE : Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Kuesioner
diberikan kepada manajer dan eksekutif terpilih dari beberapa perusahaan swasta
Malaysia. Kuesioner ini dirancang khusus untuk menguji kompetensi berbagai manajer,
eksekutif, dan supervisor perusahaan yang berbasis di Malaysia yang telah menjalani
program pelatihan soft skill selama beberapa minggu atau bulan. Program pelatihan soft
skill ini tidak dilakukan secara berurutan, melainkan dengan breakor “ruang-waktu” di
antara setiap sesinya. Populasi sasaran dalam penelitian ini terdiri dari 810 karyawan dari
sembilan perusahaan. Ukuran sampel adalah 260 peserta pelatihan yang dipilih dari
populasi dengan tingkat kepercayaan 95 persen dalam risiko 0,05 kesalahan pengambilan
sampel.
HASIL PENELITIAN : Orisinalitas penelitian ini didasarkan pada fakta bahwa hasilnya
khas Malaysia, sedangkan sebagian besar literatur tentang metodologi pelatihan terutama
ruang-waktu dan soft skill berfokus pada negara-negara maju. Lebih lanjut, penelitian
tersebut menekankan bahwa metodologi pelatihan pembelajaran ruang-waktu membantu
karyawan dalam mentransfer pengetahuan yang diperoleh selama pelatihan ke pekerjaan
mereka. Penelitian ini juga menekankan bahwa perolehan soft skill membawa
peningkatan kinerja karyawan. Penelitian ini menunjukkan 14,5 persen peningkatan
kinerja karyawan di perusahaan yang dipilih karena perolehan soft skill karyawan mereka
dan peningkatan 27,9 persen dalam kinerja karyawan didasarkan pada metodologi
pelatihan ruang-waktu. Hal ini membuat penyelidikan tentang pengaruh perolehan soft
skill dan metodologi pelatihan yang diadopsi pada kinerja karyawan sangat penting untuk
kelangsungan hidup organisasi.

Anda mungkin juga menyukai