Anda di halaman 1dari 81

3

MODEL MATEMATIKA SISTEM DINAMIK

3.1. TRANSFORMASI LAPLACE


Telah kita ketahui bahwa salah satu manfaat dari transformasi Fourier dalam
analisis sistem LTI adalah dapat mereduksi operasi integral konvolusi (yang diperlukan
untuk mencari respon sistem) menjadi perkalian transformasi Fourier sinyal input dan
respon frekuensi dari sistem. Meskipun demikian, masih terdapat kelemahan pada
metode tersebut, yaitu banyak sinyal yang tidak memiliki transformasi Fourier, karena
tidak konvergen. Pada pokok bahasan ini akan dibahas metode transformasi Laplace
yang merupakan perluasan dari transformasi Fourier waktu kontinyu.
3.1.1. Transformasi Laplace Bilateral
Tinjau suatu sistem LTI waktu kontinyu yang memiliki respon impuls h(t). Jika

mendapat input eksponensial kompleks e st dimana s = σ + jω , maka output sistem


adalah :

y (t ) = H ( s )e st (3.1)
dengan

H ( s ) = ∫ h(t )e − st dt (3.2)
−∞

Jika s hanya mempunyai bagian imajiner ( s = jω ) maka persamaan (3.2)


merupakan transformasi Fourier dari h(t), sedang untuk s kompleks, persamaan tersebut
merupakan transformasi Laplace dari h(t).
Transformasi Laplace- bilateral dari sinyal x(t) didefinisikan sebagai :
∞ (3.3)
L {x(t )} = X ( s ) = ∫ x(t )e − st dt
−∞

Jika s = jω , Persamaan (3.3) menjadi :



X ( jω ) = ∫ x(t )e − jωt dt
−∞
dan bersesuaian dengan transformasi Fourier dari x(t), yakni

43
X ( s) s = jω = F {x(t )} (3.4)

Hubungan antara transformasi Laplace-bilateral dan transformasi Fourier dapat


dijelaskan sebagi berikut :
Dengan substitusi s = σ + jω , Persamaan (3.3) dapat ditulis

X (σ + jω ) = ∫ x(t )e − (σ + jωt ) dt , atau
−∞
∞ (3.5)
X (σ + jω ) = ∫ [ x(t )e −σ t ] e − jω t dt
−∞

Ruas kanan Persamaan (3.5) adalah transformasi Fourier dari sinyal x(t )e −σt . Dengan
demikian transformasi Laplace-bilateral dari x(t) dapat diinterpretasikan sebagai

transformasi Fourier dari x(t )e −σt .

Contoh 3.1

Tinjau sinyal x(t ) = e − at u (t ) untuk a>0. Transformasi Fourier dari x(t) adalah :
∞ (3.6)
F ( jω ) = ∫ e − at e − jωt dt =
1
0 jω + a

Dari persamaan (3.3), transformasi Laplace Bilateralnya adalah :


∞ ∞ 1
X ( s ) = ∫ e − at e − st u (t )dt = ∫ e − ( s + a )t dt =
−∞ 0 s+a

Dengan s = σ + jω :
∞ ∞
X (σ + jω ) = ∫ e − at e − (σ + jω )t u (t )dt = ∫ e − (σ + a )t e − jωt dt
−∞ 0

{
X ( s ) = F e −(σ + a )t }
Jadi X (s ) ada jika (σ + a ) > 0 atau Re[ s ] > −a
Jika a=0, x(t) adalah unit step dan transformasi Laplace-bilateralnya adalah
1
X ( s ) = , Re[s] > 0
s
Sebagaimana pada transformasi Fourier yang tidak semua sinyal konvergen,
transformasi Laplace Bilateral juga hanya konvergen untuk nilai Re[s] tertentu dan tidak

44
konvergen untuk yang lain. Pada contoh 3.1 di atas X(s) hanya konvergen untuk Re[s]>-
a. Jika a>0 maka untuk σ=0, transformasi Laplace-Bilateralnya adalah :
1 (3.7)
X ( 0 + jω ) =
jω + a
Jadi untuk σ=0, Transformasi Laplace-bilateral sama dengan transformasi-Fourier. Jika
a<0 transformasi Laplace-bilateralnya masih ada tetapi transformasi Fouriernya tidak
ada.

Contoh 3.2

Tinjau sinyal x(t ) = −e − at u (−t )


Transformasi Laplace-bilateralnya adalah :
∞ 0
X ( s ) = ∫ − e − at u (−t ) dt = − ∫ e − ( s + a )t dt
−∞ −∞

1
X (s) = , Re[ s + a ] < 0 atau Re[ s ] < −a
s+a
Sehingga dapat dituliskan :
1
− e − at u (−t ) ↔ , Re[ s ] < −a
s+a
Ekspresi aljabar transformasi Laplace-bilateral pada contoh 3.1 dan 3.2 sama, tetapi
himpunan nilai-nilai s dimana ekspresi aljabar tersebut valid sangat berbeda. Karena itu
pernyataan transformasi Laplace-bilateral suatu sinyal harus dilengkapi dengan
informasi rentang nilai-nilai s dimana ekspresi tersebut valid yang dinamakan daerah
konvergensi (region of convergence, ROC).

Im Bidang s
Im

Bidang s

-a Re -a Re

(a) (b)
Gambar TL-1
GambarROC
3.1.Contoh
ROC 1Contoh
dan 2 1 dan 2

45
Pada umumnya jika x(t) merupakan kombinasi linier dari sinyal nyata atau eksponensial
kompleks, maka transformasi Laplace-bilateral sinyal tersebut memiliki bentuk rasional
yaitu rasio polynomial dalam variable s, yakni dalam bentuk :
N (s)
X (s) =
D( s)
Pembilang dan penyebut pada bentuk rasional tersebut memiliki akar-akar yaitu zero
dan pole. Dengan menandai lokasi zero dan pole pada bidang s, akan didapatkan
informasi visual transformasi Laplace-bilateral suatu sinyal.

3.1.2. Sifat-sifat Daerah Konvergensi (ROC)

Dari contoh 3.1 dan 3.2 dapat dipahami bahwa transformasi Laplace-bilateral
dari sinyal yang berbeda dapat memiliki ekspresi aljabar yang sama dan hanya
dibedakan oleh daerah konvergensinya. Berikut ini dipaparkan sifat-sifat daerah
konvergensi transformasi Laplace-bilateral yang akan memudahkan penentuan daerah
konvergensi transformasi Laplace-bilateral suatu sinyal.
a) Daerah konvergensi (ROC) dari X (s ) adalah daerah yang sejajar dengan sumbu jω
pada bidang s.
b) Untuk transformasi Laplace-bilateral rasional, ROC tidak mengandung pole.
c) Jika x(t) berdurasi berhingga dan jika ada paling sedikit satu nilai s dimana
transformasi Laplace-bilateralnya konvergen maka ROCnya adalah seluruh bidang s.
d) Jika x(t) sinyal sisi kanan dan jika garis Re[s]=σs dalam ROC maka semua nilai s
dimana Re[s]> σs juga dalam ROC.
e) Jika x(t) sinyal sisi kiri dan jika garis Re[s]= σs dalam ROC maka semua nilai s
dimana Re[s]< σs juga dalam ROC.

3.1.3. Transformasi Laplace Unilateral

Transformasi Laplace-unilateral dari sinyal x(t) didefinisikan sebagai :


∞ (3.8)
L {x(t )} = X ( s ) = ∫ x(t )e − st dt
0

Transformasi Laplace-unilateral adalah transformasi Laplace-bilateral dari sinyal


yang bernilai nol untuk t < 0 . Dari sifat ROC keempat maka ROC Persamaan (3.8)
adalah sisi kanan bidang s. Karena itu untuk sinyal-sinyal kausal dimana x(t ) = 0 untuk
t < 0 , transformasi Laplace-bilateral dan unilateral dari sinyal tersebut sama.

46
Analisis sistem LTI waktu kontinyu, pada umumnya hanya melibatkan
sinyal/sistem yang kausal. Dalam hal ini, transformasi Laplace-unilateral memiliki
peran yang sangat penting, terutama dalam analisa sistem LTI kausal yang dinyatakan
oleh persamaan diferensial linier koefisien konstan dengan kondisi mula tidak nol.
Karena itu pembahasan transformasi-Laplace selanjutnya akan difokuskan pada
transformasi Laplace unilateral dan disingkat transformasi-Laplace saja.
Beberapa pasangan sinyal x(t ) dan transformasi Laplacenya diberikan pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Transformasi Laplace-unilateral

Sinyal Transformasi ROC

u (t ) 1 Re[s]>0
s

u (t ) − u (t − a ) (1 − e − as ) Re[s]>0
s

δ (t ) 1 Semua s

δ (t − a ) e − as Semua s

t n u (t ) n! Re[s]>0
, n = 1,2,...
s n +1

e − at u (t ) 1 Re[s]>-a
s+a

t n e − at u (t ) n! Re[s]>-a
n +1
( s + a)

cos ω 0 t u (t ) s Re[s]>0
s + ω0
2 2

sin ω 0 t u (t ) ω0 Re[s]>0
s 2 + ω0 2

47
e − at cos ω 0 t u (t ) s+a Re[s]>-a
( s + a) 2 + ω0 2

e − at sin ω 0 t u (t ) ω0 Re[s]>-a
( s + a) 2 + ω0 2

t cos ω 0 t u (t ) s 2 − ω0 2 Re[s]>0

(s 2 + ω0 2 ) 2

t sin ω 0 t u (t ) 2ω 0 s Re[s]>0
(s 2 + ω0 2 ) 2

Ringkasan
1. Transformasi Laplace Bilateral :

L {x(t )} = X ( s ) = ∫ x(t )e − st dt
−∞
2. Transformasi Lapalca Unilateral :

L {x(t )} = X ( s ) = ∫ x(t )e − st dt
0

Latihan 3.1
Tinjau sinyal yang merupakan jumlah dari dua eksponensial nyata berikut :

x(t ) = e −2t u (t ) + e −4t u (t )


Dapatkan Transformasi Laplace dari sinyal x(t) dan tentukan daerah konvergensinya.

3.2. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI LAPLACE


Ada beberapa sifat transformasi Laplace yang banyak digunakan karena dapat
memepermudah penyelesaian persoalan analisis sistem LTI. Selain itu, dengan
menggunakan sifat-sifat tersebut juga dapat diturunkan transformasi Laplace dari
banyak sinyal.

48
Pada pokok bahasan ini akan ditelaah bebrapa sifat-sifat transformasi Laplace
yang banyak digunakan.

3.2.1. Linieritas

Jika
L {x1 (t )} = X 1 ( s ) dan L {x 2 (t )} = X 2 ( s )
maka
L {ax1 (t ) + bx 2 (t )} = aX 1 ( s ) + bX 2 ( s ) (3.9)

dimana a dan b konstanta sembarang. Dengan daerah konvergensi merupakan irisan


daerah konvergensi masing-masing komponen sinyal.

Contoh 3.3

{( ) }
Tentukan L 10 + 5e − 2t u (t ) !
Penyelesaian :
Telah diketahui bahwa

L {u (t )} =
1
s
{
dan L e − 2t u (t ) =
1
}
s+2
maka dengan sifat linieritas :

{
L 10u (t ) + 5e − bt u (t ) =} 10
+
5
=
15s + 20
s s + 2 s ( s + 2)
Dengan ROC adalah irisan Re[ s ] > 0 dan Re[ s ] > −2 , yaitu Re[ s ] > 0

3.2.2. Pergeseran Waktu

Jika L {x(t )} = X ( s ) , maka untuk setiap bilangan nyata positif t0,

L {x(t − t 0 )u (t − t 0 )} = e −t 0 s X ( s ) (3.10)

Semua nilai s dalam daerah konvergensi x(t) juga berada dalam ROC x(t-t0). Sehingga
ROC dari x(t-t0) sama dengan ROC x(t).

Contoh 3.4

  t − 5 
Tentukan L rect  !
  10  

Penyelesaian :

49
t − 5
Sinyal ini dapat ditulis : x(t ) = rect   = u (t ) − u (t − 10)
 10 

Dengan memanfaatkan sifat linier dan pergeran waktu maka :

L {x(t )} = L {u (t ) − u (t − 10)}

1 1 1 − e −10 s
X ( s) = − e −10 s = , Re[ s ] > 0
s s s

3.2.3. Pergeseran dalam Domain s

Jika L {x(t )} = X ( s )

maka

{ }
L e s 0 t x(t ) = X ( s − s0 ) (3.11)

Untuk setiap nilai s dalam ROC X(s), maka nilai s + Re[ s0 ] berada dalam ROC

e s 0 t x(t ) .

Contoh 3.5

{
Dapatkan L 5e − 2t cos(10t ) u (t ) ! }
Penyelesaian :

Dengan menggunakan Persamaan (3) didapat

5( s + 2)
X (s) = , Re[ s ] > −2
( s + 2) 2 + 100

3.2.4. Penyekalaan Waktu

Jika L {x(t )} = X ( s ) , Re[s] > σ1

maka untuk setiap bilangan nyata positif α ,

s
L {x(α t )} =
1
X  , Re[ s ] > ασ 1 (3.12)
α α 

50
Contoh 3.6

Dapatkan L {u (5 t )} !

Penyelesaian :

1 1 1
X (s) = =
5 (s / 5) s

3.2.5. Differensiasi dalam Domain Waktu

Jika L {x(t )} = X ( s )

maka

 dx(t )  −
L   = sX ( s ) − x(0 )
 dt 

Secara umum :

 d n x(t )  n −1
L  n
 = s X (s) − s x(0) − ... − sx n − 2 (0) − (3.13)
 dt 
n

Pada transformasi Laplace bentuk rasional, ROC tidak mengandung pole. Jika X(s)
mempunyai pole orde pertama di s=0 maka perkalian dengan s pada persamaan (3.4)
dapat menghilangkan pole tersebut

Contoh 3.7

Selesaikan PD berikut :
y(t ) + 5 y (t ) + 4 y (t ) = 0, y (0) = 5, y(0) = 1
Penyelesaian :

L {y(t ) + 5 y (t ) + 4 y (t )} = L {0}
{ }
= s 2Y ( s ) − sy (0) − y (0) + 5{sY ( s ) − y (0)} + 4Y ( s ) = 0
= {s 2Y ( s ) − s5 − 1}+ 5{sY ( s ) − 1} + 4Y ( s ) = 0
= Y ( s ){s 2 + 5s + 4}− 5s − 6 = 0
atau

51
5s + 6 1 / 3 14 / 3
Y ( s) = = +
2
s + 5s + 4 s +1 s + 4

e −αt u (t ) ↔
1
Dengan mengingat bahwa
s +α
maka
1 14 
y (t ) =  e − t + e − 4t u (t )
3 3 

3.2.6. Integral dalam Domain Waktu


Untuk setiap sinyal kausal x(t ) , jika L {x(t )} = X ( s ) dan
t
y (t ) = ∫ x(τ )dτ
0

maka

L {y (t )} =
1
X (s) (3.14)
s
Jadi integrasi dalam domain waktu ekivalen dengan pembagian dengan s dalam domain
s. Integrasi dan diferensiasi dalam domain waktu merupakan sifat transformasi Laplace
yang paling sering digunakan. Sifat tersebut dapat digunakan untuk mengkonversikan
operasi integrasi dan diferensiasi menjadi operasi aljabar pembagian dan perkalian
yang lebih mudah.

3.2.7. Differensiasi dalam Doman s

Definisi transformasi Laplace untuk sinyal kausal x(t ) adalah :


t
X ( s ) = ∫ x(t )e − st dt
0
Jika kedua sisi persamaan tersebut diturunkan terhadap s maka diperoleh
dX ( s ) t
= ∫ (−t ) x(t )e − st dt
ds 0

sehingga

L {− tx(t )} =
dX ( s )
ds (3.15)

atau secara umum

52
L {(− t )n x(t )}=
n
d X ( s)
(3.16)
ds n

Contoh 3.8

Dapatkan L {r (t ) = tu (t )} !

Penyelesaian :

Dengan menggunakan sifat seperti pada persamaan (3.7), maka

L {u (t )} = −
d d 1 1
R( s) = − =
ds ds s s 2
Dengan menggunakan Persamaan (3.8) secara umum diperoleh
n!
t n u (t ) ↔ (3.17)
n +1
s

3.2.8. Modulasi

Jika L {x(t )} = X ( s ) , maka untuk setiap bilangan nyata ω 0

L {x(t ) cos ω 0 t }=
1
[ X ( s + jω 0 ) + X ( s − jω 0 ) ] (3.18)
2
dan

L {x(t ) sin ω 0 t }=
1
[ X ( s + jω 0 ) − X ( s − jω 0 ) ] (3.19)
2j

Contoh 3.9

{
Transformasi Laplace dari L {x(t ) = (cos ω 0 t )u (t )} dan L e −αt (cos ω 0 t )u (t ) dapat }
diperoleh dengan menggunakan sifat modulasi berikut :

 1 
L {(cos ω0t )u (t )} = 1  1
+  =
s
2  s + j ω 0 s − jω 0  s 2 + ω 0 2

{ }
L e −αt (cos ω 0 t )u (t ) =
1

1
+
1 
 =
(s + α )
2  s + jω 0 + α s − jω 0 + α  (s + α )2 + ω 0 2

3.2.9. Konvolusi

Jika L {x(t )} = X ( s ) dan L {h(t )} = H ( s ) ,

53
maka

L {x(t ) * h(t )} = X ( s ) H ( s ) (3.20)

Contoh 3.10

Dapatkan respon tangga dari sistem yang memiliki respon impuls h(t ) = e 5t u (t ) !

Penyelesaian :

Output sistem diberikan oleh konvolusi


y (t ) = h(t ) * x(t ) atau Y ( s) = H ( s) X (s)
1 1
Karena H ( s ) = , dan X ( s ) = ,
s+5 s
maka
1 1 11 1 
Y ( s) = =  − 
(s + 5) s 5  s (s + 5) 
dan e −αt u (t ) ↔
1 1
Dengan mengingat bahwa u (t ) ↔
s s +α
maka

y (t ) =
1
5
( )
1 − e − 5t u (t )

3.2.10. Teorema Harga Awal


Jika x(t ) diferensiabel di sekitar t = 0 , maka

lim x(t ) = lim sX ( s ) (3.21)


t →0 s →∞

Sifat ini bermanfaat untuk menghitung nilai awal dari x(t ) langsung dari X (s ) .

Contoh 3.11
10
Dapatkan x(0) jika diketahui X ( s ) = !
s ( s + 5)
Penyelesaian :

x(0) = lim sX ( s )
s →∞
10
= lim s =0
s → ∞ s ( s + 5)

54
3.2.11. Teorema Harga Akhir

Teorema ini memungkinkan nilai akhir dari sinyal x(t ) dihitung langsung dari X (s ) ,
yaitu

lim x(t ) = lim sX ( s ) (3.22)


t →∞ s →0

Contoh 3.12

Dapatkan respon steady-state dari sistem yang memiliki respon impuls h(t ) = e 5t u (t )
jika mendapat input tangga satuan , u (t ) !

Penyelesaian :

Dari Contoh 3.10, telah diperoleh output sistem


1
Y (s) =
s(s + 5)
maka
lim y (t ) = lim sY ( s )
t →∞ s →0
1 1
= lim s =
s → 0 s ( s + 5) 5
Hasil ini dapat dicek dengan membandingkan solusi Contoh 3.10 jika t → ∞ , yaitu

lim y (t ) =
t →∞
1
5
( )
1 − e − 5t u (t ) =
1
5

Ringkasan
Sifat-sifat Transformasi Laplace yang banyak digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2
Sifat-Sifat Transformasi Laplace-Unilateral

Sifat-Sifat x(t ) X (s )

N N
Linieritas ∑ α n x n (t ) ∑ α n X n (s)
n =1 n =1

55
Pergeseran Waktu x(t − t 0 )u (t − t 0 ) e − st 0 X ( s )

Pergeseran Frekuensi e s 0 t x(t ) X ( s − s0 )

1 s
Penyekalaan Waktu x(αt ), α > 0 X 
α α 

Diferensiasi waktu dx(t ) / dt sX ( s ) − x(0)

Integrasi
t 1
∫ x(τ )dτ s
X (s)
0

dX ( s )
Perkalian dengan t tx(t ) −
ds

x(t ) cos ω0t


1
[ X ( s + jω 0 ) + X ( s − jω 0 ) ]
2
Modulasi
x(t ) sin ω 0 t
1
[ X ( s + jω 0 ) − X ( s − jω 0 ) ]
2j

Konvolusi x(t ) * h(t ) X (s) H (s)

Teorema Harga Awal x(0) lim sX ( s )


s →∞

Teorema Harga Akhir lim x(t ) lim sX ( s )


t →∞ s →0

Latihan 3.2

{ }
Dapatkan L t 3u (t ) ! !

3.3. TRANSFORMASI LAPLACE BALIK


Pada pokok bahasan transformasi Laplace telah diuraikan bagaimana
mentransformasi sinyal dan sistem dalam domain waktu ke domain kompleks s.
Menyelesaikan persoalan dalam domain-s relatif lebih mudah daripada dalam domain

56
waktu. Apabila persoalan telah diselesaikan dalam domain-s, maka untuk mendapatkan
penyelesaian/solusi dalam domain waktu harus dilakukan transformasi Laplace balik
(Invers). Pada pokok bahasan ini akan dibahas bagaimana mendapatkan x(t ) jika X (s )
diketahui, atau yang dikenal sebagai transformasi Laplace-balik (Invers).
Dalam pokok bahasan transformasi Laplace telah dijelaskan bahwa transformasi

Laplce dari x(t ) dapat dipandang sebagai transformasi Fourier dari x(t )e −σt .


X (σ + jω ) = ∫ [ x(t )e −σ t ] e − jω t dt (3.23)
−∞

dengan menggunakan relasi invers transformasi Fourier, dapat diperoleh x(t )e −σt
sebagai berikut :

1 ∞
x(t )e −σt = ∫ X (σ + jω ) e
jω t
dω (3.24)
2π − ∞

Jika kedua sisi dikalikan eσt diperoleh

1 ∞ (σ + jω ) t
x(t ) = ∫ X (σ + jω ) e dω
2π − ∞

Dengan menggunakan s = σ + jω diperoleh formulasi untuk transformasi


Laplace balik (Invers):

1 σ + jω
L -1{X ( s )} = x(t ) = st
∫ X ( s ) e ds (3.25)
2π σ − jω

Integral dalam Persamaan (3.25) dihitung sepanjang garis lurus σ + jω dalam bidang
kompleks mulai dari σ − jω sampai σ + jω , dimana σ adalah bilangan riil tertentu
yang mana Re(s ) = σ adalah titik di dalam ROC dari X (s ) . Jadi integral tersebut
dievaluasi sepanjang garis lurus yang sejajar dengan sumbu imajiner dan berjarak σ
dari sumbu tersebut.

Selain menggunkan formula invers Persamaan (3.25), ada cara lain yang lebih
mudah untuk mendapatkan Laplace balik dari X (s ) , yaitu metode Pecahan Parsial.

3.3.1. Metode Pecahan Parsial.

57
Ekspansi dalam pecahan parsial adalah suatu teknik yang digunakan untuk
mereduksi fungsi rasional dalam bentuk N ( s ) / D( s ) dimana derajat pembilang lebih
kecil daripada penyebut.

Suatu fungsi rasional dalam s, N ( s ) / D( s ) dapat ditulis dalam bentuk pecahan


parsial :
N ( s)
= T1 + T2 + .... + Tk
D( s)
dimana Ti berbentuk

A Bs + C
(s 2 + as + b)m
atau
(s + p )n

Polinomial (s 2 + as + b ) dalam persamaan di atas adalah polinomial yang tidak dapat


direduksi. Bergantung kepada bentuk D(s ) , maka terdapat beberapa kasus yang
berbeda, yaitu :

• Kasus 1 :- Faktor orde-1 tidak berulang.


Jika D(s ) memiliki faktor tidak berulang ( s + pi ) , maka

N ( s) N ( s)
X ( s) = =
D( s) (s + p1 )( s + p 2 )( s + p3 )....( s + p n )
A1 A2 A3 An
= + + ..... +
s + p1 s + p 2 s + p3 s + pn
dimana
N (s)
An = ( s + p n )
D( s) s = − p n
sehingga

L −1{X ( s )} = x(t ) = A1e − p1t + A2 e − p 2 t + A3e − p 3 t + ..... + An e − p n t

Contoh 3.13
s +1
Dapatkan x(t ) jika diketahui X ( s ) =
2
s + 8s + 15
Penyelesaian :

58
s +1 s +1
X (s) = =
2
s + 8s + 15 ( s + 3)( s + 5)
A1 A2
= +
( s + 3) ( s + 5)
s +1
A1 = ( s + 3) = −1
( s + 3)( s + 5) s = −3
s +1
A2 = ( s + 5) =2
( s + 3)( s + 5) s = −5
Jadi
−1 2
X (s) = +
( s + 3) ( s + 5)
x(t ) = L −1{X ( s )}
( )
x(t ) = − e −3t + 2e −5t u (t )

Contoh 3.14
s−2
Dapatkan x(t ) jika diketahui X ( s ) =
s 3 + 5s 2 + 4 s
Penyelesaian :
s−2 s−2
X (s) = =
s + 5s + 4 s s ( s + 1)( s + 4)
3 2

A A2 A3
= 1+ +
s ( s + 1) ( s + 4)

s−2 1
A1 = s =−
s ( s + 1)( s + 4) s = 0 2

s−2
A2 = ( s + 1) =1
s ( s + 1)( s + 4) s = −1

s−2 1
A3 = ( s + 4) =−
s ( s + 1)( s + 4) s = −4 2
Jadi
− 0.5 1 − 0.5
X (s) = + +
s ( s + 1) ( s + 4)

x(t ) = L −1{X ( s )}

59
 1 1 
x(t ) =  − + e − t − e − 4t u (t )
 2 2 

• Kasus 2 :- Faktor orde-1 berulang.

Jika D(s ) memiliki faktor berulang ( s + p ) n , maka


N (s) N (s)
X ( s) = =
D( s ) (s + p )n
A A2 A3 An
= 1 + + ..... +
s + p (s + p ) 2
(s + p )3
(s + p )n
dimana
N (s)
An = ( s + p ) n
D( s) s = − p
1 d n−k N (s)
Ak = (s + p) n k = 1,2,..., n − 1
(n − k )! ds n − k D( s) s = − p

Contoh 3.15
s+2
Dapatkan x(t ) jika diketahui X ( s ) =
s 2 + 2s + 1
Penyelesaian :
s+2 s+2
X (s) = =
s + 2 s + 1 ( s + 1) 2
2

A1 A2
= +
( s + 1) ( s + 1) 2

s+2
A2 = ( s + 1) 2 =1
( s + 1) 2 s = −1

1 d s+2
A1 = ( s + 1) 2 =1
1! ds ( s + 1) 2 s = −1
Jadi
1 1
X (s) = +
( s + 1) ( s + 1) 2

x(t ) = L −1{X ( s )}

60
( )
x(t ) = e −t + te −t u (t )

Contoh 3.16
8s − 4
Dapatkan x(t ) jika diketahui X ( s ) =
s 3 − 3s 2 − 9 s − 5
Penyelesaian :
8s − 4 8s − 4
X (s) = =
3 2
s − 3s − 9 s − 5 ( s − 5)( s + 1) 2

B A1 A2
X (s) = + +
( s − 5) ( s + 1) ( s + 1) 2

8s − 4
B = ( s − 5) =1
( s − 5)( s + 1) 2 s = 5

8s − 4
A2 = ( s + 1) 2 =2
( s − 5)( s + 1) 2 s = −1

1 d 8s − 4
A1 = ( s + 1) 2
1! ds ( s − 5)( s + 1) 2 s = −1
d 8s − 4 8( s − 5) − (8s − 4)
= = = −1
ds ( s − 5) ( s − 5) 2 s = −1

Jadi
1 1 2
X (s) = − +
( s − 5) ( s + 1) ( s + 1) 2

x(t ) = L −1{X ( s )}

(
x(t ) = e 5t − e −t + 2te −t u (t ))

• Kasus 3 :- Faktor orde-2

Jika D(s ) memiliki faktor orde-2 ( s 2 + ps + q ) , maka

61
N (s) N (s)
X (s) = =
( )( ) (
D( s ) s + p1s + q1 ) s + p 2 s + q 2 ) ....... s 2 + p n s + q n )
2 2
)
A1s + B1 A2 s + B2 An s + Bn
=
(s 2 + p1s + q1 )) (s 2 + p2 s + q2 ))
+ + ..... +
(s 2 + pn s + qn ))
dimana koefisien An dan Bn diperoleh dengan menyamakan koefisien dari s dengan
pangkat yang sesuai.

Contoh 3.17
s+6
Dapatkan x(t ) jika diketahui X ( s ) =
s + s 2 + 4s + 4
3
Penyelesaian :
s+6 s+6
X (s) = =
s 3 + s 2 + 4 s + 4 ( s + 1)( s 2 + 4)
As + B C
= +
( s 2 + 4) ( s + 1)
s+6
C = ( s + 1) =1
( s + 1)( s 2 + 4) s = −1
Dengan menyamakan penyebut dari X (s ) diperoleh :
As + B 1
X ( s) = +
( s 2 + 4) ( s + 1)

=
( As + B )(s + 1) + (s 2 + 4)
( s 2 + 4) ( s + 1)

As 2 + ( A + B) s + B s2 + 4
= +
( s 2 + 4)( s + 1) ( s 2 + 4)( s + 1)

=
( A + 1)s 2 + ( A + B) s + (B + 4)
( s 2 + 4)( s + 1)
maka
A + 1 = 0 ⇒ A = −1
A + B = 1 ⇒ B = 1− A = 2
Jadi
−s+2 1
X ( s) = +
2
( s + 4) ( s + 1)
−s 2 1
X ( s) = + +
2
(s + 2 ) 2 2
(s + 2 ) 2 ( s + 1)

Dengan mengingat bahwa

62
L {cos ω 0 t u (t )} =
s
s + ω0 2
2

ω
L {sin ω 0 t u (t )} = 0
s + ω0 2
2

maka
x(t ) = L −1{X ( s )}

( )
x(t ) = − cos 2t + sin 2t + e −t u (t )

Ringkasan
1. Formula Transformasi Laplace Balik (Invers):

1 σ + jω
L -1
{X ( s)} = x(t ) = st
∫ X ( s ) e ds
2π σ − jω

2. Metode Pecahan Parsial :


N (s)
X ( s) = = T1 + T2 + .... + Tk
D( s)

dimana Ti berbentuk

A Bs + C
(s 2 + as + b)m
atau
(s + p ) n

Latihan 3.3

s 2 + 6s + 5
Dapatkan x(t ) jika diketahui X ( s ) =
(
s s 2 − 4s + 5 )
3.4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER KOEFISIEN KONSTAN
Langkah pertama dalam analisis sistem adalah mendapatkan model matematik
dari sistem, yaitu mendapatkan suatu persamaan matematik yang dapat menggambarkan
perilaku sistem. Salah satu bentuk model matematik suatu sistem adalah persamaan
diferensial (PD) input-output.

63
Banyak sistem fisik yang responnya dapat dinyatakan dengan persamaan
diferensial, misalnya rangkaian listrik yang tersusun atas resistor, kapasitor dan
induktor, sistem mekanik yang terdiri atas pegas, dumper dan lain-lain. Berikut ini
dipaparkan sistem yang dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial linier
koefisien konstan.

Secara umum, suatu sistem LTI waktu kontinyu, dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan diferensial linier koefisien konstan sebagai berikut :

d N y (t ) N −1 d i y (t ) M d i x(t )
+ ∑ ai = ∑ bi (3.26)
dt N i =0 dt i i =0 dt i
dengan i =1,2,3, . . . ,N-1 , bj , j=1,…M adalah bilangan nyata dan N >M. Dalam bentuk
operator D persamaan diatas dapat ditulis :

 N N −1 i i  M 
 D + ∑ a D  y (t ) =  ∑ bi D i  x(t ) (3.27)
 i =0   i =0 
Untuk menyelesaikan persamaan diferensial tersebut diperlukan N kondisi awal :

y (t 0 ), y ' (t 0 ),..., y ( N −1) (t 0 )


dengan t0 adalah waktu dimana input x(t) mulai diberikan pada sistem dan y’(t) adalah
turunan dari y(t) . Bilangan bulat N merupakan derajat atau dimensi sistem.

Untuk mendapatkan PD input-output dari suatu sistem, langkah pertama yang


harus dilakukan adalah menentukan variabel input dan output. Setelah itu dicari
persamaan dari sistem sedemikian hingga yang muncul sebagai variabel hanya input
dan output.

Contoh 3.18
Tinjau sistem yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Untuk sistem tersebut misalkan input
dan outputnya masing-masing adalah vi dan vc .

Gambar 3.2. Rangkaian RLC

64
Variabel output tersebut bersesuaian dengan apa yang ingin diketahui dari sistem. Jika
yang ingin diketahui adalah arus yang mengalir, maka variabel output yang dipilih
adalah i (t ) . Bila yang ingin diketahui adalah tegangan di R maka dipilih v r sebagai
output.
Persamaan yang berlaku untuk rangkaian Gambar 3.2 adalah :
di 1
vi = iR + L + ∫ idt (3,28)
dt C
1
vc = ∫ idt (3.29)
C
sehingga
di
vi = iR + L +v c (3.30)
dt
Persamaan (3.30) bukan persamaan PD input-output, karena di dalamnya masih
terdapat variabel lain yaitu i (t ) . Karena itu, variabel i (t ) harus dieliminir.
Dari Persamaan (3.29) diperoleh :
dvc
i=C (3.31)
dt
sehingga Persamaan (3.30) dapat ditulis kembali sebagai berikut

dvc d 2 vc
vi = RC + LC + vc
dt dt 2
atau

d 2 vc dvc
vi = LC + RC + vc (3.32)
dt 2 dt
Persamaan (3.32) merupakan PD input-output.

Ringkasan.

Secara umum, suatu sistem LTI dapat dinyatakan dalam bentuk PD input-output

d N y (t ) N −1 d i y (t ) M d i x(t )
+ ∑ ai = ∑ bi
dt N i =0 dt i i =0 dt i

65
dimana x(t ) dan y (t ) masing-masing adalah input dan output.

Latihan 3.4
Dapatkan PD input-output untuk sistem Gambar A jika diketahui :
a). input = ei (t) dan output = i(t) !
b). input = ei (t) dan output = eo(t) !
R

i(t) C

Gambar A

3.5. PERSAMAAN KEADAAN


Pada pokok bahasan ini akan dibahas metode representasi ruang keadaan (state-
space) dari sistem, yang dikenal sebagai diskripsi internal dari sistem. Representasi
sistem dalam bentuk ini memiliki banyak keuntungan :
• Memberikan informasi yang lengkap tentang perilaku sistem.
• Dapat digunakan untuk sistem dengan multi-input multi-output.
• Dapat diperluas untuk sistem nonlinier dan time varying
Keadaan dari sistem saat t0 adalah informasi minimal yang cukup untuk
menentukan keadaan dan output dari sistem untuk semua t ≥ t0 jika input sistem
diketahui untuk t ≥ t0 . Variabel yang mengandung informasi tersebut disebut variabel
keadaan (state-variable).
Variabel keadaan dari sistem dapat diinterpretasikan sebagai elemen memory
dari sistem, yang dibentuk oleh integrator, amplifier, dan penjumlah. Sedangkan output
integrator dapat dipilih sebagai variabel keadaan suatu sistem. Jika suatu sistem waktu
kontinyu memiliki elemen penyimpan energi secara fisik, maka output dari memory
tersebut dapat dipilih sebagai variabel keadaan sistem. Perlu diperhatikan bahwa
pemilihan variabel keadaan dari sistem tidaklah tunggal/unik. Terdapat banyak pilihan
variabel keadaan untuk sistem yang diberikan.
Tinjau sistem LTI yang dinyatakan oleh PD input-output sebagai berikut :

66
d N y (t ) d N −1 y (t )
+ a1 + ......... + a N y (t ) = x(t ) (3.33)
dt N dt N −1
dimana y(0), y1(0), ... . yN-1(0) diketahui. Definisikan variabel keadaan v1(t), v2(t), ...,
vn(t) sebagai berikut :
N −1
v1 (t ) = y (t ), v 2 (t ) = y(t ),............v N (t ) = y (t ) (3.34)
maka
v1 (t ) = v 2 (t )
v2 (t ) = v3 (t )
v3 (t ) = v 4 (t )


v N (t ) = −a N v1 (t ) − a N −1v 2 (t ) − ....... − a1v N (t ) (3.35)

dan
y (t ) = v1 (t ) (3.36)
Dalam bentuk matriks, Persamaan (3.35) dan (3.36) dapat ditulis sebagai berikut :
 v1 (t )   0 1 0 • 0   v1 (t )  0
 v (t )   0 0 1 • 0   v (t )  0
 2    2   
 v3 (t )  =  0 0 0 • 0   v3 (t )  + 0 x(t ) (3.37)
      
 •   • • • • •   •  • 
v N (t ) − a N − a N −1 − aN −2 • − a1  v N (t ) 1

 v1 (t ) 
 v (t ) 
 2 
y (t ) = [1 0 0 • 0] v3 (t )  (3.38)
 
 • 
v N (t )

Secara umum, suatu sistem LTI waktu kontinyu dapat ditulis sebagai berikut :
v (t ) = Av (t ) + Bx(t ) (3.39)
y (t ) = Cv (t ) + Dx(t ) (3.40)

67
dimana A, B,C,D masing-masing adalah matrik sistem, matrik input, matrik output, dan
matrik input pada output. Sedangkan v,x dan y masing-masing adalah vektor keadaan,
vektor input dan vektor output.

Persamaan (3.39) dikenal sebagai Persamaan-Keadaan, sedangkan Persamaan (3.40)


disebut Persamaan-Output.

Jika sisi kanan dari Persamaan (3.33) memiliki turunan, yaitu

d N y (t ) d N −1 y (t )
+ a1 + ......... + a N y (t ) =
dt N dt N −1
d M x(t ) d 2 x(t ) dx(t )
bM + ....... + b2 + b1 + b0 x(t ) (3.4
dt M dt 2 dt
1)

maka salah satu cara untuk mencari persamaan keadaan adalah menganggap inputnya
tanpa turunan. Kemudian dengan menggunakan sifat sistem LTI jika x(t) → y(t) maka
x (t ) → y (t ) . Sehingga outputnya dapat dinyatakan dalam bentuk kombinasi linier dari
y(t) dan turunannya.

Contoh 3.19
Dapatkan persamaan state-space untuk sistem rangkaian listrik berikut dimana input
dan output dari sistem berturut-turut adalah e(t) dan i(t) dan semua kondisi mula = 0 !
R

ei(t) L

Gambar 3.3. Rangkaian RL


Penyelesaian :
Untuk sistem tersebut berlaku :
di (t )
ei (t ) = i (t ) R + L
dt
atau
di (t ) R e (t )
= − i (t ) + i
dt L L

68
dengan memilih variabel keadaan v(t) = i(t), input x(t) = ei(t) dan output y(t) = i(t) maka
diperoleh persamaan keadaan :
R 1
v(t ) = − v(t ) + x(t )
L L
y (t ) = v(t )

Contoh 3.20
Dapatkan persamaan state-space untuk sistem yang dinyatakan oleh PD input-output
berikut :

y(t ) + y (t ) + 2 y (t ) = x(t )
Penyelesaian :

Definisikan :
v1 (t ) = y (t ), v 2 (t ) = y (t ) ,
maka
v1 (t ) = v 2 (t )
v2 (t ) = −2v1 (t ) − v 2 (t ) + x(t )
y (t ) = v1 (t )

atau

v (t ) = Av(t ) + Bx(t )
y (t ) = Cv(t ) + Dx(t )

dimana

0 1 0 
A=  , B= 
− 2 − 1 1
C = [1 0], D = 0

Ringkasan

1. Suatu sistem LTI waktu kontinyu dapat dinyatakan dalam bentuk PD:

v (t ) = Av(t ) + Bx(t )
y (t ) = Cv(t ) + Dx(t )

69
dimana : v(t) = variabel keadaan, x(t) = variabel input, y(t) = variabel output
2. Untuk mendapatkan persamaan keadaan dari PD input output dapat dilakukan dengan
mendefinisikan :
N −1
v1 (t ) = y (t ), v 2 (t ) = y(t ),............v N (t ) = y (t )

Latihan 3.5

Dapatkan persamaan state-space untuk sistem yang dinyatakan oleh PD input-output


berikut :
y(t ) + y (t ) + 2 y (t ) = x(t ) + 5 x (t )

3.6. FUNGSI TRANSFER


Transformasi-Laplace memainkan peranan yang sangat penting dalam analisis
dan representasi sistem LTI waktu kontinyu. Salah satu sifat transformasi-Laplace yang
sangat penting dan telah dibahas pada pokok bahasan Sifat-Sifat Transformasi-Laplace
adalah sifat konvolusi. Sifat ini memberikan kemudahan dalam perhitungan untuk
mendapatkan respon sistem. Pada pokok bahasan ini akan dieksploitasi sifat ini lebih
jauh.

3.6.1. Fungsi Transfer dari Respon Impuls.


Output suatu sistem yang memiliki respon impuls h(t ) dan input x(t ) diberikan
oleh :

y (t ) = ∫ x(τ )h(t − τ )dτ (3.42)
−∞
Dengan melakukan transformasi Laplace pada kedua sisi Persamaan (3.42) dan
menggunakan sifat konvolusi, diperoleh
∞ 
L {y (t )} = L  ∫ x(τ )h(t − τ )dτ 
− ∞ 

Y ( s) = H ( s) X (s) (3.43)
Fungsi transfer didefinisikan sebagai perbandingan output/input sistem dalam doman-s ,
yaitu

70
Y (s) (3.44)
H (s) =
X (s)

Dari Persamaan (3.42) dan (3.43), dapat disimpulkan bahwa H ( s ) = L {h(t )} .


Akar-akar dari pembilang dan penyebut fungsi transfer H (s ) masing-masing disebut
zero dan pole dari fungsi transfer. Untuk s = jω , H (s ) tidak lain merupakan respon
frekuensi dari sistem. Gambar (3.3) menunjukkan diagram blok hubungan input-output
dan fungsi transfer suatu sistem .

X (s ) Y (s )
H(s)

Gambar 3.4. Gambar FTs-1


Hubungan input-output dan
Hubungan Input-Output dan
Fungsi
Fungsi Transfer
Transfer

Contoh 3.21
Dapatkan fungsi transfer untuk sistem yang memiliki respon impuls
 
h(t ) =  5e − 2t + 2e −10t u (t )
 
Penyelesaian :

{( ) }
H ( s ) = L {h(t )} = L 5e −2t + 2e −10t u (t )
5 2 7 s + 54
H ( s) = + =
s + 2 s + 10 ( s + 2)( s + 10)

Fungsi transfer memiliki peran yang sangat penting dalam analisis sistem.
Beberapa sifat sistem LTI dapat dikaitkan dengan fungsi transfer dalam bidang-s ,
khususnya dengan lokasi pole dan daerah konvergensi. Sebagai contoh, untuk sistem
LTI kausal, respon impulsnya nol untuk t < 0 , jadi respon impulsnya merupakan sisi
kanan. Sehingga ROC dari fungsi transfer untuk sistem kausal mencakup seluruh
bidang-s di sebelah kanan pole paling kanan. Sebaliknya untuk sistem antikausal, maka
ROC-nya berada di sebelah kiri pole yang paling kiri. Relasi kausalitas dan ROC ini
tidak berlaku sebaliknya. Jadi jika ROC berada di sisi kanan pole yang paling kanan ,
tidak berarti sistemnya kausal, yang pasti bahwa respon impulsnya sisi kanan.

71
ROC dari H (s ) juga dapat dikaitkan dengan stabilitas sistem. Sebagaimana
telah dibahas bahwa transformasi Fourier dari respon impuls sistem LTI yang stabil
adalah konvergen. Jadi untuk sistem LTI yang stabil, ROC dari H (s ) harus mencakup
sumbu jω (yaitu Re( s ) = 0 ).
Untuk suatu sistem LTI dengan fungsi transfer rasional yang kausal dan stabil,
maka semua pole-nya harus berada di sebelah kiri setengah bidang-s. Hal ini
konsekuensi dari kausalitas, yaitu ROC di sebelah kanan pole yang paling kanan, dan
dari stabilitas, ROC harus mencakup sumbu jω .
Contoh 3.22

Suatu sistem memiliki fungsi transfer


s−2
H (s) =
( s + 2)( s − 4)
Karena ROC-nya tidak dispesifikasikan, maka ada beberapa ROC yang berbeda untuk
sistem tersebut, dan konsekuensinya respon impulnya juga berbeda. Jika informasi
tentang stabilitas dan kausalitas sistem diberikan, maka ROC yang sesuai dapat
ditentukan.
Im Im

Bidang s Bidang s

X X X X
-2 2 4 -2 2 4
Re Re

(a) (b)

Im

Bidang s

X X
-2 2 4
Re

(c)

Gambar FTs-2
Gambar 3.5. ROC untuk contoh 3.22
ROC untuk Contoh 1
(a). kausal, tidak stabil (b). nonkausal, stabil (c). nonkausal, tidak stabil
(a) kausal, tidak stabil (b) nonkausal, stabil (c) nonkausal, tidak stabil

72
Misalkan, jika sistemnya diketahui kausal, maka ROC-nya ditunjukkan pada Gambar
(3.24a). Jika sistemnya diketahui stabil, maka ROC-nya ditunjukkan pada Gambar
(3.24b). Sedangkan Gambar (3.24c) adalah ROC untuk sistem yang tidak

Contoh 3.23

Fungsi transfer sistem kausal orde-2 dengan pole kompleks konjugate diberikan oleh :

ωn 2
H (s) =
s 2 + 2ζω n s + ω n 2

dimana 0 < ζ < 1 , dan polenya terletak di s = −ζω n ± jω n 1 − ζ 2 .

Lokasi pole untuk 0 < ζ < 1 ditunjukkan pada Gambar (3.5). Karena sistemnya kausal,
maka ROC-nya berada di sebelah kanan pole yang paling besar, yaitu s = −ζω n dan

dari syarat stabilitas, ROC dari H (s ) harus mencakup sumbu jω . Jadi untuk 0 < ζ < 1 ,
sistem tersebut stabil.

Im

Bidang s
X

− ζωn
Re

Gambar FTs-3
Gambar 3.6. Lokasi pole dan ROC system kausal orde-2
Lokasi pole dan ROC untuk sistem kausal orde-2

3.6.2. Fungsi Transfer dari PD Input – Output


Untuk sistem dinyatakan dalam bentuk persamaan PD input-output dimana
semua kondisi mula=0 :

73
N d k y (t ) M d k x(t )
∑ ak = ∑ bk (3.45)
k =0 dt k k =0 dt k

maka fungsi transfernya dapat diperoleh dengan mengambil transformasi-Laplace pada


kedua sisi
 N d k y (t )   M d k x(t ) 
L  ∑ ak =L ∑ k b  (3.46)
k = 0 dt k  k = 0 dt k 

Dengan menggunakan sifat linieritas , Persamaan (3.46) dapat ditulis


N  d k y (t )  M  d k x(t ) 
∑ ak L   = ∑ bk L   (3.47)
k =0  dt k  k = 0  dt k 

dan dari sifat diferensial terhadap waktu, diperoleh


N M
k k
∑ a k s Y ( s ) = ∑ bk s X ( s ) (3.48)
k =0 k =0

atau ekivalen dengan


 N  M 
Y ( s ) ∑ a k s k  = X ( s ) ∑ bk s k  (3.49)
k = 0  k = 0 

sehingga diperoleh fungsi transfer


M
k
∑ bk s
Y (s) k = 0
H ( s) = = (3.50)
X (s) N
k
∑ ak s
k =0

sedangkan respon impuls dari sistem dapat diperoleh dari

h(t ) = L −1{H ( s )} (3.51)

Jelas bahwa pole dari fungsi transfer sistem sama dengan akar-akar persamaan
karakteristik dari sitem tersebut.

Contoh 3.24

Dapatkan fungsi transfer dan respon impuls dari sistem yang dinyatakan oleh PD input-
output :

74
d 2 y (t ) dy (t )
+5 + 4 y (t ) = 5 x(t )
2 dt
dt
dimana x(t ) dan y (t ) masing-masing merupakan input dan output sistem, dan semua
kondisi mula=0 :
Penyelesaian :
Dengan mengambil transformasi-Laplace pada kedua sisi PD input-output diperoleh
 d 2 y (t ) 
+ 4 y (t ) = L {6 x(t )}
dy (t )
L  +5
 dt 2 dt 

{s 2 + 5s + 4}Y (s) = 6 X (s)


Jadi fungsi transfernya :
Y ( s) 6
H ( s) = =
2
X ( s ) s + 5s + 4
Untuk mendapatkan respon impuls, maka fungsi transfer tersebut diuraikan dalam
bentuk pecahan parsial :
6 2 2
H (s) = = −
s 2 + 5s + 4 ( s + 1) ( s + 4)

 
h(t ) = L −1{H ( s )} =  2e − t − 2e − 4t u (t )
 

3.6.3. Fungsi Transfer dari Persamaan dalam Domain s

Proses mendapatkan PD input-output memerlukan eliminasi variable dalam


domain waktu. Proses eliminasi akan lebih mudah dilakukan jika dilakukan dalam
domain-s. Untuk mendapatkan fungsi transfer dengan cara ini dapat dilakukan dengan
cara melakukan transformasi Laplace pada persamaan dalam sistem dan melakukan
eliminasi dalam domain-s.

Contoh 3.25

Dapatkan fungsi transfer dan respon impuls untuk sistem yang ditunjukkan pada
Gambar FTs-5, dimana input dan output dari sistem masing-masing adalah ei (t ) dan

v rc (t ) . Misalkan R = 1Ω, L = 1H , C = 1F dan semua kondisi mula=0 !

75
L

i(t)
R
vrc (t )
ei (t ) C

GambarGambar FTs-5
3.7. Rangkaian RLC
Sistem Contoh 6

Penyelesaian :
Untuk sistem tersebut berlaku persamaan :

di (t ) 1 (3.52)
ei (t ) = L + i (t ) R + ∫ i (t )dt
dt C
dan

1 (3.53)
v rc (t ) = i (t ) R + ∫ i (t )dt
C
Untuk mengeliminir i (t ) dalam domain waktu dari Persamaan (3.53) sulit dilakukan.
Ambil transformasi Laplace dari Persamaan (3.52) dan (3.53), diperoleh
I ( s) (3.54)
Ei ( s ) = LsI ( s ) + I ( s ) R +
sC
dan
I (s)  1  (3.55)
Vrc ( s ) = I ( s ) R + = R +  I (s)
Cs  Cs 
Jelas bahwa eliminasi I(s) menjadi mudah, yaitu
Vrc ( s )  sC  (3.56)
I (s) = = Vrc ( s )
1  RCs + 1 
R+
sC
Jika Persamaan (3.56) disubstitusikan ke Persamaan (3.54) diperoleh

I ( s)
Ei ( s ) = LsI ( s ) + I ( s ) R +
sC
 sC   sC   sC  1
Ei ( s ) = Ls Vrc ( s ) +  Vrc ( s ) R +   Vrc ( s )
 RCs + 1   RCs + 1   RCs + 1  sC
 s 2 LC + sRC + 1 
Ei ( s ) =  Vrc ( s )
 RCs + 1 
 
sehingga

76
Vrc ( s ) RCs + 1 s +1
H ( s) = = =
2 2
Ei ( s ) s LC + sRC + 1 s + s + 1
1 1
Fungsi transfer ini memiliki pole kompleks konjugate, yaitu s = − ± j 3 . Untuk
2 2
mendapatkan respon impuls, maka fungsi transfer tersebut ditulis dalam bentuk berikut :
s +1
H ( s) =
2
s + s +1

=
(s + 0.5) +
(0.5 3 )/ ( 3 )
(s + 0.5)2 + (0.5 3) (s + 0.5)2 + (0.5 3 )
2 2


h(t ) = L −1{H ( s )} =  e − 0.5t cos(0.5 3 )t +
1 − 0.5t
e

(
sin 0.5 3 t u (t ) )
 3 

Ringkasan

1. Fungsi Transfer : H ( s ) = L {h(t )} = ∫ h(t )e − st dt
0

N d k y (t ) M d k x(t )
2. Fungsi Transfer untuk sistem dalam bentuk : ∑ ak = ∑ bk
k =0 dt k k =0 dt k
diberikan oleh
M
k
∑ bk s
Y (s) k = 0
H (s) = =
X (s) N
k
∑ ak s
k =0

Latihan 3.6

Dapatkan fungsi transfer dan respon impuls dari sistem berikut :

R
L
vr
i(t) C vc
vi

Gambar FTs-4
Rangkaian RLC

77
dimana vi (t ) dan vc (t ) masing-masing merupakan input dan output sistem, sedangkan

R 1
nilai perbadingan = 2 dan = 2 , serta semua kondisi mula=0 !
L LC

3.7. DIAGRAM BLOK

3.7.1. Diagram Blok Sistem

Suatu sistem pengaturan dapat terdiri dari beberapa komponen. Untuk


menunjukkan fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen, dalam teknik pengaturan,
biasanya kita menggunakan suatu diagram yang disebut diagram blok
Diagram blok suatu sistem adalah suatu penyajian bergambar dari fungsi yang
dilakukan oleh tiap komponen dan aliran sinyalnya. Dalam suatu diagram blok, semua
variabel sistem saling dihubungkan dengan menggunakan blok fungsional. Diagram
blok mengandung informasi perilaku dinamik tetapi tidak mengandung informasi
mengenai konstruksi fisik dari sistem. Oleh karena itu, beberapa sistem yang berbeda
dan tidak mempunyai relasi satu sama lain dapat dinyatakan dalam diagram blok yang
sama. Diagram blok suatu sistem adalah tidak unik. Suatu sistem dapat digambarkan
dengan diagram blok yang berbeda bergantung pada titik pandang analisis.
Digram blok suatu sistem dapat terdiri dari komponen – komponen berikut ini :
1. Blok fungsional

A(s) Fungsi alih B(s)


G(s)

Gambar 3.8. Blok fungsional

Blok fungsional atau biasa disebut blok memuat fungsi alih komponen, yang
dihubungkan dengan anak panah untuk menunjukkan arah aliran sinyal. Berlaku
hubungan :
B(s )
= G (s )
A(s )
Anak panah yang menuju ke blok menunjukkan masukan dan anak panah yang
meninggalkan blok menyatakan keluaran.

78
2. Titik penjumlahan

A A-B
+-

Gambar 3.9. Titik penjumlahan

Lingkaran dengan tanda silang menunjukkan simbol operasi penjumlahan. Tanda plus
atau minus pada setiap kepala panah menunjukkan apakah sinyal ditambahkan atau
dikurangkan. Sinyal yang ditambahkan atau dikurangkan harus mempunyai dimensi dan
satuan yang sama
3. Titik cabang

A A

titik cabang A

Gambar 3.10. Titik cabang

Titik cabang adalah suatu titik dengan sinyal dari blok pergi ke blok yang lain atau titik
penjumlahan

3.7.1.1. Diagram Blok Sistem Loop Tertutup

R(s) E(s) C(s)


+- G(s)

B(s)
H(s)

Gambar 3.11. Diagram blok system loop

79
Fungsi alih loop terbuka atau open loop transfer function (OLTF) dari sistem loop
tertutup pada gambar (3.7) adalah rasio antara sinyal umpan balik B(s) terhadap sinyal
kesalahan yang timbul E(s), karena itu
B(s )
Fungsi alih loop terbuka = = G (s ) H (s )
E (s )
Fungsi alih umpan maju atau feedforward transfer function dari sistem loop tertutup
pada gambar (3.7) adalah rasio antara keluaran C(s) terhadap sinyal kesalahan yang
timbul E(s), karena itu
C (s )
Fungsi alih umpan maju = = G (s )
E (s )
Fungsi alih umpan balik atau feedback transfer function dari sistem loop tertutup pada
gambar (3.7) adalah rasio antara sinyal umpan balik B(s) terhadap keluaran C(s), karena
itu
B(s )
Fungsi alih umpan balik = = H (s )
C (s )
Jika fungsi alih umpan balik H(s) = 1 maka fungsi alih loop terbuka sama dengan fungsi
alih umpan maju
Fungsi alih loop tertutup atau closed loop transfer function (CLTF) dari sistem loop
tertutup pada gambar (3.7) adalah rasio antara keluaran C(s) terhadap masukan R(s) .
Dimana
C (s ) = G (s ) E (s )
E (s ) = R(s ) − B(s ) = R(s ) − H (s ) C (s )
Dengan eliminasi E(s) dari persamaan tersebut memberikan
C (s ) = G (s )[R(s ) − H (s ) C (s )]
Sehingga fungsi alih loop tertutupnya adalah
C (s ) G (s )
=
R(s ) 1 + G (s ) H (s )

80
3.7.1.2. Diagram Blok Sistem Loop Tertutup dengan Gangguan

Gangguan N(s)

R(s) C(s)
+
+- G1(s) + G2(s)

H(s)

Gambar 3. 12. Diagram blok sistem loop tertutup dengan gangguan

Bila dua masukan (masukan acuan R(s) dan gangguan D(s)) ada dalam sistem, tiap-tiap
masukan dapat dihilangkan satu sama lain secara bebas, dan hubungan keluaran tiap-
tiap masukan dapat ditambahkan untuk menghasilkan keluaran lengkap.
Anggap sistem mula-mula diam dengan kesalahan nol, sehingga respon CN(s) sistem
terhadap gangguan saja dapat diperoleh dari :
C N ( s) G2 ( s)
=
N ( s ) 1 + G1 ( s )G2 ( s ) H ( s )
Bila gangguan dianggap tak ada, maka respon CR(s) sistem terhadap masukan acuan
dapat diperoleh dari :
C R (s) G1 ( s )G2 ( s )
=
R( s ) 1 + G1 ( s )G2 ( s ) H ( s )
Respon total sistem terhadap masukan acuan dan gangguan dapat diperoleh dengan
menambahkan masing-masing respon. Yaitu
C (s) = C N (s) + C R (s)

C (s ) =
G2 ( s)
[G1 ( s) R( s) + D( s)]
1 + G1 ( s )G2 ( s ) H ( s )

3.7.1.3. Prosedur Menggambar Diagram Blok


Langkah – langkah untuk menggambar diagram blok suatu sistem adalah sebagai
berikut :
1. Tulis persamaan dinamis setiap komponen sistem.
2. Nyatakan persamaan dinamis setiap komponen tersebut dalam bentuk
transformasi Laplacenya dengan asumsi kondisi mula-mula = 0.

81
3. Gambarkan masing-masing komponen dalam bentuk blok-blok fungsional.
4. Gabungkan blok-blok fungsional masing–masing komponen tersebut sehingga
membentuk diagram blok total sistem dengan memperhatikan aliran sinyalnya

Contoh 3.26
Gambarkan diagram blok dari rangkaian RC seri berikut ini :

E Iei C EOeo
E i

Gambar 3.13. Rangkaian RC seri

Penyelesaian :
1. Persamaan dinamis masing-masing komponen :
Persamaan dinamis untuk resistor R adalah :
ei (t ) − eo (t )
i (t ) =
R
Persamaan dinamis untuk kapasitor C adalah :

eo (t ) =
∫ i(t )dt
C
2. Bentuk transformasi Laplacenya :
Ei ( s) − Eo ( s)
I (s) =
R
I (s)
Eo (s) =
Cs
3. Blok fungsional masing-masing komponen

Ei(s) 1 1
+- I(s) I(s) Eo(s)
R Cs

Eo(s)

82
4. Diagram blok sistem

Ei(s) 1 1
+- Eo(s)
R Cs

Ringkasan

1. Diagram blok merupakan interkoneksi antar beberapa blok fungsional sehingga


membentuk sistem loop tertutup atau sistem loop terbuka

2. Diagram blok dari suatu sistem pada umumnya terdiri dari blok fungsional, titik
penjumlahan, dan titik cabang
3. Diagram blok dari suatu sistem merupakan gabungan dari blok-blok fungsional
masing-masing komponen sistem dengan memperhatikan aliran sinyalnya

Latihan 3.7

1. Perhatikan sistem rangkaian RLC seri berikut. vi(t) adalah tegangan sumber yang
merupakan masukan sistem dan vo(t) adalah tegangan kapasitor C yang merupakan
keluaran sistem. Gambarkan diagram blok rangkaian RLC seri berikut
L R

vi(t) C vo(t)
i(t)

3.7.2. Reduksi Diagram Blok

Diagram blok yang komplek dapat disederhanakan menjadi blok yang lebih
sederhana melalui reduksi diagram blok yang dilakukan secara bertahap dengan
menggunakan aturan aljabar diagram blok.
Blok-blok hanya dapat dihubungkan secara seri bila tak ada pengaruh
pembebanan. Blok-blok yang terhubung seri tanpa faktor pembebanan dapat diganti

83
dengan blok tunggal dengan fungsi alihnya adalah perkalian masing-masing fungsi alih
blok-blok tersebut.
Diagram blok yang kompleks dapat disederhanakan menjadi diagram blok yang lebih
sederhana melalui reduksi yang dilakukan secara bertahap dengan menggunakan aturan
aljabar diagram blok.
Dalam menyederhanakan diagram blok harus diingat bahwa :
1. Perkalian fungsi alih beberapa blok dalam arah litasan maju harus tetap sama
2. Perkalian fungsi alih beberapa blok dalam loop harus tetap sama.

Aturan aljabar diagram blok dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Pertukaran posisi antara titik jumlahan yang terhubung seri

A A-B A-B+C A A-B A-B+C


+
-
+
+ ≡ +
+
+
-

B C C B

2. Penguraian titik jumlahan


Titik jumlahan tunggal yang mempunyai tiga masukan dapat diuraikan menjadi dua titik
jumlahan dengan dua masukan

C C

A A+B-C A A-B A-B+C


+
+- ≡ +- +
+

B B

3. Blok seri

A AG1 AG1G2 A AG1G2


G1 G2 ≡ G1G2

84
4. Blok paralel

A AG1 AG1 + AG2 A AG1 + AG2


G1 + ≡ G1+G2
+
AG2
G1

5. Pertukaran posisi antara titik jumlahan dengan blok


(a) Blok terletak sebelum titik jumlahan

B
A AG A- AG - B
AG - B A G
G +- ≡ +- G
B
B G B
1
G
(b) Blok terletak sesuadah titik jumlahan

A A-B AG - BG A AG AG-BG
+ G ≡ G +-
-
B BG
B G

6. Pertukaran posisi antara titik cabang dengan blok


(a) Blok terletak sebelum titik cabang

A AG A AG
G ≡ G

AG A
G

(b) Blok terletak sesudah titik cabang

A AG A AG
G ≡ G

A 1 A
AG G

85
7. Pertukaran posisi antara titik cabang dengan titik jumlahan
B

-
+
A-B A-B
A A
+- ≡ +
A-B -
A-B
B B

8. Sistem dengan feedback


(a) Negatif feedback
A B
+- G1 ≡ A G1 B
1 + G1G2
G2

(b) Positif feedback

A B
++ G1 ≡ A G1 B
1 − G1G2
G2

Contoh 3.27
Sederhanakan diagram blok berikut ini dengan menggunakan aturan aljabar diagram
blok dan dapatkan fungsi alih loop tertutup C(s) / R(s)

H2

R - C
+- ++ G1 + G2 G3

H1

Penyelesaian :

86
1. Menggerakkan titik penjumlahan dari umpan balik negatif yang berisi H2 di luar loop
umpan balik positif yang berisi H1

H 22
G1
A
R - C
+- + ++ G1 G2 G3

H1
2. Menyederhanakan loop umpan balik positif yang berisi H1 menjadi blok tunggal A

H2
G1

R - G1G2 C
+ + G3
- 1 − G1G2 H 1

3. Menyederhanakan loop umpan balik negatif yang berisi H2 / G1 menjadi blok tunggal
B

G1G2
G3
1 − G1G2 H1 G1G2 G3
B= =
 G1G2  H  1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2
1 +  G3   2 
 1 − G1G2 H 1   G1 

R G1G2 G3 C
+-
1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2

4. Menyederhanakan loop umpan balik negatif yang merupakan unity feedback


G1G2 G3
C 1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2
=
R G1G2 G3
1 +
1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2

87
R G1G2 G3 C
1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2 + G1G2 G3

Ringkasan

1. Dalam menyederhanakan diagram blok perkalian fungsi alih beberapa blok dalam
arah litasan maju harus tetap sama
2. Dalam menyederhanakan diagram blok perkalian fungsi alih beberapa blok dalam
loop harus tetap sama.

Latihan 3.8

Sederhanakan diagram blok berikut ini :

H1

R(s) + C(s)
+- G +

H2

3.8. GRAFIK ALIRAN SINYAL

3.8.1. Grafik Aliran Sinyal Sistem

Grafik aliran sinyal merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk


menyajikan dinamika sistem pengaturan. Grafik aliran sinyal merupakan suatu diagram
yang mewakili seperangkat persamaan aljabar linier. Untuk menganalisis sistem
pengaturan dengan grafik aliran sinyal, pertama-tama kita harus mentransformasikan
persamaan differensial linier dalam persamaan aljabar di bidang s.
Grafik aliran sinyal berisi kerangka kerja dengan suatu simpul dihubungkan
secara langsung dengan cabang. Tiap-tiap simpul menyatakan, variabel sistem, dan tiap

88
cabang yang dihubungkan antara dua simpul berfungsi sebagai penguat sinyal. Arah
aliran sinyal ditunjukkan dengan tanda panah yang berada pada cabang dan faktor
pengali ditunjukkan sepanjang cabang. Perhatikan bahwa aliran sinyal hanya dalam satu
arah. Grafik aliran sinyal menggambarkan aliran sinyal dari satu titik sebuah sistem ke
titik yang lain dan memberikan hubungan antara sinyal-sinyal tersebut.
Secara matematis, grafik aliran sinyal (signal flow graph) adalah suatu diagram
yang menggambarkan sekumpulan persamaan aljabar linier sebagai berikut :
n
y i = ∑ aij y j ; i = 1,2,3, …n
j =1

melalui percabangan dan simpul.


Sebagai contoh, perhatikan grafik aliran sinyal berikut ini :

a y2 d y3 y4 h y5
y1 f
b
c g

Gambar 3.14. Contoh grafik aliran sinyal

Persamaan aljabar linier :


y 2 = ay1 + by 2 + cy 4
y3 = dy 2

y 4 = ey1 + fy3

y5 = gy3 + hy 4
Untuk lebih memahami materi tentang grafik aliran sinyal ini, berikut akan dijelaskan
beberapa definisi / istilah pada grafik aliran sinyal.
1. Simpul adalah titik yang menyajikan variabel atau sinyal.
Contoh pada gambar (3.9) : y1, y2, y3, y4, dan y5
2. Cabang adalah segmen garis untuk menghubungkan simpul.
Contoh pada gambar (3.9) : a, b, c, d, e, f, g, dan h
3. Source atau simpul masukan adalah simpul yang hanya memiliki percabangan
keluar saja.

89
Contoh pada gambar (3.9) : y1
4. Sink atau simpul keluaran adalah simpul yang hanya memiliki percabangan masuk
saja. Contoh pada gambar (3.9) : y5
5. Transmitan adalah penguatan real atau penguatan komplek antara dua simpul
6. Simpul campuran adalah simpul yang memiliki percabangan masuk dan keluar
Contoh pada gambar (3.9) : y2, y3, dan y4
7. Path atau lintasan adalah sekelompok cabang yang berhubungan dan memiliki arah
yang sama.
Contoh pada gambar (3.9) : eh, adfh dan b.
8. Lintasan maju adalah lintasan yang dimulai dari source dan berakhir di sink, tetapi
tidak ada node yang dilalui lebih dari satu kali
Contoh pada gambar (3.9) : eh, ecdg, adg dan adfh
9. Loop atau lintasan tertutup adalah lintasan yang berawal dan berakhir pada node
yang sama, tetapi node tersebut tidak boleh dilalui lebih dari satu kali
Contoh pada gambar (3.9) : b, dfc
10. Penguatan lintasan adalah hasil kali penguatan pada cabang-cabang sepanjang
lintasan
11. Penguatan loop adalah hasil kali penguatan pada cabang-cabang yang membentuk
loop
Untuk menentukan hubungan masukan dan keluaran pada grafik aliran sinyal kita bisa
menggunakan rumus penguatan Mason yang akan dibahas pada obyek pembelajaran
”Penguatan Mason” atau kita dapat menyederhanakan grafik aliran sinyal menjadi
grafik yang hanya terdiri dari simpul masukan (source) dan simpul keluaran
(sinks).melalui reduksi dengan menggunakan aturan aljabar grafik aliran sinyal.
3.8.1.1. Aturan Aljabar Diagram Blok
Aturan aljabar grafik aliran sinyal dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Nilai suatu simpul dengan satu cabang masuk

y1 a y2
y 2 = a y1

2. Transmitan total dari cabang yang terhubung seri sama dengan hasil kali masing-
masing transmitan dari semua cabang

90
ab

y y3
1

3. Transmitan total dari cabang yang terhubung paralel sama dengan penjumlahan
masing-masing transmitan dari semua cabang

a
a+b

y y2 y y2
1 b 1

4. Simpul campuran dapat dihilangkan

y1
a y1
ac
c
y y4 ≅
b 3 y
bc 4

y2
y2

5. Suatu loop dapat dihilangkan

ab
y a y b y y1 ab y3 y 1-bc y3
1 2 3 ≅ 1

c bc
y3 = b y 2 ab
y3 = ab y1 + bc y3 y3 = y1
1 − bc
y 2 = ay1 + cy3

3.8.1.2. Hubungan Diagram Blok dan Grafik Aliran Sinyal

Hubungan antara diagram blok dengan grafik aliran sinyal dapat kita lihat pada
beberapa contoh berikut ini :

R(s) C(s) G(s)


G(s)
R(s) C(s)

91
R(s) E(s) C(s) 1 G(s)
+- G(s)
R(s) E(s) C(s)

G(s)
-H(s)
N(s)

R(s) E(s) C(s) G1(s) G2(s)


G1(s + G2(s 1
+- + C(s)
)) R(s) E(s)

H(s) -H(s)

N(s)

N(s)

R(s) E(s) C(s) 1 G1(s) G2(s)


G1(s +
+- + C(s)
R(s) E(s)

H(s) -H(s)

Contoh 3.28

1. Gambarkan grafik aliran sinyal dari diagram blok sistem berikut ini :

H2

R - C
+- ++ G1 + G2 G3

H1

92
Penyelesaian :
-H2

1 1 G1 G2 G3 1 C(s)
R(s)

H1

-1

Ringkasan

1. Pada sistem pengaturan diagram aliran sinyal biasanya digunakan untuk


penggambaran diagram sistem.

2. Grafik aliran sinyal merupakan sekumpulan persamaan aljabar linier melalui simpul
dan percabangan, dimana simpul menyatakan variabel atau sinyal pada sistem dan
cabang menghubungkan dua simpul dengan arah dan penguatan tertentu.
3. Grafik aliran sinyal mengandung informasi yang sama dengan diagram blok.

Latihan 3.9

Gambarkan grafik aliran sinyal dari diagram blok sistem berikut ini :

H2

R(s) - C(s)
G1 +- ++ G2 + G3

H1

3.8.2. Penguatan Mason

Pada bagian ini akan dibahas mengenai rumus penguatan Mason yang dapat
digunakan untuk menentukan hubungan antara variabel masukan dan variabel keluaran
sistem dari grafik aliran sinyalnya.

Grafik aliran sinyal mengandung informasi yang sama dengan diagram blok dari
suatu sistem. Melalui grafik aliran sinyal kita juga dapat menentukan fungsi alih loop
tertutup dari suatu sistem tanpa perlu melakukan reduksi diagram blok secara bertahap,
yaitu dengan menggunakan rumus penguatan Mason.

93
Rumus penguatan Mason, yang dapat diterapkan untuk semua penguatan diberikan
sebagai berikut :
1 m
P = ∑ Pk ∆ k
∆ k =1

dimana
Pk : penguatan lintasan maju ke k
∆ : determinan grafik
= 1 – (jumlah semua penguatan loop) + (jumlah hasil kali penguatan dari semua
kombinasi dua loop tak berhubungan yang mungkin) – (jumlah hasil kali
penguatan semua kombinasi tiga loop tak berhubungan) + ….

= 1 − ∑ L1 + ∑ L2 + ∑ L3 + ... + (− 1) ∑L
m
m

ΣL1 : jumlah penguatan setiap loop (tertutup)


ΣL2 : jumlah hasil kali penguatan dari semua kombinasi dua loop yang tak
berhubungan (tidak memiliki simpul bersama).
ΣL3 : jumlah hasil kali penguatan dari semua kombinasi tiga loop yang tak
berhubungan (tidak memiliki simpul bersama).
∆k : nilai ∆ bila bagian grafik tidak menyentuh lintasan meju ke k, atau nilai ∆ sisa
jika lintasan yang menghasilkan Pk dihilangkan.

Contoh 3.29
Dapatkan fungsi alih loop tertutup C(s)/R(s) dari diagram blok sistem berikut ini dengan
menggunakan rumus penguatan Mason.

H2

R - C
+- ++ G1 + G2 G3

H1

Gambar 3.15. Sistem contoh 3.29

94
Penyelesaian :
Grafik aliran sinyal dari diagram blok sistem diberikan sebagai berikut :

-H2

1 1 G1 G2 G3 1 C(s)
R(s)

H1

-1

Gambar 3.16. Grafik aliran sinyal

Pada sistem ini hanya terdapat satu lintasan maju antara masukan R(s) dan keluaran
C(s). Penguatan lintasan maju adalah : P1 = G1 G2 G3
Terdapat tiga buah loop. Penguatan masing-masing loop adalah :
L1 = G 1 G 2 H 1
L2 = − G 2 G3 H2

L 3 = − G1 G 2 G 3
Karena ketiga loop mempunyai cabang bersama, maka tidak terdapat loop bebas.
Sehingga determinan ∆ diberikan oleh :
∆ = 1 − ( L1 + L 2 + L 3 )

= 1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2 + G1G2 G3

Faktor ∆1 dari determinan sepanjang lintasan maju menghubungkan simpul masukan


dan simpul keluaran diperoleh dari ∆ dengan menghilangkan loop yang menyentuh
lintasan. Karena lintasan P1 menyentuh ketiga loop, diperoleh
∆1 = 1
Oleh karena itu, pengutan seluruhnya antara masukan R(s) dan keluaran C(s), atau
fungsi alih loop tertutup, diberikan oleh
C(s) P∆
=P= 1 1
R (s) ∆
G1G2 G3
=
1 − G1G2 H 1 + G2 G3 H 2 + G1G2 G3
Sama dengan fungsi alih loop tertutup dari reduksi diagram blok.

95
Ringkasan

1. Rumus penguatan Mason memudahkan dalam penentuan fungsi alih loop tertutup
suatu sistem dari grafik aliran sinyalnya, karena tanpa perlu melakukan reduksi
diagram blok secara bertahap.

2. Rumus penguatan Mason dapat digunakan untuk penyederhanaan diagram blok


suatu sistem

Latihan 3.10

Tinjau sistem yang direpresentasikan dalam benuk grafik aliran sinyal berikut :

1 1 1
C1 s R1 C2 s

1

R2

Dapatkan fungsi alih loop tertutup C(s) / R(s)

3.9. ILUSTRASI : MODEL MATEMATIKA SISTEM DINAMIK

3.9.1. Model Matematika Sistem Mekanik

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pembuatan model matematika dari
sistem mekanika baik dalam bentuk persamaan differensial, fungsi alih maupun diagram
blok. Pergerakan dari elemen sistem mekanika dapat dideskripsikan dalam beberapa
dimensi yaitu translasi, rotasi atau kombinasi antara translasi dan rotasi. Persamaan
gerakan pada sistem mekanika diperoleh berdasarkan Hukum Newton
3.9.1.1. Gerakan Translasi

96
Gerakan translasi didefinisikan sebagai suatu gerakan yang terjadi di sepanjang
garis lurus. Variabel yang digunakan untuk mendeskripsikan gerakan translasi adalah
percepatan, kecepatan dan perpindahan. Hukum dasar yang mengatur gerakan translasi
dari elemen sistem mekanika adalah Hukum kedua Newton.
Hukum kedua Newton untuk gerakan translasi menyatakan bahwa jumlah gaya yang
bekerja pada suatu benda dalam arah tertentu sama dengan hasil kali massa benda
tersebut dengan percepatannya dalam arah yang sama atau dinyatakan dalam
persamaan:
∑ F = m.a
Dimana F menyatakan gaya yang bekerja pada benda, m menyatakan massa benda dan
a menyatakan percepatan benda

Satuan untuk gaya, massa dan percepatan diberikan sebagai berikut :

Satuan Massa Percepatan Gaya


2
MKS kg m/det N
CGS gram cm/det2 dyne

Berikut ini kita akan menurunkan model matematika dari elemen sistem mekanika yang
mengalami gerakan translasi, yaitu :
3.9.1.1.1. Massa
Suatu benda dengan massa m ditarik oleh gaya f(t) sehingga megalami perpindahan
sepanjang y(t)
Persamaan Dinamik :
f (t ) = m . a (t )
m f(t)
dv(t ) d 2 y (t )
f (t ) = m . = m. (3.57)
y(t) dt dt 2

Gambar 3.17. Sistem gaya - massa

Transformasi laplace dari persamaan (3.57) :

F (s ) = m . s .V (s ) = m . s 2 .Y (s )
Fungsi alih system adalah rasio Y(s) terhadap F(s) yaitu :
Y (s ) 1
Fungsi alih = =
F (s ) ms 2

97
Diagram blok system adalah sebagai berikut :

F(s) 1 Y(s)
ms 2

3.9.1.1.2. Pegas linier


Suatu pegas ditarik oleh gaya f(t) sehingga pertambahan panjang sepanjang y(t)

Jika K adalah konstanta pegas dan T adalah


f(t) tegangan pegas maka persamaan dinamik
y(t)
sistem adalah :
Gambar 3.18. Sistem gaya - pegas

Persamaan dinamik :
f (t ) = T = K . y (t ) (3.58)
Transformasi laplace dari persamaan (3.8) :
F ( s ) = T ( s ) = K .Y ( s )
Fungsi alih sistem adalah rasio Y(s) terhadap T(s) yaitu :
Y (s ) 1
Fungsi alih = =
T (s ) K
Diagram blok system adalah sebagai berikut :

T(s) 1 Y(s)
K

3.9.1.1.3. Gesekan viskos


Suatu gesekan viskos yang mempunyai koefisien gesekan viskos B ditarik oleh gaya f(t)
hingga bergeser sejauh y(t).
Persamaan dinamik :
dy (t )
B f(t) f (t ) = B . (3.59)
dt
y(t)
Gambar 3.19. Sistem gaya - gesekan viskos

Transformasi laplace dari persamaan (3.59) :

98
F ( s ) = B . s .Y ( s )
Fungsi alih sistem adalah rasio Y(s) terhadap F(s) yaitu :
Y (s ) 1
Fungsi alih = =
F (s ) Bs
Diagram blok system adalah sebagai berikut :

F(s) Y(s)
1
Bs

3.9.1.2. Gerakan Rotasi

Gerakan rotasi didefinisikan sebagai suatu gerakan terhadap sumbu tertentu.


Variabel yang umum digunakan untuk mendeskripsikan gerakan rotasi adalah torsi T,
kecepatan sudut ω, dan perpindahan sudut θ.
Pengembangan hukum kedua Newton untuk gerakan rotasi menyatakan bahwa jumlah
momen atau torsi terhadap sumbu tertentu sama dengan hasil kali inersia dengan
percepatan sudut atau dinyatakan dalam persamaan :

∑T = J .α
dimana T menyatakan torsi , J menyatakan inersia dan α menyatakan percapatan sudut.

Satuan untuk torsi, inersia dan percepatan sudut diberikan sebagai berikut :

Satuan Massa Percepatan Gaya


MKS Kg.m2 rad/det2 N.m
CGS Gram.cm2 rad/det2 Dyne.cm

Berikut ini kita akan menurunkan model matematika dari elemen sistem mekanika yang
mengalami gerakan rotasi, yaitu :

3.9.1.2.1. Inersia

Suatu benda dengan inersia J dikenakan torsi sebesar T(t) sehingga berputar dengan
kecepatan sudut ω(t)

T w
Gambar 3.20. Sistem torsi - inersia

99
Persamaan dinamik :
T(t ) = J . α(t )
dω(t )
T (t ) = J . (3.60)
dt

dimana α(t) menyatakan percepatan sudut


Transformasi laplace dari persamaan (3.60) :
T (s ) = J . .s . ω( s )
Fungsi alih system adalah rasio ω(s) terhadap T(s) yaitu :
ω(s ) 1
Fungsi alih = =
T (s ) Js
Diagram blok sistem adalah sebagai berikut :

T(s) 1 ω(s )
Js

3.9.1.2.2. Pegas torsi

Suatu batang atau poros dengan konstanta pegas torsi K dikenakan torsi sebesar T(t)
sehingga mengalami perpindahan sudut θ(t)..

T Persamaan dinamik :
K
T (t ) = K . θ(t ) (3.61)
θ

Gambar 3.21. Sistem torsi – pegas torsi

Transformasi Laplace dari persamaan (3.61) :


T (s ) = K . Θ(s )
Fungsi alih sistem adalah rasio Θ(s ) terhadap T(s) yaitu :
Θ(s ) 1
Fungsi alih = =
T (s ) K

100
Diagram blok system adalah sebagai berikut :

T(s) 1 Θ(s )
K

3.9.1.2.3. Gesekan viskos

Suatu gesekan viskos yang mempunyai koefisien gesekan viskos B dikenakan torsi
sebesar T(t) sehingga mengalamio perpindahan sudut θ(t).

B
T

Gambar 3.22. Sistem gaya - gesekan

Persamaan dinamik :
dθ(t )
T (t ) = B . (3.62)
dt
Transformasi Laplace dari persamaan (3.62) :
T (s ) = B . s . Θ(s )
Fungsi alih sistem adalah rasio Ө(s) terhadap T(s) yaitu :
Θ(s ) 1
Fungsi alih = =
T (s ) Bs
Diagram blok system adalah sebagai berikut :

T(s) 1 Θ(s )
Bs

3.9.1.2.4. Roda gigi

Rangkaian roda gigi terdiri dari dua buah roda gigi yaitu roda gigi 1 dan roda gigi 2
dikopel bersama-sama dengan asumsi inersia dan gesekan viskos roda gigi diabaikan,
dapat dilihat seperti gambar berikut :

101
N1
T1

θ 1 , ω1
T2

θ 2 , ω2
N2
Gambar 3.23. Roda gigi

Jumlah gigi pada roda gigi 1 dan 2 masing-masing adalah N1 dan N2. Jari-jari roda gigi 1
dan 2 masing-masing adalah r1 dan r2 Perpindahan sudut dan kecepatan sudut dari roda
gigi 1 dan 2 masing-masing adalah θ1, ω1 dan θ2, ω2.Torsi pada roda gigi 1 dan 2
masing-masing adalah T1 dan T2.
Hubungan antara T1 dengan T2, θ1 dengan θ2, ω1 dengan ω2, r1 dengan r2, serta N1
dengan N2 adalah sebagai berikut :
T1 θ 2 N ω r
= = 1 = 2 = 1 (3.63)
T2 θ1 N2 ω1 r2
Dalam prakteknya, inersia dan gesekan viskos pada masing-masing roda gigi sering
tidak dapat diabaikan. Representasi ekivalen dari roda gigi dengan inersia dan gesekan
viskosnya dapat dilihat seperti gambar berikut :

N1
B1

J1 T1
T,
θ1 B2
θ2
T2 J2

N2

Gambar 3.24. Roda gigi dengan inersia dan gesekan viskosnya

T adalah torsi masukan yang dikenakan pada sisi roda gigi 1, T1 dan T2 masing-masing
adalah torsi yang ditransmisikan ke roda gigi 1 dan roda gigi 2, B1 dan B2 masing-

102
masing adalah koefisien gesekan viskos roda gigi 1 dan roda gigi 2 sedangkan J1 dan J2
masing-masing adalah inersia roda gigi 1 dan roda gigi 2.
Persamaan torsi untuk roda gigi 2 adalah

d 2 θ 2 (t ) dθ 2 (t )
T2 (t ) = J 2 2
+ B2 (3.64)
dt dt
Persamaan torsi untuk roda gigi 1 adalah

d 2 θ1 (t )  N1  dθ (t )
2 2
N1  N1 
T1 (t ) = T2 (t ) =   J 2
2
+   B2 1 (3.65)
N2  N2  dt  N2  dt

Persamaan torsi masukan pada sisi roda gigi 1 adalah

d 2 θ1 (t ) dθ1 (t )
T (t ) = J 1 + B1 + T1 (t )
dt 2 dt
Dengan mensubstitusikan nilai T1(t) ke persamaan T maka persamaan torsi pada sisi
roda gigi 1 menjadi

d 2 θ1 (t ) dθ1 (t )
T (t ) = J 1e 2
+ B1e (3.66)
dt dt
Dimana J1e dan B1e masing-masing adalah inersia ekivalen dan koefisien gesekan viskos
ekivalen dari rangkaian roda gigi mengacu pada poros roda gigi 1, yang besarnya adalah
2 2
N  N 
J 1e = J 1 +  1  J 2 dan B1e = B1 +  1  B2
 N2   N2 
Transformasi Laplace dari persamaan (3.66) :

T (s ) = J 1e s 2 Θ1 (s ) + B1e s Θ1 (s )
Jika T(t) dan θ1(t) masing-masing merupakan masukan dan keluaran untuk sistem
rangkaian roda gigi, maka fungsi alih dari sistem rangkaian roda gigi adalah
Θ(s ) 1
=
T (s ) J 1e s + B1e s
2

Diagram blok sistem adalah sebagai berikut :

T(s) 1 Θ(s )
J 1e s 2 + B1e s

103
Contoh 3.30

Sistem dashpot-massa-pegas yang dipasang pada kereta, dimana kereta dianggap dalam
kedaan diam pada t < 0. u(t) adalah perpindahan kereta dan merupakan masukan ke
sistem. Di t = 0 kereta digerakkan dengan kecepatan tetap. Perpindahan y(t) dari massa
adalah keluaran sistem.

u(t)

K y(t)

B m

Gambar 3.25. Sistem dashpot – massa - pegas

Model matematika dari sistem dashpot-massa-pegas dapat diturunkan sebagai berikut :


Hukum kedua Newton :
∑ F = m.a

 dy(t ) du (t )  d 2 y(t )
− B −  − K (y(t ) − u (t )) = m
 dt dt  dt 2

d 2 y (t ) dy (t ) du (t )
m 2
+B + K y (t ) = B + K u (t ) ( Pers. Differensial )
dt dt dt
Transformasi lapacenya :
(ms 2
)
+ Bs + K Y(s ) = (Bs + K ) U(s )
Fungsi alih sistem adalah rasio Y(s) terhadap U(s) yaitu :
Y(s ) Bs + K
=
U(s ) ms + Bs + K
2

Diagram blok dari system adalah sebagai berikut :

U(s) Bs + K Y(s)
ms + Bs + K
2

104
Latihan 3.11

1. Suatu sistem terdiri dari inersia beban dan gesekan viskos. T(t) adalah torsi yang
bekerja pada sistem dan merupakan masukan ke sistem. Sistem berputar dengan
kecepatan sudut ω(t) dan merupakan keluaran sistem. Dapatkan model matematika dari
sistem ini dalam bentuk fungsi alih.

J
ω
T

B
Dimana,
J = momen inersi beban
B = koefisien gesekan viskos

3.9.2. Model Matematika Sistem Elektrik


Pada bagian ini akan dibahas mengenai pembuatan model matematika dari
sistem elektrik baik dalam bentuk persamaan differensial, fungsi alih maupun diagram
blok. Sistem elektrik yang akan dibahas meliputi rangkaian listrik yang melibatkan
resistor, induktor, kapasitor dan operasional amplifier. Persamaan dinamik dari elemen
sistem elektrik diperoleh berdasarkan hukum arus dan tegangan Kirchoff.
Hukum dasar yang mengatur sistem elektrik adalah Hukum arus dan tegangan
Kirchoff. Hukum arus Kirchoff menyatakan bahwa jumlah arus yang memasuki suatu
simpul sama dengan jumlah arus yang meninggalkan simpul yang sama. Hukum
tegangan Kirchoff menyatakan bahwa jumlah tegangan dalam suatu loop sama dengan
nol. Model matematika dari suatu rangkaian listrik ini dapat diperoleh dengan
menerapkan salah satu atau kedua dari Hukum Kirchoff.

Elemen sistem elektrik terdiri dari :

Resistor

105
i(t)

ei(t) R Vr(t)

Gambar 3.26. Resistor

Persamaan dinamik : v R (t ) = R . i (t )

Transformasi Laplacenya : V R (s ) = R . I (s )
VR (s )
Fungsi alih : =R
I (s )
Diagram Blok :

I(s) VR(s)
R

Induktor

I(t)

ei(t) L vL(t)

Gambar 3.27. Induktor

di (t )
Persamaan dinamik : v L (t ) = L .
dt
Transformasi Laplacenya : V L (s ) = L .s . I (s )

V L (s )
Fungsi alih : = Ls
I (s )
Diagram Blok :

I(s) VL(s)
L.s

106
Kapasitor
I(t)

ei(t) C vC (t)

Gambar 3.28. Kapasitor

Persamaan dinamik : vC (t ) = i (t ) dt
1
C∫

Transformasi Laplacenya : VC (s ) = I (s )
1
Cs
Vc (s ) 1
Fungsi alih : =
I (s ) Cs
Diagram blok :

I(s) VL(s)
1
Cs

Operasional Amplifier

i1
v2
K
v1
i1 vo

Gambar 3.29. Operasional Amplifier

Sifat –sifat Operasional amplifier :


1. Gain sangat besar K= 10 5 sampai dengan 10 6 kali.
2. Mempunyai dua masukan yaitu masukan positif (v1) dan masukan negatif (v2).
3. Mempunyai impedansi masukan yang sangat besar sehingga arus input pada
masukan positif atau masukan negatif kecil sekali ≈ 0
4. Mempunyai keluaran vo = K ( v1 – v2 )

107
a. Non inverting amplifier

if R
f

i1 R1 i0
A
vo
vi

Gambar 3.30. Non inverting amplifier

Node A : if – i1 – i0 = 0
v A (t ) vo (t ) − v A (t )
ii (t ) = dan i f (t ) =
R1 Rf

kondisi ideal : i0 ≈ 0 dan ε=0

maka v A (t ) = vi (t )

sehingga
ii (t ) = i f (t )

v A (t ) vo (t ) − v A (t )
=
R1 Rf

vo (t ) v A (t ) v A (t )
= +
Rf R1 Rf

vo (t ) vi (t ) vi (t )
= +
Rf R1 Rf
 Rf 
vo (t ) = 1 +  vi (t )
 R1 

 Rf 
Transformasi laplacenya : Vo (s ) = 1 +  V1 (s )

 R1 

Vo (s ) Rf
Fungsi alih : = 1+
Vi (s ) R1

108
Diagram blok :

Vi(s) Vo(s)
Rf
R1 +
R1

b. Inverting amplifier

if Rf

i1 R1 i0
A
vi
vo

Gambar 3.31. Inverting amplifier

Node A : i1 – i0 – if = 0
vi (t ) − v A (t ) v A (t ) − vo (t )
ii (t ) = dan i f (t ) =
R1 Rf

kondisi ideal : i0 ≈ 0 dan v A (t ) = ε = 0 ,

sehingga
i1 (t ) = i f (t )

vi (t ) − v A (t ) v A (t ) − vo (t )
=
R1 Rf

vi (t ) v (t )
=− o
R1 Rf

Rf
vo (t ) = − vi (t )
R1

Rf
Transformasi Laplacenya : Vo (s ) = − Vi (s )
R1

Vo (s ) Rf
Fungsi alih : =−
Vi (s ) R1

109
Diagram blok :

Vi(s) Vo(s)
Rf

R1

Untuk mendapatkan fungsi alih dari inverting amplifier dapat dilakukan dengan
pendekatan impedansi. Tinjau rangkaian inverting amplifier berikut :

Z2(s)
I(s)
I(s)
Z1(s)

Vi(s)
V0(s)

Gambar 3.32. Inverting amplifier

Dari rangkaian inverting amplifier di atas kita dapatkan :


V1 (s ) = Z1 (s ). I (s ) V2 (s ) = − Z 2 (s ). I (s )
Sehingga fungsi alih dari rangkaian inverting amplifier di atas adalah
Vo (s ) Z (s )
=− 2
Vi (s ) Z1 (s )

Tabel berikut menunjukkan fungsi alih dari rangkaian inverting amplifier untuk
impedansi masukan Z1(s) dan impedansi keluaran Z2(s) yang bervariasi

110
Tabel 3.3. Fungsi alih Inverting Amplifier

Elemen input Elemen feedback Fungsi alih

R1 R2
R2
a −
R1
Z1 = R1 Z2 = R2

R1 C2
 1 1
b  − 
 R1C2  s
Z1 = R1 Z2 = C2

C1 R2
c (− R2C1 )s
Z1 = C1 Z2 = R2

R2
1
R1 −
R1C2
d C2 1
Z1 = R1 s+
1 1 R2C2
= + sC 2
Z2 R 2

R1 R2 C2
R2  s + 1 R2C2 
e −  
Z1 = R1 1 R1  s 
Z2 = R 2 +
sC 2
R1
R2
 1 
f − R2C1  s + 
C1
Z2 = R2  R1C1 
1 1
= + sC1
Z1 R 1

R1 R2
C1  1 
−  s + 
g C2  R1C1 
C1 C2 1
1 1 1 1 s+
= + sC1 = + sC 2 R2C2
Z1 R 1 Z2 R 2

111
Contoh 3.30

Perhatikan rangkaian operasional amplifier berikut.

C B
v1 R1 R2
vo
R3

Gambar 3.33. Rangkaian operasional amplifier contoh 3.30

Tentukan fungsi alih sistem Vo(s) / Vi(s)


Penyelesaian :
Tegangan di titik A dalam transformasi Laplace :

V A (s ) = Vi (s ) = Vi (s )
R1 sR1C1
1 sR1C1 + 1
+ R1
sC1
Tegangan di titik B dalam transformasi Laplace :
R3
VB ( s) = Vo ( s )
R2 + R3
Perhatikan bahwa :
V A (s ) − V B (s ) = K Vo (s )
Karena K nilainya sangat besar sekali, maka
V A (s ) = V B (s )

sR1C1 R3
Vi (s ) = Vo ( s )
sR1C1 + 1 R2 + R3
Sehingga fungsi alih dari rangkaian operasional amplifier adalah
 R2 
1 +  s
Vo (s ) R2 + R3 sR1C1
= 3
R
=
Vi (s ) R3 sR1C1 + 1 1
s+
R1C

112
Latihan 3.12

Perhatikan sistem rangkaian RC paralel berikut :

Jika eo(t) adalah keluaran sistem dan ei(t) adalah masukan sistem, maka tentukan model
matematika dari sistem rangkaian RC paralel ini dalam bentuk fungsi alih.

3.9.3 Model Matematika Sistem Elektromekanika

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pembuatan model matematika dari
sistem elektromekanika baik dalam bentuk persamaan differensial, fungsi alih maupun
diagram blok. Sistem elektromekanika merupakan gabungan dari sistem elektrik dan
sistem mekanika. Sistem elektromekanika yang akan dibahas meliputi elektrik plunger
dan motor DC.

3.9.3.1. Elektrik Plunger

Elektrik plunger merupakan suatu aktuator yang mentransfomasikan sinyal


listrik (tegangan) menjadi energi makanik. Elektrik plunger terdiri dari sebatang inti
besi yang salah satu ujungnya dihubungkan dengan pegas dan diikatkan pada dinding.
Inti besi terletak di dalam tabung yang dililiti kumparan yang dialiri arus listrik. Arus
listrik yang mengalir melalui kumparan akan menimbulkan medan magnetik dalam
plunger sehingga menimbulkan gaya pada massa inti besi yang menyebabkan massa inti
besi bergerak.

113
Gambar fisik dari elektrik plunger adalah sebagai berikut :

X
K

i
e
Gambar 3.34. Elektrik Plunger

Tegangan pada kumparan :


d i (t )
e(t ) = L p + R p i (t ) (3.66)
dt
Dimana
e(t) : tegangan kumparan
i(t) : arus kumparan
Lp : induktansi kumparan
Rp : resistansi kumparan
Transformasi Laplace dari persamaan (3.66) adalah
E (s ) = L p s I (s ) + R p I (s )

I (s ) 1
= (3.67)
E (s ) L p .s + R p

Diagram blok dari persamaan (3.67) :

E(s) 1 I(s)
L ps + R p

Medan magnet dalam Plunger :


μ o .N p .i (t )
B= (3.68)
2 π. p

dimana Np adalah jumlah kumparan dan lp adalah panjang kumparan

114
Gaya pada massa (inti besi) :
F = K p . B.m p (3.69)

dimana Kp adalah konstanta gaya plunger terhadap medan dan mp adalah massa plunger
Substitusi persamaan (3) ke persamaan (4) :
K p .m p .μ o .N p .i (t )
F = = K p . i (t )
2 π. p

Dalam hal ini Kp adalah konstanta gaya plunger terhadap arus.


Dalam praktek Kp ditentukan berdasarkan percobaan sebagai berikut :

X
K

A pegas yang telah diketahui K nya

Gambar 3.35. Elektrik Plunger


Menentukan Kp berdasarkan percobaan

Tegangan sumber e(t) diatur besarnya, arus i(t) diukur dan gaya diperhitungkan
berdasarkan besarnya simpangan X (F = K. X).
Dari beberapa pengukuran dibuat kurva hubungan F = f(i)
F
F3
Kp = rata-rata F
F2
∆F
Kp ≈
F1 ∆i

I1 I2 I3

Harga Kp dapat dianalisa dengan metode statistik yaitu dengan Regresi Linier

F = a + b.i
0 Kp

Sehingga

115
F = Kp . i(t) (3.70)

Transformasi Laplacenya : F(s) = Kp . I(s)

Diagram blok dari persamaan (5) adalah

I(s) F(s)
Kp

Gaya yang bekerja pada sistem :


d2 x
F − Fpegas − Fdamper = m p .
dt 2
d 2x dx
F = mp. + Bp. + Kx (3.71)
dt 2 dt
Dimana,
mp = massa plunger
Bp = konstanta peredam viskos
x = perpindahan punger
Transformasi Laplace dari persamaan (6) adalah
(
F(s ) = m p s 2 + B p s + K X(s ) )
1
X(s) = F(s) (3.72)
m p .s + B p .s + K
2

Diagram blok dari persamaan (7) adalah

F(s) 1 X(s)
m p .s 2 + B p .s + K

Blok diagram blok total system diperoleh dengan menggabungkan diagram blok dari
persamaan (3.67), (3.70), dan (3.72) berdasarkan aliran sinyalnya yaitu sebagai berikut :

E(s) 1 1 X(s)
Kp
Lps + Rp m p .s 2 + B p .s + K

116
Disederhanakan menjadi :

E(s) Kp X(s)
(L s + R )(m
p p p .s 2 + B p .s + K )
Sehingga fungsi alih dari elektrik plunger adalah :

X (s) Kp
=
E (s) ( )(
L p .s + R p m p .s 2 + B p .s + K ) )
X (s ) Kp
=
E (s ) L p .m p .s 3 + L p .B p .s 2 + L p .K .s + K p .m p .s 2 + R p .B p .s + R p .K

Dalam bentuk persamaan differensial, model matematik Plunger dapat ditulis sebagai
berikut :

{L p .m p .s
3
( ) ( ) }
+ L p .B p + R p .m p s 2 + L p .K + R p .B p s + R p .K X ( s ) = K p .E ( s )

d 3 x(t ) d 2 x(t ) dx(t )


L p .m p + ( L p .B p + R p .m p ) + ( L p .K + R p .B p ) + R p .K .x(t ) = K p .e(t )
dt 3 dt 2 dt

karena :
di (t )
Lp
dt
<< R p i(t ) ( L p << R p )
d 2 x(t ) dx(t )
mp << B p
dt 2 dt

d 2x
mp << K x(t )
dt 2
Dalam bentuk penyederhanaan Plunger dinyatakan pula sebagai :

X ( s) Kp
=
E ( x) R p ( B p .s + K )

3.9.3.2. Motor DC dengan Penguat Medan Konstan

Diagram skematik dari motor DC penguat medan konstan adalah sebagai berikut :

117
Ra La

θ,ω
ea T J
if
ia
B

Gambar 3.36. Diagram skematik motor DC penguat medan konstan

Dimana
La = induktansi kumparan jangkar
Ra = resistansi kumparan jangkar
ia = arus kumparan jangkar
if = arus medan
θ = perpindahan sudut dari poros motor
ω = kecepatan sudut dari poros motor
ea = tegangan kumparan jangkar
eggl = tegangan gaya gerak listrik balik
J = momen inersia ekivalen dari motor dan beban pada poros motor
B = koefisien geseken viskos ekivalen dari motor dan beban pada poros motor

Rangkaian kumparan jangkar :

ia
+ La Ra +
ea_ _eggl

Gambar 3.37. Rangkaian kumparan jangkar

Persamaan differensial pada rangkaian kumparan jangkar adalah :


dia (t )
ea (t ) − e ggl (t ) = La . + Ra. ia (t ) (3.73)
dt
Transformasi laplacenya dari persamaan (3.73) adalah
E a ( s ) − E ggl ( s ) = ( La.s + Ra ) I ( s )

118
I (s) =
1
La.s + Ra
(
E a ( s ) − E ggl ( s ) ) (3.74)

Diagram blok dari persamaan (3.74) adalah

Ea(s) 1 I(s)
+-
La . s + Ra

Eggl(s)

Torsi pada motor :


Torsi T yang dihasilkan motor adalah berbanding lurus dengan hasil kali dari arus
kumparan jangkar dan medan magnetik yang dihasilkan oleh penguat medan, yang
berbanding lurus dengan arus medan atau
μ f .n f .i f (t )
B= = K B i f (t )
2 π.lf
Dimana KB adalah konstanta medan magnetik.
Sehingga torsi T dapat ditulis sabagai berikut :
T = K B i f (t ) i a (t ) l a ra n a = K TM i f (t ) ia (t )

KTM adalah konstanta torsi motor.


Karena arus medan if konstan maka
T = K TM ia (t ) (3.75)
Transformasi Laplace dari persamaan (3.75) adalah
T (s ) = K TM I a (s ) (3.76)
Diagram blok dari persamaan (3.76) adalah

Ia(s) T(s)
KTM

Torsi yang dihasilkan motor bekerja terhadap inersia dan gesekan viskos, sehingga

d 2 θ(t ) dθ(t )
T =J +B (3.77)
dt 2 dt
Atau
dω(t )
T =J + B ω(t ) (3.78)
dt

119
Transformasi Laplace dari persamaan (3.77) adalah

T (s ) = Js 2 Θ(s ) + Bs Θ(s )

Θ(s ) = T (s )
1
(3.79)
Js + Bs
2

Diagram blok dari persamaan (3.79) adalah

T(s) 1 Θ(s )
Js 2 + Bs

Transformasi Laplace dari persamaan (13) adalah


T (s ) = Js Ω(s ) + BΩ(s )

Ω(s ) = T (s )
1
(15)
Js + B
Diagram blok dari persamaan (15) adalah

T(s) 1 Ω(s )
Js + B

Besarnya tegangan gaya gerak listrik adalah berbanding lurus dengan hasil kali dari
arus medan dan kecepatan sudut motor, yaitu
dθ(t )
e ggl (t ) = K . i f (t ).
dt
dimana K adalah kostanta
Karena arus medan konstan maka
dθ(t )
e ggl (t ) = K g . (16)
dt
atau
e ggl (t ) = K g . ω(t )

(17)
dimana Kg adalah konstanta tegangan gaya gerak listrik balik
Transformasi Laplace dari persamaan (16) adalah
E ggl (s ) = K g . s . Θ(s ) (18)

Diagram blok dari persamaan (18) adalah

120
Θ(s ) E ggl (s )
Kg.s

Transformasi Laplace dari persamaan (17) adalah


E ggl (s ) = K g . Ω(s ) (19)

Diagram blok dari persamaan (19) adalah

Ω(s ) E ggl (s )
Kg

Untuk keperluan pengaturan posisi motor DC maka diagram blok total sistem diperoleh
dengan menggabungkan diagram blok dari persamaan (9), (11), (14) dan (18)
berdasarkan aliran sinyalnya, seperti berikut :

Ea(s)
1 Ia(s) T(s) 1 Θ(s )
+- KTM
La . s + Ra Js + Bs
2

Kg.s
Eggl(s)

Gambar (7). Diagram blok yang diperoleh dari persamaan (9), (11), (14) dan (18)

Fungsi alih loop tertutup Θ(s) / Ea(s) dapat dihitung sebagai berikut :
K TM
Θ (s )
=
(La . s + Ra ) (Js 2 + Bs )
E a (s ) K TM . K g . s
1+
(La . s + Ra ) (Js 2 + Bs )
K TM
=
(La . s + Ra ) (Js 2 + Bs )+ (K TM . K g . s )
K TM
=
[
s (La . s + Ra )( Js + B ) + K TM . K g ]

Sehingga diagram blok pada gambar (7) dapat disederhanakan menjadi

Ea(s) K TM Θ(s )
[
s (La . s + Ra )( Js + B ) + K TM . K g ]
121
Gambar (8). Penyederhanaan diagram blok gambar (7)
Untuk keperluan pengaturan kecepatan putar motor DC maka Diagram blok total sistem
diperoleh dengan menggabungkan diagram blok dari persamaan (9), (11), (14) dan (18)
berdasarkan aliran sinyalnya seperti berikut :

Ea(s)
1 Ia(s) T(s) 1 Ω(s )
+- KTM
La . s + Ra Js + B

Kg
Eggl(s)

Gambar (9). Diagram blok yang diperoleh dari persamaan (9), (11), (14) dan (18)

Fungsi alih loop tertutup Ω(s) / Ea(s) dapat dihitung sebagai berikut :
K TM
Ω(s )
=
(La . s + Ra )(Js + B )
E a (s ) K TM . K g
1+
(La . s + Ra )(Js + B )
K TM
=
(
(La . s + Ra )(Js + B ) + K TM . K g )

Sehingga diagram blok pada gambar (9) dapat disederhanakan menjadi

Ea(s) K TM Ω(s )
(La .s + Ra )(Js + B) + (K TM . K g )

Gambar (10). Penyederhanaan diagram blok gambar (9)

122
LATIHAN

1. Dapatkan model matematika dalam bentuk diagram blok dari Motor DC dengan
penguatan medan konstan yang dihubungkan pada beban melalui roda gigi berikut ini :

Dimana,
La = induktansi kumparan jangkar
Ra = resistansi kumparan jangkar
ia = arus kumparan jangkar
if = arus medan
θm = perpindahan sudut dari poros motor
θb = perpindahan sudut dari poros beban
ωm = kecepatan sudut dari poros motor
ωb = kecepatan sudut dari poros beban
ea = tegangan kumparan jangkar
eggl = tegangan gaya gerak listrik balik
J = momen inersia motor pada poros motor
Jb = momen inersia beban pada poros beban
Bm = koefisien geseken viskos motor pada poros motor
Bb = koefisien geseken viskos beban pada poros beban
N1 = jumlah gigi pada roda gigi 1
N2 = jumlah gigi pada roda gigi 2

123

Anda mungkin juga menyukai