Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Perkembangan Fotografi Dunia

Pada hakikatnya, fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama
melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Sejarah fotografi saat ini berhutang banyak pada beberapa nama
yang memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan fotografi
sampai era digital sekarang.

1. Era 1000 M
Kita mencatat nama Al Hazen, seorang pelajar berkebangsaan Arab yang
menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil,
hal ini dikemukakannya pada tahun 1000 M.

2. . Era 1400 M
Kurang lebih 400 tahun kemudian, Leonardo da Vinci juga menulis
mengenai fenomena yang sama. Namun, Battista Della Porta, juga menulis hal
tersebut sehingga dia yang dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera melalui
bukunya, Camera Obscura.\
3. Awal abad 17
Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat
dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan
komponen kimia tersebut ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak
bertahan lama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses
kimia seteah gambar-gambar itu terekam sehingga permanen.

4. Era tahun 1727


Pada 1727, Johan Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di
Jerman juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan
dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena
cahaya dan bukan oleh panas.

5. Era tahun 1800


Pada tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang berkebangsaan Inggris,
bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada
kamera obscura yang sekarang ini disebut kamera, tapi hasilnya sangat
mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize membuat
gambar-gambar negative pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen
perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran. Tahun 1824, setelah
melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai negara, akhirnya Joseph
Nieephore Niepee, seorang lithograph berhasil membuat gambar permanen pertama
yang disebut “FOTO”.

Pembuatannya dengan tidak menggunakan kamera, melalui proses yang


disebutnya Heliogravure atau proses kerjanya mirip lithograph dengan menggunakan
sejenis aspal yang disebutnya Bitumen of Judea sebagai bahan kimia dasarnya.
Agustus 1827, setelah saling menyurati beberapa waktu sebelumnya, Niepee
berjumpa dengan Louis Daguerre, pria Perancis dengan beragam keterampilan tapi
dikenal sebagai pelukis. Mereka merencanakan kerjasama untuk menghasilkan foto
melalui penggunaan kamera. Tahun 1829, Niepee secara resmi bekerja sama dengan
Daguerre tetapi Niepee meninggal dunia pada tahun 1833. Pada tanggal 7 Januari
1839, dengan bantuan seorang ilmuwan untuk memaparkan secara ilmiah, Dagurre
mengumumkan hasil penelitian. Penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu
Pengetahuan Perancis.

Hasil kerjanya yang berupa foto-foto yang permanen itu disebut Daguerretype
yang tak dapat diperbanyak atau reprint atau repro. Saat itu Daguerre telah memiliki
foto studio komersil dan Daguereetype tertua yang masih ada hingga kini
diciptakannya tahun 1837.
Sejarah Fotografi Di Indonesia

1. Kassian Cephas
oleh: Rista Amalia
11

Kassian Cephas (lahir di kesultanan yogyakarta hadiningrat, 15 februari 1844 sampai


meninggal di yogyakarta, 16 november 1912 pada umur 68 tahun) dapat dianggap
sebagai pelopor fotografi indonesia.12

Ia seorang pribumi yang kemudian diangkat anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan
Eta Philipina Kreeft. Nama Kassian Cephas mulai terlacak dengan fotografi tertuanya
buatan tahun 1875. Cephas lahir dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juda yang
mengatakan bahwa ia anak angkat dari pasangan orang belanda yang bernama
Frederik Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak - kanaknya di
rumah Christina Petronella Steven. Chepas mulai belajar menjadi fotografer
profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore Van Kinsbergen,
fotografer yang bekerja di jawa tengah sekitar tahun 1863 - 1875. Tapi berita
kematian cephas pada tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada
seseorang yang bernama Simon Willem Camerik.

Publikasi luas foto - foto cephas di mulai pada tahun 1888 ketika ia membantu
membuat foto - foto untuk  buku karya Isaac Groneman, seorang dokter yang banyak
membuat buku - buku tentang budaya jawa, yang berjudul: in de kedaton te
jogjakarta. Pada karya buku Groneman yang lain: de garebeg’s te ngajogjakarta,
karya - karya foto cephas ada disana.

Cephas belajar fotografi pertama kalinya kepada seorang fotografer dan pelukis yang
bernama Isodore Van Kisbergen di jawa tengah pada kurun waktu 1863 - 1875. Selain
kisbergen, cephas juga sempat berguru kepada Simon Willem Camerik, seorang
peukis dan fotografer yang kerap mendapatkan tugas memotret kraton yogyakarta dari
sultan hamangkubuwono VII. Pada tahun 1870 ketika camerik meninggalkan
yogyakarta, cephas diberi amanat oleh sultan hamangkubuwono VII sebagai
fotografer dan pelukis resmi kraton yogyakarta. Dari hasil karyanya tersebut,bisa
dibilang bahwa cephas telah memotret banyak hal tentang kehidupan didalam kraton,
mulai dari foto sultan hamangkubuwono VII dan keluarganya, bangunan - bangunan
sekitar keraton, upacara gerebeg di alun - alun, iringan - iringan benda untuk
keperluan upacara, tarian - tarian, hingga pemandangan kota yogyakarta dan
sekitarnya.  Tidak itu saja, bahkan cephas diketahui banyak memotret candi dan
bangunan bersejarah lainnya, terutama yang ada di sekitar yogyakarta.

Berkaitan dengan kegiatan cephas memotret kalangan bangsawan keraton, ada cerita
yang cukup menarik, bahwa zaman dulu dari sekian banyak penduduk jawa, waktu itu
hanya segelintir rakyat yang bisa atau pernah melihat wajah rajanya.Tapi dengan foto
- foto yang dibuat cephas, maka wajah - wajah raja dan bangsawan dapat di kenali
oleh rakyatnya.

2. Masa Keemasan

Karya foto pertama cephas menggambarkan objek candi borobudur yang dibuat pada
tahun 1872. Cephas memiliki sebuah studio foto di daerah loji kecil yang sekarang
letaknya berada di jalan mayor suryotomo yang sekarang dekat sungai code di jawa
tengah. Cephas pun memiliki seorang asisten foto yang bernama Damoen. Nama
cephas semakin bersinar ketika Isaac Groneman yaitu seorang dokter resmi sultan asal
belanda memujinya di sebuah arttikel yang ia tulis untuk Bataviaasch Genootschap
Van Kunsten en Wetenschappen (Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia)
pada tahun1884.13

Kemudian cephas bergabung dengan sebuah perkumpulan yang didirikan oleh isaac
groneman dan J.W. Ijzerman mendirikan Vereeniging voor Oudheid, land, taal-en,
volskenkunde te yogjakarta (union for archeologhy, geography, language and
etnography of yogyyakarta) pada tahun 1885 (yang selanjutnya disebut vereeniging ).
Karir cephas pun semakin meningkat ketika ia bergabung dengan perkumpulan
tersebut.

Terbukti ketika foto cephas masuk kedalam dua buah buku yang dibuat oleh isaac in
den kedaton te jogjakarta dan de garebeg’s te ngayogyakarta dan diterbitkan oleh
penerbit komersil brill di kota leiden pada tahun 1888. In den kedaton berisi tulisan
dan gambar collotypes tari tradisonal jawa. Sedangkan de garebeg’s berisi tulisan dan
gambar upacara garebeg. Semua gambar foto collotype dibaut cephas atas ijin dari
sultan hamangkubuwono VII.Kompilasi karya cephas pun kemudian dijadikan
souvenir bagi kaum elit eropa yang akan pulang ke negaranya serta kaum pejabat baru
belanda yang baru bertugas di kota yogyakarta.

Pada saat cephas berumur 60 tahun, beliau mulai pensiun dari bisnis fotografi yang
digelutinya, dimana Sem putra Cephas lah yang meneruskan karirinya di dunia
fotografi. Tanggal 16 november 1912 menjadi hari yang bersejarah, kassian cephas
meninggal dunia setelah menderita sakit yang berkepanjangan. Cephas dimakamkan
di sasanalaya yang terletak antara pasar beringharjo dan liji kecil.

Begitulah sekelumit episode singkat tentang kassian cephas, seorang pahlawan


fotografi indonesia yang menjadi legenda, yang ironisnya kadang dilupakan oleh
sebagian individu yang menyebut dirinya fotografer indonesia.

Walau bagaimanapun nama kassian cephas harus tetap terus tercatat di dalam
lembaran sejarah fotografi  indonesia., seorang tokoh yang banyak menghadirkan
jejak karyanya seiring dengan sejarah perkembangan zaman bangsa indonesia. Agar
menjadi bagi kita sebuah kisah yang terus menyulut api semangat dan menanamkan
pohon inspirasi tidak hanya bagi pewarta cahaya tetapi bagi sebuah bangsa yang
merdeka.

3. Kisah Kamera Tua Bersejarah di Indonesia


oleh : Syayful Muhammad

14

Contessa Nettel Derulo Tropical


Bahasan ini mengisahkan tentang kisah sebuah kamera tua bernama Contessa Nettel
Derulo Tropical15 yang mendampingi kisah hidup sebuah keluarga dengan Ayah yang
bernama Isman dan Anak-nya yang bernama Koen Soelistijo.

Contessa Nettel Derulo Tropical sendiri merupakan kamera buatan The Contessa-
Nettel AG Stuttgart16 yang merupakan hasil penggabungan proyek dari Contessa
Camerawerk dan Nettel Camerawerk.

Kisah ini dimulai saat Isman, ayah Koen, meninggal dunia pada tahun 1975. Beliau
(Isman) mewariskan sebuah kamera bermerek Tropen Deckrullo (Derulo tropical).
Sebelumnya, Beliau membeli kamera tersebut pada tanggal 10 Februari Tahun 1921
saat masih menjadi siswa Kweekschool Djetis, Yogyakarta, yang saat itu adalah
sekolah calon guru. 475 gulden (sekitar 1,1 Juta) merupakan harga yang sangat mahal
pada saat itu Beliau (Isman) keluarkan. Kamera warisan itu ternyata menyimpan
berbagai “arsip” yang sangat berharga, bahkan tidak terbayar dengan harta. Arsip itu
berupa 20 negatif foto tua yang masih baik keadaannya, dimana dalam kumpulan
negatif foto tua tersebut terdapat berbagai hasil pengabadian berbagai momen dan
juga objek yang bersejarah, seperti foto upacara Tedak Siti (Upacara Turun Tanah)
yang dilakukan Koentjiati (Kakak Koen Soelistijo), pada tahun 1930-an. Selain itu,
ada juga foto mobil (saat foto keluarga tahun 1920-an) di Madiun yang membuktikan
bahwa plat nomor mobil di Madiun tersebut memang sudah AE sejak dulu.17

Kamera Tropen itu memang sudah menjadi barang langka karena baik barang maupun
nama merek nya pun sudah nyaris tidak terdengar lagi.

Kisah tersebut diatas memang tidak secara langsung menceritakan kamera Tropen
tersebut, tetapi tersirat dalam kisah perjalanan hidup suatu anggota keluarga, yang jika
kita menghayatinya maka akan sangat terasa bagaimana kamera tua itu “hidup” dari
mulai kemunculannya hingga kepunahannya.

4. Darwis Triadi
oleh: Reza Dwicahya Putra

Andreas Darwis Triadi18 merupakan salah satu icon fotografi di Indonesia. awal karir
Darwis sebenarnya sebagai seorang pilot, tetapi dia akhirnya memutuskan menjadi
seorang fotografer. Mengapa?
Memiliki latar belakang sebagai seorang pilot tidak membuat pria kelahiran 15
Oktober 1954 ini berbangga diri. Padahal pada tahun 1978, pilot merupakan sebuah
prestise. Tetapi ia merasa tidak ada kepuasan pada dirinya. Hingga akhirnya pada
1979 ia beralih ke dunia fotografi yang dipengaruhi oleh interaksinya dengan orang-
orang dari dunia fashion.

Hingga saat itu dia tetap teguh dalam menjalani hobi barunya itu, walaupun kedua
orang tunyanya menentang keras keputusanya itu. Hobi barunya ini semakin menjadi
semenjak dia mengenal fotografi amatir. karena pada saat itu fotografi propesional
lebih memilih untuk menutup diri.

terhalang oleh kemampuanya yang tidak terlalu mahir, Darwis tetap terus melangkah
ke depan. Dia ingin mengubah pandangan orang-orang tentang fotografi. dia ingin
menarik perhatian dunia dengan fotografi.

Karirnya dimulai pada tahun 1981 ketika dia sedang mengadakan sebuah pameran
bersama teman fotografer amatirnya. ketika rekan-rekanya menampilkan foto
landscape, dia memajang foto-foto model. para pengunjung terkesan karena dia
mampu tampil berbeda.

Mengabaikan penghinaan dari orang lain, dia terus maju. dia sering kali mengikuti
pameran dan promosi. bahkan banyak juga orang yang memintanya untuk memotret
sesuai keinginannya. Selain itu di terus menerus menggali keahlianya seperti di swiss
dan jerman.

5. Perhimpunan Amatir Foto (PAF) Di Bandung


Oleh: Reza Dwicahya Putra

Perhimpunan Amatir Foto19 atau biasa disebut PAF adalah sebuah perhimpunan para
hobiest fotografi Bandung yang terbentuk sejak 15 Februari 1924 yang tetap bisa
eksis hingga kini. PAF merupakan organisasi fotografi pertama dan tertua di
Indonesia. PAF menjadi anggota GAPERFI pada tahun 1954.

Tahun 1967 PAF menerbitkan buletin pertamanya yang dikenal dengan “Buletin
PAF”20 dalam bentuk stensilan. Buletin ini dicetak dan diterbitkan untuk menambah
informasi dan pengetahuan tentang fotografi untuk semua anggotanya. Dalam sejarah
fotografi di Indonesia PAF menjadi penggerak utama dalam kelahiran “FPSI” pada
tahun 1973.
6. Terlintas Semangat Revolusi
Oleh: Syayful Muhammad

Kita tentu tahu dengan sejarah bangsa Indonesia, dimana perjuangan para pahlawan
Indonesia begitu sengitnya melawan dan mengusir para penjajah dari Indonesia,
hingga Indonesia mencapai kemerdekaan. Tentu kita pun akan berpikir, bagaimana
dan dari mana kita bisa tahu tentang sejarah tersebut. Tertulisnya sejarah tentang
perjuangan para pahlawan itu tidak hanya berkat para tokoh yang mengalami secara
langsung medan pertempuran dan kejadian pada masa itu, tetapi juga berkat momen-
momen pada masa itu yang berhasil diabadikan oleh para tentara bersenjatakan
kamera. Foto-foto perjuangan itulah yang membuat sejarah perjuangan kemerdekaan
terus mengalir ke setiap generasi bangsa Indonesia.

“Mendur bersaudara”21. Itulah sebutan bagi  Alex Mendur dan Frans Mendur, dua
bersaudara yang keduanya sama-sama seorang fotografer. Mendur bersaudara berasal
dari daerah Kawokoan, Minahasa, Sulawesi Utara. Alex Mendur lahir pada tahun
1907, sedangkan Frans Mendur pada tahun 1913.

Nama merekalah (Mendur bersaudara) yang akan muncul ketika kita membicarakan
soal foto-foto monumental yang menyuguhkan berbagai perjuangan para pahlawan
hingga kemerdekaan. Meski demikian, pada waktu itu hanya foto hasil Frans Mendur
saja yang berhasil lolos dari sitaan tentara jepang. Foto hasil jepretan Frans Mendur
itu diantaranya foto saat presiden Soekarno membacakan teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia, kemudian ada foto pada saat Bendera Merah Putih oleh salah
satu anggota PETA (Pembela Tanah Air) dan foto pada saat pemuda Indonesia
melihat upacara Pengibaran Bendera Merah Putih. Karya-karya tersebut tentu saja
menyuguhkan suasana heroik yang memang sedang dibutuhkan oleh para pemuda
pada saat itu.

Sering kita melihat, atau bisa dibilang sudah menjadi rahasia umum bahwa foto-foto
monumental tersebut ada di buku-buku pelajaran sekolah, dari mulai tingkat SD,
SMP, bahkan hingga kuliah pun foto-foto tersebut akan selalu ada. Misalnya saja, foto
Jendral Sudirman yang dibawa dengan menggunakan tandu oleh anak buahnya, dan
bukannya terbaring lemas karena penyakitnya, melainkan semangatnya tetap
membara.

Kisah Mendur bersaudara tersebut di atas akan sangat berbeda dengan kisah Kassian
Cephas, meskipun baik Mendur bersaudara maupun Cephas hidup dan berkarya pada
masa yang sama. Perbedaan yang paling mendasar yang terlihat adalah fenomena atau
kejadian yang mereka abadikan masig-masing saling bertolak belakang. Jika Mendur
bersaudara menangkap momen-momen bersejarah perjuangan rakyat indonesia
melawan penjajah, Kassian Cephas justru menangkap foto-foto gadis cantik, juga
tentang keindahan alam Indonesia, bangunan kraton, Sultan yang dingin dan
sombong, dan hal-hal lain yang bernuansa estetik, sehingga jarang dilirik karena
penyebarannya yang terbatas, karena lebih cocok masuk ke museum atau dikoleksi
oleh para kolektor atau orang yang menjadi kliennya. Tidak heran jika banyak yang
beranggapan kurang baik terhadap foto karya hasil Chepas.

7. Pinhole
Oleh: Reza Dwicahya Putra

Di Indonesia, ketika teknologi sedang marak dan merambah ke dunia fotografi,


sekelompok fotografer merasa risih. Bukan maksud mereka membenci teknologi,
tetapi mereka tidak mau kehilangan sebuah proses alkimia dari cara rekam sebuah
objek. Dan salah satunya Ray Bachtiar Drajat22.

Berawal dari sebuah foto pagar di depan rumahnya yang dia potret menggunakan KLJ
kaleng susu 800 gram dengan negatif kertas chen fu, dia menuliskan segala
pengalamanya tentang KLJnya tersebut di dalam sebuah media GFJA pada tahun
1997, “PHOTO COPY”. Berangkat dari pengalamanya itu dia menyelenggarakan
workshop pertamanya tentang memotret dengan KLJ yang berlokasikan di tempat
pembuangan sampah, Bantar Gebang. Alhasil, terbitlah sebuah buku yang berjudul
“MEMOTRET DENGAN KAMERA LUBANG JARUM”. Ray bertekad untuk
memperkenalkan “SENI PROSES” ke seluruh masyarakat Indonesia. Hingga pada
puncaknya yaitu 17 Agustus 2002, Ray memproklamasikan berdirinya sebuah
komunitas Lubang Jarum Indonesia23 (KLJI).

KLJI tak pernah mempersoalkan tentang “Kesempurnaan”, karena sebuah


“Kegagalan” justru bisa menjadi sebuah konsep. Disini dituntut agar kita bisa
meloloskan diri dari sebuah lubang jarum, “Kreatifitas” sangat dibutuhkan untuk bisa
lolos dari kesederhanaan ini. Seperti yang dikatakan oleh Leonardo Da Vinci, “Siapa
yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita bisa melihat alam semesta”.

KLJ bersifat Handmade artinya dapat dibuat dengan barang seadanya. Sangat cocok
untuk Indonesia dimana bahan baku yang sangat banyak ditambah lagi dengan orang-
orangnya yang sangat kreatif. Juga bisa mengembalikan sebuah ritual tentang sebuah
proses dan juga memberikan pemahaman tentang arti perlambatan ditengah
perkembangan teknologi yang cukup pesat dimana menawarkan percepatan
pembangunan, pertumbuhan teknologi, budaya instan dan konsumerisme.

Anda mungkin juga menyukai