File 988033
File 988033
LAPORAN KASUS
ABSTRAK
Telah dilakukan penatalaksanaan anestesi regional berupa blok femoral pada seorang wanita usia 60 tahun
yang didiagnosis fraktur terbuka sepertiga proksimal tibia fibula sinistra dengan subdural hematoma dan
edema serebri, status fisik ASA II yang akan menjalani operasi ORIF.
Pasien dipremedikasi dengan diazepam 5 mg peroral, midazolam 2 mg dan fentanyl 50 mcg intravena. Blok
femoral dilakukan dengan teknik nerve stimulator menggunakan pendekatan dari ligametum inguinalis
dan lipatan paha. Agen yang digunakan adalah lidokain 1% sebanyak 10 ml dan bupivakain 0,5% isobarik
sebanyak 10 ml. Selama operasi pasien disedasi dengan midazolam 2 mg intravena bolus intermitten.
Operasi berlangsung selama dua jam dengan hemodinamik pasien stabil.
Pasca operasi pasien diobservasi di ruang pulih sadar selama 2 jam. Status kesadaran dan hemodinamik
selama observasi baik. Skala nyeri menggunakan VAS menunjukkan angka 1-2. Pasien kemudian
diperbolehkan kembali ke bangsal.
ABSTRACT
A femoral nerve block was performed to a 60 years old woman with open fracture of the proximal third
of the left tibia and fibula, subdural hematoma and cerebral edema. Patient was stated as ASA II physical
status and scheduled for ORIF surgery.
Patient was premedicated with diazepam 5 mg orally, midazolam 2 mg and fentanyl 50 mcg intravenously.
Femoral nerve block was performed with nerve stimulation technique and inguinal ligament approachment.
Lidocaine 1% 10 ml and Bupivacaine 0,5% 10 ml was adminestered in this block. During surgery, patient
was sedated with midazolam 2 mg intermittent bolous intravenously. Surgery was done in two hours with
a stable hemodynamics state.
Patient was observed in recovery room for two hours post operatively. There was a good level of consciousness
and hemodynamic state. Pain score with visual analogue score was 1-2 and patient was discharged to ward.
45
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015
memperkenalkan istilah anestesi konduksi pada sendiri, blok saraf femoralis sesuai digunakan
buku teks tahun 1905 tentang anestesi lokal, untuk pembedahan di daerah aspek anterior betis
yang menjelaskan teknik-teknik pada setiap dan untuk manajemen nyeri setelah pembedahan
bagian tubuh. Pada 1920, ahli bedah Perancis, femur dan lutut. Sedangkan saat dikombinasikan
Gaston Labat, diundang oleh Charles Mayo untuk dengan blok skiatik, akan didapatkan anestesia
mengajarkan metode inovatif anestesi regional untuk keseluruhan tungkai bawah6.
di Klinik Mayo. Selama penunjukannya di sana,
Labat menulis buku Anestesi Regional : Teknik B. KASUS
dan Aplikasinya. Buku ini masih dianggap sebagai Pasien perempuan usia 60 tahun, berat badan
teks definitif tentang anestesi regional untuk 30 45 kg dengan diagnosis fraktur terbuka sepertiga
tahun setelah penerbitannya. Buku teks Labat proksimal tibia fibula sinistra. Dijadwalkan operasi
memfokuskan pada manajemen intraoperatif ORIF tanggal 12 Februari 2014.
pasien-pasien yang menjalani prosedur intra- Dari anamnesis didapatkan keluhan utama
abdominal, kepala dan leher dan ekstremitas pasien nyeri kepala dan nyeri tungkai bawah kiri.
menggunakan blokade infiltrasi, periferal, pleksus Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas ditabrak
dan splanchnic1. sepeda motor 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Secara umum, anestesi regional memberikan Pasien ditabrak dari sebelah kiri dan mengalami
keuntungan multipel yang dapat meningkatkan benturan pada tungkai bawah kiri. Pasien
outcome klinis pada pasien dan menurunkan biaya mengeluh nyeri dan luka terbuka pada tungkai
kesehatan secara keseluruhan. Blok saraf perifer bawah kiri. Pasien juga mengalami benturan di
meghasilkan anestesia kuat, menghilangkan kepala, pingsan tapi masih ingat kejadian. Pasien
nyeri pasca operasi, mengurangi komplikasi merasakan nyeri kepala, namun tidak ada muntah.
penyembuhan luka, efek samping yang lebih Pasien rujukan dari rumah sakit Condong Catur.
sedikit dibandingkan epidural analgesia dan Pasien masuk di Ruang IGD RSUP Dr. Sardjito,
memfasilitasi aktivitas fisik dini. Blok saraf perifer dilakukan foto rontgen dan pemeriksaan CT Scan
sering digunakan pada pasien geriatri untuk kepala. Pasien kemudian dirawat di bangsal selama
membatasi tingkat sedasi sambil memberikan 10 hari. Pasien masih mengeluh nyeri kepala dan
kontrol nyeri yang adekuat. Blok saraf dihubungkan pandangan mata kabur. Selama perawatan tidak
dengan pengurangan dosis opioid pasca operasi, muntah, tidak ada kejang, penurunan kesadaran
komplikasi pasca operasi yang lebih sedikit dan dan kelemahan anggota gerak disangkal.
pemulihan yang lebih cepat. Blok injeksi tunggal Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
atau kontinyu berperan penting dalam pendekatan umum pasien sedang dengan kesadaran
multimodal manajemen nyeri pada pasien critically komposmentis. Tanda vital pasien masih baik
ill, memberikan kenyamanan kepada pasien dan dengan tekanan darah 140/80, laju nadi 82 x/mnt,
mengurangi respon stres fisiologis2, 3,4,5. kecepatan respirasi 18 x/mnt dan suhu tubuh 36,7
Dibandingkan dengan anestesi umum dan C. Pemeriksaan kepala tidak ditemukan anemis
regional, kesuksesan blok saraf perifer lebih pada konjungtiva, skor Mallampati II, thyromental
bergantung pada anestesiologis. Keterampilan distance > 6,5 cm. Pupil isokor dengan diameter
teknik sangat dibutuhkan untuk kesuksesan 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, gerakan pupil baik.
penggunaan teknik blok saraf perifer. Faktor Pemeriksaan funduskopi tidak dilakukan pada
seperti akurasi identifikasi landmark diperlukan pasien ini. Pemeriksaan thoraks, abdomen dan
untuk implementasi teknik yang aman dan efektif. ekstremitas tidak didapatkan kelainan khusus.
Blok saraf femoralis menjadi salah satu teknik Kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah 5/5,
dasar blok saraf karena pelaksanaan teknik ini sensorik +/+, refleks fisiologis normal dan tidak ada
cukup sederhana, risiko komplikasi yang rendah dan refleks patologis. Status lokalis di daerah inguinal
memiliki angka kesuksesan tinggi. Saat digunakan sinistra tidak didapatkan adanya skar, tanda
46
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma
inflamasi dan pembesaran limfonodi. isokor dengan diameter normal dan refleks cahaya
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah positif. Pemeriksaan sensorik dan motoris pada
masih dalam batas normal. Pemeriksaan foto ekstremitas tidak menunjukkan kelainan. Dari
thoraks ditemukan cor dan pulmo dalam batas pemeriksaan MSCT kepala didapatkan adanya
normal. Dari pemeriksaan MSCT kepala didapatkan subdural hematoma di regio temporoparietal
hematoma ekstrakranial di regio temporoparietalis sinistra dan edema serebri. Dari pemeriksaan fisik
dekstra dan parietalis sinistra, SDH di regio dan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien
temporoparietal sinistra dan edema serebri. Dari masih menunjukkan tanda kenaikan tekanan intra
pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien dinilai kranial namun tidak ada defisit neurologis.
status fisik ASA II. Dari anamnesis diketahui pasien memiliki
Pasien direncanakan untuk dilakukan teknik riwayat hipertensi kurang lebih lima tahun, tanpa
anestesi blok saraf perifer menggunakan blok berobat teratur. Saat dilakukan kunjungan pre-
femoral. Pasien dipremedikasi menggunakan operasi, pasien sudah mendapatkan terapi anti
Diazepam 5 mg per oral pagi hari sebelum hipertensi Amlodipin 1 x 10 mg. Tekanan darah
operasi. Saat akan dilakukan blok femoral, pasien sistolik harian pasien 120-140 mmHg dan tekanan
dipremedikasi menggunakan Midazolam 2 mg iv darah terukur saat pemeriksaan 140/80 mmHg.
dan Fentanyl 50 mcg iv. Riwayat penyakit jantung, stroke dan penyakit
Obat anestesi lokal yang digunakan adalah ginjal disangkal. Hasil pemeriksaan fungsi ginjal
Bupivakain 0,5% isobarik 10 ml dan Lidokain 1 pada pasien masih normal tanpa kenaikan BUN
% 10 ml. Selama operasi pasien disedasi dengan dan kreatinin, pemeriksaan EKG masih normal
Midazolam 3 mg iv bolus intermitten dan diberikan tanpa ada gambaran hipertrofi ventrikel kiri,
oksigenasi dengan O2 3 lt/menit via nasal kanul. sedangkan pada pemeriksaan foto rontgen thoraks
tidak didapatkan gambaran kardiomegali. Hal ini
C. PEMBAHASAN menunjukkan bahwa pasien menderita hipertensi
1. Manajemen Pre Operatif terkontrol tanpa adanya komplikasi organ akibat
Pasien adalah seorang wanita berusia 60 hipertensi.
tahun, dikonsulkan dari bagian Orthopedi dengan Adanya edema serebri berarti terdapat
diagnosis fraktur terbuka tibia dan fibula proksimal akumulasi cairan yang berlebihan pada jaringan
sinistra tipe II untuk rencana tindakan Open otak, baik intra dan/atau ekstra seluler yang
Reduction Internal Fixation (ORIF). dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra
Selain mengalami fraktur ekstremitas, pasien kranial. Edema serebri pada pasien ini disebabkan
juga memiliki penyakit komorbid adanya subdural karena trauma. Pada edema serebri karena
hematoma di regio temporoperietal sinistra dan trauma, penelitian terakhir menunjukkan bahwa
edema serebri. Pasien juga diketahui memiliki edema disebaban oleh mekanisme bifasik akibat
riwayat hipertensi dan tidak berobat rutin. komponen vasogenik dan sitotoksik. Dengan
Perencanaan pasien harus didasarkan pada bantuan MRI terbaru, edema vasogenik terjadi
riwayat penyakit yang relevan, hasil pemeriksaan beberapa jam setelah trauma dan kemudian diikuti
fisik dan pemeriksaan laboratorium yang dengan edema sitotoksik yang terjadi lebih lambat
berpengaruh pada rencana anestesi. Dari anamnesis selama beberapa hari dan bertahan sampai lebih
didapatkan pasien dengan riwayat kecelakaan lalu dari dua minggu. Edema sitotoksik berkembang
lintas, benturan pada tungkai bawah, benturan sesuai dengan perkembangan cedera seluler dan
kepala dan penurunan kesadaran. Saat dilakukan akan semakin prominen jika lebih banyak sel otak
anamnesis, pasien masih mengeluhkan nyeri yang cedera7.
kepala dan pandangan mata kabur namun tidak ada Pasien juga dengan diagnosis subdural
muntah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hematoma di regio temporo parietal sinistra.
kesadaran pasien masih komposmentis, pupil Meskipun dari sejawat bedah saraf tidak melakukan
47
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015
tindakan pembedahan dan hanya mengelola pasien dalam keadaan ansietas, tidak memiliki kelainan
secara konservatif, adanya komponen tambahan anatomis dan neurologis, tidak dalam keadaan
di dalam kranium dapat menyebabkan kenaikan sepsis, serta memiliki faal koagulasi baik.
tekanan intra kranial. Kenikan teknan intrakranial Dari berbagai pilihan teknik anestesi regional,
dapat diketahui dari gambaran klinis dan radiologis. blok saraf perifer lebih dipilih karena beberapa
Tanda dan gejala klinis berupa perubahan puipil pertimbangan. Pertama, adanya penyakit penyerta
atau asimetri pupil, abnormalitas gerakan mata, pada pasien berupa sub dural hematoma dan
edema papil, hemiparesis, kelemahan fasial, edema serebri. Pada pasien juga masih ditemukan
kejang dan penurunan kesadaran. Sedangkan tanda kenaikan tekanan intra kranial berupa
gambaran radiologis yang dapat terlihat adalah nyeri kepala. Hal ini adalah kontra indikasi untuk
ketegangan duramater, girus yang mendatar, dilakukannya teknik neuraksial terutama anestesi
sulkus memendek, kompresi ventrikel, pergeseran spinal. Kedua, pasien termasuk geriatri dimana
struktur otak ke lateral dan perpindahan jaringan pada kelompok pasien ini mendapat keuntungan
otak ke kompartemen yang lain7. tersendiri dari blok perifer akibat analgesi post
Dari anamnesis, pasien masih mengeluhkan operatif yang lebih baik.
nyeri kepala dan pandangan kabur yang Diantara berbagai blok saraf perifer pada
mengindikasikan kenaikan tekanan intra kranial, ekstremitas bawah, dipilih blok saraf femoralis
meskipun tidak ada gejala spesifik lain seperti karena medan operasi di tibialis posterior-
muntah, penurunan kesadaran, hemiparesis dan medial mencakup daerah yang dipersarafi saraf
kejang. Pemeriksaan funduskopi untuk menilai femoralis. Blok saraf femoralis juga secara teknik
adanya edema papil tidak dilakukan pada pasien mudah dilakukan, relatif aman dan memiliki risiko
ini. komplikasi yang sangat jarang2.
Pemilihan teknik anestesi regional pada
pasien meliputi tiga pertimbangan yakni indikasi 2. Informed consent
primer, kontra indikasi relatif dan kontra indikasi Pasien diinformasikan tentang diagnosis
mutlak. Pertimbangan indikasi primer meliputi penyakit dan status fisik menurut ASA, dasar
pertimbangan anatomi dan fisiologi, prosedur penegakan diagnosis, rencana teknik anestesi blok
bedah, kemampuan pasien untuk bekerja sama dan femoral, tujuan dilakukannya teknik anestesi ini,
penyakit penyerta. Berdasarkan lokasi prosedur prosedur yang akan dilakukan, keuntungan, risiko
bedah yang berada di ekstremitas bawah, pasien dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien juga
termasuk indikasi dilakukan anestesi regional diberikan penjelasan mengenai pentingnya kerja
baik neuraksial maupun blok perifer. Pada saat sama antara pasien dan dokter untuk kesuksesan
dilakukan kunjungan pre-operatif, operator juga teknik ini. Alternatif teknik anestesi yang lain juga
menilai bahwa pasien mampu dan mau untuk disampaikan kepada pasien berupa teknik anestesi
bekerja sama mengikuti semua prosedur anestesi. spinal, epidural sampai anestesi umum beserta
Manfaat lain dari teknik anestesi regional pada risiko dan komplikasi yang mungkin timbul2.
pasien ini adalah menghindari adanya gejolak Pada dasarnya pasien menyetujui semua
hemodinamik yang mungkin terjadi jika dilakukan tindakan yang akan dilakukan, namun pasien
anestesi umum dengan intubasi. Agen induksi, mengaku ingin tertidur saat operasi dilakukan.
laringoskopi dan intubasi endotrakeal berisiko Pasien kemudian dijelaskan tentang rencana
menyebabkan perubahan hemodinamik yang premedikasi yang akan dilakukan sebelum dan
berperan dalam merubah Cerebral Perfusion selama blok femoral serta rencana sedasi selama
Pressure8. operasi. Pasien dan keluarga kemudian diminta
Berdasarkan pertimbangan kontra indikasi menandatangani lembar informed consent yang
relatif dan mutlak, pasien tidak ditemukan telah disediakan.
memiliki kontra indikasi tersebut. Pasien tidak
48
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma
49
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015
dilakukan ahli orthopedi meliputi daerah kruris didapatkan. Namun saat arus dikurangi, respon
anterior sampai dengan sisi medial. Berdasarkan motorik menghilang. Hal ini menunjukkan ujung
cakupan dermatom blok femoralis, insisi dan jarum belum mendekati saraf femoral.
manipulasi tersebut masih dapat ditutup oleh blok Saat insersi jarum diperdalam, muncul
femoralis (Gambar 2). lagi respon motorik dan repon tersebut masih
Secara teori, blok femoralis yang digunakan muncul saat arus dikurangi sampai 0,4 mA. Saat
secara tunggal hanya sesuai untuk operasi di daerah arus dikurangi sampai 0,2 mA, respon motorik
paha dan operasi superfisial di aspek medial cruris mengilang. Adanya respon motorik saat arus
seperti repair tendon atau biopsi otot quadrisep sebesar 0,4 mA menunjukkan ujung jarum telah
femoris. Sedangkan untuk operasi di daerah kruris cukup dekat dengan saraf femoral. Sedangkan
memerlukan kombinasi blok femoralis dengan respon motorik yang menghilang saat arus 0,2
blok skiatik atau poplitea2. mA menunjukkan penempatan jarum bukan di
Dengan blok femoral tunggal, pasien tidak intraneural.
menunjukkan respon nyeri saat dilakukan insisi Kisaran arus yang paling diterima dengan
dan manipulasi bedah lainnya. Bahkan saat ahli motor respon adalah 0,2 sampai 0,5 mA.
orthopedi melakukan pemanjangan insisi tepi Dipostulasikan bahwa stimulasi dengan arus lebih
superior ke arah lateral respon nyeri juga tidak tinggi dari 0,5 menyebabkan kegagalan blok saraf
muncul (Gambar 3). karena ujung saraf terlalu jauh dari saraf, sementara
Intervensi dan manipulasi bedah pada pasien stimulasi yang terjadi pada arus di bawah 0,2 mA
ini sebenarnya tidak tercakup dalam dermatom, meningkatkan risiko injeksi intraneural. Disarankan
miotom dan osteotom blok saraf femoralis. Tidak pula tidak perlu mencari respon motorik dengan
adanya sensasi nyeri saat dilakukan intervensi arus di bawah 0,2 mA karena arus minimal yang
bedah pada pasien ini masih harus dianalisis lebih dibutuhkan untuk menyebabkan respon motorik
lanjut. Dari berbagai literatur tentang blok saraf yang mudah terlihat adalah sebesar 0,3 mA.
perifer, penulis balum menemukan alasan logis Namun batas ini tidak dapat dipakai untuk semua
mekanisme dari keadaan ini. pasien, khususnya pasien geriatri atau pasien
Langkah awal pelaksanaan blok adalah dengan neuropati atau diabetes yang memiliki
menentukan landmark. Dilakukan identifikasi konduksi saraf lebih lambat dan amplitudo respon
ligamentum inguinalis dengan menggambar garis motorik yang lebih rendah2.
antara spina iliaka anterior superior dan simfisis Saat injeksi agen anestesi lokal, diamati
pubis. Kemudian mengenali dan menggambar hilangnya repon motorik pada pasien. Fenomena
lipatan paha dan identifikasi pulsasi arteri femoralis ini dikenal dengan nama Tes Raj yang berguna
di ligamentum inguinalis. Titik puncture adalah di untuk mengkonfirmasi penempatan jarum telah
lipatan paha, sekitar 1 cm sebelah lateral pulsasi dekat dengan saraf target. Meskipun demikian,
arteri femoralis14. efek elektrofisiologis dari bahan injeksi terhadap
Daerah landmark dan sekitarnya dibersihkan hilangnya stimulasi saraf ini masih belum dapat
menggunakan povidone iodine, kemudian dijelaskan secara jelas. Sebelumnya, hilangnya
ditutup dengan duk lubang steril. Melakukan respon motorik dikira karena pergeseran letak
anestesi infiltrasi di titik puncture dan sekitarnya saraf terhadap ujung jarum karena cairan yang
menggunakan lidokain 2% sebanyak 3 ml. diinjeksikan. Namun, fenomena ini paling baik
Blok femoral pada pasien ini dilakukan dijelaskan dengan mekanisme elektrik daripada
dengan menggunakan teknik nerve stimulator. hanya karena mekanisme pergeseran fisik saja2.
Setelah landmark titik puncture didapatkan,
dilakukan tusukan jarum insulated pada titik 7. Monitoring Intraoperatif
puncture dengan arus listrik pada nerve stimulator Monitoring intraoperatif merupakan hal
sebesar 2 mA. Saat kedalaman jarum sekitar 2 cm, penting selama pelaksanaan anestesi regional.
respon motorik berupa dancing patella langsung Sekitar 15% pasien memiliki ketakutan yang besar
50
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma
terhadap jarum suntik dan periode vasovagal dapat Pasien dipremedikasi dengan Diazepam 5
terjadi saat dilakukannya anestesi regional. mg peroral, midazolam 2 mg dan fentanyl 50
Pada pasien ini dilakukan monitoring tekanan mcg intra vena. Blok femoral dilakukan dengan
darah non-invasif, EKG dan saturasi oksigen secara teknik nerve stimulator menggunakan agen
kontinyu. Sebelum dilakukan blok saraf, tekanan lidokain 1% sebanyak 10 ml dan bupivakain 0,5%
darah basal pada pasien sudah dicatat. Idealnya isobarik sebanyak 10 ml. Selama operasi pasien
pada pasien yang tersedasi seperti pasien ini disedasi dengan midazolam 2 mg intravena bolus
dilakukan monitoring end-tidal CO2, namun hal ini intermitten. Operasi berlangsung selama dua jam
tidak dilakukan karena tidak adanya alat pengukur dengan hemodinamik pasien stabil. Blok femoral
end-tidal CO216. pada operasi pasien ini menghasilkan analgesi
Operasi berlangsung selam 2 jam dengan yang adekuat dan keluaran yang baik
kisaran tekanan darah sistolik 110-120 mmHg, Pasca operasi pasien di observasi di ruang
kisaran tekanan darah diastolik 60-80 mmHg dan pulih sadar selama 2 jam. Status kesadaran dan
kisaran laju nadi sebesar 70-85 x/menit. Perdarahan hemodinamik selama observasi baik. Skala nyeri
selama operasi terukur 700 cc dengan urin output menggunakan VAS menunjukkan angka 1-2. Pasien
pasien 400 cc selama operasi. Jumlah cairan masuk kemudian diperbolehkan kembali ke bangsal.
berupa kristaloid sebesar 1500 cc.
DAFTAR GAMBAR
8. Pasca Operasi
Pasien di transport ke ruang pulih sadar untuk
dilakukan monitoring kesadaran, tekanan darah,
laju nadi, saturasi oksigen dan EKG. Selama di
ruang pulih sadar, kisaran tekanan darah sistolik
sebesar 110-120 mmHg, kisaran tekanan darah
diastolik 65-80 mmHg dan kisaran laju nadi sebesar
75-89 x/menit. Skala nyeri dengan VAS dinilai 1-2.
Pasien dipasang nasal kanul O2 3 lt/m. Analgetik
pasca operasi Ketorolac 30 mg per 8 jam. Pasien
kemudian dipindah rawat ke bangsal.
Idealnya saat operasi selesai, ahli anestesi
berdiskusi dengan ahli bedah, pasien dan perawat
tentang perkiraan durasi blok motoris dan sensoris.
Analgetik untuk manajemen nyeri pasca operatif Gambar 1. Fraktur terbuka sepertiga proksimal
juga harus diinformasikan kepada perawat, tibia fibula sinistra
pasien dan keluarganya. Pasien harus memahami
bahwa saat durasi blok sensorik selesai, mereka
mungkin akan merasakan nyeri di daerah operasi.
Sayangnya, pada pasien ini penjelasan tersebut
tidak dilakukan2.
D. SIMPULAN
Telah dilakukan penatalaksanaan anestesi
regional berupa blok femoral pada seorang wanita
usia 60 tahun yang didiagnosis fraktur terbuka
sepertiga proksimal tibia fibula sinistra dengan
subdural hematoma dan edema serebri, status fisik Gambar 2. Percabangan saraf femoralis dan
ASA II yang akan menjalani operasi ORIF. distribusi dermatomnya
51
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 3, Agustus 2015
Gambar 3. Landmark insersi jarum pada Gambar 4. Insisi dan manipulasi bedah
blok femoralis saat operasi
52
Blok Femoral pada Operasi Orif Tibia Fibula Proksimal pada Pasien dengan Subdural Hematoma
53