Anda di halaman 1dari 84

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem Komunikasi

Komunikasi Komunikasi merupakan proses penyampaian

pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan

melalui saluran media. Komunikasi menyebabkan manusia

berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui

komunikasi, interaksi menjadi lebih bermakna dan mempengaruhi

segala aspek kehidupan. Dimana Rogers & Kincaid, (1981)

memaknai komunikasi sebagai proses, dua orang atau lebih yang

melakukan pertukaran informasi satu sama lainnya, dimana pada

gilirannya akan saling pengertian mendalam.

Hendra, (2019) Ilmu komunikasi termasuk kedalam salah

satu ilmu sosial dan ilmu terapan, sebagaimana yang telah

disepakati oleh para ahli. Karena ilmu ini memiliki sifat

interdisipliner dan multidisipliner. Karena objek materilnya sama

dengan ilmuilmu lainnya terutama sekali didalam ilmu

kemasyarakatan. Sejarah mencatat bahwa komunikasi ada sesuai

dengan peradaban manusia. Mulainya Allah swt. menciptakan

1
Adam dan Hawa di muka bumi ini. walaupun hingga saat ini tidak

ada bukti dokumentasi tentang corak komunikasi baik itu lambang,

tanda-tanda dan lainnya.

Menurut Rogers, (1986) pada bukunya Comunication

technology: the new media in society, menyebutkan bahwa

komunikasi telah diperkirakan sejak abad ke 35.000 tahun SM.

Pada zaman ini telah ada banyak ditemukan corak-corak

komunikasi. Sehingga pendapat ini mengutakan bahwa

komunikasi itu telah ada sejak lama sekali. Rochajat Harun,(2017)

Manusia menggunakan komunikasi sebagai alat untuk berinteraksi

dengan orang lain. Dimana interaksi tersebut ada yang dua orang

atau lebih, karena berinteraksi dengan orang lain adalah salah satu

kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan. Komunikasi

merupakan bagian dimana kita hanya sekedar menyampaikan isi

berita atau pesan kepada orang, tetapi juga menentukan hubungan

kita dengan orang lain. Lewat komunikasi tersebut kita mampu

untuk melakukan hubungan, mampu untuk saling menghargai dan

saling melengkapi. Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris

communication. Di antara arti komunikasi adalah suatu proses

2
pertukaran informasi di antara individu melalui system

lambinglambing, tanda- tanda, atau tingkah laku. Komunikasi juga

di artikan sebagai cara untuk mengkomunikasikan ide dengan

pihak lain, dengan berbincang- bincang, berpidato, menulis

maupun melakukan korespondensi. Dalam bahasa arab,

komunikasi sering menggunakan istilah tawashul dan ittishal.

Kata Ittishal di antaranya digunakan oleh Awadh AlQarni

dalam bukunya Hatta La Takuna Kallan. Di dalam mendefenisikan

tentang komunikasi, istilah komunikasi (ittishal) didefenisikan

oleh Awadh adalah melakukan cara yang terbaik dan

menggunakan sarana yang terbaik untuk memindahkan informasi,

makna, rasa, dan pendapat kepada pihak lain dan mempengaruhi

pendapat mereka serta meyakinkan mereka dengan apa yang kita

inginkan apakah dengan menggunakan bahasa atau dengan yang

lainnya. Sementara itu kalau merujuk kepada kata dasar “washala”

yang artinya sampai, tawashul artinya adalah proses yang

dilakukan oleh dua pihak untuk saling bertukar informasi sehingga

pesan yang disampaikan dipahami atau sampai kepada dua belah

pihak yang berkomunikasi. Jika komunikasi hanya terjadi dari satu

3
arah maka tidak bisa dikatakan tawashul. Adapun kata ittishal

secara bahasa lebih menekankan pada aspek ketersambungan

pesan, tidak harus terjadi komunikasi dua arah. Harjani Hefni,

(2014) teori komunikasi kontemporer yang merupakan

perkembangan dari teori komunikasi klasik melihat fenomena

komunikasi tidak fragmatis. Artinya, komunikasi dipandang

sebagai sesuatu yang kompleks-tidak sesederhana yang dipahami

dalam teori komunikasi klasik. Pendekatan dalam memahami

komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata, tetapi

juga memperhitungkan mazhab dan model apa yang dipakai.

Mazhab yang dipakai antara lain mazhab proses dan

semiotika. Menurut John R. Wenburg et al., (2012) setidaknya ada

tiga kerangka pemahaman komunikasi, yaitu

1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah,Komunikasi

dipahami sebagai proses penyampaian pesan searah dari

seseorang atau lembaga kepada seseorang atau kelompok

lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pemahaman komunikasi sebagai suatu proses satu arah ini

4
oleh M Burgoon, (2012) disebut sebagai “definisi

berorientasi sumber” (sourceoriented definition).

2. Komunikasi sebagai interaksi, Komunikasi dipahami

sebagai proses aksi-reaksi, sebab-akibat, yang arahnya

bergantian. Komunikasi interaksi dipandang lebih dinamis

dari pada komunikasi satu arah. Unsur penting dalam

komunikasi interaksi adalah feedback (umpan balik).

3. Komunikasi sebagai transaksi Komunikasi dipahami

sebagai kegiatan menafsirkan perilaku orang lain. Ada

proses encoding dan decoding pesan verbal maupun

nonverbal. Semakin banyak peserta komunikasi maka

transaksi yang terjadi akan semakin rumit. Kelebihan

konsep ini adalah komunikasi dipahami sebagai konsep

yang tidak membatasi pada komunikasi yang disengaja

saja. PemahaWacana Volume XII No.1, Februari 2013 42

man ini mirip dengan “definisi berorientasi penerima”

(receiver-oriented definition), yaitu menekankan pada

variabel-variabel yang berbeda yaitu penerima dan makna

pesan bagi penerima. Penerimaan pesan disini bersifat dua

5
arah. Harold Dwight Lasswell lahir pada tanggal 13

Februari 1902 di Donnellson, Illinois. Pada tahun 1922

Lasswell mengambil program doktoral di bidang ilmu

politik. Ia merasa tertantang karena bidang politik tidak

terlalu berkembang. Empat tahun kemudian, ia meraih

gelar Ph.D. dalam bidang tersebut setelah melakukan studi

dan mengumpulkan data di Swiss, Inggris, dan Jerman.

Disertasi doktoral Lasswell adalah tentang analisis isi

(content analysis) propaganda selama Perang Dunia I. Tahun

1927 ia diangkat menjadi asisten profesor ilmu politik di

Universitas Chicago, kemudian mempublikasikan disertasinya

dengan judul “Propaganda Techniques in the World War”.

Tiga tahun kemudian ia mempublikasikan buku dengan judul

“Psychopatology and Politics” yang menandai penggunaan

teori psikoanalisis dalam menganalisis pemimpin politik.

Pemikiran Lasswell yang terkenal adalah analisisnya mengenai

propaganda selama Perang Dunia I. Lasswell, yang memang

berlatar belakang politik, kemudian mempublikasikan

6
pemikirannya dalam bentuk buku yang berjudul“Propaganda

Technique in the World War”.

Menurut Lasswell, propaganda merupakan “usaha

sepenuhnya untuk mengontrol opini dengan menggunakan

simbol tertentu, atau berbicara secara lebih konkret (walaupun

kurang akurat) melalui cerita, rumor, laporan, foto, dan bentuk

lain dari komunikasi sosial. Propaganda memiliki empat tujuan

: memobilisasi kekuatan sendiri, memperkuat pertemanan

dengan sesama sekutu, mempengaruhi pihak netral, dan

menjatuhkan mental musuh.” Lasswell juga terkenal dengan

model komunikasi yang dikemukakannya yaitu : Who says

what to whom with what effect?.Who merujuk kepada siapa

yang mengontrol (menyampaikan) pesan. Says What

menunjuk kepada pesan yang disampaikan. To whom merujuk

kepada penerima atau audiens. Serta with what effect

berhubungan dengan efek yang terjadi. Lasswell sendiri

memberikan definisi atas propaganda sebagai “manajemen dari

tingkah laku kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah

symbol signifikan”. Untuknya definisi ini tidak mengandung

7
nilai baik atau buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada

sudut pandang orang yang menggunakannya. Sementara itu

ahli lain menyebut propaganda sebagai usaha “untuk

mengubah pandangan orang lain sesuai yang diinginkan

seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang

bertentangan dengannya”. Dalam pengertian ilmu komunikasi,

baik propaganda maupun persuasi adalah kegiatan komunikasi

yang memiliki tujuan tertentu (intentional communication),

dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari

orang lain untuk kepentingan si sumber, tapi belum tentu

menguntungkan kepada orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi

propaganda lebih menunjuk pada kegiatan komunikasi yang

satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan

komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu

mengandalkan gb adanya tatap muka berhadap-hadapan secara

langsung. Dengan demikian sebenarnya propaganda adalah

persuasi yang dilakukan secara massal. Secara bahasa Islam

berarti Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh,

atau berserah diri, Islam secara syar’iyah berarti berarti suatu

8
nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah

kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang

dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai

berbagai segi dari kehidupan manusia. Ahmad Amin

memberikan pandangan lain, bahwa Islam adalah al-salam al

Musalamah (damai). Artinya Islam berarti damai dan tak

mengerjakan kekerasan yang menyebabkan terjadinya

peperangan dan pertengkaran.

Islam Nusantara

Yang Berkemajuan Konteks beragama dikenal

memiliki keragaman yang luar biasa atas pengamatan dan

interpretasi religius. Keragaman ini berdampak pada bentuk

ekspresi antusiasme beragama (beribadah), mulai yang hanya

mengambil spirit tradisional dalam bentuk komunikasi massa

hingga pendidikan intelektualitas agama yang di bimbing oleh

para intelektualitas islam bahkan sampai merujuki nbadah para

sufi. Gerakan neo modernitas sebagi kritisi gerakan tradisional

diwakili entitas kelompok masyarakat perkotaan. Sebagian

besar kelompok masyarakat perkotaan yang lain, tetap

9
mengekspresikan gairah tradisional, baik secara akar

kesejarahan maupun doktrin ajaran tetap berpijak kepada

doktrin ajaran tradisional dari masa lalu, pola ritual ibadah ini

Secara kelembagaan, mengambil beberapa bentuk, seperti

tarekat, majelis selawat, dan majelis zikir dan yang penulis

bahas adalah ceramah keagamaan sesuai dengan analisis ktitis

darijurnal julian millie.

Fenomena spiritual kiritis seperti deskripsi di atas jelas

menarik perhatian secara akademis. Lebih-lebih melihat

kegairahan spiritual yang diwakili oleh kelompok Muslim dari

garis ideologi neo-modernis. Sepanjang sejarahnya, di Timur

Tengah, ajaran sufisme yang terus dihujat sejak era pra

revivalisme (abad ke-18) hingga revivalisme (abad ke-19

hingga 20), terus eksis hingga kini. Fenomena sama tidak jauh

berbeda dengan di Indonesia. Di Sumatera Barat, gerakan

Paderi abad ke18, baik dipimpin oleh tiga haji (Haji Miskin,

Sumanik, dan Piobang) maupun Imam Bonjol. Semenjak

gerakan Paderi ini, kaum modernis terus melakukan

penyerangan terhadap kaum tradisionalis di berbagai daerah di

10
Indonesia hingga abad ke-20. Alihalih mengalami kemunduran,

ajaran tradisonalis dalam berbagai bentuknya terus bertahan dan

berkembang sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Gerakan

islam di indonesia juga tidak hanya mengambil bentuk

“tradisional” dan “konservatif”. Tetapi, terdapat puluhan

majelis zikir dan majelis shalawat.

Proses rekayasa sosial niscaya memerlukan wadah

yang tepat. Kesadaran kolektif ini, bagiumat Islam menemukan

spirit yang relevan dengan dimensi teologisnya. Lain dari itu,

kesadaran ini jugamemiliki saluran yang memungkinkan dapat

menjadi penampung gerakan. Pranata penting yang dimiliki

umat Islam adalah masjid dan majlis taklim. Majlis taklim,

sebagai wadah perkumpulan itu artinya masyarakat mayoritas

muslim di indonesia masih berjibaku dengan metode

anakronistik. Karena memahmi anaskronistik tidak hanya kita

terjebak terhadap masalalu. Terkadang kisah masalau menjadi

pondasi kemajuan . miasalnya tentang sirah nabawiah yang

menjadi acuan berpikir intelektual musllim di indonesia Kajian

teori ini tentang subjek dari percakapan global lintas disiplin

11
tentang bagaimana cara komunikasi dan bentuk media tidak

dilihat melalui kesamaan cara pandang oleh mereka yang

termotivasi untuk membedakan masa lalu imajiner. Situasi

Indonesia menambahkan sesuatu yang unik pada analisis

discuse, untuk menonjolnya NU dan Muhammadiyah (dan

organisasi-organisasi kecil lainnya) memberikan perbedaan

tradisional vs modern sebagai materialitas publik yang mungkin

kurang di negara lain. Masyarakat Indonesia terbiasa dengan

ruang keislaman publik di mana masa lalu dan masa depan

keduanya berargumen sebagai solusi di masa sekarang,

memberikan legitimasi publik untuk kontras sosial dan

kemungkinan agama.

Dalam tulisan julian millie tentang artkelnya menyimpulkan

dengan dua refleksi tentang tradisional vs dikotomi modern di

Indonesia. Yang pertama sederhana namun krusial. Konvensi

komunikasi Islam Indonesia menyediakan nilai tegas untuk

progresif. Mereka menyediakan cara bagi mereka untuk

membedakan diri dari subjek dan praktik 'pra-modern' yang terus

mereka amati di dalam lingkunganya. Mereka menyediakan

12
sumber daya konkret untuk pembangunan cara pandang yang

berfungsi sebagai pernyataan normatif yang menentukan tentang

bagaimana umat Islam harus berpartisipasi secara ideal dalam

agama mereka. Mereka kuat karena orang Indonesia begitu mudah

mengenali konteks, aktor, dan bentuk praktik komunikasi yang

dirujuk dalam carapandang. Lagipula, sebagian besar Orang

Indonesia sering menjumpai hal ini sejak usia muda. Dan mereka

juga mengakui asosiasi antara cara komunikasi dan

keterbelakangan yang mendukung kritik terhadap isi dari media

dan sistem komunikasi. Itu adalah luar biasa, julian berpendapat,

bahwa bentuk mediasi populer memberikan pengakuan yang luas

repertoar simbolis untuk membuat pernyataan tentang bagaimana

umat Islam harus bertindak dan bagaimana mereka seharusnya

diam.

Orang Indonesia menganggap kritik itu menarik. Mereka

memiliki kualitas yang masuk akal Itu tidak termasuk

kemungkinan bantahan. Banyak intelektual kontemporer, bahkan

di dalam NU, tidak akan hangat dengan subjek mendengarkan

yang telah di uraikannya. Ini berjalan melawan pandangan

13
normatif tentang tatanan masyarakat dan demokrasi yang telah

lama diterima secara luas di Indonesia dan di tempat lain: ruang

publik dibayangkan sebagai ruang bersama di mana Diskusi

rasional-kritis membentuk opini publik untuk kebaikan

keseluruhan, bukan untuk kelompok individu dengannya, dan ini

membutuhkan subjek yang terpisah dan rasional yang terlibat tidak

memihak dengan informasi yang beredar (Habermas,1989;

Livingstone, 2005).

Dia sangat mencolok bahwa rumusan modernitas Islam

Indonesia afirmasi literal dari model itu. Dengan kata lain, muslim

Indonesia modern memilikimembayangkan subjektivitas politik

Islam mereka dalam bentuk yang sama dengan modern sekuler

punya. Sejarawan Deliar Noer, seorang modernis yang gigih,

mencirikan ijtihad sebagai berikut : Idjtihad menuntut penelitian

terus-menerus, konfrontasi pendapat seseorang dengan yang lain,

kesiapan untuk meletakkan penilaian seseorang untuk orang lain

yang telah didasarkan tentang argumen yang lebih kuat'

(Hirschkind, 2006). Sebaliknya, NU memproyeksikan hierarki

keterlibatan dengan ide-ide di mana mediator ahli

14
mengkomunikasikan pendapat dan penilaian kepada Muslim yang

tidak disalahkan karena mengambil posisi mad’u. Refleksi kedua

menyangkut implikasi budaya dari tantangan NU terhadap

memodernisasi narasi.

Sejak awal, NU telah menganut label 'tradisionalis', dengan

demikian menyetujui penunjukan, yang dilakukan oleh kaum

modernis, yang memperbaiki kelompok pada masa sebelumnya

tahap perkembangan di mana rekan-rekan reformis mereka akan

selalu muncul lebih banyak 'Lanjutan'. Namun demikian, NU tidak

anti kemajuan. Para elitnya memegang tujuan untuk nasional masa

depan yang mirip dengan yang dipegang oleh pimpinan

Muhammadiyah dan organisasi lainnya.

Tetapi argumen yang julian millie sampaikan di sini

menunjukkan bahwa NU tidak memiliki ideologis komitmen

terhadap proyek pemurnian di mana kritik cermah (pengajian )

membuat rasa. Dalam pandangan NU, realitas kehidupan sosial

Indonesia bukanlah tanda-tanda sesuatu yang perlu diperbaiki.

Tidak perlu menyelamatkan pengikutnya dari kenyataan di mana

mereka tinggal. Posisi ini tentunya kondusif bagi rasa memiliki

15
masyarakat Indonesia di dalam konsep kenegaraan. Terlepas dari

kritik tersebut, pengajian adalah salah satu ketaatan Islam yang

disukai puluhan jutaan muslim Indonesia. Sangat tepat untuk jalur

kehidupan masyarakat dan karakter agama. kritik julian mllie

terhadap pidato mengungkapkan pentingnya NU dalam Indonesia

kontemporer, dan alasan-alasan yang begitu banyak didukung:

Organisasi ini berdiri sebagai benteng melawan momentum

universalisasi secara luas menerima norma-norma tentang cara-

cara yang tepat untuk menjadi Islam di era modernitas Indonesia.

Banyak orang Indonesia menganggap pidato Islam begitu setuju

karena keterikatannya, karena keakrabannya dan kurangnya

keanehan, tetapi justru keterikatan inilah yang menjadi kritik

normalisasi dari masalah pidato. Maka, penting bahwa aspek

doktrin dan praktik NU memberikan pembelaan terhadap subjek

yang mendengarkan yang akan jika tidak muncul sebagai tidak sah

dan anakronistik. Dengan kata lain, jika narasi (post-oratorical)

modernitas mengistimewakan subjek yang emansipasi dan

diberdayakan, NU Ideologi berbasis Islam mengenai mediasi dan

pengetahuan memproyeksikan seorang Muslim subjek yang tidak

16
boleh dicirikan hanya sebagai kebalikan dari emansipasi dan

Diberdayakan

Metodelogi

Penelitian Dasar penelitian ini adalah studi pustaka yang

memiliki kategori kualitatifinterpretatif. Metode penelitian

kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek

yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci

(Sugiyono, 2009). Interpretatif dikarenakan peneliti ingin

mengetahui suatu makna terkait sistem komunikasi islam nusantra

yang berkemajuan.

17
BAB 2

KAJIAN TEORI

Pola Komunikasi

Pola komunikasi Dalam suatu bangsa, pola komunikasi

selalu dipengaruhi oleh etos dan sikap bangsa tersebut, serta oleh

filosofi komunikasi yang digunakan dalam interaksi antar

masyarakat di sana. menganjurkan filosofi komunikasi. umumnya

sesuai dengan sistem politik saat ini Pengetahuan dapat

ditingkatkan, opini dapat diubah dan diperkuat, perilaku dapat

diubah, dan partisipasi individu dan sosial dapat difasilitasi melalui

komunikasi. Untuk melaksanakan kegiatan komunikasi yang

sesuai dengan falsafah bangsa itu sendiri, keadaan ini

meniscayakan adanya kecenderungan antara infrastruktur supra

dan politik.

" Four Theories of the Press," yang diusulkan oleh Fred S.

Seibert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, mencakup

empat sistem: komunis, libertarian otoriter, tanggung jawab sosial,

dan komunikasi massa. Komunis Uni Soviet mengenai hal ini.

Tanggung jawab sosial, komunisme, pemerintahan otoriter, dan

18
pemerintahan liberal semuanya menggunakan model ini. Menurut

Astrid's Philosophy of Communication (1979), kerangka keempat

sistem tersebut juga dirujuk dalam bangunan filsafat komunikasi.

Harus ada kecenderungan aplikasi sistem antara sistem

pemerintahan yang dianut menggunakan aplikasi sistem

komunikasinya.

Ketika Anda melihat perkembangan politik yang terjadi di

negara kita sebagai hasil dari reformasi, Anda akan melihat bahwa

ada banyak upaya yang dilakukan untuk memikirkan negara untuk

menemukan cara terbaik untuk menerapkan sistem politik. di

Indonesia. Otonomi, adanya somasi terhadap Pancasila sebagai

satu-satunya asas, pembentukan partai politik yang semakin hari

semakin bertambah jumlahnya, dan semakin maraknya

demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai lapisan dan golongan

masyarakat adalah beberapa di antaranya. Lainnya antara lain

konsep pembentukan negara federal, penguatan tuntutan otonomi,

dan adanya somasi terhadap Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Pemanfaatan media massa yang semakin berani dalam menyajikan

berita atau opini, serta berbagai perkembangan lainnya yang pada

19
akhirnya mengarah pada suatu komitmen, yaitu bagaimana

persatuan dan kesatuan tetap dapat dipertahankan dalam dinamika

yang berkembang saat ini, juga telah terjadi. perkembangan baru

dalam dunia komunikasi. Perkembangan tersebut antara lain

pencabutan Keputusan Menteri yang menjelaskan peraturan

SIUPP (Izin Usaha Penerbitan Pers) yang mengakibatkan SIUPP

dipermudah; keberanian moral terbangun dalam mengungkapkan,

Berbeda dengan sebelumnya, nilai-nilai filosofis yang

mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sangatlah penting.

Pokok-pokok pikiran dalam teks ini akan menitikberatkan pada

sistem komunikasi yang harus dilakukan dalam suatu negara yang

berbudaya politik Pancasila, khususnya untuk memberikan contoh

yang sempurna bagi proses membangun hubungan yang positif

antara pemerintah dengan rakyat, warga negara, dan pemerintah.

Hal ini akan menghasilkan rumusan Sistem Komunikasi Indonesia

yang jelas dan tepat.

1) Pancasila dan Komunikasi

Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pengesahannya

pada 18 Agustus 1945, Indonesia telah menjadi sebuah bangsa.

20
lelah menghadirkan pandangan hidup bangsa dalam alinea

keempat Pembukaan UUD 1945. Keempat Pembukaan UUD 1945

memberikan penegasan tentang fungsi dan tujuan negara

Indonesia, bentuk negara keluarga besar, dan filosofi dasar negara

Indonesia dalam rumusan yang panjang namun padat ini. “maka

daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang sesuai dengan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial, kemerdekaan kebangsaan Indonesia

disusun dalam Negara Indonesia, yang dibentuk dalam suatu

susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan

kedaulatan warga negara,” bunyi alinea keempat UUD 1945. Inilah

Ketuhanan Yang Maha Esa, Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan Yang Adil, Beradab, Persatuan Indonesia, dan

Demokrasi yang dipandu oleh hikmat kebijaksanaan dalam

pengambilan keputusan dan perwakilan, serta tercapainya keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

21
Makna pernyataan yang terdapat pada alinea keempat

UUD 1945 adalah bahwa fungsi, tujuan, dan bentuk negara

Indonesia berdasarkan makna filosofis yang terdapat pada kalimat

yang muncul setelah kata “ menggunakan berdasarkan," yang

merupakan rumusan yang kemudian dikenal dengan

PANCASILA, yang dilafalkan PANCASILA.:

1. Ketuhanan yg Maha Esa.

2. Kemanusian yg Adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang Dipimpin sang Hikmat Kebijaksanaan pada

Permusyawaratan/ Perwakilan.

5. Keadilan Sosial Bagi semua warga Indonesia.

Lima sila asli, atau "panca sila," adalah standar yang

menjadi pedoman bangsa Indonesia dalam menjalankan semua

aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Mereka pada dasarnya mengatur kehidupan orang Indonesia secara

horizontal, khususnya bagaimana berkolaborasi dengan orang lain.

Nilai-nilai Pancasila menunjukkan kristalisasi. bersumber dari

22
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sudah mendarah daging

sejak zaman nenek moyangnya.

Landasan negara, jiwa, kepribadian, dan etos Indonesia

adalah enkapsulasi nilai-nilai tersebut. Dikatakan sebagai jiwa

bangsa karena nilai-nilainya merupakan semangat yang harus

dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia. Pancasila merupakan ciri

kepribadian bangsa Indonesia yang membedakannya dengan

bangsa lain dan menyampaikan karakter tertentu bagi bangsa

Indonesia dalam kehidupan dan interaksi satu sama lain,

sebagaimana kepribadian bangsa menyampaikan makna. Bangsa

Indonesia bertekad mewujudkan nilai-nilai Pancasila dengan

menjadikannya sebagai pedoman hidup bangsa, yang

menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam Pancasila diyakini

kebenarannya.

Pancasila diakui sebagai dasar negara, sekaligus sebagai

etos negara, mengandung arti bahwa silambung Pancasila wajib

senantiasa menjadi landasan pedoman dan penyelenggaraan

negara. Dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila ke dalam

23
peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini memang telah

diupayakan.

2) Pancasila Dalam Kehidupan Komunikasi

Dalam komunikasi, setiap nilai sila pancasila memiliki dampak

tersendiri dalam kegiatan komunikasi. Statuta pokok memberikan

pengakuan yang luar biasa terhadap adanya suatu bentuk

korespondensi yang bersifat supranatural, yaitu secara khusus

sebagai tanda penegasan negara Indonesia terhadap sesuatu yang

bersifat keduniawian yang dipandang dapat menambah kemajuan

negara Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Sila kedua

menyerukan etika komunikasi yang adil dan moderat untuk

mendorong komunikasi yang manusiawi. Kebiasaan komunikasi

organisasi, komunikasi politik, termasuk komunikasi lintas

budaya, dan komunikasi bernuansa tradisional, semuanya tersirat

dalam sila ketiga. persatuan dan kesatuan, Sila Keempat

menekankan pelaksanaan komunikasi timbal balik dua arah yang

menghubungkan pemerintah dan masyarakat secara vertikal,

horizontal, dan diagonal, dan sebaliknya, berorientasi pada tren

dan konvensi eksternal dan internal melalui contoh-contoh

24
relasional atau konvergensi. Akhirnya, Statuta Kelima

menyimpulkan konsekuensi korespondensi sosial, korespondensi

bisnis serta korespondensi peraturan dan dewan yang diatur

menuju standar keseimbangan dan perencanaan konkordansi untuk

menggelar perbaikan ramah yang lebih baik baik secara fisik

maupun mendalam.

Dari sudut pandang komunikasi tersebut di atas, Pancasila

mencakup seluruh perilaku dan kegiatan komunikasi bangsa

Indonesia dalam bidang sosial, politik, ekonomi, peraturan,

budaya, dan lain-lain; harus didasarkan pada asas-asas pancasila.

Dengan kata lain, seluruh perilaku bangsa Indonesia harus dapat

kembali kepada Pancasila sebagai “norma dasar negara” negara.

Alhasil, Pancasila bukan hanya sesuatu yang harus diilhami oleh

para pengusaha, tetapi juga sesuatu yang harus dilakukan.

3) Budaya Politik Dan Stabilitas Politik Di Indonesia.

Budaya politik Pancasila yang esensial bagi kehidupan politik

Indonesia harus diintegrasikan ke dalam sistem politik negara.

Menurut Pancasila, untuk mengimplementasikan budaya politik

ini, diperlukan mekanisme pembangunan politik yang

25
merestrukturisasi struktur dan budaya kehidupan politik di

Indonesia. Mekanisme ini diharapkan mampu mengarahkan

bangsa Indonesia menuju pencapaian nasional yaitu terwujudnya

masyarakat yang adil dan makmur. Perjuangan untuk

mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan

politik berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional

merupakan hal yang sentral dalam pembangunan politik Indonesia.

Kita harus mendasarkan tujuan, kebijakan, dan rencana

implementasi kita pada ideologi Indonesia, dengan

mempertimbangkan pola ideologi perkembangan politik di sana.

Selanjutnya, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai

“Ideologi Pancasila”, kita bebas memilih berbagai kerangka

pembangunan politik yang telah atau sedang berkembang secara

global untuk tujuan efisiensi pelaksanaannya.

Sepanjang era Orde Lama di bawah kepemimpinan

Soekarno, era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, dan

masa reformasi, khususnya masa transisi 1998-1999 di bawah

kepemimpinan BJ, pelaksanaan kehidupan politik di Indonesia

sejak kemerdekaan menghadapi berbagai kendala. Habibie.

26
4) Sistem Komunlkasi dalam Budaya Politik Pancasila.

Kegiatan yang melibatkan komunikasi bertujuan untuk

mengubah perilaku orang lain atau paling tidak dapat menambah

pengetahuan. Ada beberapa persyaratan untuk melakukan kegiatan

komunikasi yang efektif. Antara lain, semua pihak yang terlibat

dalam komunikasi memiliki pemahaman yang sama.

a) Kesesuaian (In tuneness)

Demikian disampaikan Wilbur Schramm dalam proses

komunikasi; Baik pihak pengirim pesan (the sender) maupun pihak

penerima pesan (receiver) harus sinkron. Dalam konteks ini,

konformitas merujuk pada kecenderungan komunikator dan

komunikan untuk memahami pesan yang tergambar pada gambar

di atas. Komunikator ada di satu sisi, dan komunikan ada di sisi

lain. Ini bisa dilihat. Pilar pelaku komunikasi adalah dua

komponen tersebut. Beberapa orang berada dalam posisi yang sulit

selama komunikasi antara kedua pihak berlanjut. Diperkirakan

kesempitan ini selaras. Komunikasi lebih efektif ketika ada lebih

banyak kemacetan. Meskipun suasana kedekatan yang total

(holistik) tidak mungkin terjadi, namun ketelitian yang lebih besar

27
sangat mungkin terjadi karena karakteristik pihak-pihak yang

terlibat dalam kegiatan komunikasi ini dapat memiliki banyak

kesamaan dalam berbagai hal.

b) Problem Kultural

Memang, bukan tugas yang mudah untuk menaikkan level

konformitas. Hal ini berkaitan dengan penggunaan Field of

Experience (FOE) dan Frame of Reference (FOR) kedua belah

pihak selama proses komunikasi. Proses perkembangan individu

berdampak pada terbentuknya FOR dan FOE, baik yang berasal

dari dalam maupun dari luar individu. Akibatnya, perkembangan

individu tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial, latar

belakang budaya, dan proses interaksi dengan masyarakat secara

keseluruhan. Melalui konsep Pancasila, bangsa Indonesia yang

dikenal majemuk telah mampu meredam perbedaan tersebut.

Namun, bukan berarti budaya yang telah ada selama berabad-abad

di antara berbagai suku bangsa Indonesia akan hilang; Melainkan,

berarti akan tetap dilestarikan bahkan dianggap sebagai subkultur

yang menambah kekayaan warisan budaya bangsa Indonesia.

Selain itu, karena nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya tertanam

28
dalam masyarakat Indonesia, perbedaan suku, kepercayaan, ras,

dan antar golongan tetap berdampak pada proses integrasi bangsa.

Tentu saja, situasi ini juga berdampak pada proses komunikasi

sosial di Indonesia.

Memang, perbedaan latar belakang budaya dapat

mengakibatkan interpretasi yang tidak sesuai dengan objek yang

ditafsirkan. pada proses komunikasi; Pesan adalah hal yang

mengikat pihak-pihak yang berkomunikasi. Pesan tersebut dapat

ditafsirkan. Oleh karena itu, untuk membuat gambar dari objek

yang sama, kita memerlukan pola yang unik.

Salah satu tujuan kegiatan komunikasi sesuai dengan

falsafah bangsa adalah untuk menciptakan realitas sosial dengan

sistem dan tata nilai yang jelas. Hal ini hanya akan terjadi jika

proses komunikasi memenuhi sejumlah persyaratan untuk

menghasilkan pengalaman sosial tertentu.

Eksperimen mistik manusia dipengaruhi oleh landasan

sosialnya yang tercermin di awal pernyataan mentalitas dan

tingkah lakunya. Ditinjau dari bentuk material dan nilai-nilainya,

suatu budaya dimiliki oleh komunitas sosial tertentu yang

29
memberikan karakteristik padanya. Akibatnya, anggota komunitas

sosial itu memiliki karakteristik yang sama, terlepas dari

intensitasnya. harmonis, dan keharmonisan yang terus tumbuh

juga dapat menimbulkan stabilitas. Stabilitas politik tercermin dari

stabilitas lembaga komunikasi dalam kehidupan politik. Hubungan

sosial antar anggotanya harus sadar berkomunikasi agar mencapai

tingkat stabilitas tersebut. Kemampuan warga negara untuk

berkomunikasi secara efektif dengan komunitas mereka membuat

mereka tetap bersama. Akibatnya, orang juga mengembangkan apa

yang dikenal sebagai sistem komunikasi. Sistem ini terdiri dari

simbol-simbol yang diberi makna dan memiliki makna yang khas

bagi setiap masyarakat.

Kesadaran berkomunikasi sesuai dengan norma dan nilai

masyarakat inilah yang menjadi pencerahan yang dimaksud. Tentu

saja standar dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat sosial

yang sejalan dengan Pancasila mengacu pada apa yang tertanam

dalam intisari Pancasila.

Ideologi Bangsa Indonesia

a) Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia.

30
Sementara itu, cara pandang negara terhadap kehidupan

merupakan kristalisasi dari sifat-sifat yang digerakkan oleh negara

yang sebenarnya yang dianggap sahih dan menimbulkan

ketegangan bagi negara untuk mewujudkannya. Nilai-nilai

Pancasila akan memberikan ciri khas tersendiri yang

membedakannya dari identitas dan ciri khas bangsa lain. Keadaan

saat ini memberikan tepuk tangan tersendiri bagi negara Indonesia.

Konsekuensi logis dari keadaan ini, kehidupan sehari-hari bangsa

Indonesia harus selalu berpusat pada sila-sila Pancasila. termasuk

dalam aspek komunikasi.

Sistem komunikasi suatu bangsa mengembangkan adat-

istiadatnya sendiri sesuai dengan falsafah yang diperbolehkan ada

di sana. Hubungan antara pemerintah dan rakyat yang pesannya

disampaikan melalui berbagai media lebih menonjolkan sistem

komunikasi negara. Komunikasi luas sering digunakan untuk

menumbuhkan hubungan ini karena dalam beberapa fiturnya

komunikasi luas menikmati manfaat jika dibandingkan dengan

menggunakan saluran relasional dengan mengabaikan perspektif

efek yang diperlukan dari hubungan yang terjadi. Di dalam

31
pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, sudah ada

seperangkat nilai yang menentukan sikap dan perilaku mendasar

manusia Indonesia yang harus dipraktikkan oleh manusia

Indonesia sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi, sosial,

maupun bermasyarakat. Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa

dapat dibentuk suatu pola yang konsisten bagi sistem komunikasi

yang digunakan dan diterapkan secara sah oleh masyarakat

Indonesia dalam kehidupan sehari-hari untuk menumbuhkan

keharmonisan di antara para komunikator. Pola hubungan

pemerintah-kewarganegaraan budaya politik Pancasila juga akan

dipengaruhi oleh hal ini.

Lebih dari sekedar kata-kata, pesan komunikasi

diungkapkan melalui perilaku, gerakan, dan ekspresi wajah;

Informasi dapat ditemukan dalam pola suara dan ucapan tinggi dan

rendah, serta dalam penekanan pada waktu tertentu dan lainnya.

Lagipula, selain apa yang dirasakan oleh telinga kiri dan kanan,

seseorang juga membuat kesimpulan berdasarkan pikiran atau

perasaan orang lain. Telinga ketiga (Third Ear) akan selalu

digunakan dalam suatu hubungan komunikatif. jika hubungan

32
seperti itu berjalan dengan baik maka akan tercipta semacam

"intuness" atau "congruity".

b) Komunikasi di Indonesia

“Personal contact”, atau adanya saling pengertian antara

dua orang, merupakan hasil komunikasi yang mampu menciptakan

suasana “selaras”. Ketika sebuah pesan memiliki “kontak pribadi”,

gagasan dan perasaan yang disampaikannya dapat menggugah dan

menggerakkan hati penerimanya, sehingga informasi yang

disampaikannya dapat secara sederhana atau langsung dihayati

oleh penerimanya untuk kemudian dipraktikkan. Skema di atas

menunjukkan bagaimana penyusunan pesan-pesan dalam proses

komunikasi yang berlangsung dalam budaya politik Pancasila bila

diterapkan secara optimal. Dalam perumusan kepentingan dan

selama proses kebijakan, aktor politik dalam suprastruktur politik

akan mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Kecerdikan dan

pelaksana serta penyebutan kepentingan politik warga diubah

menjadi kerangka politik melalui pesan-pesan yang ditata

sedemikian rupa. Memanfaatkan media, pertemuan kelompok,

atau komunikasi interpersonal adalah semua metode transmisi

33
pesan. Komunikator diharuskan menggunakan pesan yang tidak

menimbulkan prasangka dalam setting ini.

Pesan-pesan tersebut harus disusun dengan memperhatikan

aspek budaya pancasila dari segi sosiologis dan psikologis, serta

aspek kerukunan dan perilaku sosial. Benturan ideologis dapat

dihindari, konflik kepentingan dapat dipertemukan kembali, dan

proses artikulasi kepentingan didasarkan pada kepentingan

nasional dengan pendekatan ini. Jika tidak ada yang berubah, akan

terlihat bahwa pola hubungan dalam sistem komunikasi yang

berakar pada budaya politik Pancasila memberikan proses

hubungan ciri tersendiri dan perhatian mendasar pada sejumlah

aspek. Perhatian terhadap aspek sosiologis dan psikologis rasa

merupakan salah satu aspek terpenting dari budaya politik

pancasila yang didominasi oleh pola interaksi. kemudian,

pertimbangan prinsip kerukunan, keseimbangan, dan keselarasan,

dan terakhir, pertimbangan nilai-nilai keindonesiaan, norma

perilaku, dan peraturan. berkaitan dengan rasa; Dari segi

sosiologis, hubungan selalu memperhatikan karakteristik orang

yang berkomunikasi, terutama yang berkaitan dengan SARA

34
(suku, agama, ras, dan antargolongan). Sedangkan aspek

psikologis rasa mempertimbangkan ciri-ciri khusus dan karakter

komunikator. Dalam kegiatan komunikasi, misalnya, penyakit

fisik, latar belakang unik yang menyimpang dari norma-norma

yang diterima secara umum, atau isu-isu langsung yang dianggap

tidak diketahui oleh orang lain tidak akan diangkat. Tentu hal ini

berkaitan dengan etika komunikasi, baik itu proses pengiriman

pesan melalui media, komunikasi kelompok, atau bahkan

komunikasi interpersonal. Kesadaran komunikasi individu

merupakan salah satu aspek yang menekankan pada konsep

keselarasan, keseimbangan, dan keselarasan. Hal ini berkaitan

dengan motivasi, minat, dan tujuan komunikator. Suasana saling

menerima dan menguntungkan tercipta selama proses komunikasi

berlangsung dengan damai dan nyaman. Cobalah untuk menjauh

dari hal-hal yang bisa salah sebanyak mungkin dan gunakan empati

Anda sepenuhnya.

Menghargai kualitas sosial, seperangkat aturan, peraturan

dan pedoman, lebih difokuskan pada upaya untuk tetap berada di

garis yang tidak bergumul dengan prinsip atau aturan yang telah

35
ditetapkan sebelumnya. Baik kebijakan yang diterapkan oleh

institusi politik maupun reaksi warga negara terhadap kebijakan

tersebut selalu mengacu pada hukum, peraturan, dan norma budaya

yang berlaku; baik yang menyangkut penyebaran informasi atau

gagasan, upaya membujuk orang lain, maupun pembentukan opini.

A. Islam Nusantara berkemajuan

Ada beberapa cara menafsirkan makna Islam Nusantara

yang berbeda antara satu tafsir dengan tafsir berikutnya. Menurut

Zainul Milal Bizawie, Islam Nusantara merupakan salah satu

bentuk Islam yang unik yang dianut di Indonesia. Ini

menggabungkan nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai

tradisi, budaya, dan adat istiadat setempat. Menurut definisi ini,

Islam Nusantara bukan hanya merupakan bentuk Islam yang

berciri khas Indonesia, tetapi juga merupakan hasil perpaduan

antara nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisional

daerah. Sementara itu, Afifudin Muhajir dalam forum diskusi yang

digelar 1-5 Agustus 2015 di Arena Muktamar NU ke-33 Jombang

menjelaskan pemaknaan Islam Nusantara berasal dari sudut tata

bahasa Arab. Islam Nusantara adalah tarkib idhafi dari Muhajir.

36
Karena itu, ia menegaskan bahwa Islam Nusantara dapat dipahami

dalam tiga hal.

Pertama, Islam Nusantara merujuk pada Islam yang

dipahami, diamalkan, dan mendarah daging dalam kehidupan

warga negara Indonesia. Dengan mengantisipasi masuknya guci

abjad “fi” dalam frase Islam Nusantara, inilah arti dari frase

tersebut.

Kedua, dengan menaksir huruf “ba” di ruang antara kata

“Islam” dan “Nusantara”., Islam Nusantara. memanfaatkan hal

tersebut, maka Islam Nusantara kemudian memunculkan setting

geologis, yaitu Islam yang berada di wilayah nusantara. Ketiga,

pemikiran Islam Nusantara dengan menilai wadah himpunan huruf

“lam” yang mendelegasikan ungkapan “Islam” dan “Nusantara”.

Hal ini membuat Islam tampil sebagai subyek, dan Nusantara

tampil sebagai obyek. Oleh karena itu, ajaran Islam kepada

masyarakat Nusantara dicontohkan oleh Islam Nusantara. Ketiga

makna ini bersumber dari usaha para Wali Sanga yang

mengajarkan kepada orang Jawa bagaimana bersikap baik dan

menghormati umat Islam dengan mendakwahkan ajaran Islam.

37
Corak Islam yang muncul di bangsa ini dibentuk oleh prinsip sufi

kemanusiaan dan toleransi.

Menurut Azyumardi Azra, Islam Nusantara harus

dipandang sebagai Islam Asia Tenggara secara keseluruhan.

Chairul Fuad Yusuf, dalam bukunya Dinamika Islam di Filipina,

Burma, dan Thailand, menegaskan bahwa bangsa-bangsa Asia

Tenggara ini secara historis pernah berinteraksi satu sama lain.

Bahasa yang digunakan dalam lampiran ini dikaji dari asal usul

bahasa Melayu. Akibatnya, wilayah Thailand dan Filipina, serta

seluruh Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam,

secara kolektif disebut sebagai Jawah atau al-Jawi.

Jawah mengacu pada daerah yang menggunakan bahasa

Melayu sebagai bahasa pengetahuan dan pergaulan. Dari

Azyumardi, istilah “al-Jawi” di sini mengacu pada semua orang

Melayu, tidak peduli dari mana asalnya di Nusantara, bukan hanya

penduduk Jawa. Dengan demikian, baik bahasa Jawa, Sumatera,

Semenanjung Malaya, maupun Patani di Thailand Selatan

seluruhnya disebut "Jawi". Azyumardi menegaskan bahwa Sejarah

Islam Nusantara adalah sejarah Islam di Asia Tenggara dengan

38
mengemukakan pendapat tersebut. Ahmad Baso mengklaim ketika

Wali Sanga menyebarkan Islam ke seluruh nusantara, nama Jawi

diberikan untuk wilayah Aceh (Pasai), Malaka yang biasa disebut

wilayah Maluku, dan perairan Papua. Ahmad Baso menjelaskan

bahwa Jawi mengacu pada wilayah Nusantara, sesuai dengan

penggunaan Azyumardi dan Choirul Fuad Yusuf. Al-Jawi adalah

nama pemukiman yang meliputi Singapura, Malaya, Malaka, dan

Patani selain perairan Aceh, Maluku, dan Papua.

Azyumardi menjelaskan, topik pembahasan sejarah Islam

di Nusantara meliputi pengenalan Islam, kebangkitan kerajaan atau

kerajaan, perluasan lembaga Islam, dan topik lainnya di Asia

Tenggara. khususnya, pengenalan Islam, Islamisasi, kekuatan

pendorong, dan efek. Penyebaran Islam, khususnya penyebaran

Islam ke seluruh Nusantara. Islamisasi, tindakan menyebarkan

Islam ke seluruh nusantara. Selain itu, faktor pendorong berkaitan

dengan alasan umat Islam datang ke nusantara. pengaruh Islam

Nusantara. Hal ini berkaitan dengan luasnya pengaruh Islam di

Nusantara. Tema akan selalu terjalin, berdampak, bergantung satu

sama lain, saling berinteraksi, dan membentuk kompleksitas yang

39
kompleks di antara tema-tema tersebut. berubah, surut, dan

mengalir dari generasi ke generasi dalam kurun waktu yang relatif

lama karena pada hakekatnya sejarah adalah perubahan.

Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan kehidupan

masyarakat nusantara tidak mengikuti garis lurus.

Tema sejarah Islam di Nusantara telah menjadi

perbincangan banyak kalangan sejarawan. Berikut ini adalah

beberapa topik yang diperdebatkan oleh para sejarawan::

1) Kedatangan Islam pada Nusantara

Menurut Azyumardi, telah terjadi diskusi dan perdebatan

panjang di antara para ahli mengenai tiga aspek utama kedatangan

Islam di Nusantara: tempat awal kemunculan Islam, pembawanya,

dan kapan kemunculannya.

Kapan Islam masuk ke Nusantara? Setidaknya ada

beberapa teori tentang kapan Islam masuk ke Nusantara, antara

lain: Menurut pendapat pertama, Islam masuk ke Indonesia sekitar

abad ke-13 Masehi. Wilayah laut Pasai dianggap sebagai wilayah

traksi utama. Menurut pandangan kedua, Islam masuk ke

Nusantara pada abad ke-12 atau awal abad ke-13. Menurut

40
pendapat ketiga, Islam masuk ke Nusantara pada awal abad ke-7.

Penyebaran tidak diselesaikan oleh broker melainkan langsung

dari Arab. hotspot untuk varian ini dilacak dalam tulisan Cina.

Asal-usul Islam di Nusantara diperdebatkan oleh sejumlah

individu. Teori pertama adalah pedagang Gujarat yang berdagang

di Nusantara pada abad ke-13 M membawa Islam ke wilayah

tersebut. Tokoh Barat seperti Pijnapel dan G.W.J. Drewes

memajukan pandangan ini, yang dikembangkan oleh Snouck

Hurgronje. Menurut: Snouck Hurgronje lebih fokus pada

pandangannya tentang Gujarat. Pertama, tidak ada fakta yang

menyebutkan kontribusi bangsa Arab dalam penyebaran Islam ke

seluruh nusantara. Hubungan dagang antara India dan Indonesia

sudah ada sejak lama. Tiga karya paling berpengalaman tentang

Islam di Sumatera melukiskan hubungan antara Sumatera dan

Gujarat. Pandangan Snouck ini berdampak signifikan tidak hanya

pada sejarawan Indonesia tetapi juga pada sejarawan Barat.

Sebuah buku terbaru dari Gujarat masih bercerita tentang

masuknya kepercayaan Islam ke Nusantara saat ini.

41
Teori kedua, yang menyatakan bahwa para pedagang Arab

membawa Islam ke Nusantara, membantah klaim bahwa para

pedagang Gujarat membawa Islam ke Nusantara. Mayoritas

sejarawan setuju dengan pandangan ini. Sebagian besar ahli

sejarah mengatakan bahwa para pedagang Arab, khususnya kaum

Alawiyyin dari Hadramaut membawa Islam ke Nusantara. Van

Leur, T.W. Arnold, Crawfurd, Niemman, Hollander, Naquib Al-

Attas, Hamka, A. Hasjmi, dan M. Yunus Jamil semuanya

menganut pandangan ini.

Teori ketiga adalah bahwa Persia memperkenalkan Islam

ke Nusantara. Teori ini dikembangkan oleh P.A. Hoesein

Djajadiningrat. Meski cenderung terfokus pada persoalan Gujarati

dan mazhab Syafi'i, namun perspektif kedatangan Islam di

Nusantara ini berbeda dengan teori yang berbasis Arab dan

Gujarati. Hipotesis Persia lebih mengarah pada pemeriksaannya

terhadap masyarakat yang hidup di kalangan umat Islam Nusantara

yang merasa memiliki kemiripan dengan Persia. Kecenderungan

budaya ini dapat dilihat antara lain di Nusantara Muslim.

42
Pertama-tama, Syiah memperingati kesyahidan Husain

pada tanggal 10 Muharram, juga dikenal sebagai Asyura.

Pembuatan bubur syura menjadi simbol peringatan ini. Muharram

dianggap sebagai bulan Hasan-Husain di Minangkabau. Itu

diklaim sebagai bulan Tabut di Sumatera Tengah bagian barat, dan

untuk memperingatinya, orang mengarak peti mati Husain untuk

dibuang ke sungai atau ke badan air lainnya.

Kedua, ajaran Syekh Siti Jennar mirip dengan ajaran Sufi

Al-Hajjaj Iran. Meskipun Al-Hajjaj wafat pada tahun 310 H/922

M, ajarannya terus berkembang menjadi puisi sehingga

memungkinkan Syekh Siti Jennar hidup hingga abad ke-19. 16

dapat memperolehnya.

Ketiga, ejaan huruf Arab dengan kata-kata Iran. Contohnya

adalah abjad Sin, yang berasal dari Persia tetapi tidak memiliki

gigi, sedangkan Sin, yang memiliki gigi, berasal dari Arab.

Keempat, batu nisan di pekuburan Malik Al-Salih dan ruang

pemakaman Malik Ibrahim di Gresik diminta dari Gujarat, untuk

hal ini orang Persia memiliki kesamaan menggunakan Hipotesis

43
Gujarat. Kelima, umat Islam di Indonesia mengakui mazhab Syafi'i

sebagai mazhab Malabar yang utama.

Teori Cina adalah sudut pandang keempat. Menurut teori

ini, para imigran Tionghoa memperkenalkan Islam ke Indonesia.

Penjelasan bahwa orang Tionghoa sudah ada di Nusantara sejak

abad pertama Hijriah menjadi salah satu alasan yang mendasari

teori ini. Baik buku Ying-yai Sheng-lan / Latif views on Overseas,

1433 oleh Ma Huan dan buku Hsing-Ch a Sheng-lan / Latif scenery

using the Sakti Raft, 1436 by Fei Hsin merupakan sumber utama

teori yang dikembangkan oleh Hamka dan sejarawan Tiongkok

Kong Yuanzhi. Perjalanan Muslim Tionghoa ke Asia, termasuk

Nusantara, diabadikan dalam dua karya ini. Selain itu, menurut

buku Sumanto Al Qurtuby, Chinese-Islamic-Japanese Current,

telah ada pemukiman Islam di Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou,

dan daerah pesisir Cina selatan sejak Dinasti Tang (618-960).

Orang-orang Penyebar Islam di Nusantara Ada beberapa

pandangan berbeda tentang orang-orang yang menyebarkan Islam

di Nusantara. Dalam istilah awam, pendapat pertama adalah para

pedagang, dan beberapa karya awal tentang sejarah Islam di

44
Nusantara sepakat bahwa Islam datang ke Nusantara melalui jalur-

jalur pelayaran sepanjang Nusantara secara damai dan kultural,

bukan melalui penggunaan kekuatan politik. seperti di daerah lain.

Maklum, selain membawa barang ke nusantara dan berbisnis di

sana, para pedagang juga mengajarkan agama Hindu-Buddha dan

Islam kepada masyarakat yang tinggal di sana saat itu.

Para sufi ini adalah para wali yang tergabung dalam Wali

Sanga, pendapat kedua, atau tasawuf pengembara. Merekalah yang

sebenarnya menyebarkan Islam di Jawa. Pada masa Sriwijaya,

Majapahit, Mataram I, Mataram II, dan Mataram III, ketika

Mataram III menjadikan Islam sebagai kepercayaan kerajaan,

pulau itu menjadi pusat pemerintahan nusantara yang holistik di

Nusantara. Penyebarannya secara alami menyebar secara teratur ke

daerah-daerah di seluruh nusantara. Dalam menyebarkan

keyakinan Islam, para wali cenderung ke arah tasawuf sesuai

dengan pengetahuan mereka tentang Gujarat, sebuah kota yang

dipengaruhi Syiah di India Selatan. Menurut babad Tanah Jawi,

Wali Sanga masing-masing memiliki tanggung jawab untuk

menyebarkan Islam ke seluruh Jawa melalui tiga wilayah utama.

45
Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur menjadi wilayah

pertama. daerah selanjutnya adalah Demak, Kudus, Muria di Jawa

Tengah. wilayah ketiga, Cirebon Jawa Barat. Wali sanga

menggunakan adat istiadat yang diketahui orang Indonesia kuno

untuk berkhotbah. secara khusus memanfaatkan prinsip-prinsip

Islam dan kebiasaan serta praktik setempat. serta praktik-praktik

yang sering menjadi propaganda bagi kehumasan, seperti:

kesehatan, pertanian, perdagangan, seni, budaya, masalah sosial,

bahkan pemerintahan..

2) Islamisasi di Nusantara

Nusantara diislamkan dengan berbagai cara. Pertama,

persuasi atau persuasi halus, di mana para da'i dan pedagang

membuat orang Nusantara terkesan dengan adab dan sikapnya

yang mulia. Kedua, para pedagang atau dai muslim menikahkan

putri bangsawan. Biasanya, mereka yang menggunakan strategi ini

adalah mereka yang telah memantapkan diri di kota-kota

pelabuhan. Ketiga, dengan melakukan upaya khusus untuk

meyakinkan raja-raja di daerah itu untuk menerima Islam.

Keempat, dengan membentuk kelompok mubaligh yang mampu

46
mengajarkan dan mengembangkan Islam di daerah asalnya dan

mengikuti jejak para gurunya. Kelima, melalui karya-karya yang

tersebar dan dibaca di berbagai daerah jauh di luar rumah mereka.

3) Faktor Pendorong Masuknya Islam ke Nusantara

Van Leur berpendapat bahwa kepentingan ekonomi dan

politik pelakulah yang mendorong penyebaran Islam ke seluruh

nusantara. Pedagang Muslim dan misionaris mereka memiliki

lebih banyak peluang untuk mendapatkan keuntungan dari

perdagangan dan politik, mencerminkan kelemahan kerajaan

Hindu-Buddha di Sumatera dan Jawa pada khususnya. Penyebaran

Islam dan perdagangan rempah-rempah. Pasalnya, umat Islam

hadir di sepanjang jalur perdagangan yang membentang dari

Malaka Barat hingga Maluku Timur..

4) Pengaruh Islam di Nusantara

Mayoritas sarjana Orientalis Barat percaya bahwa Islam

memiliki pengaruh yang kecil terhadap jiwa dan penduduk

Nusantara. Orientalisme adalah cara berpikir yang membedakan

Timur dan Barat dari segi konsep ontologis dan epistemologis.

Konsekuensinya, sejumlah penulis penyair, novelis, ekonom

47
politik, filsuf, dan pejabat negara harus menerima perbedaan antara

Timur dan Barat ini dan sering menggunakannya sebagai titik awal

untuk mengembangkan berbagai teori, cerita, novel. , potret sosial,

studi tentang politik dunia Timur, orang Timur, adat istiadat

Timur, pemikiran Timur, dan takdir Timur, di antara topik lainnya.

Aescgylus, Viktor Hugo, Dante, dan Karl Mark adalah beberapa

penulis yang menonjol karena orientalisme mereka. Ini tidak

berarti bahwa Orientalisme memilih sendiri kompleksitas urusan

Timur global. Dunia timur telah menjadi fokus utama penelitian

Orientalise, yang telah berkembang menjadi jaringan kepentingan

yang tak terelakkan terkait dengannya.

London dan Van Leur adalah dua sarjana Orientalis Barat

yang berpendapat bahwa pengaruh Islam kecil. Menurut mereka,

Islam di Nusantara hanyalah lapisan tipis yang mudah terkelupas

dari budaya sekitarnya. Sampai Van Leur menambahkan

pendapatnya bahwa Islam bahkan tidak membawa satu reformasi

pun ke tingkat pembangunan sosial, ekonomi, dan nasional yang

lebih tinggi, itu akan memakan waktu lama. Winstedt, di sisi lain,

48
percaya bahwa Islam memiliki pengaruh yang sangat kecil, dan

bahkan telah bercampur dengan agama Hindu-Buddha..

Penilaian ini diuji dengan tegas oleh beberapa peneliti seperti Najib

Al-Attas, Hussein Alatas, dan Nikkie Keddie. Najib sama sekali

tidak setuju dengan sudut pandang London, Van Leur, dan

Winstendt. Dia sampai pada kesimpulan bahwa Islam memiliki

dampak yang signifikan. Praktik spiritual dan praktik sosial

budaya masyarakat Nusantara telah diubah oleh Islam. Karena

Islam mendukung intelektualisme dengan cara yang tidak

didukung oleh era Hindu-Buddha, kedatangannya di Asia

Tenggara merupakan sebuah peringatan. Hussein Alatas,

sebaliknya, menganggap pendapat Van Leur tidak berdasar karena

didasarkan pada penalaran sejarah yang tidak benar. Van Leur

tidak memahami metodologi atau teori Max Weber yang hendak

diterapkannya untuk melihat Islam dalam kaitannya dengan

perkembangan ekonomi pada masa awal Islam di Nusantara. Ini

merupakan tambahan dari pengetahuan dangkal Van Leur tentang

Islam. Kesimpulan Hussein Alatas dan Van Leur hanya

49
menciptakan persepsi sejarah Islam yang dangkal dan ambigu di

Asia Tenggara.

Keddie juga menolak gagasan bahwa Islam harus dihalangi

di Nusantara. Dia menegaskan bahwa non-Muslim, dan bahkan

Muslim, cenderung melebih-lebihkan anggapan bahwa Muslim di

Timur Tengah adalah Muslim yang baik dan taat, sementara

Muslim di Asia Tenggara dan wilayah lain dengan Islamisasi yang

lebih baru digambarkan sebagai Muslim yang buruk dan praktik

keagamaan mereka. lebih sebelum Islam.

Studi banding Keddie sampai pada kesimpulan bahwa

realitas yang sering dimaknai dengan istilah “Islam Tunggal” itu

sebanding dengan kebiasaan pemujaan orang suci dan kuburan di

banyak negara Timur Tengah dan Jawa. Asia Tenggara, serta

Timur Tengah, bukanlah satu-satunya wilayah di mana

sinkretisme, atau setidaknya akomodasi Islam terhadap

kepercayaan dan praktik keagamaan lokal, terjadi..

50
BAB III

PEMBAHASAN

Sistem Komunikasi Organisasi Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama Indonesia adalah organisasi terbesar di

dunia. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat

adalah salah satu cabang pengurus NU di tingkat umum. Berkaitan

dengan pendayagunaan organisasi PWNU Jawa Barat tadi,

terdapat beberapa entitas yang menarik dan signifikan yang perlu

ditelaah dalam konteks komunikasi organisasi. Forum, Lajnah, dan

Badan Otonom merupakan aparatur organisasi, sedangkan struktur

kepengurusan yang meliputi Mustasyar, Syuriyah, dan

Tanfidziyah, serta jajaran kepengurusan mulai dari pusat hingga

cabang pembantu merupakan organisasi internal NU. Organisasi

Nahdlatul Ulama (NU) dibedakan dari organisasi lain berdasarkan

tingkat kepengurusan, struktur kepengurusan, dan berbagai

perangkat organisasi. Termasuk transformasi PWNU Jawa Barat

menjadi organisasi NU di tingkat provinsi.

Ditinjau dari strata dan struktur kepengurusan, NU

merupakan organisasi satu-satunya yang relatif rumit. Struktur

51
kepengurusan internal PWNU Jabar adalah sebagai berikut:

PWNU Jabar memiliki struktur organisasi NU yang meliputi

forum, Lajnah, dan Badan Otonom selain struktur kepengurusan

sebelumnya. Susunan tersebut adalah: 1) Dewan Pimpinan Daerah;

2) Pimpinan Daerah Syuriyah Lengkap; 3) Pengurus Daerah

Harian Tandfidziyah; dan 6) Pimpinan Daerah Paripurna. dilihat

dari derajat pengurusnya, PWNU Jawa Barat berada di bawah

PBNU atau lebih tepatnya PCNU Provinsi Jawa Barat.

Kepengurusan PWNU Jabar beroperasi pada dua jalur

komunikasi internal yang saling berhubungan: satu jalur vertikal

antara PWNU Jabar menggunakan PBNU dan PCNU daerah Jabar,

dan satunya lagi jalur horizontal antara pengurus PWNU Jabar.

Menurut Moedjiono Imam, pada dasarnya setiap organisasi harus

berpegang pada prinsip kelangsungan hidup dan pembangunan.

Tanpa metode komunikasi dan interaksi vertikal dan horizontal,

organisasi tidak akan bertahan dan berkembang. Merujuk pada

pernyataan Imam Moedjiono bahwa setiap organisasi, termasuk

PWNU Jawa Barat, membutuhkan cara komunikasi dan interaksi

internal untuk kelangsungan dan pertumbuhan jangka panjang.

52
Ada Dua bagian dalam proses komunikasi organisasi yaitu

komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi

internal organisasi terdiri dari: Pertama, komponen komunikasi

internal, yang meliputi komunikasi horizontal dan vertikal. Kedua,

ada dua jenis komunikasi internal dalam suatu organisasi:

komunikasi dari organisasi ke audiens dan komunikasi dari

audiens ke organisasi. Komunikasi internal mencakup komunikasi

pribadi dan komunikasi kelompok.

a) Dimensi Komunikasi Internal pada Nahdlatul Ulama

Pengurus PWNU Jabar bertanggung jawab atas susunan

organisasi PWNU Jabar dan Lajnah. Namun, cara organisasi

berkomunikasi satu sama lain dapat bersifat horizontal atau

vertikal, tergantung pada pengaturan di mana hubungan organisasi

sedang dibersihkan dan apakah komunikasi bersifat konsultatif,

informatif, atau terkoordinasi, serta pada tingkat manajemen. .

Siklus surat menyurat di paguyuban PWNU Jawa Barat

menggunakan hubungan koordinatif atau konsultatif, sehingga

jenis surat menyurat ini adalah surat menyurat ke atas; Sebaliknya,

53
komunikasi horizontal mengacu pada setiap prosedur komunikasi

di PWNU Jawa Barat yang menggunakan hubungan informatif.

b) Komunikasi Vertikal dalam PWNU Jawa Barat

Secara teoritis, komunikasi vertikal diartikan sebagai

komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dan dari atas ke bawah,

atau dalam istilah hirarki organisasi, komunikasi vertikal adalah

komunikasi antara pimpinan dengan bawahan dan sebaliknya.

Timbal balik dalam organisasi ini sangat penting karena roda

organisasi tidak akan berjalan mulus jika hanya ada satu jalur dari

pemimpin ke bawahan atau sebaliknya. Agar suatu keputusan atau

kebijakan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, pimpinan organisasi perlu mengetahui laporan,

tanggapan, atau saran dari anggota organisasi.

Komunikasi vertikal dalam suatu organisasi, menurut

definisi, adalah komunikasi dari atas ke bawah dan komunikasi

dari bawah ke atas. Dalam pengelolaan wilayah Nahdlatul Ulama

(PWNU) Jawa Barat, dua arah komunikasi vertikal ini juga

dimanfaatkan dan diterapkan dalam proses komunikasi dalam

kehidupan berorganisasi. posisinya lebih tinggi dari manajer lain,

54
atau sebaliknya, yang posisinya berada di bawah manajer yang

lebih tinggi. Selama komunikasi vertikal masih ada dalam

organisasi PWNU Jawa Barat, maka proses komunikasi yang lebih

dini adalah suatu kemungkinan yang nyata.

Jika proses komunikasi PWNU Jabar berlangsung dari

Direksi yang posisinya berada pada level dan struktur yang lebih

tinggi, kepada Manager yang posisinya pada level dan susunan

paling bawah, maka komunikasi dari atas ke bawah (down ward

communication) adalah berlangsung. Sebaliknya, komunikasi dari

bawah ke atas (upward communication) berarti terjadi dari

manajemen di bawah ke manajemen yang lebih tinggi dalam hal

strata atau struktur.

Di PWNU Jawa Barat, komunikasi ke bawah setidaknya

memiliki tiga tujuan: instruksi kerja, prosedur dan praktik, dan

umpan balik. Pertama, instruksi kerja dikomunikasikan ke bawah

di PWNU Jawa Barat. Petunjuk pekerjaan sendiri merupakan

cuplikan data tentang cara menyelesaikan pekerjaan. Seperti yang

telah dipaparkan sebelumnya, Tanfidziyah mengarahkan forum

terkait untuk melaksanakan setiap kegiatan yang direncanakan

55
PWNU Jabar di bidang tertentu. Deskripsi desain, mekanisme, dan

tugas teknis yang harus dilakukan biasanya disertakan dalam

instruksi ini.

Kedua, prosedur dan praktik mengatur komunikasi ke

bawah di PWNU Jawa Barat. Informasi tentang kebijakan dan

praktik pengembangan organisasi disebut prosedur dan praktik.

Informasi yang bersifat organisasi, seperti implementasi program

kerja, evaluasi kinerja organisasi, dan upaya untuk membuat

organisasi lebih dinamis, biasanya termasuk dalam komunikasi ke

bawah dalam peran ini.

Ketiga, umpan balik diberikan melalui komunikasi ke

bawah di lingkungan PWNU Jawa Barat. Informasi tentang kinerja

karyawan dimaksudkan untuk umpan balik. Seperti telah

disinggung sebelumnya, fungsi feedback PWNU Jabar untuk

komunikasi ke bawah dilakukan dengan koordinasi yang erat

dengan mengundang pimpinan lembaga untuk berdiskusi dan

menerima laporan kinerja. Laporan (umpan balik) mengenai level

manajemen atau struktur manajemen dapat diperoleh dari anggota

56
Dewan yang lebih rendah kepada anggota Dewan yang lebih tinggi

melalui komunikasi ke bawah ini.

Up korespondensi di PWNU Jawa Barat memiliki

kemampuan sebagai: Pertama, menginformasikan tindakan

bawahan mereka. Laporan kinerja dari PWNU ke PBNU, dari

Tanfidziyah ke Syuriah, dan dari PCNU wilayah Jabar ke PWNU

Jabar adalah contoh nyata dari fungsi ini. Mirip dengan apa yang

telah dibahas sebelumnya, fungsi ini sangat nyata dalam proses

komunikasi ke atas. Laporan pada dasarnya merupakan pesan dari

bawahan kepada atasan tentang setiap rencana kerja atau kebijakan

organisasi yang telah diselesaikan. Istilah "pelaporan" biasanya

menegaskan fungsi pertama ini.

Kedua, mengungkap masalah pekerjaan yang diselesaikan

orang miskin. Komunikasi ke atas di lingkungan PWNU Jabar

berfungsi sebagai forum musyawarah forum atau Lajnah untuk

mengkomunikasikan konflik kepada Tanfidziyah. Misalnya, ada

beberapa program kerja yang belum dilaksanakan forum atau

Lajnah. Unit organisasi di posisi yang lebih rendah dapat

berkonsultasi dengan unit di posisi yang lebih tinggi melalui

57
komunikasi ke atas ini. PWNU dan PBNU, serta PCNU dan

PWNU, terlibat dalam diskusi terkait isu organisasi ini. Selain itu,

fungsi ini selaras dengan sistem korelasi organisasi hubungan

musyawarah PWNU Jawa Barat. Seringkali, fungsi ini disebut

dengan istilah "menjelaskan masalah".

Ketiga, mengungkapkan pemikiran atau saran mengenai

pertumbuhan organisasi. lembaga atau Lajnah sering memberikan

nasehat dan bimbingan Tanfidziyah dengan maksud untuk

memajukan organisasi PWNU Jawa Barat. Aspirasi lembaga atau

Lajnah kemudian diarahkan ke Syuriah oleh Tanfidziyah.

Biasanya pengurus PWNU Jabar tingkat bawah dapat memberikan

saran dan masukan untuk pengembangan dan kemajuan organisasi

NU di wilayah Jabar melalui rapat pleno atau evaluasi. Dari

PWNU ke PBNU dan PCNU ke PWNU, ide dan saran sering

dikomunikasikan. Istilah "menasihati atau advising" biasanya

digunakan dalam bahasa lain untuk menggambarkan fungsi ketiga

ini.

Keempat, ungkapkan perasaan dan pikiran positif terkait

pekerjaan dan organisasi. Selain sebagai sarana konsultasi untuk

58
penyelesaian masalah dan saran untuk kemajuan organisasi,

komunikasi ke atas di lingkungan PWNU Jawa Barat ini juga

sebagai sarana untuk mengungkapkan keresahan yang dialami

Pengurus terkait pekerjaan. jadwal, kebijakan organisasi, dan

sesama Eksekutif. Dari PWNU ke PBNU dan PCNU ke PWNU,

fungsi keempat dari komunikasi ke atas ini juga dapat dilakukan.

Pengungkapan Idea and feeling expressing merupakan fungsi

keempat yang disebut juga dengan nama lain.

c) Komunikasi Horizontal di PWNU Jawa Barat

Bahkan korespondensi sebenarnya adalah demonstrasi

korespondensi yang terjadi antara individu dari asosiasi atau divisi

yang memiliki posisi yang sama. Menurut Phillip V. Lewis,

komunikasi horizontal menyumbang 67% dari seluruh komunikasi

dalam kehidupan organisasi, sehingga kedudukan komunikasi

horizontal sangat penting dalam kehidupan organisasi.

Ketika hubungan keorganisasian PWNU Jawa Barat

sedang dibenahi, komunikasi horizontal ini menyerupai hubungan

yang bersifat informatif. Hubungan yang bermanfaat ini

merupakan hubungan proporsional yang saling memberikan data

59
yang dibutuhkan. Karena adanya hubungan timbal balik antara

komunikator dan komunikan yang berada pada level yang sama

dan memiliki kedudukan yang sama, korelasi informatif ini sama

dengan komunikasi horizontal pada dimensi internal dalam

komunikasi organisasi. Dalam bahasa lain, hubungan informatif

dan komunikasi horizontal ini sering disebut sebagai berbagi

informasi. Menurut Gerald M. Goldhaber, komunikasi horizontal

melayani empat tujuan dalam sebuah organisasi: 1) manajemen

tugas, 2) pemecahan masalah, 3) penyebaran gosip, dan 4)

penyelesaian perselisihan.

Di PWNU Jawa Barat, komunikasi horizontal setidaknya

berfungsi untuk mengkoordinasikan tugas, menyelesaikan

masalah, bertukar gosip, dan menyelesaikan perselisihan.

Pertama, koordinasi tugas merupakan fungsi komunikasi

horizontal di lingkungan PWNU Jawa Barat. Dalam rangka

mewujudkan program kerja, melaksanakan kebijakan, dan

mengembangkan organisasi PWNU Jawa Barat, setiap komponen

organisasi pada level yang sama di PWNU Jawa Barat saling

berkoordinasi dan berkomunikasi melalui komunikasi horizontal

60
tersebut. Task coordinating adalah istilah lain untuk fungsi

komunikasi horizontal pertama ini.

Kedua, persoalan tersebut dapat diselesaikan melalui

komunikasi horizontal di lingkungan PWNU Jabar. Di PWNU

Jawa Barat, setiap kali ada masalah, semua bagian organisasi

biasanya saling berbicara dan membicarakannya untuk mencari

solusi (pemecahan dilema). Misalnya, dengan asumsi ada

pengaturan dan program kerja PWNU Jawa Barat yang belum

pernah dijalankan, maka pada saat itu bagian-bagian otoritas yang

terkait akan berbicara satu sama lain untuk memahami program

asosiasi segera.

Ketiga, bahkan korespondensi di dalam PWNU Jabar

kemampuan untuk berbagi data. Aspek yang paling mendasar dari

komunikasi horizontal dalam organisasi PWNU Jawa Barat adalah

fungsi ini. Proses tukar menukar gosip antar komponen organisasi

PWNU Jawa Barat dalam satu tingkat disebut sebagai komunikasi

horizontal. Salah satu relasi organisasi yang terdapat di PWNU

Jawa Barat yaitu relasi informatif adalah sharing isu ini. Biasanya,

61
fungsi komunikasi horizontal ini juga disebut sebagai berbagi

informasi.

Keempat, konflik diselesaikan melalui komunikasi

horizontal di PWNU Jabar. masalah tidak dapat dihindari dan tidak

dapat dihindari di organisasi mana pun, termasuk PWNU Jawa

Barat. Konflik diminimalkan dan diselesaikan dengan komunikasi

horizontal ini. Jika ada persoalan di lingkungan PWNU Jabar,

sebaiknya diminimalkan dan diselesaikan melalui komunikasi dan

diskusi horizontal antara pihak-pihak yang bertikai tadi. Resolusi

konflik lebih mudah daripada pemecahan masalah, yang dapat

dicapai melalui komunikasi horizontal ini.

d) Jenis Komunikasi Internal pada Nahdlatul Ulama Jawa Barat

Banyaknya anggota organisasi yang terlibat dalam kegiatan

komunikasi dapat digunakan untuk mengklasifikasikan jenis

komunikasi internal yang berlangsung dalam suatu organisasi.

Onong Uchjana Efenddy membagi komunikasi internal dalam

suatu organisasi menjadi dua kategori yaitu komunikasi kelompok

dan komunikasi personal (personal communication). Dua cara

dapat terjadi ketika dua orang berkomunikasi melalui komunikasi

62
pribadi: korespondensi mata ke mata dan korespondensi media.

Yang dikenal dengan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi

pribadi secara tatap muka yang berlangsung secara dialogis sambil

bertatapan sebagai akibat dari kontak pribadi (personal contact).

Komunikasi media pribadi memerlukan penggunaan alat untuk

berkomunikasi. Komunikasi kelompok adalah ketika seseorang

berbicara kepada sekelompok orang secara langsung, apakah

kelompok itu kecil atau besar. Sifat dan karakteristik komunikan

dalam kaitannya dengan proses komunikasi mempengaruhi besar

kecilnya suatu kelompok dalam berkomunikasi, bukan dihitung

secara tepat.

e) Komunikasi Personal dalam PWNU Jawa Barat

Wahyu Wibisana mengungkapkan, Direksi dari Mustasyar,

Syuriah, dan Tanfidziyah melakukan komunikasi secara personal

di lingkungan PWNU Jabar. Korespondensi individu di PWNU

Jawa Barat dapat terjadi di dalam bagian hierarki dalam atau antar

bagian otoritas, mengingat setiap bagian hierarki di dalam PWNU

Jawa Barat terdiri dari lebih dari satu individu. Alhasil, komunikasi

personal kerap dilakukan di PWNU Jawa Barat.

63
Korespondensi perseorangan di PWNU Jawa Barat pada

dasarnya bermanfaat untuk dua hal: Pertama, mengenal kerangka

acuan pribadi seorang pengurus. Kedua, menanyakan tanggapan

langsung Direksi terhadap komunikasi. Di PWNU Jabar,

komunikasi personal berguna untuk memahami kerangka acuan

pribadi masing-masing anggota Dewan. Dengan berbicara

langsung dengan anggota Dewan, seseorang dapat mengetahui

pemahaman, pengetahuan, pola pikir organisasi, dan sikap mereka

(knowing frame of reference). Di PWNU Jawa Barat, komunikasi

personal sangat membantu untuk mendapatkan pemahaman

pribadi atas setiap tanggapan (respons, feedback) Manajemen.

Komunikasi pribadi (mengetahui tanggapan langsung) akan

memungkinkan Anda mengetahui secara pribadi tanggapan

seorang manajer terhadap berbagai pertanyaan terkait organisasi.

f) Komunikasi grup dalam PWNU Jawa Barat

Di PWNU Jawa Barat, praktik komunikasi dapat dibagi

menjadi tiga kategori: komunikasi antara pengurus dengan

sekelompok pengurus, komunikasi antara pengurus dengan

rombongan pengurus, dan komunikasi antara pengurus dengan

64
rombongan pengurus lainnya. PWNU Jabar menerapkan ketiga

jenis praktik komunikasi kelompok tersebut secara internal. Jelas,

ilustrasi tiga metode komunikasi kelompok yang berbeda dalam

organisasi PWNU Jawa Barat.

Di lingkungan PWNU Jabar, komunikasi kelompok

memiliki tujuan sebagai berikut: Pertama, sarana penyebaran

informasi. Penyebaran informasi pada dasarnya adalah tujuan

utama komunikasi. Selama ini komunikasi kelompok ini terus

menjadi sangat penting sebagai sarana pemenuhan kebutuhan

suatu kelompok dalam suatu organisasi, termasuk organisasi

PWNU Jawa Barat, tujuannya adalah untuk saling berbagi dan

memenuhi kebutuhan gosip. Media untuk berbagi informasi adalah

istilah lain untuk tujuan pertama.

Kedua, percakapan untuk mengatasi suatu masalah.

Komunikasi kelompok ini dianggap baik untuk berdiskusi dan

membicarakan suatu masalah yang perlu dipecahkan. Manajer

dapat berbagi ide dan inspirasi melalui komunikasi kelompok ini

untuk berdiskusi dan menyelesaikan perbedaan pendapat. Diskusi

pemecahan masalah adalah istilah lain untuk tujuan kedua.

65
Ketiga, menjunjung tinggi hubungan baik antar

manajemen. Kedekatan seorang pengurus dengan pengurus

lainnya dapat dipengaruhi oleh komunikasi kelompok yang

intensif. Korelasi yang baik antara manajemen dapat

dipertahankan dan dipertahankan melalui komunikasi kelompok

ini. Tujuan ketiga juga bisa disebut sebagai memelihara hubungan

yang positif atau maintaining a positive relationship.

Keempat, luangkan waktu untuk mengenal satu sama lain

secara pribadi. Dapat mempelajari lebih dalam tentang

karakteristik unik masing-masing Direksi melalui komunikasi

kelompok yang intensif, yang juga dapat digunakan untuk menjaga

hubungan baik. Direksi dapat berbagi pengalaman dan cerita

tentang kepribadian dan kehidupan mereka melalui komunikasi

kelompok ini. Mengenali sifat pribadi atau recognizing personal

characteristic adalah cara lain untuk menggambarkan tujuan

pertama ini.

Sistem Komunikasi Organisasi Muhammadiyah

Di Indonesia, organisasi keagamaan yang mempersatukan

warga negara sudah lama ada dan berkembang pesat. Kehadiran

66
perkumpulan massa ini merupakan unsur awal dari proses

kehidupan sehari-hari yang dipisahkan oleh adanya perkembangan

dan perubahan sosial. Jelas, perubahan sosial direncanakan dan

diarahkan, tidak instan. Apa yang disebut birokrasi direncanakan

dan dikelola oleh agen perubahan. Menurut Mulyadi (2015), ada

dua jenis birokrasi: birokrasi publik, yang bekerja dalam struktur

pemerintahan, dan birokrasi swasta, yang bekerja dalam kehidupan

organisasi swasta seperti LSM dan kelompok sosial. Dengan

memperkenalkan konsep-konsep baru atau menginovasi sistem

sosial, birokrasi ini memodifikasi sikap dan perilaku individu atau

kelompok yang dimaksudkan untuk berubah guna mencapai tujuan

yang dimaksud.

Muhammadiyah merupakan salah satu birokrasi swasta,

yang merujuk pada organisasi swasta berbasis keagamaan,

khususnya ormas Islam. Muhammadiyah dianggap memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kelas menengah Indonesia dan

memainkan peran penting dalam menyebarkan gagasan tentang

reformasi Islam. Menurut Yusra (2018), Muhammadiyah adalah

trendsetter dan bisa diibaratkan sebagai lokomotif penarik gerbong

67
gerakan reformis Indonesia. Berlandaskan semangat Surah Al

Ma'un, Muhammadiyah membagi amal usahanya di berbagai

sektor sebagai bukti bahwa ia turut andil dalam transformasi warga

negara menjadi pribadi yang lebih maju atau modern. Dia tidak

hanya bekerja di bidang pendidikan; dia juga membantu memulai

rumah sakit, panti asuhan, bank kredit komunitas, dan hal lainnya.

Sebagai kelompok organisasi warga Islam,

Muhammadiyah bertujuan untuk melakukan kampanye kesadaran

untuk menawarkan solusi atas masalah struktural dan budaya

umat, seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Selain

itu, disebutkan dalam buku contoh Dakwah Kesadaran Berbasis

Masyarakat yang disampaikan pada Muktamar Muhammadiyah

ke-47 tahun 2015 bahwa Muhammadiyah bertujuan untuk

mengembangkan seni manajemen dari revitalisasi (penguatan) ke

transformasi (perubahan bergerak maju) dalam rangka untuk

menciptakan perjuangan amal dan aksi sosial. Hal itu disampaikan

agar buku tersebut lebih mudah diakses oleh masyarakat umum.

masyarakat yang mendukung fakir miskin dan mustadh’afin serta

membangun masyarakat madani (civil society) untuk kepentingan

68
kemajuan dan kesejahteraan bangsa (Persyarikatan

Muhammadiyah, 2015). Anda dapat melihat dari mana ide ini

berasal: dakwah gerakan Muhammadiyah tidak hanya bertumpu

pada dakwah dua mulut dalam bentuk ceramah tabligh yang

menyentuh massa dan dalam bentuk ekspresi dan tulisan, tetapi

juga pada da’wah. da'wah bil-hal, yaitu dakwah yang dilakukan

melalui perbuatan.

Secara linguistik, dakwah bil hal adalah penyatuan dua

suku kata bahasa Arab; khususnya dakwah dan segala sesuatu Kata

dakwah dapat diterjemahkan sebagai "memanggil",

"mengarahkan", atau "memanggil". Sementara itu, pengertian kata

dakwah antara lain: menyeru atau menjauhi orang berdasarkan

akhlaknya yang buruk, bukan mengajak kepada akhlak yang baik.

Artis, realitas, keadaan, dan bukti konkret terdiri dari istilah

"Walhal." Kedua kata tersebut di atas, yang dapat diartikan sebagai

seruan atau ajakan dengan menggunakan “bahasa” tindakan atau

keadaan konkrit (konkret), memberikan penyatuan. Menurut

peribahasa Arab, “dakwah dengan cara ini dianggap lebih efektif

daripada dakwah dengan kata-kata” (dakwah bil kalam). “Bahasa

69
tindakan (contoh yang baik) lebih efektif daripada bahasa ucapan,”

menurut ungkapan afsahu Mion al-maqal benda lisan (Hakim,

2017).

Sebaliknya, menurut Harun al Rasyid, dakwah bil hal

adalah keseluruhan upaya mengajak individu dan kelompok untuk

berbagi diri dan masyarakat guna mewujudkan tatanan sosial

ekonomi yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan tuntunan

Islam, yang berarti menempatkan penekanan yang signifikan pada

aspek sosial. masalah seperti kemiskinan. kebodohan dan

kurangnya amal yang tulus terhadap tujuan dakwah (Suisyanto,

2002).

Orang-orang menyadari berbagai kontribusi yang telah

dilakukan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, sosial, dan

kesehatan di perkotaan. Padahal kegiatan dakwah bil

Muhammadiyah sangat bersiklus untuk menjangkau masyarakat

tertentu, termasuk masyarakat pedesaan. Teknik pengelolaan,

pendekatan, dan tujuan dakwah gerakan Muhammadiyah memang

harus menjangkau lapisan masyarakat yang majemuk, baik

masyarakat atas, menengah, bawah, marjinal, idaman, hobi, dan

70
khusus. Pulau Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas

penduduknya berprofesi sebagai petani, sehingga harus

diperhitungkan ketika gerakan Muhammadiyah memetakan cita-

cita masyarakat. Menurut Mahmuddin (2013), warga desa tidak

dapat dipisahkan dari warga agraris karena kurang lebih 80%

warga agraris tinggal di pedesaan dan masyarakat tradisional.

Dalam hal ini, petani termasuk kelas menengah ke bawah.

a) Pola Komunikasi Interpersonal

Komunikasi ini mengacu pada komunikasi interpersonal

langsung. Menurut Berger, Dainton, dan Stafford (West & Turner,

2014), konteks komunikasi antarpribadi berbicara banyak tentang

bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana

mempertahankannya, dan bagaimana keretakan di dalamnya

muncul. berdasarkan pengamatan Keterampilan dalam komunikasi

antar-eksklusif merupakan landasan di mana penerapan dakwah

Muhammadiyah dalam interaksi sosial dibangun.

Tugas Muhammadiyah dalam dakwah bil hal melalui

persekolahan, pertanian, pertukaran, dan ekonomi dapat dengan

sendirinya diakui oleh individu-individu secara kuat memulai

71
dakwah bil hal dengan mengarahkan korespondensi relasional.

Menurut Devito (1997), lima ciri komunikasi interpersonal atau

antarpribadi yang efektif adalah keterbukaan, kepositifan, empati,

dukungan, dan kesetaraan. Kelima aspek tersebut telah dilakukan

oleh Muhammadiyah.

b) Pola Komunikasi kelompok

Muhammadiyah juga menggunakan gaya komunikasi

kelompok, berangkat dari komunikasi interpersonal. Kelompok

kecil atau kelas kecil adalah kelompok yang dimaksud disini.

terdiri dari sekelompok orang dengan tujuan yang sama.

Sehubungan dengan pemahaman ini, "komunikasi kelompok"

dapat merujuk pada interaksi di antara anggota kelompok yang

mungkin kohesif, sinergis dalam pendekatan mereka untuk

menyelesaikan masalah, dan berkontribusi pada pencapaian

tujuan. Menurut West & Turner (2014), Brilhart, Galanes, dan

Adams bahkan menekankan fakta bahwa kelompok kecil ada

untuk memenuhi kebutuhan tertentu.

c) Pola Komunikasi Publik

72
Program dakwah Muhammadiyah juga dilakukan secara

umum, seperti halnya organisasi Islam lainnya. Misalnya, ceramah

agama diberikan dari masjid ke masjid dan dari rumah ke rumah,

yang dihadiri banyak orang. Menurut para ahli di bidang

komunikasi, pola ini disebut sebagai pola komunikasi kelompok

besar dalam ilmu komunikasi.

Biasanya, pembicara sudah menyiapkan materi untuk

forum sebelum memberikan pidato publik. Dalam kebanyakan

kasus, pembicara bertujuan untuk menginformasikan, menghibur,

dan membujuk sebagai tujuan utama mereka. Komunikasi retoris

mendapatkan intinya dari tujuan akhir persuasi (West & Turner,

2014).

d) Pola Komunikasi Massa

Pola komunikasi massa merupakan gagasan terakhir terkait

hal tersebut yang dikembangkan Devito (1997). Menurut Baran

dan Davis (2015), komunikasi massa akan terjadi ketika suatu

organisasi menggunakan teknologi untuk berkomunikasi dengan

audiens yang besar. Komunikasi massa juga semakin cepat, seperti

73
halnya kemajuan teknologi. Teknologi juga bertanggung jawab

atas terjadinya konvergensi berupa hilangnya perbedaan media.

Cooper menegaskan bahwa konvergensi tidak akan terjadi

sampai semuanya digital, yaitu ketika konsumen dapat dengan

mudah menggunakannya di berbagai perangkat (Baran & Davis,

2015), ketika media cetak seperti lembar fakta dan televisi dan

radio, serta konvergensi seperti converedia, juga akan terjadi

(Baran & Davis, 2015). Konvergensi media berarti bahwa majalah

elektronik dan tabloid bukan satu-satunya bentuk komunikasi

massa. Media online seperti YouTube, Facebook, dan lainnya.

74
BAB IV

HASIL ANALIS

Analisi Islam Nusantara

Meskipun mungkin sampai batas tertentu, akulturasi tidak

sama dengan integrasi budaya atau sinkretisme. Akulturasi yang

dilakukan Walisongo tidak dilihat sebagai bentuk sinkretisme atau

integrasi budaya. Walisongo tidak memadukan budaya Islam

dengan budaya lokal; sebaliknya, mereka menjadikan nilai-nilai

Islam sebagai bagian dari instrumen budaya lokal. Karena prinsip-

prinsip teologi Islam dan lokal berbeda, mereka juga tidak terlibat

dalam sinkretisme. Pada titik ini, ini sekali lagi dipandang sebagai

bentuk akulturasi budaya yang dialektis dan dinamis. Pertemuan

antara Islam yang merupakan nilai yang bersumber dari otoritas,

dan nilai-nilai lokal dapat dipandang sebagai perwujudan dan

konsekuensi dari asal usul hubungan manusia dengan lingkungan

setempat, yang menghasilkan sikap atau kegiatan, termasuk yang

bersifat agama atau Islam. Praktik ibadah, khususnya yang

menyangkut muamalah ma'a alnas—hubungan umat Islam dengan

lingkungan sosial dan alam tidak lepas dari bagaimana manusia

75
memperlakukan sesama dan lingkungan sehari-hari. Bagaimana

memperlakukan lingkungan dan orang lain, atau dengan kata lain,

bagaimana orang berinteraksi satu sama lain dan lingkungan

sangat ditentukan oleh nilai-nilai. Yang akan terjadi adalah

perpaduan Islam, budaya, dan kearifan lokal. Aktualisasi diri dan

ritual keagamaan mencerminkan integrasi nilai dan ajaran Islam

dengan nilai-nilai lokal, menurut pernyataan ini.

Teologi, ritual ibadah yang mutlak, dan sistem nilai

substantif atau universal adalah ciri khas budaya yang dibawa

Islam ke Nusantara. Sebaliknya, aspek fisik budaya Islam dalam

arti sosiologis seperti pakaian, jilbab, dan cara membaca Alquran

dianggap sebagai aspek budaya Arab dan tidak perlu dibawa ke

Nusantara. Ide ini diungkap oleh Islam Nusantara, dan Moqsith

menjelaskannya dengan istilah “anchoring” (menjadi metodologi).

Islam Nusantara tidak berkunjung untuk mengevaluasi kembali

doktrin Islam. Dia hanya ingin menemukan metode untuk

membangun Islam dalam konteks budaya masyarakat yang

beragam. Islam Nusantara bukanlah upaya memadukan Islam dan

keyakinan Jawa, seperti yang dilakukan Walisongo pendahulu

76
kita, melainkan kesadaran kultural dalam berdakwah. Kedua,

budaya Indonesia dan Islam berada dalam keseimbangan yang

sehat saat ini. Penggunaan budaya lokal oleh Islam untuk

mempromosikan kesetaraan dapat ditafsirkan dalam tiga cara. 1)

Islam adalah budaya fisik-sosial dengan ciri-ciri Arab yang dapat

berbaur dengan budaya lokal untuk membentuk budaya baru.

misalnya pesantren dan tulisan Pegon, yang merupakan perpaduan

gaya tulisan Arab dan Indonesia. Mahrus menjelaskan situasinya.

(2) Selain itu, nilai-nilai universal berimbang antara budaya lokal

dan Islam. Ishom Syauqi menyampaikan bahwa Islam Nusantara

ingin mewujudkan budaya dan peradaban global baru berdasarkan

nilai-nilai Islam dan nusantara yang luhur dan universal. Islam dan

nusantara memiliki kesamaan cita-cita di lokasi ini, sehingga

melahirkan peradaban baru. 3) Islam berkeyakinan bahwa ia

sejajar dengan budaya lokal dalam hal teologi (sistem keagamaan)

dan ibadahnya, namun kedua agama tersebut tidak saling menyapa,

melainkan saling menunjukkan sikap toleran atau toleran. Adanya

UUD dan Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia menjadi

buktinya.

77
Analisis Islam Berkemajuan

Selama ini, Muhammadiyah sangat diasosiasikan dengan

gerakan "Islam Modernis" dan Islam Reformis yang menggunakan

etos atau filosofi. berdasarkan alasan masa depan, teologi al-'Ashr

merupakan falsafah dan cara berpikir yang sesuai dengan ciri

“Islam Berkemajuan” yang sedang berkembang di

Muhammadiyah saat ini. Gerakan Islam Progresif ala

Muhammadiyah mempengaruhi perkembangan teologi al-'Ashr

sebagai filsafat, yang berarti semangat al-'Ashr memanfaatkan

semangat kemajuan. Waktu sebagai dimensi dominan pada

keduanya. Karena kemajuan pesat dalam teknologi transportasi

dan komunikasi, saat ini kita hidup di masa ketika waktu terasa

berlalu begitu saja. Dengan kata lain, seorang Muslim harus

memanfaatkan waktunya untuk meningkatkan kecerdasan

spiritual, intelektual, dan emosionalnya untuk memahami Islam

dan nilai-nilai Al-Qur'an serta membangun peradaban Islam yang

lebih kuat di masa depan. Gerakan kesadaran Muhammadiyah

sedang bekerja menuju Indonesia yang maju. “Islam Progresif”

merupakan respon terhadap fenomena yang ada, seperti globalisasi

78
khususnya globalisasi budaya baik dalam bentuk Arabisasi

maupun Westernisasi, meskipun terlihat bersinggungan.

Ketika segala sesuatu dan semua orang di planet ini

terhubung, globalisasi sering dipandang sebagai proses penyatuan

global di mana waktu, jarak, dan wilayah tidak lagi menjadi

hambatan. Globalisasi ditandai oleh empat gerakan utama: orang,

modal, berita, dan barang dan jasa. Setelah revolusi teknologi di

bidang transportasi dan telekomunikasi, penggunaannya berubah

dengan cepat. Gerakan progresif Muhammadiyah bertujuan

memadukan teknologi, strategi gerakan, dan cara pandang

kemanusiaan. Dengan pola yang lebih kekinian, hal ini akan

menyampaikan makna kemajuan. Keberpihakan Muhammadiyah

sejak awal terlihat, terutama dalam pertumbuhan kemanusiaan

untuk membangun peradaban yang unggul. keseluruhan

sumbangsih gerakan Muhammadiyah bagi pembangunan

masyarakat.

Di Indonesia, Islam menggunakan strategi dan metode

budaya. menerapkan taktik yang dikenal sebagai "perembesan

diam" di antara warga, yang mencakup memasukkan ajaran Islam

79
ke dalam budaya masyarakat tanpa bertentangan dengan ajaran

Islam itu sendiri. Nilai-nilai positif ajaran Islam diserap baik oleh

budaya tradisional maupun kontemporer. Selain itu,

Muhammadiyah mendakwahkan nilai-nilai ajaran Islam kepada

warga negara Indonesia bahkan internasional melalui kegiatan

pendidikan, sosial, dan ekonomi, serta bidang-bidang strategis

seperti ilmu pengetahuan dan perdagangan

80
Referensi

A’la, (2008)“Geneaologi Radikalisme Muslim Nusantara: Akar

dan Karakteristik Pemikiran dan Gerakan Kaum Paderi

dalam Perspektif Hubungan Agama dan Politik

Kekuasaan”, Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar dalam

Bidang Ilmu Sejarah Pemikiran Politik Islam, IAIN Sunan

Ampel Surabaya, 2008.

Asyʼari, (2005) Sang Kiai: Fatwa KH. M. Asy’ari Seputar Islam

dan Masyarakat. Yogyakarta: Qirtas.

Atkinson, (1983) Religions in dialogue: the construction of an

Indonesian minority religion. American Ethnologist

10(4): 684–696

Bauman et al., (2003) Voices of Modernity: Language Ideologies

and the Politics of Inequality. Cambridge: Cambridge

University Press.

Sendjaja, (2016), Pengantar Komunikasi, (Jakarta : Universitas

Terbuka, 2016)

Uchjana, (2002), Dinamika Komunikasi, (Bandung:PT Remaja

Rosda Karya 2002),

81
cet V, h. 3, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung : PT.

Citya Aditya Bakti, 2003), Effendy Onong Uchana, Ilmu

Komunikasi : Teori dan Praktek, (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 1999), h. 18

Nugraha et al., (2016), „the Role of majelis Taklim in Social

Dynamics of Muslims, Jurnal Bimas IslamVol. 9.

No. 3, 2016

Harjani Hefni, (2015), komunikasi islam, Jakarta: kencana, 2015.

Hlm.3

Habermas, (1991) Structural Transformation of the Public Sphere:

An Inquiry into a Category of Bourgeois Society.

Cambridge, MA: MIT Press.

Hall, (1977) Culture, the media and the ‘ideological effect’. In:

Curran J, Gurevitch M and Woollacott J (eds) Mass

Communication and Society. London: Edward

Arnold/Open University Press, pp. 315–348

Millie, (2011),Islamic Preaching and Women‟s Spectatorship in

West Java‟. The Australian Journal of Anthropology(2011)

22, 151–169.

82
Millie et al., (2014), Greg Barton, Linda Hindasah and Mikihiro

Moriyama, “PostAuthoritarian Diversity in Indonesia’s

State-Owned Mosques: A Manakiban Case Study”, Journal

of Southeast Asian Studies, Vol. 45, No. 2 (2014), 194-213

83

Anda mungkin juga menyukai