Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) saat ini masih menjadi masalah serius

bagi kesehatan masyarakat yang cukup besar khususnya di Indonesia.

Penyakit tidak menular ini meliputi hipertensi, diabetes mellitus, kanker dan

penyakit paru obstuktif kronik (PPOK) (Utari, 2019). Diabetes mellitus

merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan kadar gula darah yang

tinggi. Penyebab utama diabetes mellitus adalah defisiensi absolut dari

hormon insulin, insulin merupakan hormon yang dapat menurunkan kadar

glukosa dalam darah (Bilous dan Donelly, 2015).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun

2018 menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit

penyebab kematian ke 4 didunia dengan jumlah kematian sebanyak 1,6 juta

orang tiap tahunnya di ikuti dengan penyakit kardiovaskuler sebanyak 17,9

juta orang, kemudian penyakit pernapasan sebanyak 3,9 juta dan kanker 9,0

juta orang. Indonesia berada pada urutan ke tujuh prevalensi penderita

tertinggi didunia dengan India, Cina, Brazil, Amerika Serikat dan Meksiko

diatasnya pada tahun 2015. Diprediksi jumlah penderita diabetes melitus akan

meningkat mencapai 578 juta orang ditahun 2030 dan 700 juta orang hingga

tahun 2045.

1
2

Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukkan

bahwa penderita diabetes mellitus di Indonesia mengalami peningkatan pada

tahun 2007 sebanyak 5,7% meningkat menjadi 6,9% pada tahun 2013 dan

meningkat kembali pada tahun 2018 menjadi 10,9%. Indonesia berada di

posisi ke 6 dunia dengan jumlah diabetes mellitus sebanyak 10,3 juta jiwa.

Jika tidak diatasi akan terus meningkat lebih tinggi menjadi 21,3 juta jiwa

pada 2030 (Kemenkes, 2018).

Provinsi Riau menempati posisi ke 15 dari seluruh Provinsi yang ada di

Indonesia dengan prevalensi meningkat di tahun 2013 dari awalnya pada

angka 1,3% menjadi 1,9%, hal ini menunjukkan bahwa diabetes mellitus

merupakan penyakit yang memerlukan perhatian dan penanganan serius. Dari

data Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2019, berdasarkan 12 Kabupaten

yang ada di Provinsi Riau, Kabupaten Kampar berada pada urutan ke 10

dengan total kasus diabetes melitus sebanyak 2.071 kasus.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar tahun 2022,

data dari 2020-2022 menunjukkan kenaikan, data 2020 penderita diabetes

mellitus tipe II sebanyak 2.491 kasus, 2021 penderita diabetes melitus tipe II

sebanyak 5.108 kasus, dan 2022 penderita diabetes mellitus tipe II sebanyak

13.885 kasus (Dinkes, 2022).


3

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar tahun 2022,

diabetes mellitus tipe II masuk kedalam sepuluh penyakit terbesar,

sebagaimana ditampilkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. 1 Distribusi Frekuensi 10 Penyakit Terbesar Di Wilayah Kabupaten


Kampar Tahun 2022
No Nama Penyakit Jumlah Persentase
1 Infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 47.857 31,4%
2 Hipertensi essensial 32.892 22,6%
3 Gastritis 22.688 15,9%
4 Diabetes mellitus tipe II 13.885 9,1%
5 Influenza 9.242 6,1%
6 Polimiagia Reumatik / Artritis Reumatoid (3a) 7.956 5,2%
7 Konjungtivitis 5.049 3,3%
8 Skabies 5.666 3,7%
9 Vulnus laseratum, punctum 4.902 3,2%
10 Osteoartritis/Artritis (3a) 2.174 1,4%
Jumlah 152.311 100%
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar 2022

Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui penyakit diabetes mellitus tipe II

berada urutan ke 4 dari 10 penyakit terbanyak di wilayah Kabupaten Kampar

tahun 2022 sebanyak 13.885 kasus dengan persentase 9,1%. Jumlah penderita

diabetes mellitus tipe II pada 31 puskesmas di Kabupaten Kampar dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut:


4

Tabel 1. 2 Distribusi Frekuensi Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah


Kabupaten Kampar Tahun 2022
No Puskesmas 2021 2022
1 Suka Ramai 46 1.892
2 Air Tiris 27 923
3 Bangkinang Kota 255 644
4 Pantai Cermin 214 644
5 Pandau Jaya 214 611
6 Tambang 49 549
7 Tanah Tinggi 105 516
8 Kubang Jaya 259 478
9 Salo 307 455
10 Kuok 222 420
11 Petapahan 244 357
12 Tapung 398 347
13 Laboi Jaya 256 346
14 Pangkalan Baru 212 333
15 Lipat kain 158 303
16 Kampa 668 299
17 Sinama Nenek 106 256
18 Sawah 199 256
19 Kota Garo 116 239
20 Gunung Bungsu 37 221
21 Rumbio 288 204
22 Pantai Raja 167 172
23 Simalinyang 533 144
24 Sungai Pagar 60 137
25 Batu Bersurat 134 134
26 Sibiruang 94 134
27 Gema 11 127
28 Gunung Sari 163 126
29 Gunung Sahilan 618 98
30 Pulau Gadang 85 96
31 Batu Sasak 28 86
Jumlah 6.273 11.547
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar Tahun 2021-2022

Berdasarkan tabel 1.2 diketahui bahwa dari 31 puskesmas di wilayah

Kabupaten Kampar, pada tahun 2022 puskesmas tambang menempati urutan

ke 6 tertinggi kasus diabetes mellitus tipe II dengan total kasus sebanyak 549

kasus. Sedangkan pada tahun 2021 sebanyak 49 kasus, dapat diketahui bahwa

terjadi peningkatan kasus diabetes mellitus tipe II dari tahun 2021 ke 2022.
5

Tabel 1. 3 Jumlah Diabetes Mellitus Tipe II Pada 17 Desa Diwilayah Kerja UPT
BLUD Puskesmas Tambang Tahun 2022
No Desa Jumlah Persentase
1 Tarai Bangun 103 18%
2 Kualu 71 13%
3 Rimbo Panjang 56 10%
4 Tambang 47 8%
5 Sungai Pinang 46 8%
6 Balam Jaya 29 5%
7 Aursati 28 5%
8 Kualu Nenas 27 5%
9 Pulau Permai 24 4%
10 Kemang Indah 23 4%
11 Gobah 22 4%
12 Terantang 19 3%
13 Kuapan 17 3%
14 Padang Luas 16 3%
15 Palung Raya 14 3%
16 Teluk Kenidai 8 1%
17 Parit Baru 8 1%
Jumlah 558 100%
Sumber : Puskesmas Tambang Kabupaten Kampar 2022

Berdasarkan tabel 1.3 dari 17 desa yang ada di wilayah kerja UPT

BLUD Puskesmas Tambang, desa Kualu berada pada urutan ke 2 dengan

jumlah 71 kasus. Penulis tidak mengambil data tertinggi pertama karena telah

banyak yang meneliti di desa tersebut, sehingga memilih data tertinggi kedua

karena masih terdapat permasalahan sehingga perlu untuk diatasi.

Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes mellitus tipe I yang

merupakan hasil dari reaksi autoimun terhadap protein sel pankreas, dan

diabetes mellitus tipe II yang disebabkan oleh kombinasi faktor genetik

berhubungan dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor

lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang makan, olahraga dan

stres, serta penuaan (Ozougwu, 2017).


6

Gejala diabetes mellitus tipe II yang dialami secara terus-menerus dapat

menyebabkan perubahan dalam rutinitas hidup, peranan sosial masyarakat,

penggunaan obat secara teratur dan anjuran tinggi akan gaya hidup sehat

menjadi penyebab permasalahan psikologis pada penderita diabetes mellitus

(Chew et al., 2014). Faktor psikologis pada pasien diabetes mellitus bisa

mempengaruhi kesehatan pasien. Beberapa faktor tersebut terdiri dari

religiusitas, persepsi penyakit, strategi koping, dukungan sosial dan beberapa

karakteristik demografi (Nyarko et al., 2014).

Penderita diabetes mellitus tipe II memiliki beban masalah yang berat

serta gangguan psikologis seperti khawatir terhadap masa depan, komplikasi

yang didapatkan dan perasaan bersalah atau cemas. Gangguan psikologis

pada penderita diabetes mellitus seperti depresi, kecemasan, dan distress, hal

ini berhubungan dengan penurunan kualitas hidup, perilaku perawatan diri

yang buruk, evaluasi terapi insulin yang lebih negatif, pengendalian glikemik

yang menurun dan hasil kardiovaskular. Gangguan psikologis pada pasien

diabetes mellitus dapat berdampak mengalami risiko komplikasi yang serius

serta mengakibatkan kematian dini pada pasien diabetes mellitus tipe II.

Akibat dari gangguan psikologis ini penderita akan merasa tidak bahagia

dalam menjalani hidupnya, konflik dengan keluarga, kesulitan dalam

menjalin hubungan dengan orang lain serta terasing dari kehidupan sosial

atau masyarakat. Pada pasien diabetes mellitus tipe II gangguan psikologis

yang sering terjadi adalah diabetes distress (Zhang et al, 2013)


7

Diabetes distress merupakan kekhawatiran penderita terhadap

menajemen penyakit, dukungan, beban emosional dan akses terhadap

perawatan, dan telah dianggap sebagai bagian dari pendekatan global

terhadap masalah psikologis yang berhubungan dengan diabetes (Zhang et al,

2013). Diabetes distress juga berkembang menjadi depresi. Depresi tersebut

biasanya terjadi akibat ketidakpatuhan pasien tentang penyakitnya. Diabetes

distress akan membebani pasien sehingga akan berdampak pada perawatan

pasien dan manajemen diri dalam mengontrol gula darah. Diketahui pasien

dengan diabetes distress yang tinggi sangat berkaitan dengan kontrol gula

darah yang buruk, self-care dan self-efficacy yang rendah, serta kualitas hidup

yang rendah (Gahlan et al., 2018).

Menurut Hafan et al (2017) ada hubungan antara diabetes distress

dengan perilaku perawatan diri pada penyandang diabetes mellitus tipe II.

Nilai korelasi bersifat negatif yang berarti semakin tinggi diabetes distress

maka semakin rendah perilaku perawatan diri. Stress memiliki efek pada

perilaku perawatan diri dan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

mengelola penyakit diabetes, sehingga memiliki dampak buruk terhadap

kontrol metabolik dan kesejahteraan psikologis (Putra et al., 2017).

Masalah diabetes distress terbukti mempengaruhi pengelolaan diri dan

kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus tipe II. Pada penderita

diabetes mellitus tipe II, persepsi penyakit memiliki efek independen terhadap

makanan, olahraga fisik, pemantauan glukosa darah, kepatuhan dalam

pengobatan dan perawatan kaki. Orang yang memiliki keyakinan kuat bahwa
8

diabetes merupakan penyakit kronis dan serius mengatakan dampak

emosional yang lebih tinggi dari penyakit mereka (Chew et al., 2017).

Menurut Paddison et al (2014), peningkatan distress tentang diabetes

berhubungan dengan persepsi bahwa diabetes memiliki dampak serius, sulit

dipahami, dan keyakinan bahwa gejala diabetes datang secara berulang.

Persepsi penyakit merupakan suatu pandangan yang dimiliki pasien

mengenai penyakit yang mereka alami dan dapat mempengaruhi perilaku

kesehatan secara signifikan. Persepsi penyakit menilai dampak emosional

penyakit secara langsung dan tidak langsung dari gejala yang dirasakan dan

kekhawatiran terhadap akibat penyakit. Persepsi penyakit hal yang penting

diperhatikan dalam perilaku kesehatan seperti kepatuhan dalam pengobatan

dan perilaku kesehatan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi

kualitas hidup, pemulihan fungsional dan pemeriksaan klinis (Chew et al.,

2014).

Persepsi penyakit dianggap positif apabila penyakit tersebut dilihat

sebagai hal yang normal dari kehidupan. Apabila pengetahuan pasien

cenderung buruk mengenai kondisi tubuhnya akan dapat memberikan

penilaian yang buruk juga terhadap perilaku yang berhubungan dengan

penyakitnya, sehingga dapat menimbulkan pandangan pesimis mengenai

penyakit yang dapat mengakibatkan kepada gangguan psikologis (Joshi et al.,

2015). Menurut Rafi’ah dan Perwitasari (2017) menyatakan bahwa ada

hubungan antara persepsi penyakit dengan kualitas hidup pada pasien

diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi. Hal ini sesuai dengan penelitian
9

Santoso et al., (2017) yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan

persepsi penyakit yang dimiliki pasien berpengaruh terhadap kualitas

hidupnya.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada 10 penderita diabetes

mellitus di desa Kualu Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas Tambang,

penyebab utama penderita mengalami diabetes mellitus yaitu stress, pola

makan, serta keturunan. Dari 10 responden yang penulis wawancara, 4

penderita mengalami distress beban emosional yang mana penderita meresa

takut dalam perawatan penyakitnya, 2 penderita mengalami distress dengan

tenaga kesehatan dikarenakan mereka merasa khawatir dalam pengobatan

yang tidak sesuai sehingga akan membuat penyakitnya tidak sembuh, 2

penderita mengalami distress dalam perawatan diri dikarenakan penderita

merasa tidak mampu melakukan perawatan dirinya dengan baik, 2 penderita

mengalami distress interpersonal dimana mereka tidak dapat dukungan dari

keluarganya sehingga dapat berdampak dalam penyembuhan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Penyakit Dengan Diabetes

Distress Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Kualu Wilayah

Kerja UPT BLUD Puskesmas Tambang”.


10

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Adakah hubungan persepsi penyakit dengan diabetes

distress pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Kualu Wilayah Kerja

UPT BLUD Puskesmas Tambang”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan persepsi penyakit dengan diabetes

distress pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Kualu Wilayah

Kerja UPT BLUD Puskesmas Tambang.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi persepsi

penyakit pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Kualu

Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas Tambang.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi diabetes distress

pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Kualu Wilayah

Kerja UPT BLUD Puskesmas Tambang.

c. Untuk mengetahui hubungan persepsi penyakit dengan

diabetes distress pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa

Kualu Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas Tambang.


11

1.3 Manfaat Penelitian

1.4.1 Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

informasi dan referensi bacaan bagi tenaga kesehatan mengenai

diabetes mellitus. Serta sebagai bahan masukan dan kajian yang dapat

dijadikan informasi tambahan untuk penelitian masa mendatang dan

dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan.

1.4.2 Aspek Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan dan

tambahan informasi bagi masyarakat mengenai persepsi penyakit dan

diabetes distress pada penderita diabetes mellitus tipe II. Serta dengan

adanya penelitian ini masyarakat yang menderita diabetes mellitus tipe

II dapat mengontrol kadar gula darahnya supaya tidak terjadi masalah

diabetes distress.

Anda mungkin juga menyukai