Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala


limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, Januari 2018

PENULIS

DAFTAR ISI

Gizi dan Diet|1


KATA
PENGANTAR......................................................................................1

DAFTAR
ISI..........................................................................................................2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar
Belakang......................................................................................3
B. Rumusan
Masalah........................................................................................4
C. Tujuan
Masalah........................................................................................5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit…………………..6

2.2 Standar Makanan Rumah Sakit….…………………………….7


2.3 Asupan Makanan Pasien…………………………...……….…8
2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Makanan……………………….….9

2.5 Sisa makanan dan faktor yang mempengaruhinya…………...10


2.6 Biaya makan pasien……………………………...…………...11

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………..…...….12

3.2 Saran……………………………………………………….....13

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

Gizi dan Diet|2


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian


kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan
yang
optimal melalui pemberian diet yang tepat (Depkes RI, 2006).
Pelayanan makanan (Food service) di rumah sakit merupakan salah satu
bentuk kegiatan pelayanan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dalam upaya
mempercepat penyembuhan penyakit, mencapai status gizi optimal dan
dapat memenuhi ukuran kepuasan pasien (Depkes RI, 2003).
Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu sarana penunjang
dalam pelayanan kesehatan. Tujuan dari penyelenggaraan makanan
untuk mencukupi kebutuhan pasien terhadap gizi seimbang. Sekitar 20-
40 % anggaran rumah sakit digunakan untuk makanan. Keberhasilan
suatu penyelenggaraan makanan dapat dinilai dari ada tidaknya sisa
makanan, sehingga sisa makanan dapat dipakai sebagai indikator untuk
mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit (DepKes
RI, 1991). Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah pelayanan gizi
yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis,
status gizi dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat
berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses
perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.

Gizi dan Diet|3


(Depkes RI, 2006). Manajemen rumah sakit pada umumnya
menghendaki pengelolaan
rumah sakit yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti tingkat
keberhasilan penanganan terhadap pasien cukup tinggi, dan efisien
berarti optimal dalam penggunaan sumber daya rumah sakit yang ada
(Makalah PERSI Award- IHMA 2010). Konsep “Better Hospital Food”
yang ditetapkan oleh National Health Service (NHS) merupakan salah
satu upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan gizi, dimana food
waste/sisa makanan diasumsikan sebagai angka asupan makanan, energi
atau zat gizi (Sri Iwaningsih dkk, 2010) Hasil penelitian oleh Instalasi
Gizi RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung pada bulan November dan
Desember 2009 didapatkan informasi bahwa ratarata sisa makanan
pasien dewasa sebesar 28,045% dengan rincian sisa makanan biasa
13,09% dan sisa makanan lunak yang tidak termakan sebesar 43%.
(Instalasi Gizi RSHS, 2009). Penelitian thesis tahun 2011 yang dilakukan
terhadap 91 pasien dewasa di ruang rawat inap Instalasi Gizi RSUP Dr
Hasan Sadikin Bandung, didapatkan bahwa sisa makanan lunak sebesar
31,2%. (Munawar, 2011). Hasil ini lebih tinggi dari indikator Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yang disyaratkan untuk pelayanan gizi rumah
sakit yaitu sisa makanan < 20% (Depkes RI, 2007). Biaya adalah sumber
daya yang sangat penting dan menentukan dalam penyelenggaraan
makanan rumah sakit. Biaya ini harus diperhitungkan dan dikendalikan
seefisien serta seefektif mungkin. (Siti Utami, 2010). Biaya makanan
merupakan salah satu biaya yang cukup besar di rumah sakit, dan 40%
biaya makanan adalah pada biaya bahan makanan atau food cost
(Bartono, 2005). Dengan tingginya sisa makanan lunak akan

Gizi dan Diet|4


mengakibatkan besarnya biaya bahan makanan yang terbuang, selain itu,
sisa makanan yang terbuang juga menyebabkan tidak sesuainya
kebutuhan gizi yang seharusnya di dapat oleh pasien. Selain memberikan
dampak pada efisiensi biaya, tingginya sisa/waste makanan pasien juga
menunjukkan kepuasan pasien terhadap porsi makanan yang disediakan
menurun. Meskipun penurunan kepuasan ini sebagian besar disebabkan
kondisi penyakit tetapi cita rasa dan besar porsi makanan rumah sakit
juga berperan dalam tingginya sisa/waste makanan tersebut (Makalah
PERSI Award-IHMA 2010). Faktor lain yang mempengaruhi sisa
makanan adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur,
kelas perawatan, lama perawatan dan penyakitnya (Almatsier, 1992).
Dari data yang di dapat, dan standar acuan sisa makanan yang dijadikan
indikator pelayanan minimal, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian berupa Analisis Biaya Sisa Makanan Lunak dan Zat Gizi
Yang Hilang Pada Pasien Dewasa Kelas III di RSUP Dr Hasan Sadikin
Bandung. Selain itu, penulis adalah pegawai di Instalasi Gizi RSUP Dr
Hasan Sadikin Bandung, yang bekerja di Sub Instalasi Pengolahan dan
Penyaluran Makanan untuk Pasien, Dokter dan Pegawai.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit?
2. Apa saja standar makanan Rumah Sakit?
3. Bagaimana asupan makanan bagi pasien?
4. Seperti apa penilaian mutu pelayanan makanan Rumah Sakit?

5. Sisa makanan dan faktor yang mempengaruhinya?


6. Bagaimana biaya makan pasien?

Gizi dan Diet|5


C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit.

2. Mengetahui standar makanan Rumah Sakit.

3. Mengetahui asupan makanan Rumah Sakit.


4. Mengetahui penilaian mutu pelayanan makanan Rumah Sakit.

5. Mengetahui sisa makanan dan factor yang mempengaruhi.


6. Mengetahui bagaimana biaya makan pasien.

BAB II
PEMBAHASAN

Gizi dan Diet|6


2.1 Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar yang
harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum makanan
berfungsi sebagai sumber energi, pertumbuhan dan perkembangan,
pengganti sel-sel yang rusak, mempercepat proses penyembuhan dan
pengatur proses dalam tubuh. Dalam keadaan sakit fungsi makanan
sebagai salah satu bentuk terapi untuk kesembuhan pasien, penunjang
pengobatan dan tindakan medis (Moehyi, 1995).
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah serangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan sampai distribusi makanan pada
pasien/konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang
optimal melalui pemberian diet yang tepat. Tujuan dari penyelenggaraan
makanan ini untuk menyediakan makanan yang bermutu, jumlah sesuai
kebutuhan gizi pasien, sesuai dengan biaya dan dapat diterima oleh
pasien guna mencapai status gizi yang optimal. Sasaran penyelenggaraan
makanan di rumah sakit terutama pasien rawat inap. Penyediaan
makanan bagi orang sakit merupakan salah satu hal penting karena
tujuan pemberian makanan untuk mempertahankan dan meningkatkan
status gizi, mempertahankan daya tahan tubuh, serta sebagai bagian dari
penyembuhan penyakitnya (Hartono, 2006). Pelayanan makanan juga
merupakan komponen yang cukup besar dalam pembiayaan rumah sakit,
sehingga perlu dikelola secara 21 makanan. Pentingnya porsi makanan
bukan saja berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan
dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan. Penyajian

Gizi dan Diet|7


makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu
makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi
bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai
makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan
waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga
menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi, 1992).

2.2 Standar Makanan Rumah Sakit


Standar makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSUP Sanglah
Denpasar tertuang dalam Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
(PPMRS) tahun 2014 yang berisi tentang jumlah dan jenis bahan
makanan yang diberikan kepada pasienberdasarkan kelas perawatan,
nilai gizi dan pembagian waktu makan dalam sehari (Instalasi Gizi,
2014). PPMRS ini disusun dengan mempertimbangkan faktor kebutuhan
gizi, kebiasaan makan serta anggaran makanan yang tersedia dan
ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit yang menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan makanan. Secara lebih terperinci isi peraturan ini terdiri
dari :
1. Macam pasien yang layani terdiri dari pasien (VVIP, VIP, kelas
1, 2dan 3), dokter jaga, petugas yang berdinasditempat beresiko,
petugas yang kena paparan panas
2. Siklus menu yang ditetapkan(10 hari)
3. Pola pemberian makan sehari terdiri dari 3 kali makan utama dan
2 kali pemberian snack
4. Standar makanan rumah sakit untuk pasien berdiit khusus dan
biasa

Gizi dan Diet|8


5. Standar makanan enteral rumah sakit
6. Macam menu yang ditetapkan terdiri dari menu standar dan menu
pilihan
7. Penggunaan bahan makanan sesuai anggaran bahan makanan
yang tersedia
8. Tercantum analisis zat gizi dari standar makanan biasa, dan untuk
makanan khusus. Menu pilihan hanya berlaku pada pasien VVIP
10 dan VIP sedangkan pada kelas 1, 2 dan3 berlaku menu standar
dengan siklus menu 10 hari.
Makanan biasa adalah makanan yang diberikan kepada pasien
yang tidak memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya.
Susunan makanannya sama dengan makanan orang sehat/makanan
sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur dan
aroma yang normal, hanya tidak diperbolehkan makanan yang
merangsang atau yang menimbulkan gangguan pencernaan. Standar ini
mengacu pada pola menu seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Tujuan diet makanan biasa
adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Standar porsi yang berlaku untuk
makanan biasa dan khusus mengacu pada Buku Penuntun Diet tahun
2010 tetapi untuk standar porsi makanan biasa standar rumah sakit
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan rumah sakit. Nilai gizi
makanan biasa pada Buku Penuntun Diet tahun 2010 adalah energi 2146
kalori, protein 76 gram, lemak 59 gram dan karbohidrat 331 gram.
Pemberian makanan pada orang sakit, pada prinsipnya harusmemenuhi
kebutuhan zat gizi yang disesuaikan dengan penyakit yang dideritanya.

Gizi dan Diet|9


Hal ini berkaitan dengan perubahan fisiologis dan metabolisme dalam
tubuh orang sakit. Dengan demikian pada kondisi khusus, pengaturan
diet dan penyusunan menu dipersiapkan sesuai dengan jenis penyakit
dan gejala untuk menunjang kesembuhan pasien ( Kemenkes RI, 2013).
ini.
Tabel 1
Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan
Penuntun Diet

Waktu Bahan Makanan Instalasi Penuntun


Makan Gizi Diet

Pagi Nasi 150 gram 150 gram


Laukhewani(telur/penukar) 50 gram 50 gram
Sayuran 50 gram 50 gram
Minyak 5 gram 5 gram

Snack Kue 1 biji -


pagi

Siang Nasi 150 gram 250 gram


Laukhewani(daging/penukar) 50 gram 50 gram
Lauk nabati (tempe/penukar) 50 gram 50 gram
Sayuran 75 gram 75 gram
Minyak 10 gram 10 gram
Buah/penukar 100 gram 100 gram

Gizi dan Diet|10


Snack Bubur kacang hijau(25gram) 1 gelas 1 gelas
sore

Sore Nasi 150 gram 200 gram


Lauk hewani 50 gram 50 gram
(daging/penukar) 50 gram 50 gram
Lauk nabati (tahu/penukar) 75 gram 75 gram
Sayuran 10 gram 10 gram
Minyak

2.3 Asupan Makanan Pasien


Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan
gizi dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit
tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis
kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan
menyusui (Almatsier, 2010). Pasien rawat inap membutuhkan asupan
makan 12 yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi
dan terhindar dari malnutrisi. Dalam penyelenggaraan makanan di rumah
sakit ada perbedaan pengertian istilah kebutuhan gizi dan kecukupan
gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements) adalah banyaknya zat gizi
minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan
gizi (recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-masing
zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar
hampir semua orang (97,5% populasi) hidup sehat (Kemenkes RI, 2014).

Gizi dan Diet|11


Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka dapat menyebabkan
terjadinya malnutrisi. Patogenesis penyakit gizi kurang (malnutrisi)
melalui 5 tahapan, yaitu: pertama ketidakcukupan zat gizi. Jika
ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama, maka
persediaan/cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidak
cukupan itu. Kedua, apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi
kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan.
Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang
ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi
yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang klasik (Supariasa, 2002).
Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi
sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Pasien yang
memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa makanan
dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan
semakin tinggi.
2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Makanan
Penilaian mutupelayanan makanan dapat dilakukan melalui
evaluasi secara menyeluruh kegiatan penyelenggaraan makanan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan produk makanan yang dihasilkan
sampai kepada pasien. Standar mutu makanan terdiri dari dua aspek
utama yaitu aspek penampilan makanan dan rasa makanan. Penampilan
makanan terdiri dari warna makanan, bentuk makanan, besar porsi dan
cara menyajikan makanan. Rasa makanan dipengaruhi oleh suhu dari
setiap jenis hidangan yang disajikan, bumbu yang digunakan, aroma
masakan, keempukan atau kerenyahan serta tingkat kematangan. Dalam

Gizi dan Diet|12


penyajian makanan, penampilan dan rasa makanan harus diperhatikan
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan yang menarik bagi
pasien untuk dapat menghabiskan makanan yang disajikan (Moehyi,
1995). Penilaian mutu makanan dapat dilakukan dengan mencatat jumlah
sisa makanan yang tidak dikonsumsi (Depkes RI, 2007). Menurut
Kepmenkes no. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh
pasien sebesar ≤ 20%. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan 20%
menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit di
Indonesia (Kemenkes RI, 2012). Penilaian/evaluasi sisa makanan secara
umum didefinisikan sebagai suatu prosesmenilai jumlah/kuantitas dari
porsi makanan yang sudah disediakan oleh penyelenggara makanan yang
tidak dihabiskan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai
sisa makanan yaitu metode penimbangan dan metode 14 taksiran visual.
Penelitian yang dilakukan mengenai penggunaan skala comstock 6 poin
untuk menaksir secara visual sisamakanan pada program pemberian
makan siang pada anak sekolah, pertama kali dikembangkan oleh
Comstock tahun 1981, menunjukkanadanya hubungan yang kuat antara
taksiran visual skala Comstock dan penimbangan (r = 0,93). Demikian
juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwani (2001), di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta memperoleh hasil antara taksiran sisa makanan
dengan hasil penimbangan menunjukkan adanya korelasi yang sangat
kuat dan positif, dengan rata-rata 0,93 (dengan rentang 0,91-0,95)
sehingga taksiran visual dapat digunakan untuk menentukan sisa
makanan menggantikan metode penimbangan. Susyani (2005), dalam
penelitiannya mengenai akurasi petugas dalam penentuan sisa makanan

Gizi dan Diet|13


pasien rawat inap menggunakan metode taksiran visual skala Comstock
6 poin, memperoleh kesimpulan penentuan sisa makanan dengan metode
taksiran visual Comstock dapat dilakukan oleh siapa saja baik oleh
petugas perawat ataupun petugas pramusaji.

2.5 Sisa Makanan dan Faktor yang Mempengaruhinya


Semua pasien rawat inap di rumah sakit menerima makanan sesuai
dengan kebutuhan ataupun kecukupan. Tetapi sebagian besar pasien
(59%) meninggalkan sisa sebanyak 471±372 kalori, 21±17 gram protein
per pasien perhari, sehingga asupan pasien menjadi kurang. Hal ini
bukan didominasi oleh penyakit saja tetapi ada faktor risiko lain sepertai
jenis kelamin, resep diet yang dimodifikasi, lama rawat dan makan
malam yang tidak memadai, sehingga instalasi gizi harus meningkatkan
pelayanan makanan di rumah sakit (Dupertuis,2003). Peranan makanan
rumah sakit sebagai suatu terapi belum optimal. Hal ini karena masih
banyak kejadian malnutrisi rumah sakit dan dampak malnutrisi
mempengaruhi kesembuhan dan Length of Stay (LOS) dan makanan
rumah sakit sering dianggap sebagai penyebabnya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar, menemukan rata-
rata asupan zat gizi pasien dibawah kebutuhan dan secara umum terjadi
penurunan berat badan pasien selama perawatan (Weta dan Partiwi,
2009). Adanya sisa makanan pasien di rumah sakit mengakibatkan
asupan gizi pasien tidak adekuat. Pasien dengan asupan gizi yang tidak
adekuat mempunyai resiko 2,4 kali untuk terjadi malnutrisi rumah sakit
(Kusumayanti,2004). Berdasarkan beberapa teori dan dari hasil
penelitian terdahulu banyak faktor yang menyebabkan terjadinya sisa

Gizi dan Diet|14


makanan pasien di rumah sakit, yang meliputi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu yang berasal dari pasien sendiri meliputi
faktor psikis, kebiasaan makan, aktivitas fisik, umur, jenis kelamin, kelas
perawatan, lama perawatan, faktor pengobatan dan jenis penyakit. Faktor
eksternal terdiri dari faktor yang berasal dari makanan dan lingkungan.
Faktor dari makanan yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan
adalah cita rasa dan variasi menu, sedangkan faktor dari lingkungan
adalah konsumsi makanan dari luar rumah sakit, alat makan, jadwal
makan atau waktu makan dan sikap petugas ruangan.
1.Faktor keadaan psikis
Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan
dengankejiwaan. Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan
orang sakit harus menjalani kehidupan yang berbedadengan apa yang
dialami sehari–hari di rumah. Apa yang dimakan,dimana orang tersebut
makan, bagaimana makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut
makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya.
Hal ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing baginya
yang mengelilinginya setiap waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas
paramedis lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit
mengalami tekanan psikologis, merasasedih, merasa takut karena
menderita suatu penyakit, ketidakbebasan gerak karena menderita suatu
penyakit tertentu, sering menimbulkan rasa putus asa sehingga pasien
kehilangan nafsu makan sehingga dapat mengurangi asupan makan
(Moehyi, 1995).
2.Kebiasaan makan

Gizi dan Diet|15


Kebiasaan makanadalah suatu istilah untuk menggambarkan
kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan,
seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makan,
kepercayaan tentang makanan (pantangan), distribusi makanan di antara
angota keluarga, penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau
tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan.
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih
makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu,
kspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu
dengan yang lain (Khomsan, 2004). Dengan pola makan yang baik dan
jenis hidangan yang beranekaragam dapat menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi
kebutuhan gizi seseorang,sehingga status gizi seseorang akan lebih baik
dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan 17 dari penyakit.
Susunan menu atau susunan hidangan masyarakat Indonesia meliputi
bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayur, dan buah.
Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat
(Sediaoetama, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009),
perbedaan pola makan dirumah dan pada saat di rumah sakit akan
mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Bila pola makan
pasien tidak sesuai dengan makanan yang disajikan rumah sakit akan
mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan.
3.Aktivitas fisik
Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien.
Aktifitas fisik pada orang normal berbeda tiap individu ada yang

Gizi dan Diet|16


pekerjaan ringan, sedang ataupun berat.Tidak hanya pada orang normal,
pada orang sakit, aktivitas fisik juga memiliki peranan dalam
menetapkan kebutuhan energi. Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi,
nilai faktor aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua
yaitu istirahat di tempat tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier,
2010). Pada pasien terjadi penurunan aktivitas fisik selama dirawat.
4.Umur
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, semakin
tua umur manusia maka kebutuhan energi dan zat gizisemakin sedikit.
Bagi orang yang dalam periode pertumbuhan yang cepat yaitu,pada masa
bayi dan masa remaja memiliki peningkatan kebutuhan zat gizi. Pada
usia dewasa zat gizi diperlukan untuk melakukan pekerjaan, penggantian
jaringan tubuh yang rusak, makan. Menu yang bervariasi dapat
merangsang selera makan sehingga makanan yang disajikan akan dapat
dihabiskan pasien (Depkes RI, 2007).
5. Jadwal makan atau waktu makan
Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap
sehari. Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam
makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan,
baik dalam bentuk makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit
harus tepat waktu, tepat diet, dan tepat jumlah. Waktu pembagian
makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu makan
yang sesuai, turut berpengaruh terhadap timbulnya sisa makanan. Hal ini
berkaitan dengan ketepatan petugas dalam menyajikan makanan sesuai
dengan waktu yang sudah ditentukan Makanan yang terlambat datang

Gizi dan Diet|17


dapat menurunkan selera makan pasien, sehingga dapat menimbulkan
sisa makanan yang banyak(Puspita dan Rahayu, 2011).
6. Makanan luar rumah sakit
Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar rumah
sakit berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan (Aula, 2011). Pasien
yang mendapatkan makanan dari luar rumah sakit menyisakan lebih
banyak makanan dari pada pasien yang tidak mendapatkan makanan dari
luar rumah sakit (Kumboyono, 2012). Jenis makanan yang biasa
dikonsumsi oleh pasien dari luar rumah sakit adalah berupa buah dan
snack seperti biskuit, kue, dan aneka cemilan lainnya. Rasa lapar yang
tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan,
timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang 24
bervariasi menyebabkan pasien mencari tambahan makanan dari luar
rumah sakit, sehingga makanan yang disajikan kepada pasien tidak
dihabiskan (Aula, 2011).
7. Sikap petugas
Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada
pasien. Intervensi keperawatan, intervensi gizi, termasuk di dalamnya
adalah sikap petugas dalam menyajikan makanan, sangat diperlukan
untuk meningkatkan nutrisi yang optimal bagi pasien rawat inap. Oleh
karena itu, sikap petugas ruangan dalam menyajikan makanan berperan
dalam terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil survey menyebutkan
bahwa faktor utama kepuasanpasien terletak pada pramusaji. Pramusaji
diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, baik dalam
berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting karena akan
mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat

Gizi dan Diet|18


menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk
meningkatkan asupan makan pasien agar pasien mau menghabiskan
makanannya.

2.6 Biaya Makan Pasien


Dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan makanan pasien di
rumah sakit, biaya merupakan salah satu sumber daya yang sangat
penting dan menentukan.Biaya harus diperhitungkan setepat mungkin,
sehingga secara ekonomi dapatdipertanggungjawabkan dan dikendalikan
seefisien dan seefektif mungkin(Kemenkes RI, 2013). Biaya pelayanan
gizi rumah sakit adalah biaya yang telah atau akan dikeluarkan dalam
rangka melaksanakan kegiatan pelayanan gizi rumah sakit, dan salah
satunya meliputi biaya untuk kegiatan penyelenggaraan makanan pasien.
Biaya makan adalah biaya bahan-bahan yang 25dipakai
untukmenghasilkan makanan yang diperlukan. Biaya ini merupakan
variabel langsung, karena mempunyai hubungan langsung terhadap
pelayanan makanan yang diselenggarakan. Biaya makan per orang per
hari merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan
makanan. Biaya ini diperoleh berdasarkan total biaya yang dikeluarkan
untuk penyelenggaraan makanan dibagi dengan jumlah output setiap
jenis pelayanan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung biaya makan
per orang per hari adalah jumlah output dari penyelenggaraan makanan,
yaitu porsi makan atau jumlah konsumen yang dilayani. Konsep
perhitungan biaya makanan di rumah sakit terdiri dari 3 komponen
utama yaitu biaya bahan baku atau bahan dasar, biaya tenaga kerja dan
biaya overhead (Kemenkes RI, 2013). Biaya bahan baku atau bahan

Gizi dan Diet|19


dasar adalah biaya yang pasti akan dikeluarkan secara langsung dan
digunakan dalam rangka menghasilkan produk dan dalam hal ini biaya
bakunya adalah bahan makanan. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja yang terlibat dalam proses kegiatan, baik
tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak langsung. Biaya
overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang operasional
produk yang dihasilkan. Pada penyelenggaraan makan, biaya overhead
yang dimaksud antara lain biaya bahan bakar, alat masak, alat makan,
alat rumah tangga, telepon, listrik dan biaya pemeliharaan. Analisis
biaya makan adalah suatu proses pengumpulan dan pengelompokan data
keuangan unit penyelenggaraan makanan untuk memperoleh dan
menghitung biaya produk makanan selama periodetertentu, baik biaya
total (total cost) maupun biaya satuan/unit cost. Analisis biaya makan
memberikan informasi tentang biaya, proses sekaligus produk makanan
yang dihasilkan. Informasi ini berguna dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian keuangan penyelenggaraan makanan dan penetapan tarif
makan atau rawat inap. Hasil analisis dapat pula digunakan untuk
memperbaiki tindakan manajemen di masa yang akan datang sehingga
diharapkan dapat mengurangi atau mengoptimalkan biaya dengan
perbaikan tindakan tersebut (Akmal, 2005).Perhitungan biaya makanan
pasien di RSUP Sanglah Denpasar sesuai dengan Pedoman
Pengorganisasian Unit Kerja Instalasi Gizi tahun 2014, hanya
berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan
makanan tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja dan biaya overhead
lainnya. Hal ini karena untuk biaya makan pasien belum menggunakan

Gizi dan Diet|20


unit cost tetapi masuk ke dalam biaya akomodasi rawat inap di rumah
sakit.

BAB III

PENUTUP

Gizi dan Diet|21


3.1 KESIMPULAN
Standar makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSUP Sanglah
Denpasar tertuang dalam Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
(PPMRS) tahun 2014 yang berisi tentang jumlah dan jenis bahan
makanan yang diberikan kepada Pasien berdasarkan kelas perawatan,
nilai gizi dan pembagian waktu makan dalam sehari (Instalasi Gizi,
2014). Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan
kebutuhan gizi dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan
sakit tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis
kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan
menyusui (Almatsier, 2010). Pasien rawat inap membutuhkan asupan
makan 12 yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi
dan terhindar dari malnutrisi. Dalam penyajian makanan, penampilan
dan rasa makanan harus diperhatikan sedemikian rupa, sehingga
menimbulkan kesan yang menarik bagi pasien untuk dapat
menghabiskan makanan yang disajikan (Moehyi, 1995).
3.2 SARAN
Guna penyempurnaan makalah ini,saya sangat mengharapkan
kritik serta saran dari Dosen pengajar beserta teman-teman yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gizi dan Diet|22


http://erepo.unud.ac.id/8366/3/d3d2098348f711a892e0dfcbf7af0bf3.pdf
Moehji, S. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharata.
Jakarta. 1992.
Utami, Siti. Perhitungan Biaya Bahan Makanan dari Resep Masakan
pada Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit dalam
Materi Short Course Food Service. Asosiasi Dietisien
Indonesia, Garden Permata Hotel, 23-26 Juni. Bandung. 2010
Mukrie N, Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. 1990.

Gizi dan Diet|23

Anda mungkin juga menyukai