Dalam perhitungan PPh Pasal 23, ada beberapa komponen yang
harus diperhatikan, salah satunya jenis objek pajaknya agar perhitungannya benar.
Mengingat dari masing-masing objek pajak PPh 23 ini
dikenakan besar tarif yang berbeda-beda sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
PPh 23 ini dikenakan pada wajib pajak orang pribadi maupun
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Sedangkan pihak yang bisa memotong PPh Pasal 23 adalah
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, BUT, Orang Pribadi dan penyelenggara kegiatan, dan perwakilan perusahaan luar negeri yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak (DJP).
Sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, wajib membuat
bukti potong dan melaporkan SPT Masa PPh 23 melalui e- Bupot Unifikasi Ketentuan Penyetoran dan Pemotongan PPh 23
Penyetoran pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang
tercantum pada peraturan perundang-undangan perpajakan didasarkan saat terutang pajak.
Saat terutang sebagaimana diatur dalam pasal 15 (3) Peraturan
Pemerintah (PP) 94/2010 di antaranya:
Royalti jasa teknik dan sebagainya: saat terutangnya pada
akhir bulan dibayarkan penghasilan. Dividen: saat terutangnya pada akhir bulan disediakan untuk dibayarkannya penghasilan tersebut Bunga atau sewa: saat terutangnya pada akhir bulan jatuh tempo pembayaran penghasilan yang bersangkutan
Dari ketiga kondisi saat terutang tersebut, tergantung peristiwa
mana yang terjadi lebih dahulu.
Sebab dalam pemotongan pajak PPh Pasal 23 itu prinsipnya
mana yang terjadi lebih dahulu.
Berikut ini beberapa pertanyaan yang biasa ditanyakan saat
mengelola pemotongan pajak penghasilan pasal 23: Apa yang dimaksud istilah dibayarkan?
Istilah tersebut mengacu pada cash basis. Dalam
pengertiannya cash basis adalah perbuatan memberikan uang. Selesai jasanya, lalu diberikan uang.
Apa yang dimaksud istilah disediakan untuk dibayarkan?
Misalnya perusahaan yang non go public ketika dia
membukukan sebagai utang yang akan dibayarkan pada saat pembagian dividen atau saat RUPS , maka perusahaan itu sudah menyediakan untuk dibayarkan.
Telah jatuh tempo pembayaran artinya saat kewajiban untuk
melakukan pembayaran, yang didasarkan atas kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian.
Contoh jika sebuah kontrak jatuh tempo pada 30 Mei, maka itu yang menjadi patokannya.
Kapan saat penyetoran pajaknya?
PPh Pasal 23 paling lama disetorkan tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir. Misalnya 10 November 2022, maka paling lambat disetorkan pada 10 Desember 2022.
Kapan pelaporannya?
Ini wajib dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
Misalnya 10 November 2022, maka paling lambat PPh 23
disetorkan pada 10 Desember 2022 dan dilaporkan paling lambat 20 Desember 2022.
Rumus dan Contoh Soal Perhitungan PPh 23
Rumus PPh 23 = Tarif Pajak PPh Pasal 23 x Jumlah Bruto
Tarif PPh 23 dibedakan berdasarkan objek yang dikenakan
pajaknya.
Berikut contoh soal perhitungan PPh Pasal 23 sesuai jenis objek
pajaknya: A. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 atas Sewa
Wajib pajak diharuskan membayar PPh sebesar 2% dari jumlah
bruto atas sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan harta.
Perlu diketahui, sewa dan penghasilan lain yang berasal dari
penggunaan tanah dan bangunan dikecualikan dari pajak ini, yang dasar hukumnya dapat kita temukan pada pasal 4 ayat (2) bagian d.
Contoh soal;
PT TAMBORA menyewa alat berat dari CV MALASE
dengan biaya sewa sebesar Rp50.000.000.
Berapa besar PPh Pasal 23 atas sewa yang harus dipotong PT
TAMBORA sebagai pemberi penghasilan atas sewa dari CV MALASE ?
Tarif PPh Pasal 23 atas sewa = 2%
Biaya sewa alat berat = Rp50.000.000 Besar pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa: = 2% x Rp50.000.000 = Rp1.000.000 Jadi, CV MALASE hanya akan menerima pembayaran sewa dari PT TAMBORA seteah dipotong pajak PPh 23 sebesar Rp50.000.000 – Rp1.000.000 = Rp49.000.000 B. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 atas Dividen
Tarif PPh Pasal 23 atas dividen sebesar 15% dari jumlah bruto.
Tarif ini juga diberlakukan pada penghasilan atas bunga,
royalti, hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain yang belum dipotong oleh PPh Pasal 21.
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36 Tahun 2008 tentang PPh, dividen
yang dimaksud termasuk dividen yang diterima oleh pemegang polis asuransi serta pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Sedangkan bunga adalah diskonto, premium, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang. Sementara yang dimaksud dengan royalti adalah imbalan atas penggunaan hak.
Contoh soal;
Pak Malik menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar
Rp10.000.000. Berapa besar pemotongan PPh Pasal 23 atas royalti yang diberikan pada Pak Malik?
Jumlah PPh yang harus dibayarkan adalah: 15% x
Rp10.000.000 = Rp1.500.000.
Tarif PPh Pasal 23 atas royalti = 15%
Besar royalti = Rp10.000.000 Besar pemotong PPh Pasal 23 atas royalti: = 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000 Jadi, besar pemotongan PPh 23 atas royalti yang diterima Pak Ke Rp1.5000.000.
C. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 atas Jasa Perancang
Jasa perancang merupakan jenis jasa lain yang dikenakan PPh
Pasal 23 dengan tarif sebesar 2% dari jumlah bruto.
Contoh soal;
Tuan Adi menerima jasa merancang busana dengan jumlah
bruto Rp15.000.000. Berapa jumlah PPh yang harus dibayarkan Tuan A?
Tarif Pasal 23 atas jasa = 2%
Jumlah bruto jasa merancang busana = Rp15.000.000 Besar pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa: = 2% x Rp15.000.000 = Rp300.000 Jadi, Tuan Adi sebagai pihak yang menerima penghasilan atas jasa meranca harus membayar atau dipotong PPh Pasal 23 atas jasa sebesar Rp300.000. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 jika Tidak Memiliki NPWP
Jika wajib pajak yang menerima penghasilan dikenakan PPh 23
tidak memiliki NPWP, maka akan dikenakan tarif pajak sebesar dua kali lipat dari tarif normalnya.
Contoh soal;
Jika jumlah PPh yang harus dibayar oleh seorang WP pemilik
NPWP sebesar Rp1.000.000, maka PPh yang harus dibayar oleh WP yang tidak punya NPWP adalah Rp1.000.000 +(100% x Rp1.000.000) = Rp2.000.000 Pemotongan PPh 23 Harus Membuat Bukti Potong, Setor dan Lapor Pajaknya
Sebagai pemotong pajak PPh 23, wajib membuat bukti
pemotongannya serta menyetorkan dan melaporkan SPT pajaknya.
Pembuatan bukti potong dan pelaporan Surat Pemberitahuan
pajak penghasilan pasal 23 dilakukan secara online melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.
Berikut langkah-langkah cara membuat bukti potong dan
pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23:
Berikut Cara Membuat Bukti Potong Pajak PPh 23 di e-Bupot
Cara Lapor SPT PPh 23 Online di e-Bupot
Cara menyetorkan pemungutan PPh 23 juga dapat dilakukan
secara online melalui aplikasi e-Billing.
Sebelum membayar pajak PPh 23, terlebih dahulu harus
membuat Kode Billing, setalah itu menyetorkan ke bank persepsi. Berikut langkah-langkah cara menyetorkan pemungutan pajak Pajak Penghasilan Pasal 23: