Anda di halaman 1dari 14

Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993

Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

AKTUALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN WASATHIYAH DALAM


MENANGKAL INTOLERANSI DI MADRASAH
Salim1
1InstitutAgama Islam Negeri Pontianak,
Email : salimsalimm314@gmail.com

ABSTRAK

Madrasah mempunyai peran strategis dalam menangkal intoleransi di Indonesi melalui


penerapan nilai-nilai wasathiyah, akan tetapi madrasah belum memiliki konsep, nilai
wasathiyah yang ingin diterapkan, dan pengembangan Pendidikan wasathiyah. Untuk itu
artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep, jenis-jenis nilai wasathiyah, dan strategi
pengembangannya. Tulisan ini menggunakan metode library research yaitu dengan menggali
kekayaan data dari berbagai literatur, baik primer maupun sekunder yang berasal dari buku,
jurnal, dan literatur lain sesuai dengan fokus kajian. Dari beberapa literatur dalam hasil dan
pembahasan, pendidikan wasatiyyah merupakan pendidikan yang mengedepankan sikap
toleransi, keadilan, dan keseimbangan disemua lini kehidupan. Nilai-nilai wasatiyyah yang
harus diaktualisasikan di Madrasah seperti tawassut (jalan tengah), tawazun (seimbang), i'tidal
(keadilan), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (konsultasi), ishlah (reformasi),
alawiyat (prioritas), tahaddhur (berperadaban), wathaniyah wa muwathani (nation-state), dan
wudwatiyah (inovatif). Model pengembangan pendidikan wasatiyyah yang perlu
diaktualisasikan madrasah yaitu; pertama, madrasah harus membuat visi dan misi yang
mengarah pada nilai-nilai wasatiyyah. Kedua, madrasah harus mampu mengembangkan
kurikulum berbasis nilai-nilai wasatiyyah. Ketiga, penguatan habituasi dan budaya madrasah
sebagai strategi internalisasi nilai-nilai wasatiyyah. Keempat, madrasah harus mampu
mengembangkan penguatan moderasi Islam lewat program-program yang terintegrasi dan
mengarah pada nilai-nilai wasatiyyah.

Keyword: Peran Madrasah, Nilai wasatiyyah

ABSTRACT

Madrasa has a vital role to prevent intolerance in Indonesia through the application of
wasathiyah (moderate) values. On the other hand, madrasa has not had the applied concept of
wasathiyah values and the development of wasathiyah education. Therefore, this article aims
to describe the concept, kinds of wasathiyah values, and its developing strategy. This study
uses a library research method, which is by searching the various data from the literature,
either primary or secondary sources from books, journals, and other sources. Based on some
literature in the result and discussion session, wasathiyah education is a kind of education
that promotes tolerance, justice, and balance in all life aspects. The wasathiyah values that
should be applied in a madrasa such as tawassut (moderate attitude), tawazun (balance), I’tidal
(justice), tasamuh (tolerance), tahaddur (civilized), wathaniyah wa muwathani (nation-state),
and wudwatiyah (innovative). The model of wasatiyah education development needs to be
actualized by a madrasa such as: first, the madrasa should make the vision and mission
statements that aim to the wasathiyah values. Second, the madrasa should be able to develop
the curriculum based wasathiyah values. Third, strengthen the habit and culture of the
madrasa as a strategy for internalizing wasathiyah values. Fourth, madrasa should be able to
develop the strengthening of moderate Islam through the program that aims to integration of
wasathiyah values.

65
Key words: madrasa role, wasathiyah values

Article history:
Received : 20-10-2022
Revised : 09-12-2022
Accepted : 16-12-2022
Copyrigt @ Salim

I. PENDAHULUAN Padahal, dari sifat dasar inilah ia


Masyarakat Indonesia dikenal bisa berkembang menjadi seorang
sebagai masyarakat yang beragam radikal yang justru sangat bertolak
dan heterogen (Azizah et al 2015). belakang dengan Islam itu sendiri.
Keberagaman dan keragaman Menurut hasil beberapa survei dan
masyarakat Indonesia ditandai kajian, pendidikan atau lembaga
dengan berbagai perbedaan, baik itu pendidikan saat ini menjadi salah
suku bangsa, bahasa dan adat satu objek favorit bagi
istiadat, maupun hubungan spiritual- berkembangnya paham radikal
vertical (Agil Husain Al-Munawwar konservatif (Hiqmatunnisa & Zafi,
2005). Keberagaman merupakan n.d.). Seharusnya lembaga
realitas sejarah dan keniscayaan bagi pendidikan menjadi sarana untuk
bangsa Indonesia. Keanekaragaman menghargai perbedaan yang ada
ini menjadi sesuatu yang unik dan bukan menjadi sarang faham
tidak dapat dipisahkan dari manusia konservatif.
itu sendiri. Keanekaragaman itu Adanya kenyataan ini, keragaman
sendiri adalah harmoni dan dan perbedaan yang dimiliki bangsa
keindahan dan tidak menimbulkan Indonesia menjadi dilema. Di satu
kekacauan dan kebingungan di sisi, negara memiliki kekayaan yang
tengah masyarakat. tak ternilai harganya, namun di sisi
Keanekaragaman itu tidak bisa lain juga bisa menjadi potensi
dihentikan, pasti selalu ada, untuk malapetaka. Keberagaman dan
itu keberagaman adalah sunnatullah heterogenitas dapat menjadi berkah
(Nurcholish Madjid 2001). Namun bagi bangsa Indonesia jika mampu
akhir-akhir ini kemesraan terhadap hidup damai dan harmonis di
pluralism mulai terganggu bahkan tengah-tengah perbedaan. Namun di
terancam karena munculnya paham sisi lain, keunikan multietnik dan
ekstremisme dan radikalisme (Karim multikultural Indonesia juga
2019). menghadapi masalah yaitu
Hadirnya faham ekstremisme munculnya potensi ancaman.
dikarenakan munculnya sekte Keberagaman masyarakat
(aliran) dalam kelompok tertentu multikultural ini dapat dengan
sehingga sering terjadi intoleransi di mudah menimbulkan konflik dan
antara sekte-sekte tersebut. perpecahan (Nasikun 2007).
Kehadiran fundamentalisme dalam Konflik di atas sudah mulai
agama membuat kita terlalu picik dirasakan ketika ada pelanggaran
dalam melihat realitas perbedaan. atau kekerasan terhadap kebebasan

66
Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993
Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

beragama dan berkeyakinan di yaitu stigma terhadap kelompok


Indonesia. Menurut hasil penelitian berbeda, monopoli kebenaran,
pada tahun 2018 intoleransi membawa ideologi khilafah, tidak
meningkat dibandingkan tahun menerima demokrasi dan ciri negatif
sebelumnya. Berdasarkan hasil riset terhadap Barat. Buku teks terbitan
yang dilakukan Institute for kementerian agama paling banyak
Democracy and Peace dikatakan pada ditemukan muatan radikalisme
Juni 2018, terdapat 109 kasus (Ahmad Faozan 2021). Untuk
intoleransi terhadap kebebasan menangkal intoleransi melalui buku-
beragama dan berkeyakinan. buku yang diajarkan di madrasah
Kemudian pada tahun 2020 terjadi maka perlu dimasukkan materi yang
200 pelanggaran yang melibatkan memuat nilai wasathiyah.
327 tindakan: 168 tindakan negara Untuk itu, artikel ini bertuan
dan 159 tindakan non-negara untuk mengungkap konsep
(tirto.id, 2020). pendidikan wasatiyah yang
Fakta ini menjadi pukulan telak berkembang di Indonesia dan
bagi dunia pendidikan di Indonesia, aktualisasi nilai-nilai wasathiyah
bahwa intoleransi masih cukup dalam proses pembelajaran di
tinggi, di sinilah lembaga pendidikan lembaga pendidikan serta strategi
seperti madrasah memegang peranan pengembangan pendidikan
penting untuk memberikan wasathiyah di Madrasah.
pemahaman kepada peserta didiknya II. METODE
agar menerima perpedaan yang ada.
Madrasah adalah lembaga Penulisan artikel ini
pendidikan yang berada di bawah menggunakan penelitian
naungan kementerian agama kepustakaan. Penelitian kepustakaan
Republik Indonesia. Madrasah adalah rangkaian kegiatan yang
menjadi tempat ideal untuk mengumpulkan bahan pustaka,
melakukan internalisasi ideologi membaca dan mencatat, serta
tertentu termasuk nilai-nilai mengelola bahan penelitian. Secara
wasathiyah. Peran madrasah dalam umum, penelitian kepustakaan
menangkal intoleransi adalah dengan adalah suatu pendekatan terhadap
cara preventif dan kuratif serta masalah pencarian sumber data
memprioritaskan kegiatan berbasis primer dan sekunder berupa buku,
nilai wasathiyah (Zetty Azizatun jurnal, makalah, artikel, majalah,
Ni‟mah 2019). dan data tertulis lainnya (Sugiyono
Materi yang diajarkan di 2017). Penelitian literatur tidak
madrasah menggunakan beberapa memerlukan akses langsung ke
buku teks seperti fikih Madrasah lokasi, bertemu dan mewawancarai
Aliyah kelas XII yang diterbitkan oleh responden. Data yang dibutuhkan
kementerian agama, Akik Pustaka dapat diperoleh dari sumber
dan al-Amin Mojokerto, di dalamnya perpustakaan atau dokumen (Sari,
berisi tentang nilai-nilai radikalisme n.d.).

67
Teknik pengumpulan data adalah ditafsirkan secara beragam oleh para
dengan mengungkap dan mengkaji ahli. Menurut al-Salabi kata
pendidikan wasatiyah di Madrasah wasathiyyah memiliki banyak arti.
dengan mengumpulkan buku, Pertama, dari akar kata wasth,
artikel, jurnal, opini ilmiah lainnya berupa dharaf, yang berarti baina
yang sesuai dengan fokus penelitian. (antara). Kedua, dari akar kata
Teknik analisis data menggunakan wasatha, yang mengandung banyak
metode analisis deskriptif content. arti, diantaranya: (1) berupa isim
Data yang dianalisis kemudian (kata benda) yang mengandung
disajikan dengan menggunakan pengertian antara dua ujung; (2)
metode deduktif yang menyimpang berupa sifat yang bermakna (khiyar)
dari teori umum untuk menarik terpilih, terutama, terbaik; (3) wasath
kesimpulan yang merupakan yang bermakna al-‘adl atau adil; (4)
jawaban dari rumusan pertanyaan wasath juga bisa bermakna sesuatu
penelitian. yang berada di antara yang baik
(jayyid) dan yang buruk
III. PEMBAHASAN DAN DISKUSI (radi‟)(Muhammad Tholchah Hasan
A. Konsep Pendidikan Wasatiyah 2016).
Islam moderat, juga dikenal
Pendidikan adalah proses sebagai Islam Wasathiyah, berasal
pembentukan keterampilan dasar dari dua kata, Islam dan
(Hasbullah 2015). Dampak "wasathiyah". Seperti yang kita
intelektual dan emosional terhadap ketahui bersama, Islam adalah
alam dan sesama manusia, agama yang penuh berkah, dibawa
mengubah kemampuan laten oleh Nabi Muhammad. Islam adalah
individu peserta didik menjadi agama utama Indonesia, yang paling
kemampuan nyata untuk banyak penduduknya di dunia saat
meningkatkan kesejahteraan fisik ini (Fahri and Zainuri 2019).
dan mental mereka. Proses Secara etimologis, kata
pendidikan berjalan dalam dua arah, moderasi diambil dari kata sifat
mempertahankan kelangsungan moderat yang berarti tidak ekstrim;
hidup dan menghasilkan sesuatu terbatas berarti tidak ekstrim atau
(Hamzah B.Uno Dan Nina terbatas(Martin H. Manser 1991).
Lamatenggo 2016). Hasil pendidikan Dalam bahasa Arab, kata wasatiyyah
adalah lulusan yang dididik menurut setara dengan kata moderasi, ‫وسط‬
atau dengan mengacu pada tujuan ‫ الشيء ما بين طرفيه‬artinya mengandung
pendidikan yang telah ditentukan. wasatiyyah, yang berada di sisi
Pendidikan adalah proses mengubah (tengah)(Syaikhul Alim & Munib,
sikap dan perilaku seseorang, 2021). Dari pengertian etimologis ini,
sekelompok orang mendewasakan dapat disimpulkan bahwa kata
seseorang melalui usaha dan usaha wasatiyyah berarti sikap yang berada
pengajaran dan pelatihan (Chairul di area tengah dan bisa melindungi
Anwar 2014). diri dari kelewatan batas yang sudah
Konsep wasathiyyah dalam ditentukan.
beberapa literatur keislaman
68
Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993
Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

Menurut Din Syamsuddin, keyakinan dan keyakinan agamanya


konsep moderasi Islam diartikan (Abidin 2021).
sebagai al-sirat al-mustaqim, yang Dalam konteks pemikiran
didasarkan pada ajaran tauhid Islam Islam di Indonesia, konsep moderasi
dengan tetap menjaga penciptaan Islam setidaknya memiliki lima ciri
dan kesatuan berbagai bidang berikut; Pertama,
kesadaran manusia. Menurut mengaktualisasikan ideologi Islam
Hasyim Muzadi, ‫الوسطية هي التوازن بين العقيدة‬ tanpa kekerasan. Kedua, mengadopsi
‫ والتسامح‬artinya keeseimbangan antara model kehidupan modern dan segala
iman (soliditas) dan toleransi. Syarat sesuatu yang diturunkan darinya,
untuk mencapai sikap wasatiyyah seperti sains dan teknologi,
yang baik membutuhkan iman dan demokrasi, hak asasi manusia, dan
toleransi (M. Cholil Nafis dkk. 2019). lain-lain. Ketiga, menggunakan
Peran Islam Wasathiyah secara pemikiran rasional dalam mendekati
historis dan kultural telah menjadi dan memahami ajaran Islam.
warna fundamental keragaman umat Keempat, menggunakan pendekatan
Islam Indonesia. Hal ini tercermin kontekstual untuk memahami asal
dari hadirnya ratusan ormas dan muasal ajaran Islam. Kelima,
lembaga Islam yang tersebar di menggunakan ijtihad dalam
seluruh Indonesia dan merupakan menegakkan hukum Islam (istinbat).
ciri khas Islam di Indonesia. Ormas- Namun, kelima sifat ini dapat
ormas Islam ini baik ormas maupun diperluas menjadi lebih banyak sifat
gerakan budaya. Ini telah menjadi seperti toleransi, kerukunan, dan
tulang punggung berdirinya Republik kerjasama antar kelompok agama
Indonesia, dan desainnya dapat yang berbeda (Masdar Hilmy 2012).
dilihat sampai batas tertentu sebagai Seseorang untuk sampai pada
perwujudan wasatiyat Islam. pemikiran moderasi beragama maka
Al-wasaṫiyyah adalah keadaan harus memiliki pemikiran yang
orang yang terpuji dan kosisten komprehansif dan objektif terkait
menjaganya tetap bersikap lembut berbagai permasalahan yang ada,
dalam berperilaku dan menghindari khususnya dalam memandang isu
dua sikap ekstrem; sikap ifrāṫ pluralitas. Untuk itu, perlu
(berlebihan) dan muqair (berkurang). pengetahuan yang mendalam
Dengan demikian, moderasi terhadap teks-teks keagamaan,
beragama dapat diartikan sebagai sehingga melahirkan konsep-konsep
sikap dan kesadaran seseorang moderat dan terhidar dari faham
untuk mampu merangkul ekstrim dan radikal (Nurul 2020).
keberagaman dan kebebasan Untuk mencapai tujuan itu maka
beragama dalam diri seseorang atau diperlukan pendidikan wasathiyyah
sekelompok orang dengan cara terhadap peserta didik di madrasah.
menghormati, menghargai, Berdasarkan beberapa definisi
membolehkan dan membiarkan tersebut, makna pendidikan
wasatiyyah proses mengubah sikap

69
dan perilaku seseorang melalui mementingkan simbol agama
usaha pengajaran dan pelatihan daripada esensi agama itu sendiri.
dengan cara internalisasi nilai-nilai Untuk itu menurut Karjinto milenial
moderat kepada peserta didik yang perlu diberikan pemahaman tentang
dilakukan secara terus menerus. moderasi beragama sedini mungkin
agar mereka memiki karakter
menerima perbedaan dan
B. Nilai-Nilai Pendidikan
menebarkan kerukunan dengan cara
Wasatiyah saling menghormati, menghargai,
Nilai dalam bahasa inggris dan menyayangi (Habib Anwar Al-
disebut value berarti harga. Nilai Anshori 2022).
menurut Danandjaja adalah sesuatu Madrasah melalui guru dapat
yang lebih penting atau kurang memberikan pengetahuan dan
penting, lebih baik atau kurang baik, pemahaman kepada remaja (peserta
lebih benar atau yang salah. didik) melalui kegiatan pembelajaran.
Sedangkan Giddens mengartikan Proses pembelajaran harus
nilai merupakan suatu gagasan yang menginternalisasikan nilai-nilai
dimiliki oleh kelompok mengenai apa moderasi yang sudah dirancang
yang layak, dikehendaki, dan dalam Rencana Pelakasanaan
sesuatu yang dianggap baik Pembelajaran (RPP). Nilai wasatiyyah
(Anthony.Giddens 1995). Nilai yang dapat diterapkan dalam proses
merupakan sesuatu yang bersifat pembelajaran adalah sebagai berikut
abstrak dengan kata lain ia ideal (M. Cholil Nafis dkk. 2019):
bukan konkrit, bukan persoalan a. Nilai Tawassut (mengambil jalan
benar dan salah tetapi mengenai tengah), yaitu memahami dan
perhatian yang dikehendaki dan mengamalkan agama non-ifrat
(berlebihan dalam hal agama) dan
tidak dikehendaki, serta disenangi
sebaliknya yaitu tafrit
atau tidak disenangi (M. Chabib
(pengurangan ajaran agama).
Thoha 1996). Berdasarkan
Konten materi pendidikan Islam di
pengertian ini, nilai adalah sesuatu Madrasah memuat hal-hal yang
yang dianggap penting bersifat mengarah pada posisi tengah-
abstrak, berhubungan dengan tengah tidak memihak salah satu
sesuatu yang dikehendaki dan faham tertentu melainkan
disenangi. menjadi mediator pemersatu
Akhir-akhir ini pemahaman ukhuwah Islamiyah. Materi yang
terhadap nilai menjadi urgen bisa dimasukkan seperti
terutama dikalangan kaum muda, mujahadah an-nafs (kontrol diri),
termasuk di kalangan pelajar. husnuzzan (berbaik sangka), dan
Fenomena yang terjadi pada pelajar ukhuwah (persaudaraan) (Habib
adalah semangat keagamaan Anwar Al-Anshori 2022)
generasi melenial tidak diimbangi b. Nilai Tawazun (keseimbangan),
pemahaman dan pengamalan
dengan pengetahuan dan
agama secara seimbang, termasuk
pemahaman ilmu agama. Menurut
semua aspek kehidupan dunia
Yusuf Suharto milenial lebih
dan akhirat; pernyataan tegas
70
Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993
Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

tentang prinsip yang membedakan g. Nilai Ishlah (reformasi), yaitu


inhiraf (penyimpangan) dari utamakan prinsip reformasi
ikhtilaf (perbedaan). Menurut mencapai keadaan yang lebih baik
Kamrani Buseri, dalam dunia beradaptasi dengan perubahan
pendidikan siswa memiliki dan berdiri di atas kemajuan
kemampuan menghayati perinsip zaman (maslahah 'ammah) dengan
keseimbangan yakni memaksa sesuai dengan prinsip
keseimbangan antara potensi al-muhafazah 'ala al-qadimi al-
fisik, jiwa, dan ruhani (Kamrani shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi
Buseri, 2015). ashlah.
c. Nilai I'tidal (integritas dan h. Nilai Alawiyat (lebih suka
keteguhan), yaitu menempatkan prioritas), yaitu kemampuan
sesuatu pada tempatnya, mengidentifikasi lebih banyak hal
menjalankan hak dan memenuhi yang penting harus diutamakan
tugas dan tanggung jawab secara perbandingan implementasi lebih
proporsional, teguh dan tertarik rendah. Sebuah generasi.
menjunjung tinggi prinsip. Tatsawwur wa ibtikar (dinamis
Pendidik dan tenaga pendidikan dan inovasi), selalu terbuka
harus berintegritas sehingga melakukan perubahan sesuai
nantinya akan mengahasilkan dengan perkembangan zaman
output yang berintegritas pula. juga membuat sesuatu yang baru
d. Nilai Tasamuh (toleransi), yaitu kepentingan dan kemajuan rakyat
mengakui dan menghargai pria.
perbedaan yang ada baik dalam i. Nilai Tahaddhur (peradaban),
agama maupun aspek kehidupan yaitu menjunjung tinggi moralitas,
lainnya Oleh karena itu, Karakter, Identitas dan Integritas
wasathiyah membutuhkan sikap sebagai khhaira ummah dalam
yang adil bagi semua kehidupan manusia dan
kelompok/kelas. Nilai ini berada peradaban.
dalam materi Aqidah akhlak yang j. Nilai Wathaniyah wa muwathani,
diajarkan kepada siswa dari yaitu menerima kehadiran negara
tingkat dasar sampai jenjang bangsa (nation-state) ada dimana-
paling tinggi di Lembaga mana prioritas orientasi sipil.
Pendidikan Islam. k. Nilai Qudwatiyah, yaitu
e. Nilai Musawah (egaliter), yaitu melakukan terobosan inisiatif
tidak mendiskriminasi orang lain yang baik kepentingan hidup
karena beda keyakinan, status manusia (common good and well-
sosial, ekonomi, tradisi, asal usul, being) dan oleh karena itu, umat
nasihat seseorang dan/atau jenis Islam seyogyanya mengamalkan
Islam wasatiyah memberi saksi
kelamin.
(syahadat) (M. Cholil Nafis dkk.
f. Nilai Syura (konsultasi), yaitu
2019).
Menyelesaikan masalah cara Aktualisasi nilai-nilai di atas,
untuk mencapai prinsip bisa dilakukan dengan cara;
persetujuan menempatkan pertama, perlu dirumuskan nilai-nilai
kepentingan di atas semuanya. keagamaan Islam moderat dan
diaplikasikan dalam proses
71
pembelajaran. Kedua, adanya Aktivisme Muda Muslim di Indonesia
tranformasi nilai moderasai Pasca Orde Baru”. Ia menyarankan
beragama melalui pembelajaran di bahwa salah satu cara terbaik untuk
kelas maupun di luar kelas seperti
memerangi gerakan keagamaan
kegiatan ekstrakurikuler, ceramah,
peringatan hari besar radikal di kalangan anak muda
Islam,keteladanan, pembiasaan, adalah dengan mengambil strategi
nasihat, dan pembudayaan sekolah. ganda, yaitu mengembangkan
Ketiga, adanya transaksi nilai diskusi kritis dan membangun
moderasi melalui keteladanan, wacana counter, ide dan narasi, dan
nasihat, ajakan, cerita para tokoh mendukung dan mengembangkan
atau para ulama. Keempat,
hubungan sosial dan jaringan jamak.
transinternalisasi nilai moderasi
melalui pembentukan lingkungan Untuk mengimplementasikan
budaya, hukuman, pembiasaan, dan
pantangan Islam di madrasah, selain
reward kepada peserta didik (Habib
Anwar Al-Anshori 2022). dukungan finansial dan komitmen
dari seluruh pemangku kepentingan
C. Analisis Pengembangan sebagai prasyarat, diperlukan inovasi
Pendidikan Wasatiyyah di dan kreativitas di madrasah agar
Madrasah dapat menghadirkan konsep-konsep
pantangan Islam yang konseptual,
Pegembangan pendidikan
segar, menarik dan efektif. Strategi
wasatiyyah di madrasah yang bisa
pengembangan berikut menyarankan
menjadi contoh adalah studi
model moderasi Islam arus utama
pendidikan moderasi beragama
yang dapat diterapkan di madrasah,
menunjukkan bahwa tantangan yang
antara lain (Syaikhul Alim & Munib
dihadapi lembaga pendidikan Islam
2021):
dalam mengedepankan nilai-nilai
toleransi dan menghargai keragaman a. Madrasah harus membuat visi
agama tidak hanya terletak pada dan misi yang mengarah pada
kurikulum tetapi juga di sekolah, nilai-nilai wasatiyyah. Melalui visi
menurut Muhammad Ahnaf, pihak yang mempunyai pandangan jauh
berwenang mengelola lingkungan ke depan maka arah dan tujuan
sekolah dan ruang publik yang nilai wasatiyyah selaras dengan
mendorong kebebasan dan tradisi operasional pelaksanaan program
harus berpikir kritis terhadap lembaga pendidikan yang termuat
dalam visi. Sebisa mungkin visi
keadaan yang ada. Otoritas sekolah
dan misi yang dibuat tidak
perlu memahami materi dan pola
sekedar menjadi monomen
yang menyebarkan ide-ide radikal di
melainkan menempatkan
kalangan anak muda, terutama di wasatiyyah sebagai profil ideal
lingkungan sekolah, untuk lemabaga pendidikan Islam.
memprediksi secara efektif dampak b. Madrasah harus mampu
potensial dari aktivisme. Muhammad mengembangkan kurikulum
Najib Azca melakukan penelitian berbasis nilai wasatiyyah.
berjudul “Muda, Radikal: Refleksi Kurikulum merupakan ruh dalam
Sosiologis Terhadap Fenomena pendidikan dan pembelajaran.
72
Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993
Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

Output pendidikan juga tercermin sudah belajar menyikapi informasi


dengan adanya kurikulum. yang belum tentu kebenarannya
Madrasah mampu menganalisis (Hoax).
kelebihan dan kelemahan
Moderasi Islam bisa
kurikulum yang kita pakai
dilaksanakan apabila lembaga
sekarang ini, setelah itu
merancang kurikulum yang pendidikan Islam seperti madrasah
komprehensip bernilai mampu merespon dan
wasatiyyah. Standar isi kurikulum mengembangkan peluang yang ada.
harus ditelaah dengan serius dan Bisa menyusun dan mengembangkan
dimasukkan karakter yang visi dan misi dalam bentuk program
bernuansa moderasi Islam dalam yang mengarah pada penguatan
proses belajar mengajar pada karakter moderat. Sehingga nantinya
semua pelajaran. Madrasah juga siswa sudah terbiasa akrab dengan
harus bisa menginsersi nilai kebhinikaan, kemudian membudaya
muderasi Islam pada setiap (dilakukan dengan sukarela).
program, kegiatan baik intra
maupun ekstra, begitu juga D. Peran Madrasah sebagai
dengan kegiatan ekstrakurikuler. Indoktrinasi Ideologi
c. Penguatan habituasi dan budaya Wasatiyyah
madrasah sebagai strategi
internalisasi nilai-nilai Menilik perkembangan
wasatiyyah. Internalisasi nilai madrasah dari zaman ke zaman
karakter wasatiyyah melalui tentu mempunyai peranan tersendiri.
pembiasaan kepada siswa akan Sejak madrasah pertamakali
menimbulkan budaya madrasah. dikenalkan di dunia Islam yaitu
Nantinya output yang dihasilkan madrasah Nidzamiyyah saat bani
sudah tidak asing lagi untuk Saljuk berkuasa sudah memiliki
menerima perbedaan yang ada di peranannya dalam berbagai aspek
masyarakat. seperti politik, agama, dan ekonomi.
d. Madrasah harus mampu
Pada awalnya madrasah dijadikan
mengembangkan penguatan
sebagai respon terhadap gerakan
moderasi Islam. Penguatan
massif ideologi syi‟ah, namun seiring
tersebut bisa dilakukan dengan;
dengan perkembangan sosio-
1) Program ruang dialong lintas
budaya. Program ini akan kulturan dan sosio-ekonomi di
mengenalkan siswa pada wilayah Islam madrasah menjelma
indahnya perbedaan yang ada. 2) menjadi lembaga yang bergerak
Program penguatan literasi disegala bidang disiplin ilmu (Zetty
moderasi Islam di sekolah. Azizatun Ni‟mah 2019)
Madrasah bisa mengenalkan
siswa tentang berbagai informasi Perkembangan Madrasah di
mengenai moderasi Islam serta Indonesia disebabkan oleh faktor
bahaya intoleransi. Siswa sudah pembaruan Islam dan respon
bisa mengenal mana informasi terhadap politik pendidikan yang
yang baik dan tidak, mereka juga berkembang. Madrasah dijadikan
73
media indoktrinasi ideologi tertentu. kepada mereka bahwa mereka
Lembaga pendidikan dan pendidik tinggal di negara yang plural dan
berperan sangat penting dalam sebagai makhluk Tuhan yang
menyebarkan benih-benih diciptakan dalam perbedaan sudah
radikalisme dan juga penangkal menjadi keharusan untuk menebar
radikalisme Islam itu sendiri. toleransi, menghormati, dan inklusif
Semakin banyak lembaga pendidikan (menertima perbedaan)
yang terkait dengan aktivisme (Hiqmatunnisa and Zafi, n.d.).
mengajar siswa dengan gerakan anti-
Madrasah merupakan lembaga
nasionalis seperti melarang
pendidikan yang ideal untuk
penghormatan terhadap simbol-
menginternalisasikan ideologi dan
simbol nasional, mengangkat slogan-
nilai-nilai karakter wasatiyyah.
slogan yang mengurangi kerukunan
Bahkan kebijakan para pemangku
beragama.
kepentingan kelembagaan untuk
Menurut hasil beberapa survei memberikan tindakan preventif dan
dan kajian, pendidikan atau lembaga kuratif berdampak besar dalam
pendidikan saat ini menjadi salah mencegah berkembangnya intoleran,
satu objek favorit bagi baik di kalangan siswa, bahkan di
berkembangnya paham radikal kalangan guru, siswa, dan para
konservatif. Kecenderungan untuk pejabat sekolah. Untuk itu,
merangkul dan memahami paham diperlukan pemilihan secara ketat
konservatif-radikal sedang terhadap kepala sekolah dan
berkembang di lembaga pendidikan, rekrutmen guru harus
terutama di sekolah tingkat SMA dan mengedepankan karakter
perguruan tinggi. Hal ini tentu wasatiyyah. Selektivitas
mengkhawatirkan, mengingat sektor kepemimpinan ini merupakan
pendidikan merupakan media utama langkah preventif terhadap
dalam menentukan keadaan sosial radikalisasi di sekolah-sekolah Islam.
masyarakat sekarang dan di masa
Pemimpin madrasah harus
yang akan datang. Dengan melihat
menindak guru dan tenaga
sentralitas dan peran vitalnya
pendidikan yang terpapar
melalui pendidikan, usaha Islam
radikalisme dengan langkah
moderat memiliki kesempatan yang
diikutkan berbagai kajian
sama untuk berkembang danberedar
derekalisme atau diberikan teguran
luas di dalamnya. Hal ini menuntut
keras, hal ini dilakukan sebagai
lembaga pendidikan untuk berperan
bentuk kuratif sang pemimpin.
aktif dalam mengoreksi segala
Teguran yang diberikan sesuai
miskonsepsi di masyarakat dan
dengan Aturan Keputusan Bersama
menanamkan nilai-nilai Islam
Nomor 02 tahun 2019 tentang
moderat. Lewat pendidikan siswa
penanganan radikalisme dalam
bisa diajak untuk melihat realitas
yang terjadi dan dapat menerima rangka penguatan kebangsaan.
perbedaan adalah sebuah kepastian
yang ada. Memberi pemahaman
74
Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993
Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

Menurut teori konstruksi sosial Gambar.1


eksternalisasi, objektifikasi, dan Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger
internalisasi Berger, madrasah
memainkan peran penting dalam
Eksternalisasi objektifitas Internalisasi
menanamkan karakter moderat.
Menurut Berger, manusia yang hidup Visi-misi Pengalaman
Visi-misi,
dalam lingkungan tertentu rencana,
dan real dari
rencana KBM tentang
berinteraksi dengan lingkungan pada dan
yang nilai
waktu yang bersamaan. Manusia program,
tertulis, moderasi
serta
hidup dalam dimensi dan realitas kebiasaan
serta kemudian
program dikonstrusi
objektif yang dibangun melalui yang
lembaga sebagai
proses eksternalisasi dan berkaitan
dalm proses sebuah ide
dengan nilai
objektifikasi, dan dimensi subjektif moderasi
pembentuk dan prinsip
an karakter hidup
dibangun melalui proses
siswa di
internalisasi. Teori konstruksi sosial
Peter L. Berger, termasuk tiga Nilai Karakter Moderasi
dialektika eksternalisasi, objektifikasi
dan internalisasi antar individu, dan
sosiokultural (M. Mahmud 2019). Dari sini peran Madrasah sangat
diperlukan. Menurut Edy Sutrisno,
Eksternalisasi merupakan lembaga pendidikan sangat cocok
momen penyesuaian diri atau untuk dijadikan laboratorium
adaptasi terhadap lingkungan moderasi keagamaan. Hal ini
sekitarnya. Objektifitas merupakan sebabkan karena bangsa Indonesia
adalah bangsa yang multietnis dan
hasil nyata dari proses eksternalisasi
multiagama. Indonesia unik, tetapi
yang berwujud dalam bentuk juga penuh tantangan yaitu adanya
kenyataan dan objektif. Objektifitas paham eksklusi yang menyebabkan
pada sebuah lembaga pendidikan ekstremisme. Di sinilah lembaga
adalah implementasi visi dan misi, pendidikan merupakan sarana yang
plan, dan program yang telah digagas tepat untuk menyebarkan kepekaan
siswa terhadap berbagai perbedaan.
dalam proses pembentukan karakter
Membuka ruang dialog, sehingga
wasatiyyah berupa tindakan membuat kita mengerti bahwa agama
intervensi dan habituasi kepada mengirimkan pesan cinta, bukan
peserta didik. Intervensi bisa kebencian, dan sistem sekolah bebas
dilakukan pada saat KBM, menerima perbedaan ini (Sutrisno,
ekstrakurikuler, dan pembiasaan 2019).
positif lainnya. Proses internalisasi Madrasah yang seharusnya
menjadi laboratorium wasatiyyah
nilai wasatiyyah adalah melalui
menurut catatan Wahid Foundation
pengalaman rela kemudian (2016) bahwa kelompok-kelompok
dikonstruksi menjadi sebuah ide, radikal telah melancarkan penetrasi
dengan maksud agar menjadi ideologi radikal di kalangan pemuda
pegangan hidup dalam kehidupan lewat lembaga pendidikan. Ada tiga
sehari-hari. faktor masuknya pemahaman radikal
di lingkungan sekolah; pertama,
75
kegiatan ekstrakurikuler. Kedua, IV. KESIMPULAN
peran guru dalam kegiatan belajar
Konsep pendidikan wasatiyyah
mengajar. Ketiga, kebijakan sekolah
tidak terlepas dari karakteristik
yang lemah dalam menerbitkan
agama islam rahmatan lil „alamin.
peraturan dalam mencegah dan
Pendidikan wasatiyyah merupakan
mengontrol masuknya paham radikal
proses mengubah sikap dan perilaku
dan intoleransi (Sutrisno, 2019).
seseorang melalui usaha pengajaran
Fakta di atas, membuat miris
dan pelatihan melalui internalisasi
dunia pendidikan. Doktrinasi nilai
nilai-nilai moderat, seimbang, adil,
wasatiyyah penting untuk
inovatif, egaliter, toleransi dan
diaktualisasikan untuk mengconter
menerima keberadaan negara
gerakan masif radikalis tersebut,
Indonesia.
bukan malah menjadi laboratorium
Nilai-nilai wasatiyyah yang
doktrinasi paham radikal. Menurut
harus diaktualisasikan di Madrasah
Arifin pendidikan adalah alat yang
adalah nilai tawassut (jalan tengah)
paling efektif untuk menyemai dan
artinya tidak beraliran kanan atau
menyebarkan paham atau ideologi
kiri, tawazun (seimbang) artinya
(Arifin 2014). Dalam konteks ini,
seimbang antara kepentingan dunia
sangat sepantasnya pendidikan
dan akhirat, i'tidal (keadilan) artinya
menjadi pilihan utama dalam rangka
menjunjung tinggi keadilan, tasamuh
menyebarkan dan menanamkan
(toleransi) artinya siswa harus
nilai-nilai Islam moderat. Oleh
menghormati perbedaan, musawah
karena itu, lembaga pendidikan
(egaliter) artinya siswa mengakui
harus mampu berdiri di garda
persamaan derajat, syura
terdepan sebagai wahana pengenalan
(bemusyawarah) siswa terbiasa
Islam yang toleran, bersahabat, dan
melakukan musyawarah, ishlah
moderat.
(reformasi), alawiyat (prioritas),
Menurut Muhammad Ali,
tahaddhur (berperadaban),
ideologi Islam moderat dapat
wathaniyah wa muwathani (nation-
ditaburkan melalui model pendidikan
state), dan wudwatiyah (inovatif).
multikulturalisme. Wawasan
Strategi pengembangan
multikultural dalam pendidikan
pendidikan wasatiyyah yang perlu
agama adalah siswa harus mampu
diaktualisasikan madrasah yaitu;
menghargai perbedaan, menghargai
pertama, madrasah harus membuat
dengan tulus, berkomunikasi,
visi dan misi yang mengarah pada
terbuka, dan tidak saling
nilai-nilai wasatiyyah. Kedua,
meragukan, selain meningkatkan
madrasah harus mampu
keimanan dan ketakwaan.
mengembangkan kurikulum berbasis
Pendidikan multikultural bukan
nilai-nilai wasatiyyah. Ketiga,
untuk mengajarkan kepada peserta
penguatan habituasi dan budaya
didik untuk menganut agama sesuai
madrasah sebagai strategi
dengan keinginannya sendiri tanpa
internalisasi nilai-nilai wasatiyyah.
tanggung jawab dan keikhlasan,
Keempat, madrasah harus mampu
tetapi mengajarkan kepada peserta
mengembangkan penguatan
didik untuk menganut agama tanpa
moderasi Islam lewat program-
kehilangan identitas agamanya
program yang terintegrasi dan
masing-masing. Wajah religius yang
mengarah pada nilai-nilai
ditunjukkan dalam pendidikan
wasatiyyah.
multikultural adalah agama yang
Penelitian ini hanya terfokus pada
moderat dan bersahabat
konsep, jenis nilai wasathiyyah dalam
(Muhammad Ali 2003).
76
Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam p-ISSN: 2622-1993
Vol.5, No.1, May 2022, pp. 65-78 e-ISSN: 2622-1586

pendidikan, dan strategi madrasah Yogyakarta. 2015. „Islam Di


dalam mengaktualisasikan nilai Tengah Masyarakat
tersebut. Keterbatasan lingkup Multikultural Indonesia (Studi
penelitian ini, penulis berharap kepada Atas Konsep Multikultural Abdul
peneliti selanjutnya untuk mengalisis
Aziz Sachedina)‟. Vol. 7.
pada beberapa aspek seperti kurikulum
berbasis nilai wasthiyah, peran guru hairul Anwar. 2014. Hakikat Manusia
dalam menginternalisasi nilai Dalam Pendidikan Sebuah
wasathiyyah, dan peran orang tua dalam
Tinjauan Filosofis. Yogyakarta:
memberikan pemahaman tentang nilai
Suka Press.
wasathiyyah. Keterbatasan ini akan
membuka ruang kepada para pemerhati Fahri, Mohamad, and Ahmad
pendidikan untuk melakukan penelitian Zainuri. 2019. „Moderasi
selanjutnya.
Beragama Di Indonesia‟ 25 (2).
REFERENSI
https://doi.org/10.19109/intiza
Abidin, Achmad Zainal. 2021. „Nilai- r.v25i2.5640.
Nilai Moderasi Beragama Dalam
Permendikbud No. 37 Tahun Habib Anwar Al-Anshori, Babun
2018‟. JIRA: Jurnal Inovasi Dan Suharto, Mukhamad Ilyasin.
Riset Akademik 2 (5): 729–36. 2022. „Internalisasi Nilai-Nilai
https://doi.org/10.47387/jira.v Moderasi Beragama Pada
2i5.135. Madrasah Aliyah Negeri di
Kalimantan Timur‟.
Agil Husain Al-Munawwar. 2005. SCHOLASTICA: Jurnal
Fikih Hubungan Antar Agama. Pendidikan Dan Kebudayaan 4
Jakarta: Ciputat Press. (2).

Ahmad Faozan. 2021. „Wacana Hamzah B.Uno Dan Nina


Intoleransi Dan Radikalisme Lamatenggo. 2016. Landasan
Dalam Buku Teks Pendidikan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Agama Islam‟. Jakarta. Aksara.

Anthony.Giddens. 1995. Politics, Hasbullah. 2015. Dasar Dasar


Sociology and Social Theory: Pendidikan. Jakarta: Raja
Encounters with Classical and Grafindo Persada.
Contemporary Social Thought.
Cambridge: Polity. Hiqmatunnisa, Hani, and Ashif Az
Zafi. n.d. „Penerapan Nilai-Nilai
Arifin, Syamsul. 2014. „Membendung Moderasi Islam Dalam
Arus Radikalisasi Di Indonesia Pembelajaran Fiqih Di Ptkin
Membendung Arus Radikalisasi Menggunakan Konsep Problem-
Di Indonesia‟. Islamica: Jurnal Based Learning‟.
Studi Keislaman. Vol. 8.
Kamrani Buseri. 2015. „Islam
Azizah, Lutfatul, Dan Purjatian, Wasathiyah Dalam Perspektif
Azhar Uin, Sunan Kali, and Jaga Pendidikan‟. Banjarmasin.
77
Karim, Hamdi Abdul. 2019. Nurcholish Madjid. 2001. Pluralitas
„Implementasi Moderasi Agama: Kerukunan Dalam
Pendidikan Islam Rahmatallil Keragaman. Jakarta: Kompas.
‟Alamin Dengan Nilai-Nilai
Nurul, Khalil. 2020. „Moderasi
Islam‟.
Beragama Di Tengah Pluralitas
M. Chabib Thoha. 1996. Kapita Bangsa: Tinjauan Revolusi
Selekta Pendidikan Islam. Mental Perspektif Al-Qur‟an‟.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Makassar.
http://ejurnal.iainpare.ac.id/ind
M. Cholil Nafis dkk. 2019. Islam
ex.php/kuriositas.
Wasatiyyah. Jakarta: Komisi
Dakwah MUI. Sari, Milya. n.d. „Penelitian
Kepustakaan (Library Research)
M. Mahmud. 2019. „Menuju Sekolah
Dalam Penelitian Pendidikan
Antikorupsi
IPA‟.
(Perspektif Konstruksi Sosial
Peter L. Berger Dan Thomas Sugiyono. 2017. Metode Penelitian
Luckmann‟. Jurnal Kajian dan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Pengembangan Umat 2 (2). Bandung: Alfabeta.

Martin H. Manser. 1991. Oxford Syaikhul Alim, Muhamad, and


Learner’s Dictionary. Oxford: Achmad Munib Mahasiswa
Oxford University Press. Program Doktor PAI Nusantara
Unwahas. 2021. „Aktualisasi
Masdar Hilmy. 2012. „Quo-Vadis
Pendidikan Moderasi Beragama
Islam Moderat Indonesia?
Di Madrasah‟. Vol. 9.
Menimbang Kembali
Modernisme Nahdlatul Ulama Zetty Azizatun Ni‟mah. 2019. „Urgensi
Dan Muhammadiyah‟. Vol. Madrasah Dalam Membangun
XXXVI. Karakter Moderasi di Tengah
Perkembangan Radikalisme‟.
Muhammad Ali. 2003. Teologi
Pluralis-Multikultural:
Menghargai Kemajemukan,
Menjalin Kebersamaan. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.

Muhammad Tholchah Hasan. 2016.


Pendidikan Multikultural Sebagai
Opsi Penanggulangan
Radikalisme. Malang: Lembaga
Penerbitan UNISMA.

Nasikun. 2007. Sistem Sosial


Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

78

Anda mungkin juga menyukai