MAKALAH MAHKAMAH AGUNG Docx
MAKALAH MAHKAMAH AGUNG Docx
TENTANG
“MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB”
NAMA :
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Susunan tugas dan
wewenang Mahkama Agung (MA)" dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I .....................................................................................................................................
(PENDAHULUAN)................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................
1.3 Tujuan..............................................................................................................................
BAB II
(PEMBAHASAN).....................................................................................................................
2.1 Pengertian dan Sejarah Mahkamah Agung...............................................................
2.2 Kedudukan Mahkamah Agung (MA)...............................................................................
2.3 Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung................................................................
2.4 Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung.........................................................
BAB III
(PENUTUP)...........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Hakim dilarang untuk merangkap jabatan. Yang dimaksud dengan “merangkap jabatan”
antara lain:
a. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
olehnya;
b. pengusaha; dan
c. advokat.
Dalam hal Hakim yang merangkap sebagai pengusaha antara lain Hakim yang merangkap
sebagai direktur perusahaan, menjadi pemegang saham perseroan atau mengadakan usaha
perdagangan lain.
Di dalam pasal 23 ayat (1) UUKY ditegaskan mengenai usul penjatuhan sanksi yang dapat
diberikan Komisi Yudisial kepada hakim sesuai dengan tingkat pelanggarannya, yaitu:
a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara; atau
c. Pemberhentian.
Manakala hakim akan diperiksa Komisi Yudisial, maka pasal 22 ayat (4) menegaskan:
“Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan atau data yang diminta Komisi
Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu paling
lambat 14 hari terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima.
Yang dimaksud dengan hakim dalam ketentuan ini termasuk hakim pelapor, hakim
terlapor, atau hakim lain yang terkait. Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan itu dapat
diberikan secara lisan dan/atau tertulis” (penjelasan pasal 22 ayat 4).
Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban tersebut,
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa
paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang
diminta (Pasal 22 ayat 5).
Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau paksaan tetapi
tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan atau hakim yang
bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan dibidang
kepegawaian (pasal 22 ayat 6). Semua keterangan dan data ini bersifat rahasia (pasal 22 ayat
7). Sedangkan mengenai ketentuan tata cara pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada
pasal 22 ayat (1) di atur oleh Komisi Yudisial.
Usul pemberhentian sanksi teguran tertulis ini disertai alasan kesalahannya, bersifat
mengikat, disampaikan Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau
Mahkamah Konstitusi (pasal 23 ayat 2). Sedangkan usul penjatuhan sanksi pemberhentian
sementara dan pemberhentian ini diserahkan Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi (pasal 23 ayat 3). Untuk hakim yang dijatuhkan sanksi
pemberhentian sementara dan pemberhentian diberi kesempatan secukupnya untuk membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim (pasal 23 ayat 4). Dalam hal pembelaan ditolak,
usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi
kepada presiden paling lambat 14 hari sejak pembelaan ditolak oleh Majelis Kehormatan
(pasal 23 ayat 5).
Keputusan Presiden mengenai pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu
paling lama 14 hari sejak presiden menerima usul Mahkamah Agung (pasal 23 ayat ) Secara
universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak menjangkau Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari Mahkamah Agung
dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim pada badan peradilan di semua
lingkungan peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung;
Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut Pasal 21 jo Pasal 23 ayat (3) dan
ayat (4) dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada Mahkamah Agung dan
kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian diberi kesempatan untuk membela
diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim. Di samping itu khusus mengenai usul
pemberhentian terhadap Hakim Agung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan kepada
Hakim Agung yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu
dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak menjangkau Hakim
Agung pada Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari
Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim pada badan peradilan
di semua lingkungan peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung; Pasal 32 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi sebagai berikut :
1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan
di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman;
2. Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan pada Hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya;
Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut Pasal 21 jo Pasal 23 ayat (3)
dan ayat (4) dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada Mahkamah Agung dan
kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian diberi kesempatan untuk membela
diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim. Di samping itu khusus mengenai usul
pemberhentian terhadap Hakim Agung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan kepada
Hakim Agung yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu
dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung juga diharapkan meningkatkan pengawasan terutama dengan cara
lebih membuka diri dalam merespons kritik, harapan, dan saran dari berbagai pihak. Prinsip
kebebasan hakim oleh hakim sendiri harus dimaknai sebagai adanya kewajiban untuk
mewujudkan peradilan yang bebas (fair trial) yang merupakan prasyarat bagi tegaknya rule of
law. Oleh karena itu, dalam prinsip kebebasan hakim tersebut terkandung kewajiban bagi
hakim untuk membebaskan dirinya dari bujuk rayu, tekanan, paksaan, ancaman, atau rasa
takut akan adanya tindakan balasan karena kepentingan politik atau ekonomi tertentu dari
pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok atau golongan tertentu, dengan
imbalan atau janji imbalan berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau bentuk
lainnya, serta tidak menyalah gunakan prinsip kebebasan hakim sebagai perisai untuk
berlindung dari pengawasan;
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wewenang Mahkamah Agung sangat banyak,tidak hanya mengadili pada tingkat kasasi
terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan
lain,menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang; dan kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.seperti yang tercantum pada
pasal 20 UU no 48 tahun 2009 ayat 2 tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi juga meliputi
Mahkamah Agung dapat dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah
hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan dan terhadap putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan
tertentu yang ditentukan dalam undang-undang, Pimpinan Mahkamah Agung bersama
pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa menjadi saksi pengambilan sumpah Presiden
dan Wakil Presiden apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
terdapat suatu hal yang bersifat memaksa atau keadaan lain yang membuat Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa menyelenggarakan
sidang, Mahkamah Agung bisa memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal
Pemberian Grasi dan RehabilitasiMahkamah Agung berhak untuk mengajukan 3 orang Hakim
Konstitusi dan Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman.
3.2 Saran
Mengenai Perekrutan Hakim Agung, perlu diatur bahwa seluruh hakim baik hakim agung
maupun hakim konstitusi, pengusulannya harus diusulkan oleh KY. Dengan demikian seluruh
hakim akan diawasi oleh pengawas eksternal yaitu KY. MA maupun MK tidak perlu
membentuk majelis kehormatan yang bertugas mengawasi perilaku hakim, yang anggotanya
diambil dari lingkungan hakim itu sendiri. Dengan kata lain, ke depan tugas mengawasi
hakim cukup diserahkan ke KY baik hakim , Hakim Agung Maupun Hakim Kostitusi. Hasil
pengawasan KY direkomendasikan kepada ketua MA maupun MK untuk ditindaklanjuti.
Dewan kehormatan di MA maupun MK bersifat ad hoc saja, dan mereka ada dan bertindak
setelah rekomendasi KY.
DAFTAR PUSTAKA