Anda di halaman 1dari 9

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI

VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015

LAPORAN KASUS

Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal


pada Pasien dengan Subdural Hematoma

Rifdhani Fakhrudin N, *Sudadi, *Mahmud


Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM Yogyakarta
* Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Telah dilakukan penatalaksanaan anestesi regional berupa blok femoral pada seorang wanita usia 60 tahun
yang didiagnosis fraktur terbuka sepertiga proksimal tibia fibula sinistra dengan subdural hematoma dan
edema serebri, status fisik ASA II yang akan menjalani operasi ORIF.
Pasien dipremedikasi dengan diazepam 5 mg peroral, midazolam 2 mg dan fentanyl 50 mcg intravena. Blok
femoral dilakukan dengan teknik nerve stimulator menggunakan pendekatan dari ligametum inguinalis
dan lipatan paha. Agen yang digunakan adalah lidokain 1% sebanyak 10 ml dan bupivakain 0,5% isobarik
sebanyak 10 ml. Selama operasi pasien disedasi dengan midazolam 2 mg intravena bolus intermitten.
Operasi berlangsung selama dua jam dengan hemodinamik pasien stabil.
Pasca operasi pasien diobservasi di ruang pulih sadar selama 2 jam. Status kesadaran dan hemodinamik
selama observasi baik. Skala nyeri menggunakan VAS menunjukkan angka 1-2. Pasien kemudian
diperbolehkan kembali ke bangsal.

Kata kunci : blok femoral, ORIF, subdural hematom

ABSTRACT
A femoral nerve block was performed to a 60 years old woman with open fracture of the proximal third
of the left tibia and fibula, subdural hematoma and cerebral edema. Patient was stated as ASA II physical
status and scheduled for ORIF surgery.
Patient was premedicated with diazepam 5 mg orally, midazolam 2 mg and fentanyl 50 mcg intravenously.
Femoral nerve block was performed with nerve stimulation technique and inguinal ligament approachment.
Lidocaine 1% 10 ml and Bupivacaine 0,5% 10 ml was adminestered in this block. During surgery, patient
was sedated with midazolam 2 mg intermittent bolous intravenously. Surgery was done in two hours with
a stable hemodynamics state.
Patient was observed in recovery room for two hours post operatively. There was a good level of consciousness
and hemodynamic state. Pain score with visual analogue score was 1-2 and patient was discharged to ward.

Keywords : femoral nerve block, ORIF, subdural hematoma

A. PENDAHULUAN 1880-an. James Leonard Corning menyarankan


Teknik-teknik blok saraf perifer telah penggunaan pembalut Esmarch pada 1885 untuk
dikembangkan pada awal sejarah anestesia. Ahli menahan sirkulasi lokal, memperpanjang blok
bedah Amerika Halsted dan Hall menjelaskan induce-kokain dan mengurangi pengaruh anestetik
injeksi kokain pada daerah periferal, termasuk lokal dari jaringan. Konsep ini dilanjutkan oleh
saraf ulnar, musculocutaneous, supratrochlear, Heinrich F.W. Braun, yang mengganti epinefrin,
dan infraorbital, untuk prosedur bedah minor pada suatu “tourniquet kimia”, pada 1903. Braun juga

45
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015

memperkenalkan istilah anestesi konduksi pada sendiri, blok saraf femoralis sesuai digunakan
buku teks tahun 1905 tentang anestesi lokal, untuk pembedahan di daerah aspek anterior betis
yang menjelaskan teknik-teknik pada setiap dan untuk manajemen nyeri setelah pembedahan
bagian tubuh. Pada 1920, ahli bedah Perancis, femur dan lutut. Sedangkan saat dikombinasikan
Gaston Labat, diundang oleh Charles Mayo untuk dengan blok skiatik, akan didapatkan anestesia
mengajarkan metode inovatif anestesi regional untuk keseluruhan tungkai bawah6.
di Klinik Mayo. Selama penunjukannya di sana,
Labat menulis buku Anestesi Regional : Teknik B. KASUS
dan Aplikasinya. Buku ini masih dianggap sebagai Pasien perempuan usia 60 tahun, berat badan
teks definitif tentang anestesi regional untuk 30 45 kg dengan diagnosis fraktur terbuka sepertiga
tahun setelah penerbitannya. Buku teks Labat proksimal tibia fibula sinistra. Dijadwalkan operasi
memfokuskan pada manajemen intraoperatif ORIF tanggal 12 Februari 2014.
pasien-pasien yang menjalani prosedur intra- Dari anamnesis didapatkan keluhan utama
abdominal, kepala dan leher dan ekstremitas pasien nyeri kepala dan nyeri tungkai bawah kiri.
menggunakan blokade infiltrasi, periferal, pleksus Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas ditabrak
dan splanchnic1. sepeda motor 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Secara umum, anestesi regional memberikan Pasien ditabrak dari sebelah kiri dan mengalami
keuntungan multipel yang dapat meningkatkan benturan pada tungkai bawah kiri. Pasien
outcome klinis pada pasien dan menurunkan biaya mengeluh nyeri dan luka terbuka pada tungkai
kesehatan secara keseluruhan. Blok saraf perifer bawah kiri. Pasien juga mengalami benturan di
meghasilkan anestesia kuat, menghilangkan kepala, pingsan tapi masih ingat kejadian. Pasien
nyeri pasca operasi, mengurangi komplikasi merasakan nyeri kepala, namun tidak ada muntah.
penyembuhan luka, efek samping yang lebih Pasien rujukan dari rumah sakit Condong Catur.
sedikit dibandingkan epidural analgesia dan Pasien masuk di Ruang IGD RSUP Dr. Sardjito,
memfasilitasi aktivitas fisik dini. Blok saraf perifer dilakukan foto rontgen dan pemeriksaan CT Scan
sering digunakan pada pasien geriatri untuk kepala. Pasien kemudian dirawat di bangsal selama
membatasi tingkat sedasi sambil memberikan 10 hari. Pasien masih mengeluh nyeri kepala dan
kontrol nyeri yang adekuat. Blok saraf dihubungkan pandangan mata kabur. Selama perawatan tidak
dengan pengurangan dosis opioid pasca operasi, muntah, tidak ada kejang, penurunan kesadaran
komplikasi pasca operasi yang lebih sedikit dan dan kelemahan anggota gerak disangkal.
pemulihan yang lebih cepat. Blok injeksi tunggal Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
atau kontinyu berperan penting dalam pendekatan umum pasien sedang dengan kesadaran
multimodal manajemen nyeri pada pasien critically komposmentis. Tanda vital pasien masih baik
ill, memberikan kenyamanan kepada pasien dan dengan tekanan darah 140/80, laju nadi 82 x/mnt,
mengurangi respon stres fisiologis2, 3,4,5. kecepatan respirasi 18 x/mnt dan suhu tubuh 36,7
Dibandingkan dengan anestesi umum dan C. Pemeriksaan kepala tidak ditemukan anemis
regional, kesuksesan blok saraf perifer lebih pada konjungtiva, skor Mallampati II, thyromental
bergantung pada anestesiologis. Keterampilan distance > 6,5 cm. Pupil isokor dengan diameter
teknik sangat dibutuhkan untuk kesuksesan 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, gerakan pupil baik.
penggunaan teknik blok saraf perifer. Faktor Pemeriksaan funduskopi tidak dilakukan pada
seperti akurasi identifikasi landmark diperlukan pasien ini. Pemeriksaan thoraks, abdomen dan
untuk implementasi teknik yang aman dan efektif. ekstremitas tidak didapatkan kelainan khusus.
Blok saraf femoralis menjadi salah satu teknik Kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah 5/5,
dasar blok saraf karena pelaksanaan teknik ini sensorik +/+, refleks fisiologis normal dan tidak ada
cukup sederhana, risiko komplikasi yang rendah dan refleks patologis. Status lokalis di daerah inguinal
memiliki angka kesuksesan tinggi. Saat digunakan sinistra tidak didapatkan adanya skar, tanda

46
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma

inflamasi dan pembesaran limfonodi. isokor dengan diameter normal dan refleks cahaya
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah positif. Pemeriksaan sensorik dan motoris pada
masih dalam batas normal. Pemeriksaan foto ekstremitas tidak menunjukkan kelainan. Dari
thoraks ditemukan cor dan pulmo dalam batas pemeriksaan MSCT kepala didapatkan adanya
normal. Dari pemeriksaan MSCT kepala didapatkan subdural hematoma di regio temporoparietal
hematoma ekstrakranial di regio temporoparietalis sinistra dan edema serebri. Dari pemeriksaan fisik
dekstra dan parietalis sinistra, SDH di regio dan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien
temporoparietal sinistra dan edema serebri. Dari masih menunjukkan tanda kenaikan tekanan intra
pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien dinilai kranial namun tidak ada defisit neurologis.
status fisik ASA II. Dari anamnesis diketahui pasien memiliki
Pasien direncanakan untuk dilakukan teknik riwayat hipertensi kurang lebih lima tahun, tanpa
anestesi blok saraf perifer menggunakan blok berobat teratur. Saat dilakukan kunjungan pre-
femoral. Pasien dipremedikasi menggunakan operasi, pasien sudah mendapatkan terapi anti
Diazepam 5 mg per oral pagi hari sebelum hipertensi Amlodipin 1 x 10 mg. Tekanan darah
operasi. Saat akan dilakukan blok femoral, pasien sistolik harian pasien 120-140 mmHg dan tekanan
dipremedikasi menggunakan Midazolam 2 mg iv darah terukur saat pemeriksaan 140/80 mmHg.
dan Fentanyl 50 mcg iv. Riwayat penyakit jantung, stroke dan penyakit
Obat anestesi lokal yang digunakan adalah ginjal disangkal. Hasil pemeriksaan fungsi ginjal
Bupivakain 0,5% isobarik 10 ml dan Lidokain 1 pada pasien masih normal tanpa kenaikan BUN
% 10 ml. Selama operasi pasien disedasi dengan dan kreatinin, pemeriksaan EKG masih normal
Midazolam 3 mg iv bolus intermitten dan diberikan tanpa ada gambaran hipertrofi ventrikel kiri,
oksigenasi dengan O2 3 lt/menit via nasal kanul. sedangkan pada pemeriksaan foto rontgen thoraks
tidak didapatkan gambaran kardiomegali. Hal ini
C. PEMBAHASAN menunjukkan bahwa pasien menderita hipertensi
1. Manajemen Pre Operatif terkontrol tanpa adanya komplikasi organ akibat
Pasien adalah seorang wanita berusia 60 hipertensi.
tahun, dikonsulkan dari bagian Orthopedi dengan Adanya edema serebri berarti terdapat
diagnosis fraktur terbuka tibia dan fibula proksimal akumulasi cairan yang berlebihan pada jaringan
sinistra tipe II untuk rencana tindakan Open otak, baik intra dan/atau ekstra seluler yang
Reduction Internal Fixation (ORIF). dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra
Selain mengalami fraktur ekstremitas, pasien kranial. Edema serebri pada pasien ini disebabkan
juga memiliki penyakit komorbid adanya subdural karena trauma. Pada edema serebri karena
hematoma di regio temporoperietal sinistra dan trauma, penelitian terakhir menunjukkan bahwa
edema serebri. Pasien juga diketahui memiliki edema disebaban oleh mekanisme bifasik akibat
riwayat hipertensi dan tidak berobat rutin. komponen vasogenik dan sitotoksik. Dengan
Perencanaan pasien harus didasarkan pada bantuan MRI terbaru, edema vasogenik terjadi
riwayat penyakit yang relevan, hasil pemeriksaan beberapa jam setelah trauma dan kemudian diikuti
fisik dan pemeriksaan laboratorium yang dengan edema sitotoksik yang terjadi lebih lambat
berpengaruh pada rencana anestesi. Dari anamnesis selama beberapa hari dan bertahan sampai lebih
didapatkan pasien dengan riwayat kecelakaan lalu dari dua minggu. Edema sitotoksik berkembang
lintas, benturan pada tungkai bawah, benturan sesuai dengan perkembangan cedera seluler dan
kepala dan penurunan kesadaran. Saat dilakukan akan semakin prominen jika lebih banyak sel otak
anamnesis, pasien masih mengeluhkan nyeri yang cedera7.
kepala dan pandangan mata kabur namun tidak ada Pasien juga dengan diagnosis subdural
muntah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hematoma di regio temporo parietal sinistra.
kesadaran pasien masih komposmentis, pupil Meskipun dari sejawat bedah saraf tidak melakukan

47
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015

tindakan pembedahan dan hanya mengelola pasien dalam keadaan ansietas, tidak memiliki kelainan
secara konservatif, adanya komponen tambahan anatomis dan neurologis, tidak dalam keadaan
di dalam kranium dapat menyebabkan kenaikan sepsis, serta memiliki faal koagulasi baik.
tekanan intra kranial. Kenikan teknan intrakranial Dari berbagai pilihan teknik anestesi regional,
dapat diketahui dari gambaran klinis dan radiologis. blok saraf perifer lebih dipilih karena beberapa
Tanda dan gejala klinis berupa perubahan puipil pertimbangan. Pertama, adanya penyakit penyerta
atau asimetri pupil, abnormalitas gerakan mata, pada pasien berupa sub dural hematoma dan
edema papil, hemiparesis, kelemahan fasial, edema serebri. Pada pasien juga masih ditemukan
kejang dan penurunan kesadaran. Sedangkan tanda kenaikan tekanan intra kranial berupa
gambaran radiologis yang dapat terlihat adalah nyeri kepala. Hal ini adalah kontra indikasi untuk
ketegangan duramater, girus yang mendatar, dilakukannya teknik neuraksial terutama anestesi
sulkus memendek, kompresi ventrikel, pergeseran spinal. Kedua, pasien termasuk geriatri dimana
struktur otak ke lateral dan perpindahan jaringan pada kelompok pasien ini mendapat keuntungan
otak ke kompartemen yang lain7. tersendiri dari blok perifer akibat analgesi post
Dari anamnesis, pasien masih mengeluhkan operatif yang lebih baik.
nyeri kepala dan pandangan kabur yang Diantara berbagai blok saraf perifer pada
mengindikasikan kenaikan tekanan intra kranial, ekstremitas bawah, dipilih blok saraf femoralis
meskipun tidak ada gejala spesifik lain seperti karena medan operasi di tibialis posterior-
muntah, penurunan kesadaran, hemiparesis dan medial mencakup daerah yang dipersarafi saraf
kejang. Pemeriksaan funduskopi untuk menilai femoralis. Blok saraf femoralis juga secara teknik
adanya edema papil tidak dilakukan pada pasien mudah dilakukan, relatif aman dan memiliki risiko
ini. komplikasi yang sangat jarang2.
Pemilihan teknik anestesi regional pada
pasien meliputi tiga pertimbangan yakni indikasi 2. Informed consent
primer, kontra indikasi relatif dan kontra indikasi Pasien diinformasikan tentang diagnosis
mutlak. Pertimbangan indikasi primer meliputi penyakit dan status fisik menurut ASA, dasar
pertimbangan anatomi dan fisiologi, prosedur penegakan diagnosis, rencana teknik anestesi blok
bedah, kemampuan pasien untuk bekerja sama dan femoral, tujuan dilakukannya teknik anestesi ini,
penyakit penyerta. Berdasarkan lokasi prosedur prosedur yang akan dilakukan, keuntungan, risiko
bedah yang berada di ekstremitas bawah, pasien dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien juga
termasuk indikasi dilakukan anestesi regional diberikan penjelasan mengenai pentingnya kerja
baik neuraksial maupun blok perifer. Pada saat sama antara pasien dan dokter untuk kesuksesan
dilakukan kunjungan pre-operatif, operator juga teknik ini. Alternatif teknik anestesi yang lain juga
menilai bahwa pasien mampu dan mau untuk disampaikan kepada pasien berupa teknik anestesi
bekerja sama mengikuti semua prosedur anestesi. spinal, epidural sampai anestesi umum beserta
Manfaat lain dari teknik anestesi regional pada risiko dan komplikasi yang mungkin timbul2.
pasien ini adalah menghindari adanya gejolak Pada dasarnya pasien menyetujui semua
hemodinamik yang mungkin terjadi jika dilakukan tindakan yang akan dilakukan, namun pasien
anestesi umum dengan intubasi. Agen induksi, mengaku ingin tertidur saat operasi dilakukan.
laringoskopi dan intubasi endotrakeal berisiko Pasien kemudian dijelaskan tentang rencana
menyebabkan perubahan hemodinamik yang premedikasi yang akan dilakukan sebelum dan
berperan dalam merubah Cerebral Perfusion selama blok femoral serta rencana sedasi selama
Pressure8. operasi. Pasien dan keluarga kemudian diminta
Berdasarkan pertimbangan kontra indikasi menandatangani lembar informed consent yang
relatif dan mutlak, pasien tidak ditemukan telah disediakan.
memiliki kontra indikasi tersebut. Pasien tidak

48
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma

3. Premedikasi 5. Obat Anestesi Lokal


Premedikasi merupakan komponen penting Agen anestesi lokal yang digunakan pada
dalam kesuksesan blok saraf perifer. Pada pasien pasien ini adalah lidokain dan bupivakain. Pada
ini dilakukan premedikasi menggunakan diazepam pasien ini dengan berat badan 45 kg, dosis maksimal
5 mg per oral yang diberikan malam sebelum untuk lidokain sebesar 202,5 mg (4,5 mg/kgBB) dan
hari operasi dan pagi hari 3 jam sebelum operasi. dosis maksimal bupivakain juga sebesar 135 mg (3
Premedikasi juga diberikan sebelum tindakan mg/kgBB). Penggunaan bupivakain 0,5% sebanyak
blok berupa injeksi midazolam 2 mg intravena dan 10 ml berarti memberikan bupivakain sejumlah
opioid fentanyl 50 mcg intravena. 50 mg. Penggunaan Lidokain 1% sebanyak 10 ml
Selain manfaat premedikasi secara umum, berarti memberikan lidokain sejumlah 100 mg.
premedikasi pada teknik anestesi blok perifer Keduanya masih berada di bawah rekomendasi
memiliki pertimbangan khusus. Tingkat sedasi yang dosis maksimal13.
diberikan kepada pasien harus disesuaikan dengan Dalam memilih volum dan konsentrasi
kebutuhan kooperatif pasien selama prosedur. obat anestesi lokal pada blok saraf, klinisi harus
Pada teknik pencarian parestesi maupun teknik mempertimbangkan risiko dan efek samping
stimulasi elektrik, premedikasi harus disesuaikan dari dosis berlebih (toksisitas sistemik, blokade
sampai pasien masih bisa mengidentifikasi dan motorik dan sensorik berlebih) atau meningkatnya
melaporkan respon saraf. Meskipun opioid dosis risiko kegagalan blok jika dosis yang diberikan
rendah (Fentanyl 50-100 mcg) dapat membantu tidak adekuat. Dengan penempatan jarum yang
menambah kenyamanan saat lokalisasi saraf, lebih tepat menggunakan panduan USG, semakin
respon pasien harus tetap dipertahankan9. mudah dalam menentukan volume efektif untuk
mencapai kesuksesan blok dengan dosis yang
4. Sedasi Intraoperatif relatif kecil8.
Selama prosedur pembedahan, pasien disedasi Konsentrasi lidokain yang direkomendsikan
menggunakan Midazolam 3 mg secara intermitten pada blok saraf perifer sebesar 2%. Pada
setiap 15-30 menit sekali. Penggunaan agen sedasi pasien ini karena menggunakan volume 10 ml
dan analgesia selama anestesi regional banyak digunakan konsentrasi 1% agar tidak mendekati
digunakan untuk meningkatkan kenyamanan dosis maksimal. Penurunan konsentrasi bisa
pasien selama prosedur pembedahan. Terminologi mengakibatkan penurunan kualitas blok saraf dan
lama untuk menggambarkan hal ini adalah meningkatkan risiko kegagalan.
dengan istilah ‘sedasi sadar’ dimana pasien Pencampuran lidokain dengan obat anaestesi
mendapatkan depresi minimal tingkat kesadaran lokal long-acting biasa digunakan untuk blok saraf
yang memungkinkan pasien untuk menjaga jalan perifer. Pencampuran lidokain dapat mempercepat
nafasnya sendiri dan dapat merespon stimulasi onset blok saraf sensorik dan motorik dan dapat
fisik dan verbal secara mencukupi. meningkatkan Area Under Curve (AUC) obat anestesi
Midazolam masih menjadi obat sedasi yang lokal long-acting. Pencampuran tidak menurunkan
paling populer karena memiliki efek sedasi yang waktu analgesi pascaoperasi meskipun konsentrasi
dapat diprediksi, sifat ansiolitik dan amnesia serta obat anastesi lokal pascaoperasi lebih tinggi pada
dapat menurunkan ambang kejang. Banyak cara kelompok yang tidak dilakukan pencampuran.
pemberian yang kini tersedia mulai dari bolus Kejadian efek samping pada kedua kelompok tidak
intermitten, infus terkontrol, maupun infus yang berbeda bermakna9,10,11.
dikontrol pasien. Meskipun demikian, penggunaan
benzodiazepin saat ini semakin menurun karena 6. Pelaksanaan Blok Femoral
munculnya agen lain yang mudah dititrasi seperti Pemilihan blok femoral pada pasien ini
methohexital, etomidat dan propofol2. didasarkan pada indikasi lokasi fraktur di sepertiga
distal os tibialis (Gambar 1). Insisi yang akan

49
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015

dilakukan ahli orthopedi meliputi daerah kruris didapatkan. Namun saat arus dikurangi, respon
anterior sampai dengan sisi medial. Berdasarkan motorik menghilang. Hal ini menunjukkan ujung
cakupan dermatom blok femoralis, insisi dan jarum belum mendekati saraf femoral.
manipulasi tersebut masih dapat ditutup oleh blok Saat insersi jarum diperdalam, muncul
femoralis (Gambar 2). lagi respon motorik dan repon tersebut masih
Secara teori, blok femoralis yang digunakan muncul saat arus dikurangi sampai 0,4 mA. Saat
secara tunggal hanya sesuai untuk operasi di daerah arus dikurangi sampai 0,2 mA, respon motorik
paha dan operasi superfisial di aspek medial cruris mengilang. Adanya respon motorik saat arus
seperti repair tendon atau biopsi otot quadrisep sebesar 0,4 mA menunjukkan ujung jarum telah
femoris. Sedangkan untuk operasi di daerah kruris cukup dekat dengan saraf femoral. Sedangkan
memerlukan kombinasi blok femoralis dengan respon motorik yang menghilang saat arus 0,2
blok skiatik atau poplitea2. mA menunjukkan penempatan jarum bukan di
Dengan blok femoral tunggal, pasien tidak intraneural.
menunjukkan respon nyeri saat dilakukan insisi Kisaran arus yang paling diterima dengan
dan manipulasi bedah lainnya. Bahkan saat ahli motor respon adalah 0,2 sampai 0,5 mA.
orthopedi melakukan pemanjangan insisi tepi Dipostulasikan bahwa stimulasi dengan arus lebih
superior ke arah lateral respon nyeri juga tidak tinggi dari 0,5 menyebabkan kegagalan blok saraf
muncul (Gambar 3). karena ujung saraf terlalu jauh dari saraf, sementara
Intervensi dan manipulasi bedah pada pasien stimulasi yang terjadi pada arus di bawah 0,2 mA
ini sebenarnya tidak tercakup dalam dermatom, meningkatkan risiko injeksi intraneural. Disarankan
miotom dan osteotom blok saraf femoralis. Tidak pula tidak perlu mencari respon motorik dengan
adanya sensasi nyeri saat dilakukan intervensi arus di bawah 0,2 mA karena arus minimal yang
bedah pada pasien ini masih harus dianalisis lebih dibutuhkan untuk menyebabkan respon motorik
lanjut. Dari berbagai literatur tentang blok saraf yang mudah terlihat adalah sebesar 0,3 mA.
perifer, penulis balum menemukan alasan logis Namun batas ini tidak dapat dipakai untuk semua
mekanisme dari keadaan ini. pasien, khususnya pasien geriatri atau pasien
Langkah awal pelaksanaan blok adalah dengan neuropati atau diabetes yang memiliki
menentukan landmark. Dilakukan identifikasi konduksi saraf lebih lambat dan amplitudo respon
ligamentum inguinalis dengan menggambar garis motorik yang lebih rendah2.
antara spina iliaka anterior superior dan simfisis Saat injeksi agen anestesi lokal, diamati
pubis. Kemudian mengenali dan menggambar hilangnya repon motorik pada pasien. Fenomena
lipatan paha dan identifikasi pulsasi arteri femoralis ini dikenal dengan nama Tes Raj yang berguna
di ligamentum inguinalis. Titik puncture adalah di untuk mengkonfirmasi penempatan jarum telah
lipatan paha, sekitar 1 cm sebelah lateral pulsasi dekat dengan saraf target. Meskipun demikian,
arteri femoralis14. efek elektrofisiologis dari bahan injeksi terhadap
Daerah landmark dan sekitarnya dibersihkan hilangnya stimulasi saraf ini masih belum dapat
menggunakan povidone iodine, kemudian dijelaskan secara jelas. Sebelumnya, hilangnya
ditutup dengan duk lubang steril. Melakukan respon motorik dikira karena pergeseran letak
anestesi infiltrasi di titik puncture dan sekitarnya saraf terhadap ujung jarum karena cairan yang
menggunakan lidokain 2% sebanyak 3 ml. diinjeksikan. Namun, fenomena ini paling baik
Blok femoral pada pasien ini dilakukan dijelaskan dengan mekanisme elektrik daripada
dengan menggunakan teknik nerve stimulator. hanya karena mekanisme pergeseran fisik saja2.
Setelah landmark titik puncture didapatkan,
dilakukan tusukan jarum insulated pada titik 7. Monitoring Intraoperatif
puncture dengan arus listrik pada nerve stimulator Monitoring intraoperatif merupakan hal
sebesar 2 mA. Saat kedalaman jarum sekitar 2 cm, penting selama pelaksanaan anestesi regional.
respon motorik berupa dancing patella langsung Sekitar 15% pasien memiliki ketakutan yang besar

50
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma

terhadap jarum suntik dan periode vasovagal dapat Pasien dipremedikasi dengan Diazepam 5
terjadi saat dilakukannya anestesi regional. mg peroral, midazolam 2 mg dan fentanyl 50
Pada pasien ini dilakukan monitoring tekanan mcg intra vena. Blok femoral dilakukan dengan
darah non-invasif, EKG dan saturasi oksigen secara teknik nerve stimulator menggunakan agen
kontinyu. Sebelum dilakukan blok saraf, tekanan lidokain 1% sebanyak 10 ml dan bupivakain 0,5%
darah basal pada pasien sudah dicatat. Idealnya isobarik sebanyak 10 ml. Selama operasi pasien
pada pasien yang tersedasi seperti pasien ini disedasi dengan midazolam 2 mg intravena bolus
dilakukan monitoring end-tidal CO2, namun hal ini intermitten. Operasi berlangsung selama dua jam
tidak dilakukan karena tidak adanya alat pengukur dengan hemodinamik pasien stabil. Blok femoral
end-tidal CO216. pada operasi pasien ini menghasilkan analgesi
Operasi berlangsung selam 2 jam dengan yang adekuat dan keluaran yang baik
kisaran tekanan darah sistolik 110-120 mmHg, Pasca operasi pasien di observasi di ruang
kisaran tekanan darah diastolik 60-80 mmHg dan pulih sadar selama 2 jam. Status kesadaran dan
kisaran laju nadi sebesar 70-85 x/menit. Perdarahan hemodinamik selama observasi baik. Skala nyeri
selama operasi terukur 700 cc dengan urin output menggunakan VAS menunjukkan angka 1-2. Pasien
pasien 400 cc selama operasi. Jumlah cairan masuk kemudian diperbolehkan kembali ke bangsal.
berupa kristaloid sebesar 1500 cc.
DAFTAR GAMBAR
8. Pasca Operasi
Pasien di transport ke ruang pulih sadar untuk
dilakukan monitoring kesadaran, tekanan darah,
laju nadi, saturasi oksigen dan EKG. Selama di
ruang pulih sadar, kisaran tekanan darah sistolik
sebesar 110-120 mmHg, kisaran tekanan darah
diastolik 65-80 mmHg dan kisaran laju nadi sebesar
75-89 x/menit. Skala nyeri dengan VAS dinilai 1-2.
Pasien dipasang nasal kanul O2 3 lt/m. Analgetik
pasca operasi Ketorolac 30 mg per 8 jam. Pasien
kemudian dipindah rawat ke bangsal.
Idealnya saat operasi selesai, ahli anestesi
berdiskusi dengan ahli bedah, pasien dan perawat
tentang perkiraan durasi blok motoris dan sensoris.
Analgetik untuk manajemen nyeri pasca operatif Gambar 1. Fraktur terbuka sepertiga proksimal
juga harus diinformasikan kepada perawat, tibia fibula sinistra
pasien dan keluarganya. Pasien harus memahami
bahwa saat durasi blok sensorik selesai, mereka
mungkin akan merasakan nyeri di daerah operasi.
Sayangnya, pada pasien ini penjelasan tersebut
tidak dilakukan2.

D. SIMPULAN
Telah dilakukan penatalaksanaan anestesi
regional berupa blok femoral pada seorang wanita
usia 60 tahun yang didiagnosis fraktur terbuka
sepertiga proksimal tibia fibula sinistra dengan
subdural hematoma dan edema serebri, status fisik Gambar 2. Percabangan saraf femoralis dan
ASA II yang akan menjalani operasi ORIF. distribusi dermatomnya

51
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015

Gambar 3. Landmark insersi jarum pada Gambar 4. Insisi dan manipulasi bedah
blok femoralis saat operasi

Gambar 5. Status anestesi pasien

52
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma

DAFTAR PUSTAKA mixtures with lidocaine used for femoral


1. Wedel DJ and Horlocker TT. Nerve blocks. In and sciatic nerve blocks: a double-blind
: Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener- randomized study. Anesth Analg. 2009; 108(2).
Kronish JP, Young WL, editors. Miller’s p. 641-9
anesthesia. 7th ed. Philadelphia : Elsevier 10. Valery P, Aliaksei M. A comparison of the onset
Saunders. 2010. p. time of complete blockade of the sciatic nerve
2. Allen M. Femoral nerve block. In : Hadzic A, in the application of ropivacaine and its equal
editor. Textbook of regional anesthesia and volumes mixture with lidocaine: a double-blind
acute pain medicine. New York : Mc Graw Hill; randomized study. Korean J Anesthesiol. 2013;
2007. p. 65(1). p. 42-47
3. Chelly JE, Ghisi D, Fanelli A. Continuous 11. Chen L, Wang Q, Shi K. The Effects of
peripheral nerve blocks in acute pain Lidocaine Used in Sciatic Nerve on the
management. British Journal of Anaesthesia. Pharmacodynamics and Pharmacokinetics
2010; 105. p. i86–i96 of Ropivacaine in Sciatic Nerve Combined
4. Richman JM, Liu SS, Courpas G. Does with Lumbar Plexus Blockade: A Double-
Continuous Peripheral Nerve Block Provide Blind, Randomized Study. Basic & Clinical
Superior Pain Control to Opioids? A Meta- Pharmacology & Toxicology. 2013; 112. p. 203–
Analysis. Anesth Analg. 2006;102. p.248 –57 208
5. Fowler SJ, Symons J, Sabato S. Epidural 12. Tsui BC, Rosenquist RW. Peripheral nerve
analgesia compared with peripheral nerve blockade. In : Barash PG, Cullen BF, Stoelting
blockade after major knee surgery: a systematic RK, et al, editors. Clinical Anesthesia. 6th ed.
review and meta-analysis of randomized trials. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;
British Journal of Anaesthesia; 2008. 100(2). 2009. p. 955-981
p.154–64 (2008) 13. Butterworth JF and Mackey DC, Wasnick JD.
6. Greengrass R, Steele S, Moretti G, et al. Morgan and Mikhail’s Clinical Anesthesiology.
Peripheral nerve bloks. In : Raj PP, editor. 5th ed. New York : McGraw-Hill; 2013. p. 263-
Regional Anesthesia. Philadelphia Elsevier; 275
2002. p. 442-447 14. McEwen A. Femoral nerve block : landmark
7. Donkin JJ and Vink R. Mechanism of cerebral approach. Anesthesia Tutorial of the Week.
edema in traumatic brain injury : therapeutic 2012
developments. Curr Opin Neurol. 2010; 23. p. 15. Delaunay L, Jochum D. Anatomy of the
293-299 lumbar and sacral plexus. In : Chelly JE, editor.
8. Wedel DJ and Horlocker TT. Peripheral nerve Periheral nerve blocks : a color atlas. 2nd ed.
blocks. In : Longnecker DE, Brown DL, Newman Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;
MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New 2004.
York : McGraw-Hill; 2008. p.1025-1042 16. Tsui BC and Finucane BT. Managing adverse
9. Cuvillon P, Nouvellon E, Ripart J. A outcomes during regional anesthesia. In :
comparison of the pharmacodynamics and Longnecker DE, Brown DL, Newman MF,
pharmacokinetics of bupivacaine, ropivacaine Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York
(with epinephrine) and their equal volume : McGraw-Hill; 2008. p.1053-1060

53

Anda mungkin juga menyukai