Anda di halaman 1dari 76

KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI

MATERI KULIAH

Pengampu:

Dr.© Markus Suwandi, M.Th.

BANDUNG HAGGAI SEMINARY


2023
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Definisi
Tujuan Komunikasi
Fungsi Komunikasi
Prinsip Komunikasi
Taraf Komunikasi
Hambatan dalam Proses Komunikasi
BAB II Pandangan gereja mengenai komunikasi
BAB III FEEDBACK DALAM KOMUNIKASI
Pemahaman Diri Berkat Umpan Balik Dari Orang Lain
BAB IV BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI
Pesan Verbal Harus Sejalan Dengan Pesan Nonverbal
Proses yang Memengaruhi Persepsi
Pedoman Untuk Meningkatkan Akurasi Persepsi Individu
BAB V KOMUNIKASI RUANG
Jarak Spasial
Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Ruang
BAB VI SUARA
Volume
Kecepatan
Pitch (nada)
Artikulasi dan pengucapan
Evaluasi.
BAB VII KOMUNIKASI PRIBADI
Pentingnya Komunikasi
Keterampilan Dasar Berkomunikasi
Kesalahan-kesalahan Umum dalam Berkomunikasi
Ragam Seni
Berbicara Metode Penyampaian dan Penilaian Berbicara
BAB VIII BERBICARA DI MUKA UMUM
Kekhawatiran Pembicara
Gerakan Tubuh
Kontak Mata Ekspresi Wajah
Postur (posture) Gestur (gesture) Gerakan (movement)
BAB IX KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Pintu Masuk Komunikasi Antarbudaya

Bandung Haggai Seminary| 2


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

BAB I PENDAHULUAN

Sejarah Komunikasi.
1.Retorika dari Masa ke Masa,
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari
perkataan Latin rhetorica yang berarti ilmu berbicara. Sebagai cikal bakal
ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang.
para ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan
tetapi, retorika sebagai seni berbicara yang dipelajari dimulai pada abad
ke-5 SM ketika kaum Sofis di Yunani mengembara ke tempat yang satu
ke tempat lain untuk mengajarkan pengetahun mengenai politik dan
pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato.
Tokoh aliran Sofisme ini adalah Georgias (480-370) yang
dianggap sebagai guru retorika yang pertama dalam sejarah manusia.
Georgias menyatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat
dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Pendapat
Georgias ini berlawanan dengan pendapat protagoras (500-432) dan
Socrates (469-399). Protagoras mengatakan bahwa kemahiran berbicara
bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bahasa. Sedangkan
bagi Socrates, retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai
tekniknya karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan
sendirinya.
Seseorang yang sangat dipengaruhi oleh Socrates dan Georgias
adalah Isocrates yang pada tahun 392, pendapatnya dengan Isocrates,
yaitu bahwa retorika memegang peranan penting bagi seseorang untuk
menjadi seorang pemimpin adalah Plato. Dan murid Socrates yang paling
terkenal adalah Plato. Dan Plato mengatakan bahwa retorika bertujuan
memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan
merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang
luas dan dalam. Terutama dalam bidang politik.

Tokoh retorika lain pada zaman Yunani itu adalah Aristoteles


yang sampai sekarang banyak dikutip pendapatnya. Berlainan dengan
tokoh-tokoh lainnya yang mengatakan retorika sebagai seni, Aristoteles
memasukknnya sebagai bagian dari filsafat.

2.Retorika di Zaman Modern


Pada awal abad sesudah masehi retorika tidak begitu
Bandung Haggai Seminary| 3
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

berkembang. Baru mulai pada abad ke 17 di Eropa muncul tokoh-tokoh


yang dikenal sebagi orator kenamaan, antara lain, Oliver Cromwell dan
Henry St. John, Lord Bolingbroke.
Cromwell merupakan tokoh retorika termasyur pada pertengah
abad ke-17 itu. Retorika biasanya berkembang pada masa kritis, begitu
pula pada kemunculan Cromwell di Inggris itu dalam mengajarkan teknik
retorika.

Cromwell mengatakan bahwa dalam melaksanakan retorika:


1. Harus mengulang hal-hal penting.
2. Menyesuaikan diri dengan sikap lawan.
3. Bila perlu tidak menyinggung persoalan.
4. Harus membiarkan orang-orang menarik kesimpulan sendiri.
5. Harus menunggu reaksi.
Tokoh retorika lainya pada abad ke-17 itu ialah Henry St. John, Lord
Bolingbroke yang pernah menggerakkan bahwa kekuatan politik
berdasarkan kekuatan fisik, maka retorika memerlukan kekuatan mental.
Dalam abad itu di Jerman tokoh termashur dalam retorika adalah
Adolf Hitler yang berhasil menemukan rakyat Jerman sehingga bersedia
melakukan apapun.
Resep Hitler dalam retorikanya adalah: mengunggulkan diri sendiri,
membusukkan dan menakut-nakuti lawan kemudian menghasilkan
hakikat retorika Hitler, retorika Hitler adalah seniata Psikis untuk
memelihara masa dalam keadaan perbudakan psikis (psychical weapon to
maintain in a state of psychical enslavement).

Definisi Komunikasi.
Definisi komunikasi menurut beberapa tokoh yaitu:

l. William Albig dalam bukunya "Public Opinion" mengatakan bahwa


komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti di
antara individuindividu.
2. Wilbur Schram di dalam bukunya "The Process and Effects of Mass
Communication" mengemukakan bahwa bila seseorang mengadakan
komunikasi, berarti ia berusaha untuk mengadakan "commonness", yaitu
persamaan dengan orang lain.
3. Bernard Berelson mengemukakan pendapat Carl I. Hovland di dalam
"Reader in Public Opinion and Communication" yang menyatakan
bahwa: "Komunikasi itu adalah proses dimana seorang individu

Bandung Haggai Seminary| 4


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

(komunikator) mengoperkan perangsang (biasanya lambang-lambang


bahasa) untuk merubah tingkah laku individu-individu yang lain
(komunikan)
4. Joseph A. Devito dalam bukunya "Komunikasi Antar Manusia"
mengatakan bahwa, komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang
atau lebih; yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh
gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai
pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa,


komunikasi adalah proses penyampaian pesan antara individu dengan
menggunakan lambanglambang agar terjadi suatu persamaan, perubahan
tingkah Iaku, dan pengaruh tertentu, pada suatu tempat dan kesempatan
tertentu.

Sesuai dengan definisi tersebut di atas, maka kata-kata atau


"message" (pesan) yang disampaikan komunikator (pemberi pesan) harus
mempunyai pengertian yang sama dengan komunikan (penerima pesan)
agar dapat dimengerti, sehingga komunikator akan mengetahui
bagaimana reaksi dan respons dari komunikan terhadap "message" yang
disampaikan.

Tujuan Komunikasi
Ada empat tujuan atau motif komunikasi, yaitu•

1. Menemukan
Salah satu tujuan utama komunikasi adalah menyangkut penemuan
diri (personal discovery). Individu yang berkomunikasi dengan orang
lain, akan belajar mengenai dirinya sendiri dan juga mengenai orang lain.
Kenyataannya, persepsi diri individu sebagian besar dihasilkan dari apa
yang telah dipelajari

tentang diri sendiri dari orang Iain selama berkomunikasi, khususnya


dalam perjumpaan-perjumpaan antarpribadi.
Dengan berbicara tentang diri sendiri dengan orang Iain, maka
individu memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan,
pemikiran, dan perilakunya. Dari perjumpaan seperti ini individu
menyadari, misalnya, bahwa perasaannya ternyata tidak jauh berbeda
dengan perasaan orang Iain.
Cara Iain untuk melakukan penemuan diri adalah melalui proses
perbandingan sosial. Melalui perbandingan kemampuan, prestasi, sikap,
Bandung Haggai Seminary| 5
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

pendapat, nilai, dan kegagalan individu dengan orang Iain. Artinya,


individu mengevaluasi diri sendiri sebagian besar dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang Iain.

Dengan berkomunikasi individu dapat memahami secara Iebih baik


tentang dirinya sendiri dan diri orang Iain yang diajak berkomunikasi.
Tetapi, komunikasi juga memungkinkan individu menemukan dunia luar
— dunia yang dipenuhi

objek, peristiwa, dan manusia Iain. Sekarang ini, beragam media


komunikasi dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
hiburan, olah raga, perang, pembangunan ekonomi, masalah kesehatan
dan gizi, serta produkproduk baru yang dapat dibeli. Individu
mendapatkan banyak informasi media, mendiskusikannya dengan orang
Iain, dan akhirnya memelajari atau menyerap bahan-bahan tadi sebagai
hasil interaksi kedua sumber ini.

2. Berhubungan
Salah satu motivasi manusia yang paling kuat adalah berhubungan
dengan orang Iain, membina dan memelihara hubungan dengan orang
Iain. Individu ingin merasa dicintai dan disukai, dan juga ingin mencintai
dan menyukai orang Iain. Manusia menghabiskan banyak waktu dan
energi untuk berkomunikasi guna membina dan memelihara hubungan
sosial. Berkomunikasi dengan teman dekat di sekolah, di kantor, dan
barangkali melalui telepon, berbincang-bincang dengan orangtua, anak-
anak, dan saudara.

3. Meyakinkan
Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan individu agar
mengubah sikap dan perilakunya. Media dapat 'hidup' karena adanya
dana dari iklan, yang diarahkan untuk mendorong individu agar membeli
berbagai produk. Tetapi, individu juga menghabiskan banyak waktu
untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun
sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari, individu
berusaha mengubah sikap dan perilaku orang Iain, berusaha mengajak
orang Iain untuk melakukan sesuatu, mencoba cara diet yang baru,
membeli produk tertentu, menonton film, membaca buku, meyakinkan
bahwa sesuatu itu salah atau benar, menyetujui atau mengecam gagasan
tertentu, dan sebagainya.

Bandung Haggai Seminary| 6


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

4. Bermain
Individu menggunakan banyak perilaku komunikasinya untuk
bermain dan menghibur diri, mendengarkan lawakan, pembicaraan,
musik dan film, sebagian besar untuk hiburan.
Tentu saja, tujuan komunikasi bukan hanya ini; masih banyak
tujuan komunikasi yang Iain. Tetapi keempat tujuan yang disebutkan di
atas tampaknya merupakan tujuan yang utama.
Meski tujuan komunikasi dapat dibeda-bedakan, namun pada
kenyataannya tidak ada tindak komunikasi yang didorong hanya oleh satu
tujuan saja. Setiap komunikasi banyak kali didorong oleh kombinasi
beberapa tujuan sekaligus.

Fungsi Komunikasi
Ada empat fungsi komunikasi, yaitu:

1. Fungsi informasi (Information function).


Memberikan informasi, petunjuk, pedoman yang diperlukan orang-orang
di dalam suatu organisasi secara timbal balik.

2. Fungsi perintah dan instruksi (command and instructive function).


Terjadi dalam komunikasi vertikal antara atasan kepada bawahan.
Bawahan sebagai komunikan menerima informasi/instruksi sehingga ia
dapat bekerja dengan baik.

3. Fungsi pengaruh dan persuasi (influence and persuation function).


Merupakan fungsi pemberian motivasi. Komunikasi diharapkan mampu
memengaruhi, mendekati orang lain.

4. Fungsi integrasi (integrative function).


Menciptakan kerjasama yang harmonis antara atasan-bawahan dan antar
atasan maupun antar bawahan.

Prinsip Komunikasi
Ada delapan prinsip komunikasi, yaitu:

1. Komunikasi adalah paket isyarat


Perilaku komunikasi, apakah melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh,

Bandung Haggai Seminary| 7


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam satu paket.


Umumnya, komunikasi verbal dan nonverbal bersifat saling memperkuat
dan mendukung
Semua bagian dari sistem pesan bekerja bersama-sama untuk
mengkomunikasikan makna tertentu. Individu tidak mengutarakan rasa
takut dengan kata-katanya sementara seluruh tubuhnya bersikap santai.
Tidak mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum. Seluruh tubuh, baik
secara verbal maupun nonverbal bekerja bersama-sama untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan individu.

Pesan yang kontradiktif


Bayangkanlah seseorang yang mengatakan "Saya begitu senang bertemu
dengan Anda", tetapi berusaha menghindari kontak mata langsung dan
melihat ke sana-ke mari untuk mengetahui siapa Iagi yang hadir. Orang
ini mengirimkan pesan yang kontradiktif.

Contoh lain, seseorang mengatakan "Saya mencintaimu." kepada


pasangannya secara verbal, namun secara nonverbal melakukan hal-hal
yang menyakiti, misalnya datang terlambat untuk suatu janji penting,
berkasih-kasihan dengan orang lain, dll.

2. Komunikasi adalah proses penyesuaian


Komunikasi hanya dapat terjadi bila para komunikatornya
menggunakan sistem isyarat yang sama. ini jelas terlihat pada orang-
orang yang menggunakan bahasa yang berbeda. Komunikasi dengan
pihak lain tidak akan bisa terlaksana dengan baik jika sistem bahasa yang
digunakan berbeda. Tetapi, individü juga perlu menyadari bahwa tidak
ada dua orang yang menggunakan sistem işyarat yang persis sama.
Orangtua dan anak, misalnya, bukan hanya memiliki perbendaharaan kata
yang berbeda melainkan juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah
yang mereka gunakan. Budaya atau sub-budaya yang berbeda, meskipun
menggunakan bahasa yang sama, seringkali memiliki sistem komunikasi
nonverbal yang sangat berbeda. Bila sistemnya berbeda, komunikasi
yang bermakna dan efektif tidak akan terjadi.

Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan isyarat


orang lain, mengenali bagaimana işyarat-isyarat tersebut digunakan, dan
memahami apa aftinya. Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari
bahwa mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang
sangat lama dan seringkali membutuhkan kesabaran. Jika seseorang
ingin benar-benar memahami apa yang dimaksud Iawan komunikasinya
Bandung Haggai Seminary| 8
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

(melalui senyum, melalui pernyataan "Saya cinta kepadamu,” dengan


memperdebatkan hal-hal yang sepele, dengan komentar yang
merendahkan), maka dibutuhkan bukan sekedar mengerti apa yang
dikatakan atau dilakukan, namun harus mengenal sistem işyarat orang itu.

3. Komunikasi mencakup dimensi isi dan hubungan


Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan
dengan dunia nyata atau sesuatu yang berada di luar (bersifat eksternal)
bagi pembicara dan pendengar. Tetapi, sekaligus, komunikasi juga
menyangkut hubungan di antara kedua pihak.

Sebagai contoh, seorang atasan mungkin berkata kepada


bawahannya, 'Datanglah ke ruang saya setelah rapat ini,” Pesan
sederhana ini mempunyai aspek isi (kandungan atau content) dan aspek
hubungan (relational). Aspek isi mengacu pada tanggapan perilaku yang
diharapkan, yaitu, bawahan menemui atasan setelah rapat. Aspek
hubungan menunjukkan bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan
penggunaan kalimat perintah yang sederhana sudah menunjukkan adanya
perbedaan status di antara kedua pihak. Atasan dapat memerintah
bawahan. İni barangkali akan jelas terlihat bila membayangkan seorang
bawahan memberi perintah kepada atasannya. Hal ini akan terasa janggal
dan tidak layak karena melanggar hubungan normal antara atasan dan
bawahan.
Dalam setiap situasi komunikasi, dimensi isi mungkin tetap sama
tetapi aspek hubungannya dapat berbeda, atau aspek hubungan tetap sama
sedangkan isinya berbeda. Sebagai contoh, atasan dapat mengatakan
kepada bawahan: "Datanglah ke ruangan saya setelah rapat ini" atau
"Dapatkah kita bertemu di ruangan saya setelah rapat ini?" İsi pesan
kedua kalimat ini pada dasarnya sama artinya. Pesan dikomunikasikan
untuk mendapatkan tanggapan perilaku yang sama, tetapi dimensi
hubungannya sangat berbeda. Dalam kalimat pertama, jelas tampak
hubungan atasan-bawahan, bahkan terasa kesan merendahkan bawahan.
Pada kalimat yang kedua, atasan mengisyaratkan hubungan yang lebih
setara dan memperlihatkan penghargaan kepada bawahan.

4. Komunikasi melibatkan transaksi simetris dan komplementer


Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer.

Dalam hubungan simetris, dua orang saling bercermin pada perilaku


Iainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang Iainnya. Jika
salah seorang mengangguk, yang Iain mengangguk, jika Yang satu
Bandung Haggai Seminary| 9
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

menampakkan rasa cemburu, yang Iain memperlihatkan rasa cemburu;


jika Yang satu pasif, yang Iain pasif. Hubungan ini bersifat setara
(sebanding), dengan penekanan pada meminimalkan perbedaan di antara
kedua orang yang bersangkutan.

Dalam hubungan komplementerj kedua pihak mempunyai perilaku


yang berbeda. Perilaku salah seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku
komplemeter dari yang Iain. Dalam hubungan komplementer perbedaan
di antara kedua pihak dimaksimumkan. Orang menempati posisi yang
berbeda; yang satu atasan, Yang Iain bawahan; Yang satu aktif, yang satu
pasif; yang satu kuat, yang Iain lemah.

5. Rangkaian komunikasi dipunktuasi untuk pemrosesan


Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada
awal tidak ada akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta ataukah sebagai
pengamat tindak komunikasi. Komunikasi terbagi dalam proses kontinyu
dan berputar ini ke dalam lingkaran sebab dan akibat, atau ke dalam
lingkaran stimulus dan respon. Mensegmentasikan arus kontinyu
komunikasi ini ke dalam potonganpotongan yang lebih kecil dan
menamai beberapa di antaranya sebagai sebab atau stimulus dan Iainnya
sebagai akibat atau respon-

Contoh: Mahasiswa apatis; dosen tidak siap mengajar. Di sini tidak


ada batas yang jelas antara awal dan akhir. Setiap tindakan (mahasiswa
apatis dan dosen tidak siap) merangsang tindakan yang Iain. Tetapi di sini
tidak jelas mana yang menjadi stimulus dan mana yang menjadi
tanggapan. Dari sudut pandangnya, dosen melihat apatisme mahasiswa
sebagai stimulus ketidaksiapannya mengajar, dan melihat
ketidasiapannya itu sebagai tanggapan terhadap apatisme (ketidakacuhan
mahasiswa). Mahasiswa mungkin melihat rangkaian kejadian yang sama
ini dimulai dengan ketidaksiapan dosen (sebagai stimulus atau sebab) dan
diakhiri dengan ketidakacuhan mereka sendiri (sebagai respon atau
akibat).

6. Komunikasi adalah proses transaksional


Transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses,
bahwa komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa para
komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau
keseluruhan.

Komunikasi merupakan suatu proses, suatu kegiatan. Walaupun


Bandung Haggai Seminary| 10
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

mungkin saat membicarakan komunikasi seakan-akan ini merupakan


suatu hal yang statis, diam, namun komunikasi tidak pernah seperti itu.
Segala hal dalam komunikasi selalu berubah — diri individu sendiri,
orang yang diajak berkomunikasi, maupun lingkungan, sama-sama
mengalami perubahan.

Dalam setiap proses komunikasi, setiap elemen berkaitan secara


integral dengan setiap elemen yang lain. Elemen-elemen komunikasi
saling bergantung, tidak pernah independen. Masing-masing komponen
berkaitan dengan komponen yang lain. Sebagai contoh, tidak mungkin
ada sumber tanpa penerima, tidak akan ada pesan tanpa sumber, dan tidak
akan ada umpan balik tanpa adanya penerima. Karena sifat saling
bergantung ini, perubahan pada sebuah elemen proses akan
mengakibatkan perubahan pada elemen-elemen yang lain.

Misalnya, seseorang sedang berbincang-bincang dengan sekelompok


teman, kemudian ibunya datang masuk ke kelompok. Perubahan
"khalayak" ini akan menyebabkan perubahan-perubahan lain. Barangkali
individu atau temantemannya akan merubah bahan pembicaraan atau
mengubah cara membicarakannya, Ini juga dapat memengaruhi seberapa
sering orang tertentu berbicara, dan seterusnya. Apapun bentuk
perubahan yang pertama, perubahan-perubahan lain akan menyusul
sebagai akibatnya.

Setiap orang yang terlibat dalam komunikasi beraksi dan bereaksi


sebagai satu kesatuan yang utuh. Secara biologis manusia dirancang
untuk bertindak sebagai makhluk yang utuh. Individu tidak dapat
bereaksi, misalnya, hanya pada tingkat emosional atau intelektual saja,
karena individu tidak sedemikian terkotak-kotak. Individu pasti akan
bereaksi secara emosional dan intelektual, secara fisik dan kognitif.
Individu bereaksi dengan tubuh dan pikiran, bahkan sampai kepada roh
(iman, spiritual). Akibat terpenting dari karateristik ini adalah bahwa aksi
dan reaksi individu dalam komunikasi ditentukan bukan hanya oleh apa
yang dikatakan, melainkan juga oleh cara individu menafsirkan apa yang
dikatakan. Reaksi seseorang terhadap sebuah film, misalnya, tidak hanya
bergantung pada kata-kata dan gambar dalam film tersebut melainkan
pada semua yang ada pada individu — pengalaman masa lalu, emosi saat
itu, pengetahuan, keadaan kesehatan, dan banyak Iagi faktor lain. Jadi,
dua orang yang mendengarkan sebuah pesan yang sama, seringkali
menerimanya dengan arti yang sangat berbeda. Walaupun kata-kata dan
simbol yang digunakan sama, setiap orang menafsirkan secara berbeda.

Bandung Haggai Seminary| 11


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

7. Komunikasi tak terhindarkan


Individu mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung
secara sengaja, bertujuan, dan termotivasi secara sadar. Dalam hal ini
memang demikian. Tetapi, seringkali pula komunikasi terjadi meskipun
seseorang tidak merasa berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi.
Sebagai contoh, seorang pelajar duduk di barisan paling belakang dengan
wajah tanpa ekspresi, kadangkadang menatap kosong ke arah jendela.
Walaupun pelajar ini menganggap dirinya tidak sedang berkomunikasi
dengan gurunya, namun guru yang bersangkutan tetap akan menafsirkan
pesan dari perilaku pelajar ini. Mungkin guru tersebut menganggap si
murid tidak berminat terhadap pelajaran yang diberikannya, mungkin
bosan atau mungkin pula sedang memikirkan sesuatu. Apapun
penafsirannya, guru ternyata menerima pesan meskipun pelajar tadi tidak
bermaksud berkomunikasi. Dalam situasi interaksi, individu tidak bisa
tidak berkomunikasi. Namun tidak berarti semua perilaku merupakan
komunikasi: misalnya, jika sang murid melihat ke luar jendela dan guru
tidak melihatnya, maka komunikasi tidak terjadi.

8. Komunikasi bersifat tak reversibel


Individu dapat membalikkan arah proses beberapa sistem tertentu.
Sebagai contoh, mengubah air menjadi es dan kemudian kembali
mengubah es tersebut menjadi air. Proses dua arah ini dapat diulang
berkali-kali sesukanya. Proses seperti ini dinamakan reversibel. Tetapi
ada sistem lain yang bersifat tak reversibel (irreversibel), yaitu proses
yang hanya bisa berjalan satu arah, tidak bisa dibalik. Misalnya,
mengubah buah anggur menjadi minuman anggur (jus anggur) dapat
dilakukan, tetapi tidak bisa mengembalikan sari anggur tersebut menjadi
buah anggur.
Komunikasi termasuk jenis proses seperti ini, proses tak reversibel.
Sekali individu mengkomunikasikan sesuatu, maka tidak bisa tidak
mengkomunikasikannya. Tentu saja individu dapat berusaha mengurangi
dampak dari pesan yang sudah terlanjur disampaikan; individu dapat saja,
misalnya, mengatakan, "Saya sangat marah waktu itu; saya tidak benar-
benar bermaksud mengatakan seperti itu." Tetapi apapun yang dilakukan
untuk mengurangi atau meniadakan dampak dari pesan tersebut, pesan itu
sendiri, sekali telah terkirim dan diterima, tidak bisa dibalikkan Iagi.

Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi penting dalam segala


macam bentuknya. Sebagai contoh, dalam interaksi antarpribadi,
khususnya dalam situasi konflik, individu perlu hati-hati untuk tidak
mengucapkan sesuatu yang mungkin nantinya ingin ditarik kembali.
Bandung Haggai Seminary| 12
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Pesan yang mengandung komitmen — pesan "Aku cinta kamu" dengan


segala macam variasinya —juga perlu diperhatikan. Jika tidak, individu
mungkin terpaksa mengikatkan dirinya pada suatu posisi yang mungkin
nantinya disesalinya. Dalam situasi komunikasi publik atau komunikasi
massa, dimana pesan-pesan didengar oleh ratusan, ribuan, bahkan jutaan
orang, sangatlah penting bagi individu untuk menyadari bahwa
komunikasinya bersifat tak reversibel.

Proses Komunikasi

KOMUNIKATOR

(SENDER)

KOMUNIKAN

Taraf Komunikasi
Apabila dua orang bertemu maka akan terjadi komunikasi.
Namun komunikasinya itu dapat berlangsung pada taraf kedalaman yang
berbeda-beda. Taraf kedalaman komunikasi ini dapat diukur dari apa dan
siapa yang saling dibicarakan: pikiran atau perasaan, obyek tertentu,
orang lain atau dirinya sendiri. Semakin individu bersedia saling
membicarakan tentang perasaan yang ada di dalam dirinya, semakin
dalamlah taraf komunikasi yang terjadi.

Atas dasar kedalaman komunikasi ini, John Powel membedakan


komunikasi dalam lima taraf, yaitu:

1. Basa-basi
Ini merupakan taraf komunikasi yang paling dangkal. Biasanya
terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan. Misalnya,
Bandung Haggai Seminary| 13
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

individu sedang duduk-duduk di teras rumah, lalu seorang tetangga Iewat


di jalan di depan rumahnya. Sebagai sopan-santun, individu menegur
tetangganya tersebut, misalnya dengan mengatakan, "Silakan mampir",
tanpa mengharapkan jawaban yang sebenarnya. Maka, biasanya hanya
dijawab dengan, "Terima kasih, lain kali saja", dan tetangga itupun
berlalu. Jadi, pada taraf ini tidak terjadi komunikasi dalam arti yang
sebenarnya. Setiap pihak tidak membuka diri kepada dan bagi yang lain.

2. Membicarakan orang lain


Di sini orang sudah mulai saling menanggapi, namun masih tetap
dalam taraf dangkal, khususnya belum mau berbicara tentang diri
masing-masing. Melanjutkan contoh di atas, tetangga yang dipersilakan
mampir itu mungkin sungguh-sungguh mau singgah. Namun waktu
dipersilakan masuk, ia memilih mengobrol sambil berdiri di halaman
yang tak seberapa luas. Hal yang dibicarakan pun adalah obyek di luar
dirinya. Mungkin tentang tetangga lain yang baru saja membeli telepon
genggam, atau mungkin tentang ayam buras yang dipajang di dalam
sangkar di halaman rumah. Dalam pembicaraan itupun individu tidak
saling mengutarakan pendapat, hanya saling bertukar informasi.
Singkat kata, ini hanya 'ngerumpi', omong kosong, belum saling
membuka diri-

3. Menyatakan gagasan dan pendapat


Individu sudah mau saling membuka diri, saling mengungkapkan diri.
Namun, pengungkapan diri tersebut masih terbatas pada taraf pikiran.
Ibaratnya, waktu dipersilakan duduk, tetangga itu masih segan masuk ke
ruang tamu dan memilih duduk di teras. Dalam pembicaraan, individu
sudah mau saling mengemukakan pendapatnya, misalnya tentang
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang relatif tinggi. Namun,
individu masih saling bersikap hati-hati, memantau pendapat Iawan
bicaranya tentang pokok pembicaraan. Individu berusaha keras
menghindarkan diri menunjukkan kesan memiliki pendapat yang
berbeda. Dalam berbicara, individu cenderung berusaha menyenangkan
Iawan bicaranya saja. Individu belum berani sungguh-sungguh
menampilkan dirinya yang sebenarnya, kendati pada taraf pikiran
sekalipun
4. Taraf hati dan perasaan
Ada yang mengatakan bahwa emosi atau perasaan adalah unsur
yang membedakan orang yang satu dari yang lain. Sama-sama menghias
rumah dan menaikkan bendera datam rangka tujuh belas Agustus-an,
namun seorang veteran pejuang Yang hidupnya kini sukses, veteran
Bandung Haggai Seminary| 14
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

pejuang yang kurang beruntung, warga yang tidak mengalami perang,


dan seorang mahasiswa yang aktif membela keadilan, tentunya
melakukannya dengan perasaan yang berbeda-beda. Kalau individu
saling berani mengungkapkan perasaannya dalam komunikasi, maka
hubungan itu akan terasa unik, berkesan, dan memberikan manfaat bagi
perkembangan pribadi individu masing-masing.
Namun untuk sampai pada tahap komunikasi dibutuhkan keberanian.
Keberanian untuk bersikap jujur, terbuka terhadap diri sendiri maupun
terhadap lawan komunikasinya. Berani menghadapi resiko bahwa
kekurangan dan kelemahan individu diketahui Oleh orang Iain. Namun
hanya dengan cara itu individu berkembang dan saling mengembangkan
diri.

Sebagai contoh, masih mengenai tetangga individu di atas, hanya


sesudah lama berbicara berputar-putar dan mengalahkan perasaan gengsi
ataupun malunya, akhirnya minta pindah duduk di ruang tamu Yang lebih
terlindung, karena ingin mengungkapkan isi hati, 'uneg-unegnya'. Melalui
perjuangan yang cukup berat akhirnya ia berhasil membuka Pintu hatinya
lebar-lebar, dan sesudahnya ia tampak lega dan hubungan pun terasa
menjadi lebih akrab. Dengan saling mengungkapkan perasaan dan isi
hati, berarti sepakat untuk saling memercayai.

5. Hubungan puncak
Komunikasi pada taraf ini ditandai dengan kejujuran,
keterbukaan, dan saling percaya yang mutlak di antara kedua belah pihak.
Tidak ada lagi ganjalan-ganjalan berupa rasa takut, rasa kuatir jangan-
jangan kepercayaan individu disia-siakan. Selain merasa bebas untuk
saling mengungkapkan perasaan, biasanya kedua belah pihak juga
memiliki perasaan yang sama tentang banyak hal. Dengan kata Iain,
komunikasi tersebut telah berkembang begitu mendalam sehingga kedua
pihak merasakan kesatuan timbal balik yang hampir sempurna.

Si tetangga itu misalnya, tidak segan-segan lagi menerima ketika


dipersilakan pindah ke ruang makan untuk makan bersama keluarga.
Hubungan puncak yang sempurna tentu saja lebih lazim terjadi di antara
suami istri, dimana mereka tidak hanya saling menyapa basa-basi di
jalan, 'ngerumpi' di halaman rumah, tukar pikiran di teras, sambung rasa
di ruang tamu atau di ruang makan, tetapi juga bersatu hati secara total
saat mereka berdua di kamar tidur.

Hambatan dalam Proses Komunikasi

Bandung Haggai Seminary| 15


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

l. Hambatan individual
Terjadi karena adanya:

a. Perbedaan individual (individual differences)


▪ Pengamatan/dasar pandangan/pola berpikir
▪ Perbedaan usia
▪ Perbedaan emosi
▪ Perbedaan kemampuan
▪ Perbedaan status
b. Hambatan psikologis: prasangka, curiga, rasa takut/kuatir, dil.

2. Hambatan mekanik
a. Terjadi karena adanya hambatan pada struktur organisasi.
Misalnya: struktur organisasi yang tidak teratur, division of work-nya
tidak jelas
b. Hambatan pada materi komunikasi.
Misalnya: penyampaian materi menjadi tidak baik karena struktur kalimat
tidak baik, terlalu panjang, istilah yang digunakan tidak tepat, dll.

3. Hambatan fisik Terjadi karena:


a. Pemilihan medialalat komunikasi yang tidak tepat (alatnya rusak)
b. Jarak antara komunikator dan komunikan yang terlalu jauh
c. Kondisi lingkungan, misalnya: suara bising atau gaduh

4. Hambatan semantik
Terjadi karena sebuah kata memiliki arti yang berbeda-beda (lebih dari
satu arti), sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda pula.

Bandung Haggai Seminary| 16


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

BAB II
Pandangan Gereja Mengenai Komunikasi
Komunikasi memiliki peranan penting dalam interakasi manusia.
Komunikasi tidak hanya menolong manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya tetapi juga berpengaruh dalam pembentukan budaya manusia.
Secara Teologi, komunikasi dipahami lebih mendalam. Alkitab
memaparkan komunikasi yang terjadi antara Allah dengan umat-Nya.
Komunikasi tersebut direfleksikan sebagai relasi iman yang nyata dalam
kehidupan umat.
Dalam perkembangannya, manusia kemudian menciptakan
berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah proses
komunikasi tersebut. Dalam perkembangan media komunikasi ini, gereja
ikut serta membudidayakan media tersebut dalam praktek pelayanannya.
Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, gereja
membudidayakannya untuk memfasilitasi pertumbuhan iman umat.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media
komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif.
Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan media ini agar tidak
menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman jemaat. Karena sangat
disayangkan dengan tujuan yang baik tetapi justru dapat menghancurkan
esensi persekutuan itu sendiri.
Peradapan manusia sangat tergantung dengan perkembangan
media komunikasi yang dipakai. Manusia berusaha menemukan media
komunikasi yang bertujuan untuk mengatasi banyak permasalahan dalam
hidupnya. Orang percaya sepanjang zaman memakai media komunikasi
itu menjadi alat untuk pekabaran Injil. Bersamaan dengan kapitalisasi dan
modernisasi yang berkembang, peran media semakin kompleks dan
vulgar. Media tidak Iagi "hanya" wadah penyampaian informasi untuk
berbagai kebiasaan. Kekuatan media ini terbukti mengambil bagian yang
strategis dalam Pekabaran Injil. Pelayan gereja tidak hanya melalui
ibadah dalam gereja saja, namun gereja dapat menggunakan media
internet. Pelayan melalui media internet dapat dilakukan, misalnya gereja
perlu mengirimkan bahan-bahan renungan harian, artikel. Melalui
handphone dengan mengirimkan pesan- pesan alkitabiah terhadap warga
jemaat.
Penginjilan merupakan salah satu tugas gereja yang sangat
penting sesuai dengan amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius 28:19-
20. Ada beberapa hal yang dapat dilihat sebagai kontribusi pelayanan
yang dapat dilakukan melalui media elektronika, misalnya seperti radio.
Teknologi bijak untuk disikapi sebagai berkat Tuhan kepada manusia. Di
dalam perspektif Kristen, era informasi dan teknologi merupakan peluang
Bandung Haggai Seminary| 17
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

untuk mewujudkan secara maksimal berita keselamatan yang


dinyatakannya dalam Yesus Kristus. Di satu pihak Allah menghendaki
manusia hidup sejahtera agar manusia dikaruniai akal budi, sehingga
manusia dapat mengembangkan kehidupannya. Kebutuhan dan
penyebaran informasi sebenarnya sejalan dengan semangat kristiani.
Maka, kemajuan teknologi adalah potensi yang terbuka untuk
dikembangkan bagi kepentingan pelayanan gereja.
Melihat keadaan hidup manusia pada era informatika, gereja
harus secara proaktif dalam tugas dan pelayanannya. Misalnya,
melakukan program pelayanan yang disesuaikan dengan informatika
tanpa menghilangkan sistem tradisional dalam berkomunikasi. Gereja
juga harus sudah dapat menggunakan alat-alat informatika dan
mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan.
Setiap informasi harus dapat dipahami sebagai bahasa untuk
petunjuk Oplanning direction” (perencanaan dan pelayanan). Dengan
demikian kemajuan teknologi informatika tidak hanya berpengaruh
terhadap dunia, termasuk gereja dan orang-orang Kristen. Gereja perlu
mengadopsi nilai- nilai yang baik yang diperoleh dari informatika dan
mengkomunikasikannya ke dalam kehidupan bergereja. Memang di satu
sisi perkembangan teknologi informatika ada yang bersifat destruktif
terhadap pelayanan dan kehadiran gereja. Disisi lain, perkembangan
teknologi informatika dapat menjadi suatu peluang untuk
mengembangkan suatu pelayanan gereja. Melalui teknologi informatika,
kelemahan-kelemahan dalam pelayanan dan hambatan untuk
meningkatkan efektivitas dan peningkatan pelayanan dapat teratasi. Salah
satu hal positif dari perkembangan informatika adalah munculnya rasa
tanggung jawab secara individual terhadap gereja. Setiap pribadi
mempunyai peran yang dibutuhkan gereja. Hendaknya gereja menjadi
tempat terbuka bagi siapa saja baik pribadi maupun keluarga warga
jemaat, untuk bersekutu dan melayani sesuai dengan talenta yang
dimilikinya masing-masing. Melihat keadaan hidup manusia pada era
informatika, gereja harus proaktif memanfaatkan alat-alat informasi
dalam pelayanan. Misalnya: dalam membentuk program pelayanan maka
para pelayan harus menjadi orang yang dibangun atau yang mampu
memanfaatkan alat-alat informasi tanpa menghilangkan sistem
komunikasi tradisional.

Ada dua kemungkinan sikap gereja terhadap perkembangan komunikasi


dan informasi, yaitu:
1. Gereja yang eksklusif: Gereja yang tertutup terhadap inform* dan
komunikasi beserta alat- alat atau media informasi. Pemberitaan Injil,

Bandung Haggai Seminary| 18


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

khotbah dan pengajaran iman Kristen hanya melalui komunikasi


tradisional yaitu dengan pengajaran verbal (diluar itu tidak ada diminati).

2. Gereja yang inklusif:


Ada gereja yang terbuka terhadap informasi dengan melakukan program
pelayanan dan memanfaatkan sarana-sarana informasi yang ada. Dalam
setiap pelayanan selalu menggunakan berbagai data untuk menyebarkan
pengajaran iman Kristen dan berita Alkitab.

Sikap gereja yang kita harapkan ialah dengan terbuka menerima


informasi tersebut sekalipun harus diakui bahwa setiap informasi dapat
berdampak destruktif (merusak) sekaligus dapat juga bersifat
membangun (konstruktif). Namun justru karena kedua sikap itu dalam
informasi dapat berfungsi sebagai pengarah program pelayanan (planning
direction).
Dengan melihat sisi positif dan negatif tersebut, gereja dapat
memanfaatkan informasi sebaik- baiknya sebab melalui sarana dan
prasarana informasi, kelemahan-kelemahan pelayanan dan hambatan-
hambatan yang ditemukan dapat teratasi. Gereja melalui pelayanannya
juga harus mampu hadir ditengah-tengah jemaat sesuai dengan perilaku
atau pribadi yang terjadi dalam jemaat. Dengan demikian pelayanan
gereja di era informasi harus memanfaatkan sarana informasi dan
komunikasi seefisien dan seefektif mungkin
Hendaknya gereja menggunakan media massa menjadi kekuatan
dalam peluang PI. Kekuatan media massa memiliki peluang untuk
mengkonstruksi realitas yang sangat besar. Media dengan mudah
menciptakan kebenaran menurut persepsi dari media tersebut.
Masyarakat akan dengan mudah menginterpretasikan sebuah kebenaran
yang dianut oleh media tersebut, dan itu bisa berakibat baik dan juga
sebaliknya.
Dalam teori pembelajaran sosial media berada diposisi sentral di
dalam struktur kehidupan bermasyarakat, baik itu pengaruh, kepentingan
maupun nilainilai kebenaran dapat dipertontonkan lewat eksistensi media
tersebut. Jika dipandang dari sudut teori pembelajaran sosial. Maka
pemakaian media massa untuk pemberitaan Injil dan pembentukan
karaktek bangsa adalah hal yang urgen untuk dilaksanakan gereja. Gereja
perlu mengimbangi media-media Iain yang komersial. Berbagai
penelitian mengatakan, menonton televisi dengan tayangan yang
berisikan kekerasan, konsumerisme, secara berlebihan di kalangan
anakanak bisa menyebabkan cara hidup yang pasif dan malas bergerak
pada anak anak. Dalam hal ini gereja dapat melakukan, dimana gereja

Bandung Haggai Seminary| 19


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

sebagai kekuatan yang berada diluar media dapat mempengaruhi pemilik


media dan pelaku media agar lebih berpihak kepada nilai-nilai universal
seperti yang diajarkan oleh Yesus. Nampaknya media massa, kini dan
masa yang akan datang akan menjadi salah satu faktor yang menentukan
untuk membentuk kepribadian manusia baik secara negatif dan positif.
Oleh sebab itu bagi gereja media massa menjadi peluang dan
tantangan dalam pelayanan. Sehubungan dengan pemaparan di atas maka
ada beberapa yang menjadi peran penting media massa yang perlu
disikapi dalam meningkatkan pelayanan gereja yakni:

l. Media massa sebagai sarana untuk berkoinonia


a. Media massa sebagai sarana untuk membangun antusias jemaat
beribadah.
b. Melalui Hand Phone gereja dapat membangun hubungan komunikasi.
Persaudaraan di dalam kasih Kristus terhadap jemaat baik secara
personal, komunal, regional, maupun global.
c. Melakukan upaya-upaya kemitraan bersama gereja-gereja dan
Iembagalembaga Kristen Iainnya untuk mencapai misi gereja.
d. Membangun kemitraan antar jemaat Kristen dalam wadah oikumenis.
e. Membangun komunikasi secara internsif dan berkelanjutan terhadap
jemaat baik dalam hal ucapan ulang tahun kelahiran, ulang tahun
pernikahan, dukungan moral.
f. Mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memupuk dan meningkatkan
kerja sama antar gereja.

2. Media massa sebagai sarana bermarturia


Sebagai sarana untuk menyuarakan suara kenabian baik bagi
warga jemaat, masyarakat dan juga pemerintah, yakni:
a. Mengadakan kursus-kursus dan seminar-seminar tentang pelayanan
media massa, terutama pelayanan kristiani melalui media cetak dan
elektronik.
b. Menggunakan dan memanfaatkan media komunikasi massa, khususnya
media cetak dan media elektronik sebagai sarana untuk memberitakan
kabar baik bagi masyarakat.
c. Media massa (HP, TV, Radio) dapat sebagai alat untuk
mengkomunikasikan Injil dan sebagai sarana penginjilan yang praktis.
d. Media massa sebagai sarana untuk melakukan sharing, diskusi maupun
dialog secara personal.
e. Membuat program-program siaran rohani bagi radio dan televisi yang
berisi penerangan, pendidikan, kebudayaan dan penghiburan yang
berlandaskan pada etika kristiani.
Bandung Haggai Seminary| 20
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

f. Sebagai sarana informasi cepat dan praktis sehingga dengan mudah


jemaat mengetahui dan terpanggil untuk menjadi bagian dari misi gereja.
g. Sebagai sarana untuk memberikan pendidikan sosia! politik, sosial
ekonomi, sosial budaya, IPTEK.
h. Memberikan pemahaman dan panggilan orang Kristen dalam konteks
masyarakat majemuk.
i. Media massa sebagai sarana memberikan pengajaran moral, spiritual,
melalui TV, Radio, HP, Internet, media cetak, majalah gereja, dll,

3. Media sebagai sarana berdiakonia


a. Media massa sebagai sarana untuk sosialiasi progam pelayanan dalam
bidang sosial gereja.
b. Membuka peluang-peluang bagi orang-orang Kristen untuk
mengekspresikan imannya dengan berdiakonia.
c. Sebagai sarana sosial untuk solidaritas.
d. Media massa sebagai sarana pelayanan pastoral; menghibur orang yang
sakit, menguatkan yang berduka, meneguhkan yang bergumul dengan
masalahnya, dan sebagainya.

Prinsip Komunikasi Kristiani


Antropolog Edward T. Hall (1973) berpendapat bahwa budaya
adalah komunikasi dan komunkasi adalah budaya. Dengan kata lain, "tak
mungkin memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks dan makna
kulturalnya" (Kress, 1993:13). Harus diakui bahwa budaya menentukan
cara kita berkomunikasi: topiktopik pembicaraan, siapa boleh berbicara
atau bertemu dengan siapa, bagaimana dan kapan, bahasa tubuh, konsep
ruang, makna waktu, sangat bergantung pada budaya. Deddy Mulyana,
Komunikasi Lintas Budaya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011).
Komunikasi kristiani adalah elemen yang sangat fundamental
dari kekristenan. Sejak awal penciptaan dunia ini, manusia tidak
dimaksudkan untuk hidup sendiri. Orang Kristen harus hidup di dalam
komunitasnya, yaitu gereja. "Demikianlah kamu bukan Iagi orang asing
dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan
anggota-anggota keluarga Allah,.. " (Ef. 2:19). Sejak menerima Kristus
sebagai Juruselamat maka setiap orang Kristen menjadi bagian dari
keluarga Allah, yang juga digambarkan Paulus sebagai bagian dari tubuh
Kristus yang saling membutuhkan satu sama lain. Mamu semua adalah
tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya." (l Kor.
12:27). Selain bersekutu kita juga ditugaskan untuk mengerjakan Amanat
Agung Tuhan Yesus, yaitu mengajar, menjadi saksi Kristus, dan

Bandung Haggai Seminary| 21


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

menjadikan murid. Maka komunikasi menjadi sangat vital dalam


persekutuan kristiani bagaikan urat nadi dalam tubuh manusia,
sebagaimana ungkapan Jonathan L. Parapak dalam buku Kepemimpinan
Kristiani (STT Jakarta 2003).
Alkitab penuh dengan contoh-contoh komunikasi. Pesan Allah
kepada Adam dan Hawa sangat jelas dan tegas, komunikasinya langsung
dan mudah dipahami. Semua persoalan komunikasi berakar di Taman
Eden. Allah memilih hubungan yang sangat intim dengan manusia, yang
la ciptakan sebagai makhluk
yang dapat berkomunikasi. Adam berkomunikasi secara pribadi dengan
menggunakan bahasa. Kemudian lblis mengupayakan tipu daya untuk
memunculkan keraguan akan firman Allah kepada Hawa hingga akhirnya
menjatuhkan manusia. Maka komunikasi dengan Allah dan sesamanya
menjadi retak.
Bagi seorang Kristen, kualitas komunikasi dengan Tuhan
berperan penting dalam komunikasinya dengan sesama. Semakin dalam
komunikasinya dengan Tuhan, semakin ia memahami apa yang Tuhan
ingin ia perbuat terhadap diri, sesama, dan lingkungannya. Bila
komunikasi dengan Sang Pencipta tidak berjalan lancar dan baik,
komunikasi dengan sesama menjadi tidak efektif karena ia tidak bisa
memahami sesamanya. Banyak masalah terjadi yang disebabkan oleh
kegagalan seseorang dalam berkomunikasi. Kunci keberhasilan seseorang
dalam berkomunikasi adalah kejernihan pikiran dan kejelasan akan apa
yang hendak disampaikan, bukan sekadar kalimat-kalimat indah yang tak
jelas maknanya.
Kita akan mempelajari komunikasi yang dilakukan Tuhan Yesus
dalam perjaIanan-Nya untuk menyelesaikan misi Allah. Yesus adalah
komunikator yang agung. la memahami keadaan manusia (Yoh. 2:25). la,
tahu setiap orang adalah berdosa dan membutuhkan Juruselamat (Luk.
5:30-32). Yesus berjalan bersama dengan orang-orang berdosa, berbicara
dengan mereka, dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan. la
mendatangi orang-orang itu di pinggir jalan, di ladang, di pesta
pernikahan. la betul-betul mengenal audience- Nya.
Kedatangan Yesus ke dalam dunia merupakan metode Allah
untuk berkomunikasi dengan manusia. Allah mempunyai berita, pesan,
firman yang harus disampaikan kepada manusia. Tetapi la juga tidak
mengabaikan metode penyampaiannya. Cara Tuhan menyampaikan
Firman kepada manusia pun beraneka ragam. Kepada Adam dan Hawa,
Allah menyampaikan perintah-Nya dengan suara yang jetas. Kepada Raja
Daud, Alah menegur melalui Nabi Natan dengan sindiran yang tegas dan
keras. Kepada orang banyak, Yesus banyak menyampaikan
perumpamaan-perumpamaan. Saat berkhotbah di bukit, Yesus
Bandung Haggai Seminary| 22
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

menggunakan bahasa yang sederhana. Namun ketika berbicara dengan


Nikodemus, seseorang yang terpelajar, la menggunakan bahasa yang
filosofis.
Dan itu baru sebagian dari cara Tuhan kita berkomunikasi„
Tetapi di balik semua metode yang kreatif itu, Yesus memulai
dari pengenalan dan pemahaman mengenai manusia yang dihadapi-Nya.
Berita yang disampaikan-Nya selalu berorientasi kepada kebutuhan
audience-Nya.
Perhatikanlah bagaimana la mendekati perempuan Samaria sebagaimana
yang dikisahkan dalam kitab Injil Yohanes pasal 4. Yesus tidak mulai
dengan "message" atau berita atau firman yang hidup itu. Memang Kabar
Baik itulah yang menjadi kebutuhan utama wanita Samaria tersebut. Itu
juga yang menjadi kebutuhan yang sebenarnya (real need) dari manusia.
Tetapi dalam pendekatan-Nya, Yesus mulai dengan apa yang dirasakan
(felt need) perempuan Samaria itu. "Berilah Aku minum" adalah kata-
kata pembukaan Yesus ketika la mendekati perempuan Samaria itu pada
waktu terik matahari di pinggir sumur Yakub. Kalimat itu tidak sekadar
menyatakan bahwa Yesus membutuhkan air minum, tetapi kata-kata itu
bisa juga berarti "Aku mau bersahabat denganmu". Ungkapan ini
sungguh menggetarkan hati perempuan Samaria itu. Sebab baginya tidak
mungkin seorang Yahudi mengungkapkan kata-kata seperti yang Yesus
ucapkan kepada seorang Samaria.
Pendekatan Yesus kepada perempuan Samaria langsung
menyentuh kebutuhannya. Rupanya wanita Samaria itu merasa tertolak
oleh kaum Yahudi
yang, sebagaimana kebanyakan kita, tidak senang dengan sikap
penolakan oleh orang lain. Manusia membutuhkan penerimaan dan
pengakuan orang lain. la akan merasa tidak aman kalau ditolak. Nah,
Yesus mengetahui keadaan ini. Karena itu, la mulai dengan suatu sikap
bersahabat, "Berilah Aku minum.
Komunikasi dikatakan sukses bila pihak lain (dalam hal ini
pendengar atau audience, ada juga yang mengistilahkannya dengan
komunikan), mengerti maksud kita sebagai pembawa pesan
(komunikator) dan bertindak sesuai dengan keinginan kita terhadapnya.
Namun untuk sampai kepada taraf itu, kita harus mulai memahami
kebutuhan audience.

Komunikasi Yang Sehat dalam Keluarga Kristen


Allah menciptakan keluarga (Kej. 1:26-28), sebagai
wadah/wahana di dalam mana kita dipanggil untuk lebih memahami dan
menghayati apa artinya menjadi "gambar Allah". Kehidupan keluarga

Bandung Haggai Seminary| 23


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

menggambarkan suatu kesatuan yang serasi, sebagaimana Allah


Tritunggal yang bersatu dengan harmonis.
Anak-anak adalah hasil persekutuan diri suami-istri. Bukan milik
tetapi karunia Tuhan. Kebahagiaan suami-istri tidak diletakkan kepada
anak-anak, tetapi kepada Allah yang adalah sumber di mana kita beroleh
hidup. Kepada Dia saja kita bergantung, dan untuk Dia kita hidup, bagi-
Nya kita tujukan pengabdian kita demi hormat dan kemuliaan-Nya.
Dengan demikian keadaan tidak mampu beroleh anak, patut
diterima tanpa sesal, dan tidak perlu mengakibatkan ketidak bahagiaan
atau alasan untuk bercerai. Kita harus menyadari bahwa anak-anak kita
ada terutama untuk dan demi Allah, bukan untuk dan demi kepentingan
kita. Keberhasilan sebuah keluarga menjadi wadah di mana tiap pribadi
menyadari panggilannya sebagai citra Allah, sangat ditentukan oleh mutu
hubungan suami-istri dan mutu relasi
orang tua dengan anak.
Bagaimana membangun komunikasi yang baik? Tak bisa
dipungkiri, keluarga masa kini sudah terjebak dalam arus modernisasi
dan kecanggihan teknologi. Tak pelak, masing-masing ruang tidur
banyak sudah dilengkapi dengan audio visual, komputer, telepon, dsb.
Sesungguhnya keluarga yang demikian ini, walaupun memiliki alat
hiburan yang lengkap, adalah keluarga yang sepi, karena terdiri dari
anggota keluarga yang 'bisu', terasing satu dari yang lain. Banyak
informasi yang harus mereka dengarkan, dan harus melakukan gerak
yang sedemikian cepat, jika tidak mau dibilang 'ketinggalan zaman'
membuat orang cenderung tidak Iagi mengembangkan persahabatan,
memberikan waktu pada anggota keluarga yang lain untuk berbincang-
bincang, atau berkomunikasi dari hati ke hati.
Semua dilakukan dengan cepat, basa-basi, atau dangkal-dangkal
saja. Akibatnya kesadaran diri dalam relasi dengan anggota keluarga
yang lain sebagaimana digambarkan di atas, di mana tiap pribadi tumbuh
menjadi satu keluarga yang menggambarkan citra Allah, menjadi kabur.
Di sinilah keluarga Kristen seharusnya terpanggil untuk menunjukkan
kesaksian melalui "Komunikasi isi hati" yang diberi tempat utama dalam
menjalin relasi dengan anggota keluarga yang lain. Tiap pribadi bisa
merasakan bahwa keluarga berfungsi sebagai oasis di tengah padang
gurun, seperti pelabuhan perteduhan dari dunia yang keras dan penuh
ancaman. Apa yang menjadi kesedihan satu anggota keluarga, dapat
dirasakan oleh semua anggota keluarga dan menjadi pergumulan bersama
dalam doa. Begitu pula apa yang menjadi sukacita satu orang menjadi
sukacita seluruh keluarga dan menjadi syukur keluarga kepada Tuhan.
Sernua terbuka untuk mencari 'jalan keluar' dalam terang firman

Bandung Haggai Seminary| 24


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Tuhan. sekalipun dibutuhkan kesabaran untuk 'mendengarkan' dan tidak


'menyakiti' hati pihak lain, mutu hubungan yang demikian inilah yang
Tuhan berkenan (Ef. 6). Paulus menyebutkan relasi suami-istri yang
saling mengasihi adalah menggambarkan relasi Kristus dan jemaat-Nya
(Ef. 5).
Banyak orang tidak dapat melihat, bagaimana besar kasih Allah
kepada jemaat-Nya, karena relasi mereka tidak mencerminkan realasi
cinta yang saling melindungi dan menghormati. Sebagaimana tatanan
yang ditetapkan oleh Tuhan. Bila tiap keluarga menyadari akan
panggilan-Nya ini, maka kehidupan rumah tangga Kristen akan menjadi
keluarga yang sungguh menyaksikan apa arti dari keluarga bahagia,
keluarga yang memiliki persekutuan yang indah, kedamaian, saling
memaafkan, sebagaimana Kristus menerima kita. Pengorbanan Kristuslah
yang selalu menjadi panutan dan dasar dari segala aksi kita

Komunikasi Kristen dalam Biblical Foundation


Komunikasi adalah sebuah frame teori dimana komunikator
menyampaikan pesan dengan atau tanpa medium kepada komunikan dan
kemudian memberi feedback kepada komunikator. Teori tersebut
dinamai "frame Komunikasi". Untuk menghidupkan frame komunikasi
agar bermanfaat bagi kehidupan manusia, maka kita perlu mengisi frame
tersebut. Contohnya, bagi orang Kristen yang hendak memberitakan Injil,
isi pesan adalah berita mengenai kelahiran, kehidupan dan karya Yesus
hingga kematian-Nya di kayu salib. Dengan demikian frame komunikasi
menjadi komuikasi mengenai pemberitaan Injil
Apabila diperluas Iagi, "frame komunikasi" diberi pesan berita
etika orangorang Kristen berdasarkan Alkitab, komunikasi tersebut
menjadi komunikasi etika Kristen. Frame komunikasi yang diberi pesan
meneladani kehidupan Yesus Kristus dengan mempraktikkan kasih
Agape, komunikasi tersebut menjadi komunikasi hidup seperti Yesus.
Jadi, disebut komunikasi Kristen apabila frame komunikasi ini
diisi dengan nilai-nilai Kristen berdasarkan Alkitab. Dengan demikian,
orang-orang Kristen hidup dengan memanfaatkan komunikasi Kristen
sebagai karakter kekristenannya.

Tingkatan Komunikasi Kristen


Ada 4 tingkatan komunikasi Kristen:
1. Tingkatan Allah berkomunikasi dengan manusia Kristen. Tingkatan ini
menyatakan bahwa Allah berkomunikasi dengan manusia bukan karena
gagasan manusia, melainkan gagasan Allah sendiri. Allah berinisiatif
sendiri untuk berkomunikasi dengan kita.
Bandung Haggai Seminary| 25
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

2. Allah berkomunikasi dengan manusia yang belum Kristen. Komunikasi


disini merupakan penawaran bagi bangsa-bangsa di dunia, untuk
memperoleh kehidupan kekal. Dalam PL, Allah memakai Bangsa Israel
sebagai sarana memenangkan bangsa-bangsa di dunia, sedangkan dalam
PB, Allah memakai unkarnasi Tuhan Yesus sebagai pintu keselamatan
kekal.
3. Tingkatan manusia Kristen berkomunikasi dengan sesama Kristen.
Tujuannya adalah untuk menyadarkan oaring Kristen agar menjalankan
amanat missioner yang ada dalam dirinya, kemudia menghibur,
menasehati dan mengajar agar iman sesama Kristen dapat bertumbuh
seperti Yesus Kristus.
4. Tingkatan manusia Kristen berkomunikasi dengan manusia bukan
Kristen. Orang Kristen ada;ah missioner, karena itu ia bertanggung jawab
memberitakan Injil kepada manusia yang belum Kristen.

Yang mengagumkan dalam mata kuliah ini adalah bagaimana Allah


mengambil sikap inisiatif dalam hal komunikasi. la menginginkan
persekutuan dengan umatNya. Inisiatif Tuhan terlihat dalam kisah di
taman Firdaus, Allah mencari manusia walaupun la tahu bahwa manusia
sudah berdosa. la memilih untuk berkomunikasi dengan kita manusia dan
la berusaha bagaimana memulihkan hubungan dengan umat-Nya dengan
cara mengorbankan anak-Nya sebagai satu-satunya jalan keselamatan dan
hidup.

Kualitas Komunikasi: Kompetensi Sosial


Selain sebagai makhluk pribadi (persona) atau individual, guru
juga diciptakan Allah sebagai makhluk sosial. la membutuhkan
sesamanya, dan ia juga dibutuhkan mereka. la dipengaruhi atau dibentuk
oleh sesamanya. Begitu juga sebaliknya, ia dapat memengaruhi
sesamanya. "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya,"
Amsal 27:17.
Tad Ward (Anthony, 2001) mengemukakan bahwa ketika
mengajar, guru memainkan peran dan fungsi social karena berinteraksi
dengan anak didik, rekan kerja, dan masyarakat di luar ruang
pembelajaran. Sebaliknya, ketika belajar, anak didik juga memainkan
peran sosial, yang membuatnya dapat berinteraksi dan berkomunikasi
dengan rekan-rekannya serta dengan gurunya. Baik buruknya komunikasi
yang diperankan oleh guru memengaruhi prestasi belajar anak didik.
Kemampuan sosial juga patut mendapat perhatian guru. Artinya,
kemampuan berkomunikasi dan membangun relasi secara sehat harus
dipelihara dan dikembangkannya. UU Guru dan Dosen (2005)

Bandung Haggai Seminary| 26


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

mengisyaratkan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru


untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
berkomunikasi dan bergaul dengan sesame pendidik atau tenaga
kependidikan, mampu berkomunikasi dan bergaul dengan orang tua/wali
peserta didik serta masyarakat sekitar (Mulyasa, 2007; Kunandar, 2007).
Tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara, pernah
mengemukakan tiga tugas utama sosial guru dengan ungkapannya
terkenal, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani. Artinya, ketika berada di depan, di antara para muridnya, guru
membangunkan semangat atau memotivasi; dan dari belakang ia bersikap
mengayomi mereka. Dalam hal itu, Dewantara melihat posisi guru
senantiasa berada di depan, di antara/di tengah, dan di belakang para
murid-muridnya.
Guru mungkin tahu bahwa dirinya harus memainkan peran dan
fungsi sosial terhadap anak didik, rekan kerja, orang tua dan wali murid,
serta dengan masyarakat di sekitarnya. Masalahnya, bagaimana cara
membenahi diri dalam kompetensi sosial itu, bagaimana supaya kita
memiliki energy atau kemampuan. Cara kita dibesarkan masa Ialu dalam
keluarga, berkaitan dengan pola-pola komunikasi, turut serta
memengaruhi kita pada masa sekarang. Pola-pola komunikasi yang baik
atau buruk itu telah tertanam pada masa Ialu. Oleh karena itu, acap kali
tridak mudah untuk mengubah pola komunikasi yang buruk (atau yang
kasar) karena itu telah menjadi sebuah kebiasaan.
Untuk memperoleh dan menikmati kemampuan itu, guru harus
menyerahkan anggota tubuhnya kepada Allah sebagai persembahan yang
hidup dan kudus supaya dipergunakan menjadi senjata kebenaran,
termasuk lidah dan mulut sebagai instrument komunikasi (Rm. 6:13-14;
12:1). Hati juga harus dijaga karena dari situlah terpancar komunikasi
yang baik atau buruk (Ams. 4:23). Hati yang baik memancarkan
komunikasi yang baik, dan begitu sebaliknya. Kita menampakkan apa
yang terjadi di dalam diri kita (inside out) melalui perkataan dan
perbuatan.
Banyak pedoman komunikasi yang dijelaskan oleh firman Tuhan
yang dapat direnungkan oleh guru agar melahirkan kesanggupan.
Apalagi, apa yang kita pikirkan itu memengaruhi sikap, perasaan, dan
perbuatan. Kitab Amsal 15:1-2 mengemukakan beberapa di antaranya.
"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan
yang pedas membangkitkan marah." Amsal 1 "Lidah orang bijak
mengeluarkan pengetahuan, tetapi mulut orang beba/ mencurahkan
kebodohan." Amsal 15:7, "Bibir orang bijak menaburkan pengetahuan,
tetapi hati orang bebal tidakjujur." Amsal 17:27, "Orang berpengetahuan
menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin."
Bandung Haggai Seminary| 27
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Amsal 17:27, "Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya, adalah


seperti buah apel emas di pinggan perak. " Amsal 25:11 , "Orang yang
bersaksi dusta terhadap sesamanya adalah sepeñi gada, atau pedang, atau
panah yang tajam." Amsal 25:18.
Dalam hal berkomunikasi, Tuhan Yesus mengatakan agar kita
berkata ya apabila ya dan tidak untuk sebaliknya (Mat. 5:37). Ucapan kita
itu harus konsisten dan berintegritas, dapat dipercaya. Jadi, kalau berjanji
kepada murid bahwa tugastugasnya akan diperiksa dan dikembalikan,
misalnya, janji itu haruslah ditepati. Yesus juga mengingatkan bahwa
ucapan kita menjadi hakim atas diri kita sendiri. Matius 12:37 "Karena
menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula
engkau akan dihukum." Untuk itu, hati harus mendapat pembaruan sebab
dari hatila muncul pikiran jahat, kelicikan, iri hati, hujat, kesombongan,
dan kebebalan. Semuanya itu menjadi penghambat komunikasi dan relasi
sehat (Mrk. 7:15, bdk. Ams. 4:23).
Pedoman untuk membangun relasi yang baik dengan siapapun
menurut Yesus adalah sebagai berikut. Matius 7:12 "Segala sesuatu yang
kamu kehendaki orang perbuat padamu, perbuatan demikian juga kepada
mereka . " Bahkan, terhadap orang kecil, termasuk orang yang kurang
pintar dan anak-anak, kita tidak boleh menganggap mereka rendah, tetapi
menilainya sebagai orang yang bermakna, seperti yang dilakukan Bapa
surgawi (Mat. 18:10).
Secara praktis, kalau guru ingin dihargai anak didik, orang tua
murid, dan oleh rekan kerjanya, ia harus lebih dahulu melakukan hal
yang serupa. Guru tidak boleh menunggu hal baik dahulu dari orang lain,
kemudian membalasnya. Sebagai "garam" dan "terang", guru Kristen
harus melepaskan rasa asin yang menyedapkan dan terang yang
menerangi dari dalam diri atau perbendaraan hatinya. Kalau "rasa asín"
itu tawar dan "terang" dalam diri guru itu meredup, terjadilah masalah.
Tidak ada hal baik yang dapat keluar dari hati dan pikiran yang
bermasalah.
Oleh karena itulah, Tuhan Yesus pernah mengatakan kepada
orang banyak supaya percaya dan menerima-Nya dalam hati mereka.
Barangsiapa yang percaya, demikian kata Yesus, dari dalam hatinya akan
mengalir aliran-aliran air hidup (Yoh. 7:38). Aliran-aliran air hidup itu
ialah sifat-sifat luhur, kemampuan berkomunikasi dan berelasi yang
sehat, serta buah dan karya Roh Kudus yang mendiami hati kita yang
beriman kepada Kristus (bdk. Gal. 5:22-23),
Kepada orang Kristen mula-mula, Rasul Paulus memberi pesan
dalam hal berkomunikasi, yaitu seperti berikut. Efesus 4;29
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah

Bandung Haggai Seminary| 28


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

perkataan yang baik untuk membangun, dimana perlu, supaya mereka


yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Fitnah dan kata- kata kotor,
disamping marah dan geram, semuanya harus dibuang dari kehidupan
mereka. Janganlah lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah
menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan
manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh
pengetahuan yang benar pengetahuan yang benar menurut gambar
Khaliknya (Kol. 3:8-10),
Senjata guru ada pada lidahnya, pada kata-kata dan kalimat yang
diucapkannya. Dengan lidah, ia dapat menyakinkan muridnya atau dapat
pula menghancurkannya. Misalnya, bila guru mengucapkan kata-kata
penghinaan, akibat dari kata-kata yang merendahkan itü semangat belajar
anak didik melemah.
Rasul Yakobus mengemukakan bahwa orang Kristen harus
menjaga lidahnya agar tidak menodai ibadahnya. Yakobus 1:26 "Jikalau
ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang
lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." Yakobus
3:9-10, "la juga mengingatkan orang Kristen termasuk guru supaya
senantiasa memilihara lidah, menjaga, dan mengekangnya sehingga
selalu mengatakan yang baik dan benar serta memuliakan Allah." Dengan
lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk
manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar
berkat dan kütük. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian
terjadi_”
Dalam hal membangun relasi terhadap anak didik, rekan sekerja,
dan terhadap masyarakat, kita harus menjauhkan diri dari sikap
memandang muka. Murid dan orang tua yang kaya mendapat perhatian,
tetapi murid yang miskin dan kurang pintar terabaikan. Yakobus
menasihatkan kita agar iman jangan diamalkan dengan memandang muka
(Yak. 2:1) karena sikap memandang muka adalah dosa (Yak. 2:9). Untuk
itu, hal yang seharusnya dipergunakan guru di dalam membangun relasi
dan komunikasi sosial ialah hikmat dari ataş, yang diwamai
kelemahlembutan, kemurnian, belas kasihan, dan keramahan (Yak. 3:13-
18).
Takut terbuka dan membuka diri kepada orang lain merupakan
kendala di dalam pengembangan kompetensi sosial kita sebagai guru.
Ketakutan itü harus diatasi. Sebagaimana telah dikemukakan, kasih Bapa
di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan oleh Roh Kudus sanggup
mengubah ketakutan menjadi keberanian untuk terbuka (courage to
openness).
Keberanian guru membuka hatinya, perasaan, dan pikirannya,
selanjutnya memampukannya untuk membuka ruang dan waktunya.
Bandung Haggai Seminary| 29
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Dengan demikian, ia mengundang anak didik memasuki ruang hati dan


geografisnya (rumah dan kantornya). Di sana terjadilah komunikasi yang
memperkaya dan membangun_ Proses belajar pun menyenangkan.
Bahkan, guru dan murid sama-sama mencintai pengetahuan, nilai hidup,
dan keterampilan yang dipelajari. Pada akhirnya, segala perkara yang
dipelajari menjadi sangat berguna. B. S. Sidjabat, Mengajar Secara
Profesional, Cetakan Keempat Edişi Revişi. Bandung: Kalam Hidup,
2011.

Komunikasi Suami İsteri dalam Keluarga Kristen


Communication is a very Vital factor in a healthy marriage
between man and woman as they together build a Christian family.
Communication after a couple has just gotten married gives them many
chal/enges as they tıy to fit their lives together, with each coming from a
different background and having different expectations for how they will
live and work together. Even after several years of marriage they still
need to have open communication between them because of the
challenges that marriage normally brings. Among these are their together
starting a family, their children growing up, their parents and in-laws
getting older and moving in to their home as well as each partner having
differing ways of communication, some of them less than perfect.
They need to learn about healthy ways of communicating with
each other. They also need to learn how to handle unavoidable conflict in
a healthy way. There are 6 principles of handling conflict well that they
can incorporate into their marriage. Communication in marriage is Of the
utmost importance and needs to be a high priority between husbands and
wives for their whol e life together.
Komunikasi adalah hal yang sangat penting diusahakan di antara
suami dan isteri di keluarga Kristen, sehingga pasangan Kristen perlu
secara sengaja mempelajari berkomunikasi dengan baik bersama. Firman
Tuhan mendukung prioritas ini. Ada banyak ayat di Alkitab mengenai
komunikasi dan sikap dan perbuatan yang baik terhadap orang lain,
termasuk bagi pasangan suami-isteri. Ayat-ayat inilah yang harus
menjadi dasar pembicaraan mengenai komunikasi yang sehat Oleh suami
isteri dalam keluarga yang sehat.

Dasar Alkitabiah komunikasi dan Sikap yang Sehat kepada Pasangan


Hidup Ayat-ayat Alkitab Mengenai I) Komunikasi dan 2) Sikap dan
Perbuatan yang Baik Terhadap Orang Lain, Termasuk Pasangan Kita,
adalah: dalam Perjanjian Lama, kitab Amsal 15:1, "Jawaban yang lemah

Bandung Haggai Seminary| 30


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas


membangkitkan marah." Amsal 15:4, "Lidah lembut adalah pohon
kehidupan, tetapi Iidah curang melukai hati."
Sementara itu dalam Perjanjian Baru, Efesus 4:29, "Pakailah
perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka
yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Efesus 4:15, "Dengan teguh
berpegang kepada kebenaran di dalam kasih." Filipi 2:14, "Lakukanlah
segala sesuatu dengan tidak bersungut sungut dan berbantah- bantahan."
Galatia 5:22-23, "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera,
kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu."
Filipi 2:3-4, "hendaklah dengan rendah hati yang seorang
menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan
janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri,
tetapi kepentingan orang lain juga." 1 Korintus 10:24, 'VJangan
seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-
tiap orang mencari keuntungan orang lain."

Komunikasi Suami-lsteri Pada Waktu Baru Menikah


Setiap manusia berbeda daripada yang Iain, termasuk pasangan
suamiisteri. Ada banyak jenis perbedaan. Misalnya sering kali Iatar
belakang mereka masing-masing berbeda. Ada yang berasal dari keluarga
kaya, sedangkan pasangannya dari keluarga miskin. Ada yang berasal
dari keluarga sehat dan baik, sedangkan pasangannya berasal dari
keluarga yang sangat berdisfungsi! Juga sifat dan kepribadian mereka
masing- masing bisa jauh berbeda, misalnya, mungkin isteri bersifat
ramah tamah sehingga suka berkomunikasi secara terbuka dengan banyak
orang, sedangkan suaminya bersifat pendiam, merasa lebih enak kalau
duduk di depan komputer sampai berjam-jam, sendirian! Sering kali
pandangan suami-isteri masing-masing mengenai kebiasaan sehari- hari
jauh berbeda, misalnya satu suka sering kali membeli makanan di luar,
sedangkan pasangannya merasa lebih baik kalau selalu masak sendiri!

Setelah beberapa tahun menikah komunikasi masih harus diusahakan


seterusnya!
Banyak suami-isteri, walaupun mereka yang sudah lama
menikah, masih menghadapi berbagai macam masalah karena hambatan
dalam komunikasi mereka. Misalnya: waktu Ibu melahirkan anak dan
menjadi sangat sibuk memeliharanya, kadang- kadang dia tidak
memperhatikan kebutuhan suaminya seperti sebelum mereka menjadi
orang tua. Suaminya merasa tidak enak, karena temannya yang sangat

Bandung Haggai Seminary| 31


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

akrab dulu sepertinya sudah menjauhkan diri sekarang mereka


diusahakan menjadi terbuka dan lancar.
Kemudian, setelah beberapa tahun pasangan menjadi orang tua,
ada masalah komunikasi yang lain Iagi diantara mereka. Anak-anak
mereka,yang sudah lama menjadi lem yang memberi topik-topik kepada
mereka untuk sering dibicarakan sehingga merasa berdekatan bersama,
kemudian menjadi dewasa dan berangkat dari rumah! Orang tua merasa
tidak ada topik Iagi yang menarik untuk komunikasi diantara mereka.
Mereka harus mencari topik baru yang menarik untuk membahas
bersama.
Kadang-kadang ada masalah lain Iagi yang menghalangi
komunikasi suami- isteri, yaitu mertua sudah datang untuk tinggal
bersama dengan mereka di rumah! Suami-isteri harus sangat berhati-hati
berkomunikasi bersama karena orang tua selalu dengar, bahkan ada orang
tua yang secara kasar berusaha mengatur rumah tangga anaknya! Ini bisa
menimbulkan banyak konflik! Pasangan merasa lebih baik berdiam saja
untuk mencegah konflik! Komunikasi terbuka mereka hilang! Mereka
harus berusaha memperbaiki masalahnya dengan menyiapkan waktu
untuk berkomunikasi.
Secara terbuka bersama di tempat dimana tidak bisa didengar
orang lain, kadang mereka bisa pergi berjalan-jalan bersama secara
reguler diluar rumah sambil sharing perasaan mereka bersama.
Kadang-kadang suami atau isteri mempunyai sifat atau cara
berinteraksi yang tidak terlalu mendukung komunikasi terbuka, misalnya
salah satu bersifat selalu mendominasi percakapan sehingga teman
hidupnya terpaksa menjadi pendiam! Langkah pertama untuk mengatasi
sifat pasangan yang menghambat interaksi mereka bersama adalah
menyadarinya, memberanikan diri untuk membicarakannya dengan
pasangannya, lalu berusaha bersama mencari tindakan untuk
mengatasinya. Kalau tidak secara sengaja mengusahakan komunikasi
yang baik, bisa terjadi kesalah-fahaman bahkan bisa sampai menjadi
konflik besar.
Pertamanya, sangat penting pasangan berusaha berempati dengan
teman hidupnya. Dia perlu coba mengerti perasaan pasangan. Ini artinya
dia berempati. Ini terjadi waktu pasangan berusaha menempatkan diri ke
dalam situasi teman hidupnya, sehingga dia lebih memahami apa yang
sedang dihadapinya dan perasaannya mengenai hal itu. Kalau pasangan
berusaha menempatkan diri di dalam situasi teman hidupnya, dia akan
lebih mengerti perasaannya.
Cara yang kedua berkomunikasi adalah sengaja mendengarkan
pendapat teman hidupnya. Setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk

Bandung Haggai Seminary| 32


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

dihargai dan dikasihi. Salah satu cara untuk menunjukkan kasih kepada
pasangan adalah cara mendengarkan dia. Kalau pasangan berusaha untuk
sungguh mendengarkan
teman hidupnya, dia akan merasa dikasihi dan dihargai. Tetapi usahanya
mendengarkan orang lain tidak mudah dan memusatkan pethatian penuh
kepada apa yang dikatakan teman hidupnya,
Cara yang ketiga berkomunikasi adalah suami dan isteri perlu
secara sengaja berusaha menyampaikan prasaan hati mereka. Tetapi
caranya penting untuk menyampaikan pendapat dan perasaannya dengan
pasangannya. Harus secara terbuka, tetapi juga harus dengan cara lemah
lembut supaya mudah diterima oleh pasangannya. Kalau isi beritanya
bersifat sensitif, lebih baik mulai dengan memberitahukan perasaannya
sendiri dulu, misalnya: Aku merasa takut waktu kamu tadi terlambat
pulang. İni lebih mudah diterima pasangan daripada secara keras
mengatakan: Kau selalu tidak tepat waktu! Tidak tau bettanggung jawab!
Tidak menghargai orang lain!"
Ada orang yang secara sengaja menyembunyikan sesuatu dari
pasangannya. Misalnya memberitahukan anak: Ibu beri izin, tapijangan
cerita kepada ayahmu. Asal ayah tidak tahtı, tidak apa-apa." Sikap "Asal
suami-isteri tidak tahu, tidak apa-apa." merupakan racun dalam
komunikasi. Mungkin maksud orangnya untuk menghindari percek-
cokan kecil tetapi sesuatu yang dişembunyikan bisa menjadi semakin
besar. Akhirnya komunikasi terhambat sekali dan menimbulkan tembok
beşar di antara suami isteri.

Cara Menghadapi Konflik


Kalau manusia berusaha bekerja bersama, sering kali akan timbul
konflik! Setiap manusia ünik, berbeda dari orang lain. Sering kali juga
perbedaan ini akan menimbulkan kesalah-fahaman. Ada lima
kemungkinan cara untuk menyelesaikan konflik. Sering kali pasangan
memakai caranya berbeda waktu menghadapi konflik.
1. Mengundurkan diri: Suami atau isteri menganggap tidak ada harapan
dalam penyelesaian konflik ini. Lebih baik mundur dari konflik saja.
2. Menyerah: Suami atau isteri tidak setuju dengan pandangan pasangannya,
tetapi daripada ribut, ya, biarlah. Menyerah saja tetapi dengan perasaan
tidak enak. Tidak apa kalau saya yang berkorban, yang penting tidak ada
ribut di rumah!”
3. Menang: Suami atau isteri merasa dirinya harus şelalu menang! Kalau
kemauannya tidak dituruti, dia akan terus bertengkan
4. Berkompromi: Beberapa permintaan pasangannya dituruti, tetapi sebagai
gantinya pasangan perlu rela menyerah dalam beberapa hal lain juga.

Bandung Haggai Seminary| 33


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

5. Menyelesaikan hal bersama: Suami dan isteri berdialog secara terbuka.


Akhirnya tercapai suatu sepakatan yang keduanya dapat menerima
dengan senang.
Enam Prinsip untuk Menyelesaikan Konflik
I . Selesaikan konflik sedini mungkin perselisihannya pada saatnya terjadi.
Lalü langsung menyelesaikannya dan memaafkan orang yang bersalah
supaya tidak menyimpan dendam secara bertumpuk-tumpuk untuk
dipakai sebagai senjata pada waktu terjadi konflik di kemudian hari,
2. Hanya membicarakan satu masalah setiap kali. Janganlah
membangkitbangkitkan semua kesalahan- kesalahan lain dari masa lalü
yang sebenarnya sudah dişelesaikan dahulu.
3. Selesaikan masalah yang spesifik. Sebaiknya pasangan tidak secara
umum menyalahkan teman hidupnya, melainkan secara pelan-pelan
membuka hal spesifik yang menjadi masalah pada saat itu.
4. Menyerang masalahnya bukan menyerang pribadinya. Sangat sehat kalau
suami atau isteri berhati-hati mengatakan hal yang menjadi masalah
secara jelas dan tidak menkritikkan pribadinya pasangannya.
5. Buang Bomnya. Janganlah menyimpan dendam dan marah sampai lama
lalu tiba- tiba melampaiskan seluruh kesalahan seperti ledakan 'bom
nuklir" besar. Tindakan memakai ledakan ini dapat melukai dan
merusakkan anggota keluarga lain sampai lama, lebih Iagi anggota
keluarga yang tidak berdaya.
6. Menjalin pengertian, Sebaiknya pasangan berusaha untuk selalu memakai
cara berkomunikasi yang terbuka dan sehat. Mendengarkan secara aktif
perkataan dan perasaan yang sedang diungkapkan teman hidupnya.
Mengecek kembali supaya pasti mengerti apa yang baru dikatakan teman
hidupnya. Sangat baik kalau suami dan isteri keduanya menganggap
kebutuhan teman hidupnya lebih utama daripada keinginan diri
sendirinya.

Komunikasi dalam Pernikahan


Komunikasi dalam pernikahan adalah hal yang sangat penting
sehingga perlu diusahakan secara khusus. Langkah pertamanya adalah
suami dan isteri keduanya menjadi sadar bahwa mereka ingin maju.
Kemudian mereka bisa bersama-sama menilai situasi mereka sekarang
lalu mereka memilih cara-cara praktis untuk maju, supaya pernikahan
mereka menjadi semakin indah. Pelayanan seorang konselor bisa sangat
menolong dalam usaha ini. Sebaiknya pasangan langsung membahas
pernikahan mereka menjadi semakin indah. Pelayanan seorang konselor
bisa sangat menolong dalam usaha ini.

Bandung Haggai Seminary| 34


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Komunikasi Suami-lsteri terhadap Anak dan Remaja


Orang tua diberi tanggung jawab khusus oleh Tuhan Yesus untuk
mendidik dan membesarkan anak mereka supaya mengasihi dan mentaati
Tuhan. Kita semua ingin membesarkan anak-anak kita supaya mereka
mengikuti Tuhan dan juga berhasil baik dalam hidup mereka. Tetapi
sering juga kita merasa bingung mengenai cara yang baik untuk mencapai
tujuan itu. Apa yang Tuhan harapkan dari kita sebagai orang tua?
Ulangan 6:5-7 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan mengenai iman yang baik kepada
anak-anaknya. Orang tua sendiri sungguh bersandar kepada Tuhan.
Melibatkan anak dalam aktivitas gereja.
Orang tua sering membicarakan kebaikan Tuhan kepada anaknya
secara informal dalam segala situasi kehidupan sehari-hari. Mengambil
kesempatan bicara sambil makan,waktu bersantai, waktu berjalan,
sebelum tidur, dsb. Berdoa dan mempelajari Firman Tuhan dengan anak
Perintah Tuhan kepada orang tua. Amsal 22:6, "Didiklah orang muda
menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak
akan menyimpang dari pada jalan itu."
Bagaimana caranya mendidik anak-anak kita supaya mereka
berhasil dan mengasihi Tuhan Yesus? Orang tua perlu berusaha supaya
ada keseimbangan di antara dua hal:
I . Kasih sayang dan penerimaan anak, tanpa syarat
2. Diimbangi dengan peraturan dan disiplin yang konsisten.
Terkait dengan komunikasi ini, adakalanya pula dalam sebuah
keluarga sering terdengar nama-nama julukan (label) dalam memanggil
seseorang. Sebagai contoh, karena anak sering menangis, maka ia
dijuluki Si Cengeng. Karena kulitnya tidak putih, anak mendapat julukan
Si Hitam. Karena anak berbadan kurus, ia dipanggil dengan julukan Si
Krempeng atau Si Kurus. Karena anak lemah dalam prestasi sekolahnya,
ia diberi nama Si Goblok atau Si Tolol, bahkan Si Idiot. Tentu saja
julukan itu tidak disukai oleh anak sehingga hatinya sangat kesal dan
sakit. Perasaan demikian acapkali tidak disadari oleh orang yang
memberikan label. Mereka seperti tidak merasa bersalah telah
mengucapkan julukan yang mereka gemari, sementara julukan itu seperti
anak panah yang menembak perasaan anak dan menusuk amat dalam
Keluarga menunjukkan apakah ia merupakan sistem terbuka (open
system), cukup terbuka, atau sebaliknya, agak dan bahkan sangat tertutup
(closed system). Dalam keluarga yang terbuka, anggota-anggotanya
memiliki kebebasan menyatakan pandangan dan perasaan. Keunikan
individu anggota diterima baik sejalan dengan peningkatan kebersamaan.
Komunikasi lancar. Relasi-relasi di dalamnya berkembang dengan erat
Bandung Haggai Seminary| 35
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

dan hangat. Keluarga itu juga bersikap ramah terhadap kehadiran orang
lain, apakah teman-teman anak atau sahabat-sahabat orangtua. Para tamu
merasa betah atau at home dalam lingkungan itu. Sebaliknya, dalam
keluarga tertutup, anggota-anggota tidak memiliki kemerdekaan atau
peluang untuk mengemukakan isi hatinya. Komunikasi sangat kurang.
Relasi tidak karib, apalagi mesra. Rumah keluarga itu jarang, bahkan
mungkin saja tidak bersedia menerima kehadiran orang lain.
Kemungkinan suasa emosi di dalamnya diwarnai kecurigaan. Ketika
orang lain mencoba hadir ke dalamnya, mereka segera merasakan
ketidaknyamanan.
B. S. Sidjabat, Membesarkan Anak dengan Kreatif: Panduan Menanamkan iman &
Karakter kepada Anak Sejak Dini. Edisi Revisi (Yogyakarta: Penerbit
ANDI, 2012.

BAB III
FEEDBACK DALAM KOMUNIKASI
Umpan balik/pesan balik/feedback diterima atau sampai
kepada seorang komunikator, baik yang disampaikan secara sengaja
maupun sampai dengan sendirinya.

Berdasarkan sumbernya, feedback dalam komunikasi dibagi


dua, yaitu:
1. External feedback (umpan balik eksternal), artinya tanggapan/respon
komunikan/receiver yang sampai kepada komunikator.
2. Internal feedback (umpan batik internal), artinya umpan balik yang
sampai kepada komunikator yang bersumber dari pesan yang
disampaikan oleh komunikator sendiri.
Misalnya: dalam sebuah percakapan, komunikator dapat
mendengar pesan yang disampaikannya sendiri, sehingga kalau terjadi
kesalahan di dalam menyampaikan pesan tersebut, ia dapat langsung
memperbaikinya.

Ditinjau dari prosesnya, ada dua jenis feedback, yaitu:


1. Umpan balik langsung (immediate feedback).
Umpan balik yang diterima saat itü juga. Umumnya terdapat dalam
komunikasi tatap muka (face to face interpersonal communication) atau
dalam komunikasi kelompok kecil (small group communication).
2. Umpan balik tertunda (delayed feedback).
Bandung Haggai Seminary| 36
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Umpan balik yang tidak diterima secara langsung pada saat itü juga, tetapi
tertunda beberapa waktu. Terdapat dalam komunikasi dengan
menggunakan media cetak atau elektronik seperti surat kabar, majalah,
televisi, radio. Sebuah surat pembaca adalah umpan balik untuk
komunikasi sebelumnya.
Ditinjau dari sifatnya, feedback dibagi dalam empat jenis, yaitu:

1. Umpan balik positif


Umpan balik yang menunjukkan tanda bahwa komunikan setuju atau dapat
menerima/mendukung pesan yang disampaikan komunikator. Feedback
ini tidak hanya dalam bentuk kata-kata tetapi dapat berbentuk
tindakan/kegiatan.

2. Umpan balik negatif


Umpan balik yang menunjukkan tanda bahwa komunikan tidak setuju/tidak
dapat menerima pesan yang disampaikan komunikator. Reaksinya
bersifat negatif, seperti menyatakan penolakan, kritik, protes, geleng
kepala, dil. Seorang komunikator harus tanggap terhadap feedback
negatif. Misalnya dengan mengubah teknik atau gaya berkomunikasi, dil.
3. Umpan balik nol (zero feedback)
Umpan balik yang menunjukkan bahwa komunikan tidak mengerti pesan
yang disampaikan oleh komunikator. Hal ini mungkin terjadi karena
komunikator menyampaikan pesan yang tidak dimengerti atau
menggunakan kata-kata semantik. Umpan balik ini bisa berbentuk "tidak
adanya reaksi/respon/ tanggapan" dari komunikan,
4. Umpan balik netral (neutral feedback). Umpan balik yang diterima dan
dimengerti oleh komunikator dari komunikan, tetapi apa yang dinyatakan
komunikan itu tidak relevan dengan pesan komunikator.

Pemahaman Diri Berkat Umpan Balik Dari Orang Lain


Umpan balik dari orang lain yang dipercaya memang dapat
meningkatkan pemahaman diri individu, yakni membuat individu sadar
akan aspek-aspek diri serta konsekuensi-konsekuensi perilaku yang
mungkin tidak pernah disadari individu sebelumnya.

Individu menerima umpan balik dari orang lain apabila orang


tersebut mau mengungkapkan cara ia menanggapi perilakunya. Tujuan
umpan balik adalah memberikan informasi konstruktif untuk menolong
individu menyadari bagaimana perilakunya dipersepsikan oleh orang lain
dan bagaimana pengaruhnya. Umpan balik yang paling bermanfaat
adalah yang mampu menunjukkan kepada individu bahwa perilakunya

Bandung Haggai Seminary| 37


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

tidak atau belum seefektif sebagaimana yang diharapkan, sehingga


imdividu dapat mengubahnya agar lebih efektif.

Sebaliknya, individu memberikan umpan balik kepada orang


lain ketika individu mengungkapkan tanggapan terhadap perilakunya.
Sangat penting diperhatikan agar cara memberikan umpan balik tersebut
jangan sampai bersifat menyerang atau menyinggung perasaan si
penerima, sebab hal itu akan menimbulkan sikap defensif atau menutup
diri.
Beberapa kiat memberikan umpan balik yang tidak bersifat
mengancam:
 Umpan balik diarahkan pada perilaku bukan pada pribadi pelakunya.
Menunjuk kepada apa yang telah dilakukan seseorang, bukan menilai
kepribadiannya,
 Umpan balik diungkapkan dalam bentuk deskripsi atau Iukisan, bukan
dalam bentuk penilaian. Menunjuk kepada peristiwa yang nyata terjadi,
bukan menilai baik-buruknya.
 Umpan balik dipusatkan pada perilaku dalam situasi spesifik tertentu,
bukan pada perilaku abstrak. Perbuatan orang senantiasa terkait pada saat
dan tempat tertentu. Hanya umpan balik yang mengaitkan perilaku pada
situasi spesifik tertentu dan diberikan segera sesudah perilaku yang
dimaksud terjadi, akan meningkatkan pemahaman diri pelakunya.
 Umpan balik diberikan segera, tidak ditunda-tunda- Semakin ditunda,
semakin kurang manfaatnya.
 Umpan balik disampaikan dalam bentuk upaya berbagi perasaan, bukan
dalam bentuk nasihat atau petuah.
 Tidak memaksakan umpan balik kepada orang lain. Umpan balik harus
mengabdi pada kepentingan penerima, bukan kemauan si pemberi.
 Umpan balik jangan diberondongkan sampai melebihi batas kemampuan
penerima untuk mencamkannya. Lewat umpan balik individu bemaksud
menolong si penerima, bukan memuaskan hasrat pribadinya untuk
memberi petuah kepada orang lain.
 Umpan balik diarahkan pada tindak-perbuatan yang dapat diubah oleh
orang yang bersangkutan, bukan pada ciri-sifat yang harus diterimanya.

Menyadari bahwa memberi dan menerima umpan balik menuntut


keberanian, keterampilan, pengertian, penghargaan baik tehadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain, serta rasa terlibat. Tujuan umpan
balik adalah meningkatkan pemahaman diri orang lain serta
menimbulkan perasaan bahwa dirinya dicintai, dihargai; bahwa dirinya
mampu dan berharga.
Bandung Haggai Seminary| 38
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

BAB IV
BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI
Dipandang dari struktur organisasi, ada tiga bentuk komunikasi, yaitu:

1. Komunikasi Vertikal
Komunikasi yang terjadi di antara individu-individu yang berbeda tingkat
otoritasnya, tetapi masih dalam satu departemen.
Contoh:
Komunikasi ke bawah. Komunikasi yang mengalir dari tingkat yang lebih
tinggi ke tingkat bawah dalam suatu organisasi (instruksi
kerja/penyampaian kebijakan, prosedur, dll).
Komunikasi ke atas, komunikasi yang mengalir dari tingkat yang lebih
rendah ke tingkat yang lebih tinggi dari suatu organisasi, contoh:
prosedur penyampaian keluhan, kotak saran, dll.

2. Komunikasi Horizontal
Komunikasi yang terjadi antar departemen/bidang dengan tingkat otoritas
yang sama.

3. Komunikasi Diagonal
Komunikasi yang terjadi antara individu-individu yang berbeda tingkat
otoritas maupun departemen/bidangnya.

Dipandang dari segi formalitasnya, bentuk komunikasi ada dua, yaitu:

Bandung Haggai Seminary| 39


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

I. Komunikasi Formal
Komunikasi yang terjadi sebagai akibat adanya struktur organisasi atau
adanya garis wewenang dan tanggungjawab yang telah ditetapkan.

2. Komunikasi Informal
Komunikasi yang terjadi sebagai akibat adanya kecenderungan manusia
untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya: gosip, 'ngerumpi',
nongkrong, dll.

Dipandang dari salurannya, ada dua bentuk komunikasi, yaitu:

I. Komunikasi Langsung
Komunikasi antara komunikator dengan komunikan tanpa melalui pihak
ketiga [media Iperantara.

2. Komunikasi Tidak Langsung


Komunikasi antara komunikator dengan komunikan melalui perantaraan
pihak ketiga.

Dipandang dari cara penyampaiannya, bentuk komunikasi ada dua, yaitu:

I. Komunikasi Verbal
Komunikasi yang diekspresikan dalam bentuk kata-kata, baik lisan
maupun tulisan.
Secara verbal maksudnya menggunakan kata-kata, baik yang secara
langsung mendeskripsikan perasaan yang dialami maupun tidak.
Untuk mengungkapkan perasaan secara jetas, maka kita perlu
mendeskripsikannya.

Setidak-tidaknya ada empat cara mendiskripsikan perasaan:


a. Mengidentifikasikan atau menyebut nama perasaan itu.
Misalnya: mengatakan "Saya sedang jengkel", untuk mengungkap-kan
perasaan jengkel
b. Menggunakan kiasan perasaan.
Misalnya: mengatakan "Hati saya seperti disayat sembilu" untuk
mendeskripsikan perasaan hati yang pedih karena tersinggung.
c. Menunjukkan bentuk tindakan yang ingin dilakukan terdorong oleh
perasaan yang sedang dialami.
Misalnya: mengatakan "Saya merasa seperti ingin menjotos hidungmu"
untuk mendeskripsikan perasaan jengkel.
Bandung Haggai Seminary| 40
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

d. Menggunakan kiasan kata-kata.

Misalnya: mengatakan "Saya merasa seperti layang-layang putus benang"


untuk mendeskripsikan perasaan kecewa karena kehilangan.

Dapat disimpulkan bahwa deskripsi perasaan yang baik harus


mengandung dua unsur, yakni:
• Pernyataan pribadi (saya, akur.ku, ku 8)

• Salah satu dari empat hal berikut, yakni: nama perasaan, kiasan perasaan,
bentuk tindakan yang ditimbulkan oleh perasaan, atau kiasan katanya.

Semua ucapan yang keluar dari mulut dapat mengungkapkan perasaan.


Namun, kemampuan mendeskripsikan perasaan tetap sangat penting
untuk menciptakan komunikasi yang efektif.
Dengan mendeskripsikan perasaan, setidak-tidaknya individu dapat
mengharapkan dua manfaat, yakni:
• Menambah keinsyafan tentang perasaan sebenarnya yang sedang dialami
• Membuka dialog yang akan meningkatkan hubungan individu dengan
orang lain

2. Komunikasi Non Verbal


Komunikasi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa
isyarat/simbol. Misalnya dengan menggunakan bahasa tubuh. Perbuatan
berbicara lebih banyak dari kata-kata. Ekspresi wajah, jeda atau tenggang
waktu dalam berbicara, gerak tangan, jarak, kontak mata, sikap tubuh,
cara berpakaian, volume suara dan intonasi, sentuhan atau rabaan, cara
mengatur kamar, dan sebagainya.

Semuanya itu adalah perbuatan dan sekaligus merupakan modalitas

komunikasi nonverbal. Semua itu mengkomunikasikan motif-motif dan


perasaan-perasaan yang tersembunyi dari pelakunya. Hanya saja, cara
orang lain mengartikan isyarat-isyarat nonverbal semacam itu jarang bisa
tepat seperti yang dialami sendiri oleh pelakunya. Banyak hal dapat
diamati, namun sulit untuk mengetahui secara pasti makna
pengamatannya itu. Meski demikian, setiap isyarat bahasa tubuh selalu
memiliki arti. Itulah sebabnya,
komunikasi nonverbal dirumuskan sebagai berikut: setiap bentuk perilaku
manusia yang langsung dapat diamati oleh orang lain dan yang
Bandung Haggai Seminary| 41
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

mengandung informasi tertentu tentang pengirim atau pelakunya.

perilaku nonverbal memiliki beberapa ciri sebagai berikut:


a. Karena merupakan kebiasaan, maka bersifat otomatis dan jarang disadari.
b. Berfungsi mengungkapkan perasaan-perasaan individu yang sebenarnya,
kendati dengan kata-katanya individu berusaha menyembunyikannya.
c. Komunikasi nonverbal merupakan sarana utama untuk mengungkapkan
emosi. Agar benar-benar memahami pembicaraan seseorang, maka
bagian nonverbal dari komunikasinya harus sungguh-sungguh dicermati.
d. Memiliki makna yang berlainan pada berbagai lingkungan budaya yang
berbeda.
e. Memiliki makna yang berbeda dari orang ke orang atau pada orang yang
sama namun berlainan waktu.
Berkaitan dengan dua ciri yang disebut terakhir, komunikasi
nonverbal memang sering disebut bersifat idionsinkratik. Artinya,
bersifat sangat pribadi dan harus selalu diartikan dalam konteksnya.
Selain itu, arti yang ditetapkan pun harus dipandang sebagai sementara,
sampai mendapatkan kepastian. Tetesan air mata, misalnya, hanyalah
tanda bahwa seseorang mungkin sedih, bukan bukti bahwa ia sedang
berduka.

Pesan Verbal Harus Sejalan Dengan Pesan Nonverbal


Agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, baik
sebagai pengirim maupun sebagai penerima, individu harus
memerhatikan pesan-pesan nonverbal di samping pesan-pesan verbalnya
sendiri. Bahkan sebenarnya pesanpesan nonverballah yang paling jelas
dan paling kuat mengkomunikasikan aneka perasaan, seperti senang atau
tidak senang, penerimaan atau penolakan, minatperhatian atau rasa bosan.

Kendati demikian, dibandingkan bahasa verbal, perilaku


nonverbal memang lebih terbatas kemampuannya. Komunikasi nonverbal
hanya cocok digunakan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan
agak sulit untuk menyatakan pikiran-gagasan. Pesan-pesan nonverbal
dapat sejalan dan memperkuat pesan verbalnya, atau sebaliknya
bertentangan, sehingga justru memperlemah pesan verbalnya.

Sehubungan dengan kaitan antara komunikasi nonverbal dan


pengungkapan perasaan, masalahnya adalah bahwa seringkali sukar
memastikan apa yang sesungguhnya dirasakan orang lain berdasarkan
komunikasi nonverbalnya.

Bandung Haggai Seminary| 42


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Menurut Johnson (1981), kesulitan ini bersumber dari setidaknya


dua sebab utama:
1. Fakta bahwa pesan-pesan nonverbal memang bersifat kabur.
Buktinya, seseorang dapat menangis karena sedih atau karena bahagia.
Sama halnya, orang dapat tertawa karena kecewa atau karena gembira.
Selain itu, saling menatap mata waktu berbicara justru sopan bagi orang
Barat, namun kebalikannya bagi orang Timur, khususnya orang Jawa.
2. Kontradiksi atau pertentangan yang sering terjadi antara pesan-pesan
nonverbal dengan pesan-pesan verbalnya. Hal ini dapat terjadi dengan
atau tanpa disadari oleh pelakunya.
Contoh: seorang ibu yang merestui kepergian anaknya merantau ke luar
negeri sambil menangis, mungkin karena sepenuhnya menyadari situasi
yang dihadapinya. Sebaliknya, seorang pengemis yang relatif masih
muda dan bertubuh gagah-sehat, mungkin tidak menyadari ironi yang
tengah dipertunjukkannya. Situasi komunikasi dimana terjadi
pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbalnya semacam ini
disebut double bind atau pesan ganda. Menghadapi hal semacam ini,
individu cenderung memilih bentuk pesan yang dipandang lebih dapat
dieprcaya atau kurang menipu. Lazimnya, bentuk pesan yang dapat
dipercaya adalah pesan nonverbal.

Jelaslah bahwa dalam mengkomunikasikan perasaan-perasaan,


individu harus benar-benar memerhatikan dan mengusahakan agar
pesan-pesan nonverbalnya cocok dengan pesan-pesan verbalnya. Bahkan
agar pengungkapan perasaan benar-benar efektif, selain sejalan maka
pesan-pesan verbal dan nonverbal juga perlu dibuat berlimpah, saling
memperkuat dan saling melengkapi.

Proses yang Memengaruhi Persepsi


Persepsi atau proses pemberian makna terhadap suatu rangsang
atau stimulus yang dilakukan individu dipengaruhi oleh berbagai proses
psikologis penting, yaitu:

1. Teori Kepribadian Implisit


Sistem aturan yang mengatakan karateristik-karakteristik mana
yang sesuai dengan karateristik lain. Kebanyakan teori mengatakan
bahwa seseorang yang bergairah dan mempunyai rasa ingin tahu yang
besar, pasti juga cerdas. Tentu saja, tidak ada alasan logis untuk
mengatakan bahwa orang yang tidak cerdas tidak dapat bergairah dan
mempunyai rasa ingin tahu yang besar.

Bandung Haggai Seminary| 43


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Waspadalah akan hambatan potensial. Ada dua hambatan serius


dalam memberikan persepsi yang akurat, yang seringkali timbul bila
seseorang menerapkan teori kepribadian implisit. Kecenderungan untuk
mengembangkan teori kepribadian dan memersepsikan seseorang seakan-
akan sesuai dengan teori itu, dapat menyebabkan individu:
a. Memersepsikan kualitas-kualitas dalam diri seseorang yang menurut
"teori" seharusnya dimilikinya, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Sebagai contoh, melihat niat baik dalam sikap dermawan seorang kawan
padahal sebenarnya dia bermaksud mengurangi beban pajak
penghasilannya.
b. Mengabaikan kualitas atau karateristik yang tidak sesuai dengan teori.
Misalnya, mungkin mengabaikan kualitas negatif pada diri kawan
padahal kualitas itu dengan cepat terlihat pada diri lawan.

2. Ramalan yang Terpenuhi dengan Sendirinya


Terjadi bila individu membuat perkiraan atau merumuskan
keyakinan yang menjadi kenyataan karena ia meramalkannya dan
bertindak seakan-akan itu benar.

Ada empat langkah dasar dalam proses ini, yaitu:


a. Membuat prediksi atau merumuskan keyakinan tentang seseorang atau
situasi. Misalnya: meramalkan bahwa Pat adalah orang yang canggung
dalam situasi antarpribadi.
b. Bersikap kepada orang atau situasi tersebut seakan-akan ramalan atau
keyakinannya benar. Misalnya: di depan Pat bersikap seakan-akan Pat
memang orang yang canggung.
c. Karena bersikap demikian (seakan-akan keyakinannya benar), maka hal
itu menjadi kenyataan. Misalnya: karena cara individu bersikap di depan
Pat, maka Pat menjadi tegang dan "salah tingkah" dan menunjukkan
kecanggungan.
d. Mengamati efek individu terhadap seseorang atau sebagai akibat dari
situasi, dan apa yang disaksikan kemudian memperkuat keyakinannya.
Misalnya: individu menyaksikan kecanggungan Pat, dan ini memperkuat
keyakinan individu bahwa Pat memang orang yang canggung.

Jika individu mengharapkan seseorang bertindak dengan cara tertentu


atau jika meramalkan tentang suatu karakteristik atau situasi, ramalannya
seringkali menjadi kenyataan karena adanya ramalan yang terpenuhi
dengan sendirinya ini.
Contoh: seseorang yang memasuki kelompok tertentu merasa yakin

Bandung Haggai Seminary| 44


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

bahwa anggota-anggota kelompok itu tidak menyukainya. Hampir selalu


ini terbukti benar, barangkali karena ia bertindak sedemikian hingga
merangsang para anggota kelompok bereaksi negatif. Orang ini
memenuhi sendiri ramalannya.

Ramalan yang tepenuhi dengan sendirinya dapat menimbulkan


dua hambatan. Kecenderungan untuk memenuhi sendiri ramalan dapat
menyebabkan individu:
a. memengaruhi perilaku orang lain sehingga sesuai dengan ramalannya
b. cenderung melihat apa yang diramalkan ketimbang apa yang sebenarnya,
Misalnya, seseorang bisa gagal, karena ramalan yang dibuatnya, bukan
karena adanya kegagalan aktual, tetapi karena ia menganggap dirinya
gagal.

3. Aksentuasi Perseptual
"Tiada rotan akar pun jadi" adalah pepatah yang banyak dijumpai
dalam komunikasi: Untuk menjadi calon aktor, peran sekecil apapun dan
seperti apapun dalam sebuah film adalah lebih baik ketimbang tidak
mendapat peran sama sekali. Bayam barangkali rasanya tidak enak, tetapi
pada saat lapar, rasanya akan sama lezat dengan ayam panggang.

Proses semacam ini, yang dinamai aksentuasi perseptual, yaitu


membuat individu melihat apa yang diharapkan dan diinginkan. Melihat
orang yang disukai lebih tampan dan lebih pandai ketimbang orang yang
tidak disukai. Kontra argumen yang jelas adalah bahwa sebenarnya
individu lebih menyukai orang Yang tampan dan pandai dan Oleh
karenanya ia mencari-cari orang seperti ini, bukan karena orang yang
disukai itu kelihatan tampan dan pandai.

Aksentuasi perseptual dapat menimbulkan berbagai hambatan,


Kecenderungan untuk memersepsikan Yang diinginkan atau dibutuhkan
dapat membuat individu:
a. Mendistorsi persepsi tentang realitas; membuat individu melihat apa yang
dibutuhkan atau diinginkan ketimbang apa yang nyatanya ada, dan tidak
melihat apa yang tidak ingin dilihat.
Misalnya, individu mungkin tidak merasa gagal dalam suatu mata kuliah
kimia karena ia memusatkan perhatian pada apa yang ia inginkan.

b. Menyaring atau mendistorsi informasi yang mungkin merusak atau


mengancam Citra diri dan dengan demikian sangat mempersulit upaya
peningkatan diri.
Bandung Haggai Seminary| 45
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

c. Memandang orang Iain memiliki karakteristik atau kualitas negatif yang


sebenarnya ada pada dirinya.
d. Melihat dan mengingat kualitas atau karateristik positif lebih daripada
Yang negatif (dinamai efek poliana), dan dengan demikian mendistorsi
persepsinya tentang orang Iain.
e. Merasakan perilaku tertentu dari orang Iain dengan menunjukkan bahwa
ia menyukai diri individu hanya karena sebenarnya individu ingin
disukai. Sebagai contoh, sikap bersahabat dan ramah dari seorang
wiraniaga diterima sebagai tanda yang bersangkutan menyukai individu,
padahal sebenarnya itu hanya bagian dari strategi persuasif belaka.

4. Primasi-resensi
Mengacu pada pengaruh relatif stimulus sebagai akibat urutan
kemunculannya. Jika yang muncul pertama lebih besar pengaruhnya,
biasanya individu mengalami efek primasi. Jika Yang muncul kemudian
mempunyai pengaruh yang lebih besar, berarti individu mengalami efek
resensi.
Primasi-resensi dapat menimbulkan dua hambatan utama.
Umumnya individu cenderung untuk lebih mementingkan informasi yang
datang lebih dulu dan menafsirkan informasi yang datang kemudian
sesuai dengan kesan pertama dapat membuat seseorang:
a. merumuskan gambaran "menyeluruh" tentang seseorang berdasarkan
kesan awal yang belum tentu akurat.
Sebagai contoh, individu mungkin menangkap Citra bahwa seseorang itu
tidak pandai berkomunikasi. Jika kesan ini didasarkan pada pengamatan
terhadap orang ini selama wawancara pekerjaan Yang menegangkan,
boleh jadi kesannya itu keliru.
b. Mendistorsi persepsi yang datang kemudian supaya tidak merusak kesan
pertama.
Sebagai contoh, individu mungkin tidak memerhatikan tanda-tanda
kecurangan seseorang yang telah menciptakan kesan pertama yang baik.
5. Konsistensi individü mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menjaga
keseimbangan atau konsistensi di antara persepsi-persepsinya.
Konsistensi menggambarkan kebutuhan individü untuk memelihara
keseimbangan di antara sikap-sikapnya. individü memerkirakan bahwa
hal-hal tertentu selalu muncul bersama-sama dan hal-hal lain tidak akan
muncul bersama-sama. Secara intuitif saja, misalnya, tanggapilah
kalimat-kalimat berikut dengan menandai reaksi yang diharapkan.
a. Saya berharap orang yang saya sukai (menyukai, tidak menyukai) saya.
b. Saya berharap orang yang tidak saya sukai (menyukai, tidak menyukai)
saya.
Bandung Haggai Seminary| 46
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

c. Saya berharap kawan saya (menyukai, tidak menyukai) teman saya yang
lain.
d. Saya berharap teman saya (menyukai, tidak menyukai) musuh saya.
e. Saya berharap musuh saya (menyukai, tidak menyukai) kawan saya.
f. Saya berharap musuh saya (menyukai, tidak menyukai) musuh saya yang
lain,

Menurut kebanyakan teori konsistensi, harapan-harapan individü


adalah sebagai berikut. individü berharap seseorang yang menyukainya
(I) dan orang yang tidak ia sukai untuk tidak menyukainya (2). individü
berharap seorang teman akan menyukai temannya yang lain (3) dan tidak
menyukai musuhnya (4) individü berharap musuhnya tidak menyukai
temannya (5) dan menyukai musuhnya yang lain (6). Semua harapan ini
secara intuitif memuaskan.

Selanjutnya, individü berharap seseorang yang disukainya


memiliki karateristik yang ia sukai atau puja, dan berharap musuh-
musuhnya tidak memiliki sifat-sifat yang menyenangkan dan orang yang
tidak disukai memiliiki sifat-sifat yang tidak menyenangkan.

Konsistensi dapat menimbulkan tiga hambatan utama.


Kecenderungan untuk melihat konsistensi pada diri seseorang dapat
menyebabkan individu:
a. Mengabaikan atau mendistorsi persepsi tentang perilaku yang tidak
konsisten dengan gambarannya mengenai seseorang secara utuh, Sebagai
contoh, individü mungkin salah menafsirkan ketidakbaha-giaan Karla
karena kesannya tentang Karla adalah bahwa dia seorang yang
"bahagiaterkendali-puas”
b. Memersepsikan perilaku spesifik terpancar dari kualitas positif dari orang
yang disukai dan dari kualitas negatif dari orang yang tidak disukai. Oleh
karenanya individü tidak mampu melihat perilaku positif maupun negatif.
c. Melihat perilaku tertentu sebagai positif jika perilaku yang lain
ditafsirkan sebagai positif atau sebagai negatif jika perilaku yang lain
ditafsirkan secara negatif.

6. Stereotipe
Mengacu pada kecenderungan untuk mengembangkan dan
mempeftahankan persepsi yang tetap dan tidak berubah mengenai
sekelompok manusia dan menggunakan persepsi ini untuk mengevaluasi
anggota kelompok tersebut, dengan mengabaikan karateristik individual
yang ünik.
Bandung Haggai Seminary| 47
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Jalan pintas yang sering digunakan dalam persepsi adalah


stereotiping. Awal mulanya, stereotipe adalah istilah dalam bidang
percetakan yang mengaCU pada suatu pelat yang mencetak citra (gambar
atau tulisan) yang sama berulang-ulang. Stereotipe sosiologis atau
psikologis adalah citra yang melekat pada sekelompok orang. Masing-
masing individu mempunyai stereotipe atitudinal tentang kelompok
bangsa, kelompok agama, kelompok ras, atau barangkali tentang kaum
penjahat, kaum tuna susila, guru, atau tukang pipa.

Jika individu memiliki kesan melekat ini, maka seringkali, bila


berjumpa dengan salah seorang anggota kelompok tadi, melihat orang itu
terutama sebagai anggota kelompok tersebut. Sebagai permulaan, ini
mungkin memberikan orientasi yang membantu. Tetapi ini dapat
menimbulkan masalah bila kemudian menganggap semua karakteristik
yang melekat pada kelompok itu berlaku juga untuk orang itu tanpa
menyadari bahwa setiap orang adalah pribadi yang khas.

Misalnya, individu berjumpa dengan seorang tuna susila, maka ia akan


menganggap bahwa semua ciri yang dimiliki kelompok tuna susila
dimiliki pula oleh orang ini- Lebih rumit lagi, individu tersebut mungkin
melihat dalam perilaku orang ini, manifestasi dari berbagai karateristik
yang tidak akan dilihat kalau saja ia tidak tahu bahwa orang ini adalah
tuna susila. Strereotipe mendistorsi kemampuan seseorang untuk
memersepsikan orang lain secara akurat. Streotipe menghalangi individu
untuk melihat seseorang sebagai seseorang dan bukan sekadar sebagai
anggota suatu kelompok.

Stereotipe dapat menimbulkan dua hambatan utama.


Kecenderungan untuk mengelompokkan orang ke dalam kelas-kelas dan
bereaksi terhadap seseorang terutama sebagai anggota kelas-kelas ini
dapat membuat individu:
a. Memersepsikan seseorang seakan-akan memiliki kualitas-kualitas
tertentu (biasanya negatif) yang diyakini merupakan ciri kelompok di
mana ia menjadi anggotanya (misalnya, semua orang di bawah naungan
bintang Venus bersifat malas) dan karenanya tidak mempu mengenali
sifat multi aspek dari semua orang dan semua kelompok.
b. Mengabaikan ciri khas yang dimiliki seseorang dan karenanya tidak
mampu menarik manfaat dari kontribusi khusus yang dapat diberikan
setiap pihak dalam suatu perjumpaan.

Bandung Haggai Seminary| 48


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Pedoman Untuk Meningkatkan Akurasi Persepsi Individu


Selain menghindari hambatan-hambatan potensial dalam
berbagai proses persepsi yang dikemukakan sebelumnya dan menerapkan
ketiga strategi untuk mengurangi ketidakpastian, berikut ini disajikan
beberapa saran yang akan membantu meningkatkan akurasi persepsi
antarpribadi.

1. Carilah berbagai petunjuk yang menunjuk ke arah sama. Makin banyak


petunjuk perseptual yang menuju ke arah yang sama, makin besar
kemungkinan kesimpulan itu benar.
2. Berdasarkan pengamatan atas perilaku, rumuskanlah hipotesis. Ujilah
hipotesis ini terhadap informasi dan bukti-bukti tambahan; jangan
menarik kesimpulan yang nantinya masih akan dicoba untuk
dikonfirmasikan,

3. perhatikan, khususnya petunjuk-petunjuk yang kontradiktif, petunjuk


yang akan menolak hipotesis awal. Akan lebih mudah menerima petunjuk
yang mendukung hipotesis ketimbang menerima petunjuk yang
menentangnya.

4. Jangan menarik kesimpulan sampai ada kesempatan untuk memroses


beragam petunjuk.

5. Ingatlah bahwa betapapun banyaknya perilaku yang diamati dan


betapapun cermatnya seseorang meneliti perilaku ini, ia hanya dapat
menduga apa yang ada dalam benak orang lain. Motif, sikap, atau nilai
seseorang tidak terbuka bagi inspeksi pihak luar. individü hanya dapat
membuat asumsi berdasarkan perilaku yang tampak. Hindari membaca
pikiran orang lain Contoh: "Kamu melupakan hari ulang tahun saya
karena kamu tidak benar-benar mencintai saya.”

6. Jangan menganggap orang lain seperti diri sendiri, berpikir seperti dirinya
berpikir, atau bertindak seperti yang dilakukannya. Sadarilah keragaman
manusia.

7. Waspadalah terhadap 'bias' pribadi. Sebagai contoh, hanya menerima hal-


hal yang positif pada diri orang yang disukai dan hanya menerima hal-hal
yang negatif pada diri orang yang tidak disukai.

Bandung Haggai Seminary| 49


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

BAB V
KOMUNIKASI RUANG
Panggunaan ruang mengungkapkan diri individu sejelas dan
sepasti katakata dan kalimat. Pembicara yang berdiri dekat dengan
pendengarnya, dengan tangan berada di bahu pendengar dan matanya
menatap langsung ke pendengar, mengkomunikasikan sesuatu Yang
sangat berbeda dengan pembicara yang duduk mendekam di pojok
ruangan dengan tangan terlipat dan mata menatap lantai.

Jarak Spasial
Edward Hall (1959, 1966) membedakan empat macam jarak
yang menurutnya menggambarkan macam hubungan yang dibolehkan.
Masing-masing dari keempat jarak ini mempunyai fasa dekat dan fasa
jauh, dengan demikian ada delapan macam jarak yang dapat
diidentifikasikan.

1. Jarak Intim
Dalam jarak intim, mulai dari fasa dekat (bersentuhan) sampai ke fasa
jauh sekitar 15 sampai 45 cm. Dalam fasa ini kehadiran seseorang sangat
jelas. Masing-masing pihak dapat mendengar, mencium, dan merasakan
Bandung Haggai Seminary| 50
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

napas yang Iain. Fasa dekat digunakan bila sedang bercumbu dan
bergulat, untuk menenangkan atau melindungi.

Dalam fasa dekat otot-otot dan kulit berkomunikasi, sedangkan


verbalisasi aktual hanya sedikit saja perannya. Dalam fasa dekat ini
bahkan suara bisikan mempunyai efek memperbesar jarak psikologis
antara kedua orang yang terlibat.

Fasa jauh memungkinkan individu untuk saling menyentuh dengan


mengulurkan tangan. Jarak ini masih terlalu dekat sehingga dipandang
tidak patut di muka umum. Karena perasaan ketidakpatutan dan
ketidaknyamanan (setidak-tidaknya bagi orang Amerika), mata jarang
sekali saling menatap,

2. Jarak Pribadi (personal distance)


Tiap individu memiliki daerah Yang disebutjarak pribadi. Daerah ini
melindungi individu dari sentuhan orang Iain.

Dalam fasa dekat jarak pribadi ini (antara 45-75 cm). Dua orang dapat
saling menyentuh hanya jika keduanya mengulurkan tangan. Kemudian
seseorang dapat melindungi orang-orang tertentu-misalnya, kekasih.

Dalam fasa jauh (dari 75 cm — 120 cm), dua orang dapat saling
menyentuh hanya jika keduanya mengulurkan tangan. Fasa jauh ini
menggambarkan sejauh mana individu dapat secara fisik menjangkaukan
tangannya untuk meraih sesuatu. Jadi, fasa ini menentukan, dalam artian
tertentu, batas kendali fisik seseorang atas orang Iain. Dalam jarak ini
masih dapat melihat banyak detil dari seseorang — rambut yang beruban,
gigi yang kuning, pakaian yang kusut, dan sebagainya, tetapi tidak lagi
dapat mendeteksi hangat tubuh. Kadang-kadang masih dapat mencium
bau napas, tetapi pada jarak ini etiket mengharuskan untuk mengarahkan
napas ke bagian netral sehingga tidak mengganggu Iawan bicara. Bila
ruang pribadi diganggu, individu merasa sering tidak nyaman dan tegang.
Bila orang berdiri terlalu dekat, pembicaraan dapat terganggu, tidak
mantap, terguncang, dan terputus-putus. Kemungkinan sukar untuk
memelihara kontak mata dan Iebih sering menghindari tatapan langsung.
Ketidaknyamanan ini mungkin juga terungkap dalam bentuk gerakan
tubuh yang berlebihan. Pada saat yang Iain individu tidak keberatan
dengan invasi ke dalam ruang pribadi.

Sebagai contoh, bila orang Iain memasuki daerah pribadi dalam pesta
Bandung Haggai Seminary| 51
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

ramai, tidak ada perasaan tegang atau tidak nyaman. Begitu pula bila
yang orang disukai memasuki daerah pribadinya, ia tidak akan merasakan
ketidaknyamanan.

3. Jarak Sosial
Dalam jarak sosial, individu kehilangan detil visual yang ia peroleh
dalam jarak pribadi.

Fasa dekat (120-210 cm) adalah jarak yang digunakan bila melakukan
pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan-pertemuan yang bersifat
sosial.

Fasa jauh (210-360 cm) adalah jarak yang dipelihara bila seseorang
berkata, "Menjauhlah agar saya dapat memandangmu." Pada jarak ini,
transaksi bisnis mempunyai nada yang Iebih resmi. Di kantor pejabat-
pejabat tinggi mejameja ditempatkan sedemikian sehingga si
pejabat memastikan jarak ini bila sedang berunding dengan klien. Tidak
seperti jarak intim, dimana kontak mata terasa janggal, fasa jauh dari
jarak sosial membuat kontak mata sangat penting; jika tidak, komunikasi
akan hilang. Suara pada umumnya Iebih keras dari biasanya pada jarak
ini. Tetapi berteriak atau menaikkan suara, akan mempunyai efek
mengurangi jarak sosial ini ke jarak pribadi.

4. Jarak Publik
Pada fasa dekat dari jarak publik (dari 360-450 cm) orang terlindung oleh
jarak. Pada jarak ini seseorang dapat mengambil tindakan defensif bila
terancam. Dalam bis kota atau kereta, misalnya, individu mungkin
mengambil jarak ini dari orang yang sedang mabuk. Walaupun pada jarak
ini tidak dapat langsung mengamati secara detil wajah dan mata orang
itu, namun masih cukup dekat untuk melihat apa yang sedang
berlangsung.

Pada fasa jauh (75C) cm), individu melihat orang-orang tidak sebagai
individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan
yang lengkap Individu secara otomatis mengambil jarak sekitar 9 meter
dari seorang tokoh penting. Dan tampaknya ia melakukan ini terlepas dari
apakah tokoh itu dikawal atau tidak. Fasa jauh ini merupakan jarak yang
diambil seorang aktor untuk beraksi di panggung. Pada jarak ini, gerak-
gerik maupun suara harus sedikit berlebihan agar tenangkap secara detil.

Bandung Haggai Seminary| 52


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Ruang


Beberapa faktor mempunyai pengaruh atas cara individu
memanfaatkan ruang dalam komunikasi. Beberapa generalisasi
khususnya penting bagi komunikasi.

I. Status
Orang dengan status yang setara menjaga jarak yang lebih dekat di antara
mereka ketimbang orang dengan status yang berbeda. Bila status tidak
sama; orang dengan status yang lebih tinggi mungkin mendekati orang
yang berstatus lebih rendah lebih rapat ketimbang orang dengan status
lebih rendah mendekati orang yang berstatus lebih tinggi.

2. Kultur
Orang Amerika berdiri cukup jauh bila sedang bercakap-cakap,
setidaktidaknya jika dibandingkan dengan orang Eropa tertentu dan orang
Tmur Tengah. Orang Arab, misalnya, berdiri cukup dekat satu sama Iain
ketimbang orang Amerika. Orang Italia dan Spanyol mengambil jarak
yang relatif berdekatan bila berinteraksi ketimbang banyak orang Eropa
Utara.

3. Konteks
Umumnya, makin besar ruang fisik tempat individu berada, makin kecil
jarak antarpribadi. Jadi, misalnya, jarak antara dua orang yang
berbincang-bincang di jalan akan lebih kecil ketimbang di rumah. Jarak
ini akan lebih kecil di ruangan yang besar ketimbang di ruangan yang
kecil. Makin besar ruangan, makin merasa perlu saling mendekatkan diri
untuk membuat konteks komunikasi terkendali.

4. Masalah yang Dibahas


Saat membicarakan masalah pribadi atau sedang berbagi rahasia,
individu cenderung mengambil jarak yang dekat. Bila membicarakan hal-
hal Umum yang tidak pribadi, jarak yang diambil biasanya lebih besar.
Secara psikologis, tampaknya individu berusaha mencegah orang lain
ikut mendengarkan meskipun secara fisik tidak ada seorang pun yang
berada dalam jarak pendengaran. Individu mengambil jarak yang lebih
dekat jika sedang dipuji ketimbang jika sedang ditegur — barangkali
ingin menjaga jangan sampai pujian itu jatuh ke orang Iain! Dan
barangkali mencoba menjauhkan diri (secara fisik) dari teguran.

5. Usia dan Jenis Kelamin

Bandung Haggai Seminary| 53


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Wanita berdiri lebih berdekatan satu sama lain ketimbang pria. Pasangan
dari jenis kelamin yang berbeda berdiri berjauhan. Demikian pula, kultur
Amerika lebih memungkinkan kaum wanita saling menyentuh satu sama
lain ketimbang kaum pria dan pasangan pembicara-pendengar yang
berlainan jenis. Anakanak berdiri lebih berdekatan satu sama lain
ketimbang kaum dewasa. Ini menunjukkan bahwa menjaga jarak
merupakan perilaku yang dipelajari.

6. Evaluasi Posistif dan Negatif


Individu akan berdiri lebih berjauhan dari musuh ketimbang dari kawan,
dari tokoh yang berkuasa dan berstatus lebih tinggi ketimbang dari rekan
sejawat, dari penyandang cacat ketimbang yang bukan penyandang cacat,
dan dari orang yang berbeda bangsa ketimbang dari orang yang sebangsa.
Menjaga jarak yang lebih jauh antara dirinya dengan orang-orang yang
secara tidak sadar dinilai negatif oleh individu.

BAB VI SUARA

Suara dapat dibedakan atas lima dimensi: Volume, kecepatan (rate), nada,
artikulasi dan pengucapan, dan jenak (pause). Kemampuan komunikator
memainkan elemen-elemen ini akan memungkinkan ia mampu mengatur
suara sebaik mungkin.

Volume
Volume mengacu pada intensitas relaif suara. Kenyaringan (Ioudness), di
pihak Iain, mengacu pada persepsi terhadap intensitas relatif ini: apa
Yang didengar khalayak. Pada suara yang cukup terkontrol, volume
bervariasi menurut beberapa faktor-misalnya, jarak antara pembicara dan
pendengar, suara-suara Iain yang bersaing, dan penekanan yang
diberikan pembicara pada suatu pokok pembicaraan tertentu.
Masalah dengan volume mudah dikenali, meskipun individu sendiri sukar
menyadarinya. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah suara yang
terlalu rendah. Jika pendengar harus bersusah-payah untuk dapat
mendengar pembicara, mereka akan cepat Ielah. Sebaliknya jika suara
terlalu keras, pendengar akan merasa terganggu secara psikologis.
Masalah yang paling umum terjadi adalah kekurangan variasi. Masalah
yang berkaitan dengan ini adalah pola volume yang bervariasi menurut
Bandung Haggai Seminary| 54
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

suatu pola Yang mudah ditebak. Suara yang melemah pada setiap akhir
kalimat khususnya, sangat mengganggu. Awalnya pembicara
menggunakan volume Yang tepat, tetapi menurunkannya pada akhir
kalimat. Berhati-hatilah menjaga volume suara pada akhir kalimat ini.

Kecepatan
Kecepatan yang dimaksud di sini adalah kecepatan berbicara. Kecepatan
sekitar 140 sampai 160 kata per menit adalah umum untuk berbicara atau
membaca keras-keras. Masalah yang lazim dijumpai adalah kecepatan
yang telalu tinggi atau terlalu rendah, kurangnya variasi kecepatan atau
pola kecepatan yang mudah diduga. Berbicara terlalu cepat akan
menghalangi pendengar untuk mencerna apa Yang disampaikan.
Berbicara terlalu Iambat, akan membuat pikiran pendengar melantur ke
hal-hal yang tidak berkaitan dengan pembicaraan. Karenanya,
berbicaralah dengan tempo yang melibatkan pendengar dan
memungkinkan mereka merenungkan pembicaraan tanpa menjadi bosan.
Ubah-ubahlah kecepatan berbicara selama pembicaraan
berlangsung.
Variasi kecepatan mengundang perhatian pendengar pada butir-butir
tertentu dan mengurangi kebosanan. Menceritakan suasana di pabrik
perakitan yang monoton dan suram dengan suara yang cepat dan
bergelombang, atau menceritakan kehebatan suatu pertunjukkan sirkus
dengan kecepatan yang rendah, pastilah tidak efektif. Jika berminat dan
sadar akan apa yang disampaikan, maka variasi kecepatan bicara akan
mengalir secara wajar dan efektif.
pola kecepatan Yang terlalu mudah diduga berdampak sama buruknya
dengan berbicara tanpa variasi sama sekali. Ada pembicara yang memulai
kalimatnya dengan kecepatan normal tetapi kemudian mengakhiri
kalimat itu dengan terburu-buru. Jika khalayak secara sadar ataupun tidak
sadar telah memperkirakan pola kecepatan itu, berarti pembicara tersebut
tidak mengkomunikasikan gagasan melainkan hanya kata-kata yang telah
ia hafalkan.

Pitch (nada)
Pitch (nada) mengacu pada ketinggian atau kerendahan relatif suara
menurut yang dirasakan pendengar. Secara lebih teknis, nada suara
dihasilkan dari kecepatan vibrasi Pita suara. Jika Pita suara bergetar
(bervibrasi) secara cepat, pendengar merasa suara pembicara mempunyai
nada yang tinggi. Jika Pita suara bergetar Iambat, pendengar merasa
suara pembicara mempunyai nada rendah.
Perubahan nada seringkali mengisyaratkan perubahan makna. Oleh
karena itu pembicara perlu memperbaiki pola nada yang terlalu mudah
Bandung Haggai Seminary| 55
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

diduga atau monoton dengan latihan. Dengan latihan, perubahan nada


akan terjadi secara wajar sesuai dengan apa yang diucapkan. Karena
setiap kalimat berbeda dengan kalimat yang Iain, seharusnya ada variasi
normal-variasi yang terjadi bukan
menurUt pola Yangtelah ditentukan terlebih dahulu melainkan menurut
makna Yang ingin disampaikan kepada khalayak pendengar.

Artikulasi dan pengucapan


Artikulasi dan pengucapan adalah sama jika dilihat dari cara pembicara
menghasilkan suara dan kata-kata. Artikulasi mengacu pada gerakan-
gerakan organ bicara yang memodifikasi dan mengatur aliran udara dari
paru. Gerakan yang berbeda dari organ-organ bicara ini (misalnya: lidah,
bibir, gigi, langit-langit dan Pita suara) menghasilkan bunyi-bunyi yang
berbeda. Pengucapan (pronounciation) mengacu pada produksi (bunyi)
suku kata atau akta sesuai dengan standar yang telah diakui, seperti
standar yang digunakan oleh kamus yang baik.

Evaluasi
Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara, seseorang pada prinsipnya
harus memerhatikan lima faktor berikut:
1. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan
tepat?
2. Apakah pola-pola intonasi, naik turunnya suara serta
tekanan suku kata, memuaskan?
3. Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan
bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang
dipergunakan?
4. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan
urutan yang tepat?
5. Sejauh manakah 'kewajaran' atau 'kelancaran' ataupun 'ke-
native-speaker-an' yang tecermin bila seseorang berbicara?

Bandung Haggai Seminary| 56


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

BAB VII KOMUNIKASI PRIBADI

Pentingnya Komunikasi
Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup. Johnson
(1981) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh
komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup
manusia.

pertama, komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual


dan sosial. Perkembangan manusia sejak masa bayi sampai dewasa
mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan pada orang Iain.
Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan
ibu pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu
semakin luas dengan bertambahnya usia. Bersamaan dengan proses itu,
perkembangan intelektual dan sosial sangat ditentukan oleh kualitas
komunikasi individu dengan orang Iain.

Kedua, identitas atau jati diri terbentuk dalam dan Iewat komunikasi
dengan orang Iain. Selama berkomunikasi dengan orang Iain, secara
sadar maupun tidak sadar individu mengamati, memerhatikan dan
mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang Iain
Bandung Haggai Seminary| 57
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

terhadap dirinya. Individu menjadi tahu bagaimana pandangan orang Iain


itu tentang dirinya. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang Iain,
individu dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa dirinya
sebenarnya.

Ketiga, dalam rangka memahami realitas di sekelilingnya serta menguji


kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang dimiliki seseorang tentang
dunia di sekitarnya, maka perlu membandingkannya dengan kesan-kesan
dan pengertian orang Iain tentang realitas yang sama. Tentu saja,
pembandingan sosial (social comparison) semacam itu hanya dapat
dilakukan Iewat komunikasi dengan orang Iain.

Keempat, kesehatan mental individu sebagian besar juga ditentukan oleh


kualitas komunikasi atau hubungan antara dirinya dengan orang Iain,
Iebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan dalam
hidupnya. Bila hubungan individu dengan orang Iain diliputi berbagai
masalah, maka tentu ia akan menderita, merasa sedih, cemas, frustasi.
Bila kemudian individu menarik diri dan menghindar dari orang Iain,
maka rasa sepi dan terasing yang mungkin dialami pun tentu akan
menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau
batin, tapi bahkan mungkin juga penderitaan fisik.

Agar merasa bahagia, individu membutuhkan konfirmasi dari orang Iain,


yakni pengakuan berupa tanggapan dari orang Iain yang menunjukkan
bahwa dirinya normal, sehat dan berharga. Lawan dari konfirmasi adalah
diskonfirmasi, yakni penolakan dari orang Iain berupa tanggapan yang
menunjukkan bahwa dirinya abnormal, tidak sehat dan tidak berharga.
Semuanya itu hanya diperoleh Iewat komunikasi antarpribadi,
komunikasi dengan orang Iain.

Keterampilan Dasar Berkomunikasi


Agar mampu memulai, mengembangkan dan memelihara komunikasi yang
akrab, hangat, dan produktif dengan orang Iain, individu perlu memiliki
sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi.

Menurut Johnson (1981), beberapa keterampilan dasar yang dimaksud


adalah sebagai berikut:

l. Mampu saling memahami


Secara rinci, kemampuan ini mencakup beberapa subkemampuan, yaitu:
sikap percaya, pembukaan diri, keinsyafan diri dan penerimaan diri. Agar

Bandung Haggai Seminary| 58


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

dapat saling memahami, individu harus saling percaya. Sesudah saling


percaya, individu harus saling membuka diri, yakni saling
mengungkapkan tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi,
termasuk kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan oleh
lawan komunikasi. Membuka diri kepada orang Iain dan mendengarkan
dengan penuh perhatian ketika orang Iain sedang membuka diri
kepadanya adalah cara yang jitu untuk memulai dan memelihara
komunikasi.

2. Mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat dan


jelas Kemampuan ini juga harus disertai kemampuan menunjukkan Sikap
hangat dan rasa senang serta bahwa individu memahami lawan
komunikasinya. Dengan saling mengungkapkan pikiran, perasaan dan
saling mendengarkan, individu memulai, mengembangkan, dan
memelihara komunikasi dengan orang Iain.

3. Mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan atau


saling menolong
Individu harus mampu menanggapi keluhan orang Iain dengan cara-cara
Yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan
bersedia menolong sambil memberikan bimbingan dan contoh
seperlunya, agar orang tersebut mampu menemukan pemecahan-
pemecahan Yang konstruktif terhadap masalahnya.

4. Mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah


antarpribadi Iain yang mungkin muncul dalam berkomunikasi
dengan orang Iain melalui cara-cara yang konstruktif
Artinya, dengan cara-cara yang semakin mendekatkan individu dengan
lawan komunikasi dan menjadikan komunikasi itu semakin tumbuh dan
berkembang. Kemampuan ini sangat penting untuk mengembangkan dan
menjaga kelangsungan komunikasi.

Kesalahan-kesalahan Umum dalam Berkomunikasi


Beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan dalam komunikasi, yaitu:

1. Sebagai pengirim pesan


a. Cepat-cepat berbicara, tanpa menyusun pikiran terlebih dahulu.
b. Menjejalkan terlalu banyak gagasan dalam satu pesan, apalagi
kadangkadang gagasan-gagasan itu seringkali tidak saling berhubungan.

Bandung Haggai Seminary| 59


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

c. Atau sebaliknya, yaitu merumuskan pernyataan-pernyataan yang terlalu


pendek, sehingga tidak memuat cukup informasi dan pengulangan agar
mudah dipahami.
d. Mengabaikan jumlah informasi tentang pokok pesan yang sudah dimiliki
oleh penerima.
e. Tidak menyesuaikan rumusan pesan dengan sudut pandang penerima.

2. Sebagai penerima
a. Tidak menaruh perhatian kepada pengirim,
b. Sudah merumuskan jawaban sebelum mendengarkan semua yang hendak
dikatakan pengirim.
c. Cenderung mendengarkan detail-detail, seperti kata, informasi dan
sebagainya, bukan mendengarkan pesan secara keseluruhan.
d. Memberikan penilaian benar atau salah sebelum memahami sepenuhnya
pesan yang dikirimkan.

Ragam Seni Berbicara


Secara garis besar, berbicara (speaking) dapat dibagi atas:
1. Berbicara di muka umum pada masyarakat (publlic speaking) yang
mencakup empat jenis, yaitu:
a. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat memberitahukan atau
melaporkan; yang bersifat informatif (informatif speaking).
Hal ini dilakukan apabila seseorang ingin melaksanakan atau berkeinginan
untuk:
• Memberi atau menanamkan pengetahuan
• Menetapkan atau menentukan hubungan-hubungan antara benda-benda
• Menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses
• Menginterpretasikan atau menafsirkan sesuatu persetujuan ataupun
menguraikan sesuatu tulisan.

Situasi-situasi yang dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi informatif


ini, adalah:

Kuliah, ceramah
 Ceramah tentang perjalanan (guide)
 Pengumuman, pemberitahuan, maklumat

Bandung Haggai Seminary| 60


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Laporan
 Instruksi, pelajaran, pengajaran
 Pemberian suatu gambaran
 Pidato atau kata-kata pujian tentang seseorang yang telah meninggal
dunia
 Anekdot, Ielucon, lawak
 Ceritera, kisah, riwayat
Untuk merencanakan pembicaraan harus memperhatikan langkah-langkah
berikut:
 Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati
 Membatasi pokok pembicaraan
 Mengumpulkan bahan-bahan
 Selanjutnya menyusun bahan.
 Pendahuluan
 Isi
 Kesimpulan
b. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan
(fellowship speaking). Kesempatan-kesempatan bagi pembicaraan yang
bersifat kekeluargaan atau persahabatan antara Iain:
 Pidato sambutan selamat datang
 Pidato perpisahan
 Pidato penampilan, penyajian, perkenalan
 Pidato jawaban atau balasan
 Pidato atau sambutan dalam pembukaan sesuatu upacara, pemberian
ijazah, dll
 Pembicaraan sesudah makan
 Pidato atau sambutan saat memperingati hari ulang tahun, hari jadi
 Pidato atau sambutan penghiburan, pertunjukkan, dan Iain-Iain
 Pidato atau kata-kata pujian tentang seseorang Yang telah meninggal
dunia

c. Berbicara dalam situasi-situasi Yang bersifat membujuk, mengajak,


mendesak, meyakinkan (persuasive speaking). Schwab and Betty, agen
perwakilan New York yang terkenal, menyarankan ketujuh cara berikut
untuk memperoleh aksi melalui daya-penarik dasar, yaitu:
Ajukanlah suatu penawaran: tawarkanlah suatu "daya cantel, daya pikat";
Bandung Haggai Seminary| 61
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

tawarkanlah brosur, contoh, percobaan bebas premi (hadiah), harga


perdana, dan Iain-Iain.
Batasi waktu: batasi waktu buat penawaran, untuk memperlihatkan
kebonafid-an, untuk menunjukkan bahwa orang tersebut dapat dipercaya.
Persediaan terbatas: kalau pilihan atau persediaan hasil terbatas,
tekankanlah kenyataan ini.
Jaminan atau garansi: kalau hasil itu dijamin atau diberi garansi. Jelaskan
bahwa asuransi ini memberi jaminan atau sebab-sebab keterlambatan atau
kemacetan.
Harga meningkat terus: kalau harga akan dinaikan, tekankanlah
kenyataan itu, berikanlah waktu atau tanggal tertentu kalau mungkin
Penurunan harga: kalau memang demikian, katakanlah begitu, jelaskan
perlunya keinginan mengambil keuntungan atau manfaat dari situ segera.
Keuntungan atau kerugian: beri penekanan serta penjelasan, keuntungan-
keuntungan apa yang diperoleh para pendengar, segera kalau mereka
membeli barang tersebut, atau kerugian apa Yang diderita kalau mereka
tidak memilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
d. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan
tenang dan hati-hati (deliberative speaking). Maksud dari sebuah
perundingan adalah memutuskan sesuatu. Para partisipan berunding
secara hati-hati, berembuk membicarakannya sambil meminta nasihat,
serta mempertimbangkan fakta-fakta yang dikemukakan. Daya tarik lebih
bersifat intelektual ketimbang bersifat emosional, lebih cenderung untuk
meyakinkan ketimbang mendesak atau memaksa. Kepastian pendirian
bergerak maju dari penyediaan alasan-alasan yang cukup banyak menuju
ke akal pikiran.

Untuk meyakinkan seseorang, dituntut untuk mengerti beberapa hal, yaitu:


a. Kejelasan, kemurnian, kecerahan (clarity)
b. Ketertiban, kerapian, keteraturan (orderliness)
c. Fakta-fakta, bukti-bukti, petunjuk-petunjuk (evidence)
d. Alasan-alasan, bantahan-bantahan, pejelasan-penjelasan, argumen
argumen
e. Pikiran-pikiran atau pemikiran-pemikiran yang jujur dan terus terang
f. Demosthenes berkata: "Dari bunyinya dapat diketahui apakah sebuah
kapai retak atau tidak, begitu pula dari ujaran-ujarannya dapat dibuktikan
apakah seseorang itu bijaksana atau bodoh"

2. Berbicara pada konferensi yang meliputi:


a. Diskusi kelompok, yang dapat dibedakan atas:

Bandung Haggai Seminary| 62


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

• Tidak resmi (informal), dan masih dapat diperinci lagi atas:


1) kelompok studi (study groups)
2) kelompok pembuat kebijaksanaan (policy making groups)
3) komite
• Resmi (formal) yang mencakup pula:
1) konferensi
2) diskusi panel
3) simposium
b. Prosedur parlementer
c. Debat

Metode Penyampaian dan Penilaian Berbicara


Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar atau pemirsa,
ataupun waktu persiapan dapat menentukan metode penyajian; atau sang
pembicara sendiri dapat menentukan yang terbaik dari empat metode
yang mungkin dipilih, yaitu:

l. Penyampaian secara mendadak (impromptu delivery)


Seseorang yang tidak terdaftar untuk berbicara mungkin saja dipersilakan
berbicara dengan sedikit atau tanpa peringatan dan oleh karena itu
mungkin hanya mempunyai waktu untuk memilih ide pokok sebelum dia
harus mulai berbicara/berpidato secara mendadak. Dia harus
mempergunakan pengalamannya bagi perkembangan dan penyesuaian
yang perlu sebelum dia mulai melangkah maju. Semakin sederhana
dibuatnya, organisasinya semakin baik. Lelucon-lelucon atau insiden-
insiden dari pengalamannya biasanya akan merupakan bahan penunjang
yang terbaik.

2. Penyampaian tanpa persiapan


Pembicara yang ingin memanfaatkan keuntungan-keuntungan
penyesuaian maksimum pada kesempatan dan penyimak secara langsung
dapat mempersiapkan diri sepenuhnya sejauh waktu dan bahan
mengizinkan tetapi hendaknya dia tidaklah bergantung pada
penyampaian khusus ide-ide. Pembicara harus mengetahui ide utama dan
urutan yang mantap dari ideidenya, tetapi hendaknya dia memilih bahasa
yang tepat sebaik dia berbicara. pengulangan-pengulangan akan turut
mempermudah pilihan tersebut. Pada umumnya, kian sedikit catatan yang
dibuatnya kian baik, şebab catata-catatan itü turut menghambat penyajian
yang lancar dan semangat serta diselingi oleh transisİ-tranSİSİ yang
terjadi. Kalaupun catatan-catatan harus dipergunakan, haruslah dibatasi
Bandung Haggai Seminary| 63
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

pada hal-hal yang amat penting saja dan harus singkatsingkat, yang
ditulis pada kartu kecil.

3. Penyampaian dari naskah


Penyampaian dari naskah biasanya dilaksanakan pada saat-saat yang
amat penting dan kerapkali digunakan buat şiaran-siaran radio atau
televisi. Sang pembicara haruslah mampu memahami makna yang
dibacanya itü dan memelihara serta mempertahankan hubungan yang erat
dengan para pendengar. Dia seyogyanya memandang pendengarnya
sebanyak mungkin dan kepada naskahnya sesedikit mungkin. Dia harus
mampu menciptakan pikiran itü setiap kali dia menyajikannya kepada
pendengar, dengan penuh perhatian terhadap responsi para
pendengarnya.

4. Penyampaian dari ingatan


Keberhasilan berbicara yang penyampaiannya dari ingatan menuntut sang
pembicara menguasai bahan pembicaraannya selengkap mungkin
sehingga ia tidak menghadapi masalah dalam hal bahasa dan dapat
mencurahkan seluruh perhatian pada komunikasi langsung dari pikiran
dan perasaannya. Akan tetapj ingatannya pun harus juga mengijinkan
spontanitas yang serupa pada penyajian tanpa persiapan, lebih-lebih pada
hal-hal yang perlu disisipkan atau diinterpolasi kalau memang keadaan
menghendakinya.

BAB VIII
BERBICARA Dl MUKA UMUM

Kekhawatiran Pembicara
Salah satu masalah yang paling penting dalam pidato di depan
umum adalah kekhawatiran pembicara atau yang sering disebut dengan
Idemam panggung'• Untuk mengatasi kecemasan dalam berbicara di
depan umum, ada lima faktor yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Hal baru
Situasi yang sifatnya baru dan berbeda dapat membuat individu menjadi
Bandung Haggai Seminary| 64
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

gelisah. Jika sudah mengalami beberapa kali berbicara di depan umum,


maka kegelisahan semacam itu akan berkurang.

2. Status rendah
Jika pembicara merasa bahwa orang lain merupakan pembicara yang
lebih baik, maka kegelisahan biasanya akan meningkat. Dengan berpikir
lebih positif mengenai diri sendiri dan dengan persiapan yang matang
maka kegelisahan akan berkurang.

3. Kesadaran
Jika merasa menjadi pusat perhatian, seperti yang dialami jika berbicara
di depan umum, maka kegelisahan akan meningkat. Dengan menganggap
bahwa berbicara di depan umum itu sebagai layaknya orang mengobrol
saja maka perasaan ini akan membantu mengurangi kegelisahan tersebut.
Jika individu dengan bebas dapat berbicara di kelompok kecil, maka
anggap saja bahwa khayalak yang dihadapi adalah kelompok kecil yang
diperbesar.

4. Perbedaan
Jika merasa bahwa khayalak yang dihadapi memiliki sedikit persamaan
dengan pembicara, maka kegelisahan akan meningkat. Oleh karena itu,
tekankanlah persamaan antara diri pembicara dengan khayalak yang
dihadapi saat merencanakan pembicaraan, termasuk juga ketika berbicara
di hadapan mereka.

5. Pengalaman yang Ialu


Jika pernah mempunyai pengalaman 8demam panggung', maka ada
kecenderungan timbul kegelisahan yang meningkat jika harus berbicara
di depan umum. Pengalaman yang positif dalam berbicara di depan
umum akan dapat mengurangi kegelisahan.
Berikut ini ada beberapa saran tambahan yang terbukti telah
mampu mengatasi dan mengendalikan 'demam panggung' yang dialami
pembicara, yaitu:

1. Persiapan dan latihan


Persiapan yang kurang matang-tidak melakukan pengecekan materi, atau
tidak cukup melakukan penelitian, atau terlalu mengkhawatirkan
pertanyaan yang sukar dijawab. akan menambah kegelisahan pada diri
pembicara. Umumnya ketakutan yang dikhawatirkan adalah ketakutan
untuk mengalami kegagalan. Persiapan yang baik akan mengurangi
kemungkinan terjadinya kegagalan dan 'demam panggung'. Kenalilah
Bandung Haggai Seminary| 65
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

dengan seksama konteks materi yang akan dibawakan. Cobalah, misalnya


saja dengan latihan berbicara di ruangan yang akan dipakai sebagai
tempat berpidato. Atau, berdirilah di depan ruangan tersebut sebelum
presentasi yang sebenarnya dimulai, seolah-olah sedang berbicara di
tempat itu.

2. Mencari pengalaman
Pengalaman akan membantu pembicara mengurangi penyakit 'demam
panggungnya'. Dengan pengalaman itu individu dapat berkesimpulan
bahwa berbicara di depan umum dapat berhasil meskipun didahului
dengan kekhawatiran dan ketakutan. Pengalaman juga akan memberikan
kepercayaan diri dan individu akan beranggapan bahwa berbicara di
depan umum itu sangat menyenangkan dan menarik. Situasi seperti ini
juga dialami ketika seseorang belajar mengendarai mobil, bermain ski.
Pada mulanya ada rasa kekhawatiran, akan tetapi sesudah mereka mampu
mengendalikannya, maka akan merasakan kenyamanan tersendiri dan
menyukainya.

3. Pandanglah 'demam panggung' secara wajar


Pertahankan suatu harapan yang realistis bagi diri sendiri maupun bagi
khalayak pendengar. Tidak perlu harus menjadi yang terbaik, atau sebaik
orang yang duduk di hadapannya. Individu harus melakukan yang terbaik
sesuai kemampuannya, apapun kemampuan itu. Bersainglah
dengan diri sendiri. Pembicaraan yang kedua tidak harus lebih baik
daripada pembicaraan yang terdahulu, tetapi harus lebih baik dari
pembicaraan yang pertama. Pendengar tidak mengharapkan
kesempurnaan. Para khalayak pendengar tidak berada di sana untuk
mematahkan semangat tetapi untuk membantu agar menjadi
pembicara yang semakin efektif, seperti halnya individu berada di sana
untuk membantu mereka yang sedang menjadi pembicara di depan
umum. Penelitian yang mutakhir menyimpulkan bahwa kekhawatiran
akan meningkat apabila seseorang merasa bahwa harapan para khalayak
pendengar sangat tinggi dan akan menurun apabila ia menganggap bahwa
harapan mereka tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, pandanglah
kekhawatiran itu secara wajar. Kekhawatiran itu justru merupakan
pendorong untuk melakukan persiapan yang matang dan melakukan
penelitian secukupnya.

4. Lakukan kegiatan fisik dan tarik napas


Kegelisahan biasanya menurun dengan dilakukannya aktivitas fisik,
dengan menggerakkan badan, termasuk gerakan-gerakan kecil pada

Bandung Haggai Seminary| 66


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

tangan, muka dan kepala. Jika mengalami kegelisahan, maka sebaiknya


melakukan kegiatan tulis-menulis di papan atau melakukan demonstrasi
yang memerlukan gerakan fisik. Juga dapat menggunakan penyajian
visual: memanipulasi alat bantu atau menunjukkan beberapa slide,
sehingga kelebihan tenaga yang ada pada diri dapat disalurkan.
Bagaimanapun juga, jangan berjalan kian ke mari sekadar hanya berjalan,
dan jangan menggunakan alat bantu visual hanya sekedar agar bisa
bergerak. Integrasikan semua kegiatan yang dilakukan dengan isi
pembicaraan. Tariklah napas dalam-dalam agar rileks. Dengan menarik
napas dalam-dalam selama beberapa saat sebelum berbicara akan
membuat badan lebih rileks. Hal ini dapat membantu mengurangi rasa
kekhawatiran yang muncul pada awalnya. Jika merasa gelisah selama
pembicaraan berlangsung, tariklah kembali napas untuk mengatur
pembicaraan berikutnya.

Gerakan Tubuh
Tubuh adalah alat yang sangat ampuh dalam pembicaraan.
Individu berbicara dengan tubuh selain dengan mulut. Efek total dari
pembicaraan bergantung bukan hanya pada apa yang dikatakan,
melainkan juga pada bagaimana menyampaikannya. Dampak ini
bergantung pada gerakan-gerakan tubuh dan anggota tubuh, serta
ekspresi wajah selain juga pada kata-kata yang digunakan.

Lima aspek gerakan tubuh yang khususnya penting dalam


pembicaraan di muka umum adalah kontak mata, ekspresi wajah, postur
(posture), gestur (gesture), dan gerakan (movement).

Kontak Mata
Hindarilah masalah utama yang menyangkut kontak mata: tidak
cukup kontak mata dan kontak mata tidak tersebar merata di seluruh
khalayak.
Pembicara yang tidak memelihara kontak mata secara memadai akan
terasa jauh, tidak berperhatian, dan kurang dipercaya dibandingkan
dengan pembicara yang menatap langsung kepada khalayak. Dan, tentu
saja, tanpa kontak mata, pembicara tidak akan bisa menyadari umpan
balik yang sangat penting dari khalayak.

Peliharalah kontak mata dengan khalayak. Libatkanlah semua


pendengar dalam transaksi pembicaraan di muka umum.
Berkomunikasilah secara merata dengan khalayak di sebelah kiri dan di
sebelah kanan, di bagian belakang dan di bagian depan.

Bandung Haggai Seminary| 67


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Ekspresi Wajah
Ekspresi wajah terutama penting dalam mengkomunikasikan
emosi. Jika merasa mempunyai komitmen dan yakin akan tesis yang
dibawakan, akan lebih memungkinkan untuk menyajikan maksud-
maksud secara baik dan efektif. Tetapi kegugupan dan kegelisahan, dapat
mencegah pembicara untuk bersikap santai sehingga emosi pembicara
dapat mengalir dengan wajar. Namun demikian, dengan berjalannya
waktu dan dengan banyak berlatih, akan dapat bersikap santai, dan emosi
yang dirasakan akan mengalir secara wajar dan otomatis.

Postur (posture)
Saat menyampaikan pembicaraan, berdirilah tegak tetapi tidak
kaku. Cobalah mengkomunikasikan penguasaan akan situasi tanpa
mengkomunikasikan kegugupan yang barangkali dirasakan. Hindarilah
kesalahan-kesalahan postur yang umum. Jangan memasukkan tangan ke
dalam saku. Jangan bersandar di meja, podium, atau papan tulis. Dengan
latihan akan merasa lebih tenang dan nyaman dan akan
mengkomunikasikan hal ini melalui cara berdiri di depan khalayak.

Gestur (gesture)
Gestur akan membantu mengilustrasikan pesan-pesan verbal pembicara.
Dan pembicara melakukan hal ini secara otomatis dalam setiap
percakapan.
Misalnya, bila mengatakan "kemarilah," dengan menggerakkan
pendengar ke arah pembicara dengan tangan, kepala dan mungkin dengan
keseluruhan tubuhnya.

Gerakan tubuh yang efektif adalah yang spontan dan wajar


sebagai pembicara, bagi khalayak, dan bagi pembicaraan tersebut.
Lakukan gerakan tubuh yang wajar tanpa dibuat-buat atau diatur.

Gerakan (movement)
Gerakan di sini diartikan sebagai gerakan tubuh yang sifatnya
besar. Akan membantu untuk sedikit berpindah-pindah. Ini membuat
pembicara dan khalayak lebih terjaga. Apabila berbicara di belakang
mimbar, dapat memberikan kesan gerakan-gerakan seperti: melangkah
maju dan mundur atau mencodongkan tubuh bagian atas sehingga terlihat
seperti berpindah-pindah tempat.

Hindarilah kesalahan-kesalahan seperti berikut: terlalu sedikit


bergerak, atau gerakan yang terlalu berpola.
Bandung Haggai Seminary| 68
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Pembicara yang kurang banyak bergerak seringkali kelihatan


seakan-akan takut kepada khalayak atau terlalu jauh untuk dapat
melibatkan mereka secara penuh. Dengan gerakan yang berlebihan,
khalayak mulai lebih memerhatikan gerakan itu sendiri, bertanya-tanya
ke mana Iagi pembicara akan beranjak selanjutnya. Dengan gerakan yang
terlalu terpola, khalayak dapat menjadi bosan. Ritme yang terlalu ajeg
dan dapat diduga dan cepat membuat lelah.

Gunakanlah gerakan-gerakan yang mencolok untuk menekankan transisi


dan untuk menekankan dikemukakannya hal yang baru dan penting. Jadi,
bila melakukan suatu transisi, pembicara dapat melangkah maju untuk
mengisyaratkan disampaikannya asumsi yang penting, bukti tertentu, atau
argumen tertentu.
BAB IX KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang dilakukan oleh
seseorang denga orang lain yang memiliki budaya yang berbeda,

Agar komunikator dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang dari


budaya yang berbeda, harus lebih dahulu mengenali hambatan-hambatan
komunikasi antarbudaya, yaitu:

1. Mengabaikan perbedaan antara komunikator dan kelompok yang


secara kultural berbeda
Adanya anggapan bahwa yang ada hanya kesamaan dan bukan
perbedaan. İni terutama terjadi dalam hal nilai, sikap, dan kepercayaan.
individü cenderung dapat dengan mudah mengakui dan menerima
perbedaan gaya rambut, cara berpakaian, dan makanan. Tetapi, dalam hal
nilai-nilai dan kepercayaan dasar, menganggap bahwa pada dasarnya
manusia itü sama, tidaklah demikian adanya.

2. Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda


Dalam setiap kelompok kultural terdapat perbedaan yang beşar dan
penting.

3. Mengabaikan perbedaan dalam makna (arti)


Makna tidak terletak pada kata-kata yang digunakan melainkan pada
orang yang menggunakan kata-kata itu. Diperlukan kepekaan terhadap
prinsip ini dalam komunikasi antarbudaya_ Lihatlah, misalnya,
perbedaan makna kata Uagama" bagi seorang penganut agama İslam dan
Atheis, atau kata "makan malam" bagi seorang petani miskin dan bagi
seorang eksekutif puncak sebuah perusahaan besar. Jadi, meskipun kata
Bandung Haggai Seminary| 69
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

yang digunakan sama, makna konotatifnya akan sangat berbeda,


bergantung pada definisi kultural pendengar.

4. Melanggar adat kebiasaan kultural


Setiap kultur mempunyai aturan komunikasi sendiri-sendiri. Aturan ini
menetapkan mana yang patut dan mana yang tidak patut. Pada beberapa
kultur, orang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari kontak mata
langsung dengan lawan bicaranya. Dalam kultur yang lain, penghindaran
kontak mata seperti ini dianggap mengisyaratkan ketiadaan minat.

5. Menilai perbedaan secara negatif


Meskipun menyadari adanya perbedaan di antara kultur-kultur, individü
tetap tidak boleh menilai perbedaan ini sebagai hal yang negatif. Ambil
contoh, misalnya, meludah. Dalam kebanyakan kultur Barat, meludah
dianggap sebagai tanda penghinaan dan ketidaksenangan (begitu pula di
Indonesia), yang tidak boleh dilakukan di depan umum.

6. Kejutan budaya
Kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang
karena berada di tengah suatu kultur yang sangat berbeda dengan
kulturnya sendiri, Kejutan budaya itü normal. Kebanyakan orang
mengalaminya bila memasuki kultur yang baru dan berbeda. Namun
demikian keadaan ini tidak menyenangkan dan menimbulkan frustasi.
Sebagian kejutan ini timbul karena perasaan terasing, menonjol, dan
berbeda dari yang lain. Bila pembicara tidak mengenal adat kebiasaan
yang baru, maka tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

Pintu Masuk Komunikasi Antarbudaya


Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, ada beberapa saran dan langkah
yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Sadarilah perbedaan antara komunikator dan komunikan yang kulturnya
berbeda. Bila ragu, bertanyalah, jangan mengasumsikan kesamaan.
Tetapi, pada waktu yang sama, sadarilah pula manfaat mencari kesamaan
dan menekankannya pada saat berkomunikasi.
2. Sadarilah bahwa perbedaan selalu ada dalam kelompok manapun. Jangan
bersikap stereotipe, terlalu menggeneralisasi, atau mengasumsikan bahwa
perbedaan dalam satu kelompok tidak penting.
3. Ingatlah bahwa makna melekat pada orangnya dan bukan pada kata-kata
atau gerak-gerik. Periksalah makna yang diberikan kepada lawan bicara.

Bandung Haggai Seminary| 70


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Pastikanlah bahwa setiap kesamaan atau perbedaan dalam makna yang


diasumsikan memang benar-benar ada.
4. Ingatlah akan adat kebiasaan budaya yang berlaku dalam sembarang
konteks komunikasi antarbudaya. Pekalah terhadap adat kebiasaan yang
diikuti lawan bicara. Hati-hatilah jangan sampai menganggap bahwa
adat/budaya individulah yang paling benar. Bila ragu, bertanyalah.
5. Hindari evaluasi negatif terhadap perbedaan kultur, baik secara verbal
maupun nonverbal. Pandanglah adat kebiasaan budaya (kultur pribadi
maupun kultur pihak lain) sebagai bersifat arbritrer dan menyenangkan,
bukan sebagai sesuatu yang natural dan logis.
6. Hindarilah kejutan budaya dengan memelajari sebanyak mungkin kultur
yang akan dimasuki. Bacalah, berbicaralah, dengan penduduk asli dan
mereka yang mempunyai pengalaman, atau saksikanlah film yang
berkaitan dengan budaya tersebut misalnya.
Untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, dapat lebih diperkuat
(umumnya) dengan memanfaatkan karateristik-karateristik yang
menandai interaksi antarpribadi yang efektif, dengan cara:
1. Keterbukaan
Bersikaplah terbuka terhadap perbedaan yang ada di antara orang-orang.
Terutama bersikaplah terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan, dan
sikap, selain juga terhadap perilaku.
2. Empati
Tempatkanlah diri sendiri pada posisi lawan bicara yang berasal dari kultur
yang berbeda. Cobalah melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda
dan biarkanlah lawan bicara tahu bahwa individu dapat merasakan apa
yang mereka rasakan.
3. Sikap mendukung
Deskriptif, jangan evaluatif; spontan, jangan strategik; provisional, jangan
memastikan.
4. Sikap positif

Komunikasikan sikap positif. Sikap ini khususnya penting dalam situasi


antarbudaya karena ada begitu banyak hal yang tidak dikenal atau
diketahui. Sebagai akibatnya, individu tidak mampu memerkirakan apa
yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Karenanya, buatlah lawan
bicara merasa nyaman dengan mengkomunikasikan sikap yang positif.
5. Kesetaraan
Warganegara dari negara-negara maju (khususnya Amerika) mempunyai
reputasi sebagai orang yang merasa diri lebih unggul. Hilangkanlah
reputasi ini dengan selalu bersikap bahwa individu berkomunikasi dengan
pihak yang setara.

Bandung Haggai Seminary| 71


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

6. Percaya diri
Keterampilan yang penting dałam komunikasi antarbudaya adalah
mentoleransi ambiguitas, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap
situasi yang belum pernah dialami. Tentu saja, hindarilah sikap
menyombongkan diri.
7. Kedekatan
Komunikasikanlah rasa kebersamaan untuk mengatasi adanya perbedaan
budaya.
8. Manajemen interaksi
Bersikap sensitiflah dałam cara mengambil alih pembicaraan. Banyak
orang Amerika, terutama mereka yang berasal dari kota-kota besar,
mempunyai kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Beberapa
kultur menganggap ini tidak sopan, namun kultur lain memandang ini
sebagai pertanda interaksi yang menyenangkan.
9. Daya ekspresi
Biarkalah lawan bicara mengetahui bahwa komunikator menikmati
interaksi inie Tersenyumlah!
10. Berorientasi kepada pihak lain
Jangan memonopoli percakapan dengan hanya membicarakan diri
sendiri, memilihkan topik pembicaraan, atau hanya membicarakan
pengalaman sendiri. Sebaliknya, arahkan percakapan kepada lawan
bicara.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
A.G. Mears. The Handbook of Public Speaking. Tt. Milestone, 2009.
Edi Santoso dan Mite Setiansah. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010.
Devito, A. Joseph. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Proffesional Books,
1997.
King, Larry. Seni Berbicara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Lukiati Komala. 11mu Komunikasi. Tt.: Widys, 2009.
Middleton, Julia. Konsultasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Morissan dan Andy Corry Wardhany, Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009.

Bandung Haggai Seminary| 72


Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Mulyana, Deddy & Rakhmat, Jalaluddin. Komunikasi Antarbudaya.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
Robinson, Colin. Baqaimana Memenanqkan Neqosiasi. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1993.
Supratiknya, A. Komunikasi Antarpribadi: Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius, 2000.
Stemerding, A.H.S. Teknik Rapat dan Diskusi Kelompok. Jakarta: balai
Aksara, 1985.
Tarigan, Guntur Henry. Berbicara: Sebaqai Suatu Ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa, 1998.
Wright, Norman. Communication at Work. Jakarta: Yayasan Pekabaran
Injil, 2002.
Chandra, Robby l. Teologi dan Komunikasi. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press. 1996.
Cobb, Nancy dan Connie Grigsby. Baqaimana Membuat Suami Anda Mau
Mendenqar. Jakarta Barat: Penerbit Adonai, t.th.
Downing, Karla. 10 Prinsip Penyelamat Pernikahan yanq Tidak Bahagia
Bagi Wanita. Jakarta: Metanoia Publishing, 2005.
Effendy, Onong Uchjana. 11mu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2017.
Maryani, Eni. Media dan Perubahan Sosial. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
2011.
Mulyana, Deddy. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Nick and Nancy Stinnett, Joe and Alice Beam. Fantastic Families (Keluarga
yang Kokoh dan Bahagia). Batam: Interaksara, t.th
Nurudin. Tuhan Baru Masvarakat Cyber di era diqital. Yogyakarta: Aditya
Media Publishing. 2012.
Sidjabat, B. S. Mengaiar Secara Profesional, Cetakan Keempat Edisi Revisi.
Bandung: Kalam Hidup, 2011
Membesarkan Anak dengan Kreatif: Panduan Menanamkan iman &
Karakter kepada Anak Seiak Dini. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit
ANDI,
2012.
Susilo, Vivian A. Bimbinqan Pranikah: Buku Keria Pasanqan Pranikah,
Edisi 2. Malang: Literatur SAAT, 2010.
Wright, H. Norman. Komunikasi: Kunci Pernikah Bahagia. Yogjakarta:
Penerbit Yayasan Gloria, 1996. Kepustakaan
Devito, A. Joseph. Komunikasi Antarmanusia, Jakarta: Proffesional Books,
1997.
King, Larry. Seni Berbicara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995
Bandung Haggai Seminary| 73
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Middleton, Julia. Konsultasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997


Mulyana, Deddy & Rakhmat, Jalaluddin. Komunikasi Antarbudava.
Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1996
Supratiknya, A. Komunikasi Antarpribadi: Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius, 2000
Stemerding, A.H.S. Teknik Rapat dan Diskusi Kelompok. Jakarta: balai
Aksara,
1985
Tarigan, Guntur Henry. Berbicara: Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa, 1998
Wright, Norman. Communication at Work. Jakarta: Yayasan Pekabaran
Injil,
2002
Chandra, Robby I. Teoloqi dan Komunikasi. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press. 1996.
Cobb, Nancy dan Connie Grigsby. Baqaimana Membuat Suami Anda Mau
Mendenqar. Jakarta Barat: Penerbit Adonai, t.th.
Downing, Karla. 10 Prinsip Penyelamat Pernikahan vanq Tidak Bahaqia
Baqi Wanita. Jakarta: Metanoia Publishing, 2005.
Effendy, Onong Uchjana. limu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
PT.
Remaja Rosdakarya Offset, 2017.
Maryani, Eni. Media dan Perubahan Sosial. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
2011. Mulyana, Deddy. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,
2011.
Nick and Nancy Stinnett, Joe and Alice Beam. Fantastic Families (Keluarga
yang Kokoh dan Bahagia). Batam: Interaksara, t.th.
Nurudin. Tuhan Baru Masyarakat Cyber di era diqital. Yogyakarta: Aditya
Media P ublishing. 2012.
Sidjabat. B. S. Menqaiar Secara Profesional, Cetakan Keempat Edisi Revisi.
Bandung: Kalam Hidup, 2011.
Membesarkan Anak dengan Kreatif: Panduan Menanamkan iman &
Karakter kepada Anak Seiak Dini. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit
ANDI,
2012.
Susilo, Vivian A. Bimbinqan pranikah: Buku Keria Pasanqan Pranikah,
Edisi 2.
Malang: Literatur SAAT, 2010.
Wright, H. Norman. Komunikasi: Kunci Pernikah Bahagia. Yogjakarta:
Bandung Haggai Seminary| 74
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

Penerbit Yayasan Gloria, 1996. 

SYLABUS
KOMUNIKASI 2 SKS
Deskripsi
Mata kuliah komunikasi menjelaskan dan menguraikan tentang Ilmu
komunikasi yang meliputi tentang tujuan komunikasi, fungsi komunikasi,
proses komunikasi, pentingnya komunikasi, serta bagaimana
berkomunikasi baik antarpribadi, antarkelompok maupun antarbudaya.
Tujuan
Dengan mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkankan untuk
Bandung Haggai Seminary| 75
Kepemimpinan dan Komunikasi | Dr. Markus Suwandi, M.Th

mengerti, memahami, dan mempraktekan komunikasi yang baik di dalam


kehidupan sosial, pendidikan, serta di dalam dunia pelayanan.
Materi Kuliah
1.Definisi Komunikasi
2.Tujuan Komunikasi
3.Proses Komunikasi
4.Hambatan dalam Komunikasi
5.Pandangan gereja mengenai komunikasi
6.Feed Back dalam Komunikasi
7.Bentuk-bentuk Komunikasi
8.Komunikasi Ruang
9.Suara
10.Komunikasi Pribadi
11.Berbicara di Muka IJmum
12. Komunikasi Antarbudaya
Penilaian: UTS :
UAS: 30%
Tugas : 40%
Tugas
Setiap mahasiswa diwajibkan untuk membuat ringkasan dari salah satu
buku yang terdapat di dalam kepustakaan, 8-10 hlm kuarto.

Bandung Haggai Seminary| 76

Anda mungkin juga menyukai