Kel 2 Landasan Filosofi Dalam Pengembang
Kel 2 Landasan Filosofi Dalam Pengembang
DOSEN PENGAMPU:Dr.K.Panjaitan,M.PD
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS TEKNIK
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga makalah Landasan Filosofi Pengembangan Kurikulum
ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya..
Ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Telaah
Kurikulum yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat makalah ini
sebagai acuan dan referensi untuk tugas-tugas selanjutnya.
Akhir kata, Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan baik
dari segi bahasa, tulisan, maupun kalimat yang kurang tepat dalam makalah ini,
Dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
berikutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................20
B. Saran ...........................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Nasution, Asas-asas kurikulum (Jakarta: Bumi aksara, 1995), h. 78
1
berpusat pada siswa dan sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dicapai.
Kurikulum disusun oleh Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).
Penyusunan kurikulum ini berdasarkan Badan Nasional Standar Pendidikan
(BPNS) untuk sekolah umum dan dinaungi Departeme Agama untuk sekolah yang
berbasis
Dakir dalam bukunya mengatakan bahwa falsafah atau way of live suatu
bangsa akan menjiwai segala kegiatan lembaga pada bangsa yang bersangkutan.3
Sebagaimana mestinya, kurikulum harus dibuat dengan memperhatikan filosofi
yang dianut oleh bangsanya. Dalam hal ini Indonesia harus mengembangkan
kurikulum berlandaskan pancasila.
B. Rumusan Masalah
2
Sanjaya, Kurikulum dan pengembangan (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 42
3
.rineka cipta. Dakir, Perencanaan & Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.
84
2
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Secara etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang berarti cinta
dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan
(love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka ia harus
berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu
berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Pola pikir semacam itu biasa
disebut sebagai pemikiran radikal (radic), yang berarti berpikir sampai ke akar-
akarnya.
Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat
secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu
atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu
berpikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat
sering disebut pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke akar-akarnya (radic
berarti akar). Berfilsafat diartikan pula berpikir secara radikal, berpikira sampai ke
akar. Secara akademik, filsafat berarti upaya untuk menggambarkan dan
menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan konprehensif tentang alam
semesta dan kedudukan manusia di dalamnya. Berfilsafat berarti menangkap
synopsis peristiwa-peristiwa yang simpang siur dalam pengalaman manusia.4
Suatu cabang ilmu pengetahuan mengkaji suatu bidang pengetahuan manusia,
daerah cakupannya terbatas. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia,
berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan
mencoba mengetahui kedudukan manusia didalamnya. Sering dikatakan bahwa
filsafat merupakan ibu dari segala ilmu.
Filsafah diartikan sebagai cara pandang hidup seseorang. Setiap orang atau
masyarakat memiliki pandangan yang berbeda-beda, ini mengartikan bahwa
filosofi setiap orang atau masyarakat itu tidak sama. Tolak ukur akan kebenaran
dan nilai-nilai yang diyakini oleh setiap orang atau masyarakat tidak semuanya
sama. Hal tersebut terjadi karena tergantung apa landasan yang dimiliki atau
diyakini oleh tiap individu atau masyarakat tersebut.
Dalam pengembangan kurikulum tentunya dibutuhkan landasan yang jelas.
Pengembangan kurikulum harus berlandasakan pada beberapa hal salah satunya
4
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum T eori dan Praktek,PT Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2004,h.39.
5
adalah filosofi. Dalam kaitannya antara pengembangan kurikulum dengan filosofi
adalah sebagai acuan agar tujuan yang dicapai tidak menyimpang dari filosofi yang
dianut. Bagaimana suatu kurikulum dikembangkan akan berpengaruh nantinya
terhadap filosofi yang digunakan, karena tentunya pendidikan bertujuan untuk
mendidik anak menjadi individu yang sesuai dengan harapan dan ideal dengan
filosofi yang diterapkan.
Filsafat berperan dalam landasan pengembangan kurikulum sebagai suatu
jawaban mengenai akan kearah manakah pendidikan membawa seorang anak,
masyarakat seperti apa yang harus diciptakan melalui kurikulum yang diterapkan,
pengetahuan apa yang harus dipelajari oleh anak, norma-norma apa dan nilai-nilai
yang bagaimana yang akan diterapkan pada anak, dan seperti apa pendidikan akan
dilangsungkan.
Nasution dalam bukunya mengatakan bahwa filsafah memiliki 4 fungsi dalam
pengembangan kurikulum. Pertama, filsafah dapat menunjukkan arah dan tujuan
pendidikan. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus
diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat
menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan.
6
Dewey sangat menghargai peranan pengalaman, merupakan dasar bagi
pengetahuan dan kebijakan. Menurut Dewey dalam Nanan Syaodih Sukmadinata
Experience is the only basis for knowledge and wisdom.5
5
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum T eori dan Praktek,PT Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2004,h.41.
7
jelek (estetika). Hakikat pandangan hidup manusia mencangkup ketiga hal tersebut
(logika, etika, dan estetika). Kaitannya dengan kurikulum dari ketiga pandangan
tersebut sangat diperluhkan terutama dalam menerapkan arah dan tujuan
pendidikan. Dengan pengertian lain, ke arah mana pendidikan akan dibawa. Untuk
itu perlu adanya kejelasan mengenai pandangan hidup manusia atau suatu bangsa.
Setiap bangsa atau negara mempunyai tatanan dan pandangan hidup masing-masing
berbeda-beda sesuai dengan ideologi yang mereka anut. Bagi bangsa Indonesia,
sudah barang tentu menganut asas falsafah kita, yakni falsafah Pancasila yang
menjadi acuan dasar kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk
di dalamnya dalam menentukan arah pendidikan. Tujuan pendidikan pun
ditentukan oleh filsafat yang dianut oleh negara mereka yang berkuasa dan
memerintah suatu negara. Kalau pemerintah bertukar, berubah pula tujuan
pendidikannya.
Para pengembang kurikurum harus memiliki filsafat yang jelas tentang apa
yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum
yang tak menentu arahnya. Kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing
dengan dasar pemikiran tersendiri. Di bawah ini dijelaskan beberapa aliran filsafat
yang dominan, antara lain:
1. Perennialisme
Perkataan Perennialisme berasal dari kata Perenial yang berarti abadi, terus
menerus tiada akhir. Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual
anak memalui pengetahuan yang “abadi, universal dan absolut” atau “perennial”
yang ditemukan dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang
dihimpun dalam “the Great Books” atau “Buku Agung”. Kebenaran dalam buku itu
tertahan teguh terhapad segala berubahan zaman.
8
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subject atau mata
pelajaran terpisah sebagai disiplin ilmu denan menolak penggabungan seperti IPA
dan IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat
mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi
yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan emosi dan jasmani seperti seni rupa,
olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran
sulit karena memerluhkan intelegensi tinggi.
2. Idealisme
Berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”, dari dunia supra-
natural dari Tuhan. Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filsafat
idealisme. Kebenaran dipercaya datangnya dari Tuhan yang diterima melalui
wahyu. Kebenaran ini, termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa
yang datang dari Tuhan baik dan benar. Tujuan hidup manusia adalah kehendak
Tuhan.
3. Realisme
9
Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran dengan
“embel-embel” seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu.
4. Pragmatisme
5. Eksistensialisme
10
Sekolah yang didasarkan eksitensialisme mendidik anak agar ia
menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia
harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab.
Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan lain-
lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitas sendiri, menentukan standarnya
sendiri dan kurikulumnya sendiri.
Dari segala mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik
mereka. Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan
aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat
non-directive, di mana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan
tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.
Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya
bagi kurikulum yakni:
2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan itu.
5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana
tujuan itu telah dicapai.
6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas
diketahui apa yang ingin dicapai.
11
E. Jenis-jenis Falsafah Pendidikan
a. Falsafah Bangsa
12
dan mengembangkan isi/bahan kurikulum ,strategi pembelajaran .media
pembelajaran dan sistem evaluasi.
c. Falsafah Pendidikan
13
menentukan arah dan tujuan pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa,
terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang hidup
dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat
merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah
pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu
bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh
perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada
pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti
bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia
yang berPancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh
pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila
itu sendiri.
14
F. Penerapan Filosofi sebagai Landasan Pengembangan kurikulum
Pedoman kurikulum yang baik salah satunya bahkan dicirikan dengan adanya
sketsa filosofi, jadi tidak hanya berbicara mengenai tujuan umum, tujuan khusus,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan bagaimana melakukan penilaian. Masih
menurut situs yang sama, kejelasan filosofis yang terkandung dalam sebuah
kurikulum akan sangat membantu pelaksanaannya di tingkat paling mikro, karena
memandu keseluruhan program dan kebijakan yang akan dilakukan nantinya.
Dengan kata lain, filosofi pada pengembangan kurikulum akan menggambarkan
kerangka kerja secara mendasar, sehingga akan sangat membantu guru ketika
penerapan kurikulum berlangsung. Terlebih, hal-hal baru biasanya tidak akan
terlepas dari kritik, termasuk diantaranya kurikulum. Adanya muatan filosofis yang
sesuai dengan sistem sekolah pada umumnya, akan sangat memudahkan
diterimanya kurikulum baru.
15
individual maupun kelompok. Reaksi-reaksi ini biasanya menggambarkan jenis
aliran filosofi yang dianut. Jika kita memahami keyakinan filosofi apa yang dianut
oleh seseorang, maka kita dapat memberikan respon atas komentarnya dengan cara
yang masuk akal baginya. Sebagai contoh jika orangtua mengkhawatirkan
penekanan pemecahan masalah akan mengalihkan perhatian siswa dari
pengetahuan dasar (misal karena siswa harus menghadapi ujian berstandar
nasional), kita tahu bahwa yang sedang dihadapi adalah orang tua yang memiliki
pandangan esensialisme. Kita dapat merespon kekhawatiran ini dengan
menunjukkan bahwa ada pula jenis program sekolah lainnya yang tetap mendorong
guru menekankan pengetahuan mendasar, sehingga alokasi sesungguhnya sama
dengan program pengembangan kemampuan berpikir.
16
Esensialisme Semua siswa harus diajarkan mengenai inti umum
pengetahuan karena mereka diasumsikan membutuhkannya untuk
berperan sebagai anggota masyarakat kelak. Pengetahuan yang
dipandang penting adalah ilmu alam dan bidang teknik. Menurut
pandangan ini, kandungan ilmu seni dan kemanusiaan biasanya
gagal membekali manusia muda, sehingga ilmu jenis tersebut
dianggap tidak penting. Teknologi pembelajaran model baru yang
diharapkan meningkatkan efisiensi pengajaran seharusnya turut
disertakan ke dalam pelajaran di sekolah.
17
untuk menggunakan kurikulum yang sama. Idealnya, siswa harus
merasa bebas dalam memilih apa yang akan dipelajari, selain itu
mereka juga harus memiliki pengaruh kuat pada tata sekolah.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) landasan filosofis adalah fondasi atau dasar yang berbeda wujudnya tetapi
sangat erat hubungannya pada dasar pendidikan.
2) Filsafat berperan dalam landasan pengembangan kurikulum sebagai suatu
jawaban mengenai akan kearah manakah pendidikan membawa seorang
anak dalam norma norma dan nilai pendidikan yang akan dilangsungkan.
3) Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya
bagi kurikulum yakni;
• Filsafta pendidikan menentukan arah
• Adanya tujuan pendidikan dan gambaran yang jelas
• Menentukan cara berproses
• Memeberi kebulatan pada usaha pendidikan
• Memeberi petunjuk apa yang harus dinilai
• Memeberi motivasi dalam proses belajar mengajar
4) landasan filosofi pengembangan kurikulum merupakan proses penyusun
kurikulum turut mempertimbangkan segi-segi filosofis dalam
pengembangan kurikulum. Kesadaran untuk berfilosofi sangat diperlukan
ketika merencanakan pernyataan tujuan pendidikan dan mengenali berbagai
macam sudut pandang maka kita dapat lebih mudah mengapresiasi nilai
yang dibawa oleh masing-masing individu dalam mengembangkan
kurikulum
19
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, David G. (2003). Curriculum Today. New Jersey: Merril Prentice Hall.
Idi, Abdullah. 2007. Pengmbangan kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Oliva, Peter F. (1992). Developing The Curriculum. New York: Harper Collins
Publisher.
https://www.slideshare.net/wenymanies/landasan-dalam-pengembangan-
kurikulim-filosofis-psikologus-sosial-budaya-dan-perkembangan-iptek,
diakses pada tanggal 19 Maret 2017 pukul 13.15
20