Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTEK PENGENALAN LAPANGAN

“Proses Beracara Di Pengadilan Agama Bulukumba “

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Kelulusan Mata Kuliah Praktek Pengenalan Lapangan (PPL)

Oleh :

Instansi : Pengadilan Agama Bulukumba

Nama : A. Uswatun Hasanah Aswar

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASAR

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : A. Uswatun Hasanah Aswar


Nim : 10100118037
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Judul Praktek Pengenalan : Proses Beracara di Pengadilan Agama
Lapangan Bulukumba
Pembimbing : Erlina, S.H.,M.H.
Dilaksanakan

Bulukumba, 2 September 2021

Menyetujui

Dosen Pembimbing Pendamping Lokasi

Erlina,S.H.,M.H Dr. Wildana Arsyad,S.H.I.,M.H.I.

Nip: 19691219 200501 2 003 Nip:19831211 200704 2 001

ii
ABSTRAK

Praktek pengalaman lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah yang
wajib diikuti oleh semua Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar, dalam rangka meningkatkan pengalaman di lapangan atas ilmu yang
telah dipelajari di bangku kuliah, sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu
yang ia peroleh tersebut dan dengan harapan dapat membangun Negara sebagai
generasi penerus bangsa serta menyiapkan diri untuk siap bekerja setelah
menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Mahasiswa merupakan bagian
dari masyarakat dan kaum cendikiawan yang harus bersosialisasi dan berperan
penting dalam kemajuan Negara.

Secara Umum Pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan ini bertujuan agar


mahasiswa mendapatkan pengalaman yang fakual di lapangan tentang proses
peradilan serta mengetahui kendala-kendala yang ada dan cara mengatasinya
sehingga terbentuk praktisi hukum yang profesional dan handal, sesuai dengan
teori yang telah di ajarkan di bangku kuliah dengan berpegang teguh pada nilai-
nilai luhur keimaman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Manfaat PPL secara umum untuk memberi bekal kepada mahasiswa agar
memiliki kompetensi profesional, kompetensi mental yang kuat, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial.

Penulis dalam melaksanakan Praktek Pengenalan Lapangan (PPL)


ditempatkan di Pengadilan Agama Bulukumba. Dalam PPL ini penulis bisa
memperoleh banyak pengetahuan yang diperoleh dari Pengadilan Agama
Bulukumba. Diantaranya mengetahui tugas dan fungsi Pengadilan Agama,
mengetahui proses beracara di Pengadilan Agama mulai dari proses pendaftaran
dan penerimaan perkara sampai dengan proses persidangan

Kata Kunci : PPL, Pengadilan Agama Bulukumba, Proses beracara

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga program Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) dan penyusunan laporan ini dapat berjalan dengan lancar.
Laporan ini disusun sebagai pertanggungjawaban dari pelaksanaan PPL yang
telah berlangsung pada tanggal 2 Agustus 2021 sampai dengan 2 September 2021
di Pengadilan Agama Bulukumba yang beralamat di Jl Lanto Dg. Pasewang
No.18, Tanah Kongkong, Ujung Bulu, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Dalam pelaksanaan PPL sampai dengan penyusunan laporan PPL banyak pihak
yang telah membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga tak lupa
penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hamdan Juhanis, M.A, Ph.D selaku Rektor Universitas
Negeri Alauddin Makassar yang telah memberikan dukungan moral.
2. Ibu Erlina,S.H,.M.H selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang
telah memberikan bantuan, bimbingan dan masukan selama micro
teaching di kampus dan selama pelaksanaan PPL di Pengadilan Agama
Bulukumba
3. Bapak H. Jamaluddin, S.Ag.,S.E.,M.H selaku Ketua Pengadilan Agama
Bulukumba yang telah memfasilitasi seluruh program PPL kami.
4. Ibu Dr. Wildana Arsyad,S.H.I,.M.H. I selaku Dosen Pembimbing Lapangan
di Pengadilan Agama Bulukumba yang telah memberikan bantuan dan
mengkoordinasikan pelaksanaan PPL kami.
5. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moral dan
material kepada kami.
6. Rekan-rekan PPL Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar di
Pengadilan Agama Bulukumba yang telah bekerja sama melaksanakan
seluruh program PPL dengan semangat kekeluargaan.

iv
7. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan PPL
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar di Pengadilan
Agama Bulukumba yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari dalam membuat laporan ini jauh dari
kesempurnaanasih banyak kekurangan, oleh sebab itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan laporan ini dari
semua pihak. Semoga apa yang telah dilaksanakan mendapat ridho dari Allah
SWT dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bulukumba, 7 September 2021

Penyusun

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTARv

DAFTAR ISIi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C Tujuan dan Manfaat Praktek Pengenalan Lapangan (PPL)

BAB II GAMBARAN UMUM

A. Struktur Pekerjaan

B. Ruang Lingkup dan Deskripsi Pekerjaan

C. Jadwal Kerja

BAB III TEORI PENUNJANG

A. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama di Indonesia

B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Bulukumba

C. Surat Keputusan Pembentukan Pengadilan Agama Bulukumba

D. Hukum Acara Peradilan Agama

E. Gugatan dan Permohonan Peradilan Agama

BAB IV PELAKSANAAN PPL

A. Aktivitas PPL di Pengadilan Agama Bulukumba

B. Hasil Pengamatan di Pengadilan Agama Bulukumba

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

vi
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan tidak hanya mempelajari sesuatu secara teori saja
melainkan juga mempelajari secara praktis. Praktikum adalah kegiatan yang
dilaksanakan oleh mahasiswa yang dilaksanakan dalam bentuk latihan
keterampilan penambahan wawasan dalam rangka penguasaan kompetensi sesuai
dengan program studi yang terkait. Praktikum tidak hanya berorientasi pada
praktek semata namun lebih pada pendalaman keilmuan dengan cara terjun secara
langsung ke lapangan praktikum yang memiliki kaitan dengan program studi
masing-masing mahasiswa. Sehingga praktek pengalaman lapangan sangat
diperlukan dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. Oleh
karena itu, dalam sistem belajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar dikembangkan suatu sistem pembelajaran yang memadukan antara
pembekalan teori dan praktek.
Praktek pengalaman lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah yang
wajib diikuti oleh semua Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar, dalam rangka meningkatkan pengalaman di lapangan atas ilmu yang
telah dipelajari di bangku kuliah, sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu
yang ia peroleh tersebut dan dengan harapan dapat membangun Negara sebagai
generasi penerus bangsa serta menyiapkan diri untuk siap bekerja setelah
menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Mahasiswa merupakan bagian
dari masyarakat dan kaum cendikiawan yang harus bersosialisasi dan berperan
penting dalam kemajuan Negara.
Dalam pelaksanaan Praktek pengalaman Lapangan ini penulis sendiri
ditempatkan di Pengadilan Agama Bulukumba untuk menambah wawasan
tentang proses beracara di pengadilan Agama Bulukumba.
B. Rumusan Masalah

1
1. Bagaimana proses penerimaan perkara di Pengadilan Agama Bulukumba?
2. Bagaimana proses atau tahapan-tahapan persidangan di Pengadilan
Agama Bulukumba?
C. Tujuan dan Manfaat Praktek Pengenalan Lapangan (PPL)
Secara Umum Pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan ini bertujuan agar
mahasiswa mendapatkan pengalaman yang fakual di lapangan tentang proses
peradilan serta mengetahui kendala-kendala yang ada dan cara mengatasinya
sehingga terbentuk praktisi hukum yang profesional dan handal, sesuai dengan
teori yang telah di ajarkan di bangku kuliah dengan berpegang teguh pada nilai-
nilai luhur keimaman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manfaat PPL secara umum untuk memberi bekal kepada mahasiswa agar
memiliki kompetensi profesional, kompetensi mental yang kuat, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial.

2
BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Struktur Organisasi
Suatu organisasi atau lembaga pemerintah harus mempunyai struktur
organisasi, agar supaya dalam menjalankan tugas dan tupoksinya masing –
masing sudah terstruktur dengan baik dan jelas
Selain itu di Pengadilan Agama itu terbagi dua tupoksi yaitu tupoksi bagian
kepaniteraan dan kesekretariatan, untuk bagian Kepaniteraan terbagi atas 4
jabatan yakni, Panitera, Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, dan
Panitera Muda Hukum. sedangkan dibagian Kesekretariatan dibagi menjadi 4
jabatan yakni, Sekretaris, Kasubag IT, Kasubag Umum dan Kepegawaian, dan
Kasubag Keuangan. Dari dua tupoksi itu yang menjadi pemimpin adalah Panitera
dan Sekretaris.
Berikut struktur organisasi yang ada di Pengadilan Agama Bulukumba

3
B. Ruang Lingkup dan Deskripsi Pekerjaan
1. Tugas Pokok
Tugas Pokok Pengadilan Agama Bulukumba sebagaimana tugas
Peradilan Agama pada umumnya, yaitu sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 3 tahun 2006 Tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 49 menyatakan,
“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang:
a) Perkawinan
1) Izin beristri lebih dari seorang
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21
tahun dalam hal orang tua wali atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat
3) Dispensasi Kawin
4) Pencegahan perkawinan
5) Penolakan perkawinan oleh PPN
6) Pembatalan perkawinan
7) Gugatan kelalauan atas kewajiban suami dan isteri
8) Perceraian karena talak
9) Gugatan perceraian
10) Penyelesaian harta bersama
11) Penguasaan anak-anak
12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
mematuhinya
13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas
isteri

4
14) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
16) Pencabutan kekuasaan wali
17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut
18) Penunjukan wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur
(18) tahun) yang ditinggal kedua orang tuanya
19) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang
ada di bawah kekuasaannya
20) Penetapan asal-usul dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan
hukum islam
21) Putusan tenang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran
22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut
peraturan yang lain
b) Waris
1) Penentuan orang-orang yang menjadi ahli waris
2) Penentuan harta peninggalan
3) Penentuan bagian masing-masing ahli waris
4) Pelaksanaan pembagian harta peninggalan
c) Ekonomi Syar'ah
1) Bank Syari'ah
2) Lembaga keuangan mikro syariah
3) Asuransi syari'ah
4) Reasuransi syari'ah
5) Reksa dana syari'ah
6) Obligasi syariah dan surat berharga
7) Sekuritas syari'ah

5
8) Pembayaran syari'ah
9) Pengadaan syari'ah
10) Dana pensiunan lembaha keuangan syari'ah, dan
11) Bisnis syari'ah
Dalam penjelasan Undang-Undang ini pada alinea II disebutkan para
pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum
apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan dinyatakan dihapus dengan
demikian tidak ada lagi pilihan hukum untuk menyelesaikan permasalahan
hukum bagi masyarakat muslim untuk memilih antara Pengadilan Agama dan
Pengadilan Negeri, Jadi seluruh permasalahan hukum yang dihadapi oleh
orang-orang Islam Indonesia dalam kaitan dengan kewenangan tersebut
diselesaikan di Pengadilan Agama. Selanjutnya dalam kewenangan lain yang
didasarkan pada Pasal 52 Undang-undang tersebut bahwa Pengadilan Agama
dapat memberikan keterangan, pertimbangan, nasehat, tentang Hukum Islam
kepada Instansi di daerah hukumnya apabila diminta, dan pada pasal 52 A
disebutkan bahwa Pengadilan Agama memberikan istbat kesaksian rukyatul
hilal dalam penentuan awal bulan tahun hijriyah. Selain melaksanakan tugas
pokok tersebut Pengadilan Agama Bulukumba juga melaksanakan tugas-
tugas penunjang lainnya yaitu menyelenggarakan administrasi umum, yaitu
administrasi kepegawaian yang meliputi organisasi dan tata laksana,
administrasi keuangan yang meliputi perencanaan, penggunaan dan
pelaporan, serta bidang perlengkapan umum.
2. Fungsi
Berdasarkan tugas pokok dan tugas penunjang tersebut, Pengadilan
Agama Bulukumba melaksanakan beberapa fungsi yang meliputi: Fungsi
Peradilan, dalam hal ini Pengadilan Agama Bulukumba merupakan salah
satu pilar pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menerima, memeriksa
mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya
berdasarkan wilayah hukum (kompetensi relatifnya):Fungsi Administrasi,

6
dalam hal ini Pengadilan Agama Bulukumba sebagai pelaksana administrasi
dalam rumah tangganya dan bertanggungjawab melaksanakan tertib
administrasi baik menyangkut administrasi perkara maupun
administrasi umum; Fungsi Nasehat Dan Pembinaan, dalam hal ini
Pengadilan Agama berfungsi dan berwenang memberi nasehat dan
pertimbangan mengenai hukum Islam di instansi pemerintah di daerah
hukumnya bila diminta, dan memberikan isbat kesaksian rukyatul hilal dalam
penentuan tahun hijriyah; Fungsi Pengawasan, dalam hal ini Pengadilan
Agama Bulukumba. berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap tingkah laku aparaturnya;
C. Jadwal Kerja
Jadwal kerja Pelayan Publik di Pengadilan Agama Bulukumba :

Hari Jam Kerja Pagi Jam Istirahat Jam Kerja Siang

Senin s/d Kamis 08.00-12.00 12.00-13.00 13.00-16.30


WITA WITA WITA
Jum’at 08.00-11.30 11.30-13.00 13.00-17.00
WITA WITA WITA
Dasar Hukum :
 Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No.071/KMA/SK/2008
 Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI No.035/SK/IX/2008
 Jam Istirahat pada hari jum’at menyesuaikan dengan waktu Sholat
Jum’at
 Khusus abulan Ramadha, jam kerja menyesuaikan sesuai Peraturan
yang berlaku (90 menit lebih cepat)

Hari Jam Kerja Pagi Jam Istirahat Jam Kerja


Siang
Senin s/d 08.00-12.00 12.00-12.30 12.30-15.00

7
Kamis WITA WITA WITA
Jum’at 08.00-11.30 11.30-12.30 12.30-15.30
WITA WITA WITA

8
BAB III

TEORI PENUNJANG

A. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama di Indonesia


1. Masa Sebelum Penjajahan
Sejarah pembentukan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia pada
masa penjajahan (Portugis, Belanda dan Jepang) harus dikaji berdasarkan
sejarah masuknya Islam ke Indonesia pada abad X. Penyebaran agama Islam
ke Indonesia melalui saudagar Arab dan Gujarat yang pada saat itu membuat
kelompok masyarakat yang akhirnya berkembang menjadi Kerajaan Islam.
Meskipun sudah ada hukum Islam, akan tetapi secara kelembagaan belum
dikenal dengan istilah Pengadilan Agama. Lambat laun proses hukum Islam
mempengaruhi adat kebiasaan setempat yang pada akhirnya hukum Islam
sebagai Hukum Adat yang sulit dan kompleks untuk dikaji. Untuk
menemukan istilah atau nama Pengadilan Agama di Indonesia pada masa Pra-
Penjajahan.
2. Masa Penjajahan Belanda
Dengan adanya hak pelimpahan hak Octroi dari Pemerintah Belanda
kepada VOC (Verenidge Ooeste Copagnie) untuk berdagang sendiri di
Indonesia. Dalam pasal 35 Octroi, VOC mendapat kekuasaan Officieren Van
Justitie (Pegawai Penuntut Keadilan) pada waktu pengangkatan dari
Gooverneor General (Wali Negeri) serta Raad Van Indie (Dewan Hindia)
tanggal 17 Nopember 1609 diberi perintah kepada Pemerintahan Tinggi
Belanda (Hooge Regring Van Indie) supaya badan ini menjadi hakim dalam
hal lembaga Perdata/Pidana. Pada masa pemerintahan G.G. Daendels (1808 –
1811) masyarakat beranggapan bahwa hukum asli terdiri dari hukum Islam
yang memutuskan perkara perkawinan dan kewarisan.
Dalam Instruksi Bupati-Bupati (Regentan Instructie) pasal 13
disebutkan bahwa perselisihan mengenai pembagian waris dikalangan rakyat

9
Indonesia harus diserahkan kepada Alim Ulama. Pada tahun 1930 pemerintah
Belanda mengatkan Pengadilan Agama dengan dibawah pengawasan
Landraad. Dalam Stbl. 1835 No.58 dinyatakan : “Wewenang Pengadilan
Agama di Jawa dan Madura apabila terjadi persengketaan perkawinan, harta
benda perkawinan, maka yang menjatuhkan putusan betul-betul Ahli Hukum
Islam (Priesters)/Penghulu dari Pejabat Agama.
Pada tanggal 19 Januari 1882, Raja Belanda mengeluarkan Putusan
No.152 tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura yang
berisi antara lain ; “Dimana ada Pengadilan Negeri, diadakan Pengadilan
Agama" (daerah hukum yang sama) dan Pengadilan Agama terdiri atas
Penghulu yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri.
Pada tahun 1937 keluar Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 9 Tahun
1937 merubah kekuasaan Pengadilan Agama yang berbunyi : “Pengadilan
Agama hanya berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perselisihan
hukum antara suami isteri yang beragama Islam.
3. Masa Penjajahan Jepang.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 Tentara Jepang
(Osamu Saeire) tanggal 7 Maret 1942, bahwa : “Semua Undang-Undang
Peraturan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Pemerintahan
Jepang.
Sebagai langkah lanjutnya pemerintah Jepang membentuk KUA di
Pusat (Maret 1943) dengan nama Shumbu dimana Penghulu mempunyai
jabatan sebagai : Imam Masjid, Kepala Kantor Urusan Agama, Wali Hakim,
Penasehat Urusan Agama, Penasehat Pengadilan Negeri, dan Hakim Agama.
Pada masa pemerintahan Jepang tidak mengalami perubahan yang
berarti dalam segi kewenangan, hanya dari namanya saja Pengadilan Agama
menjadi Soor Yoo Hoo Ien.
4. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

10
Melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1946 urusan
Mahkamah Islam Tinggi dan Pengadilan Agama yang semula di bawah
Departemen Kehakiman diserahkan kepada Departemen Agama, kemudian
lebih jauh lagi dengan adanya Maklumat Menteri Agama yang kedua tanggal
23 April 1946 ditentukan aturan-aturan sebagai berikut :
a. Kekuasaan jawatan agama daerah menjadi wewenang Departemen
Agama;
b. Hak untuk mengangkat Penghulu Pengadilan Negeri, Penghulu dan
Anggota Pengadilan yang dulu ditangan Residen diserahkan
kepada Departemen Agama;
c. Hak untuk mengangkat Penghulu Masjid diserahkan kepada
Departemen Agama.
Pada tahun 1952 Biro Peradilan Agama dibentuk menjadi
Dirbinbapera Islam dengan tujuan agara Peradilan Agama Islam di luar Jawa,
Madura dan Kalimantan segera dibentuk. Kemudian disusul pada tahun 1957
terbit Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 1957 tentang Pembentukan
Peradilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk luar Jawa, Madura, dan
Kalimantan Selatan.
Peraturan Pemerintah tersebut merupakan landasan hukum bagi
pembentukan Peradilan Agama di Indonesia yang secara yuridis berlaku sejak
tanggal 5 Oktober 1957. Sebagai landasan yuridis formal dan materiil ---
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 memberi andil cukup besar untuk
terbentuknya Peradilan Agama di Indonesia sebagai tercantum dalam pasal 63
ayat (1).
5. Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan --- wewenang Pengadilan Agama di bidang Perkawinan, maka
keberadaan Pengadilan Agama semakin kuat, akan tetapi menurut Surat
Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20 Agustus 1975

11
menyatakan bahwa peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974, dalam hal ini pencatatan perkawinan, tata cara perkawinan,
pembatalan perkawinan, waktu tunggu dan izin poligami telah dapat
pengaturan dan diberlakukannya secara efektif. Mengenai yang lainnya
meskipun sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
harta benda dalam perkawinan, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua
serta walinya ternyata tidak diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Dalam memutus perkara bagi Hakim Pengadilan Agama hanya
sekedar memberi jasa-jasa sebagai seorang tenaga tata usaha negara dan lebih
jauhnya lagi setiap putusan Pengadilan Agama tidak dapat dijalankan sendiri
harus mendapat pengukuhan dari Pengadilan Umum (pasal 65 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974).
Pada pokoknya secara khusus tentang Pengadilan Agama sebelum
lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 antara lain :
a. Hakim masih diangkat oleh Menteri Agama;
b. Putusan Pengadilan Agama harus dikukuhkan;
c. Produk perceraian yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap
(inkrach) harus ditukarkan ke Kantor Urusan Agama Kecamatan.
d. Pengadilan Agama belum mempunyai lembaga Kejurusitaan.
6. Masa Berlakunya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989.
Dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, secara teknis peradilan dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia, sedangkan secara teknik pembinaan
organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Agama dilakukan oleh
Menteri Agama.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, keberadaan Pengadilan Agama
sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman bagi masyarakat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu.

12
"Namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan Kehakiman, Peradilan Agama menjadi satu atap, dalam arti
baik secara teknik maupun pembinaan organisasi berada di bawah Mahkamah
Agung Republik Indonesia”.
Melalui Undang-Undang No. 03 Tahun 2006, Pada 20 Maret 2006
Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengalami
perubahan (Perubahan I) dan pada 29 Oktober 2009 melalui Undang-Undang
No. 50 Tahun 2009 merupakan Perubahan yang kedua.
B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Bulukumba
Tanggal berdirinya 1 September 1958 berkantor masing-masing di :
1. Rumah Abd. Kahar Dg. Macora, Jl. Abd. Jabbar No. 3 Bulukumba.
2. Rumah K.H. Zainuddin Dg. Mangati (Ketua I), Jl. Hertasning No. 1
Bulukumba
3. Rumah Hj. Abdullah, Jl. Pelabuhan No. 14 Bulukumba
4. Kantor Distrik Ujung Bulu, Jl. Jenderal Sudirman No. 1 Bulukumba
5. Kantor Palang Merah, Jl. Jenderal Sudirman No. 2 Bulukumba
6. Gudang Dolog Caile Matajang, Jl. Ahmad Yani No. 4 Bulukumba
7. Rumah K.H. Andi Abdul Karim (Ketua II), Jl. Masjid Raya No. 33
Bulukumba
8. Rumah Dinas Depag Matajang, Jl. Teratai No. 4 Bulukumba
9. Balai Nikah Ujung Bulu, Jl. Ahmad Yani No. 5 Bulukumba
10. Kantor Pengadilan Agama Tahun 1978, Jl. Teratai No. 6 Bulukumba
11. Dan pada tahun 2009 s/d sekarang di Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 18
Bulukumba
C. Surat Keputusan Pembentukan Pengadilan Agama Bulukumba
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Peraturan Pemerintah No. 45 TH 1957 tentang pembentukan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah di luar Jawa dan Madura.

13
4. Surat edaran biro Peradialn Agama Jakarta Nomor B/1/735 tanggal 18
Pebruari 1958 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1975.
5. Penetapan Menteri Agama Nomor 5 tahun 1958, tanggal 6 Maret 1958
tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah di Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat.
D. Hukum Acara Peradilan Agama
1. Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara Indonesia
yang sah, yang bersifat Peradilan Khusus, yang berwenang dalam jenis
perkara perdata Islam tertentu, bagi orang-orang islam di Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa Peradilan Agama adalah Peradilan
Perdata dan Peradilan islam di Indonesia jadi ia harus mengindahkan
peraturan perundang-undangan negara dan syariat islam sekaligus. Oleh
karena itu, rumusan Acara Peradilan Agama diusulkan sebagai berikut:
Segala peraturan baik yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan negara maupun dari syariat islam yang mengatur bagaimana cara
bertindak ke muka Pengadilan Agama tersebut menyelesaikan perkaranya,
untuk mewujudkan hukum material islam yang menjadi kekuasaan peradilan
Agama.
Untuk menghindari kekeliruan pengertian antara Peradilan Agama
dengan Peradilan Islam, perlu adanya kejelasan kearah pengertian tersebut.
Peradilan Agama adalah peradilan islam limitatif, yang telah dimutatis
mutandiskan dengan keadaan di Indonesia.
Adapun mengenai istilah Peradilan Islam tanpa dikaitkan dengan kata-
kata indonesia maka yang di maksud adalah peradilan yang mengadili jenis-
jenis perkara perdata menurut islam secara universal. Oleh karena itu,
peradilannya mempunyai prinsip kesamaan sebab hukum islam itu tetap satu

14
dan berlaku atau dapat diberlakukan dimanapun, bukan hanya untuk suatu
bangsa atau suatu negara tertentu saja.
Peradilan Agama sebagai perwujudan Peradilan Islam di Indonesia
dapat dilihat dari beberapa sudut pandang:
a. Secara filosofis peradilan dibentuk dan dikembangkan untuk
menegakan hukum dan keadilan. Hukum yang ditegakan adalah
hukum Allah yang telah disistematisasi oleh manusia.
b. Secara yuridis hukum islam (di bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, wakaf, shadaqah) berlaku di Peradilan Agama.
c. Secara Historis Peradilan Agama merupakan salah satu mata rantai
Peradilan Islam yang berkesinambungan sejak masa Rasulullah
Saw.
d. Secara Sosiologis Peradilan Agama didukung dan dikembangkan
oleh dan di dalam masyarakat islam.
Unsur-unsur Peradilan Agama meliputi: kekuasaan Negara yang
merdeka, penyelenggara kekuasaan negara yaitu pengadilan, perkara yang
menjadi wewenang Pengadilan, orang-orang yang berperkara, hukum yang
dijadikan rujukan dalam berperkara, prosedur dalam menerima memeriksa
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara, penegakan hukum dan
keadilan, sebagai tujuan.
Undang-undang aturan Hukum Acara Peradilan Agama disebutkan
pada bab IV undang-undang Peradilan Agama. Diantaranya bahwa Hukum
Acara yang berlaku di Pengadilan Agama Adalah Hukum Acara Perdata yang
berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang
telah diatur secara khusus dalam Undang-undang Peradilan Agama14.
2. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah Peradilan Islam di Indonesia, yang
wewenangnya memeriksa memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang: 1)

15
Perkawinan; 2) kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan bedasarkan
hukum islam; 3) wakaf dan shadaqah.
Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, Peradilan Agama
mempergunakan Acara yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, bahkan juga Acara dalam hukum tidak tertulis (Maksudnya hukum
formal islam yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan negara Indonesia).
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1989, maka
Hukum Acara Peradilan Agama sudah kongkrit, yaitu: “Hukum Acara yang
berlaku di Pengadilan Agama Adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku
pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam Undang-undang Peradilan Agama”
Menurut pasal di atas, Hukum Acara Peradilan Agama sekarang
besumber (garis besarnya) kepada dua aturan, yaitu:
a. Yang terdapat dalam UU Nomor 7 tahun 1989.
b. Yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum.
c. Peraturan perundang-undangan menjadi inti Hukum Acara
Perdata Peradilan Umum, antara lain:
1) HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement) atau disebut
juga RIB (Reglement Indonesia yang di Baharui)
2) Rgb (Rechts Reglement Buitengewesten) atau disebut
juga Reglement untuk daerah Seberang, maksudnya untuk
luar Jawa-Madura.
3) Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang
zaman jajahan Belanda dahulu berlaku untuk Raad van
Justitie.
4) BW (Burgerlijke Wetboek) atau disebut juga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Eropa

16
5) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989, tentang peradilan
umum
Peraturan perundang-undangan tentang Acara Perdata yang sama-
sama berlaku bagi lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama, adalah:
a. UU Nomor 48 tahun 2009, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman b. UU Nomor 14 tahun 1985, tentang Mahkamah Agung c. UU
Nomor 1 tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975, tentang perkawinan dan
pelaksanaannya Jika demikian halnya, maka Peradilan Agama dalam Hukum
Acara minimal harus memperhatikan UU Nomor 7 tahun 1989, ditambah
dengan 8 macam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan. Selain
itu, Peradilan Agama masih harus memperhatikan hukum proses menurut
Islam. Kesemuanya inilah yang dinamakan sumber Hukum Acara Peradilan
Agama.
E. Gugatan dan Permohonan Pada Peradilan Agama
1. Pengertian Gugatan dan Permohonan
Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua
pengadilan yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya
mengandung suatu sengketa dan melupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Sedangakan permohonan
adalah suatu surat permohonan yang di dalamnya berisis tuntutan hak perdata
oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak
mengandung sengketa.
Perbedaan dari gugatan dan permohonan yaitu, jika gugatan ada suatu
perkara antara penggugat dan tergugat maka permohonan hanya satu pihak
yang berkepentingan dan tanpa sebuah perkara atau sengketa, dalam gugatan
hakim berfungsi sebagai hakin yang mengadili dan memutuskan serta
berproduk vonis (putusan), sedangkan dalam permohonan hakim hanya
menjalankan fungsi eksekutif power (administratif) dan berproduk
beschikking (penetapan), untuk penetapan pada putusan gugatan mengikat

17
kedua belah pihak (berkekuatan eksekutorial), sedang penetapan pada
permohonanhanya mengikat pemohon saja.
Dalam gugatan terdapat istilah penggugat dan tergugat, sedang dalam
permohonan ada istilah pemohon dan termohon. Penggugat bisa satu orang
atau badan hukum atau lebih, sehingga aga istilah penggugat I, II, III, dan
seterusnya. Tergugatpun bisa I, II, III, dan seterusnya. Gabungan penggugat
atau tergugat disebut kumulasi subjektif. Sedang dalam permohonan hanya
satu pihak karena bukan suatu kasus perkara.
2. Pembuatan Surat Gugatan dan Permohonan
Gugatan harus diajukan secara tertulis oleh penggugat atau kuasanya
dan bagi yang buta huruf dapat mengajuakan secara lesan. Surat gugatan
harus memuat diantaranya:
a. Identitas para pihak (nama lengkap, gelar, alias, julukan, bin atau
binti, umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya
sebagai penggugat atau tergugat).
b. Posita atau position (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi
antara dua belah pihak) dan
c. Petita atau petitum (isi tuntutan).
Sedangkan untuk surat permohonan tidak jauh beda dengan
isi dari surat gugatan yaitu identitas, petita, dan posita. Hanya
saja pada surat permohonan tidal dijumpai kalimat
“berlawanan dengan”, “duduk perkaranya”, dan “permintaan
membayar biaya perkara kepada pihak lain”.Kelengkapan dari
surat gugatan atau surat permohonan diantaranya:
1) surat permohonan atau gugatan tertulis, kecuali bagi
yang buta huruf yang manamenyampaikan ke pada
kuasanya atau pada pengadilan agama ke ketua hakim
seperti pada kasus gugatan cerai. Surat gugatan atu

18
surat permohonan yang di buat sendiri atau lewat
kuasanya di tunjukan ke pengadilan yang berwenang.
2) Foto copy identitas seperti KTP.
3) Vorschot biaya perkara dan bagi yang miskin dapat
mengajukan dispensasi biaya dengan membawa surat
keterangan miskin dari kelurahan atau kecamatan.
4) Surat keterangan kematian untuk perkara waris.
5) Surat izin dari komandan bagi TNI atau POLRI, surat
izin atasan bagi PNS (untuk perkara poligami).
6) Surat persetujuan tertulis dari istri atau istri-istrinya
(untuk perkara poligami)
7) Surat keterangan penghasilan (untuk perkara poligami)
8) Salinan atau foto copy akta nikah (untuk perkara gugat
cerai, permohonan cerai, gugatan nafkah,istri, dan lain-
lain).
9) Salinan atau foto copy akta cerai (untuk perkara nafkah
iddah, gugatan tentang mut’ah).
10) Surat keterangan untuk bercerai dari kelurahan.

19
BAB IV

PELAKSANAAN PPL

A. Aktivitas Praktek Pengenala Lapangan (PPL) di Pengadilan Agama Bulukumba


Berikut uraian kegiatan Praktek Pengenala Lapangan (PPL) di Pengadilan
Agama Bulukumba :

No Hari / Tanggal Kegiatan


1 Senin, 2 Agustus Apel bersama dan penerimaan Mahasiswa PPL
2021 UIN Alauddin Makassar
2 Selasa, 3 Agustus Membantu mengedit format putusan yang telah
2021 berkekuatan hukum tetap sesuai dengan peraturan
yang berlaku
3 Rabu, 4 Agustus Menyaksikan jalannya persidangan, mulai dari
2021 perkara cerai gugat,, cerai talak. Mahar dan waris
4 Kamis, 5 Agustus Mendengar dan melihat bagaimana cara
2021 pembuatan gugatan
5 Jum’at 6 Agustus  Kerja bakti bersama pegawai PA Bulukumba
2021  Mengikuti Opening Meeting Pendamping Zona
Integritas secara daring
 Penerimaan materi mengenai proses pengajuan
perkara (Gugatan/Permohonan)
6 Senin, 9 Agustus  Apel bersama
2021  Pengenalan cara pembuatan gugatan
7 Selasa, 10 Agustus Membantu merangkai suatu perkara cerai gugat
2021 dan cerai talak serta mencatat perkara yang telah
berkekuatan hukum di buku register perkara
8 Kamis, 12 Agustus Mengikuti Seminar Virtual Covid-19 Sesi III
2021 dengan Tema “Bersama,Disiplin, Lawan Covid-

20
19” oleh PP IKAHI
9 Jum’at, 13 Agustus  Membantu merangkai suatu perkara cerai gugat
2021 dan pengesahan nikah
 Penerimaan materi
10 Senin, 16 Agustus  Apel bersama
2021  Menerima tamu dan surat masuk di Knator PA
Bulukumba
11 Selasa, 17 Agustus Mengadakan perlombaan untuk merayakan hari
2021 kemerdekaan RI
12 Rabu, 18 Agustus Menerima tamu dan surat masuk di Knator PA
2021 Bulukumba
13 Kamis, 19 Agustus Mengikuti upacara HUT MA-RI Ke-76
2021
14 Jum’at 20 Agustus Praktek persidangan Semu dengan perkara harta
2021 bersama
15 Senin, 23 Agustus  Apel bersama
2021  Menyaksikan jalannya persidangan perkara
cerai gugat dan cerai tala
16 Selasa, 24 Agustus Membantu merangkai suatu perkara cerai gugat,
2021 cerai talak, dan pengesahan perkawinan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
17 Rabu, 25 Agustus  Membantu merangkai suatu perkara cerai
2021 gugat, cerai talak.
 Menyimpan perkara diruang Arsip
18 Kamis, 26 Aguatus Membantu merangkai suatu perkara cerai talak
2021 dan pengesahan perkawinan
19 Jum’at, 27 Agustus Kerja bakti bersama Pegawai PA Bulukumba
2021

21
20 Senin, 30 Agustus  Apel Bersama
2021  Penerimaan Materi mengenai metode/tahapan
dalam membuat putusan
21 Selasa, 31 Agustus  Membantu merangkai suatu perkara yang telah
2021 berkekuatan hukum tetap
 Menyusun perkara diruang arsip
22 Rabu, 1 September Menyaksikan persidangan perkara cerai gugat,
2021 cerai talak, dan perkara mahar
23 Kamis,2 September Penarikan PPL UIN Alauddin Makassar di Aula
2021 PA Bulukumba

B. Hasil Pengamatan di Pengadilan Agama Bulukumba


1. Pengamatan Tentang Prosedur Penerimaan Perkara
Pengadilan Agama merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan
kehakiman yang memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2009. Susunan organisasi Kepaniteraan Pengadilan Agama
terdiri dari empat unsur, yaitu Sub atau urusan kepaniteraan permohonan, sub
atau urusan kepaniteraan gugatan, sub atau urusan kepaniteraan hukum, dan
kelompok tenaga fungsional kepaniteraan.
Untuk melaksanakan tertib administrasi perkara di Pengadilan Agama
dan dalam rangka penyelenggaraan administrasi peradilan yang seragam, baik,
dan tertib. Ketua Mahkamah Agung RI dengan suratnya tertanggal 24 Januari
1991 No. KMA/001/SK/1991 telah menetapkan pola-pola pembinaan dan
pengendalian administrasi perkara.
a. Tahap Pembuatan Gugatan

22
1) Meja Satu
a) gugatan dan permohonan, termasuk permohonan banding,
kasasi, PK, maupun eksekusi, dengan catatan bahwa
permohonan verzet tegen verstek tidak didaftar sebagai
perkara baru, tetapi denden verzet didaftar sebagai perkara
baru.
b) Menaksir biaya yang dituangkan dalam SKUM
c) Menyerahkan surat gugat/permohonan, permohonan banding,
kasasi, PK, maupun eksekusi, yang telah dilengkapi dengan
SKUM kepada yang bersangkutan agar membayar biaya
panjar perkara kepada pemegang kas.
d) Pemegang kas (Kasir) adalah bagian dari meja pertamayang
bertugas antara lain:
e) Menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara yang
tercantum pada SKUM ke dalam jurnal keuangan yang
bersangkutan (nomor jurnal dengan nomor perkara)
f) Mengeluarkan dan membukukan/mencatat uang biaya
administrasi dan biaya proses perkara
g) Seminggu sekali pemegang kas harus menyerahkan uang hak-
hak kepaniteraan kepada bendahara penerima untuk disetorkan
ke Kas Negara, yang dicatat pada kolom 13 KI-PA8
h) Pencatatan masuk keluarnya uang perkara dalam buku induk
keuangan dilakukan oleh panitera atau staf yang ditunjuk.
2) Meja Dua
a) Pada pokoknya Meja Dua ini bertugas untuk:
b) Mendaftar perkara yang masuk ke dalam buku register induk
perkara perdata sesuai dengan nomor perkara yang tercantum
pada SKUM/surat gugatan/permohonan. Pendaftaran perkara

23
baru dapat dilaksanakan setelah panjar biaya perkara lunas
dibayar pada Pemegang Kas
c) Mengisi kolom-kolom buku register dengan tertib, rapi, teliti,
dan cermat, seperti misalnya tentang. PHS, penundaan sidang,
sebab penundaan sidang, amar putusan, PBT, dsb.
d) Menyerahkan berkas perkara yang diterima yang telah
dilengkapi formulir Penetapan Majelis Hakim (PMH) kepada
Wakil Panitera untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan
Agama (KPA)
e) Menyerahkan berkas perkara yang telah ditentukan majelis
hakimnya kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk disertai
formulir Penetapan Hari Sidang (PHS)
3) Meja Tiga
a) Menyiapkan dan menyerahkan salinan putusan apabila ada
permintaan dari para pihak.
b) Menerima dan memberikan tanda terima atas: memori/kontra
memori banding, memori/kontra memori kasasi,
jawaban/tanggapan atas alasan PK
c) Menyusun/menjahit/mempersiapkan berkas (tugas
pembundelan berkas)
d) Mengatur giliran tugas jurusita/jurusita pengganti yang
ditunjuk oleh panitera
b. Tahap Pembayaran Panjar
Pembayaran panjar perkara dilakukan di bagian pemegang kas.
Kas merupakan bagian dari meja 1. Seluruh kegiatan pengeluaran
perkara harus melalui pemegang kas dan dicatat secara tertib dalam
buku induk yang bersangkutan. Tugas-tugas pemegang kas adalah:
1) Pemegang kas menerima pembayaran uang panjar perkara
sebagaimana tersebut dalam SKUM.

24
2) Pemegang kas menandatangani SKUM, membubuhi nomor urut
perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam SKUM dan dalam
surat gugatan/permohonan sebagaimana tersebut dalam buku jurnal
yang berkaitan dengan perkara yang diajukan.
3) Mengembalikan asli atau tindasan pertama SKUM beserta surat
gugatan/permohonan kepada calon penggugat/pemohon
c. Pendaftaran
Sebelum Perkara diproses oleh Pengadilan Agama, maka
terlebih dahulu perkara tersebut harus didaftarkan dahulu oleh pihak
pencari keadilan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama setempat. Adapun
alur atau tahap proses pendaftaran perkara pada Pengadilan Agama
adalah sebagai berikut:
1) Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan
membawa surat gugatan atau permohonan.
2) Pihak berperkara menghadap petugas Meja Satu dan
menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 3 (tiga)
rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.
3) Petugas Meja Satu (dapat) memberikan penjelasan yang
dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan
menaksir panjar biayaperkara yangkemudian ditulis dalam Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya
perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk
menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat
(1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang
Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Catatan:

25
a) Bagi yang tidak mampu/miskin dapat diizinkan
berperkara secara prodeo (cuma-cuma).
ketidakmampuan tersebut dibuktkan dengan
melampirkan Surat Keterangan Miskin atau Tidak
Mampu dari Lurah atau Kepala desa setempat yang
dilegalisasi oleh Camat.
b) Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara
ditaksir Rp. 0,00,- dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237-245 HIR.
c) Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu
atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini
ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-
sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam
posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan
penggugat atau pemohon untuk berperkara secara
prodeo dan dalam petitumnya.
4) Petugas meja satu menyerahkan kembali surat gugatan atau
permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).
5) Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR)
surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM).
6) Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran
panjarbiayaperkara ke bank yangtelah ditunjuk oleh Pengadilan
Agama tersebut.
7) Pihak berperkara datangke loket layanan bank dan mengisi slip
penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank
tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM),

26
seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian
pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan
menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank
tersebut.
8) Setelah pihak berperkara menerima slip bank atau kuitansi
penyetoran yang telah divalidasi dari petugas layanan bank,
pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan
menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada
pemegang kas.
9) Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian
menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas
kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak
berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang
bersangkutan.
10) Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Dua surat
gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2
(dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM).
11) Petugas Meja Dua mendaftar mencatat surat gugatan atau
permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor
register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang
diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang
kas.
12) Petugas Meja Dua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat
gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register
kepada pihak berperkara.
d. Pendaftaran Selesai

27
Pihak yang berperkara akan dipanggil oleh Jurusita atau
Jurusita Pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan
Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan
perkaranya (PHS).
Catatan:
Pengambilan Akta Cerai pada Pengadilan Agama tidak dipungut biaya,
kecuali biaya untuk Kas Negara sebesar Rp 10.000,- (PP No.53 Tahun
2008).
e. Penetapan Majelis Hakim (PMH)
Penetapan majelis hakim Yaitu penunjukan Majelis Hakim
melalui suatu penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH) oleh Ketua
Pengadilan. Penetapan Majelis Hakim, (1) Dalam waktu 3 (tiga) hari
kerja setelah proses registrasi perkara diselesaikan, Petugas Meja dua
menyampaikan berkas gugatan/permohonan kepada Wakil Panitera
untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera, (2)
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja ketua pengadilan
menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut.
f. Penetapan Majelis Hakim/Hakim:
1) Penyerahan berkas gugatan dari panitera setelah didaftar dalam
register induk perkara kepada ketua pengadilan dalam waktu 3
(tiga) hari kerja.
2) Ketua pengadilan dalam waktu 3 (tiga) hari kerja, sudah
menunjuk majelis hakim/hakim yang memeriksa perkara yang
bersangkutan.
3) Apabila ketua pengadilan berhalangan sementara maka
wewenang tersebut dilaksanakan oleh wakil ketua atau
didelegasikan kepada hakim senior.

28
4) Penunjukan majelis hakim/hakim dilaksanakan secara adil, dan
tidak membeda-bedakan majelis hakim/hakim yang satu dengan
majelis hakim/hakim yang lain.
5) Ketua/wakil ketua pengadilan selalu menjadi ketua majelis,
sedangkan untuk majelis lain ditetapkan hakim yang senior.
6) Susunan majelis hakim ditetapkan secara tetap untuk jangka
waktu tertentu.
7) Ketua dan wakil ketua pengadilan selalu menjadi ketua majelis,
sedang untuk majelis yang lain, ketua majelisnya adalah hakim
senior yang ada.
8) Terhadap perkara tertentu, ketua pengadilan dapat membentuk
majelis khusus.
9) Berkas perkara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak didaftar di
buku register sudah diserahkan kepada majelis hakim/hakim
yang akan memeriksa perkara tersebut.
g. Penentuan Hari Sidang (PHS)
Penentuan Hari Sidang Yaitu penetapan hari akan dilaksanakan
sidang yang dituangkan dalam suatu Penetapan Hari Sidang (PHS) oleh
Ketua Majelis Hakim. Kemudian Juru sita pengganti memanggil para
pihak untuk hadir ke persidangan pada hari yang telah ditetapkan Ketua
Majelis Hakim dengan menggunakan relas panggilan.
1) Dalam waktu satu minggu setelah menerima berkas perkara
majelis hakim/hakim menentukan hari sidang.
2) Setiap majelis hakim/hakim mempunyai jadwal persidangan
yang tetap.
3) Penetapan hari sidang, dimusyawarahkan dengan sesama
anggota majelis hakim dan dicatat dalam buku agenda masing-
masing.

29
4) Dalam menetapkan hari sidang yang disertai pemanggilan
kepada para yang berperkara, oleh majelis hakim/hakim
memperhatikan jauh dekatnya tempat tinggal para pihak dengan
letaknya tempat persidangan.
5) Lama tenggang waktu antara pemanggilan para pihak dengan
sidang paling sedikit 3 (tiga) hari kerja, kecuali dalam hal-hal
yang mendesak (Pasal 122 HIR/Pasal 146 RBg).
6) Apabila suatu perkara gugatan disertai dengan permohonan sita
jaminan, majelis hakim/hakim setelah bermusyawarah dapat
membuat penetapan pelaksanaan sita bersamaan dengan
panggilan pertama kepada para pihak untuk menghadiri sidang,
apabila cukup alasan untuk itu.
7) Pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal surat guguatan/permohonan
didaftarkan di Pengadilan Agama. (Pasal 68 (1) dan 80 (1) UU
No. 7/1989).
h. Pemanggilan Para Pihak
Pihak-pihak yang beperkara akan dipanggil oleh juru sita/juru
sita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah adanya
Penetapan Majelis Hakim (PMH) dan Penetapan Hari Sidang (PHS).
Pemanggilan pihak-pihak harus memenuhi ketentuan hukum acara
yang berlaku agar sah (panggilan sah harus bersifat resmi dan patut).
1) Panggilan para pihak untuk menghadiri persidangan
disampaikan oleh jurusita/jurusita pengganti.
2) Jurusita/Jurusita pengganti melaksanakan panggilan
berdasarkan perintah dari majelis yang diwujudkan 133 dalam
instrumen panggilan yang ditandatangani oleh ketua majelis.
3) Instrumen panggilan disampaikan kepada kasir, supaya
Jurusita/jurusita pengganti untuk mendapatkan ongkos

30
pemanggilan berdasarkan radius yang telah ditetapkan oleh
ketua pengadilan.
4) Ongkos panggilan dikeluarkan kasir pada hari pelaksanaan
panggilan oleh jurusita/jurusita pengganti.
5) Panggilan disampaikan kepada pihak yang dipanggil ditempat
tinggalnya relaas panggilan ditanda tangani oleh pihak yang
dipanggil.
6) Apabila jurusita/jurusita pengganti tidak bertemu dengan pihak
yang dipanggil, panggilan disampaikan melalui kepala
desa/kepala kelurahan yang bersangkutan. Kepala desa
menandatangani relas panggilan dan dibubuhi cap desa.
7) Relas panggilan yang disampaikan melalui kepala desa redaksi
kalimatnya disesuaikan dengan kenyataan yang ada.
8) Satu relaas panggilan untuk satu orang pihak yang dipanggil.
9) Surat panggilan kepada tergugat untuk sidang pertama
menyebutkan adanya penyerahan sehelai salinan surat gugatan
dan pemberitahuan kepada pihak tergugat, bahwa ia boleh
mengajukan jawaban tertulis dalam sidang.
10) Jika yang dipanggil tidak diketahui tempat tinggalnya atau
dimana ia berada, panggilan dilakukan kepada Bupati/
Walikota tempat tinggal penggugat dengan cara menempelkan
pada papan pengumuman. Pengumuman serupa dilakukan
dipapan pengumuman pengadilan.
11) Khusus panggilan gaib untuk perkara Cerai Gugat/Talak
disampaikan melalui mas media surat kabar/elektronik
sebanyak dua kali panggilan. Tenggang waktu panggilan
pertama dengan panggilan kedua selama satu bulan, 134
sedang tenggang waktu panggilan kedua dengan hari
persidangan selama tiga bulan.

31
12) Jika yang dipanggil telah meninggal dunia, maka panggilan
dilakukan kepada ahli warisnya. Dan bila ahli warisnya tidak
dikenal, maka panggilan dilakukan kepada Bupati/Walikota
tempat tinggal penggugat.
2. Pengamatan Tentang Tahapan-Tahapan Dalam Proses Persidangan.
Hukum acara pengadilan agama ialah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim
atau cara bagaimana bertindak di muka pengadilan agama dan bagiamana cara
hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya.
Pasal 54 Amandemen UU Peradilan Agama UURI No.3 th. 2006 yang
dilengkapi dengan UU RI No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
menyatakan “Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum kecuali yang telah diatur secara khusus
dalam undang undang ini”.
Perkara- perkara dalam bidang perkawinan berlaku hukum acara
khusus dan selebihnya berlaku hukum acara perdata pada umumnya. Hukum
acara khusus ini meliputi kewengangan relatif pengadilan agama,
pemanggilan, pemeriksaan, pembuktian dan biaya perkara serta pelaksanaan
putusan.
Dalam peradilan agama sebelum proses persidangan ada hal yang
harus diperhatikan yaitu: Ketua Majelis mendapatkan pembagian berkas
perkara yang dilengkapi dengan penetapan majelis hakim (PMH), mempelajari
berkas dan kemudian membuat atau menetapkan hari sidang (PHS) dengan
mengingat apakah para pihak berada di wilayah hukumnya atau di luar daerah
atau tergugat harus dipanggil melalui media massa dan megenai perkara yang
akan disidangkan baik perkara cerai talak atau cerai gugat itu dalam
pembuatan posita atau fakta kejadian mulai dari awal sampai akhir serta fakta
hukum yang berkaitan kalau cerai gugat pada l196 psl 19F, PP no. 09 tahun

32
1975 jo psl 1169 KHI sedangkan mengenai cerai talak adalah pasal 19 F PP
no.09 tahun 1975 jo pasal 1199 KHI.
a. Persidangan
Yaitu proses persidangan mulai dari awal sampai dengan selesai :
1) Majelis hakim, panitera memasuki ruang persidangan dengan
memakai atribut masing-masing.
2) Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum dengan
bacaan basmalah oleh ketua majelis.
3) Para pihak dipanggil masuk oleh panitera pengganti.
4) Ditanyakan identitas Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon, bila kedua hadir. Jika Penggugat/Pemohon
tidak hadir sedangkan sudah dipanggil dengan panggilan patut
maka perkara bisa gugur, jika yang tidak hadir
Tergugat/Termohon maka perkara terus jika panggilan tidak
patut, maka harus diulang.
5) Upaya perdamaian meskipun menggunakan kuasa hukum
Penggugat/Pemohon dan in person tetap harus dihadirkan. Dan
bila tercapai perdamaian maka perkara harus dicabut, bila tidak
maka sidang dilanjutkan.
6) Sidang dinyatakan tertutup. Kemudian dibacakan gugatan/
permohonan, kemudian ditanyakan kepada
Penggugat/Pemohon, apa gugatan atau permohonannya itu
sudah benar, apa ada perubahan atau tambahan.
7) Kemudian ditanyakan kepada Tergugat/Termohon apa sudah
mengerti dengan gugatan atau permohonan tersebut. Apa sudah
siap memberikan jawaban baik lisan ataupun tertulis. Dalam
jawaban dimungkinkan Tergugat/Termohon mengakui
seluruhnya, sebagian dan membantah dengan dalil yang lain
dalil Penggugat/Pemohon. Atau Tergugat/Termohon mau

33
mengajukan eksepsi, konvensi dan rekonvensi sehingga sidang
harus ditunda dan dengan sendirinya maka akan terjadi replik-
duplik. Selanjutnya sidang dinyatakan terbuka kembali dan
ketua majelis memberitahukan kepada para pihak sidang
ditunda pada hari......... tanggal….. untuk......... dan sidang
ditutup dengan bacaan hamdalah.
b. Sidang Kedua
1) Memeriksa keluarga Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon, bila sebelumnya dalam sidang sudah
diperintahkan dan Tergugat/Termohon sudah memberikan
jawaban secara lisan. Dan ditanyakan kepada
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon apa sudah
menghadirkan keluarganya, kemudian keluarga
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon dipanggil secara
bergantian, serta ditanya identitasnya hubungannya dengan
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon, faktor penyebab,
upaya damai yang telah dilakukan. Hasilnya dan pendapatnya.
Bila keluarga masih sanggup mendamaikan majelis hakim harus
memberi waktu. Dan bisa juga dalam sidang ini
Tergugat/Termohon harus menyampaikan jawabannya secara
tertulis, sehingga sidang- sidang selanjutnya terjadi replik
duplik.
2) Dilanjutkan dengan pembuktian dari Penggugat/Pemohon yaitu
memeriksa bukti surat kalau ada dengan diberi tanda tangan dan
seterusnya jika foto kopi apa sudah sesuai dengan aslinya dan
apakah sudah bermaterai cukup. Diteruskan dengan memeriksa
saksi-saksi Penggugat/Pemohon ditanya identitasnya
hubungannya dengan Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon, disumpah, kemudian memberikan

34
keterangan dari apa yang dialami, dilihat, didengar sendiri yang
tujuannya untuk menguatkan dalil Penggugat/Pemohon.
3) Ditanyakan tanggapan Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon atas keterangan para saksi tersebut, bisa
membenarkan bisa juga menolak atau keberatan.
4) Kemudian giliran pembuktian Tergugat/Termohon bila dari
semula Tergugat/Termohon membantah dalil
Penggugat/Pemohon caranya sama seperti pada item no.2
tersebut di atas dan juga diminta tanggapan
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon seperti no.3
5) Ditanyakan kepada Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon apakah sudah membuat kesimpulan, hal ini
tidak harus, karena majelis beranggapan bahwa pemeriksaan
sudah cukup, maka sidang dinyatakan terbuka kembali dan
diberitahukan kepada para pihak bahwa sidang ditunda sampai
hari......... tanggal..... Untuk musyawarah hakim (rald kalmer),
dalam istilah hukumnya adalah pernbacaan putusan.
c. Sidang Ketiga.
1) Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umun dengan
bacaan basmalah.
2) Sebelum dibacakan putusan dalam perkara cerai gugat dengan
terjadinya pelanggaran taklik talak Penggugat/Pemohon
diperintahkan membayar iwadh terlebih dahulu dan ditanyakan
juga tentang keadaannya suci apa sedang haid untuk
menentukan masa tunggunya (Iddahnya).
3) Selanjutnya dibacakan putusan oleh ketua majelis, dan akhirnya
sidang dinyatakan telah selesai dan ditutup dengan bacaan
hamdalah.
Catatan;

35
i) Bila dalam jawaban Tergugat/Termohon secara tertulis
terdapat eksepsi, konvensi, rekonvensi atau permohonan cerai
gugat, maka akan terjadi replik duplik dan sidang tidak cukup
hanya tiga kali, jika eksepsi dikabulkan berarti sidang berhenti
jika ditolak sidang lanjut.
j) Dalam perkara cerai talak bila dikabulkan maka masih ada
sidang lagi untuk ikrar talak dari Penggugat/Pemohon
waktunya sesudah 14 hari dari putusan bila
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon hadir dan
sesudah PIP 14 hari bila diputus verstek. Lewat 6 bulan
sesudah Penggugat/Pemohon dipangil degan patut
Penggugat/Pemohon tidak hadir putusan hangus.
k) Amar putusan
 terbukti : dikabulkan
 tidak terbukti : ditolak
 Penggugat/Pemohon tidak hadir : digugurkan
 Tergugat/Termohon tidak hadir : verstek
 kabur/ tidak memenuhi syarat : tidak diterima [No]
 habis biayanya : dicoret
 damai: dicabut.

36
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegiatan Praktek Pengenalan Lapangan (PPL) ini merupakan sebuah metode
yang sangat bermanfaat sehingga terjalin hubungan yang baik antara pihak
kampus, Mahasiswa dan Intansi yang terkait. Program ini dimaksudkan sebagai
upaya praktis untuk mengontrol sejauh mana pemehaman mahasiswa terhadap
materi perkuliahan yang diterimanya sekaligus melatih keterampilan yang perlu
dimiliki bagi seorang mahasiswa sebagai aspek penunjang pada perkembangan
karir kedepan dan proses mempersiapkan diri untuk bekerja di lapangan.
Banyak manfaat dan pengetahuan baru setelah melaksanakan Praktek
Pengenalan Lapangan (PPL) ini, terutama pengetahuan yang diperoleh dari
Pengadilan Agama Bulukumba. Diantaranya mengetahui tugas dan fungsi
Pengadilan Agama, mengetahui proses beracara di Pengadilan Agama mulai dari
proses pendaftaran dan penerimaan perkara sampai dengan proses persidangan.
B. Saran
Berdasarkan pada beberapa fakta yang ada, penulis menyampaikan saran-
saran yaitu sebagai berikut :
1. Adanya pembekalan secara matang untuk mahasiswa PPL sebelum terjun
langsung di Instansinya masing-masing.
2. Adanya peningkatan koordinasi panitia pelaksana baik Fakultas maupun
Panitia Lapangan, serta sosialisasi kepada dosen terkait dengan waktu
pelaksanaan PPL.
3. Kurangnya kedisiplinan mahasiswa PPL sehingga memicu kurang
maksimalnya hasil yang dicapai dalam praktek PPL.
4. Pihak fakultas seharusnya lebih memerhatikan lagi para mahasiswa yang
praktek di Pengadilan Agama Bulukumba

37
DAFTAR PUSTAKA

A. Rasyid, Roihan . Hukum Acara peradilan Agama. Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada, 2007

Ali, H. Mohammad Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta : Rajawali
pers, 2002.

Aripin, Jaenal. Jejak Langkah Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: PT. Kharisma
Putra Utama, 2013.

Arto, H. A. Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta :


Pustaka Pelajar, 2008.

Hasyim, Darmansyah. Hukum Acara peradilan Agama, Lambung Mangkurat


University Press, 1993

Kadir Muhammad, Abdul. Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 1992

Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah, Jakarta:
Sinar Grafika Offset, 2017

Wahyudi, Abdullah Tri . Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-
Surat dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Bandung : Mandar Maju,
2018.

38
LAMPIRAN

Pembekalan dan Penerimaan Mahasiswa PPL di Pengadilan Agama Bulukumba

Mengikuti Sosialisasi Pegadaian di Pengadilan Agama Bulukumba

39
Mengikuti Opening Meeting Pendamping Zona Integritas

Mengikuti Seminar Virtual Covid-19 Sesi III “Bersama,Disiplin, lawan Covid-


19” Oleh PP IKAHI

40
Menyaksikan Jalannya Proses Persidangan

Mendengar dan Melihat Proses Pembuatan Gugatan

41
Pemberkasan dan Pengarsipan Perkara

42
Persiapan Perlombaan 17 Agustus dan Upacara HUT MA-RI Ke-76

Praktek Persidangan Perkara Harta Bersama

43
Kerja Bakti dan Makan Bersama Pegawai PA Bulukumba

Penarikan Mahasiswa PPL UIN Alauddin Makassar

44
Mahasiswa PPL Pengadilan Agama Bulukumba

45

Anda mungkin juga menyukai