Kelompok 5:
Yumita (18329036)
Setelah Jepang menderita kekalahan pertamanya pada tahun 1944 oleh Filipina, pada bulan
Maret 1945 Tokyo diserang oleh pembom AS. Puluhan ribu orang tewas dan sebagian besar
kota itu rata dengan tanah.
Pada 6 Agustus 1945, AS kembali menjatuhkan bom atom pertama di Hiroshima dan tiga
hari kemudian di Nagasaki. Kejadian itu menyatakan deklarasi perang Soviet pada 8 Agustus
yang membuat Jepang dipaksa untuk menyerah yang hampir tanpa syarat.
Pada tanggal, 15 Agustus 1945, perdana Menteri Jepang, Pangeran Higashi Kuni, menyiarkan
seruan kepada rakyatnya untuk mematuhi persyaratan penyerahan diri. Dia mengatakan
Jepang harus menghadapi kekalahan telak dan "menderita bahkan yang tidak tertahankan"
dalam upaya untuk mematuhi proklamasi penyerahan Kaisar.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB. Soekarno dan Hatta
dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Sampai kemudian terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta
serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan
dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara
itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan.
Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota
PETA mendukung rencana tersebut
2. Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok terjadi pasa saat beberapa hari menjelang diadakannya proklamasi.
Peristiwa ini ditandai dengan adanya penyerahan diri Jepang pada Sekutu dan kemudian
disusunlah naskah proklamasi. Jepang tak bisa berkutik karena adanya hantaman bom atom
pada 9 Agustus 1945 di Kota Nagasaki. Mereka menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus
1945.
Awalnya, kemerdekaan Indonesia akan dihadiahkan oleh Jepang dengan dibentuknya Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ir. Soekarno juga sudah memiliki pandangan
sendiri akan memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Akan tetapi, dengan
menyerahnya Jepang kepada Sekutu membuat sekelompok orang ingin kemerdekaan
Indonesia disegerakan tanpa menunggu keputusan Jepang. Hal itu menimbulkan perbedaan
pendapat antara golongan tua dengan golongan muda yang terdiri atas beberapa
perkumpulan. Golongan muda ingin kemerdekaan segera diproklamasikan.
Sebaliknya, golongan tua tidak sepakat karena tidak ingin ada pertumpahan darah, mengingat
anggota pasukan Jepang di Indonesia masih banyak. Hal tersebut berlanjut pada penculikan
Soekarno dan Mohammad Hatta oleh sekelompok pemuda. Soekarno-Hatta diculik pada 16
Agustus 1945 dan dibawa ke Rengasdengklok, sebuah kota kecil dekat Karawang. Dalam
penculikan itu, Soekarno didesak para pemuda. Namun, Soekarno tetap berpegang teguh
untuk melaksanakan rencana proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Menurut Soekarno, angka 17 adalah angka yang suci. Saat itu, Agustus merupakan bulan suci
Ramadhan. Sementara itu, di Jakarta, Achmad Soebardjo dari golongan tua dan Wikana dari
golongan muda membicarakan kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta.
Akhirnya, mereka bersepakat Soekarno dan Hatta dijemput untuk kembali ke Jakarta, dengan
jaminan proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB, Soekarno membuka pertemuan dini hari dan naskah
proklamasi kemudian diketik oleh Sajuti Melik. Setelah jadi, Soekarno dan Hatta langsung
menandatangani teks tersebut. Pada pukul 05.00 WIB, para pemimpin bangsa dan tokoh
pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda.