Anda di halaman 1dari 45

Peta Jalan

Pengembangan
Industri Alat Kesehatan
2024-2035

Direktorat Ketahanan Sediaan Farmasi & Alat Kesehatan


Direktorat Jenderal Kefarmasian & Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

2023
Daftar Isi

i
Bab I: Pendahuluan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki Visi “Menciptakan Manusia yang Sehat,


Produktif, Mandiri, dan Berkeadilan”, di mana salah satu Misinya adalah “Meningkatkan
Kemandirian dan Penggunaan Produk Farmasi dan Alat Kesehatan Dalam Negeri”, dengan
salah satu dari 17 Sasaran Strategis menyebutkan “Memperkuat Produksi Alat Kesehatan,
Bahan Baku Obat, Obat, Obat Tradisional, dan Vaksin di Indonesia”.
Kemenkes telah memiliki rencana transformasi sistem kesehatan 2021-2024 yang
dicantumkan dalam 5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan 6
Pilar Transformasi. Transformasi Sistem Kesehatan 2021-2024 memiliki Visi yang sejalan
dengan Visi Presiden Republik Indonesia, yaitu “Mewujudkan Masyarakat yang Sehat,
Produktif, Mandiri, dan Berkeadilan”.

Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan


Industri Farmasi dan Alat Kesehatan menjadi titik awal dari upaya membangun kemandirian
alat kesehatan nasional. Presiden Republik Indonesia dalam INPRES tersebut
menginstruksikan kepada 12 menteri dan kepala badan (2 menteri koordinator, 7 menteri, dan
3 kepala badan) terkait kemandirian dan peningkatan daya saing industri farmasi dan alat
kesehatan dalam negeri melalui percepatan pengembangan industri farmasi dan alat
kesehatan. INPRES ini masih menggunakan nomenklatur kementerian koordinator,
kementerian, dan badan yang lama sehingga perlu disesuaikan kepada nomenklatur terbaru.
Selain itu juga perlu ditambahkan satu badan baru yang terlibat yaitu Badan Riset dan Inovasi
Nasional (BRIN).
INPRES tersebut memberikan amanah penugasan Kemenkes sebagai berikut:
1. Menyusun dan menetapkan Rencana Aksi Pengembangan Industri Alat Kesehatan;
2. Memfasilitasi pengembangan industri alat kesehatan;
3. Mendorong dan mengembangkan penyelenggaraan riset dan pengembangan alat
kesehatan dalam rangka kemandirian industri Alat Kesehatan;

1
4. Memprioritaskan penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri melalui e-tendering
dan e-purchasing berbasis e-catalogue;
5. Mengembangkan Sistem Data dan Informasi secara terintegrasi yang berkaitan dengan
kebutuhan produksi dan distribusi alat kesehatan, pelayanan kesehatan, serta Industri alat
kesehatan;
6. Menyederhanakan sistem dan proses perizinan dalam pengembangan alat kesehatan;
7. Melakukan koordinasi dengan BPJS Kesehatan.
Tujuan
Amanat INPRES Rencana Aksi
Pengembangan Target Kinerja Instansi Terkait
No.6 Tahun 2016 Program (RAP)
Industri Kesehatan
1. Menyusun dan Merumuskan Strategi Pembentukan TIM SK Tim Pokja Kemenkes
menetapkan Utama percepatan POKJA Pengembangan Asosiasi Industri
rencana aksi pertumbuhan industri Pengembangan Industri Alat Perguruan Tinggi /
pengembangan alat kesehatan dalam Industri Alat Kesehatan Dalam Lembaga
industri alat negeri agar mampu Kesehatan Dalam Negeri dirilis Penelitian
kesehatan menghasilkan alat Negeri maksimal akhir tahun
kesehatan yang pertama RAP, dan
memenuhi mencakup
persyaratan keterwakilan seluruh
keamanan, mutu dan stakeholder alat
manfaat, memiliki kesehatan di
daya saing serta Indonesia.
terjangkau oleh Memantau dan Laporan implementasi Pokja
masyarakat mengevaluasi Rencana Aksi Pengembangan
implementasi Program Industri Alat
Rencana Aksi Pengembangan Kesehatan
Pengembangan Industri Alat
Industri Alat Kesehatan,
Kesehatan, affirmative action
melakukan analisis,
dan menyusun
affirmative action
2. Memfasilitasi Meningkatkan Pemetaan Tersedianya data Kemenristek
pengembangan kapasitas dan kebutuhan kapasitas Infrastruktur DIKTI
industri alat kapabilitas Sumber dan kapabilitas pengembangan Kemenkes
kesehatan Daya Manusia di Sumber Daya Sumber Daya Asosiasi Terkait
bidang alat kesehatan Manusia di bidang Manusia alat
alat kesehatan dan kesehatan
menyusun rencana
pengembangan
bersama
Meningkatkan Jumlah Informasi Peluang Tersedianya data BKPM
Industri dan Kapasitas Investasi di Bidang peluang investasi Kemenkes
Produksi Alat Industri Alat produk alat kesehatan Kemenperin
Kesehatan Subtitusi Kesehatan potensial berdasarkan Asosiasi Industri
Impor Peta Kebutuhan Alat Kesehatan
Substitusi Impor Alat
Kesehatan yang
diintegrasikan dengan
Peta Jalan Sinergitas
Industri.
Meningkatkan jumlah Mendorong jumlah Tersedianya Kemenkes
dan kapasitas fasilitas kapasitas: laboratorium uji alat Kemenperin
pendukung produksi • Laboratorium uji kesehatan dan
alat kesehatan alat kesehatan fasilitas sterilisasi
• Fasilitas sterilisasi bersama yang telah
bersama terakreditasi dengan
biaya terjangkau,
serta memiliki
kapasitas sesuai
kebutuhan industri
alat kesehatan.
Meningkatkan Jenis Pembinaan Jumlah industri yang Kemenkes
Alat Kesehatan kemampuan industri tersertifikasi CPAKB Asosiasi Industri
Produksi Lokal dalam meningkatkan tumbuh minimal 25% Alat Kesehatan
keamanan dan mutu dari jumlah tahun
produk sebelumnya.

2
Tujuan
Amanat INPRES Rencana Aksi
Pengembangan Target Kinerja Instansi Terkait
No.6 Tahun 2016 Program (RAP)
Industri Kesehatan
3. Mendorong dan Meningkatkan Jenis Bimbingan Teknik Database hasil riset Kemenkes
mengembangkan Alat Kesehatan (BIMTEK) Hilirisasi (Web Basis) dari Akademisi/Peneliti
penyelenggaraan Produksi Lokal Hasil Riset seluruh peneitian Kemenristek
riset dan melalui komersialisasi Perguruan Tinggi dan DIKTI
pengembangan penelitian perintis. Lembaga riset yang BPPT
alat kesehatan terkait alat kesehatan
dalam rangka untuk 3 tahun terakhir
kemandirian Temu Bisnis ABG Kerja sama Kemenkes
industri alat (Akademi, Bisnis, Komersialisasi hasil Akademisi/Peneliti
kesehatan Government) riset antara Asosiasi Industri
Akademisi dengan Alat Kesehatan
Industri
Meningkatkan jenis Melakukan Tersedianya data Kemenkes
alat kesehatan koordinasi dengan industri yang memiliki Kemenperin
produksi lokal melalui Kementerian basis fasilitas
reverse engineering Perindustrian terkait produksi yang dapat
(amati, tiru, jenis industri yang bertransformasi
modifikasi) memiliki basis menjadi produsen alat
fasilitas produksi kesehatan substitusi
yang dapat impor
bertransformasi
menjadi produsen
alat kesehatan
substitusi impor
Meningkatkan jenis • Fasilitasi kegiatan Tersedianya rencana Kemenko
alat kesehatan dan pameran baik kegiatan dan Perekonomian
produksi lokal melalui di dalam maupun pameran baik di Kemenkes
joint operation luar negeri dalam maupun di luar Kemenlu
sebagai ajang negeri sebagai ajang Kemendag
temu bisnis, baik temu bisnis, baik
bersifat B to B bersifat B to B
maupun G to G maupun G to G
• Mendorong
importir menjadi
produsen
Mendorong berdirinya Berdirinya Meningkatnya jumlah Kemenkes
laboratorium uji laboratorium uji laboratorium uji Badan
produk dan lembaga produk dan lembaga produk dan lembaga Standarisasi
sertifikasi produk sertifikasi produk sertifikasi produk Nasional
(LSPro) ruang lingkup (LSPro) ruang (LSPro) ruang lingkup Asosiasi Lembaga
alat kesehatan yang lingkup alat alat kesehatan yang Sertifikasi
terakreditasi dalam kesehatan yang terakreditasi dalam Indonesia (ALSI)
rangka sertifikat alat terakreditasi dalam rangka sertifikasi alat ASPAKI
kesehatan produksi rangka sertifikasi kesehatan produksi GAKESLAB
dalam negeri alat kesehatan dalam negeri
produksi dalam
negeri
4. Memprioritaskan Meningkatkan Pangsa Penyusunan Buku Terbitnya Buku Kemenkes
penggunaan Pasar Produk Alat Katalog Alat Katalog yang Asosiasi Industri
produk alat Kesehatan Lokal Kesehatan Dalam mencakup seluruh
kesehatan dalam Negeri alat kesehatan
negeri melalui e- produksi Indonesia
tendering dan e- terbaru pada setiap
purchasing akhir tahun
berbasis e- Pameran Alat Pameran Kemenkes
catalogue Kesehatan Produksi diselenggarakan rutin Asosiasi Industri
Indonesia setiap tahun dengan
target realisasi
prospek kerja
sama/pembelian
tumbuh 50% dari
nominal pembelian di
pameran tahun
sebelumnya
Sosialisasi 1. Tersedianya data LKPP
Peningkatan pembelian alat Kemenkes
Penggunaan Alat kesehatan produksi Fasyankes

3
Tujuan
Amanat INPRES Rencana Aksi
Pengembangan Target Kinerja Instansi Terkait
No.6 Tahun 2016 Program (RAP)
Industri Kesehatan
Kesehatan Dalam dalam negeri dari Asosiasi Industri
Negeri kepada LKPP
Fasilitas Pelayanan 2. Pertumbuhan
Kesehatan jumlah pembelian
(Fasyankes) dan alat kesehatan
Tenaga Kesehatan produksi dalam
(Nakes) negeri oleh
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan milik
pemerintah dan
BUMN didorong
menuju minimal
100% dari tahun
sebelumnya
3. Koordinasi dengan
LKPP dan Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan agar
pelaksanaan
jaminan kesehatan
mengutamakan
menggunakan
produk dalam
negeri
Penyampaian Peningkatan jumlah Kemenkes
usulan alat alat kesehatan dalam LKPP
kesehatan dalam negeri di dalam e- Asosiasi Industri
negeri untuk masuk catalogue didorong
ke dalam e- menuju minimal 50%
catalogue dari tahun
sebelumnya
5. Mengembangkan Meningkatkan Pangsa Peta Kebutuhan 1. Inventarisasi Kemenkes
sistem data dan Pasar Produk Alat Substitusi Impor Alat kebutuhan seluruh Asosiasi Industri
informasi secara Kesehatan Lokal Kesehatan yang alat kesehatan
terintegrasi yang dibutuhkan (web yang dibutuhkan
berkaitan dengan basis) Fasilitas Pelayanan
kebutuhan Kesehatan milik
produksi dan Pemerintah dan
distribusi alat BUMN
kesehatan, 2. Inventarisasi
pelayanan seluruh produk alat
kesehatan, serta kesehatan impor
industri alat yang digunakan
kesehatan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan milik
Pemerintah dan
BUMN maksimal 3
bulan setelah tahun
berjalan
3. Inventarisasi data
kemampuan
seluruh industri alat
kesehatan produksi
dalam negeri
(mencakup rencana
pengembangan
dan jenis produk
yang diproduksi)
Pemetaan Pangsa Identifikasi pangsa Kemenkes
Pasar Alat pasar semua kategori
Kesehatan alat kesehatan di
Indonesia seluruh Indonesia 3
tahun terakhir (web
basis)
6. Menyederhanakan Meningkatkan Percepatan waktu Layanan perizinan Kemenkes
sistem dan proses Investasi di bidang layanan perizinan semua kategori alat
perijinan dalam Alat Kesehatan alat kesehatan kesehatan produksi
dalam negeri dalam negeri lebih

4
Tujuan
Amanat INPRES Rencana Aksi
Pengembangan Target Kinerja Instansi Terkait
No.6 Tahun 2016 Program (RAP)
Industri Kesehatan
pengembangan cepat dengan target
alat kesehatan maksimal 30 hari
Asistensi Tata Cara Menurunnya tingkat Kemenkes
Perizinan Alat kesalahan industri
Kesehatan alat kesehatan dalam
mengisi dokumen
registrasi dengan
target zero default
7. Melakukan Meningkatkan Pangsa Pemetaan Inventarisasi seluruh Kemenkes
koordinasi dengan Pasar Produk Alat Kebutuhan BPJS kebutuhan BPJS
BPJS Kesehatan Kesehatan Lokal untuk Produksi Alat untuk Produksi Alat
kesehatan Dalam kesehatan Dalam
Negeri sebagai Negeri melalui
Substitusi Impor Kegiatan FGD
Kemenkes, BPJS
Kesehatan, Asosiasi
dan Industri Alat
Kesehatan sehingga
penggunaan alat
kesehatan dalam
negeri substitusi
impor dapat
meningkat minimal
30% dari tahun
sebelumnya

Rencana Aksi untuk menjawab penugasan INPRES tersebut telah dituangkan secara holistik
dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 17 Tahun 2017 tentang
Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan yang ditetapkan
pada tanggal 27 Februari 2017.

A. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025;
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5036);
4. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
5. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 10);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2020-2024.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 17 Tahun 2017 tentang Rencana
Aksi Pengembangan Industri Farmasi Dan Alat Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar
Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;

5
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
12. Peraturan Menteri Kesehatan 1190/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat
Kesehatan dan PKRT;
13. Peraturan Menteri Kesehatan 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Sertifikat Produksi Alat
Kesehatan dan PKRT;
14. Peraturan Menteri Kesehatan 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan dan PKRT;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1258/2022 tentang Substitusi
Alat Kesehatan Impor dengan Alat Kesehatan Dalam Negeri pada Katalog Elektronik
Sektoral Kesehatan;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/V/2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025;
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019;
18. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Strategis Kementerian/ Lembaga Tahun 2020-2024.

B. Regulasi Kemandirian Alat Kesehatan


Industri kesehatan secara khusus industri alat kesehatan sebagai industri sektor strategis
yang merupakan salah satu pilar pembangunan bangsa dan memainkan peranan strategis
dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Ekosistem regulasi kemandirian
alat kesehatan terdiri dari regulasi lintas sektoral sebagai berikut:
1. Undang-undang 1945
a. Pasal 34 ayat (3):
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
a. Pasal 46:
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
b. Pasal 98:
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu,
dan terjangkau.
c. Pasal 104:
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan khasiat/kemanfaatan.
d. Pasal 106 ayat (1), perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja Pasal 60 ayat (4):
Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi Perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
e. Pasal 106 ayat (2), perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja Pasal 60 ayat (4):
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai

6
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan
a. Pasal 18:
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kefarmasian
dan alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pasal 19:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
(1) perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi,
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola
perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
(2) pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi,
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola
perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
(3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi
dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan
kefarmasian;
(4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan
distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan
kefarmasian;
(5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi
sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
(6) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan; dan
(7) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
a. Pasal 85:
Untuk pemberdayaan Industri dalam negeri, Pemerintah meningkatkan
penggunaan produk dalam negeri.
b. Penjelasan Pasal 85:
Peningkatan penggunaan produk dalam negeri dilakukan dalam rangka lebih
menjamin kemandirian dan stabilitas perekonomian nasional, serta meningkatkan
pemberdayaan masyarakat;
c. Pasal 86 ayat 1:
Produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 wajib digunakan
oleh:
(1) lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa
apabila sumber pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan

7
belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, termasuk
pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri; dan
(2) badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha
swasta dalam pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya berasal dari
anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan
belanja daerah dan/atau pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama
antara Pemerintah dengan badan usaha swasta dan/atau
mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri
a. Pasal 57:
Produk Dalam Negeri wajib digunakan oleh pengguna Produk Dalam Negeri
sebagai berikut:
(1) lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
lembaga pemerintah lainnya, dan satuan kerja perangkat daerah dalam
pengadaan Barang/Jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari
anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan
belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau
luar negeri; dan
(2) badan usaha milik negara, badan hukum lainnya yang dimiliki negara,
badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta dalam pengadaan
Barang/Jasa yang:
1. pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
2. pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah
Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha; dan/atau
3. mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
b. Pasal 58 ayat (1):
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 dilakukan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pengadaan
Barang/Jasa.
c. Pasal 58 ayat (2):
Pengguna Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 harus
memberikan informasi mengenai rencana kebutuhan tahunan Barang/Jasa yang
akan digunakan.
d. Pasal 58 ayat (3):
Rencana kebutuhan tahunan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi spesifikasi teknis, jumlah, harga, dan pelaksanaan pengadaan
Barang/Jasa.
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, dengan perubahan berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
a. Pasal 4:
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
(1) menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan,
diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
(2) meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
(3) meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi;
(4) meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
(5) mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil
penelitian;

8
(6) meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
(7) mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan
kesempatan berusaha; dan
(8) mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
b. Pasal 19 ayat (1):
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK barang/jasa menggunakan:
(1) produk dalam negeri;
(2) produk bersertifikat SNI;
(3) produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam
negeri; dan
(4) produk ramah lingkungan hidup.
c. Pasal 66 ayat (1):
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam
negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
d. Pasal 66 ayat (2):
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan
nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat
Perusahaan (BMP) paling sedikit 40% (empat puluh persen).
e. Pasal 66 ayat (3a):
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan pada tahap Perencanaan Pengadaan, Persiapan Pengadaan, atau
Pemilihan Penyedia.
f. Pasal 66 ayat (5):
Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal:
(1) barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau
(2) volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.
g. Pasal 66 ayat (6):
LKPP dan/atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperbanyak
pencantuman produk dalam negeri dalam katalog elektronik.
7. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
a. Bagian PERTAMA poin 2:
Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang menggunakan produk dalam negeri di Kementerian/Lembaga
atau Pemerintah Daerah.
b. Bagian PERTAMA poin 3:
Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan paling sedikit 40% (empat
puluh persen) nilai anggaran belanja barang/jasa untuk menggunakan produk
Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
c. Bagian PERTAMA poin 7:
Menyampaikan program pengurangan impor paling lambat pada tahun 2023
sampai dengan 5% (lima persen) bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah yang masih melakukan pemenuhan belanja melalui impor.
d. Bagian PERTAMA poin 10:
Mengumumkan seluruh belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Sistem
Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan mengisi E-Kontrak pada Sistem Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE).

9
8. Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Katalog Elektronik
a. Lampiran I bagian E nomor 2.a.1) b):
b. Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri
c. Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka PPK/PP yang akan melakukan E-
Purchasing Katalog memilih barang/jasa pada Katalog Elektronik dengan
urutan/prioritas sebagai berikut:
(1) Apabila barang/jasa yang dibutuhkan pada Katalog Elektronik terdapat
produk dalam negeri yang memiliki jumlah nilai TKDN dan nilai BMP
minimal 40% (empat puluh persen) maka PPK/PP memilih produk dalam
negeri dengan nilai TKDN paling sedikit 25% (dua puluh lima persen);
(2) Dalam hal kondisi pada angka (1) di atas tidak dapat dipenuhi maka
PPK/PP dapat memilih produk dalam negeri dengan nilai TKDN kurang
dari 25% (dua puluh lima persen);
(3) Dalam hal kondisi pada angka (1) dan (2) di atas tidak dapat dipenuhi
maka PPK/PP dapat memilih produk dengan label PDN namun belum
mempunyai nilai TKDN;
(4) Dalam hal kondisi pada angka (1), (2), dan (3) di atas tidak dapat dipenuhi
maka PPK/PP dapat memilih produk impor; dan
(5) Dalam hal kondisi pada angka (1), (2), (3), dan (4) di atas tidak dapat
dipenuhi maka PPK/PP dapat menggunakan metode lain selain E-
Purchasing Katalog sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Kajian Komparatif Regulasi dan Kebijakan Negara Lain


Pemetaan perbandingan (benchmarking) kebijakan dengan negara-negara lain adalah
sebagai berikut:
Malaysia Jepang Tiongkok India
Proporsi Impor 75-80%
ekspor-impor Ekspor USD 2,1 juta
Memfasilitasi
terbentuknya
“sandbox” antar
pengusaha dan Industri dalam negeri
Pemberian lahan universitas: dengan nilai tambah
gratis untuk 1. Menguatkan posisi sedang dan tinggi
perusahaan rintisan sebagai basis akan didominasi oleh
Impor tidak dibatasi
dengan masa pakai produksi regional perusahaan
Strategi dan bea impor 0%;
berjangka dan sedangkan industri multinasional
pengembangan tidak ada preferensi
kewajiban bagi hasil lokal mulai berorientasi domestik;
produksi produk impor maupun
setelah diperoleh memproduksi alkes memperbanyak
lokal
keuntungan (dengan berteknologi produk khusus pasar
waktu yang sedang dan tinggi India dengan fokus
ditetapkan) 2. Penyediaan bahan pada harga
baku dan terjangkau
komponen olah
melalui industri
hulu
Impor tidak dibatasi, Bea impor alkes lebih
Impor tidak dibatasi
Regulasi impor namun perizinan murah daripada bea
Impor tidak dibatasi, dan bea impor 0%;
dan distribusi relatif lama; impor komponen;
namun produk dalam tidak ada preferensi
penggunaan preferensi produk tidak ada preferensi
negeri diutamakan produk impor maupun
produk dalam negeri dengan resmi bagi barang
lokal
target 70% impor maupun lokal
Pembebasan pajak Pengurangan pajak
Insentif pajak penghasilan korporasi penghasilan korporasi
berbatas waktu dari 25% menjadi

10
Malaysia Jepang Tiongkok India
melalui beragam 15% dan insentif
skema insentif dan spesifik untuk setiap
pembebasan bea kawasan ekonomi
impor dan pajak khusus
penjualan untuk
bahan baku dan/atau
mesin untuk proses
produksi
Izin kepemilikan asing
100%, kebebasan
Regulasi
repatriasi dana dan Izin kepemilikan asing
kepemilikan
kebebasan 100%
asing
mempekerjakan
tenaga asing
Pengembangan Pengembangan Pengembangan
Pengembangan industri alkes industri alkes industri alkes
pasar berorientasi pada berorientasi pada berorientasi pada
ekspor laissez-faire ekspor

D. Profil Industri Alat Kesehatan Nasional


Alat kesehatan yang beredar di Indonesia dapat dikategorikan dalam 2 (dua) sumber produksi,
yaitu alat kesehatan produksi dalam negeri (lokal) dan alat kesehatan produksi luar negeri
(impor). Indonesia memiliki potensi belanja alat kesehatan yang besar dengan perkiraan
pertumbuhan pasar alat kesehatan menjadi dua kali lipat pada tahun 2025 sebagai dampak
dari jumlah lanjut usia dan penyakit tidak menular yang terus meningkat.

Total pasar alat kesehatan Indonesia pada tahun 2020 adalah US$ 3,355 Miliar (setara
dengan Rp 47,8 Triliun) 1 . Angka ini hanya 0,7% dibandingkan total pasar alat kesehatan
global yang sebesar US$ 462 Miliar (setara Rp 6.587 Triliun) 2. Sebagai benchmark, pasar alat
kesehatan Amerika Serikat sebesar 38,2% dari pasar global 3 , Tiongkok/China sebesar
19,9%4, dan India sebesar 2,16%5.

1
www.trade.gov
2
www.finance.yahoo.com
3
Market Analysis Report, 2021 (www.grandviewresearch.com)
4
GMR Data (blog.marketresearch.com)
5
www.ibef.org

11
Pasar alat kesehatan Indonesia saat ini masih didominasi oleh produk impor. Terdapat 53.718
(lima puluh tiga ribu tujuh ratus delapan belas) izin edar alat kesehatan impor, sekitar lima kali
lipat izin edar alat kesehatan lokal yang sebanyak 13.201 (tiga belas ribu dua ratus satu) izin
edar. Produk alat kesehatan impor mencapai 1.536 (seribu lima ratus tiga puluh enam) jenis,
sekitar tiga setengah kali lipat jenis alat kesehatan lokal yang sebanyak 417 (empat ratus tujuh
belas) izin edar. Adapun jumlah produsen alat kesehatan sebanyak 798 (tujuh ratus sembilan
puluh delapan) entitas (tidak termasuk yang terbit melalui Kementerian Perindustrian) dan
distributor sebanyak 4.365 (empat ribu tiga ratus enam puluh lima) entitas. Ekosistem ini
ditunjang dengan keberadaan 69 (enam puluh sembilan) fasilitas uji klinik dan 24 (dua puluh
empat) lab uji produk alat kesehatan6.
Kondisi dominasi impor ini dapat terlihat dari kondisi defisit neraca perdagangan alat
kesehatan Indonesia tahun 2020 senilai US$ 1,662 Miliar (setara Rp 23,8 Triliun). Hal ini
merupakan hasil dari impor senilai US$ 2,803 Miliar (setara Rp 40,1 Triliun) yang lebih besar
daripada ekspor senilai US$ 1,141 Miliar (setara Rp 16,3 Triliun)7.
Terdapat 1.119 alat kesehatan yang belum dapat diproduksi dalam negeri.8 Alat kesehatan
berteknologi tinggi seperti computed tomography x-ray system / computed tomography scan
(CT Scan) dan magnetic resonance diagnostic device / magnetic resonance imaging (MRI)
termasuk ke dalam daftar alat kesehatan 10 terbesar dengan total biaya pembelanjaan paling
tinggi pada e-purchasing yang belum dapat diproduksi di Indonesia. Beberapa alat kesehatan
yang masuk top 10 by value sudah dapat diproduksi dalam negeri namun dengan kapasitas
produksi yang belum mampu memenuhi kebutuhan seperti halnya continuous ventilator,
patient monitor / cardiac monitor, mobile x-ray, dan ultrasonic doppler imaging system /
ultrasonography (USG). Keseluruhan alat kesehatan yang masuk dalam top 10 by volume
sudah dapat diproduksi dalam negeri. Berdasarkan data LKPP e-Catalogue 2019-2020, dari
19 jenis alat kesehatan yang paling banyak ditransaksikan, 16 di antaranya diproduksi dalam
negeri dan 3 sisanya masih impor. Top 10 alat kesehatan by volume dan by value diidentifikasi
sebagai berikut:

No. Top 10 Alat Kesehatan By Volume

1 Alat suntik / piston syringe

Infus set, termasuk three way slang, three way stop cock / intravascular
2
administration set

3 Sarung tangan bedah / surgeon’s glove

4 IV kateter / intravascular catheter

5 Kasa & pembalut luka / gauze & wound dressing

Wadah penyimpanan dan transpor spesimen / specimen transport and


6
storage container

6
regalkes.kemkes.go.id per 22 Mei 2023
7
Kementerian Perdagangan, 2020
8
Direktorat Ketahanan Sediaan Farmasi & Alat Kesehatan, Juni 2023

12
7 Jarum suntik / hypodermic single lumen needle

8 Kapas alkohol / alcohol swab

Masker medis, masker bedah, coverall, surgical gown, shoe cover, cap,
9
medical goggles/surgical apparel

10 Alat pengumpul sampel darah / blood specimen collection device

No. Top 10 Alat Kesehatan By Value

1 Continuous ventilator (non invasive & invasive/ICU)

2 Patient monitor / cardiac monitor (including cardiotachometer & rate alarm)

3 CT Scan / computed tomography x-ray system

4 Endoskopi dan aksesori / endoscope and accessories

5 Mobile x-ray / mobile x-ray system

6 Tempat tidur RS / AC & manual hospital bed

7 MRI / magnetic resonance diagnostic device

8 Alat suntik / piston syringe

Sinar X konvensional, pesawat rontgen untuk penggunaan umum /


9
stationary x-ray system

10 USG / ultrasonic pulsed doppler imaging system

Belum dapat diproduksi dalam negeri Kapasitas produksi belum mampu memenuhi

E. Peningkatan Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri


Sekalipun alat kesehatan masih didominasi produk impor, mulai terlihat peningkatan
penggunaan alat kesehatan dalam negeri. Hal ini juga ditunjang dengan peningkatan jumlah
izin edar alat kesehatan dalam negeri. Profil belanja alat kesehatan dalam negeri di E-Katalog
diuraikan sebagai berikut:

13
Sementara peningkatan jumlah izin edar alat kesehatan dalam negeri sebagai berikut:

Adapun jumlah transaksi produk lokal semakin bertumbuh sebagaimana digambarkan dalam
grafik berikut:

Kementerian Kesehatan mendorong penggunaan produk dalam negeri sebagai kunci strategi
kemandirian alat kesehatan melalui:
• Kebijakan substitusi impor melalui mekanisme freeze-unfreeze alat kesehatan impor
melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/1258/2022 tentang Substitusi Alat Kesehatan Impor Dengan Alat
Kesehatan Dalam Negeri Pada Katalog Elektronik Sektoral Kesehatan
• One on one business matching antara user (Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan)
dengan industri alat kesehatan dalam negeri dan pameran aksi afirmasi peningkatan
penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri.

14
• Monitoring penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri, dan umpan balik
kepada produsen untuk peningkatan mutu produk.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penguatan regulasi dan kebijakan
menjadi variabel yang mempengaruhi pengembangan kemandirian industri alat Kesehatan
nasional.
Terbatasnya jenis alat kesehatan yang telah diproduksi dalam negeri dan kurang optimalnya
pemanfaatan alat kesehatan produksi dalam negeri menjadi tugas untuk pemerintah dapat
mengidentifikasi dan memperbaiki ekosistem industri alat kesehatan dalam negeri.
Berdasarkan hasil diskusi dan survei dengan asosiasi industri alat kesehatan dalam negeri,
asosiasi memaparkan beberapa poin yang dapat menjadi pertimbangan dalam menciptakan
ekosistem industri alat kesehatan yang lebih baik, sekaligus menciptakan kemandirian alat
kesehatan dalam negeri. Dalam membangun ekosistem industri, diharapkan ada satu
kementerian pengampu, yaitu Kementerian Kesehatan untuk memimpin dan mendorong
semua pemangku kepentingan terkait, mengacu pada UU tentang Kesehatan No. 36/2009
dan Perpres 110/2018 untuk mendukung keberpihakan yang nyata dan konsisten terhadap
kemandirian alat kesehatan. Adanya komite nasional beranggotakan Kemenkes, Stratnas-PK,
dan asosiasi dalam mengawal implementasi penguatan tata kelola alat kesehatan juga dirasa
perlu oleh asosiasi.
Dalam mengambil keputusan yang tepat, tentunya membutuhkan data-data yang mendukung.
Terbatasnya dan tidak terintegrasinya data yang ada saat ini membuat industri kesulitan
dalam menentukan jenis dan jumlah alat kesehatan yang harus dikembangkan dan diproduksi.
Terlebih lagi mengingat industri kesehatan berkaitan dengan beberapa kementerian dan
lembaga, tidak terintegrasinya data dan informasi serta kurangnya koordinasi membuat
industri alat kesehatan kesulitan dalam mengikuti perkembangan regulasi terkini. Adanya
sebuah platform integrasi Big Data Ecosystem alat kesehatan nasional diharapkan oleh
asosiasi untuk menjadi acuan industri dalam memproduksi dan mengembangkan alat
kesehatan sesuai kebutuhan nasional. Diharapkan juga adanya sosialisasi offline dan online
terkait regulasi terkini dan terbentuknya koordinasi yang baik antar kementerian/lembaga
terkait dapat mempermudah industri dalam mengikuti perkembangan regulasi terkini dan
dalam memperoleh administrasi perizinan.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok/China, dan negara-negara Eropa
mengalokasikan lebih dari 2% PDB-nya untuk riset dan pengembangan, di mana Indonesia
pada tahun 2020 hanya mengalokasikan 0,28% GDP untuk riset dan pengembangan.
Dukungan terhadap riset, inovasi dan digitalisasi kesehatan sangat dibutuhkan oleh industri.
Koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas fasilitas, teknologi, dan sumber daya manusia laboratorium riset dan uji alat
kesehatan merupakan salah satu dukungan yang diharapkan oleh industri dari pemerintah.
Menjamin ketersediaan bahan baku medical grade dan komponen lokal berkualitas baik
dengan harga yang kompetitif menjadi aspek penting dalam mengembangkan alat kesehatan,
mengingat sampai saat ini bahan baku alat kesehatan medical grade dan komponen alat
kesehatan lokal masih sangat sedikit. Selain itu, industri juga berharap produk inovasi dalam
negeri dapat mendapatkan prioritas komersialisasi oleh pemerintah sesuai pemenuhan
standar keamanan, mutu, dan kemanfaatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

F. Ekosistem Industri Alat Kesehatan Nasional


Ekosistem industri alat kesehatan nasional perlu didukung oleh seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder) demi tercapainya pemenuhan kebutuhan alat kesehatan produksi
dalam negeri yang berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan alat kesehatan menggunakan

15
produksi dalam negeri perlu memperhatikan kondisi aktual di mana masih terdapatnya
preferensi Rumah Sakit untuk belanja produk impor sebagaimana temuan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai berikut:

• 53% preferensi pengguna (dokter dan tenaga kesehatan);


• 15% persepsi kualitas barang impor yang lebih baik;
• 13% ketersediaan barang dalam negeri;
• 4% tidak tersedianya fitur barang dalam negeri yang dibutuhkan;
• 0,8% harga barang dalam negeri yang lebih mahal
• 0,2% jaminan purnajual; dan
• 3% lainnya.
Ekosistem industri alat kesehatan nasional merupakan satu kesatuan yang komprehensif dari
cita-cita luhur Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
34 ayat (3) hingga ke seluruh lapisan pemangku kepentingan (stakeholder) yang terdiri dari
regulator, kementerian/lembaga, akademisi, peneliti, rumah sakit, asosiasi, industri, dan
pengguna.

16
Alat kesehatan merupakan kebutuhan publik yang sangat penting. Pemenuhan kebutuhan
tersebut merupakan isu yang kompleks dan memerlukan kolaborasi yang baik dari berbagai
unsur. Secara tradisional pemenuhan ini melibatkan tiga unsur yaitu akademik/universitas,
pemerintah, dan industri. Ketiga unsur ini dikenal juga dengan istilah tripelheliks (triple-helix),
di mana akademik berperan sebagai unsur yang membawa pengetahuan berdasarkan inovasi
hasil penelitian, pemerintah berperan sebagai unsur yang membuat regulasi, dan industri
berperan sebagai yang menjual produk kepada pasar.

G. Kolaborasi Pentaheliks
Sebagai tindak lanjut penguatan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86 Tahun 2013
tentang Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan, maka perlu dilaksanakan
perumusan langkah pemastian strategi dan upaya meningkatkan industri alat kesehatan
melalui koordinasi lintas sektor yang melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder)
yang terdiri dari:
1. Pemerintah yang diwakili Kementerian Koordinasi dan Kementerian Teknis;
2. Lembaga Pemerintah terkait, Regulator, Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta Institusi Pendidikan; dan
4. Industri Swasta Nasional.
Berdasarkan konsep kolaborasi pentaheliks, maka diperlukan dukungan para pemangku
kepentingan lainnya yang terdiri dari:
1. Media;
2. Masyarakat dan Komunitas.
Tripelheliks cenderung bersifat teknis dan memerlukan dorongan lebih lanjut. Pandemi Covid-
19 yang penuh kompleksitas menunjukkan peran media dan komunitas dalam
menyebarluaskan informasi dan menyampaikan kebutuhan masyarakat yang tidak
tersampaikan oleh kolaborasi tripelheliks. Tambahan kedua unsur terhadap tripelheliks ini
kemudian disebut sebagai pentaheliks (penta-helix) yang merupakan konsep sosio-kultural
yang mendeskripsikan kolaborasi antar komunitas, yang didorong dari kebutuhan untuk
menyelesaikan isu-isu kompleks, dengan memperhatikan kepentingan populasi secara luas.
Bahasan konsep ini banyak berkembang pasca pandemi Covid-19 dengan lebih dari 4,9 juta
artikel yang menyebutkan “pentahelix”.

17
Pentaheliks terdiri dari lima unsur yang dapat disingkat sebagai
“ABCGM”:
1. Akademik (Academic)
2. Bisnis (Business)
3. Komunitas (Community)
4. Pemerintah (Government)
5. Media (Media)

Tabel Klasifikasi Pentaheliks


Industri Alat Kesehatan Nasional
• Perguruan Tinggi Negeri
• Perguruan Tinggi Swasta
ACADEMIC
• Lembaga Riset Perguruan Tinggi
• Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI UI)
• Industri Alat Kesehatan Nasional
• Distributor
BUSINESS • Importir Alat Kesehatan
• Clinical Research Organization (CRO)
• Multinational Company Alat Kesehatan
• Kementerian Kesehatan
• Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
• Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
• Kementerian Keuangan
• Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
• Kementerian Perindustrian
GOVERNMENT
• Kementerian Perdagangan
• Kementerian Pertanian
• Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
• Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
• Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
• Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
• Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI)
• Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (GAKESLAB)
COMMUNITY • Indonesian Medical Technology Association (IMTA)
• Organisasi Profesi Kesehatan
• Asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
• Internal Media Farmalkes TV
MEDIA • Eksternal Media
• Media Digital

Kolaborasi pentaheliks mempertemukan unsur akademik/riset, bisnis/industri,


pemerintah/regulator, media, dan komunitas. Kolaborasi ini memerlukan peran
koordinator/pemimpin, di mana yang paling memungkinkan berasal dari fungsi pemerintah
(government). Kolaborasi pentaheliks lebih menantang daripada budaya demokratis dan
dalam banyak kesempatan membutuhkan pendekatan “out-of-the-box” ketimbang
pendekatan “business-as-usual”. Kolaborasi pentaheliks dapat mengalami kegagalan karena
berbagai hal, antara lain:
1. Monopoli atau oligopoli;
2. Birokrasi yang kaku pada tiap unsur, khususnya dalam unsur-unsur tripelheliks
(akademik/universitas, pemerintah, dan industri/bisnis);
3. Ego sektoral, rendahnya penghargaan terhadap yang lain;
4. Isu kultural, lemahnya agility (kelincahan untuk menyesuaikan) terhadap perubahan;
5. Kegagalan untuk menemukan kepentingan/perbedaan bersama dalam menentukan
prioritas.

18
Adapun peran setiap unsur pentaheliks adalah sebagai berikut:
1. Akademik: membawa ilmu pengetahuan sebagai dasar perubahan atau inovasi;
2. Bisnis: mentransformasi ilmu pengetahuan menjadi bentuk-bentuk monetisasi dan
membawanya ke pasar;
3. Komunitas: memberikan infrastruktur, sistem, dan dukungan agar ilmu pengetahuan
dapat diadopsi;
4. Pemerintah: memberikan arahan, landasan hukum, regulasi, dan supervisi demi
memastikan ilmu pengetahuan dapat diimplementasikan tanpa dampak negatif ke
komunitas;
5. Media: membantu penyebaran pesan dari unsur yang satu ke lainnya sehingga semua
unsur dapat semakin dekat satu sama lain.
Permintaan Dukungan Industri (PDI) merupakan bagian penting dari ekosistem dasar industri
alat kesehatan nasional. Bagian ini akan menunjang kelincahan rantai pasok (supply chain
agility), kolaborasi (collaboration), visibilitas (visibility), dan keberlanjutan (sustainability).
Keempat hal tersebut perlu didukung sebagai berikut:

1. Kelincahan Rantai Pasok (Supply Chain Agility)


1. Mencantumkan upaya untuk membuka peluang sebesar-besarnya bagi investasi
bahan baku medical grade, termasuk Penanaman Modal Asing (PMA) dengan
pemberian insentif khusus agar dapat mempercepat Pengadaan Industri Bahan Baku
Alat Kesehatan Nasional khususnya yang bersertifikasi medical grade;
2. Mendorong kerja sama logistik dalam distribusi dengan penugasan kepada BUMN
logistik demi meningkatkan cakupan distribusi alat kesehatan ke seluruh wilayah
Indonesia termasuk pulau-pulau terluar;
3. Menerapkan pembayaran elektronik (e-payment) dari satuan kerja kepada mitra
penyedia untuk kepastian pembayaran sehingga penyedia mau memenuhi permintaan
dari satuan kerja daerah terutama di berbagai wilayah yang sulit terjangkau (contoh:
Sangir Talaud Sulawesi Utara, wilayah pedalaman Papua, Mahakam Hulu Kalimantan
Utara, dan lainnya) dikarenakan Collection harus dilakukan secara parsial maka akan
meningkatkan biaya distribusi (biaya penagihan dan cost of money), yang dapat
berakibat pada keengganan penyedia untuk memenuhi kebutuhan alat kesehatan bagi
satuan kerja di daerah tertentu.

2. Kolaborasi (Collaboration)
1. Membangun ekosistem clustering Penelitian Perintis – Center of Excellence (CoE),
agar tidak terjadi duplikasi penelitian untuk produk sejenis di beberapa Perguruan
Tinggi;
2. Mendorong Penelitian Perintis untuk mengoptimalkan reverse engineering (rekayasa
terbalik) demi percepatan produk substitusi impor alat kesehatan;
3. Menjadikan BUMN sebagai lokomotif industri di sektor hulu demi membangun industri
komponen / intermediate alat kesehatan;
4. Membangun database ekosistem alat kesehatan lintas pemangku kepentingan
berdasarkan kolaborasi pentaheliks;
5. Harmonisasi terminologi antara kementerian dan lembaga dari importasi (INSW),
Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, hingga BPJS, agar dapat
memperoleh informasi yang holistik dan valid mengenai ekosistem alat kesehatan;
6. Optimalisasi idle asset BUMN, Pemerintah Daerah, kementerian dan lembaga, yang
dapat dikembangkan untuk membangun kemandirian alat kesehatan nasional;

19
7. Melakukan kolaborasi dengan Pemerintah Daerah dalam menyusun peta identifikasi
potensi dan risiko kesehatan di masing-masing daerah, sehingga dapat disatukan di
tingkat nasional;
8. Melakukan kolaborasi dengan Pemerintah Daerah dalam menyusun peta urban
emergency preparedness (peta kegawatdaruratan) sesuai framework WHO.

3. Visibilitas (Visibility)
1. Pemetaan kamus lengkap keragaman kompleksitas produk Alat Kesehatan Nasional
2. Pemetaan potensi risiko environmental uncertainty dari industri Alat Kesehatan
Nasional

4. Keberlanjutan (Sustainability)
Pemastian kualitas produk agar memenuhi kaidah aman, bermutu, dan bermanfaat
melalui standarisasi yang dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder) yang dituangkan dalam Petunjuk Teknis yang jelas dan dapat dipahami,
serta dilengkapi dengan sanksi atas pelanggarannya.

H. Tantangan Industri Alat Kesehatan Nasional


Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) mencatat bahwa
Indonesia masih defisit alat kesehatan:

20
Defisit tersebut naik sekitar 4 kali lipat dari US$ 128 juta pada tahun 2014 menjadi US$ 531
juta pada tahun 2020. Impor alat kesehatan terus menerus meningkat sejak tahun 2015,
meskipun sempat mengalami penurunan pertumbuhan dari puncaknya sebesar 33% YoY
pada tahun 2016. Angka pertumbuhan selama periode 2019-2020 kembali mencapai dua digit
(≥10%). Ekspor alat kesehatan meskipun tumbuh konsisten sejak tahun 2016, hanya dalam
kisaran 3-5% YoY pada periode 2018-2020 dengan pencapaian senilai US$ 171 juta pada
tahun 20209.

1. Tantangan Akademik/Riset
Tantangan kemandirian industri alat kesehatan secara akademik dapat dipandang dari sisi
universitas maupun lembaga riset. Keduanya sama-sama memiliki peran dalam riset dan
pengembangan produk alat kesehatan.

Tantangan utama dalam riset dan pengembangan produk alat kesehatan adalah adanya
“valley of deaths” dalam prosesnya sampai pada peluncuran produk siap pakai di pasaran.
Kegagalan yang sering terjadi antara lain:
1. Tahap riset dan pengembangan ke komersialisasi industri:
a. Evaluasi yang tidak memadai, di mana para peneliti cenderung berhenti pada
prototipe;
b. Lemahnya keterlibatan pengguna (end-user), di mana para peneliti cenderung
lebih fokus pada publikasi dan paten;
c. Ketidakselarasan antara desain produk dan proses fabrikasi serta usaha yang
sangat besar dalam mewujudkan prototipe sehingga menyebabkan industri alat
kesehatan kurang tertarik memanfaatkan hasil penelitian.
2. Tahap komersialisasi ke peluncuran produk:
a. Kurangnya fokus dalam menghasilkan permintaan pasar, sehingga menyebabkan
produk penelitian menjadi kurang menguntungkan;
b. Masih lemahnya kolaborasi pentaheliks, sehingga masih sedikit komunikasi dan
proyek kolaboratif;
c. Kurangnya perencanaan dan sumber daya untuk adopsi oleh negara.
Universitas Indonesia memiliki Science Techno Park yang berperan menjadi bagian
ekosistem pengembangan alat kesehatan dan menjembatani akademisi universitas dengan

9
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenkomarves berdasarkan Trademap

21
industri. Akademisi universitas didorong untuk menjadi inovator yang siap berkolaborasi.
Pengembangan produk inovasinya perlu melibatkan industri dari awal pengembangannya.
Universitas Diponegoro memetakan ekosistem alat kesehatan dalam satu rangkaian dari
inovasi, prototipe, produk industri, hingga ke pasar. Ekosistem ini ditunjang oleh produksi,
distribusi, universitas, peneliti, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN)
Selaras dengan itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengkaji tantangan utama
sebagai membangun ekosistem industri alat kesehatan. Ekosistem industri alat kesehatan
dapat terbangun dengan komitmen dan peran seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
industri alat kesehatan yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Riset dan Inovasi Produk Alat Kesehatan Berkelanjutan dengan hilirisasi / komersialisasi
menjawab kebutuhan industri;
b. Dukungan Regulasi untuk kemandirian Alat Kesehatan Dalam Negeri (TKDN, tax
deduction, kebijakan impor, dan lain-lain);
c. Fasilitasi Industri sehingga untuk mencapai profit, industri tidak bergantung pada impor
namun juga dapat memproduksinya sendiri.

2. Tantangan Bisnis/Industri
Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) mengkaji tantangan kemandirian alat
kesehatan dalam ekosistem industri alat kesehatan sebagai berikut:
a. Bahan Baku dan Komponen.
1. Ketersediaan bahan baku medical grade dan komponen lokal;
2. Rendahnya investasi di industri hulu dalam negeri;
3. Fasilitas pemerintah untuk membuka pasar ekspor bahan baku yang masih kurang
sehingga tidak memungkinkan subsidi silang dengan kebutuhan dalam negeri.
b. Tenaga Kerja Ahli
1. Minimnya vokasi dan tenaga kerja ahli industri alat kesehatan;
2. Integrasi kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri AKD;
3. Perlunya link & match antara lembaga pendidikan, organisasi profesi, dan industri.
c. Laboratorium Uji & Uji Klinik
1. Standarisasi lab uji serta perluasan kemampuan lab uji sesuai dengan kebutuhan
industri;
2. Fasilitas dan tenaga uji klinik yang perlu diperbanyak;
3. Proses alur uji klinik perlu diperjelas dan disederhanakan untuk produk tertentu
dengan tetap menjaga mutu, manfaat, keamanan, dan kualitas.
d. Teknologi
1. Gairah industri untuk investasi penelitian & pengembangan (research & development)
yang masih kurang;
2. Penelitian perintis yang masih kurang.
Selaras dengan hal-hal tersebut, Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan
dan Laboratorium Indonesia (GAKESLAB) juga menyoroti tantangan hilirisasi produk yang
menyebabkan tidak serasinya harapan untuk produk dan skema kerja sama yang berdampak
pada kegagalan kerja sama antara lain:
a. Minat pasar vs kebaruan;
b. Momentum vs idealisme;
c. Fleksibilitas vs struktur & aturan, dan;
d. Keuntungan vs kelayakan.

22
3. Tantangan Pemerintah
Pemerintah Indonesia sudah cukup lama memandatkan penggunaan produk alat kesehatan
dalam negeri. Hal ini tampak dengan dikeluarkannya INPRES yang secara langsung atau
tidak langsung mengarahkan penggunaan alat kesehatan dalam negeri:
Perangkat Hukum Tentang
Instruksi Presiden (INPRES) Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan
No. 2 Tahun 2009 Barang/Jasa Pemerintah
Instruksi Presiden (INPRES)
Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan
No. 6 Tahun 2016
Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan
Instruksi Presiden (INPRES) Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka
No. 2 Tahun 2022 Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia
pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Kemandirian alat kesehatan masih memiliki banyak tantangan, antara lain:
a. Pemenuhan alat kesehatan di layanan primer yang masih mengandalkan Pemerintah
Pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik;
b. Pengawasan dan pembinaan peralatan kesehatan di layanan primer belum dilakukan
secara optimal;
c. Belum semua peralatan yang dibutuhkan layanan primer masuk dalam alat kesehatan di
Kompendium dan e-Katalog;
d. Sebagian besar alat kesehatan belum mendukung digitalisasi kesehatan.

4. Tantangan Media
Tantangan media seperti halnya Farmalkes TV dan berbagai media terkait alat kesehatan
lainnya adalah keterlibatan dalam meneruskan kondisi aktual di lapangan kepada para
pemangku kepentingan yang terlibat dalam konteks kolaborasi pentaheliks.

5. Tantangan Komunitas
Terdapat beragam komunitas yang secara langsung atau pun tidak langsung terkait dengan
alat kesehatan, seperti halnya ASPAKI (Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia),
GAKESLAB (Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium
Indonesia), IMTA (Indonesian Medical Technology Association), AIGMI (Asosiasi Instalasi
Gas Medik Indonesia), ARVI (Asosiasi RS Vertikal Indonesia), PERSI (Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia), dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Komunitas-komunitas ini perlu
dilibatkan secara aktif dalam konteks kolaborasi pentaheliks sebagai yang bersentuhan
langsung dengan pengguna / konsumen alat kesehatan.

I. Focus Group Discussion (FGD) dengan Pelaku Industri


Telah dilaksanakan pula FGD Pengembangan Industri Alat Kesehatan berdasarkan fokus
pada hal-hal sebagai berikut:
A. Seluruh Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
1. Kesesuaian definisi Ketahanan Kesehatan dan Kemandirian Alat Kesehatan
dalam Ekosistem Dasar Industri Alat Kesehatan Nasional;
2. Masukan terkait revisi tahapan dan target dalam Peta Jalan Kemandirian Alat
Kesehatan menuju 2035;
3. Masukan terkait inventarisasi alasan mengapa harus mengembangkan Alat
Kesehatan Nasional;
4. Masukan terkait isu-isu yang perlu dijadikan Dokumen Prakarsa Koordinasi Lintas
Sektor Pengembangan Alat Kesehatan 2023-2024 terkait Industrial Policy, Trade
Policy, Fiscal & Monetary Policy, Supporting Infrastructure Policy, dan Human
Resources Policy;

23
B. Asosiasi dan Industri
1. Permintaan dukungan yang masih belum terdapat dalam Tabel Permintaan
Dukungan Industri;
2. Kesesuaian Rencana Tindak Lanjut dalam menjawab Permintaan Dukungan
Industri;
3. Kesesuaian Alur Peta Sinergitas Penelitian Perintis dalam mendukung Hilirisasi
hasil Penelitian Perintis.

J. Revisi Target Kemandirian Industri Alat Kesehatan Nasional

Pemerintah telah memiliki target transformasi sistem ketahanan untuk sektor farmasi dan
alat kesehatan dalam rangka mencapai Indonesia Unggul 55 - 2024. Target tersebut
memerlukan fokus pada tiga hal, yaitu:
1. Alat kesehatan;
2. Bahan baku obat, obat, dan fitofarmaka; dan
3. Vaksin dan bioteknologi.
Setiap bagiannya memiliki indikator pencapaian sebagai berikut:

24
Alat kesehatan memiliki target produksi alat kesehatan dalam negeri dengan target
pencapaian TKDN 55% bagi 10 alat kesehatan by volume pada tahun 2024. Perhitungan
TKDN alat kesehatan mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 31 Tahun 2022.
Pencapaian atas target ini masih menemui kendala yang sangat krusial yaitu keterbatasan
bahan baku produksi lokal, di antaranya dalam pemenuhan standar biokompatibilitas medical
grade mengacu standar ISO 10933.

25
Bab II: Identifikasi Masalah
A. Pemetaan Rantai Pasok Alat Kesehatan Indonesia
Rantai pasok alat kesehatan produksi lokal dapat dipandang secara proses dari pre-market
hingga post-market dan secara proses industri dari bahan baku hulu hingga industri barang
jadi.

1. Rantai Pasok Pre-Market Hingga Post-Market


Rantai pasok secara proses dari pre-market hingga post-market secara garis besar dapat
digambarkan sebagai berikut:

Kemenkes bertindak sebagai lokomotif dalam ketahanan dan kemandirian alat kesehatan. Hal
ini dapat dilakukan dengan memperkuat ekosistem industri alat kesehatan dari hulu ke hilir
melalui penguatan sistem pembiayaan dan permodalan, sumber daya manusia, dan integrasi
sistem informasi.

2. Rantai Pasok Industri Bahan Baku Hingga Industri Barang Jadi


Rantai pasok alat kesehatan produksi lokal dapat ditelusuri mulai dari industri bahan baku
hingga industri barang jadi. Industri bahan baku sendiri secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi industri hulu, antara, dan hilir. Industri bahan baku hulu berkaitan dengan industri
yang mengekstraksi bahan mentah langsung dari alam. Bahan mentah tersebut kemudian
diproses ke bahan siap olah atau cetak di industri bahan baku antara. Bahan baku ini
kemudian diolah atau dicetak dalam bentuk komponen alat kesehatan di industri bahan baku
hilir. Komponen-komponen dari beragam bahan baku ini kemudian dirakit oleh industri barang
jadi alat kesehatan. Panjang rantai pasok ini sangat bergantung pada kompleksitas proses
industrinya.

26
B. Bahan Baku Top 10 Alat Kesehatan
Top 10 alat kesehatan dapat dipetakan berdasarkan volume (by volume) dan berdasarkan
nilai (by value). Berdasarkan pemetaan bahan baku dasar terhadap top 10 alat kesehatan by
volume dan by value teridentifikasi 3 (tiga) rumpun bahan baku dasar, yaitu plastik, baja, dan
lateks. Selain itu juga digunakan beragam jenis bahan baku lainnya.

1. Bahan Baku Top 10 Alat Kesehatan By Volume


Bahan baku top 10 alat kesehatan by volume telah diidentifikasi sebagai berikut:

2. Bahan Baku Top 10 Alat Kesehatan By Value


Bahan baku top 10 alat kesehatan by value telah diidentifikasi sebagai berikut:

27
3. Rantai Pasok Alat Kesehatan
Rantai pasok alat kesehatan dengan bahan baku dasar plastik, baja, dan lateks dapat
digambarkan sebagai berikut:
Rantai Pasok Alat Kesehatan Berbahan Baku Dasar Plastik

Rantai Pasok Alat Kesehatan Berbahan Baku Dasar Baja

Rantai Pasok Alat Kesehatan Berbahan Baku Dasar Lateks

Bahan baku yang digunakan merupakan subjek sertifikasi ISO 10993 “biological evaluation of
medical devices” terkait biokompatibilitas karena memiliki kontak langsung atau tidak
langsung dengan bagian tubuh pasien atau bagian tubuh pengguna.

28
Bab III: Strategi Pengembangan dan Interkoneksi Ekosistem
Alat Kesehatan Nasional

A. Metode Pengembangan Alat Kesehatan


Metode pengembangan alat kesehatan mencakup pengembangan hulu (upstream) dan hilir
(downstream). Pengelolaannya akan memerlukan integrasi data yang disokong oleh Sistem
Informasi yang baik dan merupakan kombinasi dari orang (people), piranti keras (hardware),
piranti lunak (software), jaringan komunikasi (communication network), dan sumber data yang
dihimpun, ditransformasi, dan dialirkan dalam suatu organisasi.

Metode pengembangan untuk meningkatkan kemandirian alat kesehatan nasional dilakukan


dengan 3 (tiga) metode, yaitu:
1. Reverse Engineering (Amati-Tiru-Modifikasi – ATM);
2. Alih Teknologi (Joint Venture);
3. Penelitian Perintis

1. Reverse Engineering (Amati-Tiru-Modifikasi – ATM)


Reverse engineering (rekayasa terbalik) atau dikenal juga sebagai Amati-Tiru-Modifikasi
(ATM) merupakan proses penemuan prinsip-prinsip teknologi dari suatu perangkat, objek,
atau sistem melalui analisis strukturnya, fungsinya, dan cara kerjanya. Proses ini biasanya
melibatkan pemisahan (perangkat mesin, komponen elektronik, program komputer, atau zat
biologi, kimia, atau organik) dan analisis terhadap cara kerjanya secara terperinci, atau
penciptaan perangkat atau program baru yang memiliki cara kerja yang sama tanpa memakai
atau membuat duplikat (tanpa memahami) benda aslinya.

29
2. Alih Teknologi (Joint Venture)
Alih teknologi dapat dilakukan melalui kemitraan dengan perusahaan multinasional (joint
venture). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1258/2022 tentang
Substitusi Alat Kesehatan Impor dengan Alat Kesehatan Dalam Negeri pada Katalog
Elektronik Sektoral Kesehatan, dan ketentuan bahwa produk yang mengandung hewan
termasuk Alat Kesehatan diwajibkan penandaan halal akan mulai diberlakukan secara
bertahap mulai tahun 2026. Hal ini akan mendorong perusahaan-perusahaan multinasional
untuk membangun kemitraan dengan produsen-produsen lokal.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah adanya perbedaan standarisasi yang cukup jauh dalam
hal manajemen kualitas dan kinerja dalam produksi alat kesehatan. Dukungan dari
Kementerian Kesehatan dibutuhkan untuk meningkatkan manajemen kualitas produsen lokal
agar dapat setara dengan standar produsen multinasional. Hal ini dapat dilakukan melalui
Manajemen Proyek yang termonitor perkembangannya oleh Kementerian Kesehatan.

3. Penelitian Perintis
Penelitian Perintis merupakan penelitian yang dilakukan melalui tahapan Tingkat Kesiapan
Teknologi (TKT) mulai Tingkat 1 hingga Tingkat 9

30
Peta Sinergitas Hilirisasi Penelitian Alat Kesehatan Nasional disusun untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas dalam melakukan Hilirisasi Penelitian Alat Kesehatan Nasional:

B. Strategi Pengembangan Industri Alat Kesehatan


Strategi percepatan pengembangan industri alat kesehatan bertujuan untuk:
1. Peningkatan jumlah industri dan kapasitas produksi alat kesehatan nasional;
2. Peningkatan jenis alat kesehatan yang diproduksi nasional;
3. Peningkatan kualitas mutu alat kesehatan nasional;
4. Pengembangan riset alat kesehatan dalam kerangka percepatan substitusi impor;
5. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam teknologi alat kesehatan.
Sebagai salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, maka
ketersediaan alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat menjadi salah satu bagian
penting dalam pencapaian pelayanan kesehatan yang prima. Sehubungan dengan
banyaknya jenis alat kesehatan, maka dalam menyusun strategi pengembangan industri alat
kesehatan dilakukan dengan cara bertahap dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Prioritas kebutuhan alat kesehatan;
2. Kemampuan sarana produksi;
3. Sumber daya yang tersedia.
Pemenuhan alat kesehatan dalam menunjang program Kementerian Kesehatan berdasarkan
kebutuhannya dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Pemenuhan alat kesehatan dalam mendukung program pemerintah yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan. Contoh: anthropometry set, baby incubator, obgyn bed, infant
radiant warmer, condom, disposable syringe, hospital bed, hospital gloves, instrument set,
surgical sutures, dll.
2. Peningkatan mutu layanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan melalui
penyediaan teknologi alat kesehatan. Contoh: patient monitor, x-ray, USG, dll.

31
Pemenuhan alat kesehatan berdasarkan ketersediaan dan kemampuan sarana produksi
dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:
1. Jumlah sarana produksi banyak dengan quality system yang baik dan telah memenuhi
cara pembuatan alat kesehatan yang baik (CPAKB). Contoh: disposable syringe, hospital
bed, IV catheter, hospital gloves.
2. Jumlah sarana produksi masih terbatas dengan quality system yang terbatas dan belum
semua sarana memenuhi cara pembuatan alat kesehatan yang baik. Contoh: infant
incubator, sphygmomanometer, condom, urine catheter.
3. Jumlah sarana produksi banyak tetapi belum semua sarana memenuhi cara pembuatan
alat kesehatan yang baik (CPAKB). Contoh: kapas pembalut, kasa hidrofil.
4. Belum ada sarana produksi namun produknya dibutuhkan di pelayanan kesehatan.
Contoh: MRI, CT-Scan, pacemaker, blood bag, stent jantung.
Selain kebijakan yang bersifat lintas sektoral seperti diuraikan di atas, untuk industri alat
kesehatan nasional prioritas dapat dilakukan program yang bersifat khusus untuk mendorong
tumbuh kembangnya industri alat kesehatan nasional. Pembangunan sarana dan prasarana
industri meliputi standarisasi industri, infrastruktur industri, dan pemberdayaan industri.

1. Standarisasi Industri
Pengembangan standarisasi industri dilakukan dengan penyusunan dan penetapan standar
produk dan sistem manajemen mutu industri, pengembangan infrastruktur standarisasi, serta
pengakuan bersama (mutual recognition) atas hasil pengujian laboratorium dan sertifikasi
produk, melalui:
1.1. Sosialisasi dan bimbingan teknis (BIMTEK) pedoman: “Cara Pengembangan Alat
Kesehatan yang Baik”, “Cara Pengujian Pra Klinis Alat Kesehatan yang Baik”, dan
“Cara Pengujian Klinis yang Baik”;
1.2. Sosialisasi dan bimbingan teknis (BIMTEK) Pedoman Penggunaan Alat Kesehatan
Dalam Negeri untuk Menjamin Keamanan, Mutu, dan Manfaat;
1.3. Mendorong ketersediaan dan pengembangan laboratorium uji produk alat kesehatan;
1.4. Meningkatkan jumlah dana pengembangan untuk pengujian produk alat kesehatan,
serta menyiapkan pedoman dan menyiapkan sosialisasi cara pemeliharaan, pelatihan,
dan pengujian alat kesehatan dalam negeri;
1.5. Mendorong pengawasan terhadap implementasi standarisasi.

2. Infrastruktur Industri
Infrastruktur industri mencakup sumber daya manusia, utilitas, dan lahan industri, melalui:
2.1. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia di bidang industri alat
kesehatan yang telah memenuhi standar internasional;
2.2. Menyusun rencana penyediaan energi, pembangunan pembangkit listrik serta jaringan
transmisi dan distribusinya, pengembangan sumber energi yang terbarukan,
diversifikasi dan konservasi energi, serta pengembangan industri pendukung
pembangkit energi;
2.3. Menyediakan lahan industri melalui pembentukan kelembagaan dan regulasi bank
tanah (land bank), penetapan kawasan peruntukan industri dalam rencana tata ruang
wilayah (RTRW) kabupaten/kota, dan pembangunan kawasan industri. Penyediaan
lahan industri juga disertai dengan penyediaan air untuk kebutuhan industri yang
dilakukan melalui penjaminan sumber daya air bagi WPPI; pengembangan,
pemanfaatan, dan pengelolaan jaringan air untuk kebutuhan kawasan industri; dan
pengolahan air limbah.

32
3. Pemberdayaan Industri
Pemberdayaan industri mencakup industri strategis, peningkatan penggunaan produk dalam
negeri (P3DN), kerja sama internasional, serta pengamanan dan penyelamatan industri:
3.1. Pembangunan industri strategis dilakukan melalui penetapan industri strategis,
pengaturan kepemilikan, penyertaan modal pemerintah, produksi, distribusi, harga
dan pengawasan, serta pemberian fasilitas kepada industri strategis;
3.2. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) dilakukan melalui peningkatan
tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk dalam negeri, sosialisasi perhitungan
TKDN, penyusunan daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri, pemberian
insentif, pelaksanaan audit kepatuhan kewajiban peningkatan penggunaan produk
dalam negeri, terutama untuk pengadaan alat kesehatan dengan sumber pembiayaan
APBN;
3.3. Kerja sama internasional bidang industri alat kesehatan nasional dilakukan melalui
perlindungan terhadap industri nasional, peningkatan akses industri nasional terhadap
pasar dan sumber daya industri di luar negeri, pengembangan jaringan rantai suplai
global, peningkatan kerja sama investasi di sektor industri alat kesehatan nasional,
dan kerja sama penelitian di bawah payung kerja sama government-to-government
(G-to-G);
3.4. Pengamanan dan penyelamatan industri alat kesehatan nasional dari dampak buruk
perubahan kebijakan, regulasi, iklim usaha, dan persaingan global dilakukan melalui
program restrukturisasi industri dan perlindungan dengan mekanisme tarif dan non
tarif. Penyelamatan industri dari kerugian yang diakibatkan oleh conjuncture (masa
krisis) perekonomian dunia dilakukan dengan pemberian stimulus fiskal dan kredit
program.

4. Perwilayahan Industri
4.1. Perwilayahan industri mencakup pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri
(WPPI), pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI), pembangunan Kawasan
Industri Khusus (KIK) Alat Kesehatan Nasional, serta pengembangan Sentra Industri
Kecil dan Menengah;
4.2. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) dilakukan melalui
pemetaan lokasi, pembentukan kelembagaan, pengadaan tanah, dan pembangunan
infrastruktur. Kebijakan afirmatif industri kecil dan menengah ditujukan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan menguatkan peran IKM alat kesehatan nasional
dalam menguatkan struktur industri nasional, berperan dalam pengentasan
kemiskinan terutama di sektor kesehatan, berkontribusi untuk peningkatan ekspor
industri nasional yang dilakukan melalui penguatan kelembagaan, penumbuhan
wirausaha baru, dan pemberian fasilitas.

33
Bab IV: Rencana Aksi Program

Rencana Aksi (Renaksi) disusun berdasarkan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 6 Tahun
2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. INPRES
tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 17 Tahun 2017
tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Renaksi perlu
dijalankan dengan kolaborasi pentaheliks yang dapat dicapai dengan adanya motivasi,
kepercayaan melalui berbagi informasi, dan dukungan pengelolaan.

A. Kerangka Berpikir

Definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:


1. Penguatan Regulasi dan Kebijakan: Bagaimana mengarahkan dan mempertahankan
ekosistem industri alat kesehatan nasional secara menyeluruh melalui sistem tata kelola
yang baik dengan menyusun regulasi dan kebijakan yang sesuai;
2. Visibilitas: Bagaimana menyusun sasaran strategis dan rencana aksi untuk ekosistem
industri alat kesehatan nasional dengan proyeksi yang tepat, termasuk
mengimplementasikannya, mengukur pencapaiannya, dan menyesuaikannya jika terjadi
perubahan;
3. Fokus Pelanggan: Bagaimana melibatkan pelanggan dalam ekosistem industri alat
kesehatan nasional termasuk membangun hubungan jangka panjang untuk
bertumbuhnya pasar alat kesehatan dengan memperhatikan saran, masukan, atau
keluhan pelanggan, serta memenuhi harapan/ekspektasi pelanggan bahkan
melampauinya;
4. Kolaborasi Pentaheliks: Bagaimana membangun kolaborasi dalam ekosistem industri
alat kesehatan nasional antara unsur/fungsi akademik, bisnis, komunitas, pemerintah, dan
media (“ABCGM”) dengan mengintegrasikan data, informasi, dan aset pengetahuan yang
tepat termasuk menganalisis dan mengelola perbaikan kinerjanya;

34
5. Supply Chain Agility: Bagaimana memetakan dan mengelola rantai pasok sesuai
kapabilitas dan kapasitasnya untuk membangun ekosistem industri alat kesehatan
nasional yang kondusif, fleksibel, dan lincah (agile) dalam memenuhi kebutuhan yang
berubah-ubah secara dinamis dalam waktu yang singkat;
6. Sustainability: Bagaimana keberlanjutan (sustainability) dalam mendesain, memperbaiki,
dan mengembangkan produk-produk, proses produksi beserta bahan bakunya untuk
memenuhi kebutuhan ekosistem industri alat kesehatan nasional secara tepat dan efektif.

B. Variabel Independen untuk Rencana Tindak Lanjut Penguatan Kemandirian


Industri Alat Kesehatan Nasional
Berdasarkan bahasan-bahasan di atas, dapat dipetakan variabel-variabel yang dapat
digunakan sebagai berikut:
No. Variabel Dimensi
1. Penguatan Regulasi dan • Kemenkes menjadi lokomotif dalam ketahanan dan
Kebijakan kemandirian alat kesehatan → 1

2. Visibilitas • Dukungan terhadap riset, inovasi, dan digitalisasi


teknologi kesehatan → 3

• Ketersediaan Kebutuhan Informasi berbasis Rencana


Kebutuhan Alkes (RKA), agar Industri dapat menyusun
perencanaan berbasis proyeksi yang lebih presisi → 4

• Kajian dan implementasi insentif pajak terkait Industri


Alat Kesehatan Nasional → 7

3. Fokus Pelanggan • Melakukan upaya promosi terkait kualitas mutu produk


Alat Kesehatan Nasional, untuk mendorong
peningkatan “brand awareness” produk Alat
Kesehatan Nasional

4. Kolaborasi Pentaheliks • Industri membutuhkan Kepastian dan Ketersediaan


Informasi yang terintegrasi untuk Publik, termasuk
sosialisasi terkait Koordinasi Lintas Instansi untuk
Regulasi terkini di Bidang Alat Kesehatan (OSS, E-
Catalogue, Ekspor Impor, dan TKDN) → 2

• Pemerintah mendorong koordinasi lintas kementerian


dan lembaga untuk melakukan pengendalian produk
impor, guna melakukan perlindungan terhadap Industri
Alat Kesehatan Nasional → 10

5. Supply Chain Agility • Mendorong Ketersediaan bahan baku medical grade


dan Komponen Lokal yang memiliki Kualitas Baik dan
harga Kompetitif → 5

• Pemerintah mendorong peningkatan kapasitas dan


kapabilitas SDM Alat Kesehatan → 6

6. Sustainability • Dukungan pemerintah di sektor permodalan industri


Alat Kesehatan, terutama mempertimbangkan
proyeksi kebutuhan Alat Kesehatan → 8

• Mendorong peningkatan penggunaan Alat Kesehatan


Dalam Negeri, melalui implementasi threshold TKDN
untuk masing-masing jenis produk, tergantung pada

35
No. Variabel Dimensi
kapasitas dan kapabilitas Industri Alat Kesehatan
Nasional, serta meningkatkan Monitoring dan Evaluasi
(MONEV) atas pembelian berbasis threshold TKDN →
9

C. Rencana Aksi Program


1. Penguatan Regulasi dan Kebijakan
a. Kemenkes menjadi lokomotif dalam ketahanan dan kemandirian alat kesehatan
1) Penguatan tata kelola alat kesehatan dari hulu sampai hilir (regulasi dan kebijakan
tata Kelola alat Kesehatan) sesuai UU Kesehatan Nomor 36/2009 dan Perpres
110/2018 (ratifikasi ASEAN Agreement on Medical Device Directive) untuk
mendukung keberpihakan yang nyata dan konsisten terhadap kemandirian alat
kesehatan;
2) Pengawalan terhadap implementasi penguatan tata kelola alat Kesehatan melalui
pembentukan Komite bersama Asosiasi dan Kementerian Kesehatan dengan
Stranas-PK (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi);
3) Industrial Policy:
i. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian
Perindustrian tentang: Sinkronisasi Perhitungan TKDN Alat Kesehatan dari
Perspektif Aspek Aman, Bermutu dan Bermanfaat;
ii. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian
Perindustrian tentang: Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku Alat
Kesehatan terutama Baja, Plastik dan Lateks yang memenuhi persyaratan
medical grade (ISO 10993 Biokompatibilitas);
4) Trade Policy:
i. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Investasi tentang: Sentralisasi Kebutuhan Belanja
Pemerintah untuk Alat Kesehatan melalui E Katalog Sektoral Kemenkes;
ii. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian
Perindustrian tentang: Struktur Threshold TKDN per Kategori Alat
Kesehatan;
5) Fiscal & Monetary Policy:
i. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Investasi tentang: Peraturan Khusus Penerapan
Insentif Fiskal untuk Industri Alat Kesehatan yang mayoritas merupakan
industri Kecil dan Menengah, dengan memperhatikan faktor Ketahanan
Kesehatan;
6) Supporting Infrastructure Policy:
i. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada BKPM tentang: Insentif
Khusus dan Dukungan dalam Kemitraan Industri Alat Kesehatan Lokal
dengan Mitra Asing, dengan memperhatikan Konsep Alih teknologi untuk
Ketahanan Kesehatan;
ii. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian Komunikasi
tentang: Penguatan Interoperabilitas Sistem Informasi Ekosistem Alat
kesehatan untuk mendukung Sistem Pemerintahan berbasis Elektronik
(SPBE) sesuai dengan Peraturan Presiden No. 95 tahun 2018;
7) Human Resources Policy:
i. Penyusunan Dokumen Prakarsa Usulan kepada Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang: Konsep Kebaruan (Novelty)

36
dalam Penelitian berbasis Metode Pengembangan Penelitian Perintis dan
Reverse Engineering sebagai faktor pendorong Penelitian Alat kesehatan
Substitusi Impor.

2. Visibilitas
a. Dukungan terhadap riset, inovasi, dan digitalisasi teknologi kesehatan
1) Perumusan Kerangka Utama Sinergitas Hilirisasi Penelitian Perintis;
2) Pemerintah memprioritaskan komersialisasi dan penyerapan produk inovasi
sesuai pemenuhan standar keamanan, mutu dan kemanfaatan untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri;
3) Penyusunan program bersama untuk mengawal komersialisasi produk inovasi dan
teknologi alat kesehatan;
4) Berkoordinasi dengan BRIN terkait Sinergitas antar Pemangku Kepentingan di
Ekosistem hilirisasi Penelitian Perintis Pengembangan Alat Kesehatan;
5) Penyusunan skema kerja sama komersial antara Peneliti dan Industri;
6) Penyusunan skema asesmen readiness level untuk peningkatan pemanfaatan
hasil riset;
7) Berkoordinasi dengan Kementerian terkait untuk mendorong skema kerja sama
produk reverse engineering dan produk rintisan antara Peneliti dan Asosiasi;
8) Fasilitasi Uji Klinik Alat Kesehatan;
9) Koordinasi Lintas Sektor untuk Penyusunan Kelompok Kerja Pengembangan
(Development Working Group) untuk Perumusan Klustering (Center of
Excellence/CoE). Pengembangan Substitusi Impor Alat Kesehatan.
b. Ketersediaan kebutuhan informasi berbasis Rencana Kebutuhan Alkes (RKA) agar
Industri dapat menyusun perencanaan berbasis proyeksi yang lebih presisi
1) Melakukan Koordinasi dengan Direktorat terkait di Kementerian Kesehatan;
2) Mendorong Penyusunan mekanisme Rencana Kebutuhan Alat Kesehatan (RKA).
c. Kajian dan implementasi insentif pajak terkait Industri Alat Kesehatan Nasional
1) Melakukan koordinasi dan kajian Bersama dengan Kementerian dan Lembaga
terkait, penyusunan skema insentif fiskal untuk industri alat Kesehatan dan
relaksasi insentif fiskal bagi industri alat Kesehatan;
2) Pelaksanaan Sosialisasi Insentif pajak terkait Industri Alat Kesehatan;
3) Melakukan BIMTEK bersama dengan Kementerian dan Lembaga terkait, untuk
Implementasi Insentif pajak terkait Industri Alat Kesehatan;
4) Pembentukan hotline atau helpdesk bersama terkait insentif fiskal khusus untuk
industri alat Kesehatan.

3. Fokus Pelanggan
a. Melakukan Upaya promosi terkait kualitas mutu produk Alat Kesehatan Nasional, untuk
mendorong peningkatan “brand awareness” produk Alat Kesehatan Nasional
1) Memberikan fasilitas event pameran kepada Industri Alat Kesehatan Nasional;
2) Bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dalam rangka edukasi dan
penggunaan Alat Kesehatan dalam negeri dalam rangka praktik pendidikan
pelayanan kesehatan.

4. Kolaborasi Pentaheliks
a. Industri membutuhkan Kepastian dan Ketersediaan Informasi yang terintegrasi untuk
Publik, termasuk sosialisasi terkait Koordinasi Lintas Instansi untuk Regulasi terkini di
Bidang Alat Kesehatan (OSS, E-Catalogue, Ekspor Impor, dan TKDN)
1) Membangun Platform Integrasi BIG DATA Ekosistem Alat Kesehatan Nasional;
2) Offline dan Online terkait regulasi terkini;

37
3) Melakukan Koordinasi untuk harmonisasi data lintas Kementerian dan Lembaga
terkait Alat Kesehatan Nasional (AKD/AKL, HS CODE, Registrasi E-Catalogue,
SIRS Online, ASPAK, SISPROKAL, Platform marketplace alat Kesehatan yang
telah disetujui Kementerian Kesehatan, Data Asosiasi).
b. Pemerintah mendorong koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk melakukan
pengendalian produk impor, guna melakukan perlindungan terhadap Industri Alat
Kesehatan Nasional
1) Melakukan Kajian melalui FGD lintas Kementerian dan Lembaga untuk menyusun
pengendalian impor (melalui pemberian insentif dan disinsentif) terkait Jenis
Produk yang secara kapasitas dan kualitas Industri Alat kesehatan Nasional telah
tercukupi;
2) Pengawalan implementasi pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai amanat
Perpres 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
3) Mendorong akselerasi implementasi pengendalian impor dalam rangka
mendukung Alat Kesehatan Nasional tertentu dalam rangka mendukung
terwujudnya pengadaan barang/jasa dalam negeri sebagaimana diamanatkan
dalam Perpres 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

5. Supply Chain Agility


a. Mendorong ketersediaan bahan baku medical grade dan komponen lokal yang memiliki
kualitas baik dan harga kompetitif
1) Melakukan identifikasi bahan baku medical grade dan komponen baik lokal dan
impor terkait Alat Kesehatan Nasional;
2) Melakukan koordinasi dan eksplorasi dengan Kementerian, Lembaga dan Asosiasi
terkait;
3) Melakukan Data Boarding Informasi Industri Bahan Baku dan Komponen Alat
Kesehatan ke dalam Integrasi Big Data, sehingga dapat diakses oleh stakeholder
Industri Alat kesehatan Nasional.
b. Pemerintah mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Alat Kesehatan
1) Mendorong Link & Match antara Lembaga Pendidikan, Organisasi Profesi dan
Industri (Technopark);
2) Berkoordinasi dengan Kemendikbud Ristek untuk meningkatkan jumlah program
studi Teknik Biomedis (Biomedical Engineering) di Indonesia;
3) Melakukan Kajian atas Perubahan Regulasi Persyaratan PJT Alat Kesehatan dari
berbasis Ijazah Pendidikan menjadi Sertifikasi Kompetensi BNSP.

6. Sustainability
a. Dukungan pemerintah di sektor permodalan industri Alat Kesehatan, terutama
mempertimbangkan proyeksi kebutuhan Alat Kesehatan
1) Melakukan business matching dengan Industri Perbankan yang berminat fokus
untuk Pembinaan sektor Industri Alat Kesehatan;
2) Koordinasi Lintas Direktorat untuk melakukan identifikasi terkait mendorong
Rencana Anjak Piutang Alat kesehatan Rumah Sakit;
3) Melakukan Koordinasi antara Rumah Sakit, Industri Alat Kesehatan dan
Perbankan untuk Percepatan mencari Solusi untuk kelancaran Industri Alat
kesehatan dan Rumah Sakit sebagai pengguna.
b. Mendorong peningkatan penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri, melalui
implementasi threshold TKDN untuk masing-masing jenis produk, tergantung pada

38
kapasitas dan kapabilitas Industri Alat Kesehatan Nasional, serta meningkatkan
Monitoring dan Evaluasi (MONEV) atas pembelian berbasis threshold TKDN
1) Mendorong percepatan sertifikasi TKDN bagi Industri alat Kesehatan;
2) Menyusun threshold TKDN per jenis produk Alat Kesehatan;
3) Melakukan FGD dengan asosiasi terkait threshold TKDN Alat Kesehatan;
4) Melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait untuk
implementasi threshold TKDN.

D. Indikator Kinerja Rencana Aksi Berdasarkan Periode Waktu


Variabel
Pengembangan
Kemandirian
Industri Alat
Indikator Kinerja 2023-2024 2025-2028 2029-2032 2033-2035
Kesehatan
Nasional
1. Target total pasar alat
Kemandirian
Industri Nasional
kesehatan Indonesia 60T 75T 100T 130T
(Rp)
Kemandirian 2. Pangsa pasar produk
Industri Nasional izin edar AKD (%) 35% 40% 50% 55%
3. Total nilai pasar alat
Kemandirian
Industri Nasional
Kesehatan produksi 21T 30T 50T 71,5T
Nasional / AKD (Rp.)
4. Persentase fasilitas
Penguatan
produksi yang telah
Regulasi dan
mendapatkan sertifikasi 100% 100% 100% 100%
Kebijakan
CPAKB (%)
5. Realisasi atas
Penguatan permintaan dukungan
Regulasi dan industri hasil dari 100% 100% 100% 100%
Kebijakan survei industri secara
berkala (%
6. Interoperabilitas data
dan informasi produk
kefarmasian dan alat
kesehatan di antara
Visibilitas
seluruh pemangku 100% 100% 100% 100%
kepentingan alat
Kesehatan nasional
(%)
7. Persentase hilirisasi
Penelitian Perintis
dengan TKT minimal 6
untuk dapat memenuhi
Visibilitas kebutuhan substitusi 10% 15% 20% 25%
impor dari Jenis Alat
Kesehatan AKL yang
belum terdapat AKD
(%).
8. Peningkatan Foreign
Direct Investment (FDI)
industri hulu sebesar
Visibilitas
20% dari angka FDI 15% 15% 15% 15%
Alat Kesehatan di
tahun sebelumnya. (%)
9. Peningkatan preferensi
Nakes terhadap Alat
Fokus Pelanggan Kesehatan AKD di 55% 60% 65% 70%
Rumah Sakit
Pemerintah (%)
10. Peningkatan persepsi
Nakes di Rumag Sakit
Pemerintah terhadap
Fokus Pelanggan kualitas alat Kesehatan 40% 50% 60% 70%
AKD yang memenuhi
kaidah aman, bermutu,
bermanfaat (%)
Kolaborasi 11. Kerja sama Penelitian
Pentaheliks dan Pengembangan 5% 10% 15% 20%

39
Variabel
Pengembangan
Kemandirian
Industri Alat
Indikator Kinerja 2023-2024 2025-2028 2029-2032 2033-2035
Kesehatan
Nasional
Lintas Negara untuk
mendukung hilirisasi
dari jenis-jenis alat
kesehatan AKLI yang
belum ada AKD, telah
dilakukan Penelitian
Perintis dengan TKT
minimal TKT 6 (%)
12. Membangun
interkoneksi antar
pemangku
kepentingan (target 12 4 8 12 15
Kolaborasi
Pentaheliks
kementerian dan Kementerian Kementerian Kementerian Kementerian
lembaga serta seluruh / Lembaga / Lembaga / Lembaga / Lembaga
direktorat di internal
Kementerian
Kesehatan).
13. Persentase jenis alat
Supply Chain Kesehatan AKD dari
Agility total jenis AKL yang 40% 50% 60% 70%
terdaftar (%)
14. Peningkatan
ketersediaan Bahan
Baku Nasional, yang
dibuktikan dengan
Supply Chain pencapaian threshold
Agility sertifikasi TKDN 25% 50% 60% 70%
minimal 50% untuk
produk-produk alat
Kesehatan AKD top 10
volume (%)
15. Menyusun pemetaan
sumber daya faktor
produksi utama 6M
Supply Chain 12 15
Agility
(Material, Method, 6 Pemetaan 9 Pemetaan
Man, Machine, Money, Pemetaan Pemetaan
dan Market) (sejumlah
6 pemetaan).
16. Mendorong kerja sama
hulu-hilir untuk inisiasi
produksi bahan baku
alat kesehatan dalam
negeri untuk baja,
plastik, dan karet
berdasarkan Pohon
Industri (PI) yang 25% 35% 45% 55%
Supply Chain
Agility
belum ISO 10993, Threshold Threshold Threshold Threshold
dengan parameter TKDN AKD TKDN AKD TKDN AKD TKDN AKD
kinerja yang dibuktikan
dengan pencapaian
threshold sertifikasi
TKDN minimal 55%
untuk produk-produk
alat kesehatan AKD
top 10 volume.
17. Pengembangan
potensi ekspor regional
(5 negara ASEAN yaitu
Kamboja, Laos,
2 Negara 5 Negara 7 Negara 10 Negara
Sustainability Myanmar, Brunei
Darussalam, dan ASEAN ASEAN ASEAN ASEAN
Timor-Leste) dan
pasar Timur Tengah
serta Afrika
18. Peningkatan brand
image alat kesehatan
Sustainability
nasional, dengan 50% 55% 60% 65%
parameter penggunaan

40
Variabel
Pengembangan
Kemandirian
Industri Alat
Indikator Kinerja 2023-2024 2025-2028 2029-2032 2033-2035
Kesehatan
Nasional
alat kesehatan AKD di
Rumah Sakit Vertikal
mencapai rata-rata
60% dari penggunaan
selama tahun berjalan
(%)
19. Memastikan 100%
laporan pengawasan
post-market yang
masuk melalui e-
Sustainability watch, 100% 100% 100% 100% 100%
terselesaikan melalui
adanya tindak lanjut
dalam waktu 3 (tiga)
hari kerja (%)

E. Fokus Program Berdasarkan Sudut Pandang Pentaheliks


Academic Business Community Government Media
Mendorong kerja
sama logistik
Peluang
dalam distribusi
investasi bahan
dengan
baku medical
Supply Chain penugasan
grade;
Agility kepada BUMN
Kerja sama
logistik;
logistik dalam
Menerapkan
distribusi
pembayaran
elektronik
Membangun
database
ekosistem alat
kesehatan
Harmonisasi
Membangun
terminologi;
ekosistem
Optimalisasi idle
clustering
asset BUMN,
Penelitian
Pemda,
Perintis – Center
BUMN sebagai Kementerian
of Excellence
Collaboration lokomotif industri /Lembaga;
(CoE);
di sektor hulu Penyusunan
Mendorong
peta identifikasi
Penelitian
potensi & risiko
Perintis
kesehatan
mengoptimalkan
bersama Pemda;
ATM
Penyusunan
peta urban
emergency
preparedness
bersama Pemda
Pemetaan Pemetaan Pemetaan
kamus lengkap kamus lengkap kamus lengkap
keragaman keragaman keragaman
kompleksitas kompleksitas kompleksitas
Visibility produk alkesnas; produk alkesnas; produk alkesnas;
Pemetaan Pemetaan Pemetaan
potensi risiko potensi risiko potensi risiko
environmental environmental environmental
uncertainty uncertainty uncertainty

41
Academic Business Community Government Media
Standarisasi
Rekomendasi kualitas produk
Pemastian Pemastian Pemastian
standarisasi agar memenuhi
produk produk produk
kualitas produk kaidah aman,
memenuhi memenuhi memenuhi
Sustainability agar memenuhi
kaidah aman, kaidah aman,
bermutu, dan
kaidah aman,
kaidah aman, bermanfaat serta
bermutu, dan bermutu, dan bermutu, dan
bermutu, dan merumuskan
bermanfaat bermanfaat bermanfaat
bermanfaat sanksi
pelanggarannya

42
Bab V: Penutup

Langkah pemastian implementasi strategi dan upaya meningkatkan industri alat kesehatan
dalam negeri melalui koordinasi lintas sektor, sebagai tindak lanjut perumusan Peta Jalan
Pengembangan Industri Alat kesehatan Indonesia, memerlukan pengorganisasian,
penggerakan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mutlak membutuhkan kolaborasi
dari berbagai pihak terkait lintas sektor sesuai dengan kewenangannya masing-masing
melalui koordinasi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian secara berkelanjutan
untuk mendorong penciptaan pasar bagi produk alat kesehatan dalam negeri, sehingga dapat
menjadi lokomotif penggerak perkembangan industri alat kesehatan dalam negeri.
Dengan koordinasi lintas sektor yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator bidang
Perekonomian diharapkan setiap pemangku kepentingan (stakeholder) mampu saling
berintegrasi dan sinergis dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan dengan baik
sesuai kewenangannya demi kemajuan industri alat kesehatan di Indonesia, sehingga akan
mengakselerasi faktor pertumbuhan industri alat kesehatan di Indonesia.

43

Anda mungkin juga menyukai