Anda di halaman 1dari 3

SAKAI SAMBAYAN, NILAI SOSIAL PERGAULAN ADAT LAMPUNG

Oleh : Zainudin Hasan,S.H.,M.H.

Orang lampung sejak zaman dahulu memiliki nilai sosial Sakai Sambayan, Sakai
Sambayan yang dalam bahasa lampung diartikan sebagai gotong royong, tolong menolong, bahu
membahu dan saling memberi terhadap sesuatu yang diperlukan oleh orang lain. Konsep saling
memberi diberi berdasarkan dari apa yang telah dilakukan atau diberikan sehingga tercipta saling
mengisi dan saling mengerti antara sesama. Kebiasaan Sakai Sambayan secara terus menerus ini
kemudian menjadi Piil Pesenggiri sebab sebagai orang lampung yang memegang teguh falsafah
hidupnya akan merasa kurang terpandang apabila ia tidak berpartisipasi dalam suatu kegiatan
kemasyarakatan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Sakai Sambayan ini erat kaitannya dengan
falsafah Nengah Nyappur yaitu membuka diri dalam pergaulan umum yang luas dan Nemui
Nyimah atau bermurah hati dan ramah tamah terhadap siapa saja. Nilai yang menjadi falsafah
hidup tersebut dipakai terus menerus sebagai suatu titie gumantie atau tata ketentuan pokok yang
selalu diikuti dan diwariskan turun temurun sejak zaman dahulu.
Nilai sakai sambayan orang lampung tampak terlihat jelas dari corak hukum adat yang
mengutamakan kepentingan bersama dan kekeluargaan, hal tersebut bisa dilihat dari kegiatan-
kegiatan seperti Nugal (tradisi gotong royong orang lampung dalam membuka ladang),
pengelolaan tanah adat berupa hak ulayat dimana tanah adat merupakan pusaka atau warisan
nenek moyang yang tidak terbagi-bagi secara individual melainkan menjadi milik bersama untuk
kepentingan umum yang dikerjakan dan dipakai secara bersama-sama.
Perilaku sakai sambayan lainnya masih tampak terlihat seperti dengan adanya
Nuwo/Nuwa Toha yang merupakan rumah tua milik bersama yang dijadikan sebagai rumah
keluarga besar yang oleh orang lampung (pepadun) dijadikan rumah bersama tempat
berkumpulnya pada setiap ada acara-acara dalam kebuayannya. Selain itu, sistem kekerabatan
orang lampung yang bertingkat membuat adanya sistem pembagian kerja dalam bergotong
royong seperti dengan adanya beduwa seperti benulung dan pematu yang mempunyai fungsi
untuk menolong atau mengerjakan semua kerja-kerja atau kegiatan dalam setiap upacara-upacara
adat yang sedang berlangsung.
Sakai sambayan merupakan salah satu nilai sosial dalam pergaulan budaya adat lampung
yang perlu untuk dilestarikan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan diimplementasikan
isinya melalui bentuk implementasi dalam kehidupan khususnya dapat berupa model atau bentuk
Inovasi sebuah kebijakan khususnya dalam kebijakan pemerintahan. Pentingnya memasukkan
pendekatan budaya dalam implementasi kebijakan adalah salah satu bentuk untuk mewujudkan
aspirasi dan demokrasi yang sesungguhnya. Mendasarkan setiap kebijakan kepada kebutuhan
sesungguhnya apa yang dibutuhkan masyarakat, meningkatkan peran aktif masyarakat adat
dalam mewujudkan implementasi kebijakan, menjaga nilai-nilai dan budaya masyarakat dalam
setiap aspek kehidupan, serta meminggirkan stigma implementasi kebijakan oleh pemerintah
melalui pendekatan struktural, prosedural dan politis semata yang justru terkadang tidak
dimengerti oleh masyarakat sehingga penerimaan dan kebermanfaatannya pun sangat rendah.
Pendekatan jenis-jenis tersebut selalu dipandang sebagai kebutuhan penguasa saja, hal ini karena
pendekatan-pendekatan tersebut berasal dari sudut pandang pemerintah beserta para pemilik
kepentingan. Bukan berasal dari sudut pandang masyarakat yang berada dibawah, sehingga
kebutuhan masyarakat yang berada diakar rumput seringkali tidak terpenuhi akibat tidak
mengerti apa yang sebenarnya dibutuhkan, apa yang sebenarnya berlaku dan berkembang
sehingga terkadang tidak terintegrasi dan cenderung menjadi salah sasaran.
Pendekatan melalui nilai-nilai budaya dalam implementasi kebijakan mulai diterapkan
oleh banyak pemerintah daerah atau instansi di Indonesia. Belajar dari keberhasilan beberapa
daerah yang lebih dulu menerapkan dan berhasil mengimplementasi kebijakan menggunakan
pendekatan budaya, saat ini sudah mulai banyak yang mengadopsi pendekatan budaya kedalam
implementasi kebijakan. Pendekatan budaya dianggap sebagai sebuah inovasi terbaru dalam
ranah implementasi kebijakan. Masyarakat sebagai target sasaran dari dibuatnya kebijakan itu
sendiri mulai dilibatkan juga sebagai pembuat rencana, pelaku pengawasan, implementator, dan
bahkan juga evaluator. Lebih dari itu, dari implementasi kebijakan berbasis budaya, ada
kebanggan tersendiri dalam masyarakat akan budaya yang menjadi ciri khas suku dan
lingkungannya. Dampaknya adalah, secara sadar atau tidak, masyarakat telah belajar cara
memajukan diri beserta lingkungannya sendiri, melalui swadaya, kerjasama, dan kesatuan
lingkungan melalui pengembangan nilai-nilai budaya.
Pendekatan budaya dengan konsep Sakai sambayan lebih dapat mengarahkan dan
memunculkan nilai-nilai budaya lampung yang sebenarnya sudah ada di lingkungan masyarakat.
Menggunakan pendekatan budaya untuk implementasi kebijakan juga akan menumbuh suburkan
jiwa memiliki atas apa yang telah direncanakan dan dibuat oleh diri mereka sendiri. Kesadaran
ini pada gilirannya akan menciptakan situasi untuk terus menjaga keadaan atau hal-hal yang
mereka rasa menjadi milik mereka sendiri. Kebermanfaatannya akan bertahan lama, sehingga
kemudian akan menciptakan dampak kesejahteraan disektor lainnya bagi masyarakat itu sendiri
khususnya bagi masyarakat adat.
Konsep sistem kearifan lokal yang sebenarnya berakar dari sistem pengetahuan dan
pengelolaan keluarga pada masyarakat adat, hal ini dikarenakan kedekatan hubungan mereka
secara intensif dan intim antara satu dengan yang lain. Melalui proses interaksi dan adaptasi
dengan lingkungan sekitar yang mendalam dan panjang, masyarakat adat mampu
mengembangkan cara untuk menciptakan sistem nilai, pola hidup, sistem kelembagaan dan
hukum yang selaras dengan kondisi disekitar daerah yang ditinggalinya sehingga tercapai sistem
sosial yang selaras, serasi, dan seimbang.
Sakai sambayan merupakan kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh orang
lampung penting untuk dikaji dan diimplementasikan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam penerapan sebuah kebijakan, karena sesuai dengan kaidah bahasanya orang
lampung bahwa mak ganta kapan lagi, lain ram sapa lagi, (kalau bukan sekarang kapan lagi,
kalau bukan kita siapa lagi) yang menjaga, melestarikan dan mengamalkan nilai-nilai budaya
lampung yang sedikit demi sedikit sudah mulai punah dan ditinggalkan.
Waalahualam bisshawab.

BIODATA SINGKAT PENULIS:


Zainudin Hasan,S.H.,M.H
Akademisi Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung,
Tinggal di Jl. Untung Suropati, Gang Raja Ratu No.82, Labuhan Ratu, Bandar Lampung
HP/WA/LINE : 081317331084
Email: zainudinhasan@ubl.ac.id
Blog: http://www.zainudinhasan.blogspot.com
No Rekening BSM : 7093 638012

Anda mungkin juga menyukai