Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia

“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi


Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagian besar Negara di berbagai belahan dunia termasuk
Indonesia, dalam beberapa waktu terakhir mulai memasuki masa transisi
menuju era atau periode new normal atau normal baru pandemi Covid-19.
Era tersebut berkaitan dengan terbentuknya kebiasaan atau pola perilaku
baru di masyarakat sebagai pengaruh dari lamanya kehidupan sosial
masyarakat selama Covid-19 yang masih belum selesai (Habibi, 2020).
Normal baru ditempuh sebagai upaya untuk mengatasi dampak sosial
ekonomi dari mekanisme pembatasan sosial hingga lockdown yang saat
ini dilalui (Samuel, Rahman, Ali, Samuel & Pelaez, 2020).
Periode ini tentu memiliki tantangan tersendiri untuk dilaksanakan,
diantaranya adalah seperti kesiapan dan sentimen masyarakat terhadap
kebijakan baru tersebut (Samuel, Rahman, Ali, Samuel & Pelaez, 2020).
Kebijakan baru ini tentu juga dialami di dunia pendidikan. Semua pihak
mulai dari guru, orangtua dan siswa harus siap menjalani normal baru
melalui pendekatan belajar menggunakan teknologi informasi dan media
elektronik agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik
(Wijoyo & Indrawan, 2020).
Pada pembejaran tatap muka, guru lebih leluasa menyampaikan
materi ajar dan menilai motivasi belajar peserta didiknya. Pada era normal
baru yang pembelajarannya serba daring, guru diharapkan dapat lebih
kreatif dan inovatif untuk membuat bahan ajar yang menarik minat dan
semangat belajar peserta didik, selain itu guru juga dituntut untuk cermat
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Syaharuddin &
Mutiani dalam Nugraheny, 2020). Hal yang menjadi permasalahan adalah
tidak semua guru mahir dalam menggunakan teknologi (Mastura &
Santaria, 2020). Seperti dikutip dari detikinet (2020), seorang guru di SDN
6 Sumberpucung, Kabupaten Malang, menceritakan bahwa selama
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

kegiatan belajar mengajar daring ternyata cukup menjadi tantangan hebat.


Keterbatasan pengetahuan mengenai teknologi informasi, berlatih aplikasi
dan mengakomodir pembelajaran murid secara daring. Guru juga harus
memikirkan bagaimana murid terlibat berkomunikasi atau diskusi meski
sedang pengajaran jarak jauh (PJJ), termasuk juga bagaimana murid bisa
mengatur dirinya dan membuat dirinya memiliki self-motivation guna
dapat berkarya. Selain itu, masalah lain yang muncul dari guru seperti
munculnya rasa kejenuhan karena harus menyesuaikan materi atau
rancangan pembelajaran yang sebelumnya sudah dipersiapkan, harus
memeriksa hasil pekerjaan murid dan hal ini membutuhkan waktu yang
lebih panjang. Sehingga keluhan yang muncul dari guru adalah jam kerja
yang semakin panjang, tidak seperti ketika guru langsung melakukan tatap
muka dikelas, dimana guru dapat langsung memeriksa pekerjaan siswa dan
memberikan feedback atas tugas yang dilakukan.
Studi pendahuluan berupa wawancara pada salah satu guru di
SMAN 1 Banjarbaru menunjukkan hasil bahwa masih banyak guru yang
kurang memahami penggunaan teknologi informasi sebagai media
pembelajaran daring. Selain itu, adanya pembelajaran daring menyebabkan
pekerjaan guru menjadi bertambah karena guru harus menyiapkan
kegiatan belajar mengajar secara daring dan harus memantau siswa dari
jarak jauh. Hal tersebut dilakukan karena selama belajar daring masih
didapati siswa yang tidak mengumpulkan tugas dan bahkan ada yang tidak
mengikuti pembelajaran daring sehingga guru harus menghubungi siswa
yang bersangkutan. ada beberapa guru yang tidak dapat beradaptasi
dengan metode pembelajaran daring sehingga kemungkinan akan
menghambat kinerja dan menambah beban kerja guru lain dimana hal ini
akan menimbulkan stres akibat banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan
oleh guru.
Perubahan sistem pembelajaran yang berubah secara mendadak
menimbulkan kelelahan fisik dan tekanan secara psikologis bagi guru.
Permasalahan tersebut dalam ilmu psikologi secara umum dikenal sebagai
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

kondisi stres, dan secara khusus merupakan stres kerja. Stres kerja
merupakan gangguan fisik dan mental akibat tekanan yang dialami oleh
tenaga kerja yang berasal dari dalam atau luar lingkungan tempat kerja
(Vinahapsari, 2019). Stress kerja merupakan salah satu masalah paling
serius yang hampir seluruh pekerja pernah mengalaminya (Vinahapsari,
2019).
Menurut penelitian oleh Labour Force Survey pada 2014
ditemukan 440.000 kasus stres kerja di Inggris dengan angka kejadian
1.380 kasus per 100.000 pekerja (Mayang S, Lestantyo & Kurniawan,
2018). Di Eropa permasalahan stres kerja menempati posisi ke-2 setelah
gangguan musculoskeletal. Sementara di kawasan Asia Pasifik, tren stress
kerja melebihi rata-rata global yang berkisar 48%; dimana Indonesia
berada pada tingkat 73%. Angka tersebut menunjukkan peningkatan 9%
dari tahun sebelumnya (Habibi & Jefri, 2018). Data tersebut
mengindikasikan stres kerja merupakan permasalahan yang masih
memerlukan perhatian khusus, salah satunya oleh institusi (Vinahapsari,
2019). Kondisi stress yang dialami apabila tidak dicegah atau diatasi tentu
dapat berdampak buruk pada kondisi individu seperti masalah kesehatan
dan penurunan produktivitas (Bowen dkk, 2014 dalam Wu, 2018;
Permatasari & Prasetio, 2018; Prihatsanti dkk, 2013).
Stres kerja yang dapat dialami oleh guru pada kondisi pandemi dan
adaptasi era normal baru, yang mana guru harus tetap datang ke sekolah
walaupun tidak ada pembelajaran tatap muka seperti biasanya ataupun
tetap bekerja di rumah dengan tuntutan pekerjaan yang tentu jauh berbeda,
merupakan hal yang penting untuk disoroti saat ini. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melihat seberapa besar stres kerja pada guru sekolah
di masa adaptasi kebiasaan baru metode pembelajaran daring.
B. Fokus Masalah
Fokus masalah dalam penelitian asesmen dan intervensi ini adalah
adanya potensi besar tuntutan metode pembelajaran daring di masa
adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19 untuk menyebabkan terjadinya
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

stress kerja pada guru sekolah, khususnya di Kalimantan Selatan karena


kapasitas penyesuaian diri yang tidak memadai untuk memenuhi tuntutan
pekerjannya.
Rumusan masalah dalam penelitian asesmen dan intervensi ini
adalah:
1) Bagaimana gambaran tingkat stress kerja pada guru sekolah di
Kalimantan Selatan di masa adaptasi kebiasan baru metode
pembelajaran daring?
2) Bagaimana saran rancangan intervensi yang sesuai terhadap
permasalahan yang terjadi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan penelitian asesmen dan intervensi ini adalah
untuk mengetahui gambaran tingkat stress kerja pada guru sekolah di
Kalimantan Selatan di masa adaptasi kebiasan baru metode pembelajaran
daring dan menentukan rancangan intervensi yang sesuai.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Penelitian asesmen dan intervensi ini diharapkan dapat menjadi
tambahan sumber pengetahuan mengenai konsep stress kerja dalam
ilmu psikologi, khususnya berkaitan dengan fenomena aktual saat ini
yaitu pandemi Covid-19. Penelitian ini juga dapat menjadi rujukan
pendahuluan untuk melakukan penelitian yang lebih besar lagi dalam
konteks organisasi dan/atau institusi khususnya pada ranah pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian asesmen dan intervensi ini secara praktis diharapkan
dapat menghasilkan luaran berupa rancangan intervensi yang secara
efisien dapat membantu mengatasi permasalahan stress kerja yang
dapat dialami oleh guru sekolah di Kalimantan Selatan di masa
adaptasi kebiasaan baru metode pembelajaran daring.
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres Kerja
1. Pengertian Stres Kerja
Stres secara umum merupakan kondisi dimana seseorang
mengalami ketegangan karena adanya faktor-faktor tertentu yang
mempengaruhi. Stres merupakan bentuk respon terhadap suatu situasi
atau kondisi eksternal yang berlebihan (Ivancevich dkk, 2006 dalam
Amalia dkk, 2017). Stres juga dapat diartikan sebagai suatu respon
terhadap ketidakseimbangan antara tuntutan faktor eksternal dengan
faktor internal yang membantu seseorang dalam mengatasi tekanan
tersebut (Ibrahim dkk, 2016; Ritchardson & Rothsein, 2008 dalam Wu
dkk, 2018). Karabay dkk (2016) menyebutkan terdapat banyak
perdebatan mengenai definisi spesifik stress, tetapi sebagian besar
peneliti setuju bahwa stress merupakan suatu pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan rasa takut, terror,
kecemasan, ketidaknyamanan, emosi marah, kesedihan, rasa kesal dan
depresi.
Stres kerja merupakan kondisi stress yang berkaitan dengan
konteks pekerjaan. Stress kerja merupakan bentuk ekstensi dari stress
yang bersifat umum, karena secara khusus merupakan akibat dari
setting pekerjaan seperti tugas pekerjaan, tempat bekerja dan konflik
peran (Jou dkk, 2013 dalam Wu dkk, 2018). Kahn dan Quinn (1970
dalam Gupta & Beehr, 1979) mendefinisikan stress kerja sebagai
tuntutan dari berbagai aspek pekerjaan yang berlebihan dan
mengancam terhadap seseorang. Riggio (2003 dalam Almasitoh, 2011)
memberikan definisi yang sejalan namun lebih lengkap, yaitu stress
kerja merupakan reaksi fisiologis dan/atau psikologis seseorang
terhadap suatu situasi yang dipersepsikan sebagai ancaman (dalam
setting pekerjaan). Anoraga (2001 dalam Amalia dkk, 2017) juga
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

mendefinisikan stress kerja sebagai hal yang serupa dan merincikan


situasi tersebut merupakan perubahan yang terjadi di lingkungan
(kerja) seseorang.
Stres kerja, sejalan dengan pengertian sebelumnya juga dapat
diartikan sebagai kondisi ketidakseimbangan antara tuntutan
lingkungan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan kapasitas
seseorang dalam melakukan penyesuaian terhadap kondisi tersebut,
sehingga berpengaruh terhadap kinerjanya dalam menyelesaikan tugas
kerja (Christian, 2005 dalam Hardani, 2016; Kirkcaldy dkk, 2000
dalam Wijono, 2006; National Institute of Occupational Safety dan
Health (NOSH), 2019 dalam Vinahapsari, 2019; Rustiana & Cahyati,
2012; Sinambela, 2016 dalam Permatasari & Prasetio, 2018;
Soewondo, 2003 dalam Cahyana & Jati, 2017; Stranks, 2005 dalam
Prihatsanti dkk, 2013). Definisi tersebut dapat menyimpulkan
pengertian-pengertian yang telah dijabarkan sebelumnya mengenai
stress kerja.
2. Jenis-jenis Stres Kerja
Kondisi stress secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
eustress dan distress. Eustress berupa perasaan-perasaan yang positif
sesesorang karena adanya penghargaan yang didapatkan dari prestasi
kerjanya yang memuaskan, sementara itu distress merupakan
perasaan-perasaan negatif dan dapat menyebabkan prestasi kerja
seseorang menurun (Wijono, 2006).
Quick dan Quick (1984 dalam Almasitoh, 2011) menjelaskan
bahwa eustress merupakan dampak positif yang ditimbulkan dari stress
berupa perasaan gembira, bangga, menerima tantangan, merasa
mampu, cakap, meningkatnya motivasi berprestasi, semangat kerja
yang tinggi, produktivitas tinggi, timbul harapan untuk memenuhi
tuntutan kerja dan meningkatnya kreativitas dalam berkompetisi.
Distress di lain sisi merupakan dampak negative dari stress berupa
perasaan bosan, frustrasi, kecewa, kelelahan fisik, gangguan tidur,
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

mudah marah, sering melakukan kesalahan, timbul keragu-raguan,


motivasi menurun, absensi meningkat dan timbulnya apatisme.
3. Gejala dan Dampak Stres Kerja
Gejala stress kerja dapat dibedakan ke dalam tiga aspek yaitu
fisiologis, psikologis dan perilaku (Robbins & Judge, 2013 dalam
Vinahapsari, 2019). Gejala fisiologis atau gejala fisik diantaranya
seperti kepala terasa pusing, tidur tidak teratur, perasaan tegang,
tekanan darah naik, gatal pada kulit, dan lain sebagainya. Gejala
psikologis diantaranya seperti emosi sedih, depresi, gelisah, cemas,
mudah marah, mudah teringgung, lelah mental, dan lain sebagainya.
Gejala perilaku diantaranya seperti mudah membatalkan janji,
meningkatnya frekuensi absensi, meningkatnya agresivitas, dan lain
sebagainya (Robbins, 2004; Schultz & Schultz, 1994 dalam Almasitoh,
2011).
Kondisi stress apabila tidak dicegah atau diatasi tentu dapat
berdampak buruk pada kondisi individu (Prihatsanti dkk, 2013). Stres
kerja secara khusus dapat mengancam kesehatan seorang
karyawan/pekerja (Bowen dkk, 2014 dalam Wu, 2018). Wu (2018)
menyebutkan berdasarkan beberapa bukti hasil penelitian, stress kerja
dengan tingkat tinggi yang berkepanjangan dapat menyebabkan
kelelahan mental, postur kerja yang canggung dan perilaku berbahaya.
Stress kerja juga dapat menyebabkan meningkatnya absensi dan
menurunnya performansi kerja (Westman & Etzion, 2001 dalam
Karabay dkk, 2016). Seseorang dengan stress kerja yang tinggi juga
cenderung tidak puas dengan pekerjaannya sehingga berpengaruh
terhadap produktivitas dan perasaan senangnya di industri/organisasi
tempatnya bekerja (Permatasari & Prasetio, 2018).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Stres kerja merupakan suatu hasil interaksi antara pekerja dengan
lingkungan atau setting kerjanya (Rustiana & Cahyati, 2012;
Vinahapsari, 2019; Wijono, 2006). Terdapat banyak faktor yang
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

berpengaruh terhadap stress kerja, baik itu faktor internal yang


meliputi aspek fisik dan psikologis, maupun faktor eksternal yang
meliputi aspek organisasional dan kondisi lingkungan kerja (Smet,
1994 dalam Febriana, 2013). Febriana (2013) juga menekankan dalam
hasil temuannya bahwa sejalan dengan temuan terdahulu, salah satu
faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap stress kerja adalah
kondisi kelelahan kerja.
Robbins (2007) menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga
sumber yang menjadi penyebab stres kerja, yaitu tuntutan tugas kerja,
tuntutan peran dan tuntutan pribadi. Hamdani dan Handoyo (2012)
menyebutkan bahwa stress kerja dapat disebabkan oleh faktor intrinsik
pekerjaan seperti tuntukan fisik maupun tuntutan tugas kerja; peran
individu dalam organisasi yang meliputi disfungsi peran, konflik peran
dan ambiguitas peran; serta faktor pengembangan karir. Sheridan dan
Radmander (1992 dalam Almasitoh, 2011) menjelaskan terdapat tiga
faktor yang menyebabkan terjadinya stress kerja, yaitu:
1) Faktor lingkungan, yaitu faktor yang meliputi kondisi
lingkungan secara global maupun lingkungan tempat bekerja.
2) Faktor organisasional, yaitu merupakan kondisi organisasi yang
secara langsung mempengaruhi kinerja yang meliputi
karakteristik intrinsik pekerjaan (tuntutan kerja dan beban
kerja), karakteristik peran individu (konflik peran, ambiguitas
peran, beban peran dan ketiadaan kontrol), karakteristik
lingkungan sosial, iklim organisasi dan karakteristik fisik
lingkungan kerja.
3) Faktor individual, yaitu faktor yang berasal dari kehidupan
pribadi individu itu sendiri.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan


faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stres kerja adalah
faktor lingkungan, faktor organisasional dan faktor individual.
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

B. Masa Dewasa
1. Rentang Usia Masa Dewasa
Masa dewasa dapat dikatakan sebagai masa akhir dari masa
perkembangan manusia. Istilah dewasa yang berkaitan dengan konteks
biologis mengacu pada kondisi organisme yang sudah matang (Jahja,
2011). Pada umumnya rentang usia masa dewasa adalah dari 20 tahun
sampai dengan 65 tahun ke atas (Santrock, 2002). Masa dewasa dapat
terbagi menjadi tiga fase atau tahap yaitu dewasa awal, dewasa tengah,
dan dewasa akhir (Jahja, 2011; Santrock, 2002). Dalam Papalia dan
Feldman (2014), pembagian rentang usianya adalah usia 20-40 tahun,
usia 40-65 tahun, dan usia 65 tahun ke atas. Sumber lain juga
menyebutkan bahwa umumnya masa dewasa dimulai dari usia 18
tahun hingga usia 40 tahun (Jahja, 2011).
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, dapat disimpulkan
rentang usia masa dewasa adalah dimulai dari usia 20 tahun hingga 65
tahun ke atas.
2. Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa
Masa dewasa pada umumnya ditandai dengan selesainya
pertumbuhan pubertas dan seorang remaja telah berkembang secara
matang sehingga mampu bereproduksi. Individu umumnya akan
mengalami perubahan fisik dan psikologis beriringan dengan berbagai
permsalahan diri terkait penyesuaian diri serta harapan-harapan
terhadap perubahan yang dialami (Jahja, 2011). Beberapa ciri umum
dari masa perkembangan dewasa diantaranya adalah (Jahja, 2011):
- Merupakan masa pengaturan
- Masa usia produktif
- Masa terjadinya berbagai masalah karena penyesuaian barunya
- Masa ketegangan emosional
- Masa keterasingan sosial
- Masa komitmen
- Masa ketergantungan
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

- Masa perubahan nilai dengan nilai-nilai kehidupan yang baru


- Masa penyesuaian diri, dan
- Masa kreatif
Karakterisitik masa dewasa dapat dilihat dari ketiga fase atau tahap
perkembangan dewasa (Santrock, 2002). Masa dewasa awal
merupakan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa. Masa
dewasa awal juga dapat disebut sebagai masa muda (youth), yaitu
periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan
masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara
(Kenniston, 1970 dalam Santrock, 2002). Masa ini merupakan masa
pencarian kemantapan dan masa reproduktif yang penuh dengan
masalah, ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode
komitmen. Masa ini juga merupakan masa ketergantungan, terjadinya
perubahan nilai-nilai, masa kreativitas dan penyesuaian terhadap pola
hidup yang baru (Jahja, 2011). Masa dewasa awal umumnya dimulai
dari usia 20 tahun (Papalia & Feldman, 2014).
Masa dewasa madya atau tengah merupakan masa transisi menuju
periode dengan ciri jasmani dan perilaku yang baru dibandingkan
dengan masa mudanya. Minat terhadap agama umumnya menjadi lebih
besar dan terkadang dilandasi oleh kebutuhan pribadi dan sosial. Masa
ini biasanya dimulai dari usia 40 tahun (Jahja, 2011).
Masa dewasa lanjut merupakan periode penutup dari
perkembangan manusia. Salah satu ciri utamanya adalah kondisi fisik
dan psikologis yang semakin menurun. Ciri lainnya dari masa ini
adalah seperti penyesuaian pribadi, penyesuaian sosial, perubahan
system saraf dan perubahan penampilan. Masa ini umumnya dimulai
dari usia 60 tahun (Jahja, 2011).
Karakteristik masa perkembangan dewasa juga dapat dilihat dari
beberapa aspek (Jahja, 2011), yaitu:
1) Aspek Fisik
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

Kondisi fisik masa dewasa dicirikan dengan usia, rangka


tubuh, tinggi dan lebarnya tubuh seseorang. Faktor fisik dapat
menjadi indikator kedewasaan seseorang, tetapi bukan menjadi
satu-satunya indikator.
2) Kemampuan mental
Kondisi mental seseorang yang telah dewasa tentu berbeda
dengan cara berpikir dan tindakan yang masih kekanak-
kanakan. Seorang dewasa dapat berpikir secara logis, pandai
dalam mempertimbangkan sesuatu secara adil, terbuka dan
dapat menilai segala pengalaman hidup.
3) Pertumbuhan Sosial
Perasaan simpatik kepada orang lain dan bahkan terhadap
orang atau sesuatu yang paling tidak disukai merupakan ciri
kedewasaan secara sosial. Orang dengan karakteristik tersebut
pasti pandai dalam menguasai keadaan meskipun terhadap
mereka yang berbuat tidak baik kepadanya.
4) Emosi
Ciri kedewasaan seseorang dapat dilihat dari caranya
mengendalikan emosi. Seseorang yang pandai mengendalikan
emosi maka tindakan yang dilakukannya tentu mengandalkan
akalnya. Penyaluran emosi yang diiringi dengan akal sehat
dapat melahirkan tindakan yang telah dewasa dan tetap berada
pada aturan norma maupun nilai yang berlaku.
5) Pertumbuhan Spiritual dan Moral
Ciri kedewasaan dalam aspek ini adalah munculnya
kematangan spiritual dan moral sehingga seseorang akan
terdorong untuk mengasihi dan melayani orang lain dengan
baik. Seseorang yang telah berkembang dalam aspek ini akan
lebih pandai dan tenang dalam menghadapi berbagai kesulitas
dan persoalan hidup yang dialaminya.
C. Ringkasan Masalah
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

Masa adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19 memberi banyak


dampak terhadap berbagai lini kehidupan, termasuk ranah pendidikan.
Terdapat tuntutan kerja berlebih yang diterima oleh guru, yang mana guru
harus menyesuaikan diri dan kemampuannya dengan metode pembelajaran
daring. Kondisi tersebut di lain sisi masih diiringi dengan kemampuan
penyesuaian yang tidak memadai, sehingga berdampak pada dialaminya
stres kerja pada guru. Masalah tersebut tentu tidak dapat dibiarkan karena
dapat berdampak pada kesehatan serta produktivitas guru dan dapat
berekstensi terhadap kepentingan pendidikan.
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

BAB III
METODE ASESMEN
A. Teknik dan Tujuan Asesmen
Asesmen merupakan suatu proses menilai fenomena yang
dilakukan melalui penghimpunan informasi yang relevan melalui berbagai
sumber dengan tujuan untuk memahami dan menentukan keadaan
fenomena tersebut. Tujuan dari asesmen dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran tingkat stress kerja yang dialami oleh guru sekolah
di Kalimantan Selatan di masa adaptasi kebiasaan baru metode
pembelajaran daring. Hasil asesmen tersebut kemudian menjadi dasar
acuan dalam menentukan rancangan intervensi yang sesuai. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian asesmen dan
intervensi ini diantaranya adalah:
1. Wawancara
Wawancara dalam penelitian merupakan teknik
pengumpulan data untuk studi pendahuluan terhadap
permasalahan yang ingin diteliti dan/atau untuk mengetahui
imformasi yang lebih mendalam dari subjek. Teknik ini
menghimpun data berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri
atau pengetahuan dan keyakinan pribadi subjek. Wawancara
dapat dilakukan secara terstruktur maupun tak terstruktur, serta
dapat dilakukan secara langsung tatap muka/luring atau melalui
telepon/daring via internet (Sugiyono, 2017).
Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai teknik
untuk studi pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui
gambaran awal permasalahan yang terjadi. Wawancara tersebut
dilakukan dengan teknik wawancara tak terstruktur dan secara
Kelompok 1 Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia
“Stres Kerja pada Guru Sekolah di Kalimantan Selatan di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Metode Pembelajaran Daring”

luring/tatap muka. Subjek wawancara studi pendahuluan


merupakan keluarga dari salah satu anggota tim penulis.
2. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui pemberian seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada subjek. Teknik ini merupakan teknik
yang cocok jika peneliti sudah mengetahui pasti variabel yang
ingin diteliti dan jika jumlah subjek cukup besar serta tersebar
di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa
pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka dan dapat
diberikan secara langsung/luring maupun daring melalui
internet (Sugiyono, 2017).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berisikan
skala yang ditujukan untuk mengukur tingkat stress kerja pada
subjek. Skala yang digunakan adalah skala stres kerja guru
yaitu Teacher Stress Inventory yang dibuat oleh J. Fimian dan
digunakan dalam penelitian Akbar dan Pratasiwi (2017).
Pemberian kuesioner dilakukan secara daring menggunakan
Google form yang diberikan kepada subjek.
B. Pelaksanaan Asesmen
Rencana pelaksanaan asesmen yang ingin dilakukan adalah sebagai
berikut:

No. Tanggal Jenis Asesmen Pelaksanaan


1. 6 Noember 2020 Wawancara Luring/tatap muka
Pendahuluan
2. 21 – 28 Pemberian Kuesioner Daring
November 2020 menggunakan
Google form

Anda mungkin juga menyukai