Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH TATA KELOLA KLINIS

POLICY BRIEF

DEWAN PENGAWAS RUMAH SAKIT: ANTARA ADA DAN TIADA?


MEMPERKUAT PERAN DEWAN PENGAWAS RUMAH SAKIT
DALAM MEWUJUDKAN GOOD CLINICAL GOVERNANCE

KELOMPOK 1

Ahmad Safar (1906336492)

Angga Perdana Kusumah (1906336510)

Bunga Listia Paramita (1906336561)

Nurulita Cahyani (1906336782)

Slamet Widodo (1906336826)

Yuki Melati (1906431430)

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA

KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

2020

Policy Brief
Dewan Pengawas Rumah Sakit: Antara Ada dan Tiada
(Memperkuat Peran Dewan Pengawas Rumah Sakit
dalam Mewujudkan Good Clinical Governance)

Angga Perdana Kusumah1, Ahmad Safar1, Bunga Listia Paramita1, Nurulita


Cahyani1, Slamet Widodo1, Yuki Melati1, Amal Chalik Sjaaf2

1
Mahasiswa Program Studi Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia

2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Ringkasan Eksekutif
Dewan Pengawas Rumah Sakit memiliki peran yang penting dalam rangka
mewujudkan tata kelola rumah sakit yang baik. Meskipun telah diatur di dalam Undang-
Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan, tetapi masih belum sepenuhnya dilakukan
dengan baik pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Hal ini tentunya berdampak terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Dengan mengoptimalkan fungsi,
meningkatkan peranan, memberikan kewenangan, adanya standarisasi khusus untuk
seseorang diangkat sebagai Dewan Pengawas dan dievaluasi kinerjanya secara berkala
diharapkan dapat mewujudkan Good Clinical Governance dan tata kelola yang baik di
rumah sakit.

Pendahuluan
Dewan Pengawas Rumah Sakit merupakan suatu unit non struktural yang bersifat
independen dan bertanggung jawab kepada pemilik rumah sakit. Pentingnya peran dari
dewan pengawas ditandai dengan kuatnya regulasi hukum di Indonesia yang mengatur
tentang dewan pengawas, khususnya di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 56 serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 10 tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit. Pemilik rumah
sakit dapat membentuk dewan pengawas rumah sakit yang terdiri dari unsur pemilik rumah
sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat dengan jumlah
maksimal 5 yang terdiri dari 1 orang ketua merangkap anggota dan 4 orang anggota.
Ketentuan mengenai tata kerja dari dewan pengawas seharusnya telah diatur oleh pemilik
rumah sakit dan dituangkan dalam Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital by laws) atau
Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance) (Presiden Republik Indonesia, 2009).
Sesungguhnya kehadiran dewan pengawas rumah sakit berperan di dalam
menentukan arah kebijakan rumah sakit, menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana
strategis, menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran, mengawasi pelaksanaan
kendali mutu dan kendali biaya, mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien,
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban rumah sakit, dan mengawasi kepatuhan
penerapan etika rumah sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan guna
menjalankan fungsinya sebagai governing body rumah sakit dalam melakukan pembinaan
dan pengawasan non teknis perumahsakitan secara internal di rumah sakit (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
yuki - Dewan Pengawas seyogyanya dibentuk di seluruh rumah sakit baik rumah sakit
negeri, milik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, maupun rumah sakit milik
swasta. Namun sayangnya hal ini belum disebutkan dengan tegas di dalam Permenkes
Nomor 10 tahun 2014 mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit, karena dalam Permenkes
ini juga disebutkan mengenai Pola Pengelolaan Keuangan berupa Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah yang notabene lebih akrab untuk rumah sakit yang
bersifat milik pemerintah sehingga mungkin saja belum semua rumah sakit yang ada di
Indonesia telah menerapkan Peraturan ini.
Dari aspek tata kelola rumah sakit, hadirnya dewan pengawas rumah sakit harus
mampu memberikan masukan konstruktif yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan rumah sakit kepada masyarakat, termasuk melakukan pengawasan terhadap
standar pelayanan rumah sakit dan peran dewan pengawas di dalam penerapan
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD). Kualitas pelayanan rumah sakit yang bermutu sesuai standar pelayanan,
mencerminkan adanya tata kelola klinis yang baik (good clinical governance) yang juga akan
berdampak positif pada tata kelola rumah sakit yang dijalankan. Hal lain yang juga
mencerminkan tata kelola rumah sakit yang baik adalah adanya kewajiban Dewan
Pengawas untuk melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada pemilik Rumah Sakit minimal 1
(satu) kali dalam satu semester maupun sewaktu-waktu sesuai permintaan pemilik Rumah
Sakit. (...masukan sitasi permenkes, dr sini ga bs hehe).
Jika ditinjau dari sisi pelaksanaan tugas untuk menghasilkan suatu tata kelola rumah
sakit yang baik, maka Dewan Pengawas memiliki wewenang yang sangat luas, antara lain:
1. Menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja dan keuangan Rumah
Sakit dari Kepala/Direktur Rumah Sakit;
2. Menerima laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal
Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit dan memantau
pelaksanaan rekomendasi tindak lanjut;
3. Meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat manajemen lainnya mengenai
penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur
Rumah Sakit sesuai dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau
Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance);
4. Meminta penjelasan dari komite atau unit non struktural di Rumah Sakit terkait
pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas sesuai dengan Peraturan Internal
Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate
governance);
5. Berkoordinasi dengan Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun Peraturan
Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate
governance), untuk ditetapkan oleh pemilik; dan
6. Memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pengelolaan Rumah Sakit.

Melihat luasnya wewenang yang telah diberikan kepada Dewan Pengawas maka
seharusnya setiap rumah sakit yang ada di Indonesia memiliki Dewan Pengawas yang
paham dan berperan aktif dalam menjalankan tugasnya agar tercipta suatu tata kelola
rumah sakit yang bagus didasarkan dengan berjalannya tata kelola klinis yang baik
sehingga tercapainya produktivitas dan efisiensi rumah sakit untuk menjamin mutu dari
pelayanan sistem kesehatan yang diberikan.
Menurut UK-NHS 1999, ada 6 unsur dalam tata kelola klinis yakni: (1) pendidikan
dan latihan; (2) audit klinis; (3) efektivitas klinis; (4) penelitian dan pengembangan; (5)
akuntabilitas; dan (6) keselamatan pasien. Dalam implementasi tata kelola klinis yang
sehari-harinya dijalankan oleh Komite Medis dan Kelompok Satuan Medis (KSM), Dewan
Pengawas dapat turut berperan serta dalam melakukan unsur Audit Klinis untuk melihat
(monitoring) serta evaluasi pelaksanaan Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar
Prosedur Operasional (SPO).

Deskripsi Masalah
Di Indonesia, kuatnya peranan dan fungsi dewan pengawas rumah sakit secara
hukum ternyata masih belum sekuat kondisi yang ditemukan di lapangan. Pada RSUD
Murjani Sampit misalnya, dewan pengawas rumah sakit masih memiliki kelemahan di dalam
fungsi pengawasan sehingga berdampak buruk terhadap kualitas pelayanan rumah sakit,
terutama di dalam pengawasan tercapainya hak dan kewajiban pasien (Rakhman, 2018).
Sementara itu, pada provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, baru sekitar 48,15% rumah sakit
di Jogjakarta yang memiliki dewan pengawas. Rumah sakit yang sudah membentuk dewan
pengawas pun belum menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, belum memiliki
program kerja, dan belum melakukan pertemuan yang rutin. Keberadaan dewan pengawas
bahkan belum tercantum di dalam dokumen Hospital by Laws ataupun corporate by laws
(Badan Pengawas Rumah Sakit, 2017). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.23
Tahun 2005 tentang Pola Pelayanan Keuangan Badan Layanan Umum, maka dalam
pelaksanaanya rumah sakit dengan status BLU harus menguatkan fungsi dewan pengawas
untuk kesesuaian kinerja dan tupoksi antara pemilik atau governing body dan pengelolaan
dalam hal ini direksi RS BLU dapat dinilai secara berkala dan transparan.
Safar: Penelitian yang dilakukan oleh Partakusuma (2014) pada 4 rumah sakit
vertikal kelas A di Jawa dan Bali, menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap belum optimalnya implementasi tata kelola rumah sakit adalah masih kurang
tegasnya pembinaan dan pengawasan. Sejalan dengan hal tersebut, Rudiansyah et al
(2017), menyimpulkan bahwa peran, dan fungsi Dewan Pengawas di Rumah Sakit Islam NU
Demak sudah dilaksanakan namun wewenang Dewan Pengawas belum dilaksanakan
secara optimal. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Andi dan Trisnantoro (2014) di RSUD
BLUD dr. H. M. Rabain Muara Enim, mengemukakan bahwa dewan pengawas belum
sepenuhnya melakukan pengawasan sesuai dengan standar dan dewan pengawas yang
ada belum dapat memberikan sumbangan positif dalam mewujudkan good governance dan
clean governance. Tindak lanjut hasil pengawasan dewan pengawas di RS tersebut belum
sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga hasil pengawasan belum terlihat dampak
peningkatan kinerja rumah sakit secara signifikan.

Rekomendasi Kebijakan
1. Hasil telusur penelitian yang sudah pernah dilakukan, ternyata masih jarang sekali
penelitian maupun referensi mengenai evaluasi kinerja ataupun peranan dewan
pengawas, meski sebenarnya aturan mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit
sudah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI sejak tahun 2014. Sehingga
dibutuhkan evaluasi komprehensif baik di rumah sakit milik pemerintah maupun
rumah sakit milik swasta oleh Kementerian Kesehatan mengenai bagaimana
peranan dan fungsi Dewan Pengawas di lapangan apakah Peraturan ini sudah atau
belum diterapkan, jika sudah ada apakah Dewan Pengawas berjalan sesuai dengan
fungsi, peran, dan wewenangnya dengan optimal atau malah belum berjalan.
2. Dari beberapa penelitian yang berhasil ditemukan, didapatkan kesimpulan bahwa
pelaksanaan peran, fungsi, dan wewenang Dewan Pengawas belum optimal, apakah
mungkin hal ini disebabkan karena belum adanya pemahaman yang baik mengenai
Dewan Pengawas itu sendiri sehingga diperlukan pelatihan bagi siapapun yang akan
menjabat atau terpilih menjadi Dewan Pengawas atau adanya standarisasi
persyaratan dari pemerintah mengenai kriteria spesifik yang diperlukan untuk
seseorang diangkat sebagai Dewan Pengawas misalnya seseorang yang paham dan
berpengalaman mengenai perumahsakitan, minimal latar belakang pendidikan
tertentu untuk menjabat sebagai Dewan Pengawas, lama pengalaman kerja di
bidang perumahsakitan, dan sebagainya.
3. Perlunya untuk mengoptimalkan peran dan fungsi dewan pengawas dalam suatu
sistem tata kelola kesehatan, dalam hal ini khususnya di bidang perumahsakitan,
guna memastikan bahwa adanya dewan pengawas yang berjalan dengan optimal
maka dapat menjamin mengenai mutu pelayanan kesehatan yang diberikan.
Misalnya dengan membuat suatu sistem seperti di …. mengenai tata kelola rumah
sakit yang baik.
4. Mendorong dilakukannya revisi Permenkes No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan
Pengawas Rumah Sakit untuk menguatkan tugas dan kewenangan dalam Tata
Kelola Klinis (Clinical Governance) sebagai berikut :
a. Penambahan Pasal 4 Ayat 3 : Dewan Pengawas melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) agar rumah
sakit secara berkelanjutan meningkatkan mutu pelayanan dan standar
keselamatan pasien dengan menciptakan pelayanan klinis yang baik
b. Revisi Pasal 5 Point c yang berbunyi : “meminta penjelasan dari Direksi
dan/atau pejabat manajemen lainnya mengenai penyelenggaraan pelayanan
di Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit sesuai
dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola
Tata Kelola (corporate governance)” berubah menjadi :
“meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat manajemen lainnya
mengenai penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit dengan
sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit sesuai dengan Peraturan
Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) dan Peraturan Internal Staf Medis
(medical staff bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate
governance)
c. Revisi Pasal 5 Point d yang berbunyi : “meminta penjelasan dari komite atau
unit non struktural di Rumah Sakit terkait pelaksanaan tugas dan fungsi
Dewan Pengawas sesuai dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital
by laws) atau dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance)” berubah
menjadi :
“meminta penjelasan dari komite atau unit non struktural di Rumah Sakit
terkait pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas sesuai dengan
Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) dan Peraturan Internal Staf
Medis (medical staff bylaws) atau dokumen Pola Tata Kelola (corporate
governance)”
d. Revisi Pasal 5 Point e yang berbunyi : “ berkoordinasi dengan
Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun Peraturan Internal Rumah
Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate
governance), untuk ditetapkan oleh pemilik” berubah menjadi :
berkoordinasi dengan Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun
Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) dan Peraturan Internal Staf
Medis (medical staff bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate
governance), untuk ditetapkan oleh pemilik

Referensi
Andi, A, Trisnantoro, L (2014). Pelaksanaan Pengawasan Intern oleh Dewan Pengawas
Dalam Rangka Menuju Optimalisasi Kinerja; Studi Kasus RSUD BLUD dr. H .M. Rabain
Kabupaten Muara Enim. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia.Vol.3. No.1, Maret 2014, hal
10-18
Badan Pengawas Rumah Sakit. (2017). Revitalisasi Peran Dewan Pengawas Rumah Sakit
di Daerah Istimewa Yogyakarta. [Online] [Accessed 24 Oktober 2020].
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 10 tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan.
Partakusuma, LG. (2014). Evaluasi Tata Kelola Rumah Sakit Badan Layanan Umum pada 4
Rumah Sakit Vertikal Kelas A di Jawa dan Bali. Jurnal ARSI Vol. 1 No. 4, Oktober 2014, hal
32-41
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Rakhman, D., 2018. Dewan Pengawas RS Harus Berikan Masukan Konstruktif. [Online]
[Accessed 25 Oktober 2020].
Rudiansyah, et al. (2017). Analisis Pelaksanaan Peran, Fungsi dan Wewenang Governing
Body di Rumah Sakit Islam NU Demak. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, Vol. 5,
No.7, Agustus 2017, hal. 119-130

Anda mungkin juga menyukai