Anda di halaman 1dari 3

BEJULUK BEADEGH, NILAI SOSIAL DALAM GELAR ADAT LAMPUNG

Oleh : Zainudin Hasan,S.H.,M.H.

Nilai sosial adalah konsepsi abstrak tentang apa yang baik sehingga harus dianut dan
apa yang buruk sehingga harus dihindari, contoh dari nilai sosial yang dianut oleh orang
Lampung adalah Piil Pesenggiri, Sakai Sambayan, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan
Bejuluk Buadegh. Nilai sosial tersebut kemudian telah menjadi falsafah hidup yang turun
temurun dan mendarah daging terwarisi sejak dari zaman dahulu berpuluh-puluh bahkan
beratus tahun lamanya hidup berkembang menjadi adab, adah, dan adat membudaya
mengakar serta melekat meskipun terkadang oleh perubahan zaman mulai tergerus. Nilai-
nilai tersebut kadang hilang ditinggalkan namun ada yang masih tetap terwarisi, terpelihara
dan terjaga bahkan menarik untuk digali, dari mana, untuk apa, apa urgensinya dan
bagaimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam sistem kekerabatan keluarga dan hubungan masyarakat adat pada
masyarakat adat lampung ada istilah yang namanya Tutogh, Juluk, dan Adegh. Tutogh
adalah panggilan untuk sistem kekerabatan yang bersifat bertingkat/berkasta/memiliki
stratifikasi. Contoh Tutogh orang Lampung seperti : Kanjang, Kunjung, Kanjeng, Anjeng,
Agen, Regen, Anjung, Tuan, Pun, Puan, Uwan, Wan, Wanda, Kanda, Pusat, Gusti, Kiyay,
Batin, Tati, Titah, Itah, Papahan, Sumbahan, Rajo, Ajo, Menak, Minak, Agungan, Kagungan,
Baginda, Ginda, Junjun, Junjunan, Akhi, Ahun, Akhuya, Susi, Sus, Ses, Radin, Adin, Uda, Udo,
Cikwo, Yunda dan sebagainya. Tutogh tersebut begitu sangat banyak karena Lampung
hampir banyak menyerap bahasa panggilan dari berbagai macam suku bangsa dan bahasa
termasuk panggilan Uni, Teteh dan Daing. Sedangkan Juluk adalah nama lain atau gelar yang
diberikan kepada seseorang yang masih kecil atau belum menikah yang sifatnya juga
bertingkat, juluk tersebut diberikan melalui proses Ruyang ruyang mandi pagi, Proses
pemberian gelar dilakukan dengan cara nyanang yaitu menabuh canang disaksikan oleh
tokoh-tokoh adat dan perwatin dalam rapat permusyawaratan adat dan pada saat
pemberian gelar adat tersebut dibacakan pula pepancor yaitu sejenis pantun yang biasa
dibacakan pada saat pemberian gelar-gelar adat pada masyarakat adat lampung. Juluk
adalah nama kecil panggilan adat lampung biasanya pemberian dari kakek yang melekat
terus sampai kemudian ia mendapat adegh.
Adegh adalah nama lain atau gelar yang diberikan kepada seseorang (orang
lampung) yang telah menikah yang sifatnya juga bertingkat/berkasta. Proses pemberian
gelarnya pun hampir sama yakni dilakukan dengan cara nyanang yaitu menabuh canang
disaksikan oleh tokoh-tokoh adat dan perwatin dalam rapat permusyawaratan adat. Adegh
tersebut didapat dan “diterangkan” melalui prosesi Begawi Mupadun Adat atau paling
minimal melalui Begawi Nguruk diway (Begawi kecil dalam sistem hukum adat Lampung
Pepadun khususnya Lampung Marga Sungkai Bunga Mayang). Dengan prosesi Begawi
Mupadun atau Begawi Nguruk diway tersebut seseorang mendapatkan adegh sehingga sah
secara adat untuk dapat diterima dalam pergaulan adat (Nyelesai Ko Rasan Adat) karena
telah menyelesaikan acara adat di Tiyuh kediamannya disaksikan oleh tokoh-tokoh adat
Paksi, Perwatin, Tuha Raja Bidang Suku dari Tiyuh dan Marga lainnya disekitar.
Bejuluk buadegh adalah sebagai suatu Titei Gumattei (tata ketentuan) pokok yang
selalu diikuti yang diwariskan turun temurun dari zaman dahulu dengan menghendaki agar
seseorang disamping mempunyai nama juga diberi gelar sebagai panggilan terhadapnya,
bagi yang belum berkeluarga diberi Juluk (bejuluk) dan setelah berkeluarga diberi Adegh
(Beadegh) sebagai salah satu bentuk kekayaan yang tidak dimiliki oleh suku bangsa lain.
Falsafah hidup orang lampung tentang Bejuluk Beadegh telah menjadi budaya hukum adat
masyarakat dan telah menjadi asas dan norma sehingga berdasarkan Juluk Adegh yang telah
disandangnya seharusnya memiliki budaya malu dalam melakukan perbuatan tercela seperti
: korupsi, mencuri, berzina, atau melakukan perbuatan tercela lainnya akan mengakibatkan
turunnya nilai kehormatan bagi nama baik pelaku pemilik Juluk Adegh dan keluarganya.
Karena dalam prinsip juluk dan adegh bahwa harta dan uang bisa dicari dan dibeli akan
tetapi harga diri, kehormatan, marwah, dan moralitas yang terjaga jauh lebih bernilai
daripada harta dan uang. Nama baik atau nama besar dari Bejuluk Beadegh adalah sebagai
lambang kehormatan yang harus dapat dipertahankan dan dijiwai sesuai dengan kebesaran
nama yang telah disandang.
Juluk dan Adegh seseorang tidak sembarang orang dapat memakainya karena salah
juluk dan salah adegh bagi orang lampung yang memegang teguh titei gumantie adat
disebut perbuatan cempala/cepalo sebagai suatu bentuk pelanggaran adat karena
melanggar asas kepantasan dan kepatutan. Bejuluk beadegh sepatutnya berdasarkan status
pribadi dalam struktur kepemimpinan atau kedudukan adat (stratifikasi) dengan tidak
menabrak aturan atau asal memberi nama dan gelar. Karena faktor keturunan, Anak Tertua,
Kedudukan dalam Paksi menentukan gelar mana yang pantas untuk disandang. Sebagai
contoh gelar Adegh adalah mulai dari Suntan/Suttan, Sunan, Pengiran, Minak, Tuan, Raja,
Radin/Raden, Batin dan lain-lain yang terkadang setiap Kebuayan/Jurai, Keratuan/Kedatuan
atau Marga/Mego tidak sama kedudukan ataupun urutannya hal tersebut disesuaikan
dengan adat yang berlaku pada kelompok masyarakat adat yang bersangkutan.
Nama Juluk Adegh yang diberikan merupakan identitas yang harus dijaga
kehormatannya sebagai nama baik sebagai bagian dari Piil Pesenggiri orang lampung,
karena tidak semua atau sembarang orang bisa mendapatkan gelar yang disematkan
tersebut. Sebuah suatu kewajiban bahwa dalam bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk bisa menghormati terhadap
sesama dalam pergaulan adat, baik dalam paksi-paksi, lebuh, Keratuan/kedatuan,
Marga/Mego dan Kepenyimbangan. Pemberian gelar yang sesuai dengan garis nasab
keturunan sehingga dalam tatanan kehidupan sehari-hari memiliki peran sesuai dengan
tempat dan kedudukannya dilingkungan masyarakat adat, kepemerintahan ataupun
hubungan tanggung jawab seseorang dengan Tuhannya.
Falsafah hidup orang Lampung tentang Bejuluk Beadegh adalah salah satu bentuk
kearifan lokal atau lebih dikenal dengan sebutan local wisdom yang dapat dipahami sebagai
usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Ciri kearifan lokal
yang berporos pada proses sebuah kebaikan ketimbang aplikasi semata menjadikannya
sangat jauh dari hal yang instan sehingga menjadi cermin budaya bagi masyarakat, menjadi
akar dalam pedoman kehidupan yang turun temurun dan menjadi warisan bangsa yang
kaya.
Waalahualam bisshawab.

BIODATA SINGKAT PENULIS:


Zainudin Hasan,S.H.,M.H
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung
Tinggal di Jl. Untung Suropati, Gang Raja Ratu No.82, Labuhan Ratu, Bandar Lampung
HP/WA/LINE : 081317331084
Email: zainudinhasan@ubl.ac.id
Blog: http://www.zainudinhasan.blogspot.com
No Rekening BSM : 7093 638012

Anda mungkin juga menyukai